You are on page 1of 9

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI KOLANG KALING

Tuti Indah Sari, Hotman P. Manurung, dan Fery Permadi


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwjaya
ABSTRACT
Using plastic as packaging matterial has not to be defended again. Cause can damaging our
environment, and it also dangerous for consumer health due to dirtying product. Its push the research and
technologies development for packaging matterial which is biodegradable. Technologies development was
directed to made packaging matterial same as plastic from natural matterial and easy to destroyed that
calleed edible film
Edible film is a thick layer was made from consumized matterial and used for food product. Edible
film in this research was from kolang kaling, in addition of plasticizer and also beeswax. The objectives of
this research was to knows how to produce edible film from kolang kaling and the effects of temperature,
quantity of glicerol and beeswax in producing edible film. Process of producing edible film is consist of
making emustion, casting, and drying. From the result of this research, the increasing of temperature was
made the water content, thickness and elongation percentage of edible film decreased, but the tensile
strengthof edible film increased. Increasing quantity of glicerol was made the water content and elongation
percentage of edible film increased but the tensile strength and the thickness of edible film decreased.the
result of this research is also showed that increasing quantity of beeswax was made the water content, tensile
strength, and elongation percentage of edible film decreased but the thickness of edible film increased. The
optimum scores for the water content, thickness, tensile strength and elongation percentage were 4,88%,
0.0166 cm, 0.102 Kgf.cm-2 and 22%. The best treatment was edible film at 80 oC, the addition 2 % (b/v) of
glicerol and the addition 2% (b/v) of beeswax because the edible film had high value of tensile strength, and
elongation percentage but it had low value of water content and thickness.
Key words : Edible film, kolang kaling
ABSTRAK
Penggunanan plastik sebagai bahan pengemas saat ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Selain
dapat merusak lingkungan, plastik juga dapat membahayakan kesehatan konsumen karena dapat mencemari
produk. Hal ini mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan teknologi bahan kemasan yang
biodegradable. Pengembangan teknologi bahan kemasan biodegradable terarah pada usaha untuk
membuat bahan kemasan yang memiliki sifat seperti plastik yang berbahan dasar dari bahan alam dan
mudah terurai yang disebut dengan edible film.
Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat dikonsumsi
dan digunakan untuk mengemas produk pangan. Edible film yang dibuat pada penelitian ini berbahan dasar
kolang kaling, yang ditambah dengan plasticizer dan juga lilin lebah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pembuatan edible film dari kolang kaling serta pengaruh suhu, jumlah plasticizer dan jumlah
lilin lebah pada pembuatan edible film. Proses pembuatan edible film terdiri dari pembentukan emulsi,
casting dan pengeringan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semakin tinggi suhu yang dipakai maka
kadar air, ketebalan dan kuat tarik edible film menurun sedangkan persen perpanjangan meningkat. Semakin
banyak jumlah gliserol maka kadar air dan persen perpanjangan edible film meningkat sedangkan kuat tarik
dan ketebalan edible film menurun. Semakin banyak jumlah lilin lebah maka kadar air, kuat tarik, dan persen
perpanjangan edible film menurun sedangkan ketebalan edible film meningkat. Nilai optimum untuk kadar
air, ketebalan, kuat tarik serta persen perpanjangan yaitu 4,88%, 0.0166 cm, 0.102 Kgf.cm-2, dan 22%.
Perlakuan terbaik adalah edible film dengan penggunaan suhu 80 oC, gliserol sebanyak 2 % (b/v) dan lilin
lebah sebanyak 2 % (b/v) karena edible filmnya memiliki nilai yang tinggi untuk kuat tarik dan persen
perpanjangan sedangkan kadar air dan ketebalannya mempunyai nilai yang rendah.
Kata kunci : Edible film, kolang kaling
Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

27

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengemasan telah berkembang sejak lama.
Sebelum manusia membuat kemasan, alam
sendiri telah menyajikan kemasan misalnya
jagung terbungkus seludang, buah-buahan
terbungkus kulitnya, buah kelapa terlindung baik
oleh sabut dan tempurung, polongan terbungkus
kulit polong. Tidak hanya bahan pangan, kosmetik
dan bahan industri lainnya, bahkan manusiapun
menggunakan kemasan sebagai pelindung tubuh
dari gangguan cuaca supaya tampak lebih anggun
dan menarik.
Fungsi dari pengemas pada bahan pangan
adalah mencegah atau mengurangi kerusakan,
melindungi
bahan
pangan
dari
bahaya
pengenceran serta gangguan fisik seperti gesekan,
benturan dan getaran. Di samping itu pengemasan
berfungsi sebagai wadah agar mempunyai bentuk
yang
memudahkan
dalam
penyimpanan,
pengangkutan dan pendistribusiannya. Dari segi
promosi, pengemas berfungsi sebagai daya tarik
pembeli (Syarief et al. 1988).
Seiring dengan perkembangan peradaban
manusia, teknologi pengemasan juga berkembang
dengan pesat. Akhir-akhir ini kemasan yang lebih
maju (modern) telah banyak digunakan secara
meluas pada produk bahan pangan dan hasil
pertanian misalnya plastik, kertas, alumunium
foil, logam dan kayu. Di antara bahan kemasan
tersebut, plastic merupakan bahan kemasan yang
paling popular dan sangat luas penggunaannya.
Bahan kemasan ini memiliki berbagai keunggulan
yakni, fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk),
transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah,
bentuk laminasi (dapat dikombinasikan dengan
bahan kemasan lain), tidak korosif dan harganya
relatif murah. Disamping memiliki berbagai
kelebihan, plastik juga memiliki kelemahan yakni,
tidak tahan panas, dapat mencemari produk
sehingga mengandung resiko keamanan dan
kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan
yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan
alami (nonbiodegradable).
Saat ini, bahan kemasan plastik telah
menimbulkan permasalahan yang cukup serius.
Polimer plastik yang tidak mudah terurai secara
alami mengakibatkan terjadimya penumpukan
limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup. Kondisi demikian
menyebabkan bahan kemasan plastik tidak dapat
dipertahankan penggunaanya secara meluas, oleh
karena akan menambah persoalan lingkungan dan
kesehatan di waktu mendatang.

28

Menurut Syarief et al.. (1988) ada lima


persyaratan yang dibutuhkan dalam menentukan
pilihan jenis dan cara pengemasan yang akan
digunakan yaitu penampilan, perlindungan,
fungsi, harga dan biaya, serta penanganan limbah
kemasan. Dengan tidak dapat dipertahakannya
lagi penggunaan plastik sebagai bahan kemasan
serta adanya persyaratan bahwa kemasan yang
digunakan harus ramah lingkungan, maka hal ini
mendorong
dilakukannya
penelitian
dan
pengembangan teknologi bahan kemasan yang
biodegradable.
Saat
ini
pengembangan
teknologi bahan kemasan biodegradable terarah
pada usaha untuk membuat bahan kemasan yang
memiliki sifat seperti plastik yang berbahan dasar
dari bahan alam dan mudah terurai yang disebut
dengan edible film.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana cara pembuatan edible film serta
pengaruh penambahan plasticizer, lilin lebah
dan temperatur pada edible film.
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
I. Mengetahui cara pembuatan edible film dari
kolang-kaling.
II. Untuk mengetahui pengaruh
penambahan
plasticizer dan lilin lebah terhadap % kadar air,
ketebalan , % perpanjangan dan kuat tarik pada
edible film.
III. Untuk mengetahui pegaruh temperature
terhadap % kadar air, ketebalan , %
perpanjangan dan kuat tarik pada edible film.
1.4. Manfaat
Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan
dapat menemukan bahan baku lain dalam
pembuatan edible film. Serta diharapkan dapat
menambah referensi dalam hal pembuatan edible
film khususnya dari kolang-kaling.
1.5. Hipotesa
1) Bertambahnya plasticizer pada pembuatan
edible film akan meningkatkan persen kadar
air dan juga persen perpanjangan edible film,
sedangkan kuat tarik dan ketebalan edible
film akan semakin menurun.
2) Penambahan suhu pada pembuatan edible
film akan menurunkan persen kadar air,
ketebalan dan kuat tarik edible film,
sedangkan persen perpanjangannya akan
semakin meningkat.

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

3) Dengan bertambahnya lilin lebah pada


pembuatan edible film, akan menurunkan
persen kadar air, kuat tarik, dan persen
perpanjangan, sedangkan ketebalan edible
film akan semakin bertambah.
1.6. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian meliputi :
1) Sebagai bahan baku digunakan bubur kolang
kaling 20 gram.
2) Plastisizer yang digunakan Gliserol dan Lipida
yang digunakan Lilin Lebah.
3) Variabel Penelitian
* Konsentrasi Plastisizer terdiri dari 1%, 2%,
3%, 4% (b/v).
* Konsentrasi Lilin lebah terdiri dari 1 % (b/v)
dan 2 % (b/v).
* Temperatur pemasakan terdiri dari 70 oC, 75
o
C, 80 oC.
4) Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium
Bioproses dan laboratorium Penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kolang kaling
Kolang kaling diperoleh dari tanaman aren
yang berumur sekitar 1 tahun sampai 1,5 tahun.
Buah aren yang muda akan menghasilkan kolang
kaling yang sangat lunak dan bila terlalu tua akan
menghasilkan kolang kaling yang keras (Maryadi,
2004).
Kolang-kaling mempunyai jumlah
kandungan pati dan serat kasar yang tinggi. Pati
dan serat kasar merupakan polimer dari beberapa
molekul monosakarida yang dapat dimanfaatkan
untuk bahan baku pembuatan edible film.
Komposisi kimia kolang kaling dapat dilihat pada
Tabel 1 sebagai berikut :
Komponen

Jumlah (%)

Kadar air

93,75

Pati

3,39

Sumber : Mahmud dan Amrizal, 1991.


Biji kolang kaling memiliki ciri khas, yaitu
mempunyai tunas kecambah yang tumbuh di sisi
tengah biji. Jika kolang-kaling ini ditekan bagian
tengahnya, maka akan muncul benda kecil
berwarna putih dari salah satu sisinya. Benda
putih ini merupakan calon lembaga yang akan
tumbuh sebagai kecambah (Pranata et al., 2002).
Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

2.2. EdibleFilm
Edible film (packaging) adalah suatu lapisan
yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat
dikonsumsi dan dibentuk di atas komponen
makanan (coating) atau diletakkan diantara
komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai
penghalang transfer massa seperti kelembaban,
oksigen, lipid, dan zat terlarut, dan atau sebagai
pembawa
bahan
makanan
aditif,
serta
meningkatkan kemudahan penanganan makanan
(Krochta, 1992). Menurut Harris (1999), proses
pembuatan edible film dapat dibagi atas 3 tahap
sebagai berikut :
1. Pembentukan emulsi.
2. Casting atau pencetakan bahan emulsi ke
permukaan cetakan yang mempunyai
permukaan datar dan licin.
3. Pengeringan.
Pembuatan emulsi sangat tergantung
pada sifat-sifat fisik-kimia bahan emulsi, jenis
emulsifier, jumlah dan konsentrasi emulsifier,
ukuran partikel yang diinginkan, viskositas larutan
dan jenis alat pengemulsi yang digunakan. Untuk
memperbaiki sifat-sifat kelenturan film yang
diperoleh maka ditambahkan plastisizer. Casting
biasanya dilakukan pada permukaan datar dan
halus seperti kaca dengan menuangkan bahan
emulsi ke permukaan cetakan tersebut pada
ketebalan tertentu. Film kemudian dikeringkan
pada aliran udara kering selama 10 12 jam
(Kinzel, 1992).
Komponen
penyusun
edible
film
mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi
maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan.
Komponen utama penyusun edible film
dikeompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid,
lipida dan komposit. Komposit adalah bahan yang
didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lipida.
Hidrokoloid
Hidrokoloid
yang
digunakan
dalam
pembuatan edible film berupa protein atau
polisakari
da.
Bahan
Abu
1
dasar
Serat kasar
0,95
protein
dapat
Protein
0,69
berasal
Lemak
0
dari
jagung, kedele, wheat gluten, kasein, kolagen,
gelatin, corn zein, protein susu dan protein ikan.
Polisakarida yang digunakan dalam pembuatan
29

edible film adalah selulosa dan turunannya, pati


dan turunannya, pektin, ekstrak ganggang laut
(alginate, karagenan, agar), gum (gum arab dan
gum karaya), xanthan, chitosan dan lain-lain.
Beberapa polimer sakarida yang banyak diteliti
akhir-akhir ini adalah pati gandum (wheat),
jagung (corn starch), dan kedele.
Lipida
Lemak yang umum digunakan dalam
pembuatan edible film adalah lilin alami (besswax,
carnauba wax, paraffin wax), asli gliserol, asam
lemak (asam oleat dan asam laurat), serta
emulsifier.
Menurut Balwin et al.,(1997), Harris (1999)
dan Layuk et al., (2002) lilin lebah dapat
mempengaruhi karakteristik edible film yaitu
ketebalan film, semakin meningkatnya konsentrasi
lilin lebah maka edible film semakin tebal, hal ini
terjadi karena terbentuknya jaringan kristal lilin
lebah pada matriks film sehingga ketebalan film
bertambah.
Plasticizer
Komponen yang cukup besar dalam
pembuatan edible film adalah plasticizer.
Plasticizer adalah bahan organik dengan berat
molekul rendah yang ditambahkan dengan
maksud untuk memperlemah kekuatan polimer
(Ward
and
Hadley,
1993),
sekaligus
meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas
polimer (Ferry, 1980).
Beberapa jenis plasticizer yang sering
digunakan dalampembuatan edible film adalah
gliserol dan sorbitol. Gliserol dan sorbitol
merupakan plasticizer yang efektif karena
memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan
hidrogeninternal pada ikatan intromolekuler.
Jenis- jenis plasticizer lainnya yang dapat
digunakan adalah asam laurat, asam oktanoat,
asam laktat, trietilen glikol, dan polietilen glikol.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari sampai Juli 2008 di Laboratorium
Bioproses dan Penelitian Jurusan Teknik Fakultas
Teknik Kimia Universitas Sriwijaya.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang dipakai pada penelitian ini adalah :
1) Neraca Analitik, 2) Hot Plate dan Magnetic
Stirer, 3) Pipet Tetes, 4) Gelas Ukur, 5) Cawan
Petri, 6) Beker Gelas, 7) Spatula, 8) Termometer,

30

9) Oven, 10) Texture Analyzer, 11) Desikator, 12)


Jangka Sorong, 13) Plat Kaca.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian
ini adalah : 1) Aquadest, 2) Kolang kaling, 3)
Gliserol, 4) Lilin lebah.
3.3. Prosedur Penelitian
Cara kerja pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1) Kolang kaling dipotong kecil-kecil dengan
ukuran 0,5 sampai 1 cm untuk mempermudah
proses penghancuran.
2) Kolang kaling dimasukkan ke dalam blender
lalu ditambahkan aquadest (1: 1) untuk
menghancurkannya agar terbentuk bubur
buah.
3) 20 gram bubur kolang kaling yang terbentuk
dimasukkan kedalam beker gelas kemudian
ditambahkan aquadest sampai volumenya
mencapai 100 ml. Lalu dipanaskan pada suhu
70 0C (75 0C, 80 0C) sampai terbentuk
gelatinasi, sambil diaduk dengan magnetic
stirrer.
4) Bila telah terbentuk gelatinasi pada larutan
kolang-kaling tersebut, lalu tambahkan
plasticizer dengan konsentrasi 1% b/v ( 2%
b/v, 3% b/v dan 4% b/v) sedikit demi sedikit
dan setelah 10 menit masukkan lilin lebah
sebanyak 1% b/v (2% b/v). Setelah itu
diamkan sejenak untuk penghilangan udara
dalam larutan (degassing).
5) Pengurangan
udara
dalam larutan
(degassing) dilakukan selama 10 menit, lalu
dituangkan sebanyak 15 ml ke dalam tiap-tiap
cawan petri yang berdiameter 6 cm.
6) Cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam
oven pengering selama 10-12 jam pada suhu
55 0C. Setelah kering, lalu dipindahkan ke
desikator.
7) Setelah dingin, film kemudian diambil dan
dimasukkan dalam wadah plastik tertutup..
8) Selanjutnya pengamatan yang dilakukan
meliputi kadar air edible film, ketebalan
edible film, kuat tarik, dan persen
perpanjangan.
3.4. Parameter
Analisis yang dilakukan pada edible film
adalah analisis kadar air, ketebalan, kuat tarik,
persen perpanjangan

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Pengaruh Temperatur dan Penambahan
Gliserol Terhadap Kadar Air Edible Film
pada Saat Penambahan Lilin Lebah
Sebanyak 1% dan 2% (B/V)
Pada saat penambahan lilin lebah sebanyak 1
%, edible film yang memiliki kadar air tertinggi
adalah pada perlakuan penambahan gliserol 4%
dan suhu 75 oC yaitu 20,28 % dan terendah adalah
pada perlakuan penambahan gliserol 1% dan suhu
80 oC yaitu 7,38 %. Sedangkan pada saat
penambahan lilin lebah sebanyak 2 %, edible film
yang mempunyai kadar air tertinggi yaitu pada
perlakuan penambahan gliserol 4 % dan suhu 70
o
C yaitu 15,21 % dan terendah pada perlakuan
penambahan gliserol 1 % dan suhu 80 oC yaitu
4,88%.
Hubungan antara suhu, dan jumlah gliserol
terhadap kadar air
edible film pada saat
penambahan lilin lebah sebanyak 1% dan 2 %
(b/v) dapat digambarkan dengan grafik sebagai
berikut :

Grafik 4.1.A. Pengaruh Temperatur dan


Penambahan Gliserol Terhadap Persen
Kadar Air Edible Film dengan Penambahan
Lilin Lebah Sebanyak 1% (B/V).

Grafik 4.1.B. Pengaruh Temperatur dan


Penambahan Gliserol Terhadap Persen Kadar
Air Edible Film dengan Penambahan Lilin
Lebah Sebanyak 2 % (B/V).
Dari grafik di atas terlihat bahwa semakin
tinggi suhu yang dipakai maka kadar air yang
terkandung dalam edible film semakin sedikit. Ini
disebabkan karena semakin tinggi suhu yang
digunakan maka semakin banyak pula jumlah air
yang menguap, sehingga kadar air dalam edible
film semakin berkurang.
Berbanding terbalik dengan penambahan
gliserol yaitu, semakin banyak jumlah gliserol
yang ditambahkan maka kadar air edible film
semakin tinggi. Hal ini terjadi karena setiap
molekul gliserol mengandung 3 gugus hidroksil
yang dapat berikatan dengan gugus hidroksil pada
amilopektin sehingga dapat melepaskan air. Air
yang terlepas akan terperangkap dalam gugus
amilopektin. Gugus hidroksil pada amilopektin
mempunyai sifat mengikat air yang tinggi
(Fennema, 1976). Menurut Harris (1999), ikatan
antara amilopektin dan gliserol merupakan ikatan
hidrogen yang bersifat hidrofilik gugus hidroksil
pada amilopektin mempunyai sifat mengikat air
yang tinggi.
Penambahan lilin lebah juga berpengaruh
terhadap persen kadar air edible film dimana,
semakin banyak lilin lebah yang ditambahkan
maka semakin sedikit kandungan air yang ada di
dalam edible film. Hal ini disebabkan karena
Lilin lebah bersifat hidrofobik sehingga
kemampuan lilin lebah mengikat air kecil,
sehingga ketika lilin lebah ditambahkan maka
kadar air yang terkandung akan berkurang.
Menurut Girindra (1993), lilin lebah tidak larut
dalam air.
4.2. Pengaruh Temperatur dan Penambahan
Gliserol Terhadap Ketebalan Edible Film

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

31

Pada Saat Penambahan Lilin Lebah


Sebanyak 1% Dan 2% (B/V).
Pada saat penambahan lilin lebah sebanyak 1
%, edible film yang memiliki ketebalan tertinggi
adalah pada perlakuan penambahan gliserol 1%
dan suhu 70 oC yaitu 0,035 cm dan terendah
adalah pada perlakuan penambahan gliserol 4%
dan suhu 80 oC yaitu 0,0166 cm. Sedangkan pada
saat penambahan lilin lebah sebanyak 2 %, edible
film yang mempunyai ketebalan tertinggi yaitu
pada perlakuan penambahan gliserol 1 % dan
suhu 70 oC yaitu 0,04 cm dan terendah pada
perlakuan penambahan gliserol 4 % dan suhu 80
o
C yaitu 0,022 cm.
Hubungan antara suhu, dan jumlah gliserol
terhadap ketebalan edible film pada saat
penambahan lilin lebah sebanyak 1% dan 2 %
(b/v) dapat digambarkan dengan grafik sebagai
berikut :

Grafik 4.2.A. Pengaruh Temperatur dan


Penambahan Gliserol Terhadap Ketebalan
(Cm) Edible Film dengan Penambahan Lilin
Lebah Sebanyak 1% (B/V).

Grafik 4.2.B. Pengaruh Temperatur dan


Penambahan Gliserol Terhadap Ketebalan
(Cm) Edible Film dengan Penambahan Lilin
Lebah Sebanyak 2 % (B/V).

32

Dari grafik di atas terlihat bahwa semakin


banyak jumlah gliserol yang ditambahkan maka
ketebalan edible film semakin tipis. Hal ini terjadi
karena gliserol mempunyai gugus hidroksil yang
dapat berikatan dengan gugus hidroksil pada
amilopektin. Ikatan antara gugus hidroksil
tersebut akan melepaskan air. Air yang terlepas
akan terperangkap dalam dalam gugus
amilopektin. Menurut Fennema (1976), gugus
hidroksil pada amilopektin mempunyai sifat
mengikat air yang tinggi. Penambahan gliserol
akan meningkatkan kandungan air edible film,
sehingga edible film banyak mengandung air.
Pada saat pengeringan air akan semakin banyak
menguap sehingga mengakibatkan ketebalan film
menurun.
Penambahan lilin lebah juga berpengaruh
terhadap ketebalan edible film. Hal ini terjadi
karena lilin lebah dapat membentuk jaringan
kristal lilin lebah yang berbentuk orthorombik
pada matriks film sehingga ketebalan edible film
bertambah. Menurut Winarno (2002), bila suatu
lemak didinginkan, hilangnya panas akan
memperlambat gerakan molekul-molekul dalam
lemak, sehingga jarak antara molekul-molekul
lebih pendek. Jika jarak antara molekul tersebut
mencapai
5, maka akan timbul gaya tarikmenarik antarmolekul yang disebut gaya Van der
Walls. Akibat adanya gaya ini, radikal-radikal
asam lemak dalam molekul lemak akan tersusun
berjajar dan saling bertumpuk serta berikatan
membentuk kristal.
Semakin tinggi suhu yang dipakai maka
ketebalan edible film semakin tipis. Ini
disebabkan karena semakin tinggi suhu yang
digunakan maka kristal-kristal yang terbentuk
dari lilin lebah akan semakin halus bentuknya
sehingga menurunkan ketebalan edible film yang
terbentuk.
4.5. Pengaruh Temperatur dan Penambahan
Gliserol Terhadap Kuat Tarik Edible Film
Pada Saat Penambahan Lilin Lebah
Sebanyak 1% Dan 2% (B/V)
Pada saat penambahan lilin lebah sebanyak 1
%, edible film yang memiliki kuat tarik tertinggi
adalah pada perlakuan penambahan gliserol 1%
dan suhu 70 oC yaitu 0,102 Kgf.cm-2 dan terendah
adalah pada perlakuan penambahan gliserol 4%
dan suhu 80 oC yaitu 0,083 Kgf.cm-2. Sedangkan
pada saat penambahan lilin lebah sebanyak 2 %,
edible film yang mempunyai ketebalan tertinggi
yaitu pada perlakuan penambahan gliserol 1 %
dan suhu 70 oC yaitu 0,092 Kgf.cm-2 dan terendah

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

pada perlakuan penambahan gliserol 4 % dan


suhu 80 oC yaitu 0,070 Kgf.cm-2.
Hubungan antara suhu, dan jumlah gliserol
terhadap kuat tarik (Kgf.cm-2) edible film pada
saat penambahan lilin lebah sebanyak 1% dan 2 %
(b/v) dapat digambarkan dengan Grafik 4.3.
Dari grafik dibawah terlihat bahwa semakin
banyak jumlah gliserol yang ditambahkan maka
kuat tarik edible film semakin menurun. Hal ini
terjadi karena kuat tarik edible film kolang kaling
berkaitan dengan kadar air edible film kolang
kaling, dimana jumlah gliserol yang meningkat
mengakibatkan kadar air yang meningkat juga.
Kadar air yang semakin meningkat akan
menyebabkan edible film tersebut semakin tidak
elastis dan mudah rapuh karena air mengakibatkan
pengurangan kekuatan antar molekul. Kekuatan
antar molekul pada edible film yang semakin
menurun mengakibatkan edible film tidak elastis.
Edible film yang tidak elastis akan menyebabkan
kuat tarik yang dihasilkan akan semakin menurun
(Harris, 1999). Gliserol sebagai plastisizer secara
efektif mengurangi ikatan hidrogen internal
dengan berikatan dengan gugus hidroksil pada
amilopektin. Ikatan hidrogen yang semakin
berkurang dapat menyebabkan jarak antar
molekul semakin merenggang sehingga kekuatan
film akan berkurang (Mc Hugh et al., 1994).

Grafik 4.3.A. Pengaruh Temperatur dan


Penambahan Gliserol Terhadap Kuat Tarik
(Kgf.Cm-2) Edible Film dengan Penambahan
Lilin Lebah Sebanyak 1 % (B/V).

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

Grafik 4.3.B. Pengaruh Temperatur dan


Penambahan Gliserol Terhadap Kuat Tarik
(Kgf.Cm-2) Edible Film dengan Penambahan
Lilin Lebah Sebanyak 2 % (B/V).
Penambahan lilin lebah juga berpengaruh
terhadap kuat tarik edible film. Hal ini terjadi
karena Lilin lebah dapat membentuk kristal
orthorombik yang menyebabkan film menjadi
keruh (opak) dan lebih rapuh sehingga kekuatan
tariknya akan menurun.
Semakin tinggi suhu yang dipakai maka kuat
tarik edible film semakin rendah atau rapuh. Ini
disebabkan karena semakin tinggi suhu yang
digunakan maka kristal-kristal lemak lilin lebah
yang terbentuk akan semakin halus kecil
bentuknya sehingga menurunkan ikatan antar
Kristal-kristal lemak tersebut. Yang pada akhirnya
akan menurunkan kuat tarik edible film yang
terbentuk.
4.5. Pengaruh Temperatur dan Penambahan
Gliserol Terhadap Persen Perpanjangan
Pada Saat Penambahan Lilin Lebah
Sebanyak 1% Dan 2% (B/V).
Pada saat penambahan lilin lebah sebanyak 1
%, edible film yang memiliki ketebalan tertinggi
adalah pada perlakuan penambahan gliserol 4%
dan suhu 80 oC yaitu 22 % dan terendah adalah
pada perlakuan penambahan gliserol 1% dan suhu
70 oC yaitu 10 %. Sedangkan pada saat
penambahan lilin lebah sebanyak 2 %, edible film
yang mempunyai ketebalan tertinggi yaitu pada
perlakuan penambahan gliserol 4 % dan suhu 80
o
C yaitu 19 % dan terendah pada perlakuan
penambahan gliserol 1 % dan suhu 70 oC yaitu 9
%.
Hubungan antara suhu, dan jumlah gliserol
terhadap persen perpanjangan edible film pada
33

saat penambahan lilin lebah sebanyak 1% dan 2 %


(b/v) dapat digambarkan dengan Grafik 4.4.
Dari grafik terlihat bahwa semakin banyak
jumlah gliserol yang ditambahkan maka dapat
meningkatkan persen perpanjangan edible film
kolang kaling. Persen perpanjangan edible film
berkaitan dengan kuat tarik edible film. Kuat tarik
edible film yang semakin menurun disebabkan
pengurangan kekuatan antar molekul sepanjang
rantai polimer oleh molekul air. Pengurangan
kekuatan antar molekul air menyebabkan
mobilitas antar rantai molekul semakin
meningkat, sehingga film lebih fleksibel (Harris,
1999).

Grafik 4.4.A. Pengaruh Temperatur dan


Penambahan Gliserol Terhadap Persen
Perpanjangan Edible Film dengan
Penambahan Lilin Lebah Sebanyak 1 % (B/V).

Grafik 4.4.B. Pengaruh Temperatur dan


Penambahan Gliserol Terhadap Persen
Perpanjangan Edible Film dengan
Penambahan Lilin Lebah Sebanyak 1 % (B/V).
Penambahan lilin lebah berpengaruh terhadap
persen perpanjangan edible film. Hal disebabkan
karena lilin lebah memiliki efek anti plasticizing,
34

sehingga akan menyebabkan film menjadi keras,


kaku, dan tidak fleksibel sehingga mudah patah.
Akibatnya persen perpanjangan film menjadi
rendah.
Semakin tinggi suhu yang dipakai maka
persen perpanjangan edible film semakin tinggi
pula. Ini disebabkan karena semakin tinggi suhu
yang digunakan maka kadar air semakin
berkurang. Kadar air yang semakin berkurang
mengakibatkan pengurangan kekuatan antar
molekul air sehingga mobilitas antar rantai
molekul semakin meningkat, dan film akan lebih
fleksibel.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat
diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
Pengaruh penambahan plasticizer pada
pembuatan edible film yaitu, semakin banyak
jumlah gliserol yang ditambahkan maka
kadar air dan juga persen perpanjangan edible
film semakin meningkat pula, sedangkan kuat
tarik dan ketebalan edible film semakin
menurun.
Pengaruh peningkatan suhu pada pembuatan
edible film yaitu, semakin tinggi suhu yang
digunakan pada pembuatan edible film maka
kadar air, ketebalan dan kuat tarik edible film
akan semakin menurun, sedangkan persen
perpanjangan akan semakin meningkat.
Pengaruh penambahan lilin lebah pada
pembuatan edible film yaitu, semakin banyak
jumlah lilin lebah yang ditambahkan pada
pembuatan edible film maka kadar air, kuat
tarik, dan persen perpanjangan akan menurun,
sedangkan ketebalan edible film akan
semakin bertambah.
5.2. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan dan dari
analisa yang diperoleh, maka disarankan hal-hal
sebagai berikut :
Disarankan menggunakan bahan baku yang
lain misalnya, pati tapioka, lidah buaya,
timun suri dan lain sebagainya.
Disarankan pada penelitian berikutnya
menggunakan variasi lilin lebah lebih dari 2%
(b/v).
Disarankan dalam penelitian selanjutnya
menggunakan
anti
mikrobia
untuk
memperoleh daya tahan/ umur simpan edible
film.

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk


mengaplikasikan edible film pada makanan.

DAFTAR PUSTAKA
Arpah, 1997. Edible Packaging. Paper Metode
Penelitian Ilmu Pangan, Bogor.
De Man, J.M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit
ITB. Bandung
Danhowe, G. Dan O. Fennema. 1994. Edible Film
and Coating : Characteristic, formations,
definitions and testing methods. Di
dalam Krochta et al., (Ed) Ediblecoating
and Film to Improve Food Quality.
Technomic Publ. Co. Inc. Lancaster
Fennema, O.R. 1976. Principles of Food Science.
Marcel Dekker, Inc. New York.
Haris, H. 1999. Kajian Teknik Formulasi
Terhadap Karakteristik Edible Film dari
Pati Ubi Kayu, Aren, dan Sagu Untuk
Pengemas Produk Pangan Semi Basah.
Disertasi Program Dokter Ilmu-ilmu
Pertanian Program Pascasarjana Institut
Pertanian
Bogor.
Bogor
(Tidak
dipublikasikan).
Haryadi, H. 1996. Karakteristik Edible Film dari
Protein Kedelai, Tapioka dan Gliserol
untuk Bahan Pengemas Produk Pangan.
Laporan Penelitian RUT IV, (II) 61-65.
Ismia P.,et al. 2006.Karakteristik Edible Film
Komposit Kolang Kaling dan Lilin
Lebah.
ProgramStudi
Teknologi
HasilPertanian. Universitas Sriwijaya.
Julianti, E., Nurminah,M. 2006. Teknologi
Pengemasan. Departemen Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian.Universitas
Sumatera Utara.
Kinzel, B. 1992. Protein-rich Edible Coating for
Foods. Agricultural Research, (2) : 2021.
Krochta,J.M. 1992. Control of mass transfer in
food with edible coatings and film. In
:Singh,R.P. and M.A.Wirakartakusumah
(Eds) : Advances in Food engineering.
CRC Press :Boca Raton, F.L. pp. 517538.
Krochta, J.M. 1994. Edible Protein Films and
Coatings in Food Proteins and Their
Applications. Journal of Agricultural and
Food Chemistry, (4) : 841 845.
Krochta, J.M., Baldwin and Carriedo, N. 1994.
Edible Coating and Film to Improve
Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

Food Quality. Technomic Publishing


Co. Icn, Pensylvania.
McHugh, T. H dan Krochta, J.M.
1994.
Permeability Properties of Edible Film.
Di dalam Krochta, J.M., E.A. Baldwin
and M.O Nisperos Carriedo. Edible
Coating and Film to Improve Quality.
Technomic Publising
Co. Inc,
Pensylvenia.
Maryadi. 2004. Pemanfataan Biji Buah Aren
(Arenga piata MERR) sebagai Bahan
Baku Pembuatan Kertas. Skripsi Jurnal
Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan
Alam.
Universitas
Sriwijaya.
Indralaya.
(tidak
dipublikasikan).
Pranata, F.S.,D.W. Marseno,dan Haryadi.2002.
karakteristik Sifat-Sifat Fisik dan
Mekanik Edible Film Pati Batang Aren
(Arenga pinnata Merr.). Biota, (3) : 121130
Sears,J.K. and J.R.Darby, 1982. Mechanism of
plastisizer action. In : Di Gioia, L. and S.
Guilbert. 1999. Corn protein-based
thermoplastic resins : Effect of some
polar and amphiphilic plastisizers.
J.Agric.Food.Chem. 47: 1254-1261.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan
Gizi.Gramedia Pustaka, Jakarta.
Wirakartakusumah, M.A. 1981.
Kinetics of
Starch
Gelatinization
and
Water
Absorption in Rice. Unpublished Ph.d.
Thesis. Department of Food Science
University of Wiconsin, Medison.
http://multias.indonetwork.co.id/4478/lilinlebahmalam-tawon-beeswax.htm
http://www.csaceliacs.org/library/ediblefilms.php

35

You might also like