Professional Documents
Culture Documents
27
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengemasan telah berkembang sejak lama.
Sebelum manusia membuat kemasan, alam
sendiri telah menyajikan kemasan misalnya
jagung terbungkus seludang, buah-buahan
terbungkus kulitnya, buah kelapa terlindung baik
oleh sabut dan tempurung, polongan terbungkus
kulit polong. Tidak hanya bahan pangan, kosmetik
dan bahan industri lainnya, bahkan manusiapun
menggunakan kemasan sebagai pelindung tubuh
dari gangguan cuaca supaya tampak lebih anggun
dan menarik.
Fungsi dari pengemas pada bahan pangan
adalah mencegah atau mengurangi kerusakan,
melindungi
bahan
pangan
dari
bahaya
pengenceran serta gangguan fisik seperti gesekan,
benturan dan getaran. Di samping itu pengemasan
berfungsi sebagai wadah agar mempunyai bentuk
yang
memudahkan
dalam
penyimpanan,
pengangkutan dan pendistribusiannya. Dari segi
promosi, pengemas berfungsi sebagai daya tarik
pembeli (Syarief et al. 1988).
Seiring dengan perkembangan peradaban
manusia, teknologi pengemasan juga berkembang
dengan pesat. Akhir-akhir ini kemasan yang lebih
maju (modern) telah banyak digunakan secara
meluas pada produk bahan pangan dan hasil
pertanian misalnya plastik, kertas, alumunium
foil, logam dan kayu. Di antara bahan kemasan
tersebut, plastic merupakan bahan kemasan yang
paling popular dan sangat luas penggunaannya.
Bahan kemasan ini memiliki berbagai keunggulan
yakni, fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk),
transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah,
bentuk laminasi (dapat dikombinasikan dengan
bahan kemasan lain), tidak korosif dan harganya
relatif murah. Disamping memiliki berbagai
kelebihan, plastik juga memiliki kelemahan yakni,
tidak tahan panas, dapat mencemari produk
sehingga mengandung resiko keamanan dan
kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan
yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan
alami (nonbiodegradable).
Saat ini, bahan kemasan plastik telah
menimbulkan permasalahan yang cukup serius.
Polimer plastik yang tidak mudah terurai secara
alami mengakibatkan terjadimya penumpukan
limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup. Kondisi demikian
menyebabkan bahan kemasan plastik tidak dapat
dipertahankan penggunaanya secara meluas, oleh
karena akan menambah persoalan lingkungan dan
kesehatan di waktu mendatang.
28
Jumlah (%)
Kadar air
93,75
Pati
3,39
2.2. EdibleFilm
Edible film (packaging) adalah suatu lapisan
yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat
dikonsumsi dan dibentuk di atas komponen
makanan (coating) atau diletakkan diantara
komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai
penghalang transfer massa seperti kelembaban,
oksigen, lipid, dan zat terlarut, dan atau sebagai
pembawa
bahan
makanan
aditif,
serta
meningkatkan kemudahan penanganan makanan
(Krochta, 1992). Menurut Harris (1999), proses
pembuatan edible film dapat dibagi atas 3 tahap
sebagai berikut :
1. Pembentukan emulsi.
2. Casting atau pencetakan bahan emulsi ke
permukaan cetakan yang mempunyai
permukaan datar dan licin.
3. Pengeringan.
Pembuatan emulsi sangat tergantung
pada sifat-sifat fisik-kimia bahan emulsi, jenis
emulsifier, jumlah dan konsentrasi emulsifier,
ukuran partikel yang diinginkan, viskositas larutan
dan jenis alat pengemulsi yang digunakan. Untuk
memperbaiki sifat-sifat kelenturan film yang
diperoleh maka ditambahkan plastisizer. Casting
biasanya dilakukan pada permukaan datar dan
halus seperti kaca dengan menuangkan bahan
emulsi ke permukaan cetakan tersebut pada
ketebalan tertentu. Film kemudian dikeringkan
pada aliran udara kering selama 10 12 jam
(Kinzel, 1992).
Komponen
penyusun
edible
film
mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi
maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan.
Komponen utama penyusun edible film
dikeompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid,
lipida dan komposit. Komposit adalah bahan yang
didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lipida.
Hidrokoloid
Hidrokoloid
yang
digunakan
dalam
pembuatan edible film berupa protein atau
polisakari
da.
Bahan
Abu
1
dasar
Serat kasar
0,95
protein
dapat
Protein
0,69
berasal
Lemak
0
dari
jagung, kedele, wheat gluten, kasein, kolagen,
gelatin, corn zein, protein susu dan protein ikan.
Polisakarida yang digunakan dalam pembuatan
29
30
31
32
DAFTAR PUSTAKA
Arpah, 1997. Edible Packaging. Paper Metode
Penelitian Ilmu Pangan, Bogor.
De Man, J.M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit
ITB. Bandung
Danhowe, G. Dan O. Fennema. 1994. Edible Film
and Coating : Characteristic, formations,
definitions and testing methods. Di
dalam Krochta et al., (Ed) Ediblecoating
and Film to Improve Food Quality.
Technomic Publ. Co. Inc. Lancaster
Fennema, O.R. 1976. Principles of Food Science.
Marcel Dekker, Inc. New York.
Haris, H. 1999. Kajian Teknik Formulasi
Terhadap Karakteristik Edible Film dari
Pati Ubi Kayu, Aren, dan Sagu Untuk
Pengemas Produk Pangan Semi Basah.
Disertasi Program Dokter Ilmu-ilmu
Pertanian Program Pascasarjana Institut
Pertanian
Bogor.
Bogor
(Tidak
dipublikasikan).
Haryadi, H. 1996. Karakteristik Edible Film dari
Protein Kedelai, Tapioka dan Gliserol
untuk Bahan Pengemas Produk Pangan.
Laporan Penelitian RUT IV, (II) 61-65.
Ismia P.,et al. 2006.Karakteristik Edible Film
Komposit Kolang Kaling dan Lilin
Lebah.
ProgramStudi
Teknologi
HasilPertanian. Universitas Sriwijaya.
Julianti, E., Nurminah,M. 2006. Teknologi
Pengemasan. Departemen Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian.Universitas
Sumatera Utara.
Kinzel, B. 1992. Protein-rich Edible Coating for
Foods. Agricultural Research, (2) : 2021.
Krochta,J.M. 1992. Control of mass transfer in
food with edible coatings and film. In
:Singh,R.P. and M.A.Wirakartakusumah
(Eds) : Advances in Food engineering.
CRC Press :Boca Raton, F.L. pp. 517538.
Krochta, J.M. 1994. Edible Protein Films and
Coatings in Food Proteins and Their
Applications. Journal of Agricultural and
Food Chemistry, (4) : 841 845.
Krochta, J.M., Baldwin and Carriedo, N. 1994.
Edible Coating and Film to Improve
Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008
35