You are on page 1of 5

29

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS BERKUMUR LARUTAN
TEH PUTIH (Camellia sinensis L.) SEDUH KONSENTRASI 100 %
DENGAN 50 % DALAM MENINGKATKAN pH SALIVA
Tinjauan pada Mahasiswa PGPAUD FKIP Angkatan 2010
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Nida Amalia, Siti Kaidah, Widodo


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
ABSTRACT
Background: Synthetic mouthwash has many side effects, therefore, some research developed
mouthwash with natural ingredient, such as tea. Some research proved that cathechinand flavonoid ,the
contents of tea has antibacterial effects to some cariogenic bacteria. Cariogenic bacteria can ferment
carbohydrate that causes the decrease in salivary pH which leads to quicken demineralitation process of the
teeth . White tea has higher cathechin and flavonoid than green tea, black tea, and oolong tea. Purpose: This
study aimedto explore theeffectiveness comparison between gargling with 100% white tea solution and 50%
white tea solution to increase pH of saliva. Methods: This study was a quasi experimental with pretest postest
group design. Sixty six subjects of this study were divided into two groups, one group were gargling with 100%
white tea and another group were gargling with 50% white tea. The salivarypH of both groups were measured
before and after treatment. Result: The statistical analysis showed a significant increase in salivary pH of both
groups, but there was no significant difference between the 100% white tea group and the 50% white tea group.
Conclusion: Based on the study results, it can be concluded that both 100% and 50% white tea increased
salivary pH, but there was no significant difference in the effectiveness of them.
Keywords: white tea, salivary pH, mouthwash
ABSTRAK
Latar Belakang: Penggunaan obat kumur sintesis yang tidak tepat dapat menimbulkan efek samping
sehingga beberapa penelitian telah mengembangkan obat kumur bahan alami seperti teh. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa kandungan teh berupa cathechin dan flavonoid memiliki efek antibakteri terhadap
beberapa bakteri kariogenik yang dapat memfermentasi karbohidrat sehingga menurunkan pH saliva yang
mempercepat proses demineralisasi gigi. Teh putih memiliki kandungan cathehin dan flavonoid tertinggi
dibandingkan teh hijau, teh hitam dan teh oolong. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbandingan efektivitas teh putih seduh konsentrasi 100% dengan 50% sebagai obat kumur terhadap
peningkatan pH saliva. Metode: Penelitian ini menggunakan metode quasi experimental dengan pretest-postest
group design. Subjek penelitian 66 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang berkumur teh
putih seduh konsentrasi 100% dan konsentrasi 50%. Dua kelompok tersebut diperiksa pH sebelum dan sesudah
diberi perlakuan.Hasil: Berdasarkan hasil uji T-berpasangan untuk teh putih 100% dan uji Wilcoxon pada teh
putih 50% sama-sama efektif dalam meningkatkan pH saliva. Hasil uji T-tidak berpasangan menunjukkan tidak
ada perbedaan bermakna antara kelompok yang berkumur teh putih seduh konsentrasi 100% dengan kelompok
teh putih seduh konsentrasi 50%.Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa teh putih seduh konsentrasi 100% maupun 50% dapat meningkatkan pH saliva, tetapi
tidakterdapat perbedaan efektivitas antarakeduanya.
Kata kunci: teh putih, pH saliva, obat kumur

Amalia : Perbandingan Efektivitas Berkumur Larutan Teh Putih

30

Korespondensi: Nida Amalia, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: nidulnduldul@gmail.com

PENDAHULUAN
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) Depkes tahun 2007 menunjukkan bahwa
secara umum prevalensi penyakit gigi dan mulut
tertinggi meliputi 72,1% penduduk, dan 46,6%
diantaranya merupakan karies aktif.1 Prevalensi
karies yang tinggi ini menjadi bukti kurangnya
kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjaga
kesehatan gigi dan mulutnya.2Terdapat empat
faktor utama yang berperan dalam proses
terjadinya karies, yaitu host, mikroorganisme,
substrat, dan waktu. Faktor-faktor tersebut bekerja
bersama dan saling mendukung satu sama lain.3
Saliva sebagai salah satu faktor primer risiko
karies memiliki peranan penting dalam kesehatan
rongga mulut. Saliva sebagai sistem penyangga
untuk menjaga pH optimal mulut, yaitu pH yang
cenderung basa. Jika tanpa saliva, maka setiap kita
makan akan terbentuk lingkungan yang asam yang
akan mendukung pertumbuhan bakteri kariogenik.
Makanan yang kita konsumsi sehari-hari terutama
makanan yang bersifat asam dapat mempengaruhi
pH saliva di dalam rongga mulut, pH saliva
menjadi turun dan bersifat asam. Selain itu, hasil
metabolisme karbohidrat oleh mikroorganisme
dalam rongga mulut juga menghasilkan asam yang
akan memicu proses demineralisasi email dan
dentin, sehingga terjadi karies.4,5
Penggunaan larutan kumur adalah salah satu
cara yang cukup berhasil dalam menjaga
kebersihan mulut.6 Obat kumur yang sering
digunakan adalah obat kumur antiseptik, akan
tetapi penggunaan antiseptik dalam obat kumur
dewasa ini diduga dapat berefek karsinogenik
terhadap penggunanya. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian McCullough dan Farah yang menyatakan
bahwa pemakaian mouthwash dengan kandungan
antiseptik berupa alkohol dapat memicu terjadinya
kanker mulut.7,8 Dewasa ini telah berkembang
penggunaan obat tradisional sebagai alternatif yang
lebih aman dibandingkan zat kimia.9
Teh merupakan minuman paling popular di
antara berbagai minuman.Selain nikmat, minum teh
dalam bentuk seduhan juga mempunyai banyak
manfaat yang baik untuk kesehatan termasuk
kesehatan rongga mulut.Minuman dari pucuk daun
teh(Camellia sinensis) ini dapat memperkuat gigi,
melawan bakteri dalam mulut, dan mencegah
terbentuknya plak gigi.10Teh memiliki kandungan
kaya sumber polifenol (katekin) yang merupakan
bagian dari flavonoid. Empat katekin utama adalah
epigalocathechin-3-gallate (EGCG) yang kira-kira
59% dari total katekin, epigalocathecin (EGC)
19%,
epicatechin-3-gallate
(ECG)
13,6%,
epicatechin (EC), dan 6,4% kafein.11

Katekin terutama EGCG dapat menghambat


bakteri (bakteriostatis) dan sebagai bakterisid
terhadap Streptococcus mutans, Streptococcus
sobrinus dan laktobasillus, yang merupakan bakteri
penyebab utama terjadinya karies.2,11,12 Hasil
penelitian Adrianto tentang antibakteri biji kakao
yang mengandung polifenol dan didominasi oleh
katekin
dan
epigalokatekin,
menunjukkan
kandungan polifenol dengan kadar 100% mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans lebih baik dibandingkan polifenol
konsentrasi 50%.11 Melalui peranannya ini, katekin
dapat menghambat proses fermentasi gula oleh
enzim glukosiltransferase yang dapat memproduksi
asam.12
Teh putih memiliki jumlah flavonoid
terbanyak, disusul teh hijau, teh oolong, dan teh
hitam.13 Teh putih adalah tipe teh yang paling
sedikit diproses dan memiliki kandungan katekin
yang paling tinggi, dibuat dari daun teh muda
(pucuk) yang diuapkan segera setelah dipanen
untuk menonaktifkan oksidasi polifenol, yaitu
enzim yang menghancur katekin. Proses ini
menghasilkan teh putih yang lebih kaya
akankatekin dibanding teh hijau.14
Penelitian
ini
peneliti
bertujuan
membandingkan efektifitas larutan teh putih seduh
konsentrasi 100% dan 50% terhadap peningkatan
pH saliva sebagai obat kumur dalam usaha menjaga
kebersihan rongga mulut dan mencegah karies.
BAHAN DAN METODE
Rancangan penelitian yang digunakan adalah
studi QuasiExperimental dengan Pretest-Posttest
Group Design. Penelitian dilakukan pada
mahasiswa Pendidikan Guru Pendidik Anak Usia
Dini angkatan 2010 FKIP UNLAM Banjarmasin.
Sebanyak 66 subjek dibagi menjadi 2
kelompok.Kelompok pertama berkumur dengan teh
putih seduh konsentrasi 100% dan kelompok kedua
berkumur dengan teh putih seduh konsentrasi 50%.
Bahan yang digunakan adalah larutan teh
putih seduh konsentrasi 100%, larutan teh putih
seduh konsentrasi 50%, air/akuades, dan kertas
label. Alat yang digunakan adalah, gelas kecil
untuk menampung saliva, gelas kumur, gelas ukur,
pH meter, termometer, heater, sarung tangan dan
masker.Cara pembuatan teh putih seduh
konsentrasi 100% dalam penelitian ini yaitu 100
gram teh putih yang diseduh dengan 100 ml air.
Sebelumnya air dididihkan, kemudian didiamkan
sebentar, agar suhunya turun ke temperatur
optimum.Temperatur optimum dalam penyeduhan
teh adalah 70-80oC. Penggunaan temperatur
optimum bertujuan untuk menjaga agar kadar

31

Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 29 - 33

polifenol dalam teh tidak berkurang. Pembuatan teh


putih seduh konsentrasi 50% dibuat dengan
caralarutan teh putih seduh konsentrasi 100%
dicampurkan dengan air pada temperatur optimum
sebanyak 100 ml.
Tahapan prosedur kerja selanjutnya adalah
subjek diinstruksikan agar tidak menyikat gigi,
makan dan minum minimal 1 jam sebelum
penelitian.Subjek
masing-masing
kelompok
dipersilahkan mengeluarkan saliva ke dalam
sebuah gelas kecil penampung saliva yang sudah
diberi label, 2 ml per sampel.pH saliva diukur
dengan menggunakan pH meter. Setelah
pengambilan data awal, subjek diinstruksikan
tentang perlakuan yang akan diberikan sesuai
kelompok. Kelompok pertama berkumur dengan
larutan teh putih seduh konsentrasi 100%, selama
30 detik dan kelompok kedua berkumur dengan
larutan teh putih seduh konsentrasi 50% selama 30
detik.
Subjek masing-masing kelompok kemudian
dipersilahkan mengeluarkan saliva ke dalam
sebuah gelas ukur yang sudah diberi label, 5 ml
per sampel.pH saliva masing-masing kelompok
diukur dengan pH meter. Data dikumpulkan dan
dilakukan analisis data serta penyimpulan hasil
analisis data.
Data yang didapat dari tiap kelompok
dilakukan uji normalitas menggunakan uji Shapiro
Wilk.Data yang terdistribusi normal dilanjutkan
dengan t-Test berpasangan untuk mengetahui
perbandingan pH saliva sebelum dan sesudah
perlakuan tiap kelompok.Data yang tidak
terdistribusi normal dilakukan uji Wilcoxon. Lalu
dilanjutkan t-Test tidak berpasangan untuk
membandingkan antara kedua kelompok perlakuan
dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05).
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata pH Saliva Sebelum dan Sesudah
Berkumur Teh Putih Seduh Konsentrasi 100
% dan Teh Putih Seduh Konsentrasi 50%.

pH Saliva

Sebelum
berkumur
Sesudah
berkumur
Selisih

Rata-rata
Teh putih
Teh putih
konsentrasi konsentrasi
100%
50%
6,922
6,991
7,053

7,082

0,131

0,091

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa


pada kelompok berkumur dengan teh putih
konsentrasi 100%, rata-rata pH saliva sebelum dan

sesudah berkumur adalah 6,922 dan 7,053.Terdapat


peningkatan rata-rata pH sebesar 0,131.Pada
kelompok yang berkumur dengan teh putih seduh
50% rata-rata pH saliva sebelum dan sesudah
berkumur adalah 6,991 dan 7,082.Terdapat
peningkatan pH saliva sebesar 0,091.
Hasil uji Shapiro Wilkmenunjukkan data
pada kelompok yang berkumur teh putih dengan
konsentrasi 100% terdistribusi normal. Analisis
data dilanjutkan dengan t - Test berpasangan.Pada t
-Test berpasangan didapatkan hasil p = 0,043
(p>0,05) yang menunjukkan peningkatan pH saliva
yang signifikan sebelum dan sesudah berkumur teh
putih seduh konsentrasi 100%.
Analisis dilanjutkan pada data pH saliva
kelompok berkumur teh putih konsentrasi 50%.
Pada uji normalitas, sebaran data kelompok
berkumur teh putih konsentrasi 50% tidak normal,
sehingga digunakan uji alternatifWilcoxon. Pada uji
Wilcoxon didapatkan hasil p = 0,037 yang berarti
terdapat peningkatan pH saliva yang signifikan.
Analisis dilanjutkan dengan Uji T tidak
berpasangan berdasarkan selisih pengukuran pH
sebelum dan sesudah berkumur setiap kelompok
untuk mengetahui apakah ada perbedaan perubahan
pH saliva antar kelompok yang berkumur teh putih
konsentrasi 100% dengan 50%. Pada setiap
kelompok didapatkan sebaran data terdistribusi
normal. Pada uji T tidak berpasangan didapatkan
hasil p = 0,661 (p>0,05) yang menunjukkan tidak
terdapat perbedaan signifikan antara kelompok
perlakuan.
PEMBAHASAN
Hasil
analisis
dalam
penelitian
ini
menunjukkan terjadinya peningkatan pH saliva
yang signifikan setelah berkumur dengan teh putih
seduh konsentrasi 100% maupun teh putih seduh
konsentrasi 50%. Peningkatan pH saliva setelah
berkumur dengan teh putih kemungkinan terjadi
karena kandungan katekin dan polifenol yang
terdapat pada teh putih. Teh putih mengandung
katekin terutama EGCG yang berfungsi sebagai
bakteriostatis dan bakterisid terhadap bakteri
kariogenik salah satunya Streptococcus mutans.15
Katekin bekerja dengan cara mencegah terjadinya
adhesi
Streptococus
mutans
menyebabkan
penghambatan aktivitas enzim glukosiltransferase
sehingga pembentukan asam dihambat.16Katekin
juga dapat merusak dinding sel bakteri dan
membran sitoplasma serta menyebabkan denaturasi
protein.17
Aktivitas biologis senyawa flavonoid terhadap
bakteri dilakukan dengan merusak sel bakteri. Sel
bakteri yang terdiri atas lipid dan asam amino akan
bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa
flavonoid sehingga dinding sel akan rusak dan
senyawa tersebut dapat masuk ke dalam inti sel
bakteri. Senyawa ini juga akan kontak dengan

Amalia : Perbandingan Efektivitas Berkumur Larutan Teh Putih


DNA pada inti sel bakteri. Adanya perbedaan
kepolaran antara lipid penyusun DNA dengan
gugus
alkohol
pada
senyawa
flavonoid
menyebabkan terjadinya reaksi sehingga akan
merusak struktur lipid DNA bakteri serta inti sel
bakteri akan lisis dan mati. Selain itu tannin yang
terkandung dalam teh putih dapat mengkerutkan
dinding sel atau membran sel sehingga
mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Sel tidak
dapat melakukan aktivitas hidup sehingga
pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati.18
Peningkatan pH saliva terjadi akibat adanya
peningkatan sekresi saliva. Adanya peningkatan
sekresi saliva menyebabkan peningkatan ion-ion
bikarbonat sehingga pH saliva akan meningkat.
Peningkatan sekresi saliva dapat terjadi karena
adanya rangsangan mekanis dan kimiawi terhadap
kelenjar saliva.Peningkatan pH pada penelitian ini
kemungkinan terjadi akibat peningkatan sekresi
saliva yang berasal dari rangsangan kandungan
seduhan teh putih yaitu tannin yang terasa
pahit.Hal ini sesuai dengan penelitian Permatasari
(2011), yang menunjukkan adanya peningkatan
sekresi saliva pada kelompok kontrol karena
rangsangan mekanis terhadap kelenjar saliva
(berkumur).Sekresi saliva yang dihasilkan pada
kelompok perlakuan lebih banyak karena terjadi
dua rangsangan pada kelenjar saliva, yaitu
rangsangan mekanik (berkumur) dan rangsangan
kimiawi (rasa pahit dari tannin) sehingga ion-ion
bikarbonat
yang
dihasilkan
lebih
banyak.Akibatnya, pH saliva pada kelompok
perlakuan
meningkat
secara
signifikan
dibandingkan kelompok kontrol.20Pada penelitian
ini tidak dilakukan pengukuran volume saliva
sehingga peningkatan sekresi saliva tidak bisa
dinilai.
Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan, dapat dilihat bahwa tidak terdapat
perbedaan peningkatan pH saliva yang signifikan
antara kelompok yang berkumur teh putih seduh
konsentrasi 100% dengan 50%. Penelitian
Sakanaka yang dikutip dari Wiria menyatakan
bahwa konsentrasi hambat minimum katekin yang
diperlukan untuk menghambat pembentukan
glukan dengan bantuan enzim glukosiltransferase
adalah 0,025 0.030 mg/ml. Pada penelitian Wiria
(2008) yang membandingkan efektivitas berkumur
larutan teh hijau seduh konsentrasi 100% dengan
50% terhadap pembentukan plak gigi menunjukkan
nilai KHM pada teh hijau konsentrasi seduh 100%
kira-kira 1,3 2,533 mg/ml dan pada konsentrasi
50% yaitu 0,65-1,265 mg/ml. Konsentrasi tersebut
menunjukkan nilai yang lebih besar dari pada
KHM katekin. Hasil penelitian Wiria menunjukkan
tidak adanya perbedaan bermakna. Hal tersebut
dimungkinkan karena kadar atau konsentrasi
katekin dalam kedua larutan teh seduh ini jauh
lebih besar dari KHM (konsentrasi hambat
minimum)
katekin,
sehingga
perbedaan

32

efektivitasnya tidak terlalu terlihat.19 Hal seperti ini


kemungkinan
juga
terjadi
pada
teh
putih.Konsentrasi maksimum katekin yang
dibutuhkan untuk memicu peningkatan pH saliva
mungkin sudah dicapai atau dilampaui pada teh
seduh konsentrasi 50%, sehingga tidak ada
perbedaan bermakna antara teh putih seduh
konsentrasi 100% dan konsentrasi 50% terhadap
peningkatan pH saliva.
Hasil penelitian Putri (2011) tentang pengaruh
campuran madu dan teh hijau dalam perubahan
derajat keasaman (pH) saliva anak terlihat bahwa
kenaikan pH saliva terjadi pada menit pertama
sampai pada menit ke -15 dan turun pada menit ke30 pada semua kelompok.19 Penelitian Afifah
(2010) tentang uji beda dalam pemberian teh hijau
dan teh hitam terhadap pH saliva secara in vivo
menunjukkan terjadi perbedaan waktu kenaikan pH
saliva.pH saliva turun pada menit ke-2 kemudian
naik pada menit ke-6 dan kembali turun pada menit
ke-10. Adapula yang mengalami perlambatan,
menurun sampai menit ke- 6 kemudian baru
meningkat pada menit ke-10.10 Pada penelitian ini
hanya dilakukan pengukuran saliva langsung
setelah berkumur dan tidak dilakukan perentang
waktu, sehingga efek teh putih seduh konsentrasi
100% dengan 50% tidak diketahui sampai kapan
efektifnya dalam merubah atau meningkatkan pH
saliva.
Tidak adanya perbedaan peningkatan pH
saliva antar kelompok kemungkinan disebabkan
oleh beberapa faktor yang tidak dapat peneliti
kendalikan, seperti kepatuhan diet atau pola makan
seseorang dan karies.Menurut Toda M yang dikutip
dari Nur Afifah orang yang memiliki kebiasaan
mengunyah makanan yang banyak mengandung
serat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
mempengaruhi pH saliva dengan secara tidak
langsung melalui peningkatan sekresi saliva.pH
dan kapasitas buffer saliva juga akan berpengaruh
setelah makan. pH saliva menjadi asam 10 menit
setelah makan karbohidrat dan proses untuk
menormalkan pH saliva setelah makan memerlukan
waktu 30-60 menit.10 Pada penelitian ini responden
diminta agar tidak mengkonsumsi makanan
minimal 1 jam sebelum penelitian. Kemungkinan
masih terdapat responden yang tidak mematuhi
instruksi untuk tidak makan sebelum perlakuan
sehingga berpengaruh terhadap pH saliva setelah
pemberian seduhan teh putih untuk berkumur.
Faktor lainyang dapat berpengaruh terhadap
penelitian adalah karies. Pada hasil kuesioner
didapatkan faktor perancu yang bisa mempengaruhi
hasil seperti gigi berlubang. Gigi berlubang akan
mempermudah makanan/minuman menempel
sehingga terdapat banyak bakteri yang dapat hidup
dan
dapat
menghasilkan
asam.Hal
ini
menyebabkan potensi pembentukan asam lebih
tinggi.10 Pada penelitian ini faktor karies tidak
dikendalikan, sehingga adanya gigi karies pada

33
responden
dapat
mempengaruhi
pH
saliva.Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik
kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan
efektifitas antara teh putih (Camellia sinensis. L)
seduh konsentrasi 100% dan 50% sebagai obat
kumur terhadap peningkatan pH saliva.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan. Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta:
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2007.
Hal: 141-142.
2. Simanjuntak CMK. Hubungan Keadaan Saliva
dengan Risiko Karies pada Siswa X SMK
Negeri 9 Medan. Repository USU 2011. Hal:
1, 16, 54-55.
3. Soesilo D, Rinna ES, Indeswati D. Peranan
Sorbitol dalam Mempertahankan Kestabilan
pH Saliva pada Proses Pencegahan Karies.
Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal)
2005; 38: 25-28.
4. Mgowan K. The Biology of Saliva
2005;(online),(http://discovermagazine.com/20
05/oct/ the - biology - of - saliva), diakses 24
Januari 2013).
5. Stookey GK. The Effect of Saliva on Dental
Caries. JADA. 2008; 139(S):11-17.
6. Endarti, Fauzia, Eeli Z. Manfaat Berkumur
dengan Larutan Ekstrak Siwak (Savadora
Persica). Majalah Kedokteran Nusantara 2007;
40(1): 29-37.
7. McCullough MJ, Farah CS. The Role of
Alcohol in Oral Carsinogenesis with Particular
Reference
to
Alcohol-containing
mouthwashes. AustDent J 2008; 53:302-305.
8. Rahmah N, Aditya RKN. Uji Fungistatik
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap
Candida albicans. BIOSCIENTIAE 2010;
7:17-24.
9. Sundari D, Budi N, M. Wien W. Toksisitas
Akut (LD50) dan Uji Gelegat Ekstrak Daun
Teh Hijau (Camellia sinensis (Linn.) Kunze)
pada
Mencit.
Media
Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan 2009; XIX: 198203.
10. Afifah N. Uji Beda Pemberian Teh Hijau dan
Teh hitam terhadap Perubahan pH Saliva
Secara In Vivo. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2010.
Hal: 12-42.

Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 29 - 33


11. Adrianto, Kiki. Efek Antibakteri Polifenol Biji
Kakao pada Streptococcus mutans. Skripsi.
Jamber: Fakultas Kedokteran Gigi. 2012.
12. Ukra M. The Miracle of Tea. Bandung: Qanita,
2011. Hal:53.
13. Jighisa A, Rai N, Kumar N, Gautam P. Green
Tea : A Magical Herb with Miraculous
Outcomes. International Research Journal of
Pharmacy 2012; 3(5): 139-148.
14. Bestbook.1001 Teh Dari Asal Usul, Tradisi,
Khasiat Hingga Racikan Teh. Yogyakarta:
Andi Publisher, 2010. Hal: 50-74.
15. Wiria F. Perbandingan Efektvitas Berkumur
dengan Larutan Teh Hijau Seduh Konsentrasi
100% dan 50% dalam Menghambat
Pembentukan Plak Gigi Secara Klinis pada
Enam Permukaan Gigi. Skripsi. Jakarta:
Fakultas
Kedokteran
Gigi
Universitas
Indonesia, 2008. Hal: 43.
16. Suprastiwi E. Efek Antimikroba Polifenol dari
Teh Hijau Jepang terhadap Streptococcus
mutans. Skripsi. Dep.I Konservasi Gigi
Fakultas
Kedokteran
Gigi
Universitas
Indonesia, 2007. Hal: 7.
17. Amelia R, Sudomo P, Widasari L.
Perlindungan Uji Efektivitas Ekstrak Teh
Hijau (Camellia Sinensis) sebagai Alat Anti
Bakteri terhadap Bakteri Staphylococcus
Aureus dan Escherichia coli Secara In Vitro.
Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta. Bina Widya: Majalah Ilmiah
2013; 23(4); 177-182.
18. Noorhamdani, Yully E, Hendra PS. Ekstrak
Daun Teh Putih (Camellia sinensis) sebagai
Antibakteri Terhadap Streptococcus mutans
Secara In Vitro.Skripsi. Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya, 2013. Hal: 9.
19. Putri DKT. Pengaruh Campuran Madu dan
Teh Hijau Terhadap Perubahan Derajat
Keasaman (pH) Saliva Anak (Kajian Secara In
vitro). Laporan Penelitian. Banjarmasin:
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat,
2011. Hal: 35-36.
20. Permatasari N, Miftakhul C, Felix A.
Efektivitas Berkumur Infusum Teh Hijau Pada
Perubahan pH Saliva pada Anak SD Berusia 911 Tahun di SDN Dinoyo II Malang. Skripsi.
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya, 2011. Hal:
4.

You might also like