You are on page 1of 316

MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PADA WILAYAH KALI SURABAYA

SUWARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Pengendalian


Pencemaran Air pada Wilayah Kali Surabaya adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2010

Suwari
NRP. P062070081
ABSTRACT
Suwari. 2010. Model of Water Pollution Control on Surabaya River Region. Under
the direction of ETTY RIANI as chairman, BAMBANG PRAMUDYA and ITA
DJUWITA as advisory committee members.
The Surabaya River plays an important role as water supply of the Surabaya
PDAM, irrigation, industry, transportation, and means of recreation. However,
domestic, industrial, and agricultural waste that were discharged into the river stream
polluted the Surabaya River and decreased the carrying capacity and assimilative
capacity. Therefore, effort to monitor and control the Surabaya River water
pollution need to be well organized and implemented. The aim of the research is to
develop a model of water pollution control on Surabaya River region. The research
was conducted in five steps, i.e. (1) determine the existing condition of physical and
chemical parameters, (2) determine the load pollution and level of pollution, (3)
determine the priority of reduction activities of loading pollution and technology
control, (4) build dynamics model of water pollution control, and (5) formulate
policies or scenarios of water pollution control of the Surabaya River. The research
was carried out based on field survey, in situ and laboratory sample examination,
questionnaire, and expert judgement. The loading pollution was determined by rapid
assessment. The STORET method and pollution index were used to determine the
water quality status and level of water pollution. Analytical hierarchy process (AHP)
and comparative performance index (CPI) were used to determine the priority of
reduction activities and technology control. Pollution control model developed in
this study was built into three sub-models, namely: (1) ecology sub-model, (2) social
sub-model, and (3) economy sub-model using powersim constructor 2.5 version.
Pollution control scenarios were developed using prospective analysis. The results of
water pollution parameters such as total suspended solid (TSS), dissolved oxygen
(DO), biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), nitrite
(N-NO 2 ), and the level of mercury (Hg) were higher than the allowable class 1
standard. The sources of Surabaya River pollution mainly are domestic and
industrial waste with total load of BOD, COD, and TSS are 55.49, 132.58, and
210.13 ton/day, respectively. According to water quality status, the Surabaya River
is categorized as heavy polluted and the loading pollution need to be decreased.
Simple management and efficiency are mainly criteria for reduction activities of
loading pollution with determining water class as top alternative following with
illumination and calculated the carrying capacity toward water pollution load. The
wastewater garden, filtration, screening, and biofilter are priority of technology
control in sequence. By using prospective analysis, there were five important factors
that affect the future of the Surabaya River water pollution control, i.e.: (1)
population growth and community awareness, (2) community perception, (3)
implementation of regulations, (4) commitment/local government support, and (5)
system and institutional capacity. There are three development scenarios, that are
pessimistic, moderate and optimistic. The moderate and optimistic scenario are the
realistic scenarios that occur in the future for Surabaya River water pollution control
in considering of ecology, social and economy aspects.
Keywords: pollution control, prospective analysis, surabaya river, system approach
RINGKASAN

Suwari. 2010. Model Pengendalian Pencemaran Air pada Wilayah Kali Surabaya.
Dibimbing oleh ETTY RIANI, BAMBANG PRAMUDYA dan ITA DJUWITA.

Kali Surabaya merupakan bagian hilir (downstream) dari sungai Brantas yang
mengalir dari Dam Mlirip hingga pintu air Jagir. Keberadaan Kali Surabaya sangat
penting bagi keberlangsungan perekonomian dan kelangsungan hidup bagi
masyarakat, industri, pertanian, dan niaga di sekitar bantaran kali serta sumber air
baku PDAM Kota Surabaya. Peningkatan pembuangan limbah domestik dan industri
di sepanjang Kali Surabaya telah menyebabkan penurunan daya dukung dan daya
tampung Kali Surabaya. Kondisi ini jika dibiarkan akan menimbulkan dampak
ekologis, ekonomis, dan sosial bagi masyarakat dan membutuhkan biaya pemulihan
yang lebih besar. Karenanya, upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
perlu dilakukan secara baik.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membangun model pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya. Penelitian dilakukan dalam lima tahap, yaitu (1)
menentukan kondisi eksisting parameter fisik kimia perairan Kali Surabaya, (2)
menentukan beban dan tingkat pencemaran, (3) menentukan prioritas kegiatan
reduksi beban pencemaran dan teknologi pengendalian, (4) membangun model
dinamis pengendalian pencemaran air, dan (5) merumuskan kebijakan atau skenario
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Penelitian dilaksanakan dengan cara survei lapangan, pemeriksaan contoh
secara langsung di lapangan dan di laboratorium, penyebaran angket, dan wawancara
mendalam dengan pakar. Metode yang digunakan untuk menentukan beban
pencemaran adalah rapid assessment. Status kualitas air dan tingkat pencemaran
dianalisis dengan metode STORET dan indeks pencemaran, sedangkan prioritas
kegiatan reduksi beban pencemaran dan teknologi pengendalian dianalisis dengan
metode analytical hierarchy process (AHP) dan comparative performance index
(CPI). Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya yang terdiri atas tiga sub-
model, yaitu (1) sub-model ekologi, (2) sub-model ekonomi, dan (3) sub-model
sosial, dibangun melalui pendekatan sistem menggunakan program powersim versi
2.5, sementara penyusunan skenario berupa rancangan kebijakan pengendalian
pencemaran dikembangkan dengan menggunakan analisis prospektif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting parameter
pencemaran air Kali Surabaya seperti total padatan terlarut (TSS), oksigen terlarut
(DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), kebutuhan oksigen kimia (COD), nitrit
(N-NO 2 ), dan kadar merkuri (Hg) telah melampaui baku mutu air kelas 1 dan
memerlukan penurunan beban pencemaran, sedangkan suhu air, konduktivitas, pH,
N-NO 3 , N-NH 3 , P-PO 4 , Pb, dan Cd menunjukkan hasil sebaliknya. Nilai TSS rata-
rata 65.01 mg/l dan nilai tertinggi dijumpai di Jembatan Jrebeng (74.67 mg/l), kadar
DO di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi
terdapat di Canggu (6.6 mg/l) dan terendah di Jembatan Sepanjang (2.5 mg/l) dengan
nilai rata-rata 4.06 mg/l. Kadar BOD, COD, N-NO 2 dan Hg, Kali Surabaya tidak
memenuhi baku mutu air kelas 1 pada semua stasiun pengamatan. Nilai rata-rata
BOD 4.84 mg/l, tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (10.75 mg/l) dan
terendah di Gunungsari (3.35 mg/l), COD tertinggi di Tambangan Bambe (28.89
mg/l) dan terendah Jembatan Jrebeng (11.21 mg/l) dengan nilai rata-rata 16.03 mg/l,
kadar N-NO 2 rata-rata di Kali Surabaya 0.139 mg/l, tertinggi di Gunungsari (0.187
mg/l) dan terendah di Sepanjang (0.108 mg/l), sedangkan kadar Hg rata-rata adalah
0.0092 mg/l atau 9.2 kali baku mutu.
Pencemar Kali Surabaya terutama bersumber dari limbah domestik dan
industri. Total beban pencemaran BOD Kali Surabaya adalah 55.49 ton/hari, COD
132.58 ton/hari, dan TSS 210.13 ton/hari. Kontribusi limbah domestik, industri, dan
pertanian terhadap beban BOD berturut-turut adalah 59.77, 40.05, dan 0.18%,
terhadap beban COD 54.1, 45.74, dan 0.15%, dan kontribusi terhadap TSS adalah
80.37, 19.30, dan 0.33%. Sebanyak lima industri memerlukan prioritas
pengendalian, yaitu PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Adiprima
Suraprinta, PT Suparma, dan PT Miwon. Kelima industri tersebut menyumbang
sekitar 63% beban BOD dan 64% beban COD sektor industri ke Kali Surabaya.
Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan nilai indeks STORET termasuk kelas D
atau berada dalam kondisi tercemar berat dengan nilai indeks -80 hingga -104,
sedangkan berdasarkan pollution index, tingkat pencemaran badan air Kali Surabaya
berada dalam status tercemar ringan hingga sedang dengan nilai pollution index 2.03
5.59.
Kajian proyeksi dampak pencemaran terhadap kesehatan penduduk diperoleh
hasil bahwa keberadaan logam Hg, Pb, dan Cd dalam air minum PDAM Kota
Surabaya tidak terdeteksi sehingga tidak berisiko terhadap kesehatan, namun
kandungan Hg di Kali Surabaya yang mencapai rata-rata 0.0092 mg/l sangat berisiko
bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 15 kg (anak) bila melakukan
aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai dengan frekuensi 30 hari/tahun
selama 1-2 jam/hari, karena nilai HQ (hazard quotient) > 1.
Hasil analisis prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya
dengan AHP menunjukkan bahwa kemudahan manajemen dan efisiensi (eigen value
0.317 dan 0.305) sebagai kriteria utama, dengan prioritas utama alternatif adalah
penetapan kelas air Kali Surabaya (eigen value 0.200), diikuti dengan penyuluhan,
penetapan daya tampung beban pencemaran, pemantauan kualitas limbah dan
sumber air, pembuatan UPL komunal, penataan ruang, pengetatan sistem perizinan
pembuangan limbah, sistem penegakan hukum lingkungan, pajak limbah industri,
dan terakhir relokasi industri. Hasil penilaian teknologi pengendalian pencemaran
menggunakan metode CPI menunjukkan bahwa wastewater garden (nilai alternatif
111.50) merupakan alternatif terbaik diikuti dengan filtrasi, screening, biofilter,
pengendapan, lumpur aktif, dan peringkat terakhir adalah disinfeksi.
Hasil pemodelan dinamik menunjukkan bahwa model pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya yang dibangun memiliki kinerja yang baik dan
mampu menggambarkan prilaku sistem nyata, dengan nilai validitas absolute mean
error (AME) dan absolute variation error (AVE) < 10%. Hasil analisis prospektif
terhadap faktor-faktor yang berpengaruh diperoleh lima faktor yang memiliki
pengaruh kuat terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antar faktor yang rendah,
yaitu (1) pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat, (2) persepsi masyarakat,
(3) implementasi peraturan pengendalian pencemaran, (4) komitmen/dukungan
Pemda, dan (5) sistem dan kapasitas kelembagaan. Hasil kombinasi antara kondisi
faktor menghasilkan tiga skenario pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu
(1) skenario pesimis, (2) skenario moderat, dan (3) skenario optimis.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa skenario pesimis berdampak
terhadap penurunan kualitas air Kali Surabaya dengan persen total beban
pencemaran terhadap kapasitas asimilasinya (PTP) mencapai 156.63% di atas
kondisi eksisting, sedangkan skenario moderat dan optimis mampu menurunkan total
beban pencemaran air Kali Surabaya masing-masing dengan nilai PTP 25.23 dan
36.21% di bawah kondisi eksisting. Skenario moderat dan skenario optimis
merupakan skenario realistis yang terjadi di masa depan untuk pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial,
dan ekonomi, namun perlu didukung beberapa kebijakan berupa (1) peningkatan
persepsi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, (2) revitalisasi program
KB, (3) komitmen/ dukungan pemerintah baik fisik maupun non fisik terhadap
pengendalian pencemaran, (4) penegakan hukum lingkungan secara tegas, adil, dan
konsisten, (5) peningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan pengelola Kali
Surabaya, dan (6) pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal
domestik.
Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencamtumkan atau menyebutkan sumber:.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PADA WILAYAH KALI SURABAYA

SUWARI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Ujian Tertutup
Dilaksanakan pada tanggal 18 November 2010, Waktu Ujian: jam 13.00 selesai
Penguji Luar Komisi : 1. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc
Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB
2. Dr. Ir. Machfud, MS
Staf Pengajar Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB

Ujian Terbuka
Dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2010, Waktu Ujian: jam 13.00 selesai
Penguji Luar Komisi : 1. Prof. Ir. Frans Umbu Datta, M.App.Sc, Ph.D
Rektor Universitas Nusa Cendana, Kupang
2. Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS
Staf Pengajar Departemen Kimia
Fakultas MIPA IPB
Judul Disertasi : Model Pengendalian Pencemaran Air pada Wilayah Kali
Surabaya
Nama : SUWARI
NRP : P062070081
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui:
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Etty Riani, M.S


Ketua

Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil
Anggota Anggota

Mengetahui

Plh. Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan

Dr. drh. Hasim, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian: 8 Desember 2010 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Agustus 2009 ini ialah pencemaran air, dengan judul
Model Pengendalian Pencemaran Air pada Wilayah Kali Surabaya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Etty Riani, MS, selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan
curahan waktu, nasehat, arahan, dan motivasi secara terus menerus dengan penuh
dedikasi dari awal perencanaan penelitian sampai selesainya disertasi ini;
2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng dan Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil,
selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan,
saran, semangat, dan koreksi-koreksinya yang kritis dan tajam sehingga
menambah kualitas disertasi ini;
3. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S yang telah banyak memberikan bantuan
dan pelayanannya selama menjadi ketua program studi dan bekal pengetahun
tentang permasalahan lingkungan dan pembangunan, metode penelitian dan
penulisan disertasi dengan konsep dan caranya yang khas;
4. Dr. drh. Hasim, DEA, selaku ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan atas segala bantuan dan pelayanannya;
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, yang
telah memberikan bantuan beasiswa BPPS;
6. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor di
Instutut Pertanian Bogor;
7. Rektor dan Dekan Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana, atas
izin pendidikan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor
di Institut Pertanian Bogor;
8. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc dan Dr. Ir. Machfud, MS, sebagai penguji luar
komisi pada acara ujian tertutup yang telah banyak memberikan saran perbaikan;
9. Prof. Ir. Frans Umbu Datta, M.App.Sc., Ph.D dan Prof. Dr. Ir. Latifah K.
Darusman, MS, sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka, yang telah
memberikan kritik dan saran perbaikan disertasi ini;
10. Ir. Fahmi Hidayat, MT, Firman Sarifudin, S.Si, Inni Dian, S.Si, Imam Buchori,
S.Si, ibu Rifda, pak Naryo, dan mas Viving semuanya dari Perum Jasa Tirta I
yang telah banyak membantu penulis dalam survei lapangan, sampling air Kali
Surabaya dan air limbah, analisis laboratorium, wawancara, pengisian kuesioner
dan penyediaan data sekunder;
11. Ir. Mas Agus Mardyanto, Ph.D dan Dr. Ir. Ali Masduqi, MT dari Jurusan Teknik
Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, atas waktu yang
diberikan untuk wawancara, pengisian kuesioner, dan diskusi serta masukan-
masukannya yang sangat berarti dalam penulisan disertasi ini;
12. Prigi Arisandi, S.Si selaku Direktur Ecoton dan Anggota Dewan Lingkungan
Hidup Jawa Timur dan Daru Setyorini, S.Si, M.Si selaku Program Development
Manager Ecoton, atas waktu yang diberikan untuk wawancara, pengisian
kuesioner, dan kesediaannya memandu penulis menelusuri lokasi-lokasi outlet
pembuangan limbah sepanjang Kali Surabaya;
13. Ir. Togar Arifin Silaban, M.Eng selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota
Surabaya dan Ir. Supriyo selaku Kepala Bidang Pengendalian Lingkungan Kota
Surabaya atas penyediaan data sekunder dan waktu yang diberikan untuk
wawancara dan pengisian kuesioner;
14. Ir. Dewi J. Putriatni, M.Sc selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur
dan Ir. Drajat Irawan, SE, MT selaku Kabid Pengawasan dan Pengendalian
Pencemaran Lingkungan atas bantuan penyediaan data sekunder dan waktu yang
diberikan untuk wawancara dan pengisian kuesioner;
15. Ir. Gatot Suryantono, MT selaku Sekretaris Dinas PU Pengairan Jatim dan Ir.
Bahmid Tohary, M.Eng selaku Kasub Dinas Penyusunan Program atas bantuan
penyediaan data sekunder dan waktu yang diberikan untuk wawancara dan
pengisian kuesioner;
16. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan, khususnya angkatan 2007 atas kebersamaan dan
kerjasamanya selama menempuh pendidikan.
17. Kedua orang tua dan mertua saya, ayuk, adik serta seluruh keluarga yang telah
memberikan doa, semangat, dan kasih sayangnya selama penulis menempuh
pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor;
18. Istriku Rini Listari, S.Pd dan putra-putriku Riski Mahes, Lala Citra, dan Dimas
Satria atas segala pengorbanan dan dorongan semangat yang diberikan selama
penulis menempuh pendidikan.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
demikian penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2010

Suwari
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tulung Agung Jawa Timur pada tanggal 8 Maret 1968
sebagai anak kedua pasangan M. Masri dan Supingah. Pendidikan sarjana ditempuh
di Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1999, penulis diterima di
Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran dan
menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program
doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan
Nasional Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan
Teknik Universitas Nusa Cendana sejak 1994 sampai sekarang. Mata kuliah yang
diasuh adalah kimia dasar, kimia analitik, pengelolaan laboratorium kimia, dan kimia
instrumen.
Artikel ilmiah penulis berjudul Penentuan Status Mutu Air Kali Surabaya
dengan Metode STORET dan Indeks Pencemaran telah diterbitkan dalam Majalah
Ilmiah Widya ISSN: 0215-2800, tahun 27 Nomor 297 Juni 2010. Artikel lain
berjudul Profil Pencemaran Air Kali Surabaya dan Strategi Pengendaliannya
diterbitkan pada Buletin Penelitian dan Pengembangan Forum Alumni IAEUP
Undana ISSN 1412-3703, Volume 11, Nomor 2, Juli 2010. Karya-karya ilmiah
tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 6
1.4 Perumusan Masalah ............................................................................ 7
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 10
1.6 Kebaruan (Novelty) ............................................................................. 10
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 11
2.1 Pencemaran Air Sungai ..................................................................... 11
2.1.1. Sumber Pencemar Air Sungai ................................................. 13
2.1.2. Bahan pencemar Air Sungai .................................................... 21
2.2 Kualitas Air Sungai ........................................................................... 24
2.2.1. Karakteristik Fisik ................................................................... 24
2.2.2. Karakteristik Kimia ................................................................. 26
2.3 Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi .................................... 36
2.4 Kondisi Sungai-sungai di Indonesia ................................................. 37
2.5 Gambaran Umum Kali Surabaya ...................................................... 39
2.6 Bahan Kimia Toksik . 46
2.7 Dampak Pencemaran Air terhadap Ekosistem dan Kesehatan ........ 48
2.8 Analisis Risiko Kesehatan ................................................................ 56
2.9 Metode Analisis Hirarki Proses ........................................................ 59
2.10 Metode Perbandingan Indeks Kinerja dan Perbandingan
Eksponensial ..................................................................................... 61
2.11 Model dan Pemodelan Sistem ........................................................... 63
2.12 Konsep Dasar Sistem Dinamik ..... 64
2.13 Sistem Dinamik dalam Pengendalian Pencemaran Air ................... 66
III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 69
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 69
3.2 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 70
3.3 Alat dan Bahan ................................................................................... 71
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 72
3.5 Rancangan Penelitian ....................................................................... 73
3.5.1 Penentuan Kualitas Air..................... ................................. 73
3.5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran......................... 73
3.5.3 Proyeksi Risiko Dampak Pencemaran Hg, Cd, dan Pb
terhadap Kesehatan ............................... 74
3.5.4 Pemilihan Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran yang
Efektif dan Efisien ................................................................. 74

xiv
3.5.5 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air.............. 75
3.5.6 Desain Model Pengendalian Pencemaran Air ........................ 75
3.6 Analisis Data ..................................................................................... 76
3.6.1 Analisis Fisika dan Kimia Kualitas Air .................................. 76
3.6.2 Analisis Status Kualitas Air .................................................... 76
3.6.3 Analisis Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran ........... 77
3.6.4 Analisis Risiko Dampak Pencemaran terhadap Kesehatan .... 79
3.6.5 Pendekatan Sistem dalam Desain Model Pengendalian
Pencemaran Air ....................................................................... 82
3.6.6 Validasi Model ........................................................................ 87
3.6.7 Analisis Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran
Air ........................................................................................... 88
IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 91
4.1 Kondisi Geografis . 91
4.2 Kondisi Iklim 91
4.3 Tata Guna Lahan .. 93
4.4 Kondisi Hidrolis dan Debit Air Kali Surabaya 94
4.5 Kondisi Sosial Ekonomi ... 95
4.5.1 Kependudukan 95
4.5.2 Pendidikan .. 97
4.5.3 Kondisi Ekonomi 98
V HASIL DAN PEMBAHASAN 101
5.1 Kondisi Eksisting Perairan Kali Surabaya .. 101
5.1.1 Suhu Air .
103
5.1.2 Derajat Keasaman (pH) ..
105
5.1.3 Konduktivitas .
107
5.1.4 Total Padatan Tersuspensi (TSS)
108
5.1.5 Kandungan Oksigen Terlarut (DO)
111
5.1.6 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
113
5.1.7 Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) ........................................
115
5.1.8 Nitrat, Nitrit, dan Amonia....
119
5.1.9 Kadar Fosfat ..........................................................................
120
5.1.10 Logam Merkuri, Timbal, dan Kadmium ...
124
5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran Kali Surabaya
124
5.2.1 Beban Pencemar dari Limbah Domestik
127
5.2.2 Beban Pencemar dari Limbah Hotel ..
128
5.2.3 Beban Pencemar dari Limbah Industri ..
130
5.2.4 Beban Pencemar dari Limbah Pertanian
133
5.2.5 Tingkat Pencemaran Kali Surabaya........................................
134
5.3 Analisis Status Kualitas Air Kali Surabaya ..
5.4 Dampak Pencemaran Air Kali Surabaya terhadap Ekosistem dan
Kesehatan .. 136
5.4.1 Dampak terhadap Ekosistem .................................................. 136
5.4.2 Dampak terhadap Kesehatan (Analisis Risiko)....................... 139
5.5 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian 142
5.5.1 Karakteristik Responden ......................................................... 142
5.5.2 Persepsi Masyarakat tentang Pengendalian Pencemaran ......... 143

xv
5.5.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran . 145
5.6 Prioritas Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran . 147
5.7 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air . 157
5.8 Pemodelan Sistem Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya.. 163
5.8.1 Sub-Model Lingkungan 164
5.8.2 Sub-Model Ekonomi 170
5.8.3 Sub-Model Sosial . 172
5.8.4 Kondisi Eksisting Model . 177
5.8.5 Validasi Model . 185
5.9 Penyusunan Skenario Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya 190
5.9.1 Penyusunan Skenario 196
5.9.2 Simulasi Skenario .................................................................... 199
5.9.3 Analisis Perbandingan Penerapan Antar Skenario .................... 209
5.10 Strategi Pengendalian Pencemaran Kali Surabaya ...... 211
5.11 Pembahasan Umum ........................................................................ 216

VI KESIMPULAN DAN SARAN 221


6.1 Kesimpulan . 221
6.2 Saran ... 223

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 225


LAMPIRAN .................................................................................................... 240

xvi
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Beberapa jenis pencemar dan sumbernya .................................................. 14
2 Kegiatan dan jenis limbah yang dihasilkan ............................................... 15
3 Industri yang membuang limbah organik ke Kali Surabaya ...................... 17
4 Nama industri dan jenis produknya ............................................................ 18
5 Komposisi beban pencemar limbah domestik ............................................ 19
6 Kriteria kualitas air sungai berdasarkan kandungan DO ............................ 28
7 Status kualitas air berdasarkan nilai BOD5 ................................................ 29
8 Data pengambilan rata-rata air Kali Surabaya untuk industri .................... 40
9 Data Intake PDAM Surabaya .. 43
10 Rincian penggunaan air Kali Brantas ......................................................... 45
11 Klasifikasi toksisitas akut pada binatang ................................................... 48
12 Klasifikasi toksisitas akut pada manusia ................................................... 48
13 Peristiwa keracunan merkuri yang terbesar tahun 1960-an ....................... 54
14 Empat ketegori Pb dalam darah orang dewasa ............ ............................. 55
15 Dosis-respon kuantitatif nonkarsinogen dan karsinogen beberapa
zat toksik..................................................................................................... 58
16 Nilai skala perbandingan Saaty dalam AHP .............................................. 61
17 Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan........ 73
18 Nilai default yang digunakan dalam model pemaparan ............................ 82
19 Analisis kebutuhan pada masing-masing pelaku sistem pengendalian
pencemaran air kali surabaya .................................................................... 84
20 Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran
Air Kali Surabaya ....................................................................................... 89
21 Pedoman penilaian analisis prospektif ....................................................... 89
22 Suhu, kelembaban, dan tekanan udara Kota Surabaya tahun 2008 ............ 92
23 Penggunaan lahan Kota Surabaya .. 93
24 Kondisi hidrolis Kali Surabaya .................................................................. 94
25 Debit aliran Kali Surabaya ......................................................................... 95
26 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan .......................... 96
27 Keadaan penduduk Kota Surabaya tahun 2003-2009 97

xvii
28 Konsentrasi Hg, Pb, dan Cd perairan Kali Surabaya ................................. 121
29 Baku mutu limbah domestik ...................................................................... 126
30 Kadar BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik dan anak
sungai . 126
31 Beban BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik .. 127
32 Beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah hotel ............... 128
33 Kadar BOD, COD, TSS dan debit limbah industri di DPS Kali Surabaya. 129
34 Beban pencemaran bersumber dari limbah industri ... 130
35 Debit dan parameter pencemar dua saluran limbah pertanian ................... 130
36 Beban pencemaran dari limbah pertanian .................................................. 130
37 Resume beban pencemaran Kali Surabaya 131
38 Klasifikasi sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah industri ............ 132
39 Indeks pencemaran air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan ......... 133
40 Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET .................... 134
41 Konsentrasi Hg, Pb, Cd dalam sampel air minum PDAM ......................... 140
42 Total tingkat pemaparan Hg ....................................................................... 141
43 Prioritas lokal dan prioritas global kegiatan reduksi beban pencemaran 149
44 Matriks hasil penilaian alternatif teknologi pengendalian pencemaran air. 158
45 Matriks hasil transformasi melalui teknik perbandingan indeks kinerja .... 159
46 Data validasi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.. 191
47 Prospektif faktor-faktor kunci/penentu tingkat kepentingan faktor-faktor
yang berpengaruh pada sistem pengelolaan Kali Surabaya ...................... 197
48 Interpretasi kondisi (state) faktor-faktor kunci/penentu ke dalam sistem... 199
49 Perbandingan antar skenario ...................................................................... 209

xviii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian .................................................................. 8
2 Komponen penyusun limbah domestik ...... 20
3 Gambaran perjalanan bahan pencemar limbah sampai ke manusia 52
4 Tahapan dalam analisis risiko kesehatan ................................................... 57
5 Diagram alir model sistem dinamik menggunakan program powersim..... 65
6 Lokasi penelitian ........................................................................................ 69
7 Lokasi sampling kualitas air Kali Surabaya ............................................... 70
8 Diagram lingkar sebab akibat sistem pengendalian Pencemaran air ......... 86
9 Diagram input-output sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya... 87
10 Diagram pengaruh dan ketergantungan sistem .......................................... 90
11 Pola perubahan debit aliran Kali Surabaya (Dam Gunungsari) dan debit
rata-rata tahunan di Dam Gunungsari ........................................................ 95
12 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan .................................... 98
13 Profil suhu perairan Kali Surabaya ............................................................ 102
14 Profil suhu berdasarkan jarak upstream (km) ............................................ 102
15 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter pH) 104
16 Profil kualitas air (pH) Kali Surabaya berdasarkan jarak upstream 104
17 Profil konduktivitas Kali Surabaya............................................................. 106
18 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DHL) berdasarkan jarak
upstream...................................................................................................... 106
19 Sebaran nilai TSS Kali Surabaya................................................................ 108
20 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO.............................. 110
21 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DO) berdasarkan jarak
upstream ..................................................................................................... 111
22 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter BOD 5 ......................... 112
23 Kualitas Kali Surabaya (parameter COD) .................................................. 114
24 Sebaran nilai rata-rata N-NO 3 Kali Surabaya ............................................ 116
25 Sebaran kadar N-NO 2 Kali Surabaya . 117
26 Profil kualitas Kali Surabaya (paramater N- 118
NH 3 )....................................... 119
27 Sebaran kadar P-PO 4 perairan Kali Surabaya ............................................ 122
28 Rerata kadar Hg, Pb, dan Cd di beberapa lokasi Kali Surabaya ....

xix
29 Skor indeks STORET perairan Kali Surabaya ........................................... 135
30 Proporsi status responden dalam keluarga dan tingkat pendidikan ... 143
31 Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan, masalah kualitas air dan
kelayakan air Kali Surabaya ... 144
32 Persentase persepsi masyarakat tentang pengendalian pencemaran... 145
33 Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran 146
34 Perbandingan prioritas kriteria kegiatan reduksi beban pencemaran . 149
35 Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran Kali
Surabaya...................................................................................................... 151
36 Diagram sub-model lingkungan pengendalian pencemaran Kali Surabaya 164
37 Diagram stock flow sub model lingkungan pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya (a) beban pencemaran dari sumber pencemaran dan (b)
beban pencemaran Kali Surabaya............................................................... 166
38 Diagram sub model ekonomi pengendalian pencemaran Kali Surabaya... 171
39 Stock flow diagram sub-model ekonomi..................................................... 171
40 Diagram sub-model sosial pengendalian pencemaran Kali Surabaya ....... 173
41 Stock flow diagram sub-model sosial dalam pengendalian pencemaran
air Kali Surabaya ........................................................................................ 174
42 Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya... 176
43 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban BOD, COD, dan TSS
dari sumber pencemaran .............................................................................. 177
44 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan N-NO 3 dan P-PO 4 beban
sumber pencemaran .................................................................................... 178
45 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan BOD, COD dan TSS di
Kali Surabaya ............................................................................................. 179
46 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan: (a) beban N-NO 3
(b) beban P-PO 4 di Kali 180
Surabaya ..............................................................
47 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase tiap parameter 181
pencemar
48 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban 181
pencemaran total ........................................................................................
182
49 Simulasi sub-model ekonomi berdasarkan nilai PDRB ............................
50 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan populasi 183
penduduk ....................................................................................................
51 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah 184
penduduk pembuang limbah.......................................................................

xx
52 Simulasi sub-model teknis pemanfaatan ruang berdasarkan luasan
lahan pemukiman dan lahan pertanian 185
53 Grafik perbandingan beban pencemaran BOD dan COD dengan data
empiris dan hasil simulasi .. 189
54 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pada sistem pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya. 193

55 Prediksi beban pencemaran BOD Kali Surabaya hasil simulasi


skenario sampai tahun 2030 ... 198
56 Prediksi beban pencemaran TSS Kali Surabaya hasil simulasi
skenario sampai tahun 2030 ... 201
57 Prediksi beban pencemaran COD Kali Surabaya hasil simulasi
skenario sampai tahun 2030 ... 202
58 Prediksi beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya hasil simulasi
skenario sampai tahun 2030 ... 203
59 Prediksi beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya hasil simulasi
skenario sampai tahun 2030 205
60 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi
hasil simulasi skenario optimis sampai tahun 2030 206
61 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi
hasil simulasi skenario moderat sampai tahun 2030... 207
62 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi
hasil simulasi skenario pesimis sampai tahun 2030 ... 208
63 Prediksi persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas
asimilasi hasil simulasi skenario sampai tahun 2030.. 209

xxi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Data penduduk pada radius 500 m dan volume limbah domestik ............... 241
2 Perhitungan beban limbah domestik (penduduk zona 500 m) .................... 243
3 Daftar industri di DPS Kali Surabaya ......................................................... 246
4 Kadar BOD, COD, TSS dan debit limbah industri di DPS Kali Surabaya.. 247
5 Beban pencemaran bersumber dari limbah industri 248
6 Karakteristik responden penelitian . 249
7 Data kualitas air Kali Surabaya periode Agustus Desember 2009 ... 251
8 Konsentrasi logam berat Hg. Pb dan Cd di Kali Surabaya ......................... 255
9 Perhitungan indeks pencemaran .. 257
10 Analisis status mutu air dengan indeks STORET... 260
11 Data debit rata-rata bulanan air Kali Surabaya ...... 263
12 Data debit rata-rata dan kualitas air Kali Surabaya tahun 2003 2009.. 264
13 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Jembatan Perning) .. 266
14 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Dam Gunungsari) .... 267
15 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Dam Jagir) .............. 268
16 Daya dukung Kali Surabaya di Dam Jagir tahun 2003-2009 . 269
17 Daya dukung Kali Surabaya di Dam Gunungsari tahun 2004-2009 .. 270
18 Daya dukung Kali Surabaya di Jembatan Perning tahun 2004-2009 271
19 Matriks penilaian pengaruh antar faktor dalam sistem pengendalian
pencemaran Kali Surabaya ......................................................................... 272
20 Hasil simulasi beban pencemaran BOD, COD, dan TSS dari sumber
pencemaran . 273
21 Hasil simulasi beban pencemaran NNO 3 dan PPO 4 sumber pencemaran.. 274
22 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter
BOD di Kali Surabaya ... 275
23 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter
COD di Kali Surabaya ................................................................................ 276
24 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter
TSS di Kali Surabaya ................................................................................. 277
25 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter
N-NO 3 di Kali Surabaya ............................................................................. 278

xxii
26 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter
P-PO 4 serta persentase total beban pencemaran terhadap kapasitas
asimilasi di Kali Surabaya .. 279
27 Hasil simulasi kontribusi tiap sektor terhadap PDRB ................................ 280
28 Hasil simulasi jumlah penduduk dan penduduk pembuang limbah 281
29 Hasil simulasi perubahan luas lahan permukiman dan pertanian .. 282
30 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter BODK......... 283
31 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter CODK......... 284
32 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter PPO4K........ 285
33 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter TSSK.......... 286
34 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter NNO3K...... 287
35 Persen BOD melampaui kapasitas ssimilasi .............................................. 288
36 Persen TSS melampaui kapasitas asimilasi ................................................ 289
37 Persen COD melampaui kapasitas asimilasi... 290
38 Persen N-NO 3 melampaui kapasitas asimilasi 291
39 Persen P-PO 4 melampaui kapasitas 292
asimilasi.. 293
40 Persen total rata-rata melampaui kapasitas asimilasi..................................

xxiii
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran air telah menjadi permasalahan krusial di banyak negara dan
mendapat perhatian peneliti di seluruh dunia (Huang & Morimoto 2002).
Kelangkaan dan kesulitan mendapatkan air bersih dan layak pakai menjadi
permasalahan yang mulai muncul di banyak tempat dan semakin menggejala dari
tahun ke tahun, tak terkecuali di Indonesia. Wilayah Indonesia memiliki 6% dari
persediaan air dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (KLH 2005a),
namun kecenderungan konsumsi air naik secara eksponensial sementara
ketersediaan air bersih terus berkurang dengan cepat akibat kerusakan alam dan
pencemaran yang diperkirakan sebesar 1535% per kapita per tahun (KLH 2009).
Kondisi ini diperparah dengan terbatasnya kemampuan mengakses dan
memprediksi ketersediaan air, kualitas air, serta penggunaan dan keseimbangan
air (Simonovic 2002).
Kali Surabaya yang merupakan hilir dari Sungai Brantas termasuk dalam
sungai strategis Nasional. Pencemaran Kali Surabaya menjadi salah satu contoh
kasus permasalahan pencemaran air yang mendapat perhatian banyak pihak dan
menjadi isu nasional. Air Kali Surabaya mempunyai multifungsi yang sangat vital
dalam menunjang pembangunan daerah yaitu sebagai sumber baku air minum,
industri, pertanian dan sarana rekreasi air serta berperan dalam mendukung
kehidupan biota perairan, sementara kualitasnya cenderung mengalami penurunan.
Kualitas air sungai sangat bergantung pada jenis kegiatan yang dilakukan manusia
di sekitar daerah aliran sungai. Berkembangnya kegiatan penduduk di sekitar Kali
Surabaya yang memanfaatkan bantaran sungai untuk pemukiman, kegiatan
industri rumah tangga, dan industrialisasi merupakan sumber pencemaran Kali
Surabaya, baik yang melepaskan zat pencemar melalui titik pembuangan (point
sources) maupun sumber pencemar yang dengan letak sumber tidak jelas (non-
point sources) mencemari sungai pada lokasi yang tersebar. Jenis limbah yang
dihasilkan berpotensi tidak hanya menyebabkan peningkatan nilai TSS (total
suspended solid), BOD (biological oxygen demand), dan COD (chemical oxygen
demand), namun yang lebih berbahaya adalah akumulasi logam berat. United
State Environmental Protection Agency (USEPA) mendata ada 13 elemen logam
berat yang merupakan elemen utama pencemar yang berbahaya, namun logam
2

berat merkuri bersama timbal dan kadmium dikenal sebagai the big three heavy
metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia
dikarenakan tingkat keracunannya yang sangat tinggi walaupun pada konsentrasi
rendah (Rezazee et al. 2005).
Beberapa studi tentang pencemaran Kali Surabaya telah dilaporkan. Hasil
riset yang dilakukan oleh Ecoton dan National Institute Minamata Disease (2002),
menunjukkan badan air, lumpur, kerang, ikan dan ekosistem di dalam Kali
Surabaya telah terkontaminasi merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga
(Cu) dan besi (Fe) dengan kadar yang telah melebihi ambang batas, bahkan kadar
Hg dalam air telah mencapai 100 kali lipat dari baku mutu. Hasil penelitian ini
juga menyatakan bahwa pada rambut orang yang tinggal dan mengkonsumsi ikan
dari Kali Surabaya, positif terkontaminasi merkuri rata-rata 0.6 mg/l (Arisandi
2002). Hasil serupa dilaporkan Ismanto et al. (2006), bahwa konsentrasi merkuri
di Sungai Brantas pada tahun 1991-2005 mencapai 0.49 mg/l.
Hasil studi Purwatiningsih (2005) yang dilakukan di sepanjang Kali
Surabaya pada 8 lokasi sampling menunjukkan bahwa tingkat BOD dan DO
(dissolved oxygen) di daerah studi tidak memenuhi baku mutu, kualitas struktur
sungai 62.5% termasuk kategori sedang dan 37.5% termasuk kategori buruk.
Sementara hasil riset Koemantoro (2007) menunjukkan bahwa beban pencemar
BOD di titik lokasi intake PDAM Karang Pilang Surabaya mencapai 10.45 mg/l,
kondisi ini jauh melebihi batas standar peruntukan badan air kelas 1 yaitu 2 mg/l.
Kondisi ini jika tidak segera diambil tindakan pengendalian akan menimbulkan
dampak ekologis, ekonomis dan sosial budaya, seperti kerusakan keseimbangan
ekologi di aliran sungai, bertambahnya biaya pengolahan air oleh Perusahaan Air
Minum, menurunnya nilai estetika, dan risiko kesehatan penduduk.
Kandungan logam berat terutama Hg, Cd, dan Pb dalam air Kali Surabaya
dikhawatirkan akan mengkontaminasi air PDAM yang dikonsumsi oleh 95%
warga Surabaya, mengingat proses pengolahan air PDAM dengan menggunakan
tawas biasanya tidak mampu menghilangkan logam berat yang terlarut dalam air.
Karenanya, analisis proyeksi risiko kesehatan penduduk akibat paparan logam
berat penting dilakukan untuk mengetahui status kesehatan masyarakat dan
manajemen risiko.
Menurut Razif dan Yuniarto (2004), sumber pencemaran sungai di Surabaya
didominasi oleh beberapa faktor pencemar, yaitu: industri pangan, industri kimia,
3

industri logam, industri kertas, dan penduduk. Hal serupa dikemukakan Novita
dan Indarto (2006) yang menyatakan bahwa persentase terbesar sumber pencemar
Kali Surabaya berasal dari limbah cair industri, dalam hal ini dari 70 buah industri
yang berlokasi di daerah aliran Kali Surabaya sekitar 40 buah di antaranya
dianggap potensial sebagai sumber pencemar, baik pencemar organik maupun
anorganik. Industri pangan, penyamakan kulit, industri kertas, pemotongan hewan
dan industri tekstil merupakan sumber pencemar organik, sedangkan sumber
pencemar anorganik di Kali Surabaya adalah industri pelapisan logam, industri
kimia, dan industri keramik (Novita 2000). Menurut Arisandi (2004) dan Rezazee
et al. (2005), pencemaran logam berat seperti merkuri, timbal, kadmium, dan
kromium berasal dari industri (elektroplating, detergen, cat, keramik, kertas) dan
aktivitas pertanian dan dikategorikan sebagai limbah anorganik.
Meningkatnya beban pencemaran juga disebabkan oleh kebiasaan
masyarakat membuang limbah domestik, baik limbah cair maupun limbah
padatnya langsung ke perairan. Dampak negatif yang ditimbulkan di antaranya:
(a) memicu tingginya suhu badan air, sehingga menggurangi oksigen terlarut
dalam air yang dibutuhkan makluk hidup air, (b) meningkatkan proses
sedimentasi di dasar sungai karena tingginya run-off air hujan yang membawa
partikel sedimen, dan (c) meningkatkan beban limbah organik bagi badan air
(Arisandi 2004). Adanya masukan bahan pencemar sampai pada batas tertentu
tidak menurunkan kualitas air sungai, namun apabila beban masukan bahan
pencemar tersebut melebihi kemampuan sungai untuk membersihkan diri sendiri
(self purification), akan menimbulkan permasalahan yang serius yaitu
pencemaran perairan.
Berdasarkan hasil pemantauan Kali Surabaya oleh Ecoton (1998) yang
dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau diketahui bahwa, sumber
pencemaran terbesar adalah Kali Tengah yang merupakan tempat pembuangan
limbah lebih dari 40 industri yang beroperasi di sepanjang bantaran Kali Tengah,
yang memicu turunnya kualitas air Kali Surabaya. Pada musim kemarau, di mana
debit air terbatas, bendungan di hulu hanya mampu menyediakan debit rata-rata
20 m3/detik selama 3 bulan pertahun (Novita & Indarto 2006), bahkan debit
terendah dapat mencapai 4 m3/detik selama 1 bulan. Kondisi ini menyebabkan
semakin menurunnya kapasitas purifikasi dan pengenceran Kali Surabaya
(Masduqi 2006).
4

Berdasarkan indikator kualitas air, khususnya BOD, COD, dan TSS, Kali
Surabaya berada dalam kondisi tercemar. Data hasil Studi Brantas River Pollution
control-SUDP tahun 1998 menunjukkan bahwa, beban limbah industri dan
domestik Kali Surabaya terus mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun
1989 beban BOD dari limbah domestik dan industri masing-masing 38.4 dan 81.6
ton/hari, pada tahun 1998 meningkat menjadi 125 dan 205 ton/hari. Kualitas
limbahnya pun jauh di atas baku mutu. Kandungan BOD, COD, dan TSS limbah
yang terbuang di Kali Surabaya masing-masing mencapai 575, 1431, dan 674
mg/l. Padahal baku mutu untuk BOD hanya 50-150 mg/l, COD 100-300 mg/l dan
TSS 20-300 mg/l (www.pu.go.id/humas/media). Sementara itu, hasil pemantauan
Perum Jasa Tirta I (PJT-I), terhadap kualitas air Kali Surabaya pada tahun
2005 untuk nilai COD mencapai 26.5 mg/l dan BOD 9.6 mg/l dan hasil pantauan
periode Oktober-Desember 2007 (posisi Karangpilang), nilai COD 41.5 mg/l dan
BOD 15.0 mg/l. Hal ini berarti kualitas Kali Surabaya sudah berada pada kondisi
yang mengkawatirkan karena nilai COD dan BOD telah melebihi nilai ambang
batas yang telah ditetapkan. Menurut prediksi PJT-1 jika tidak ada upaya
pengendalian pada tahun 2020, beban limbah domestik Kali Surabaya akan
mencapai 257 m3/detik dan beban limbah industri 308 m3/detik (PJT I 2007).
Upaya penurunan beban pencemaran yang masuk ke sungai telah
dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 1979 terutama untuk mengatasi kasus-
kasus pencemaran yang terjadi secara rutin. Bahkan sejak tahun 1989, telah
dicanangkan Program Kali Bersih (PROKASIH) dan Superkasih dengan fokus
pada pengendalian pencemaran air dari kegiatan industri dan jasa. Pada tahun
1995 dicanangkan Program PROPER dengan fokus perbaikan sistem internal
terhadap baku mutu air limbah dan pada tahun 2007 juga dicanangkan program
pengawasan pengendalian pencemaran air untuk hotel melalui penghargaan
Berlian (KLH 2008), namun hingga saat ini kualitas air Kali Surabaya belum
menunjukkan peningkatan yang berarti bahkan tingkat pencemaran makin tinggi.
Hal ini diakibatkan antara lain karena kurangnya koordinasi antar instansi/sektor
dan lemahnya penegakan hukum dalam pengelolaan Kali Surabaya
(Purwatiningsih 2005). Selain itu, penyebab lain adalah semakin banyaknya
kegiatan industri yang terdapat di Kali Surabaya, kurangnya kepedulian
masyarakat dalam menjaga kualitas badan air, dan belum tertanganinya
pengendalian limbah industri dan domestik secara efektif. Karenanya, diperlukan
5

upaya pengendalian pencemaran air yang komprehensif dan sistematik melalui


penggunaan model dinamik berdasarkan kondisi eksisting karakteristik fisik
kimia.
Sistem di dalam sungai merupakan suatu sistem kompleks yang mempunyai
variabel-variabel yang bersifat dinamik dan tidak pasti (Qin et al. 2007; Maharani
et al. 2008). Variabel-variabel dalam sistem dinamik mencakup variabel level,
variabel rate, dan variabel auxiliary (Zhang et al. 2009). Menurut Qin et al.
(2007), laju deoksigensi dan reoksigenasi pada sistem sungai merupakan
karakteristik yang dinamik dan tidak pasti karena unsur-unsur di dalamnya
mengalami gejala tanspor dan transformasi. Input yang masuk ke dalam sungai
pun bervariasi terhadap waktu, baik kualitas maupun kuantitasnya. Model
pendekatan klasik tidak mampu memprediksi ketersediaan dan penggunaan
sumber daya air yang sangat penting bagi perencanaan dan pengelolaan secara
berkelanjutan akibat dinamika spasial variabel utama (Nandalal & Semasinghe
2006). Kompleksnya permasalahan dan banyaknya variabel yang berpengaruh
dalam suatu sistem dapat digambarkan secara sederhana dan sistematis melalui
sebuah model yang mencerminkan hubungan antara variabel-variabel yang
berpengaruh dalam sistem tersebut. Karenanya, perlu dilakukan penelitian tentang
pencemaran air yang terjadi di Kali Surabaya menggunakan pendekatan sistem
dinamik dengan melibatkan berbagai faktor yang berpengaruh, sehingga
diharapkan dapat menghasilkan suatu model pencemaran air dan strategi
pengendalian pencemaran secara holistik.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan Kali
Surabaya secara berkelanjutan. Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kualitas perairan Kali Surabaya berdasarkan parameter
kualitas air: suhu, pH, konduktivitas, DO, COD, BOD, TSS, N-NH 3 , N-
NO 2 , N-NO 3 , P-PO 4 , dan konsentrasi Hg, Pb, dan Cd;
2. Menentukan beban pencemaran dan tingkat pencemaran Kali Surabaya;
3. Mengkaji proyeksi risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan
penduduk;
6

4. Membangun model sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya yang


berkelanjutan;
5. Menyusun skenario pengendalian pencemaran Kali Surabaya yang
berkelanjutan.

1.3 Kerangka Pemikiran


Kali Surabaya memiliki peran strategis dalam menunjang pembangunan
kota Surabaya, karena menopang kebutuhan air minum warga Surabaya dan
bahan baku bagi ratusan industri di wilayah Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan
Mojokerto. Fungsi strategis ini menjadi alasan pentingnya menjaga air Kali
Surabaya dari pencemaran.
Pada daerah aliran Kali Surabaya terdapat komponen lingkungan yang
saling berkaitan dan dapat menghasilkan kejadian yang tidak dikehendaki.
Komponen lingkungan tersebut adalah lingkungan pemukiman, lingkungan
industri, lingkungan pariwisata, dan lingkungan sosial ekonomi masyarakat
berupa rumah sakit dan sarana sosial lainnya. Permasalahan pencemaran air
merupakan hasil interaksi dan pengaruh kolektif berbagai komponen lingkungan
berupa suatu sistem pencemaran limbah cair menyangkut sumber, karakteristik,
akumulasi, proses penanganan, pembuangan, dan tanspormasi limbah ke aliran
sungai. Pertumbuhan penduduk, laju urbanisasi, dan industrialisasi menyebabkan
peningkatan kebutuhan dan tekanan terhadap sumberdaya air secara cepat dan
memicu terjadinya pencemaran air Kali Surabaya. Menurut Masduqi dan
Apriliani (2008), pencemaran berat yang terjadi di Kali Surabaya disebabkan oleh
limbah industri dan limbah domestik di daerah padat penduduk.
Kali Surabaya sebagai suatu sistem menerima beban pencemaran organik
dan anorganik dari berbagai sumber pencemar baik point sources maupun non
point sources yang menyebabkan penurunan kualitas air. Dampak negatif
pencemaran air akan mengganggu kehidupan ekologis biota air, penurunan nilai
ekonomi air sebagai sumber baku air minum, dan risiko kesehatan masyarakat.
Perilaku sistem sungai yang rumit, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian
menyebabkan pengendalian pencemaran air Kali Surabaya tidak mungkin dikaji
atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja, namun membutuhkan
pendekatan sistem dan pemodelan. Pendekatan sistem diperlukan dalam rangka
7

pembatasan ruang lingkup dan meminimasi pengaruh serta output yang tidak
dikehendaki, agar pengendalian pencemaran berlangsung secara berkelanjutan.
Desain sistem berdasarkan pendekatan model dinamik untuk pengendalian
pencemaran air sungai diperlukan untuk memahami perilaku dan melakukan
simulasi terhadap sistem secara sederhana, sehingga kemungkinan alternatif
pengendalian dan strategi pengelolaan menjadi lebih efektif dan terpadu. Model
pengendalian pencemaran yang dibangun didasarkan pada beban limbah dan
karakteristik pencemaran, terutama karakteristik efluen dan kimia pencemar, serta
faktor-faktor yang berpengaruh dalam rangka pencapaian tujuan.
Model dinamik menawarkan berbagai cara untuk menggambarkan sistem
yang dikembangkan, menganalisis perilaku sistem, dan menghubungkan perilaku
yang diamati dengan struktur sistem dengan suatu bentuk desain sistem dan
pemodelan (Skartveit et al. 2003). Pemodelan sistem dinamik merupakan kajian
rekayasa sistem yang dapat digunakan untuk menganalisis mekanisme, pola dan
kecenderungan sistem. Rekayasa sistem ini berdasarkan analisis terhadap struktur
dan perilaku sistem sungai yang rumit, berubah cepat, dan mengandung
ketidakpastian dengan suatu bentuk desain sistem dan pemodelan (Muhammadi et
al. 2001; Skartveit et al. 2003). Pendekatan model sistem dinamik didasari oleh
prinsip umpan balik antar komponen yang terlibat dalam sistem yang dikaji.
Skema kerangka pemikiran penelitian diilustrasikan pada Gambar 1.

1.4 Perumusan Masalah


Permasalahan pencemaran air Kali Surabaya semakin berat, sementara
upaya pengendaliannya belum terprogramkan secara baik. Kualitas air Kali
Surabaya sebagai sumber air minum PDAM Kota Surabaya semakin menurun
akibat masuknya beban pencemar baik organik maupun anorganik yang berasal
dari berbagai sumber pencemar terutama limbah industri dan limbah domestik.
Industri kertas, industri pangan, industri karet, perusahaan tahu, dan
pemotongan hewan yang berada di sepanjang Kali Surabaya merupakan sumber
pencemar organik, sedangkan beragam limbah cair yang berasal dari industri
kimia, industri cat dan pewarna, industri baterai, industri peralatan listrik, industri
korek api, industri produk-produk logam dan pelapisan logam, dan industri
keramik menjadi sumber pencemar anorganik termasuk logam-logam berat.
Selain itu, penurunan kualitas air Kali Surabaya juga disebabkan oleh limbah
8

domestik yang banyak menghasilkan senyawa organik berupa protein, karbohidrat,


lemak, dan asam nukleat. Kondisi ini menjadi suatu permasalahan yang sangat
serius karena dapat berdampak pada lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Kali Bantaran
Surabaya Kali Surabaya

Pemukiman Industri
penduduk

Limbah

Debit air

Beban
pencemaran

Baku Mutu
Kebijakan KBP>KBM
pengelolaan
Kali Surabaya Kondisi eksisting:
Fisik-kimia-
tercemar
ekonomi-sosbud

Ekologi Ekonomi Sosial Pemodelan sistem


Pengendalian
Pencemaran
Kerusakan 1. Biaya pengolahan Risiko
ekosistem akuatik 2. Biaya kesehatan kesehatan
3. Biaya reduksi Model Pengendalian
beban pencemar Pencemaran

Skenario pengendalian
Butuh penyelesaian yang komprehensif pencemaran

Strategi
Rekomendasi pengendalian
Keterangan: pencemaran
KBP = Konsentrasi bahan pencemar
KBM = Konsentrasi baku mutu

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Banyaknya industri yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya dan


variasi kualitas limbah industri yang kompleks menyebabkan penanganan limbah
industri memerlukan perhatian yang cukup besar. Jarak antara industri yang
berdekatan juga menyebabkan kemampuan air untuk melakukan purifikasi
9

menjadi rendah. Limbah industri umumnya berupa bahan sintetik, logam berat,
dan limbah B3 yang sulit untuk diurai oleh proses biologi (nondegradable)
sehingga berbahaya terhadap kesehatan manusia. Beberapa unsur logam berat
seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) dari limbah cair industri
memiliki sifat toksik dan destruktif terhadap organ penting manusia. Limbah
domestik umumnya tersusun atas limbah organik, meskipun dapat terurai menjadi
zat-zat yang tidak berbahaya dan dapat dihilangkan dari perairan dengan proses
biologis alamiah, proses kimia dan fisika, namun dapat mengakibatkan deplesi
oksigen terlarut dan mengancam kehidupan biota air.
Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan sesuai tingkat mutu air yang diinginkan, diperlukan upaya
pengendalian. Tanpa upaya pengendalian pencemaran akan terus berlangsung dan
dampaknya akan semakin luas, baik dampak terhadap kelangsungan fungsi sungai
maupun dampak terhadap kesehatan masyarakat. Pentingnya pengendalian
kualitas air merupakan implikasi dari tekanan pencemaran terhadap badan sungai
yang semakin meningkat, baik limbah domestik maupun limbah industri dan
bertambahnya pemanfaatan air sungai serta tuntutan akan kebutuhan kualitas air
yang memadai dari tahun ke tahun.
Kualitas air sungai ditentukan oleh debit air dan debit limbah yang dibuang
ke dalam badan air sungai tersebut. Oleh karena itu, upaya pengendalian dapat
dilakukan dengan menetapkan besaran limbah yang boleh dibuang ke badan air
sungai itu disesuaikan dengan debit air sungai yang ada. Untuk itu, suatu konsep
dan strategi pengendalian pencemaran air perlu dikaji secara komprehensif untuk
menunjukkan keterkaitan antara beban pencemaran dengan dampak yang
ditimbulkan melalui penggunaan model dinamik. Beberapa pertanyaan penelitian
terkait model pengendalian pencemaran air yang akan dibangun adalah:
1. Bagaimana kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter kualitas air:
suhu, pH, konduktivitas, DO, COD, BOD, TSS, N-NH 3 (amonia), N-NO 2 ,
N-NO 3 , P-PO 4 dan konsentrasi Hg, Pb, dan Cd?
2. Berapa beban dan tingkat pencemaran air Kali Surabaya?
3. Bagaimana risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan penduduk?
4. Bagaimana mendesain model sistem pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya yang berkelanjutan?
10

5. Bagaimana skenario strategi pengendalian pencemaran Kali Surabaya yang


berkelanjutan?

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan menunjang pembangunan, terutama
sebagai:
1. Sumber informasi ilmiah mengenai kualitas air, beban dan tingkat
pencemaran serta proyeksi risiko dampak akibat pencemaran terhadap
kesehatan masyarakat;
2. Sumber informasi ilmiah bagi masyarakat dan pemerintah untuk lebih
memahami status kesehatan masyarakat yang aktual dan potensial bagi
keperluan manajemen risiko;
3. Sumber informasi ilmiah dalam merumuskan kebijakan dan strategi
pengendalian pencemaran air di Kali Surabaya;
4. Alat bantu pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah dalam upaya
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya terutama dalam penyiapan
perencanaan sistem pengawasan pencemaran.

1.6 Kebaruan (Novelty)


Penelitian ini berusaha menggambarkan kondisi eksisting Kali Surabaya
menggunakan parameter fisik-kimia secara lebih lengkap. Selain itu, penelitian-
penelitian yang pernah dilakukan umumnya masih bersifat parsial baik dari kajian
sumber pencemar, parameter yang diteliti maupun zona penelitian dan belum
mengkaji secara komprehensif mengenai model pengendalian dan strategi
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Kebaruan penelitian ini terletak pada kajian pencemaran air sungai yang
komprehensif melibatkan stakeholders dalam sistem pengendalian pencemaran
dan penggambaran kondisi eksisting menggunakan parameter fisik-kimia time
series lebih lengkap. Kebaruan dari segi metode, penelitian ini mengaplikasikan
pendekatan sistem dinamik yang didukung dengan metode lain yang
komprehensif. Kebaruan dari segi luaran terletak pada temuan tentang proporsi
dan kontribusi sumber pencemar utama terhadap total beban pencemaran BOD,
COD, dan TSS, model sistem dinamis pengendalian pencemaran Kali Surabaya
yang dihasilkan, dan strategi kebijakan pengendalian yang direkomendasikan.
11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Air Sungai


Air adalah molekul yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
untuk dan demi peradapan manusia. Dari air bermula kehidupan dan karena air
peradapan tumbuh dan berkembang. Air mempertahankan suhu tubuh,
mendistribusikan nutrisi ke seluruh tubuh, melembabkan persendian, dan
membantu pencernaan makanan. Air juga merupakan unsur alam terpenting kedua
bagi kehidupan makhluk hidup setelah oksigen, maka air harus selalu tersedia
dalam jumlah yang cukup, mudah didapatkan dan memenuhui persyaratan untuk
dikonsumsi.
Manusia mendapatkan air dari sumber-sumber air, baik yang ada
dipermukaan tanah maupun air yang ada dalam tanah. Meskipun jumlah air di
bumi relatif tetap sebesar 1.4 miliar km3, namun 97.1% berada di laut yang
merupakan air yang mengandung kadar garam cukup tinggi, sekitar 2.15%
tersimpan dalam bentuk es dan yang mempunyai potensi untuk dipergunakan
manusia secara langsung maupun tidak langsung hanya 0.617%, dan 0.017
terdapat di sungai dan danau dan 0.600 berupa air tanah (Pramono 1999; PJT-I
2005). Menurut Machbub (1999), indeks ketersediaan air rata-rata (Average
Water Availability Index, WAI) dunia adalah 7.6 (1000 m3/kapita/tahun),
sementara di Asia hanya 4.0. WAI Indonesia adalah 16.8 lebih tinggi dari nilai
rata-rata WAI Asia, namun penyebarannya tidak merata. Pulau Jawa yang luasnya
mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai
4.5% dari total potensi air tawar nasional, namun pulau ini dihuni oleh sekitar
65% total penduduk Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan
air di Pulau Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun,
di Pulau Jawa hanya tersedia 1750 m3 per kapita per tahun, masih di bawah
standar kecukupan yaitu 2000 m3 per kapita per tahun. Jumlah ini akan terus
menurun sehingga pada tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar
1200 m3 per kapita per tahun.
Secara alamiah sumber-sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat
diperbaharui dan mempunyai daya generasi, namun akibat peningkatan beban
pencemaran oleh berbagai sumber akibat pertumbuhan penduduk, industri,
peternakan dan pertanian serta kegiatan lainnya telah menyebabkan pencemaran
12

sumber-sumber air (Cheng et al. 2003; KLH 2005a). Untuk menentukan tingkat
kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi tercemar atau kondisi baik suatu
sumber air dalam waktu tertentu dilakukan dengan membandingkan baku mutu
air yang ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1990, sumber
air menurut kegunaan/peruntukannya digolongkan menjadi empat, yaitu:
1. Golongan A, yaitu air yang digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa pengolahan terlebih dahulu;
2. Golongan B, yaitu air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk
diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga;
3. Golongan C, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan
dan peternakan; dan
4. Golongan D, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian,
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan listrik negara.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, mutu air
diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu:
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.

Air secara sangat cepat menjadi sumber daya yang makin langka dan tidak
ada sumber penggantinya karena dari jumlah air yang mungkin dapat
dimanfaatkan manusia, ternyata masih menghadapi beberapa permasalahan
mendasar yaitu: (1) adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan
air; serta (2) terbatasnya jumlah air segar di planet bumi yang dapat dieksplorasi
13

dan dikonsumsi; sedangkan jumlah penduduk dunia yang terus bertambah


menyebabkan konsumsi air segar meningkat secara drastis. Pemakaian air global
meningkat lima kali lipat pada abad yang lalu ketika penduduk dunia meningkat
dari satu setengah sampai enam miliar orang, dan ketersediaan air perkapita
diperkirakan akan menurun dengan sepertiganya pada beberapa dekade
mendatang ketika penduduk dunia mencapai hampir sembilan miliar orang di
tahun 2025.
Indonesia termasuk sepuluh negara kaya air, namun krisis air diperkirakan
akan terjadi juga akibat kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat
pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air
sungai yang sangat besar, kelembagaan yang masih lemah dan penerapan
peraturan perundang-undangan yang tidak memadai. Pencemaran air berhubungan
dengan masalah limbah yang tergantung pada sifat-sifat kontaminan yang
memerlukan oksigen, memacu pertumbuhan algae, penyakit dan zat toksik.
Pencemaran terhadap sumber daya air dapat terjadi secara langsung dari saluran
pembuangan (sewer) atau buangan industri dan secara tidak langsung melalui
pencemaran air dan limpasan dari daerah pertanian dan perkotaan (non-point
sources. Menurut Effendi (2003), bahan pencemar memasuki sungai dapat
melalui atmosfer, tanah, limpasan pertanian, limbah domestik dan perkotaan,
pembuangan limbah industri, dan lain-lain.

2.1.1 Sumber Pencemaran Air Sungai


Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan, dibedakan atas
pencemaran yang disebabkan oleh alam (misal letusan gunung berapi, tanah
longsor, banjir) dan pencemaran karena kegiatan manusia. Sumber bahan
pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang
diklasifikasikan sebagai: (1) point source discharges (sumber titik) dan (2) non
point source (sumber menyebar). Sumber titik atau sumber pencemaran yang
dapat diketahui secara pasti dapat merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari air
buangan industri maupun domestik serta saluran drainase. Pencemar bersifat lokal
dan efek yang diakibatkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial
kualitas air. Sumber pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari
sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui
14

run off (limpasan) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung
pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan.
Pencemaran air sungai dapat berasal dari berbagai sumber pencemar antara
lain dari limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan lain-lain.
Limbah-limbah dimaksud dapat berupa zat, energi, dan atau komponen lain yang
dikeluarkan atau dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industri maupun non-
industri. Menurut Effendi (2003), pencemaran air diakibatkan oleh masuknya
bahan pencemar berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat, sedangkan
menurut Simonovic (2006) sumber pencemar air di dunia yang paling dominan
adalah limbah manusia, limbah industri dan bahan kimia, dan limbah pertanian
(pestisida dan pupuk). Bentuk-bentuk bahan pencemar tersebut mencakup bahan
organik industri, bahan asiditas, logam berat, amonia, nitrat, dan fosfat dan residu
pestisida dari pertanian. Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003)
mengemukakan beberapa jenis pencemar dan sumbernya dalam Tabel 1.

Tabel 1 Beberapa jenis pencemar dan sumbernya


Point Source Non Point Source
Jenis Pencemar Limbah Limbah Limpasan Limpasan
Domestik Industri Daerah Daerah
Pertanian Perkotaan
1. Limbah yang dapat
menurunkan kadar oksigen
2. Nutrien
3. Patogen
4. Sedimen
5. Garam-garam -
6. Logam yang toksik - -
7. Bahan organik yang toksik - -
8. Pencemaran panas - - -

1) Limbah Industri
Kegiatan industri memiliki potensi sangat besar untuk menimbulkan
terjadinya pencemaran air. Limbah industri adalah bahan buangan sebagai hasil
sampingan dari proses produksi industri yang dapat berbentuk benda padat, cair
maupun gas yang dapat menimbulkan pencemaran. Data dari Departemen
Perindustrian (2007) dalam KLH (2008a) menunjukkan bahwa air limbah industri
dibuang/terbuang ke sumber-sumber air di sejumlah daerah di Indonesia terutama
di pulau Jawa. Diperkirakan 250 ribu ton limbah industri dilepaskan ke sumber-
sumber air pada tahun 1990, dan pada tahun 2010 diproyeksikan meningkat
15

menjadi 1.2 juta ton per tahun (KLH 2008a). Tabel 2 menyajikan limbah yang
dihasilkan oleh jenis kegiatan industri.
Tabel 2 Kegiatan dan jenis limbah yang dihasilkan
No Jenis Kegiatan Limbah yang Dihasilkan
1 Industri pangan Limbah organik, suspended solid, minyak dan lemak, logam
berat, sianida, klorida, amoniak, nitrat, fosfor, dan fenol
2 Industri minuman Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS,
minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu,
kekeruhan dan buih
3 Industri makanan Limbah organik, minyak dan lemak, logam berat, nitrat,
fosfor, dan fenol
4 Industri percetakan Limbah organik, total solid, suspended solid, TDS, minyak
dan lemak, logam berat, sulfit, amoniak, nitrat, fosfor,warna,
jumlah coli, coli faces, bahan beracun, suhu, kekeruhan,
klorinated benezoid.
5 Perkayuan & motor Limbah organik, logam berat, dan bahan beracun
6 Industri pakaian jadi Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak,
logam berat, warna, bahan beracun, suhu, klorinated
benezoid, dan sulfida
7 Industri plastik Limbah organik, total solid, settleable solid, TDS, minyak
dan lemak, seng, sianida, sulfat, amoniak, fosfor, urea
anorganik, bahan beracun, fenol, dan sulfida
8 Industri kulit Total padatan, penggaraman, sulfida, kromium, endapan
kapur, dan limbah organik
9 Industri besi dan Limbah organik, suspended solid, minyak dan lemak, logam
logam berat, bahan beracun, sianida, pH, klorida, sulfat, amoniak,
dan fenol
10 Aneka industri Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS,
minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu,
kekeruhan, dan amoniak
11 Pertanian Pestisida, bahan beracun, dan logam berat
12 Perhotelan Deterjen, zat padat, bahan organik, nitrogen, fosfor, warna,
jumlah coli, bahan beracun, dan kekeruhan
13 Rekreasi Limbah organik, kekeruhan, dan warna
14 Kesehatan Bahan beracun, logam berat, limbah organik, jumlah coli
15 Perdagangan Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS,
minyak dan lemak, amoniak, urea, fosfor, warna, jumlah coli,
bahan beracun, dan kekeruhan
16 Pemukiman Deterjen, zat padat, limbah organik, nitrogen, fosfor,
kalsium, klorida, dan sulfat
17 Perhubungan darat Logam berat, bahan beracun, dan limbah organik
18 Perikanan darat Limbah organik
19 Peternakan Limbah organik, suspended solid, klorida, nitrat, fosfor,
warna, bahan beracun, suhu, dan kekeruhan
20 Perkebunan Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak,
kromium, kalsium, klorida, sulfat, amoniak, natrium, nitrat,
fosfor, urea anorganik, coli faces, suhu.
Sumber: Donald dan Klei (1979) dalam Taufik (2003).
16

Limbah industri dapat berupa bahan sintetik, logam, dan bahan beracun
berbahaya yang sulit diurai oleh proses biologi. Pada umumnya air limbah
industri mengandung air, pelarut organik, minyak, padatan terlarut, dan senyawa
kimia terlarut. Kandungan kimia limbah dapat berupa bahan organik atau
anorganik, dari air kotor yang tidak berbahaya hingga mengandung logam
beracun dan endapan organik. Limbah industri juga dapat mengandung logam dan
cairan asam yang berbahaya, misalnya limbah yang dihasilkan industri pelapisan
logam yang mengandung tembaga dan nikel serta cairan asam sianida, asam borat,
asam kromat, asam nitrat dan asam fosfat. Limbah tersebut bersifat korosif dan
dapat mematikan tumbuhan dan hewan air. Selain itu, limbah industri yang lebih
berbahaya adalah yang mengandung logam berat seperti merkuri (Hg), kromium
(Cr), timbal (Pb), kadmium (Cd), dan arsen (As). Logam berat tersebut bersifat
menetap dan mudah mengalami biomagnifikasi (Arisandi 2004). Apabila logam
berat mencemari air yang selanjutnya terkonsumsi oleh organisme, seperti ikan
dan biota perairan lainnya, maka akan mengumpul dalam waktu yang lama yang
bersifat sebagai racun yang akumulatif.
Di Jawa Timur, jumlah industri yang secara langsung mempengaruhi sungai
Brantas dan anak sungai utama termasuk Kali Surabaya adalah 483 industri
dengan total beban BOD mencapai 125 ton/hari (Harnanto & Hidayat 2003;
Masduqi & Apriliani 2008). Industri-industri tersebut dibagi menjadi 8 kelompok
berdasarkan pencemar utama yang dihasilkan, yaitu: (1) industri pulp dan kertas;
(2) pabrik gula; (3) industri kimia; (4) industri pertanian dan derivatifnya; (5)
industri tekstil; (6) industri minyak dan deterjen; (7) industri makanan; dan (8)
industri cat dan metalurgi.
Menurut Machbub et al. (1988), industri yang membuang limbah anorganik
berupa logam terlarut adalah industri pipa, industri keramik, dan industri sepeda.
Sedangkan industri yang membuang bahan pencemar organik dalam jumlah
besar ke Kali Surabaya adalah industri kulit, industri bumbu masak/MSG, industri
kertas, industri gula, dan industri minuman dengan beban BOD dan COD seperti
disajikan pada Tabel 3.
17

Tabel 3 Industri yang membuang limbah organik ke Kali Surabaya


No. Jenis Industri Beban Pencemar (kg/hari)
BOD COD
1. Industri kulit 150.4 250.5
2. Industri bumbu masak/MSG 478.7 768.9
3. Industri kertas 277.5 17,268.0
4. Industri gula 4,321.0 6,417.4
5. Industri minuman 865.7 1,286.9
Sumber: Machbub et al. (1988).

Menurut Novita (2000), industri utama yang diperkirakan menyumbang


beban polusi terbesar selama ini ke Kali Surabaya adalah industri kertas, yaitu PT.
Surya Agung Kertas, PT. Surabaya Mekabox, PT. Suparma, dan PT. Adiprima
Suraprinta. PT. Miwon yang memproduksi MSG, penyedap makanan juga
diperkirakan menyumbang beban polusi cukup besar. Industri dan jenis produk
yang dihasilkan dari 41 industri dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan survei daya dukung Kali Surabaya terhadap beban pencemaran
yang dilakukan Terangna et al. (1992), diketahui bahwa kandungan kromium 0-
1.29 mg/l, tembaga 0-1.86 mg/l, seng 0.06-15.69 mg/l dan timbal sebesar 0-1.38
mg/l. Menurut Danazumi & Bhici (2010), sumber point sources polutan logam
berat yang utama adalah air limbah dari industri logam, pertambangan,
pengalengan, farmasi, pertisida, kimia organik, karet dan plastik, dan produk
kayu, sedangkan menurut Wijayanto (2005) industri-industri yang memberikan
efluen Hg dan logam berat lainnya adalah industri yang memproses klorin,
produksi soda kaustik, metalurgi dan elektroplating, industri kimia, industri tinta,
industri kertas, penyamakan kulit, industri tekstil dan perusahaan farmasi.

2) Limbah Domestik / Kegiatan Pemukiman


Limbah domestik (sewage) adalah bahan buangan sebagai hasil sampingan
non-industri, melainkan berasal dari rumah tangga, kantor, restoran, tempat
hiburan, pasar, dan lain-lain yang dapat menimbulkan pencemaran. Limbah
domestik dapat berupa sampah organik dan sampah anorganik serta larutan yang
kompleks terdiri dari air (biasanya di atas 99%) dan padatan berupa zat organik
serta anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau
didegradasi oleh bakteri atau melalui proses kimia dan fisika. Contohnya sisa nasi,
18

sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sampah anorganik seperti plastik, kaca,


logam, karet, kertas, dan kulit, tidak dapat diuraikan oleh bakteri.
Tabel 4 Nama industri dan jenis produknya
Jarak dari
No Nama Industri Produk Limbah Dominan D.Gnsari
(km)
1. Pers. Tahu Kedurus Tahu BO, PS, PT 2.30
2. Pers. Tahu Gunungsari Tahu BO, PS, PT 2.31
3. Pers. Tahu Halim Jaya Tahu BO, PS, PT 2.34
4. PT Rejeki Baru Capoc seed oil BO, PS, minyak 2.51
5. Pabrik Karet Asean Ring Rubber BO, Zn 2.53
6. PD. Pemotongan Hewan KMS Sapi Potong BO, PS, PT, PD 3.23
7. UD Jawa Jaya Coconut Oil BO, PS, PT 3.36
8. PT Bintang Apollo Spinning Mill BO, PS, PT, Cr 3.35
9. PT Sumber Sarih Coconut Oil BO, PS, minyak 3.64
10. PT Gawerejo Tshirt & Singlet BO, PS, PT, Cr 3.70
11. Pabrik Karet Sriwijaya Rubber bands BO, Zn 3.79
12. Pabrik Mie TLH Vermicelli PS, PT 3.84
13. FA Cemara Agung Coconut Oil BO, PS, minyak 3.94
14. PT. Pakabaya Jaya Korek Api BO, PS, PT, Cd 5.34
15. PT. Jayabaya Raya Domestic Detergent BO, PS, PT 5.49
16. Pers. Tahu Purnomo Tahu BO, PS, PT 5.64
17. CV. Bangun Tiles PD, PS, Pb, Zn, Cd 5.70
18. Pers. Tegel Jombang Tiles PD, PS, Pb, Zn, Cd 5.72
19. Pers. Tahu H. So'ud Tahu BO, PS, PT 6.22
20. UD Sumber Agung Plastic wares PS, PT 6.79
21. Pers. Susu Farida Fresh Milk BO, PS, PT 6.80
22. CV. Sumber Baru Confection BO, PS, PT, Cr 7.05
23. PT IKI Mutiara Ceramic/Glazed Tiles PD, PS, Pb, Zn, Cd 7.05
24. PT Asia Victory (SRB 251) Glazed Ceramic Tiles PD, PS, Pb, Zn, Cd 7.40
25. PT Sarimas Permai Coconut Oil BO, PS, PT 7.70
27. PT Suparma (SRB 054) Paper mill BO, PS, PT, Hg 8.80
28. PT Spindo (SRB 250) Galvanized water pipe PS, PT 9.00
29. PT Kedawung Setia Enamel Hg, Cd, Cr, Pb, Cu 9.10
30. PT Surabaya Wire Steel Wire PS, Hg, Cr, Pb, Cu 9.30
31. PT Surabaya Mekabox Paper mill BO, PS, PT, Hg 10.60
32. PT Priscolin Minyak goreng BO, PS, minyak 10.65
33. PT Wijaya Indah Makmur Bycycle PS, PT, Cr, Pb, Cu 12.10
Bycycle Industry
34. PT Sinar Surya Sosro Kencono Bottle & Cardboard tea BO, PS, PT 13.05
35. PT Timur Megah Steel Mur baut PS, Hg, Cr, Pb, Cu 14.50
36. PT Haka Surabaya Leather Kulit BO, PS, PT, Cr 15.95
37. PT Miwon Indonesia MSG BO, PS, PT 16.60
38. PT Surya Agung Kertas Paper mill BO, PS, PT, Hg 17.20
39. PT. Hueychyi Tekstil BO, PS, PT, Cr 17.60
40. PT. Sidomulyo Ternak Babi BO, PT, PS, PD 21.05
41. Pers. Tahu Sidomakmur Tahu BO, PS, PT 21.15
Sumber: diolah dari Fardiaz (1992), Novita (2000), Ahalya et al. (2004), Arisandi (2004),
Rezazee et al. (2005), Wijayanto (2005), Ginting (2007), Widowati (2008).
Ket: BO = bahan organik; PS = padatan tersuspensi;
PT = padatan terlarut; PD = padatan terendap.
19

Sampah organik yang dibuang ke sungai dapat mengakibatkan deplesi


jumlah oksigen terlarut dalam air sungai, karena sebagian besar oksigen akan
digunakan bakteri untuk menguraikan bahan organik menjadi partikel yang lebih
sederhana yaitu karbondioksida, air, dan gas lainnya. Apabila sampah anorganik
yang dibuang ke sungai, cahaya matahari dapat terhalang dan menghambat proses
fotosintesis dari tumbuhan air dan alga, yang menghasilkan oksigen.
Berkaitan dengan pencemaran air dari kegiatan domestik, data statistik
lingkungan hidup 2006/2007 (KLH 2008a) menunjukkan banyak penduduk
(rumah tangga) masih memadati bantaran sungai. Di Indonesia rumah tangga
yang bertempat tinggal di sepanjang bantaran sungai pada tahun 2005 tercatat
sebanyak 118,891 rumah tangga dengan jumlah terbanyak adalah DKI Jakarta,
Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Data statistik tersebut juga menyebutkan
bahwa sekitar 7.66 persen rumah tangga di Indonesia pada tahun 2004 masih
membuang sampahnya ke sungai. Menurut Salim (2002), beban pencemaran
domestik untuk setiap orang berbeda-beda. Setiap orang di Indonesia diperkirakan
akan mengeluarkan BOD sebesar 25 g/orang/hari dan COD sebesar 57
g/orang/hari, sedangkan untuk parameter nitrogen dan fosfor serta parameter lain
dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi beban pencemar limbah domestik


Parameter Unit Beban Pencemaran

BOD g/orang/hari 25
COD g/orang/hari 57
Nitrogen:
- N-NH 3 g/orang/hari 1.83
- N-NO 2 g/orang/hari 0.006
- N-NO 3 g/orang/hari 0.97
- N-organik g/orang/hari 8.3
- N-total g/orang/hari 11.1
Fosfor:
- ortho-fosfat g/orang/hari -
- Total P g/orang/hari 1.1
- Deterjen (MBAS) g/orang/hari 0.63
- Fenol g/orang/hari 0.006
- Coli Fecal g/orang/hari 14 x 1012
Sumber: Salim (2002).

Komponen limbah domestik dapat mencakup mikroorganisme, zat padat,


dan bahan organik maupun anorganik. Komposisi bahan organik dalam limbah
20

domestik menurut Tebbut (1992) dalam Effendi (2003) dan Sugiharto (2005)
ditunjukkan pada Gambar 2.

Limbah domestik

Air (99.9%) Padatan (0.1%)

Organik (70%) Anorganik (30%)

Protein Karbohidrat Lemak Butiran Garam Logam


(65%) (25%) (10%)

Gambar 2 Komponen penyusun limbah domestik.

Limbah domestik menyediakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan


mikroba terutama golongan bakteri, serta beberapa virus dan protozoa.
Kebanyakan mikroba tidak berbahaya dan dapat dihilangkan dengan proses
biologi yang mengubah zat organik menjadi produk akhir yang stabil, namun
beberapa limbah domestik dapat mengandung organisme patogen. Jumlah zat
padat dalam limbah cair adalah residu limbah cair setelah bagian cairnya
diuapkan dan sisanya dikeringkan hingga mencapai berat yang konstan.
Kandungan bahan organik dan anorganik limbah domestik dapat berupa: (1)
nitrogen dan fosfat dalam limbah dari aktivitas manusia dan fosfat dari deterjen,
(2) klorida dan sulfat, yang berasal dari air dan limbah yang berasal dari manusia;
(3) karbonat dan bikarbonat, biasanya terdapat dalam bentuk garam kalsium dan
magnesium; dan (4) zat toksik seperti sianida dan logam berat seperti arsen (As),
kadmium (Cd), krom (Cr), tembaga (Cu), merkuri (Hg), dan timbal (Pb).
Limbah domestik merupakan salah satu sumber bahan organik, nutrien dan
mikroorganisme yang mencemari air kali surabaya. Pertumbuhan penduduk yang
cepat dan arus urbanisasi menyebabkan terkonsentrasinya pemukiman pada
daerah perkotaan seperti surabaya dengan kepadatan penduduk pada tahun 2000
mencapai 8,149.9 orang/km2 (Bapedal 2006). Jumlah beban limbah domestik
pada daerah padat penduduk dapat melebihi kapasitas asimilasi sungai terutama
pada musim kemarau.
21

Pada tahun 2002, jumlah penduduk yang tinggal di DAS brantas mencapai
15.5 juta. Populasi penduduk yang menempati daerah perkotaan sekitar 25 persen
dari keseluruhan populasi penduduk DAS brantas, akibatnya beban pencemaran
akibat limbah domestik dapat diestimasi dengan mengalikan beban pencemaran
akibat limbah domestik per kapita dengan populasi penduduk di daerah tersebut,
di mana untuk daerah perkotaan beban BOD adalah 46 gram BOD/orang/hari,
sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram BOD/orang/hari. Total beban limbah
domestik yang dihasilkan pada tahun 2002 sekitar 515 ton BOD/hari (Harnanto &
Hidayat 2003).

3) Limbah Lainnya
Sumber pencemar air sungai lain di luar limbah industri dan domestik
adalah kegiatan pertanian dan timbulan sampah di tempat pembuangan akhir
(TPA) sampah. Kegiatan pertanian memberikan kontribusi terhadap pencemaran
air (non point sources). Limbah pertanian yang paling utama adalah pupuk kimia
dan pestisida. Pupuk kimia dan pestisida digunakan petani untuk perawatan
tanaman, namun pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran air.
Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma
air seperti ganggang dan enceng gondok penyebab timbulnya eutrofikasi.
Pestisida biasa digunakan untuk membunuh hama. Limbah pestisida mempunyai
aktivitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air ke luar dari
daerah pertanian dapat mematikan hewan yang bukan sasaran seperti ikan, udang
dan biota air lainnya.
Timbulan sampah di TPA akan menghasilkan lindi yang umumnya
mengandung beberapa logam berat. Lindi sampah ini dapat masuk ke dalam tanah
atau ikut terbawa dalam aliran sungai sehingga berpotensi menimbulkan
pencemaran air sungai (Setyaningrum 2006).

2.1.2 Bahan Pencemar Air Sungai


Menurut Effendi (2003), bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan
yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam sendiri yang
memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem
tersebut. Bahan pencemar yang memasuki perairan terdiri atas campuran berbagai
pencemar yang dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
22

1) Limbah Penyebab Penurunan Kadar Oksigen Terlarut (DO)


Semua limbah yang dioksidasi terutama limbah domestik termasuk dalam
kategori limbah penyebab penurunan kadar oksigen terlarut. Selain itu, bahan-
bahan buangan dari industri pengolahan pangan, rumah pemotongan hewan, dan
pembekuan ikan juga masuk dalam kategori limbah ini. Oksigen sangat penting
bagi kelangsungan hidup organisme pada ekosistem perairan. Kadar oksigen
terlarut minimum 5 mg/l diperlukan bagi kelangsungan hidup ikan di perairan
(Effendi 2003). Oleh karena kelarutan oksigen di air relatif rendah maka kadar
oksigen terlarut cepat sekali mengalami penurunan apabila pada perairan terdapat
limbah organik dengan kadar cukup tinggi.

2) Senyawa Organik
Bahan-bahan organik baik bahan alami maupun bahan sintesis masuk ke
dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Bahan organik alami
umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh
mikroorganisme, sehingga dapat mengakibatkan semakin berkembangnya
mikroorganisme dan mikroba patogen pemicu timbulnya berbagai macam
penyakit.
Setiap bahan organik memiliki karakteristik fisika, kimia dan toksisitas yang
berbeda. Beberapa contoh bahan organik yang bersifat toksik terhadap organisme
akuatik adalah minyak, fenol, pestisida, surfaktan, dan PCB (poliklorobifenil).
Berbeda dengan senyawa organik alami, senyawa organik sintetis umumnya tidak
dapat diuraikan secara biologis sehingga dapat bertahan dalam waktu lama di
dalam badan air serta bersifat kumulatif. Sumber limbah organik diperairan
adalah limbah domestik (rumah tangga dan perkotaan), limbah industri kimia,
tekstil, plastik, dan lain-lain.

3) Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik terdiri atas logam dan logam berat yang pada umumnya
bersifat toksik. Dengan demikian bahan buangan anorganik umumnya berupa
limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
Masuknya bahan buangan anorganik pada ekosistem akuatik akan
mengakibatkan peningkatan jumlah ion logam di dalam air dan jika buangan
tersebut banyak mengandung ion kalsium dan magnesium dapat menimbulkan
kesadahan pada air.
23

Logam berat merupakan kelompok logam yang tidak dapat didegradasi oleh
tubuh, bersifat toksis walaupun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya
dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan global lingkungan hidup.
Berdasarkan data dari United State Environmental Protection Agency, logam
berat yang merupakan polutan perairan yang berbahaya adalah antimon (Sb),
arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri
(Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn) (www.chem-is-try.org).
Logam-logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yakni
peningkatan konsentrasi unsur logam tersebut dalam tubuh makluk hidup
mengikuti tingkatan dalam rantai makanan. Akumulasi konsentrasi logam berat di
alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia menjadi tinggi,
karena jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan
jumlah yang terekresi/terdegradasi, sementara jumlah yang terakumulasi setara
dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah jumlah yang
diambil dari makanan, minuman atau udara yang terhirup.
Terdapat banyak sumber penyebab pencemaran logam berat, antara lain gas
alam, proses industri, penambangan, outomobil, kebakaran hutan, dan gunung
berapi, namun penyebab signifikan pencemaran logam berat di perairan adalah
buangan limbah industri dan kegiatan penambangan yang menghasilkan limbah
tailing, yaitu produk samping kegiatan penambangan, reagen sisa, dan hasil
pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan yang selanjutnya dibuang ke
sungai atau laut dan masuk ke ekosistem akuatik yang terus mengkontaminasi
lingkungan di sekitar area pembuangan limbah.

4) Pestisida
Pestisida masuk ke dalam badan air melalui limpasan (run off) dari daerah
pertanian yang banyak mengandung pestisida. Pestisida dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu pestisida organoklor, pestisida organofosfor, dan pestisida
karbamat. Pestisida bersifat toksik dan bioakumulasi. Selain itu, pestisida juga
bersifat persisten atau bertahan dalam waktu lama di perairan.
Keberadaan pestisida pada ekosistem akuatik mengikut i pola rantai
makanan, semakin tinggi posisi organisme dalam rantai makanan maka semakin
tinggi kadar pestisida yang dihasilkan oleh proses bioakumulasi dan
biomagnifikasi. Pestisida cenderung terakumulasi pada lapisan lemak yang
terdapat dalam tubuh makhluk hidup.
24

2.2 Kualitas Air Sungai


Kualitas air terkait dengan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat,
energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga menggambarkan
kesesuaian air untuk penggunaan tertentu, misalnya untuk air minum, perikanan,
irigasi, industri, rekreasi, dan sebagainya. Kualitas air dinyatakan dengan
beberapa parameter, yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi. Setiap penggunaan
air memiliki persyaratan kualitas air tertentu. Oleh karena itu, pada umumnya
kualitas air ditunjukkan dengan adanya beberapa kombinasi parameter kualitas air.

2.2.1 Karakteristik Fisik


Karakteristik fisik yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air
meliputi suhu, konduktivitas, padatan terlarut, padatan tersuspensi, salinitas, dan
lain-lain.

1) Suhu
Suhu air sangat berkaitan dengan kualitas perairan. Semakin tinggi suhu
perairan maka semakin menurun kualitasnya karena kandungan oksigen terlarut di
perairan semakin kecil. Air sering digunakan sebagai medium pendingin pada
berbagai proses industri atau pembangkit tenaga listrik. Buangan air panas
kemudian dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya.
Sungai yang besar dan arus yang deras akan dapat menetralkan air panas tersebut
dengan cepat, tetapi jika buangan air panas dalam jumlah besar akan dapat
merusak ekosistem di dalam sungai atau danau yang dikenal dengan polusi
termal (Darmono 2001).
Menurut Effendi (2003), suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu
berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Kenaikan suhu
akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut (Fardiaz 1992; Kristanto
2002; Effendi 2003):
a. Jumlah oksigen terlarut di dalam sungai menurun;
b. Peningkatan viskositas, evaporasi dan volatilisasi;
c. Kecepatan reaksi kimia meningkat;
d. Peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air;
e. Peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba;
25

f. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.


Pada umumnya setiap kenaikkan suhu perairan sebesar 10 oC menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oleh organisme akuatik 23 kali lipat.
Peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga
keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi
organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi, akibatnya
ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen.

2) Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan Total Padatan Terlarut (TDS)


Menurut Fardiaz (1992) dan Kristanto (2002), padatan tersuspensi
(suspended solid) adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut,
dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri atas partikel-
partikel tersuspensi (diameter >1 m) yang tertahan pada saringan millipore
dengan diameter pori 0.45 m. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-
jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa
ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat
menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas
primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya
keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi
biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi
penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga menghambat proses fotosintesis
oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan
oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung TSS yang tinggi dapat
mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang
Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan
tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas air,
buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan
tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu,
pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna
perairan.
Padatan terlarut (dissolved solid) adalah padatan-padatan yang mempunyai
ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan terlarut terdiri atas
senyawa-senyawa anorganik dan organik terlarut dalam air yang tidak tersaring
dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0.45 m. Penyebab utama
terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di
26

perairan. Sebagai contoh, air buangan sering mengandung molekul sabun,


deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga
dan industri pencucian. Beberapa polutan logam berat yang sering mencemari air
buangan dan sangat berbahaya bagi kehidupan di sekitarnya adalah merkuri,
kadmium dan timbal.

3) Konduktivitas
Konduktivitas atau daya hantar listrik (DHL) adalah gambaran numerik dari
kemampuan air untuk menghantarkan aliran listrik. Pada suatu perairan, semakin
banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, nilai DHL semakin tinggi.
Perairan alami memiliki nilai DHL sekitar 20 1500 S/cm, sedangkan perairan
laut memiliki nilai DHL sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut.
Limbah industri memiliki nilai DHL mencapai 10000 S/cm.

2.2.2 Karakteristik Kimia


Karakteristik kimia yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air
meliputi pH, DO, BOD, COD, NH 3 , NO 3 -, NO 2 -, PO 4 3-, kadar logam berat, dan
lain-lain.

1) Derajat Keasaman (pH)


Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa
dalam air. Derajat keasaman air penting untuk menentukan nilai daya guna
perairan baik bagi keperluan rumah tangga, irigasi, kehidupan organisme perairan
dan kepentingan lainnya (Moelyadi 1998). Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme,
serta suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan.
pH merupakan salah satu parameter penting dalam pemantauan kualitas air.
Perubahan pH dalam perairan akan mempengaruhi perubahan dan aktivitas
biologis. Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada
kisaran pH 6.5 8.5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan,
misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi 2003).

2) Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)


Oksigen terlarut (DO) merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup
organisme suatu perairan. Oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan
melalui respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan (Salmin 2005).
27

Di samping itu, oksigen terlarut juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan


organik dan anorganik dalam proses aerobik. Menurunnya kadar oksigen terlarut
dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen oleh biota air, sehingga dapat
menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya.
Kelarutan oksigen di dalam air sangat rendah. Kelarutan oksigen di dalam air
sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.
Kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan
berkurangnya tekanan atmosfer. Misalnya kadar oksigen pada suhu 0 oC, 10 oC,
20 oC dan 30 oC masing-masing adalah 14.6, 11.3, 9.1 dan 7.6 mg/l (Milono
1998).
Oksigen merupakan elemen yang sangat penting di dalam pengendalian
kualitas air, karena oksigen sangat esensial bagi kehidupan biologis organisme air.
Pembuangan limbah ke dalam perairan akan menentukan keseimbangan oksigen
di dalam sistem. Menurut Rahayu dan Tontowi (2005), besarnya oksigen terlarut
dalam air menunjukkan tingkat kesegaran air di lokasi tersebut; apabila kadar
oksigen terlarut rendah maka ada indikasi telah terjadi pencemaran oleh zat
organik. Hal ini terjadi karena semakin banyak zat organik yang dapat diuraikan
oleh mikroorganisme, semakin banyak pula oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme. Menurut Odum (1996), kandungan oksigen terlarut yang
tertinggi akan diperoleh pada sungai yang relatif dangkal dan berbatu atau pada
lokasi yang mempunyai turbulensi air yang relatif tinggi. Kadar oksigen terlarut
yang disyaratkan sesuai PP 82/2001 untuk peruntukan air baku air minum dan
pembudidayaan ikan air tawar masing-masing adalah 6 dan 3 mg/l.
Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat
di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh
tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen atmosfer ke air bisa terjadi secara
langsung pada kondisi air stagnant (diam) atau terjadi karena agitasi atau
pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen dari
atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, meskipun
terjadi pergolakan massa air atau gelombang.
Air permukaan yang jernih pada umumnya jenuh dengan oksigen terlarut,
karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar
oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen
28

yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik
dan anorganik.
Kandungan oksigen terlarut merupakan hal penting bagi kelangsungan
organisme perairan, sehingga penentuan kadar oksigen terlarut dalam air dapat
dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Menurut Lee et al.(1978),
kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator
kualitas perairan, seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan DO (Lee et al. 1978)
No. Kriteria Kualitas Air Kandungan DO (mg/l)
1. Tidak tercemar dan tercemar sangat ringan > 6.5
2. Tercemar ringan 4.5 6.4
3. Tercemar sedang 2.0 4.4
4. Tercemar berat < 2.0

3) Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD 5 )


Kebutuhan oksigen biokimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme anaerobik di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan
buangan organik yang ada dalam lingkungan air tersebut dalam waktu lima hari
(Wardhana 2001). BOD merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada
suatu perairan. Menurut Rahman (1996), BOD menunjukkan jumlah bahan
organik yang ada di dalam air yang dapat didegradasi secara biologis. Perairan
dengan nilai BOD 5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh
bahan organik dan menurunnya kualitas perairan. Nilai BOD berbanding lurus
dengan jumlah bahan organik di perairan. Bahan organik akan distabilkan secara
biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan
anaerobik. Mikroorganisme aerob di dalam air yang berfungsi sebagai perombak
bahan organik hanya dapat menjalankan fungsinya bila terdapat oksigen yang
cukup. Pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme aerobik melalui proses
oksidasi dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan
sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang
dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Lee et al. (1978) menyatakan
bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD-
nya, seperti disajikan pada Tabel 7.
29

Tabel 7 Status kualitas air berdasarkan nilai BOD 5 (Lee et al. 1978)
No. Kriteria Kualitas Air Kandungan BOD 5 (mg/l)
1. Tidak tercemar 2.9
2. Tercemar ringan 3.0 5.0
3. Tercemar sedang 5.1 14.9
4. Tercemar berat 15.0
BOD memberikan gambaran seberapa banyak oksigen yang telah digunakan
oleh aktivitas mikroba selama waktu yang ditentukan. Analisis BOD adalah suatu
analisis empirik yang mencoba mendekati secara global proses-proses biokimia
atau mikrobiologis yang benar-benar terjadi di alam atau perairan, sehingga uji
BOD berlaku sebagai simulasi suatu proses biologis, yaitu oksidasi senyawa
organik yang terjadi di perairan secara alami. Kriteria BOD untuk air baku air
minum, pembudidayaan ikan air tawar, dan air pertanian masing-masing adalah 2,
6, dan 12 mg/l.

4) Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)


Kebutuhan oksigen kimia (COD) menggambarkan jumlah total oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang
dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO 2
dan H 2 O. Semakin tinggi nilai COD, semakin tinggi pula pencemaran oleh zat
organik (Rahayu & Tontowi 2005). Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan
nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan
organik baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Pada
umumnya sumber oksigen yang digunakan adalah K2 Cr 2 O 7 dalam suasana asam.
Menurut UNEP (1992) dalam Effendi (2003), nilai COD pada perairan yang tidak
tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar
dapat lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai 60000 mg/l.
Kriteria COD untuk air baku air minum adalah 10 mg/l.

5) Amonia, Nitrat, dan Nitrit


Senyawaan nitrogen di perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N 2 ), amonia
terlarut (NH 3 ), nitrit, nitrat, senyawa amonium, dan senyawa bentuk lain yang
berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan industri. Senyawaan nitrogen
tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat
kadar oksigen rendah, nitrogen akan bergerak menuju amonia, sedangkan pada
30

saat kadar oksigen tinggi, nitrogen akan bergerak menuju nitrat (Hutagalung &
Rozak 1997).
Amonia dan nitrat menjadi sumber nitrogen utama di perairan. Kadar nitrat
di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari amonium. Amonia
merupakan produk utama dari penguraian limbah nitrogen organik (protein dan
urea) yang keberadaannya menunjukkan terjadinya pencemaran oleh senyawa
tersebut (Manahan 2005). Proses penguraian tersebut dikenal dengan istilah
amonifikasi (Novonty & Olem 1994), dengan persamaan reaksi berikut:
amonifikasi
N-organik + O 2 NH 3 -N

Secara kimia, keberadaan amonia di dalam perairan dapat berupa amonia


terlarut (NH 3 ) dan ion amonium (NH 4 +). Amonia bebas (NH 3 ) yang tidak
terionisasi bersifat toksik bagi organisme akuatik. Persentase amonia bebas
meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu perairan. Menurut Effendi (2003),
toksisitas amonia terhadap organisme akuatik dipengaruhi oleh pH, kadar oksigen
terlarut, dan suhu. Pada pH rendah amonia akan bersifat racun jika jumlahnya
banyak, sedangkan pada kondisi pH tinggi amonia akan bersifat racun meskipun
kadarnya rendah. Penurunan kadar oksigen terlarut akan meningkatkan toksisitas
amonia dalam perairan. Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari
0.1 mg/l. Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar
sebaiknya tidak lebih dari 0.2 mg/l. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0.2 mg/l,
perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan.
Nitrat adalah bentuk utama dari senyawa nitrogen di perairan dan
merupakan nutrien bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Ion nitrat yang terlarut
mempunyai bentuk paling stabil dari senyawa nitrogen di permukaan air yang
berasal dari oksidasi senyawa nitrogen. Konsentrasi nitrat di suatu perairan diatur
dalam proses nitrifikasi, yaitu proses perubahan amonia menjadi nitrit kemudian
nitrat (Rahman 1996).
Nitrosomonas
2 NH 3 + 3 O 2 2 NO 2 - + 2H+ + H 2 O + Energi
2 NO 2 - + O 2 Nitrobacter
2 NO 3 - + Energi
Reaksi nitrifikasi tersebut merupakan suatu reaksi kemosintesis yang
memanfaatkan bakteri nitrogen. Menurut Novonty dan Olem (1994), faktor yang
berpengaruh pada reaksi nitrifikasi adalah pH, kadar oksigen terlarut, bakteri
nitrifikasi, dan suhu.
31

Pada perairan alami, kadar nitrat umumnya kurang dari 0.1 mg/l. Kadar
nitrat yang lebih besar dari 5 mg/l menunjukkan terjadinya pencemaran
antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja (Effendi 2003).
Menurut Manahan (2005), ion nitrit terdapat dalam air sebagai an
intermediate oxidation state dari nitrogen, yaitu bentuk peralihan antara amonia
dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Menurut
Boyd (1988) dalam Effendi (2003), proses denitrifikasi yang terjadi di perairan
sesuai reaksi berikut:
NH 3(g)

NO 3 -(l) NO 2 - (l)
N 2 O (g) N 2(g)

Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis


perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah.
Menurut Effendi (2003), sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah
domestik. Kadar nitrit di perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi
nitrat. Di perairan alami, kadar nitrit sekitar 0.001 mg/l dan tidak melebihi 0.06
mg/l. Kadar nitrit yang lebih dari 0.05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme
perairan yang sangat sensitif.

6) Fosfat
Ortofosfat dan polifosfat merupakan bentuk senyawaan fosfat yang umum
ditemukan di perairan. Di samping bentuk anorganik, senyawa fosfat juga
ditemukan dalam bentuk organik, misalnya asam nukleat, gula fosfat, polifosfat,
dan bentuk senyawa fosfat organik lainnya. Senyawa fosfat di perairan dapat
berasal dari sumber alami (seperti erosi tanah, buangan dari hewan, dan lapukan
tumbuhan) dan dari limbah industri, limbah pertanian, dan limbah domestik.
Keberadaan fosfat yang berlebihan di badan air menyebabkan suatu
fenomena eutrofikasi (Masduqi 2004). Untuk mencegah kejadian tersebut, air
limbah yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu untuk mengurangi
kandungan fosfat sampai pada nilai tertentu (baku mutu efluen 2 mg/l). Dalam
pengolahan air limbah, fosfat dapat disisihkan dengan proses fisika-kimia maupun
biologis.
32

Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah


bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan. Reaksi ionisasi asam ortofosfat
ditunjukkan dalam persamaan berikut:
H 3 PO 4 H+ + H 2 PO 4 -
H 2 PO 4 - H+ + HPO 4 2-
HPO 4 2- H+ + PO 4 3-

Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara


langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis
membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai
sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat
anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan
dengan feri (Fe 2 (PO 4 ) 3 ) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan.
Pada saat terjadi kondisi anaerob Fe3+ mengalami reduksi menjadi Fe2+ yang
bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan, sehingga meningkatkan
keberadaan fosfat di perairan (Brown diacu dalam Effendi 2003).
Kandungan fosfat di perairan meningkat terhadap kedalaman. Menurut
Hutagalung dan Rozak (1997), kandungan fosfat yang rendah dijumpai di
permukaan dan kandungan fosfat yang lebih tinggi dijumpai pada perairan yang
lebih dalam. Senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di
bawah 0.009 mg/l. Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu: perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0.003
0.1 mg/l; perairan mesotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0.011 0.03 mg/l;
dan perairan eutrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0.031 0.1 mg/l.

7) Logam Berat Merkuri, Timbal, dan Kadmium


Logam berat adalah kelompok logam yang memiliki kerapatan yang tinggi
dan secara umum merupakan elemen yang berbahaya di permukaan bumi.
Menurut Hutagalung dan Rozak (1997), logam berat merupakan kelompok logam
yang mempunyai densitas lebih besar dari 5 g/cm3 . Istilah logam berat juga sering
digunakan untuk memerikan logam-logam yang memiliki sifat toksisitas pada
makhluk hidup. Terdapat 80 jenis unsur kimia di muka bumi ini yang telah
teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Secara toksikologi, logam berat dapat
dibagi dalam dua jenis, yaitu:
33

(1) Logam Berat Esensial


Logam berat ini keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan
oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan
efek keracunan. Contoh logam berat jenis ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, dan Mn.
(2) Logam Berat Tidak Esensial
Logam berat ini keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui
manfaatnya atau bahkan bersifat racun. Contoh logam berat tidak esensial
adalah Hg, Pb, Cd, dan Cr.

Kontaminasi logam berat dapat berasal dari proses alam seperti perubahan
siklus alamiah mengakibatkan batu-batuan dan gunung berapi memberikan
kontribusi yang sangat besar ke lingkungan. Di samping itu masuknya logam
berat ke lingkungan adalah akibat faktor manusia, seperti pembakaran minyak
bumi, pertambangan, peleburan, proses industri, kegiatan pertanian, peternakan
dan kehutanan, serta limbah buangan termasuk sampah rumah tangga.
Di dalam air biasanya logam berat berikatan dalam senyawa kimia atau
dalam bentuk ion logam, bergantung pada kompartemen tempat logam tersebut
berada. Biasanya tingkat konsentrasi logam berat dalam air dibedakan menurut
tingkat pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang, dan non polusi. Suatu
perairan dengan tingkat polusi berat biasanya memiliki kandungan logam berat
dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya cukup tinggi. Pada tingkat
polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup di
dalamnya berada dalam batas marjinal.
Secara alami, keberadaan logam berat di perairan biasanya ditemukan dalam
jumlah renik (trace), yaitu kurang dari 1 g/l. Waldichuk dalam Darmono (2001),
melaporkan bahwa konsentrasi logam dalam perairan secara ilmiah berbeda untuk
jenis airnya, karena salah satu logam kandungannya tinggi dalam air tawar dan
logam lain sangat rendah.
Merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80, massa molar 200.59 g/mol, titik
lebur -38.9 oC, titik didih 356.6 oC, dan densitas 13.546 g/ml. Logam Hg
berbentuk cair, berwarna putih perak, dan mudah menguap pada suhu ruangan.
Berbagai produk industri yang mengandung Hg, diantaranya adalah pompa
vokum, bola lampu, penambal gigi, barometer, dan termometer.
34

Di alam, Hg ditemukan dalam bentuk unsur merkuri (Hgo), merkuri


monovalen (Hg+1), dan merkuri bivalen (Hg+2). Di perairan Hg mudah berikatan
dengan klor membentuk ikatan HgCl. Merkuri anorganik (HgCl) akan berubah
menjadi merkuri organik oleh peran mikroorganisme yang terjadi pada sedimen di
dasar perairan. Hg juga dapat bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa
organomerkuri. Menurut Budiono (2002) diacu dalam Widowati et al. (2008),
merkuri yang masuk dalam lingkungan perairan meliputi: (1) Hg anorganik yang
berasal dari air hujan atau air sungai; (2) Hg organik, misalnya fenil merkuri
(C 6 H 5 -Hg), metil merkuri (CH 3 -Hg+), metoksi-etil merkur i (CH 3 O-CH 2 -CH 2 -
Hg); (3) Hg yang terikat dalam bentuk suspended soil sebagai Hg2+; dan (4)
logam Hg yang berasal dari kegitan industri.
Senyawa metil merkuri memiliki kelarutan tinggi dalam tubuh hewan air,
sehingga Hg terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam
jaringan tubuh hewan air. Menurut Wijayanto (2005), akumulasi Hg dalam tubuh
hewan air disebabkan oleh pengambilan Hg oleh organisme air yang lebih cepat
dibandingkan proses ekresi. Kadar Hg dalam ikan bisa mencapai 100 000 kali dari
kadar Hg dalam air di sekitarnya.
Menurut Setyorini (2003a), banyak sungai di Indonesia tercemar merkuri,
antara lain kali Cisadane, kali Pongkor, sungai Siak, sungai Ciliwung, dan kali
Banger yang kesemuanya telah melampaui telah melampau ambang batas.
Penelitian Arisandi (2002) di kali Surabaya menyatakan bahwa sumber
pencemaran Hg berasal dari industri pulp dan kertas, industri batu baterai, dan
sampah rumah tangga berupa baterai, lampu neon, dan AC dengan kandungan Hg
melebihi ambang baku mutu dan konsentrasi yang terus meningkat di bandingkan
kandungan Hg di air pada tahun 2001. Kadar Hg dalam air di beberapa lokasi
sepanjang kali Surabaya di daerah Driyorejo sebesar 0.0584 0.0892 mg/l, di
Warugunung sebesar 0.0275 0.0368 mg/l, di Karang Pilang 0.0134 0.0308
mg/l, di Kemlaten 0.0067 0.0142 mg/l, dan di Kedurus 0.0049 0.0348 mg/l.
Semuanya telah melampaui nilai ambang batas sebesar 0.001 mg/l (Arisandi
2004). Pencemaran merkuri juga terjadi di perairan laut. Hasil penelitian
Pusarpedal (2002) di enam pelabuhan menunjukkan bahwa di dermaga barang
Pelabuhan Baai Bengkulu, kadar Hg mencapai 4.254 g/l, di dermaga peti kemas
Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 2.520 g/l, di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang sebesar 1.080 g/l, sedangkan di Pelabuhan Merak Banten, Pelabuhan
35

Panjang Lampung, dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya kadar Hg kurang dari
1.5 g/l (Widowati 2008).
Kadmium (Cd) adalah unsur kimia yang memiliki nomor atom 40, massa
molar 112.4 g/mol, titik leleh 321 oC, titik didih 767 oC, dan densitas 8.65 g/ml.
Kadmium berwarna putih perak, bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, tidak
larut dalam basa, dan mudah bereaksi.
Logam Cd banyak digunakan untuk elektroplating dan galvanisasi.
Kadmium juga banyak digunakan sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik,
stabilizer plastik, katoda untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan
tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, pigmen untuk gelas,
dan untuk pencampur logam lain, seperti nikel, emas, tembaga, dan besi
(Widowati 2008).
Banyak sungai di Indonesia telah tercemar logam kadmium, seperti Kali
Surabaya, Kali Porong, Sungai Musi, dan sembilan sungai di Bekasi yang
terkontaminasi oleh logam Cd melebihi baku mutu (Setyorini 2003b).
Pencemaran Cd juga terjadi di daerah ekosistem pesisir Kenjeran Surabaya.
Berdasarkan hasil penelitian Imron (2007), rata-rata konsentrasi Cd dalam limbah
industri elektroplating adalah 0.0830 mg/l, industri percetakan sebesar 0.0731
mg/l, industri plastik sebesar 0.0060 mg/l, dan industri makanan sebesar 0.0066
mg/l. Kadar Cd di saluran Kenjeran meliputi konsentrasi Cd di sungai sebesar
0.0295 mg/l dan sedimen sebesar 3.8056 mg/l.
Timbal (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta
mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal memiliki nomor atom 82, massa
molar 207.20 g/mol, titik leleh 328 oC, titik didih 1740 oC, dan densitas 11.34
g/mL. Menurut Darmono (2001), logam Pb mempunyai sifat tahan karat, reaktif,
mudah dimurnikan, bertekstur lunak, dan dengan logam lain dapat membentuk
campuran yang lebih baik daripada logam murninya.
Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0.0002% dari jumlah
kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah kandungan logam lainnya yang ada
di bumi (Palar 2004). Logam Pb banyak digunakan dalam industri baterai,
industri percetakan (tinta), kabel, penyepuhan, pestisida, zat antiletup pada bensin,
zat penyusun patri, dan sebagai formulasi penyambung pipa. Pencemaran timbal
berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah
yang terus meningkat, baik di lingkungan air, udara, maupun tanah.
36

2.3 Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi


Istilah beban pencemaran dikaitkan dengan jumlah total pencemaran atau
campuran pencemar yang masuk ke dalam lingkungan oleh suatu industri atau
kelompok industri pada areal tertentu dalam periode waktu tertentu. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, beban pencemaran adalah jumlah
suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Besarnya beban
pencemaran ditentukan melalui pengukuran langsung debit air sungai dan
konsentrasi limbah yang ada di sekitar sungai tersebut. Pada daerah pemukiman,
beban pencemaran biasanya diperhitungkan melalui kepadatan penduduk dan
rata-rata per orang per hari dalam membuang air limbah. Persamaan yang
digunakan untuk menentukan beban pencemaran perairan adalah sebagai berikut:

BP = Q x C i x (1 x 10 -6 x 12 x 30 x 24 x 3600) (1)

Debit air (Q) dihitung dengan rumus:

Q=axv (2)

Total beban pencemaran dari suatu sumber ditentukan dengan persamaan:


n
TBP = BP
i =1
(3)

Keterangan: Q = debit air (m3/detik)


C i = konsentrasi parameter ke-i (mg/l)
BP = beban pencemaran yang berasal dari sumber (ton/tahun)
a = luas bagian penampang basah (m2)
v = kecepatan aliran rata-rata (m/detik)
TBP = total beban pencemaran yang masuk ke perairan.

Kapasitas asimilasi perairan adalah kemampuan perairan dalam memulihkan


diri akibat masuknya limbah tanpa menyebabkan penurunan kualitas lingkungan
yang ditetapkan sesuai peruntukannya (Quano 1993). Kemampuan asimilasi
sangat dipengaruhi oleh adanya proses pengenceran maupun perombakkan bahan
pencemar yang masuk ke perairan.
Pengukuran kapasitas asimilasi bersifat spesifik bergantung pada lokasi,
membutuhkan pengembangan dari model hidrolik dan komputer yang
menggunakan elemen terbatas dari persamaan penyebaran larutan (UNEP 1993).
37

2.4 Kondisi Sungai-sungai di Indonesia


Pencemaran air merupakan persoalan khas yang terjadi di sungai-sungai dan
badan-badan air di Indonesia. Sungai merupakan satu kesatuan antara wadah air
dan air yang mengalir, karena itu kesatuan sungai dan lingkungan merupakan
suatu persekutuan mendasar yang tidak terpisahkan (Sunaryo et al. 2007). Air
mengalir ke Sungai melalui berbagai jalur dan volume air yang mengalir
dipengaruhi oleh sumber air, iklim, vegetasi, topografi, geologi, pemanfaatan
lahan, dan karakteristik tanah. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi
kecepatan aliran dan komposisi kimia dalam air sungai. Sebagian besar sungai di
Indonesia memiliki siklus tahunan yang ditentukan oleh curah hujan, sehingga
terdapat perbedaan volume aliran pada musim hujan dan musim kemarau. Curah
hujan tinggi akan meningkatkan rata-rata ketinggian air sungai dan kecepatan
aliranpun meningkat. Jika sungai tidak mampu menampung kenaikan volume air,
maka air akan mencapai daerah batas sungai saat permukaan tinggi hingga
meluber ke daerah tepi sungai.
Wilayah Indonesia memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar 21%
persediaan air Asia Pasifik (KLH 2005a). Namun akibat kecenderungan konsumsi
air naik secara eksponensial, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung
menurun akibat kerusakan alam dan pencemaran berbagai permasalahan mulai
muncul. Sumber pencemaran air terutama disebabkan aktivitas manusia dan
dipicu secara kuadratika oleh pertumbuhan penduduk.
Air merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah
terkontaminasi akibat berbagai aktivitas manusia. Berbagai macam kegiatan
industri dan teknologi saat ini apabila tidak disertai dengan program pengelolaan
limbah yang baik akan memungkinkan terjadinya pencemaran air. Pencemaran
atau polusi terjadi jika dalam lingkungan hidup manusia baik lingkungan fisik,
biologi dan sosial terdapat suatu bahan pencemar yang ditimbulkan oleh proses
aktivitas manusia yang berakibat merugikan terhadap kehidupan manusia baik
langsung maupun tidak langsung. Menurut Odum (1996), pencemaran air terjadi
akibat adanya perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi yang tidak dikehendaki
pada air.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, pencemaran air
adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
38

sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya. Dengan demikian masalah pencemaran air terkait dengan
tiga hal penting, yaitu (1) unsur yang masuk atau dimasukkan ke dalam air, (2)
kualitas dan atau penurunan kualitas air, dan (3) peruntukan air.
Perairan sungai di seluruh Indonesia umumnya menerima sejumlah besar
aliran sedimen baik secara alamiah, buangan industri, buangan limbah rumah
tangga, aliran air permukaan, daerah urban, dan pertanian. Terkadang sebuah
sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan
pencemar yang sangat besar (Darmono 2001). Menurut Sunaryo et al. (2007), di
kawasan perkotaan pencemaran air pada sungai dan badan air lain terutama
disebabkan oleh sektor domestik, berupa limbah cair dari rumah tangga dan
industri rumah tangga. Tiga penyebab utama tercemarnya sungai atau badan air
adalah:
1. Peningkatan konsumsi atau penggunaan air sehubungan dengan peningkatan
ekonomi dan taraf masyarakat dengan konsekuensi meningkatnya air limbah
yang mengandung berbagai senyawa tertentu;
2. Terjadinya pemusatan penduduk dan industri diikuti dengan peningkatan
buangan yang tertampung di perairan sehingga daya pemulihan diri perairan
terlampaui, akibatnya perairan menjadi tercemar dengan tingkat yang
semakin berat.
3. Kurangnya atau rendahnya investasi sosial ekonomi budaya untuk
memperbaiki lingkungan, seperti investasi untuk sistem sanitasi dan
perlakuan lainnya.

Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan
pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi
sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang
diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbaharui, namun
proses pengenceran, degradasi dan non degradasi pada arus sungai yang lambat
tidak dapat menghilangkan polusi limbah oleh proses penjernihan alamiah. Hal ini
mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut yang pada batas tertentu dapat
menimbulkan persoalan lingkungan yang lebih luas.
Selain menghadapi permasalahan kekritisan air sungai yang dinilai dari
besarnya fluktuasi debit air maksimum dan minimum, kualitas air sungai-sungai
di Indonesia juga telah banyak yang menurun karena pencemaran. Akibatnya air
39

bersih menjadi terbatas. Hasil pemantauan kualitas air di 30 sungai di Indonesia


pada tahun 2005 yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH
2005a) menunjukkan bahwa, lebih dari 50% parameter yang dipantau seperti DO
(dissolved oxygen), BOD (biochemical oxygen demand), COD (chemical oxygen
demand), PO 4 3-, NO 3 -, NH 3 , pH dan TSS (total suspended solid), sudah tidak
memenuhi kriteria mutu air kelas I. Berdasarkan kandungan DO, hanya 30% dari
keseluruhan sampel yang diambil yang memenuhi kriteria mutu kelas I,
sedangkan parameter BOD hanya 19%, parameter COD 37%, PO 4 3- 42%, TSS
55%, NH 3 80%, dan parameter pH 93%. Hasil pemantauan KLH bekerja sama
dengan instansi lingkungan hidup di tingkat provinsi tahun 2007 juga
menunjukkan kecenderungan serupa. Hasil pemantauan kualitas air pada 33
sungai di 30 provinsi tahun 2007 menunjukkan bahwa lebih dari 50% sampel air
yang diambil untuk parameter DO hanya 29% yang memenuhi nilai DO sesuai
dengan kriteria mutu air (KMA) kelas 1, sedangkan parameter BOD hanya 25%,
parameter COD 28%, fenol 18%, fecal coli 29%, dan total coliform 40% (KLH
2008a).
Pada umumnya sungai dapat melakukan proses asimilasi, yaitu proses
membersihkan diri dari polutan yang terjadi karena proses fisik misalnya aliran
air dari faktor lain seperti deoksigenasi dan aerasi. Tetapi sebagaimana sumber
daya alam lainnya, daya dukung sungai akan terlampaui jika tingkat pencemaran
yang ditanggung sungai melampaui daya dukungnya sehingga akan menyebabkan
pencemaran air sungai karena parameter-parameter kualitas air melebihi dari
standar yang ditentukan.

2.5 Gambaran Umum Kali Surabaya


Kali Surabaya bersama dengan Kali Mas dan Kali Wonokromo merupakan
sungai utama di Surabaya yang merupakan DAS Brantas. Kali Surabaya
merupakan anak Kali Brantas yang terbentang sepanjang 41 km mulai Dam
Mlirip sampai Dam Jagir. Aktivitas industri dan rumah tangga di sepanjang
bantaran Kali Surabaya telah menyebabkan degradasi lingkungan yang dapat
menyebabkan penurunan kualitas air. Kali Surabaya berperan penting bagi
kehidupan masyarakat, khususnya yang tinggal di Kota Surabaya. Ini disebabkan
air Kali Surabaya menjadi pemasok utama sumber air baku PDAM yang melayani
lebih dari tiga juta penduduk Kota Surabaya. Selain itu, Kali Surabaya juga
memberikan peranan penting bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai
40

sebagai air baku untuk keperluan domestik (mandi, cuci, kakus) penduduk Kota
Surabaya dan sekitarnya, termasuk masyarakat industri yang memanfaatkan air
sungai sebagai salah satu komponen dalam proses produksinya. Menurut BLH
Kota Surabaya (2009), Kali Surabaya memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai sumber air baku bagi PDAM Surabaya, kegiatan industri,
kawasan perumahan, dan pertanian;
b. Pengendali banjir Kota Surabaya dan sekitarnya, dengan pengaturan debit
di pintu air Mlirip dan Gunungsari;
c. Pemasok air sebagai aliran dasar (base flow) sebesar 7.5 m3/detik yang
berfungsi untuk pengenceran limbah industri dan limbah domestik dan
mempertahankan ekosistem sungai, baik di Kali Surabaya sendiri maupun
saluran drainase kota;
d. Sebagai sarana wisata dan olahraga air;
e. Sebagai sarana transportasi air.

Pengambilan air Kali Surabaya akan mempengaruhi debit air Kali Surabaya.
Secara umum pengambilan air Kali Surabaya melalui dua cara, yaitu keluar
melalui anak sungai dan pengambilan air langsung di Kali Surabaya. Data
pengambilan air rata-rata untuk kebutuhan industri dan sejenisnya dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8 Data pengambilan rata-rata air Kali Surabaya untuk industri
No Nama Perusahaan Alamat Debit
(liter/detik)
1 PDAM Ngagel I dan II Ngegel 3,343.18
2 PDAM Ngagel III Ngegel 1,970.15
3 Rikat Mas Wonokromo 0.32
4 Bakat Mas Wonokromo 0.30
5 Kebun Binatang Surabaya Wonokromo 20.19
6 Yani Golf Gunungsari 5.88
7 PT. Patra Gunungsari 4.62
8 PT. Pakuwon Dharma Gunungsari 42.94
9 PT. Grand Family View Gunungsari 49.04
10 PT. Adibaladhika Agung Gunungsari 17.21
11 PT. Semen Gresik Kedurus 58.52
12 PT. Sarimas Permai Kedurus 0.55
13 UD. Wildan Jaya Kedurus 0.83
14 PT. Gawerejo Kedurus 1.50
15 Per. Tahu Legowo Kedurus 1.15
16 Pabrik Es Kali Brantas Kedurus 16.15
17 UD. Sandang Jaya Kedurus 0.53
18 PT. Sumber Niaga Tama Abadi Kedurus 1.15
19 PT. Jaya Ready Mix Kemlaten 0.53
20 UD. Bangun Jaya Kebraon 421 0.15
21 PT. Pakabaya Pagesangan 2.88
41

Tabel 8 (Lanjutan)
No Nama Perusahaan Alamat Debit
(liter/detik)
22 UD. Tirta Kencana Jaya Pagesangan 4.04
23 UD. Sumber Air Pagesangan 1.44
24 Per. Tahu Budi Purnomo Pagesangan 3.19
25 PT. Jayabaya Raya Pagesangan 0.31
26 CV. Suud Jaya Sepanjang 2.08
27 PT. Iki Mutiara Karang Pilang 1.88
28 PT. Karang Pilang Agung Karang Pilang 1.92
29 PT. Platinum Keramik Ind. Karang Pilang 19.20
30 PDAM Karang Pilang I Karang Pilang 1,585.16
31 PDAM Karang Pilang II Karang Pilang 3,403.30
32 PT. Panca Wira Usaha Jatim Karang Pilang 0.32
33 Per. Plastik Candi Mas Karang Pilang 0.29
34 PT. Merak Jaya Beton Karang Pilang 0.50
35 PT. Alam Jaya Karang Pilang 0.23
36 Per. Tahu Halim Jaya Mastrip 183 1.73
37 Per. Tahu Soponyono Mastrip 1.04
38 PT. Kedawung Setia CCBI Waru Gunung 3.83
39 PT. Spindo Waru Gunung 6.92
40 PT. Sepanjang Agung Waru Gunung 0.24
41 PT. Waru Gunung Waru Gunung 1.47
42 Pabrik Tegel LTS Waru Gunung 0.08
43 PT. Suparma Waru Gunung 181.42
44 PT. Kedawung Setia Waru Gunung 5.47
45 Bumi Palapa Bambe 0.13
46 Genteng & Batu Bata Bambe Bambe 0.32
47 PT. Surabaya Meka Box Bambe 4.75
48 Asahi Flat Glass II Bringin Bendo 0.60
49 Asahi Flat Glass III Tanjungsari 12.64
50 PT. Miwon Driyorejo 121.77
51 PDAM Legundi Driyorejo 391.00
52 PT. Sinar Sosro Driyorejo 6.55
53 PDAM Krikilan Driyorejo 121.27
54 PT. Ciputra Surya Driyorejo 95.41
55 CV. Indradhanu Driyorejo 2.19
56 UD. Karya Luhur Driyorejo 18.14
57 PT. Wing Surya Driyorejo 21.11
58 PT. Emdeki Utama Driyorejo 50.92
59 Surabaya Agung Ind. Kertas Semambung 243.65
60 PT. Adya Buana Persada Wringin Anom 10.44
61 PT. Adi Prima Suraprinta Wringin Anom 218.11
62 PT. Keramik Diamond Wringin Anom 19.60
63 PT. Prima Elektrik Power Wringin Anom 34.64
64 CV. Sidomakmur Legundi 1.19
65 PT. Petrokimia A. Yani Gresik 252.19
66 Persh. Tahu Sumber Tani Ngelom 0.06
67 Persh. Kecap Samajaya Ngelom 0.74
68 Persh. Susu Farida Ngelom 0.17
69 Persh. Susu Lani Ngelom 0.08
70 PT. Arica Kharisma Agung Ngelom 0.83
Jumlah 12,392.39
Sumber : PJT I (2008).
42

Menurut Bapedal Jatim (2006), kualitas air Kali Surabaya mengalami


penurunan sejak dimulainya industrialisasi pada awal tahun 1980-an. Penurunan
kualitas air ditandai oleh tingginya kandungan bahan pencemar dalam air Kali
Surabaya hingga melewati kriteria mutu air kelas 1, punahnya biota alami seperti
nyambik, bulus, berbagai jenis burung, ikan dan kerang air tawar, serta seringnya
terjadi kematian ikan secara masal.
Pembuangan air / limbah industri ke sungai akan menyebabkan menurunnya
kualitas air sehingga meningkatkan biaya penyediaan air bersih bagi masyarakat,
terutama masyarakat menengah ke bawah. Air sungai yang terpolusi juga
membahayakan kesehatan dan kehidupan masyarakat yang tinggal dan bekerja di
area sekitar sungai, selama mereka tetap menggunakannya secara langsung. Hal
ini terjadi karena keterbatasan mereka yang tinggal di sepanjang sungai. Sebagian
besar masyarakat yang tinggal di sekitar sungai adalah masyarakat dengan sosial
ekonomi rendah.
Aliran Kali Surabaya secara umum dikontrol oleh Perum Jasa Tirta (PJT)
menggunakan pintu air di Mlirip dengan debit yang diatur dari 80 100 m3/detik
selama musim hujan dan 15 20 m3/detik selama musim kemarau. Sebagian
besar kebutuhan air minum kota Surabaya disuplai dari Kali Surabaya melalui
PDAM Surabaya.
Berdasarkan data Dinas Pengairan PU (1989), suplai air minum dari sungai
ini diperkirakan tidak kurang dari 8000 l/det, 1000 l/det untuk air industri dan
sisanya untuk pertanian, perikanan, dan pengenceran untuk menjaga kualitas air
terutama di daerah kota Surabaya. Kondisi debit Kali Surabaya pada musim hujan
cukup tinggi sehingga dapat melarutkan beberapa kontaminan yang ikut terbuang
dari limbah cair. Pada musim kemarau, dimana debit sangat terbatas, kemampuan
pengenceran dan purifikasi sendiri tidak dapat menjaga kualitas air sesuai dengan
standar peruntukan air baku air minum, meskipun beberapa industri telah
mengolah limbah cair sendiri sesuai standar efluen industri. Hal ini diindikasikan
oleh parameter pencemar sungai seperti BOD, COD dan sebagainya.
Pada musim kemarau, umumnya mulai dari bulan Mei atau pada waktu yang
dibutuhkan, PJT mengaliri Kali Surabaya dengan air dalam jumlah besar dengan
interval waktu yang pendek. Penggelontoran ini memiliki efek pembersihan
sedimen yang terakumulasi, lumpur, material organik bersama-sama air yang
43

telah terpolusi di Kali Surabaya. Seluruh material ini akhirnya tercuci ke laut di
Selat Madura.
Berkaitan dengan masalah polusi air di Kali Surabaya, daerah sepanjang
Kali Surabaya merupakan daerah yang cukup padat. Sebagai contoh, hanya ada
dua jalan raya yang melayani lebih dari 60 industri dan 500000 orang. Jalan ini
secara kontinu selalu mengalami perbaikan akibat kendaraan-kendaraan besar dan
truk-truk volume besar yang melayani industri-industri tersebut. Selain itu di
pinggir jalan juga terdapat jalur gas dan air (Dinas Pengairan PU 1989).
Kali Surabaya merupakan sungai yang bertipe sungai tropis di daerah delta,
berlumpur di musim hujan karena erosi dari hulu. Lumpur dari hulu bersama-
sama padatan dan serat dari industri mencemari sungai sehingga meningkatkan
beban padatan. Kualitas air Kali Surabaya yang buruk menyebabkan unit
penjernihan air PDAM mengalami kesulitan untuk mengolah air minum. Lokasi
pengambilan air Kali Surabaya oleh PDAM merupakan tempat menumpuknya
limbah di sepanjang Kali Surabaya. Secara umum Kali Surabaya di hulu masih
baik dari Mojokerto, tetapi setelah melewati daerah Semambung Wetan, di mana
banyak pabrik berdiri, kondisi Kali Surabaya mulai menurun bahkan buruk. Dari
Tabel 9, dapat dilihat kualitas air tempat pengambilan air PDAM Surabaya.
Tabel 9 Data intake PDAM Surabaya
Tahun Karang Pilang Ngagel
BOD (mg/l) COD (mg/l) BOD (mg/l) COD (mg/l)
1993 10.0 22.0 9.0 20.0
1994 12.0 24.0 9.0 20.0
1995 12.0 27.0 8.0 30.0
1996 8.6 20.0 11.1 21.0
2003 7.8 24.6 5.1 25.5
2004 4.9 23.9 5.2 22.2
2005 7.1 27.6 6.9 24.8
2006 8.2 24.3 6.6 22.0
2007 7.3 23.9 6.9 20.8
2008 5.7 19.5 6.1 20.4
Rata-rata 8.36 23.68 7.39 22.67
Standar 2.0 10.0 2.0 10.0
Sumber : Dinas Pengairan PU (1997), BLH Kota Surabaya (2009), PJT I (2009).

Di sepanjang Kali Surabaya, saat ini terdapat empat pabrik besar yang
diperkirakan menyumbangkan 80% dari seluruh beban polusi industri yang
mencemari Kali Surabaya, yaitu PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox,
PT Suparma dan PT Miwon. Keempat industri ini membuang debit limbahnya
mencapai 50000 m3/hari ke Kali Tengah atau langsung ke Kali Surabaya.
44

Industri-industri ini berlokasi di antara Kecamatan Driyorejo (21 km dari Dam


Mlirip) hingga pengambilan air PDAM Surabaya di Karang Pilang (33 km dari
Dam Mlirip) (Dinas Pengairan PU 1989).
Limbah cair dari industri kertas mengandung serat lignin yang tidak dapat
didegradasi secara biologis. Kondisi ini diperburuk dengan adanya polusi terlarut
yang berasal dari bahan aditif pada limbah cardboard yang merupakan bahan
baku proses. PT Suparma telah membangun unit proses penanganan limbah cair
yang terdiri atas unit dissolved air flotation untuk setiap mesin kertas, bak aerasi,
unit flotasi, bak pengendap tahap kedua dan unit filtrasi, namun IPAL yang
dimiliki tidak kontinu dijalankan karena biaya operasional yang cukup mahal.
Beberapa industri di sepanjang Kali Surabaya telah membangun unit penanganan
limbah cair sendiri, namun masih belum mencukupi untuk menjaga agar kualitas
efluen sesuai standar kualitas air sungai.
Kehidupan akuatik di Kali Surabaya telah jauh menurun seperti invertebrata
kecil dan ikan yang merupakan indikator ekologis. Sejumlah spesies dan
komunitas flora dan fauna telah hilang dari Kali Brantas terutama di Kali
Surabaya. Indikator lain adalah matinya tanaman pangan disebabkan telah
terkontaminasinya air irigasi yang diambil dari sungai. Bahkan telah terjadi
kematian di beberapa tambak-tambak ikan, udang di daerah muara DAS Brantas
yang merupakan daerah hilir Kali Surabaya. Kapasitas asimilasi polusi sungai
hanya tinggi pada musim hujan seiring dengan tingginya laju alir dan efek
pengenceran. Akan tetapi pada musim kemarau, sungai kelebihan polutan
organik terlarut ataupun tidak terlarut (Harnanto 2005).
Berdasarkan data rata-rata penggunaan air di DPS Kali Brantas, sekitar
7.5% air digunakan untuk penggelontoran maupun pengenceran, yang selama ini
terutama dilaksanakan di Kali Surabaya. Apabila beban pencemar dapat dikurangi
maka penggunaan air untuk keperluan pengenceran maupun penggelontoran dapat
ditekan dan penggunaannya dapat dialokasikan bagi pemanfaat lain. Perincian
penggunaan air dapat dilihat pada Tabel 10.
Menurut Terangna et al. (1992), Kali Surabaya memiliki tingkat
pencemaran sangat tinggi karena beban pencemaran yang diterima tidak seimbang
dengan daya dukung sungai. Berdasarkan studi daya dukung Kali Surabaya
terhadap beban pencemaran, air limbah industri pada daerah aliran Kali Surabaya
pada umumnya tidak memenuhi persyaratan BOD dan COD berdasarkan Baku
45

Mutu Air Limbah Kep.Men-02/KLH/1/1988. Apabila pengaturan debit sungai


dapat dilakukan melalui pintu bendung, maka dengan kapasitas debit maksimum
sungai sebesar 40 m3/det perbaikan mutu air hanya dapat dilaksanakan sampai
desa Cangkir atau sekitar 10 km ke hilir desa Semambung. Oleh karena itu,
berdasarkan kapasitas daya dukungnya Kali Surabaya tidak mampu lagi
menerima beban tambahan bahkan diperlukan penurunan beban melalui
peningkatan efisiensi pengolahan limbah sebesar 19% - 92% dari hulu ke hilir.

Tabel 10 Rincian penggunaan air Kali Brantas


No Uraian Volume (m3 x 1000)
1 Irigasi 2 373 000
2 Air minum 128 170
3 Industri 131 655
4 Penggelontoran 233 000
5 Lain-lain 144 185
Total 3 109 910
Sumber: Suprapto dan Indahyani (1995) dalam Novita dan Indarto (2006).

Berdasarkan studi industri oleh Departemen PU (1989), persentase sumber


polusi industri di DAS Brantas adalah 21% berada di hulu Mojokerto, 41%
berlokasi di sepanjang Kali Surabaya dan 38% berasal dari industri yang berlokasi
di Kali Mas, Wonokromo dan Kali Porong. Sumber limbah cair industri terbesar
di DAS Brantas adalah industri kertas dan pulp, pabrik minyak nabati,
penyulingan dan transformasi makanan tradisional termasuk rumah potong hewan.
Menurut Novita dan Indarto (2006) dan Witanto (2006), jumlah industri di
Kali Surabaya dan dianggap potensial sebagai sumber pencemaran kurang lebih
40 buah, terdiri dari berbagai jenis industri yang antara lain industri kimia (9
buah), penyamakan kulit (1 buah), kertas (5 buah), logam (7 buah), minyak (3
buah), makanan-minuman (5 buah), karet (2 buah), keramik (3 buah), sabun (2
buah), sumpit (1 buah), tekstil (1 buah) dan gula (4 buah). Dari jumlah tersebut
yang masuk prioritas Prokasih ada 15 buah. Besarnya beban pencemaran dari
sektor industri yang masuk ke Kali Surabaya bervariasi dari 20.3% hingga 58.9%
(1992-1993) atau dari 34.56% hingga 77.92% (1993-1994).
Pembersihan air limbah menurut Terangna et al. (1992), pada dasarnya
dapat dilakukan secara individual atau sendiri-sendiri oleh masing-masing
industri. Sistem ini sebenarnya telah dimiliki oleh beberapa industri di sepanjang
Kali Surabaya, meskipun demikian sebagian besar belum beroperasi dengan baik.
46

Hal ini terlihat dari pengurangan jumlah beban pencemaran zat organik dari 8.6
ton/hari pada tahun 1986 menjadi 3.7 ton/hari pada tahun 1991. Pengendalian
pencemaran air yang menitikberatkan semata-mata kepada sistem pembersihan air
limbah oleh setiap industri tidak dapat dijadikan jaminan terbebasnya air Kali
Surabaya dari ancaman pencemaran air. Apabila diinginkan agar Kali Surabaya
terbebas sepenuhnya dari pencemaran air, sehingga dapat menjamin mutu sumber
baku air minum sepanjang tahun, maka diperlukan saluran pengumpul air limbah
untuk industri sepanjang Kali Surabaya dan pada ujung saluran pengumpul
tersebut dapat dibangun instalasi pengolahan air limbah secara gabungan (cluster).
Menurut Puslitbang Pengairan (1990), saat ini hanya ada beberapa industri
yang memiliki UPL dan banyak diantaranya tidak memenuhi syarat, sewaktu-
waktu dioperasikan bila ada pemeriksaan, kecuali untuk beberapa industri besar
yang didanai oleh asing serta industri-industri yang berada di lokasi pusat industri.
Motivasi untuk menanamkan modal pada usaha pengendalian pencemaran
umumnya sangat rendah, karena (1) pengawasan pemerintah belum efektif, (2)
cara-cara untuk implementasi dan syarat-syarat penanganan belum dikembangkan,
(3) masih belum cukup ahli yang mampu dalam mengatasi masalah polusi industri
dan sistem desain yang efektif dari segi biaya.

2.6. Bahan Kimia Toksik


Bahan kimia toksik adalah setiap bahan kimia yang mempunyai efek negatif
terhadap organisme hidup. Kapasitas bahan kimia untuk menimbulkan cedera
atau gangguan dinyatakan dalam besaran toksisitas. Toksisitas adalah derajat efek
yang dapat ditimbulkan oleh senyawa-senyawa yang bersifat toksik (racun)
terhadap organisme. Wisaksono (2002), mendefinisikan toksisitas sebagai potensi
bahan kimia untuk meracuni tubuh orang yang terpapar. Toksisitas banyak
dinyatakan dalam LD-50 (lethal doses) dengan satuan mg/kg bb, yaitu jumlah
bahan yang dapat mematikan 50% binatang percobaan. LD-50 memerlukan
informasi jenis binatang percobaan, cara pemberian bahan dan waktu pengamatan.
Imamkhasani (2004), mengelompokkan jenis bahan toksik yang perlu
diwaspadai, antara lain:
1. Toksik (harmful) adalah bahan yang menyebabkan kerusakan sementara
atau permanen pada fungsi organ tubuh;
2. Korosif adalah bahan yang bereaksi terhadap jaringan tubuh;
47

3. Iritan adalah bahan yang menyebabkan iritasi pada jaringan tubuh;


4. Sensitisasi adalah bahan yang menyebabkan alergi;
5. Karsinogenik adalah bahan penyebab kanker;
6. Mutagenik adalah bahan penyebab kerusakan DNA sel;
7. Teratogenik adalah bahan penyebab abnormalitas pada janin.

Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat lewat pernafasan (inhalasi),
kulit (absorpsi) dan tertelan (lewat usus atau ingestion). Inhalasi merupakan jalur
masuk bahan kimia yang terpenting karena setiap bahan dalam udara dapat
terhisap ke dalam paru-paru. Dampaknya bergantung pada konsentrasi, lama dan
konsentrasi pemaparan serta kecepatan penghisapan. Absorbsi lewat kulit adalah
jalur kedua, di mana zat dapat masuk ke tubuh lewat kulit seperti absorpsi pelarut
organik atau kontak dengan uap konsentrasi tinggi. Proses absorpsi menjadi lebih
intensif apabila zat pelarut tersebut melarutkan lemak pada kulit sehingga bahan
lebih mudah masuk dalam tubuh. Jalur masuk lewat mulut atau tertelan jarang
terjadi, kecuali kontaminasi dalam penyimpanan bahan atau adanya bahan dalam
saluran pernafasan yang terbawa ke tenggorokan dan masuk dalam perut.
Efek paparan bahan kimia terhadap manusia dapat bersifat akut, sub kronik
dan kronik. Efek akut dapat diartikan sebagai paparan jangka pendek pada
konsentrasi tinggi dan dampaknya segera dapat diamati, misalnya sakit, iritasi,
pingsan atau mati. Menurut Rahmadi (2008), toksisitas akut timbul pada selang
waktu yang sangat singkat, yaitu 24 dan 48 jam. Uji toksisitas akut dimaksudkan
untuk menentukan suatu gejala akibat pemberian suatu senyawa dan untuk
menentukan peringkat letalitas senyawa tersebut. Efek subkronik adalah efek
yang ditimbulkan setelah penggunaan bahan-bahan yang bersifat toksik selama
beberapa minggu atau bulan, sedangkan efek kronik adalah akibat pemaparan
jangka panjang (beberapa bulan atau tahun), penyakit yang timbul berkembang
secara perlahan-lahan dan dampak yang ditimbulkan biasanya tidak reversibel.
Uji standar untuk toksisitas akut adalah memberi hewan coba bahan kimia
dengan jumlah yang semakin meningkat dalam kurun waktu 14 hari hingga
binatang percobaan tersebut mati. Dosis yang mematikan untuk inhalasi bahan
kimia dalam bentuk gas atau aerosol juga dapat diuji menggunakan LC-50 (lethal
concentration), yaitu konsentrasi mematikan untuk 50% binatang percobaan. LD-
50 dan LC-50 digunakan secara luas sebagai indeks toksisitas. Kriteria yang
sering dipakai untuk klasifikasi efek toksik akut pada binatang disajikan pada
48

Tabel 11. Wisaksono (2002) dan Soemirat (2005), mengklasifikasikan toksisitas


akut bahan kimia terhadap manusia dengan menggunakan skala Hodge dan
Sterner, seperti ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 11 Klasifikasi toksisitas akut pada binatang


Toksisitas LD 50 Oral Mencit LD 50 Dermal Mencit atau LC 50 Inhalasi Mencit
(mg/kg bb) Kelinci (mg/kg bb) (mg/m3/4jam)
Berbahaya 200 2 000 400 2 000 2 000 20 000
Beracun 25 200 50 400 500 2 000
Sangat beracun < 25 < 50 < 500
Sumber: Wisaksono (2002).
Tabel 12 Klasifikasi toksisitas akut pada manusia
No Tingkat Toksisitas Dosis
1 Praktis tidak beracun > 15 g/kg bb
2 Agak beracun 5 15 g/kg bb
3 Toksisitas sedang 0.5 5 g/kg bb
4 Sangat beracun 50 500 mg/kg bb
5 Luar biasa beracun 5 50 mg/kg bb
6 Super toksik < 5 mg/kg bb
Sumber: Wisaksono (2002), Soemirat (2005).

Menurut Soemirat (2005), taraf toksisitas (Tabel 12) di atas dapat


digunakan untuk menilai taraf toksisitas suatu racun yang sedang diuji-coba pada
berbagai organisme.

2.7 Dampak Pencemaran Air terhadap Ekosistem dan Kesehatan Manusia


Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan
mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk, sehingga akan
mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta makhluk hidup
lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna,
produktivitas, daya dukung, dan daya tampung dari sumber daya air, yang pada
akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam.
Pencemaran sungai oleh limbah industri dan limbah domestik serta akibat
aktivitas manusia lainnya, berlangsung semenjak hadirnya bahan pencemar dalam
air yang selanjutnya mengakibatkan efek pencemaran pada ekosistem sungai
tersebut. Menurut Santosa et al. (2000), akibat terjadinya pencemaran sungai
maka keseimbangan sistem sungai akan bergeser ke arah keseimbangan baru
sehingga akan terjadi perbedaan fungsional dibanding keadaan semula. Perbedaan
49

ini disebut dampak pencemaran pada ekosistem sungai. Sungai yang tercemar air
limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam sungai
tersebut. Hal ini akan menyebabkan kehidupan organisme air yang membutuhkan
oksigen terganggu dan mengurangi perkembangannya. Selain disebabkan
kekurangan oksigen, kematian kehidupan di dalam air dapat juga disebabkan oleh
adanya zat beracun. Selain kematian pada ikan-ikan, dampak lainnya adalah
kerusakan pada tanaman/tumbuhan air.
Menurut WHO (2006), bahan pencemar yang menimbulkan ancaman
terbesar pada lingkungan akuatik adalah air kotor, nutrien berlebih, senyawa
organik, sampah, plastik, logam, hidrokarbon, dan hidrokarbon polisiklik
aromatik (PAH). Air kotor yang tidak diolah yang berasal dari limbah domestik
baik berupa limbah cair domestik yang berasal dari air cucian seperti sabun,
deterjen, minyak, dan pestisida maupun limbah cair domestik yang menghasilkan
senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat akan
mengakibatkan penurunan kualitas air. Menurut Garno (2001), untuk
menguraikan limbah tersebut diperlukan oksigen sehingga selama proses
penguraian limbah oksigen terlarut dalam perairan menurun dengan tingkat
penurunan berbanding lurus dengan jumlah limbah yang diurai. Penguraian
limbah dapat menghasilkan senyawa lain yang berupa nutrien (terutama fosfor
dan nitrogen) dan gas (NH 3 dan H 2 S) yang beracun bagi organisme lain. Limbah
organik sebagian besar ada di lapisan bawah badan air, karenanya dampak
penguraian yang berupa penurunan oksigen terlarut dan timbulnya gas-gas
beracun terjadi di lapisan bawah badan air dan mengakibatkan jatah oksigen bagi
biota air berkurang jumlahnya.
Kehidupan organisme akuatik bergantung pada kandungan oksigen terlarut
dalam air. Pada saat organisme akuatik mengkonsumsi bahan-bahan organik,
kandungan oksigen terlarut akan menurun. Penurunan kadar oksigen terlarut
umumnya menyebabkan ikan mati. Limbah peternakan dan bahan organik adalah
sumber umum dari bahan-bahan yang butuh oksigen. Limbah organik, logam, dan
nutrien yang dapat teroksidasi semuanya membutuhkan oksigen untuk
mendegradasi bahan-bahan tersebut. Jika kandungan bahan yang butuh oksigen
cukup tinggi, maka oksigen terlarut yang tersedia untuk kehidupan akuatik
menurun yang mengakibatkan organisme akuatik mengalami tekanan atau
kematian. Deplesi oksigen dapat menyebabkan masalah kualitas air pada badan-
50

badan air. Penurunan kadar oksigen dalam air sering mengakibatkan peristiwa
ikan mati masal akibat kekurangan oksigen (Garno 2001; Salim 2002).
Keberadaan nutrien secara berlebihan dapat mengakibatkan pertumbuhan
tak terkendali yang membahayakan kehidupan atau dapat bersifat toksik terhadap
beberapa bentuk kehidupan akuatik. Salah satu hasil penguraian limbah organik
adalah nutrien dalam bentuk fosfor dan nitrogen yang siap diasimilasi oleh
tumbuhan air, termasuk fitoplankton. Pemasukkan/ pembuangan limbah organik
yang terus menerus ke dalam suatu badan air akan memicu pertumbuhan
fitoplankton yang berlebihan sehingga air berwarna hijau pekat, fenomena ini
disebut blooming (Garno 2002). Fenomena blooming pada umumnya kurang
menguntungkan bagi organisme lain, utamanya di malam hari. Hal ini disebabkan
di malam hari fitoplankton memerlukan oksigen untuk respirasi bagi yang hidup
dan dekomposisi bagi yang mati. Pada umumnya, fitoplankton berada pada
lapisan atas badan air. Karenanya, kejadian blooming dapat mengakibatkan
menurunnya kandungan oksigen di lapisan atas badan air di malam hari.
Nitrogen dalam bentuk N-NH 3 , N-nitrat, dan N-NO 2 umumnya berasal dari
penggunaan pupuk secara berlebihan dan dapat memberikan dampak negatif pada
air permukaan jika konsentrasinya cukup tinggi. Molekul amoniak (NH 3 ) bersifat
sangat toksik terhadap organisme akuatik terutama ikan dan plankton. Amonia
dapat menaikkan pH air. Pada konsentrasi yang tinggi, amonia dapat
menyebabkan eutrofikasi terhadap air. Amonia dalam jumlah besar dapat terurai
menjadi nitrit dan nitrat.
Dalam tubuh manusia, nitrit akan bereaksi dengan haemoglobin dan
menghambat aliran oksigen dalam darah. Amonia (NH 3 ) merupakan bentuk
senyawaan nitrogen juga dapat memiliki beberapa dampak pada kualitas air
permukaan. Amonia diubah menjadi nitrat dan nitrit dalam proses yang disebut
nitrifikasi. Proses ini memerlukan oksigen dalam jumlah besar dan dapat
membunuh ikan karena jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi rendah.
Nitrogen dalam bentuk nitrat mudah larut dalam air, dan keberadaannya secara
alami dalam air pada tingkat yang rendah. Air yang tercemar nitrat dengan
konsentrasi tinggi dapat membahayakan kesehatan terutama pada anak-anak.
Orang dewasa memiliki toleransi nitrat yang lebih tinggi dalam air minum, namun
studi menyarankan bahwa konsumsi air minum yang mengandung nitrat dapat
mengakibatkan beberapa bentuk kanker. Amonia pada konsentrasi 35 mg/l di
51

dalam air akan menimbulkan aroma tidak enak. Konsentrasi 280 mg/m3 di udara
menyebabkan iritasi tenggorokan, pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat
menyebabkan batuk, sukar bernafas dan mempengaruhi sistem syaraf.
Konsentrasi amonia yang tinggi di dalam darah dapat mempengaruhi sistem
syaraf pusat.
Perairan yang banyak mengandung bahan organik tinggi mempunyai nilai
BOD yang tinggi. Konsentrasi BOD yang tinggi menyebabkan kandungan
oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, akibatnya oksigen sebagai sumber
kehidupan bagi biota air (hewan dan tumbuhan) tidak dapat terpenuhi sehingga
biota air tersebut menjadi mati. Selain itu, konsentrasi BOD yang tinggi juga
menunjukkan jumlah mikroorganisme patogen juga banyak. Mikroorganisme
patogen dapat menimbulkan berbagai macam penyakit pada manusia. Karena itu,
konsentrasi BOD yang tinggi di dalam air dapat menyebabkan berbagai penyakit
bagi manusia (Rahman 1996).
Limbah organik yang mengandung padatan terlarut yang tinggi dapat
menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya matahari bagi biota
fotosintetik. Sedimen berasal dari partikel-partikel tanah yang ringan yang
terbawa ke dalam aliran air dan danau, partikel-partikel tersuspensi dan padatan
anorganik dan sisa-sisa bahan organik yang memasuki air melalui dasar sungai
dan tumpukan erosi dapat menyebabkan air menjadi keruh, kerusakan habitat
akuatik, pertukaran kontaminan penyerap, tersumbatnya sistem drainase, dan
berdampak langsung pada organisme akuatik. Sedimen-sedimen yang mengisi
aliran air, sungai, danau dan lahan basah dapat mempengaruhi kehidupan akuatik
dengan mematikan telur ikan dan larva. Kekeruhan secara berlebihan mereduksi
penetrasi cahaya dalam air, merusak penglihatan ikan untuk mencari makanan,
menyumbat insang ikan, dan meningkatkan biaya untuk pengolahan air minum.
Sedimen-sedimen halus juga berperan sebagai pemicu terjadinya tranpormasi
pencemar-pencemar lain mendekati permukaan air termasuk nutrien, logam-
logam renik, dan hidrokarbon.
Hidrokarbon, bahan kimia organik, dan bahan industri dapat meracuni
kehidupan organisme jika keberadaannya dengan konsentrasi cukup tinggi.
Bahan-bahan ini juga mudah bergerak, berada pada periode tertentu dalam
keadaan toksik, dan terakumulasi pada sedimen. Efek toksik dari logam-logam
renik dapat mempengaruhi kehidupan hewan air. Logam renik yang paling umum
52

ditemukan dari limpasan perkotaan adalah timbale (Pb), seng (Zn), dan tembaga
(Cu). Logam logam tersebut berasal dari proses galvanisasi, pelapisan krom, dan
operasi industri lainnya di daerah perkotaan.
Kualitas air juga berpengaruh langsung terhadap kesehatan, mengingat sifat
air yang mudah sekali terkontaminasi oleh berbagai mikroorganisme dan mudah
sekali melarutkan berbagai materi. Kondisi sifat air tersebut menyebabkan air
mudah sekali berfungsi sebagai media penyalur atau penyebar penyakit. Menurut
KLH (2005b), peran air sebagai pembawa penyakit menular, meliputi (1) air
sebagai media untuk hidup mikroba patogen, (2) air sebagai sarang insekta
penyebar penyakit, (3) jumlah air bersih yang tersedia tidak cukup, sehingga
manusia yang bersangkutan tidak dapat membersihkan dirinya, dan (4) air sebagai
media untuk hidup vektor penyebar penyakit.
Ada beberapa penyakit yang masuk dalam kategori water borne diseases,
yaitu penyakit-penyakit yang dibawa oleh air. Penyakit tersebut hanya dapat
menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang
dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Masuknya bahan
pencemar dari sumber pencemar ke manusia pada umumnya tidak terjadi secara
langsung, tetapi lebih banyak melalui media jaring-jaring makanan. Gambaran
perjalanan bahan pencemar sampai ke manusia disajikan pada Gambar 3.

Domestik

Industri Sungai Laut

Air Tanah
Pertanian

Pertambangan Pitoplankton
Irigasi Tambak
Zooplankton

Air Minum

Pertanian Ikan, bentos


Perikanan
dan lainnya

Manusia

Gambar 3 Gambaran perjalanan bahan pencemar limbah sampai ke manusia.


Sumber: KLH (2005b)
53

Mengalirnya limbah yang mengandung logam berat ke perairan telah


menjadi permasalahan lingkungan yang serius karena berdampak pada kesehatan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Polutan tersebut dalam jumlah yang
signifikan masuk dalam sistem akuatik antara lain sebagai hasil aktivitas beragam
industri, seperti elektroplating, industri elektronik, cat, paduan logam, baterai, dan
industri pestisida. Polutan logam berat yang mencemari lingkungan perairan
antara lain arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb),
merkuri (Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn).
Menurut Widowati (2008), logam bersifat toksik karena tidak bisa
dihancurkan oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam
tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan
membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik.
Keberadaan logam berat dalam air akan membahayakan orang yang
mengkonsumsinya. Kadmium meskipun dalam dosis kecil, bisa menimbulkan
keracunan. Akumulasi kadmium dalam jaringan tubuh akan mengganggu fungsi
ginjal, lambung, dan merapuhkan tulang. Akumulasi timbal dapat merusak
jaringan syaraf, fungsi ginjal, sistem reproduksi, dan gangguan pada otak
sehingga dapat mengakibatkan gangguan kecerdasan dan mental. Demikian pula
merkuri, jika terakumulasi dalam tubuh, akan meracuni sel-sel tubuh, merusak
ginjal, hati, dan saraf, serta menimbulkan cacat mental. Daya racun yang dimiliki
akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh
terputus. Menurut Nordberg et al. (1986), logam berat jika terserap ke dalam
tubuh maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga
nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu
lingkungan terutama perairan telah terkontaminasi logam berat, maka proses
pembersihannya akan sulit sekali dilakukan.
Menurut Widowati et al. (2008), toksisitas logam berat dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) bersifat toksik tinggi, terdiri atas unsur Hg,
Cd, Pb, Cu, dan Zn; (2) bersifat toksik sedang, terdiri atas unsur Cr, Ni, dan Co;
dan (3) bersifat toksik rendah, terdiri atas unsur Mn dan Fe. Urutan toksisitas
logam berat terhadap hewan air adalah Hg2+ > Cd2+ > Zn2+ > Pb2+ > Cr2+ > Ni2+ >
Co2+, sedangkan urutan toksisitas terhadap manusia adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag+ >
Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+.
54

Merkuri (Hg) merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu
kamar dan mempunyai titik beku terendah dari semua logam (-39 oC). Merkuri
banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti industri klor-alkali, alat-alat
listrik, cat, katalis, dan industri kertas. Merkuri yang terbuang ke sungai atau
badan air dapat mengkontaminasi ikan dan biota air lainnya termasuk ganggang
dan tanaman air. Ikan-ikan dan biota air tersebut kemudian dikonsumsi manusia
sehingga manusia dapat terakumulasi merkuri di dalam tubuhnya. FDA
menetapkan batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0.005 ppm untuk air
dan 0.5 ppm untuk makanan, sedangkan WHO menetapkan batasan maksimum
yang lebih rendah yaitu 0.1 ppb untuk air (Fardiaz 1992).
Peristiwa keracunan Hg telah dikenal cukup lama. Keracunan Hg pertama
sekali dilaporkan terjadi di Minamata, Jepang pada tahun 1953. Kontaminasi
serius juga pernah diukur di Kali Surabaya tahun 1996 dan teluk Buyat tahun
2004. Sebagai hasil dari kuatnya interaksi antara Hg dan komponen tanah lainnya,
penggantian bentuk merkuri dari satu bentuk ke bentuk lainnya, selain gas
biasanya sangat lambat. Proses metilisasi merkuri biasanya terjadi di alam di
bawah kondisi terbatas, membentuk satu dari sekian banyak elemen berbahaya,
karena dalam bentuk ini merkuri sangat mudah terakumulasi pada rantai
makanan. Penggunaan fungisida alkilmerkuri dalam pembenihan tidak diijinkan
di banyak negara, karena berbahaya. Keracunan Hg terutama disebabkan oleh
konsumsi ikan yang tercemar Hg. Tabel 13 menunjukkan lima keracunan merkuri
yang menelan korban cukup banyak dan terjadi sampai tahun 1968.

Tabel 13 Peristiwa keracunan merkuri yang terbesar tahuan 1960-an


Lokasi Tahun Dampak
43 orang meninggal, 68 orang
Minamata - Jepang 1953 - 1960
cidera
35 orang meninggal, 321 orang
Irak 1961
cidera
Pakistan Barat 1963 4 orang meninggal, 34 cidera
20 orang meninggal, 45 orang
Guatemala 1966
cidera
Nigata - Jepang 1968 5 orang meninggal, 25 orang cidera
Sumber : Fardiaz (1992), Palar (2004).

Timbal (Pb) masuk ke dalam lingkungan perairan sebagai dampak dari


aktivitas manusia, seperti air buangan dari industri yang berkaitan dengan Pb, air
buangan dari pertambangan biji timah hitam dan buangan sisa industri baterai.
55

Secara alamiah, Pb juga dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Pb


di udara dengan bantuan air hujan, proses korofikasi batuan mineral akibat
hempasan gelombang dan angin. Senyawa Pb yang berada dalam perairan dapat
ditemukan dalam bentuk ion-ion divalen atau tetravalen (Pb2+, Pb4+).
Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara
praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis.
Lingkungan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion-ion Pb melebihi
konsentrasi ambang, dapat mengakibatkan kematian bagi biota perairan tersebut.
Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan-ikan. Sumber
utama timbal adalah bersal dari komponen gugus alkil timbal yang digunakan
sebagai bahan additive bensin. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek
kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologic,
hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal. Konsumsi mingguan elemen ini
yang direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa adalah 50
g/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 g/kg berat badan.
Konsentrasi Pb dalam darah dapat dijadikan sebagai indikator gejala keracunan
Pb. Gejala keracunan Pb berkisar antara 60 sampai 100 g per 100 ml darah untuk
orang dewasa. Tabel 14, menunjukkan konsentrasi Pb dalam darah dibedakan atas
empat kategori, yaitu normal, dapat diterima, berlebihan, dan berbahaya.
Tabel 14 Empat kategori Pb dalam darah orang dewasa
g Pb/100 ml
Kategori Deskripsi
Darah
Tidak terkena paparan atau tingkat
A (Normal) < 40
paparan normal
Pertambahan penyerapan dari keadaan
B (dapat ditoleransi) 40-80
terpapar tetapi masih bisa ditoleransi
Kenaikan penyerapan dari
keterpaparan yang banyak dan mulai
C (berlebih) 80-120
memperlihatkan tanda-tanda
keracunan
Penyerapan mencapai tingkat bahaya
D (tingkat bahaya) > 120 dengan tanda-tanda keracunan ringan
sampai berat
Sumber: Palar (2004).

Kadmium dan bermacam-macam bentuk persenyawaannya dapat masuk ke


lingkungan, sebagai akibat aktivitas manusia. Kandungan kadmium dapat
dijumpai pada daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan, selain
dalam air buangan. Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi
56

tertentu dapat membunuh biota perairan. Biota-biota yang tergolong bangsa


udang-udangan (crustacea) akan mengalami kematian dalam selang waktu 24
504 jam bila dalam badan perairan di mana biota ini hidup terlarut logam Cd atau
persenyawaannya pada rentang konsentrasi 0.005 0.15 ppm.
Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang berbahaya karena elemen ini
beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap
manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh
khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek
terhadap gangguan pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang
kronis. Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka
tertinggi (1700 ppm) dijumpai pada permukaan sample tanah yang diambil di
dekat pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh
tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Menurut
badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia
adalah 400-500 g per orang atau 7 g per kg berat badan.

2.8 Analisis Risiko Kesehatan


Risiko adalah suatu konsep matematis yang mengacu pada kemungkinan
terjadinya efek yang tidak diinginkan akibat pemaparan terhadap suatu polutan
(WHO 2006). Analisis risiko adalah suatu metode untuk menilai dan melakukan
prediksi apa yang akan terjadi akibat adanya pemaparan (exposure) atau
pencemaran (pollution), terhadap zat berbahaya di masa yang akan datang.
Menurut WHO (2006) dalam analisis risiko dievaluasi probabilitas dan sifat dari
efek merugikan yang muncul akibat pemaparan terhadap zat kimia. Lebih lanjut
WHO (2006) menjelaskan bahwa kriteria penting untuk menetapkan prioritas
dalam pemilihan zat kimia untuk pengkajian risiko adalah: (a) indikasi/dugaan
adanya bahan berisiko terhadap kesehatan manusia dan/atau lingkungan; (b)
kemungkinan bahwa tingkatan produksi tertentu dan penggunaan zat kimia dapat
membuka peluang terjadinya pemaparan; (c) kemungkinan persistensinya di
lingkungan; (d) kemungkinan bioakumulasi; dan (e) tipe dan besar populasi yang
mungkin terpapar. Metode analisis risiko digunakan untuk menilai faktor bahaya
yang paling berpengaruh buruk terhadap kesehatan sehingga dapat dilakukan
tindakan pencegahan terhadap menurunnya tingkat kesehatan seseorang akibat
faktor bahaya tersebut.
57

Analisis risiko kesehatan terdiri atas beberapa tahap, yaitu: identifikasi


bahaya, analisis pemaparan, analisis dosis respon, dan karakterisasi risiko
(Soemirat 2000; enHealth 2002; Rahman 2007). Tahapan dalam analisis risiko
disajikan pada Gambar 4.

Identifikasi Bahaya

Analisis Pemaparan Analisis Dosis-Respon

Karakterisasi Risiko

Manajemen Risiko

Gambar 4 Tahapan dalam analisis risiko kesehatan (diringkas dari


enHealth 2002).

1) Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya adalah proses untuk memperoleh data mengenai masalah
kesehatan yang dapat terjadi akibat adanya suatu bahan yang dapat ditelusuri dari
sumber dan penggunaan risk agent memakai pendekatan agent oriented (WHO
1983 dalam Rahman 2007). Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan
mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan toksisitas risk agent di
masyarakat yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya, baik di wilayah
kajian atau di tempat-tempat lain. Salah satu langkah penting dalam identifikasi
bahaya adalah memilih metode yang tepat sehingga mendapatkan data akurat
mengenai faktor bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (CEPA
2001). Data penelitian terhadap manusia merupakan data yang sangat baik dalam
mengevaluasi risiko kesehatan terhadap manusia yang dikaitkan dengan
pemaparan terhadap suatu zat.

2) Analisis Pemaparan
Analisis pemaparan atau exposure assessment adalah proses untuk
memperoleh informasi mengenai frekuensi, durasi, dan pola pemaparan suatu zat
terhadap manusia. Menurut Rahman (2007), analisis pemaparan bertujuan untuk
58

mengenai jalur-jalur pemaparan risk agent agar jumlah asupan yang diterima
individu dalam populasi berisiko dapat dihitung.

3) Analisis Dosis-Respon
Analisis dosis-respon adalah penentuan hubungan antara nilai dosis atau
tingkat paparan suatu bahan kimia dan respon berupa kejadian-kejadian yang
berkaitan dengan efek buruk atau efek yang membahayakan (enHealth 2002).
Analisis dosis-respon dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas
risk agent untuk setiap bentuk spesi kimianya. Melalui analisis dosis-respon dapat
diperkirakan jumlah zat yang masuk ke dalam tubuh dan pengaruhnya terhadap
kesehatan seseorang. Menurut Soemirat (2000), analisis dosis respon dilakukan
untuk melihat hubungan yang konsisten antara jumlah zat yang masuk (dosis)
dengan respon berupa efek kesehatan. Dosis-respon kuantitatif beberapa zat
toksik ditunjukkan pada Tabel 15.
Tabel 15 Dosis-respon kuantitatif nonkarsinogen dan karsinogen beberapa
zat toksik
Risk agent RfD atau RfC CSF Efek Kritis (Sumber Data)
(mg/kg bb/hari) (mg/kg bb/hari)
Merkuri 1E-4 - Kelainan neuropsikologis
( Hg) perkembangan dalam studi
epidemologi (Grandjean et al.
1997; Budz-Jergensen et a.l
1999)
Kadmium 5E-4 - Proteinuria paparan kronik pada
(Cd) manusia (USEPA, 1985)
Arsen (As) 3E-4 1.5 Hiperpigmentasi, keratosis dan
kemungkinan komplikasi
vaskular paparan oral (Tseng
1977; Tsen et al. 1968)
Krom 3E-3 - Uji hayati air minum 1 tahun
(Cr6+) dengan tikus (Mckenzie et al.
1958) dan paparan air minum
penduduk Jinzhou (Zhang & Li,
1987)
Bromoform 2E-2 7.9E-3 Lesi hepatik uji hayati subkronik
(CHBr 3 ) gavage oral pada tikus (NTP
1989)
Nitrit 1E-1 - Methemoglobinemia (Walton
(NO 2 -) 1951)
Sumber: IRIS (2007).
Keterangan: RfD = reference dose, RfC = reference concentration , CSF = cancer slope factor

4) Karakterisasi Risiko
Karakterisasi risiko dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dari
ketiga langkah sebelumnya sehingga dapat diperkirakan efek suatu zat terhadap
59

kondisi kesehatan. Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai tingkat


risiko (risk quotient, RQ) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan excess cancer risk
(ECR) untuk efek-efek karsinogenik. Dalam mengkarakterisasi risiko, diperlukan
analisis dengan cara mengembangkan informasi yang diperoleh selama
pemaparan dan penilaian dosis-respon sehingga diperoleh hasil risiko kesehatan
yang diharapkan terjadi pada populasi terpapar (CEPA 2001).

5) Manajemen Risiko
Berdasarkan karakterisasi risiko, dapat dirumuskan pilihan-pilihan
manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dan ECR, sehingga RQ < 1 dan ECR
< 10-4 dengan memanipulasi nilai faktor-faktor pemaparan sedemikian rupa
sehingga asupan (intake) lebih kecil atau sama dengan dosis referensi
toksisitasnya. Pada dasarnya hanya ada dua cara untuk menyamakan I dengan
nk

RfD atau RfC atau mengubah I sedemikian rupa sehingga ECR tidak melebihi E-
k

4, yaitu menurunkan konsentrasi risk agent atau mengurangi waktu kontak.

2.9 Metode Analisis Hirarki Proses (AHP)


Analytical hierarchy process (AHP) atau analisa jenjang keputusan (AJK),
merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk membuat keputusan yang
efektif melalui strukturisasi kriteria majemuk ke dalam struktur hirarki, menilai
kepentingan relatif setiap kriteria, membandingkan alternatif untuk tiap kriteria
dan menentukan seluruh rangking dari alternatif-alternatif. Menggunakan AHP
persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses
pengambilan keputusannya. Menurut Marimin (2005), prinsip kerja AHP adalah
penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis, dan
dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki.
Metode AHP secara efisien umum digunakan dalam meranking kriteria
yang berbeda, tujuan yang berbeda atau alternatif yang berbeda, di mana masing-
masing independen dan tidak terhubung dalam pola matematis tertentu. Data yang
ada bersifat kualitatif yang didasarkan atas aspek-aspek kognetif, persepsi,
pengalaman dan intuisi.
Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP, ada beberapa prinsip yang
harus dipahami di antaranya: decompocition, comparative judgement, synthesis of
priority, dan logical consistency. Penggunaan AHP dimulai dengan melakukan
60

decompocition (dekomposisi) masalah kompleks dan kemudian menggolongkan


pokok permasalahannya menjadi elemen-elemen keputusan dalam satu hirarki
tertentu. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan
terhadap elemen-elemennya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih
lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan
ini, maka proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarchy). Ada dua jenis hirarki,
yaitu hirarki lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen
pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika
tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap.
Pada tahap comparative judgement, dilakukan penilaian tentang kepentingan
relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di
atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh
terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih baik
bila disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise
comparison. Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma
reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka
elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen-i. Di samping
itu, perbandingan dua angka yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama
penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat
n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n.
Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks perandingan
berpasangan adalah n(n-1)/2 karena matriksnya reciprocal dan elemen-elemen
diagonal sama dengan 1. Selanjutnya adalah synthesis of priority, di mana dari
setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen vector-nya untuk
mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada
setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di
antara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki.
Pengurutan elemen-elemen pertanyaan yang biasa diajukan dalam penyusunan
skala kepentingan. Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan
dua elemen, responden yang akan memberikan jawaban perlu pengertian
menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap
kriteria/tujuan yang ingin dicapai. Dalam penyusunan skala kepentingan,
didasarkan pada Tabel 16.
61

Tabel 16 Nilai skala perbandingan Saaty dalam AHP


Nilai Skala Keterangan
1 Kreteria/Alternatif A sama pentingnya dengan B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat lebih penting dari B
9 A Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu dari dua nilai yang berdekatan

Dalam penilaian menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa


dinamakan priority setting. Consistency ratio (CR) menyatakan ukuran tentang
konsisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan.
Pengujian ini diperlukan, karena pada keadaan yang sebenarnya akan terjadi
beberapa penyimpangan dari hubungan, sehingga matriks tersebut tidak konsisten
sempurna. Hal ini dapat terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi
seseorang.
Keuntungan proses hirarki analitis menurut Marimin (2005) adalah:
a. Konsistensi, mampu melacak konsistensi logis dari pertimbangan yang
digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas;
b. Sintesis, menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap
alternatif;
c. Pengukuran, mampu memberi suatu skala untuk mengukur hal takwujud
dan suatu metode untuk menetapkan prioritas;
d. Kompleksitas, mampu memadukan ancangan deduktif dan ancangan
berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan yang kompleks;
e. Kesatuan, memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti,
luwes untuk anekaragam persoalan tidak terstruktur;
f. Saling Ketergantungan, mampu menangani saling ketergantungan elemen-
elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

2.10 Metode Perbandingan Indeks Kinerja dan Perbandingan Eksponensial


Teknik perbandingan indeks kinerja (comparative performance index, CPI)
merupakan indeks gabungan yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau
peringkat dari berbagai alternatif (i) berdasarkan beberapa kriteria (j) (Marimin
2005). Formula yang digunakan dalam teknik CPI adalah:
62

A ij = X ij (min) x 100 / X ij (min) (4)


A (i + 1.j) = (X (I + 1.j) )/ X ij (min) x 100
I ij = A ij x P j
n
I i = (I ij )
j =1
A ij = nilai alternatif ke-i pada kriteria ke j
X ij (min) = nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j
A (i + 1.j) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke j
X (i + 1.j) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke j
P j = bobot kepentingan kriteria ke j;
I ij = indeks alternatif ke-i; I i = indeks gabungan kriteria alternatif ke i;
i = 1, 2, 3,, n; j = 1, 2, 3,, m

Metode perbandingan eksponensial (MPE) adalah metode untuk menentukan


prioritas alternatif keputusan dengan kriteria majemuk (Eriyatno & Sofyar 2007).
Tahapan dalam menggunakan MPE adalah : (1) menyusun alternatif-alternatif
keputusan yang akan dipilih, (2) menentukan kriteria atau perbandingan kriteria
keputusan yang penting untuk dievaluasi, (3) menentukan tingkat kepentingan dari
setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, (4) melakukan penilaian
terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, (5) menghitung skor atau nilai total
setiap alternatif, dan (6) menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada
skor atau nilai total masing-masing alternatif (Marimin 2005).
Penggunaan MPE mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang
mungkin terjadi dalam analisis, karena nilai skor menjadi besar dengan adanya
fungsi eksponensial sehingga perbedaan nilai skor lebih nyata. Formulasi
perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam MPE adalah:
m

( RK
TKK j
Total Nilai (TN i ) = ij ) (5)
j =1

Dengan : TN i = Total nilai alternatif ke-i


RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i
TKK j = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKK > 0; bulat
n = Jumlah pilihan keputusan dan m adalah Jumlah kriteria keputusan

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara


dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Penentuan skor alternatif
pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan
nilai kriterianya.
63

2.11 Model dan Pemodelan Sistem


Model didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi
aktual (Eriyatno 2003). Ford (1999) mendefinisikan model sebagai suatu
substitusi dari sistem nyata, sedangkan menurut Grant et al. (1997) model adalah
suatu abstraksi atau representasi dari suatu realitas atau sistem nyata. Sistem nyata
adalah sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan atau sistem yang
dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Model dapat dikatakan lengkap
jika dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang dikaji. Menurut Hartrisari
(2007), model merupakan penyederhanaan sistem. Karena sistem sangat
kompleks, tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan seluruh
proses yang terjadi dalam sistem. Model disusun dan digunakan untuk
memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin
untuk bekerja dalam keadaan sebenarnya. Selain itu model merupakan
representasi yang ideal bagi suatu sistem untuk menjelaskan perilaku sistem.
Model dapat dikategorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok
pengkajian atau derajat keabstrakannya (Eriyatno 2003). Hartrisari (2007)
mengelompokkan model dalam dua kategori yaitu model fisik dan model abstrak
atau model mental. Model fisik merupakan miniatur replika dari keadaan
sebenarnya sehingga dapat menggambarkan perilaku sistem dengan variabel yang
sama seperti yang digunakan pada sistem nyata. Model abstrak merupakan model
yang bukan fisik tetapi dapat menjelaskan kinerja dari sistem. Baik model fisik
maupun model abstrak dapat dibagi lagi menjadi model statis dan model dinamis.
Model dinamis memberikan gambaran nilai peubah terhadap perubahan waktu.
Dalam model dinamis, variabel yang tidak berubah dengan waktu disebut
parameter atau konstanta. Model statis memberikan informasi tentang peubah
model hanya pada titik tunggal dari waktu (Eriyatno 2003). Model statis tidak
memperhitungkan waktu yang selalu berubah.
Sistem merupakan kombinasi dari bagian-bagian yang membentuk sebuah
kesatuan yang kompleks (Eriyatno 2003). Menurut Muhammadi (2001), sistem
adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas
lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Marimin (2007)
mendefinisikan sistem sebagai suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-
bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam
suatu lingkungan yang kompleks, sedangkan menurut Hartrisari (2007) sistem
64

adalah gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi
dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Pemodelan sistem
adalah pembentukan rangkaian logika untuk menggambarkan karakteristik sistem
tersebut dalam format matematis. Proses pemodelan merupakan proses yang
kreatif, tidak linier, namun harus mematuhi disiplin ilmiah dan pemikiran yang
logik serta bersifat iteratif. Prosedur dalam pemodelan adalah menyatakan
kembali permasalahan yang akan diselesaikan sesuai dengan tujuan kajian sistem,
menyusun hipotesis, memformulasikan model, menguji serta menganalisis model.
Menurut Muhammadi (2001) pembuatan model berdasarkan konsep berpikir
sistem dimulai dengan suatu model mental, kemudian dijabarkan dalam suatu
kerangka konsep, pembuatan diagram sebab akibat, pembuatan diagram alir,
simulasi model untuk melihat perilaku, dan akhirnya uji sensitivitas serta analisis
kebijaksanaan.

2.12 Konsep Dasar Sistem Dinamik


Sistem dinamik telah dikenal sebagai metode yang tepat untuk
mengilustrasikan dinamika yang kompleks dan menganalisis implikasi-implikasi
relatif dari suatu kebijakan. Sistem dinamik mengkaji sistem atau proses sebagai
suatu kesatuan yang terdiri atas elemen-elemen yang saling berinteraksi dan
menentukan kinerja sistem secara keseluruhan. Menurut Zhang et al. (2009),
metode sistem dinamik terdiri atas model simulasi dinamik mencakup informasi
umpan balik (feedback) yang membangun interaksi dalam sistem yang ditargetkan.
Melalui simulasi kecenderungan sistem dan identifikasi interelasi dan informasi
hubungan umpan balik antar faktor sistem, model sistem dinamik dapat
memberikan informasi lebih mendetail yang berguna untuk mengungkap
mekanisme yang tersembunyi dan memperbaiki kinerja sistem secara keseluruhan.
Model sistem dinamik terkait dengan tahapan-tahapan tertentu sebagai fungsi
waktu dalam proses simulasi. Pada akhir tiap tahap, variabel-variabel sistem
menunjukkan keadaan sistem yang diperbaharui untuk merepresentasikan
konsekuensi hasil dari tahap simulasi sebelumnya. Kondisi/nilai awal (initial)
dibutuhkan untuk tahap pertama. Dalam sistem dinamik dikenal variable level,
variabel rate, dan varibel auxiliary. Gambar 5, merupakan contoh gambaran
umum diagram alir model dinamik dengan aplikasi program Powersim.
65

? ?
Constant_2 Constant_1

?
? ?
Level_1
Rate_Masuk Rate_Keluar
?
Constant_6
? ? ? ?

? Auxiliary_1Constant_4 Auxiliary_2 ? Constant_3

Constant_5 Constant_7

Gambar 5 Diagram alir model sistem dinamik menggunakan program powersim.

Level merupakan hasil akumulasi dari aliran-aliran dalam diagram alir dan
menyatakan kondisi sistem setiap saat. Persamaan powersim untuk aliran level
adalah:
Init LEV = kondisi awal
Flow LEV = -dt*(RK) + dt*(RM)
dengan : LEV = level (unit)
RM = rate (laju) masukan
RK = rate (laju) keluaran
dt = interval waktu simulasi (satuan waktu)
Init = initial , nilai awal
Flow = aliran untuk variabel level

Rate merupakan suatu aliran yang menyebabkan bertambah atau


berkurangnya suatu level. Rate terdiri dari dua jenis, yaitu rate masuk dan rate
keluar. Rate masuk akan menambah akumulasi di dalam suatu level dan
dilambangkan dengan katub dan panah yang menuju level, sedangkan rate keluar
ditunjukkan dengan katub yang dihubungkan dengan panah yang menunjuk pada
sink. Simbul awan menunjukkan source dan sink suatu material yang mengalir ke
dalam atau ke luar level.
Aliran informasi dalam Powersim dilambangkan dengan tanda panah yang
tegas. Aliran ini merupakan penghubung antar sejumlah variabel di dalam suatu
sistem. Jika suatu aliran informasi ke luar dari level, aliran tersebut tidak akan
mengurangi akumulasi yang terdapat di dalam level.
Variabel auxiliary adalah suatu penambahan informasi yang dibutuhkan
dalam merumuskan persamaan atau variabel rate. Dengan kata lain variabel
66

auxiliary adalah suatu variabel yang membantu untuk memformulasikan variabel


rate. Variabel auxiliary digambarkan dengan suatu lingkaran penuh. Simbul belah
ketupat dalam Powersim menggambarkan konstanta, yaitu suatu besaran yang
nilainya tetap selama proses simulasi.

2.13 Sistem Dinamik dalam Pengendalian Pencemaran Air


Sistem dinamik merupakan sebuah teori struktur sistem dan sekelompok alat
untuk merepresentasikan sistem yang kompleks dan menganalisis perilaku
dinamiknya (Luo et al. 2005). Sistem dinamik menurut Coyle (1996) adalah
perilaku sistem yang dipengaruhi waktu yang diatur dengan tujuan penggambaran
dan pemahaman sistem melalui model kuantitatif dan kualitatif, bagaimana
perilaku umpan balik mengatur perilakunya, dan perencanaan struktur informasi
umpan balik yang sempurna dan kebijakan kendali melalui simulasi dan
optimisasi. Nandalal & Semasinghe (2006) mengemukakan bahwa sistem
dinamik adalah sebuah metode kompleks dari deskripsi sistem yang menyediakan
alternatif analisis bagi pengambilan kebijakan berdasarkan sifat-sifat sistem.
Manfaat terpenting dalam sistem dinamik adalah untuk menguraikan struktur asal
dari sistem yang dikaji, melihat perbedaan dari sistem nyata berkaitan dengan
satu sistem lainnya, dan untuk menyelidiki perubahan hubungan dalam sistem
ketika melibatkan keputusan yang berbeda. Dalam sistem dinamik, hubungan
antara struktur dan perilaku sistem didasarkan pada konsep informasi umpan balik
dan kontrol (Simonovic 2002). Metode sistem dinamik cocok untuk menganalisis
mekanisme, pola, dan kecenderungan sistem berdasarkan analisis terhadap
struktur dan perilaku sistem yang ruwet, berubah cepat dan mengandung
ketidakpastian. Pengembangan sistem dinamik mencakup beberapa tahap, yaitu:
(a) pemahaman sistem dan batas-batasnya; (b) identifikasi variabel kunci; (c)
representasi proses fisik ke dalam variabel melalui hubungan matematik; (d)
pemetaan struktur model dan simulasi model untuk memahami sifat-sifat sistem;
dan (e) interpretasi hasil simulasi untuk pengambilan keputusan yang efisien.
Akar dalam sistem dinamik adalah berpikir sistem, yaitu sebuah proses
berpikir yang ditemukan oleh Jay Forrester pada tahun 1956. Forrester meragukan
dominasi metodologi analisis di mana masalah-masalah sosial diidentifikasi
secara terpisah, dan solusinya diambil secara spesifik dan sempit yang terfokus
pada tujuan. Forrester memperkenalkan perlunya memahami hubungan antara
67

elemen-elemen berbeda dari sistem sosial yang lebih besar dan menemukan
bahwa relasi dan hubungan lebih penting daripada elemen-elemennya sendiri.
Berpikir sistem dikerjakan melalui pengembangan pandangan terhadap isu-isu
sosial dan lingkungan mencakup hubungan antara masalah yang berbeda dan
untuk mencari pola tingkah laku secara siklis pada jangka waktu yang lama.
Menurut Hariani (2005), berpikir sistem adalah salah satu pendekatan baru
yang dianggap lebih mampu menganalisis masalah kompleks. Berbeda dengan
cara pikir mekanistis yang secara umum menganggap suatu hubungan sebab
akibat yang linear, di mana suatu masalah dianggap hanya disebabkan oleh 1- 2
penyebab. Cara pikir sistem mencoba untuk mengidentifikasi semua masalah
yang muncul dan teramati serta secara konsisten melihat hubungan sebab akibat
dari masalah-masalah tersebut, sehingga diperoleh pola sebab akibat yang
kompleks.
Menurut Eriyatno (2003), pendekatan sistem digunakan untuk pengkajian
suatu perihal yang memenuhi karakteristik: (1) kompleks, di mana interaksi antar
elemen cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut
waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu diperlukan
fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Berpikir sistem
sejauh ini merupakan cara yang lebih efektif untuk menyelesaikan masalah-
masalah kompleks.
Pengendalian pencemaran air merupakan suatu sistem yang melibatkan
berbagai elemen, seperti sumberdaya, konsep dan prosedur untuk mencapai tujuan
menekan tingkat pencemaran. Untuk mengatasi masalah pencemaran air
diperlukan metode penyelesaian yang sistematik melalui pendekatan sistem.
Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang
menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin 2007),
sehingga pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih
luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan
dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka
sistem. Pendekatan sistem sangat diperlukan karena permasalahan yang dihadapi
saat ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan peralatan yang menyangkut
satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan yang lebih kompehensif, yang
dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan
dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh (Marimin 2007). Oleh
68

karena itu, setiap pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang


struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan.
Interaksi antar faktor dalam sistem tidak bersifat linier tetapi mencakup
interaksi umpan balik yang kompleks, sehingga permasalahannya sukar
diselesaikan dengan menggunakan metode operasi riset, namun membutuhkan
metode sistem dinamik untuk penyelesaiannya (Ling 1990).
Model sistem dinamik terbukti telah berhasil diaplikasikan pada sistem
sumberdaya air baik pada tingkat global maupun regional, misalnya TARGETS
(Rotmans & de Vries 1997) dan WorldWater (Simonovic 2002) merupakan dua
model penilaian sumberdaya air global di mana sektor sumberdaya air
dihubungkan dengan aspek pengembangan lainnya dan isu kebijakan yang
berhubungan dengan kependudukan, ekonomi, energi, pencemaran dan
sumberdaya yang tak terbarukan. Peneliti lainnya yang mengaplikasikan model
sistem dinamik antara lain adalah model sistem dinamik Erhai (Guo et al. 2001)
untuk pengelolaan lingkungan danau Erhai di Cina, Simonovic et al. (1997)
mengaplikasikan model sistem dinamik untuk perencanaan dan pengelolaan
sumberdaya air di Yunani, Xu et al. (2002) membuat model sistem dinamik untuk
menganalisis keberlanjutan pengelolaan sumberdaya air Sungai Kuning di Cina,
Simonovic & Rajasekaram (2004) yang mengembangkan model pengelolaan
sumberdaya air secara terintegrasi di Kanada berdasarkan pendekatan simulasi
sistem dinamik, Liu et al. (2005) menggunakan pendekatan sistem dinamik untuk
menyelesaikan masalah kebutuhan air perkotaan yang difokuskan pada faktor
populasi, Zhang et al. (2008) mengembangkan sistem dinamik untuk strategi
perencanaan sumberdaya air di Kota Tianjin dengan menguji interaksi sejumlah
komponen sistem yang dinamis selama 12 tahun, serta Zhang et al. (2009)
membangun model sistem dinamik dengan mengambil faktor populasi, ekonomi,
lingkungan dan faktor kebijakan untuk memprediksi dan menganalisis kebutuhan
dan ketersediaan sumberdaya air perkotaan.
69

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di wilayah Kali Surabaya yang menerima beban
limbah domistik, industri, dan pertanian. Pemilihan Kali Surabaya sebagai obyek
penelitian didasarkan atas : (1) permasalahan pencemaran air Kali Surabaya telah
menjadi isu daerah Jawa Timur bahkan isu nasional yang melibatkan
multistakeholder; (2) Kali Surabaya dimanfaatkan sebagai sumber air minum
PDAM kota Surabaya sementara tingkat pencemaran terus meningkat; (3)
aktivitas industri di bantaran Kali Surabaya terus meningkat disertai peningkatan
beban pencemaran akibat limbah industri yang dihasilkan; (4) tanpa tindakan
pengendalian pencemaran Kali Surabaya berisiko terhadap kesehatan masyarakat.
Penelitian lapangan dilaksanakan selama 7 bulan mulai Agustus 2009 hingga
Februari 2010. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Lokasi penelitian.

Penentuan stasiun/lokasi pengambilan contoh air sungai untuk menentukan


parameter fisik dan kimia air dilakukan secara purposive sampling yang
dibedakan berdasarkan jarak dari Dam Jagir dan pertimbangan bahwa lokasi
tersebut merupakan kawasan industri dan kawasan padat pemukiman. Enam
70

lokasi pengambilan contoh yang dipilih adalah: (1) Bendung Gunungsari (2.60
km); (2) Jembatan Sepanjang (6.50 km); (3) Karangpilang (8.25 km); (4)
Tambangan Bambe (12.00 km); (5) Tambangan Cangkir (15.60 km); dan (6)
Jembatan Jrebeng (24.10 km).
Penentuan lokasi pengambilan contoh air minum PDAM untuk menentukan
kualitas fisik dan kimia air dan memprediksi risiko dampak pencemaran terhadap
kesehatan masyarakat juga dilakukan secara purposive sampling berdasarkan
jarak dari Karangpilang yang merupakan lokasi intake PDAM. Pengambilan
contoh air dilakukan pada setiap stasiun secara komposit tempat yaitu campuran
beberapa sampel pada satu aliran dari beberapa titik dengan volume dan waktu
yang sama, sehingga dengan metode komposit ini diharapkan dapat mewakili
kondisi perairan dari semua strata kedalaman pada masing-masing stasiun
pengamatan. Lokasi pengambilan contoh air untuk penentuan kualitas air Kali
Surabaya ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Lokasi sampling kualitas air Kali Surabaya.

3.2 Kondisi Umum Lokasi Penelitian


Kali Surabaya memiliki panjang sekitar 41 km mulai dari Dam Mlirip
hingga Dam Jagir/Ngagel. Lebar sungai bervariasi 60 hingga 100 meter. Debit air
Kali Surabaya bervariasi sepanjang tahun (berkisar 20 hingga 100 m3/detik),
71

sementara berdasarkan data Perum Jasa Tirta, diketahui Debit di Dam Mlirip
bervariasi 7 hingga 70 m3/detik (Masduki & Apriliani 2008).
Kali Surabaya mempunyai beberapa anak sungai utama, yaitu Kali
Kedungsumur, Kali Marmoyo, Kali Banjaran, Kali Tengah, dan Kali Kedurus.
Anak sungai tersebut merupakan penyumbang pencemaran yang besar yang
berasal dari limbah industri, limbah domestik, dan limbah pertanian.
Kali Surabaya mempunyai catchment area yang luas, termasuk catchment
area anak sungainya. Kali Kedungsumur mempunyai catchment area sekitar 99
km2, alirannya berasal dari Watudakon yang melintasi Kali Brantas melalui
siphon dan masuk ke Kali Surabaya sekitar 1.5 km setelah Dam Mlirip. Kali
Banjaran mengalirkan air dari kawasan perkampungan di daerah Krikilan. Aliran
Kali Banjaran ini memasuki Kali Surabaya sekitar 20.5 km setelah Dam Mlirip.
Aliran Kali Tengah masuk ke Kali Surabaya sekitar 30 km setelah Dam Mlirip.
Kali Tengah merupakan saluran air limbah yang berasal dari beberapa industri di
sepanjang Kali Tengah. Aliran air Kali Kedurus masuk ke Kali Surabaya sekitar
39 km setelah Dam Mlirip atau sekitar 170 m setelah Dam Gunungsari. Kali
Kedurus merupakan saluran air limbah yang berasal dari rumah tangga di sekitar
Kali Kedurus. catchment area Kali Kedurus sekitar 71 km2.
Penggunaan utama air Kali Surabaya sesuai dengan peruntukannya adalah
untuk air baku air minum (berdasarkan SK Gubernur Jatim No. 413/1987 Kali
Surabaya ditetapkan sebagai sungai golongan B). Penggunaan lainnya adalah
untuk air industri, irigasi, dan perikanan.

3.3 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh air sungai, contoh
air minum PDAM Karang Pilang, NaOH, H 2 SO 4 , Na 2 SO 3 , NH 4 Cl, larutan
penyangga borat, H 3 BO 3 , larutan natrium fenolat, larutan NaClO, K 2 Cr 2 O 7 ,
HgSO 4 , Ag 2 SO 4 , indikator feroin, fero amonium sulfat Fe(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 2 .6H 2 O,
asam sulfamat, MnCl2 , KI, larutan standar Na 2 S 2 O 3 , pereaksi Nessler, brusin,
larutan NaCl, NaNO 3 , NaNO 2 , akuades, larutan sulfanilamid, larutan N-(1-
naftil)-etilendiamin dihidroklorida, amonium molibdat, SnCl2 , larutan standar
fosfat, indikator fenolptalein, Hg(NO 3 ) 2 , Pb(NO 3 ) 2 , dan Cd(NO 3 ) 2 .
72

Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi: seperangkat peralatan


gelas untuk analisis kimia air, van dorn water sampler, coolbox, termometer,
pHmeter, konduktometer, quesioner, spektrofotometer, atomic absorption
spectrometry (AAS), software expert choise, dan software powersim.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kuantitatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang dirancang
untuk mendeskripsikan kondisi fisik, kimia, sosial dan ekonomi sebagai kondisi
eksisting lingkungan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara,
kuisioner, survei lapangan serta pengukuran langsung di lapangan dan di
laboratorium terhadap parameter fisik, kimia air Kali Surabaya dan air limbah.
Wawancara pakar dilakukan untuk memperoleh data tentang kegiatan reduksi
beban pencemaran, teknologi pengendalian pencemaran, dan identifikasi elemen
kunci dalam analisis prospektif. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data
persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran dan data
sosial ekonomi masyarakat. Studi kasus dan literatur digunakan untuk
memperoleh data sekunder dari instansi terkait atau literatur terutama hasil-hasil
penelitian dengan kasus yang serupa. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi
jumlah penduduk, hotel, industri, debit buangan limbah industri, debit air Kali
Surabaya, kadar parameter pencemar bersumber dari limbah industri, limbah hotel,
dan saluran buangan, serta anak sungai. Untuk menentukan jumlah penduduk
yang akan disurvei untuk pengumpulan data persepsi masyarakat dan data sosial
ekonomi masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya digunakan teknik
pengambilan contoh secara purposive sampling. Jumlah sampel responden
ditentukan dengan menggunakan rumus Storin dan Bag (Fauzy 2001). Rumus
penentuan jumlah sampel menurut Storin dan Bag adalah:

N
n= (6)
n + Ne 2

Keterangan: n = ukuran sampel minimal;


N = ukuran populasi;
e = batas kesalahan yang diinginkan
73

3.5 Rancangan Penelitian

3.5.1 Penentuan Kualitas Air


Parameter kualitas air mencakup parameter fisika dan kimia yang
menggambarkan kondisi kualitatif perairan Kali Surabaya dan kualitas air minum
PDAM dari semua lokasi pengambilan contoh. Analisis parameter kualitas air
menggunakan metode APHA (1998). Parameter kualitas air yang dianalisis
beserta metode, peralatan, dan tempat analisis disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17 Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan
Parameter Satuan Metode Analisis Peralatan Tempat
Analisis
I. Fisika
0
1. suhu C Pemuaian Termometer In situ
2. Konduktivitas mho Konduktometri Konduktometer In situ
3. TSS mg/l Gravimetri Neraca Analitik Laboratorium
II. Kimia
1. pH - Potensiometri pHmeter In situ
2. DO mg/l Titrasi Winkler Peralatan titrasi Laboratorium
3. COD mg/l Titrimetri Peralatan titrasi Laboratorium
4. BOD mg/l Titrimetri Peralatan titrasi Laboratorium
5. NH 3 (Amonia) mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer Laboratorium
6. N-Nitrat mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer Laboratorium
7. N-Nitrit mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer Laboratorium
8. Fosfat mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer Laboratorium
9. Kadar Hg mg/l Spektrometri AAS Laboratorium
10. Kadar Pb mg/l Spektrometri AAS Laboratorium
11. Kadar Cd mg/l Spektrometri AAS Laboratorium

3.5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran


Data yang dibutuhkan untuk menentukan beban pencemaran dan tingkat
pencemaran adalah sumber pencemar, nilai parameter pencemar, debit air limbah,
dan nilai parameter fisik kimia air Kali Surabaya. Pengumpulan data dilakukan
melalui analisis parameter pencemar (in situ dan laboratorium), wawancara, dan
data sekunder. Sumber pencemar yang diidentifikasi adalah industri, pemukiman,
dan hotel. Sumber pencemar industri adalah industri yang mengalirkan limbah ke
Kali Surabaya, terdiri atas industri yang membuang limbah zat organik dan
industri yang membuang limbah logam terlarut. Pengumpulan data beban limbah
industri, pemukiman, hotel, saluran buangan domestik, saluran limbah pertanian,
dan limbah lewat anak sungai mencakup lokasi, debit air limbah, dan parameter
74

pencemar dilakukan melalui survei lapangan, wawancara, data sekunder, dan


pengukuran bersama PJT-I.

3.5.3 Proyeksi Risiko Dampak Pencemaran Hg, Cd, dan Pb terhadap


Kesehatan
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk mengkaji proyeksi risiko
dampak pencemaran terhadap kesehatan adalah: (1) dosis referensi untuk setiap
jenis spesi kimia risk agent; (2) konsentrasi spesi kimia risk agent dalam air
minum PDAM, air sungai, dan sedimen. Pengumpulan data untuk proyeksi risiko
dampak dilakukan melalui analisis kimia terhadap contoh air Kali Surabaya dan
contoh air Kali Surabaya dan air minum PDAM yang bersumber dari Kali
Surabaya, serta data sekunder terutama nilai default dari Exposure Factor
Handbook (EPA 1990) dan reference dose (RfD) dari Integrated Risk Information
System (IRIS 2007).

3.5.4 Pemilihan Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran yang Efektif dan


Efisien
Pemilihan kegiatan reduksi beban pencemaran yang efektif dan efisien,
dikembangkan untuk menentukan pilihan alternatif dari berbagai kegiatan yang
diusulkan dalam menurunkan beban pencemar pada kali surabaya. Teknik
pengambilan keputusan yang digunakan adalah AHP. Alternatif kegiatan reduksi
beban pencemaran ditentukan berdasarkan sumber dari pakar dan pustaka.
Berdasarkan hasil kajian pustaka dan wawancara mendalam dengan pakar,
berhasil diidentifikasi sepuluh alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali
Surabaya, yaitu: (1) Pembuatan UPL komunal, (2) Penerapan pajak limbah
pencemar industri, (3) Pemantauan kualitas limbah dan sumber air, (4)
Penyuluhan, (5) Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah, (6) Sistem
penegakan hukum lingkungan, (7) Penetapan kelas air Kali Surabaya, (8)
Penetapan daya tampung beban pencemaran, (9) Relokasi industri, dan (10)
Penataan ruang. Kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan
reduksi beban pencemaran adalah: (1) Keadilan, (2) Keberlanjutan, (3) Partisipasi
masyarakat, (4) Prosedur dan persyaratan, (5) Efisiensi, dan (6) Kemudahan
manajemen.
Pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini minimal harus memenuhi salah
satu kriteria/persyaratan, yaitu (1) Mendapatkan pendidikan formal S2/S3 pada
75

bidang yang dikaji, (2) Berpengalaman dalam bidang yang dikaji, dan (3) Praktisi
dalam bidang yang dikaji.

3.5.5 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air


Pemilihan teknologi pengendalian pencemaran air, dikembangkan untuk
menentukan pilihan teknologi pengendalian pencemaran air yang paling efektif.
Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah teknik perbandingan
indeks kinerja (comparative performance index, CPI).
Alternatif teknologi pengendalian pencemaran air untuk berbagai teknologi
pengolahan kimia, fisika, biologi atau kombinasinya ditentukan berdasarkan
sumber dari pustaka dan pakar. Alternatif teknologi pengendalian pencemaran air
yang berhasil diidentifikasi berdasarkan pendapat pakar adalah: (1) Pengendapan,
(2) Screening, (3) Wastewater garden, (4) Filtrasi, (5) Lumpur aktif, (6)
Disinfeksi, dan (7) Biofilter, sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian
alternatif adalah: (1) Efisiensi pemisahan; (2) Biaya investasi; (3) Produk
samping; (4) Biaya operasional; dan (5) Kemudahan pengoperasian.

3.5.6 Desain Model Pengendalian Pencemaran Air


Data yang diperlukan untuk mendesain model pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya adalah beban pencemaran yang berasal dari limbah
pemukiman/domestik, limbah hotel, limbah pertanian, dan limbah industri.
Pengumpulan data tentang sumber-sumber pencemaran dan jenis pencemar yang
masuk ke Kali Surabaya dilakukan melalui data sekunder dan wawancara.
Sumber pencemar yang didata adalah pemukiman, hotel, industri, dan pertanian,
sedangkan parameter yang didata adalah jumlah masing-masing sumber, jumlah
pemakaian air, jumlah rumah tangga dan penduduk, debit air limbah, sarana
pembuangan dan pengolahan limbah.
Desain model dilakukan untuk melihat perilaku sistem dalam membantu
perencanaan strategi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Model
bersandar pada hasil pendekatan kotak gelap dan kondisi faktual hasil studi yang
dikombinasikan dengan konsep teoritis dari berbagai kepustakaan. Perangkat
lunak yang digunakan sebagai alat bantu pemodelan sistem adalah powersim.
76

3.6 Analisis Data


3.6.1 Analisis Fisika dan Kimia Kualitas Air
Analisis parameter fisika dan kimia air sungai dan air minum PDAM
mengacu pada metode APHA (1998). Hasil analisis kualitas air dari semua lokasi
pengambilan contoh dibandingkan dengan Baku Mutu Perairan yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.

3.6.2 Analisis Status Kualitas Air


Metode yang digunakan untuk menentukan status kualitas air atau indeks
mutu lingkungan perairan adalah metode STORET. Pada metode STORET data
parameter kualitas air hasil pengukuran dibandingkan dengan baku mutu air
disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status kualitas air. Kualitas
air pada suatu sungai untuk suatu peruntukan air dan parameter-parameter kualitas
air yang telah melampaui atau tidak memenuhi syarat baku mutu dapat diketahui
dengan metode STORET.
Penentuan status kualitas air dengan metode STORET adalah dengan
menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United State - Environmental Protection
Agency), dengan mengklasifikasikan kualitas air dalam empat kelas, yaitu :

(1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu


(2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 tercemar ringan
(3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 tercemar sedang
(4) Kelas D : buruk, skor -31 tercemar berat

Penentuan status kualitas air dengan metode STORET dilakukan dengan


langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan tabulasi data kualitas air yang memuat semua nilai hasil
pengukuran parameter fisika dan kimia (pH, DO, COD, BOD, TSS, N-NH 3 ,
N-NO 3 , P-PO 4 , dan kadar Hg, Pb, dan Cd) sehingga membentuk data dari
waktu ke waktu (time series data) dan mencantumkan nilai maksimum,
minimum, dan rata-rata hasil pengukuran masing-masing parameter pada
setiap lokasi pengamatan;
2. Membandingkan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata hasil pengukuran
dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai
dengan kelas air;
77

baku
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu (hasil pengukuran
mutu) maka diberi skor 0;
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran
> baku mutu), maka diberi skor:

Parameter
Jumlah Contoh*) Nilai
Fisika Kimia
< 10 Maksimum -1 -2
Minimum -1 -2
Rata-rata -3 -6
10 Maksimum -2 -4
Minimum -2 -4
Rata-rata -6 -12
*) Jumlah parameter yang digunakan dalam menentukan status mutu air
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status
kualitasnya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

3.6.3 Analisis Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran


Analisis beban pencemaran dari berbagai sumber pencemar baik dari effluen
air limbah industri, limbah pemukiman, limbah hotel, dan limbah pertanian baik
melalui outlet maupun saluran/anak sungai dilakukan melalui pendekatan Rapid
Assessment (WHO 1993) dan faktor konversi (emisi) yang diperoleh dari pustaka.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung beban pencemaran adalah:

BP = Q x C i x f (7)

Keterangan: BP = beban pencemaran yang berasal dari sumber (kg / hari)


Q = debit air limbah atau air sungai (m3 / detik)
C i = konsentrasi parameter ke-i (mg / liter)
f = faktor konversi (86.4)
Total beban pencemaran dari suatu sumber ditentukan menggunakan
persamaan:
n
TBP = BP
i =1

Keterangan: TBP = total beban pencemaran yang masuk ke perairan


BP = beban pencemaran yang berasal dari sumber (ton/tahun)
n = jumlah sumber pencemar
i = beban limbah sungai ke-i
78

Penentuan tingkat pencemaran air Kali Surabaya relatif terhadap parameter


kualitas air yang diijinkan mengacu pada KepMen Lingkungan Hidup Nomor 115
tahun 2003, yaitu menggunakan metode indeks pencemaran (IP). Metoda ini
dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya
sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter
tertentu. Pada penelitian ini parameter kualitas air yang digunakan untuk
menentukan tingkat pencemaran adalah: pH, TSS, DO, BOD, COD, N-NO 3 ,
N-NO 2 , N-NH 3 , P-PO 4 , kadar Hg, Pb, dan Cd.
Penentuan tingkat pencemaran dengan indeks pencemaran (IP) Sumitomo
dan Nemerow dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Memilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka
kualitas air akan membaik;
2. Memilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang;
3. Menghitung nilai C i /Lij tiap parameter pada setiap lokasi sampling;
4.a. Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat
pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai
maksimum C im (misal untuk DO, maka C im merupakan nilai DO jenuh);
Dalam kasus ini nilai C i /Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai C i /Lij
hasil perhitungan, yaitu :
Cim Ci ( hasil pengukuran )
(C i /Lij ) baru =
Cim Lij

4.b. Jika nilai baku L ij memiliki rentang, maka :


[Ci ( Lij ) rara rata ]
- untuk C i Lij rata-rata (C i /L ij ) baru =
{( Lij ) min ( Lij ) rata rata }

[Ci ( Lij ) rara rata ]


- untuk C i > Lij rata-rata (C i /L ij ) baru =
{( Lij ) max ( Lij ) rata rata }

4.c. Jika dua nilai (C i /Lij ) berdekatan dengan nilai acuan 1.0, misal C 1 /L1j =
0.9 dan C 2 /L2j = 1.1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C 3 /L 3j = 5.0
dan C 4 /L4j = 10.0, maka tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara
untuk mengatasi kesulitan ini adalah :
(1) Penggunaan nilai (C i /Lij ) hasil pengukuran kalau nilai ini < 1.0.
(2) Penggunaan nilai (C i /Lij ) baru jika nilai (C i /Lij ) hasil pengukuran > 1.0:
(C i /L ij ) baru = 1.0 + P.log(C i /L ij ) hasil pengukuran
79

P adalah konstanta (biasanya digunakan nilai 5).


5. Menentukan nilai rata-rata (C i /L ij ) R dan nilai maksimum (C i /Lij ) M dari
keseluruhan C i /L ij ;
6. Menentukan harga indeks pencemaran (IP) menggunakan formula:

(Ci / Lij ) 2M + (Ci / Lij ) 2R


IP = (8)
2

dengan : IP = indeks pencemaran


C i = konsentrasi parameter kualitas air (i)
Lij = baku mutu peruntukan air (j)
(C i /L ij ) M = nilai maksimum C i /L ij
(C i /L ij ) R = nilai rata-rata C i /L ij
Evaluasi terhadap nilai indeks pencemaran (IP) Sumitomo dan Nemerow
adalah :
0 IP 1.0 memenuhi baku mutu (kondisi baik)
1.0 < IP 5.0 tercemar ringan
5.0 < IP 10 tercemar sedang
IP > 10 tercemar berat

3.6.4 Analisis Risiko Dampak Pencemaran Hg, Cd, dan Pb terhadap


Kesehatan

Tingkat risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan dinyatakan sebagai


risk quotient (RQ) untuk efek-efek non karsinogenik (IPCS 2004; ATSDR 2005;
Rahman 2007) dan excess cancer risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik (EPA
2005; Rahman 2007). Persamaan yang digunakan untuk menghitung RQ adalah:

I nk
RQ = (9)
RfD

Keterangan: I nk = asupan (intake) non karsinogenik (mg/kg bb /hari)


RfD = dosis referensi (reference dose) (mg/kg bb/hari)
Risiko kesehatan dinyatakan ada dan perlu dikendalikan jika RQ > 1, namun jika
RQ 1, risiko tidak perlu dikendalikan tetapi perlu dipertahankan agar nilai
numerik RQ tidak melebihi 1.
Nilai ECR diperoleh dengan mengalikan cancer slope factor (CSF) dengan
asupan karsinogenik risk agent (I k ):
80

ECR = CSF x I k (10)

Risiko kesehatan tidak dapat diterima bila 10-6 < ECR < 10-4 (US-EPA 1990).
Jumlah asupan (intake) dari air minum dihitung menggunakan persamaan
(ATSDR 2005; Rahman 2007):

C x R x f E x Dt
I= (11)
Wb x t avg

Keterangan : I = asupan (mg/kg/hari)


C = konsentrasi risk agent (mg/l)
R = laju asupan atau konsumsi (L/hari)
f E = frekuensi pemaparan (hari/tahun)
D t = durasi pemaparan (30 tahun untuk nilai default residensial)
Wb = berat badan (kg)
t avg = periode waktu rata-rata (70 tahun x 365 hari/tahun untuk zat
karsinogen, D t x 365 hari/tahun untuk zat nonkarsinogen)

Untuk mengkuantifikasi paparan yang berkaitan dengan kontaminasi logam


merkuri (Hg), timbal (Pb), dan cadmium (Cd) di Kali Surabaya digunakan analisis
risiko kesehatan terhadap penduduk yang melakukan aktivitas langsung di Kali
Surabaya (mandi, mencuci, berenang). Model yang digunakan adalah model
analisis risiko kesehatan yang dikembangkan oleh National Institute of Public
Health and Environmental Protection (diacu dalam Albering et al. 1999) yang
mencakup lima jalur pemaparan, yaitu (1) sedimen, (2) air permukaan, (3)
material tersuspensi, (4) kontak kulit dengan air permukaan, dan (5) kontak kulit
dengan sedimen. Persamaan yang digunakan dalam model untuk menghitung total
pemaparan adalah (Whitmyre et al. 1992; Albering et al. 1999):

1) Asupan (intake) bersumber dari sedimen (mg/kg bb/hari)

Cs x IRs x EF x AF
I ds = (12)
Wb
Keterangan:
C S = konsentrasi kontaminan dalam sedimen (mg/kg dw)
IRs = laju asupan sedimen (kg dw/hari paparan)
EF = frekuensi paparan (hari/365 hari)
AF = faktor absorpsi (tanpa satuan), dan
Wb = berat badan (kg)
81

2) Asupan yang bersumber dari sungai (air permukaan) (mg/kg bb/hari)

Cw x IRw x EF x AF
I WS = (13)
Wb
Keterangan:
C W = konsentrasi kontaminan dalam air permukaan (mg/l)
IRw = laju asupan air permukaan (liter/hari paparan)

3) Asupan yang bersumber dari material tersuspensi (mg/kg bb/hari):

CM x CMW x IRw x EF x AF
I SM = (14)
Wb
Keterangan:
CM = konsentrasi kontaminan dalam material tersuspensi (mg/kg dw)
CMW = kandungan material tersuspensi di air permukaan (kg/liter)

4) Asupan lewat kontak dermal dengan sedimen (mg/kg bb/hari)

Cs x SAs x AD x ASs x Mf x EDs x EF x AF


I Kds = (15)
Wb
Keterangan:
SAs = luas permukaan kulit untuk paparan sedimen (m2),
AD = laju kontak kulit dengan sedimen (mg/cm2),
ASs = laju absorpsi dermal (liter/jam),
Mf = faktor matriks (tanpa satuan),
EDs = durasi pemaparan terhadap sedimen (jam/hari)

5) Asupan lewat kontak dermal dengan air permukaan (mg/kg bb/hari)

Cw x SAw x ASw x EF x EDw x AF


I Kdw = (16)
Wb
Keterangan:
SAw = luas permukaan kulit untuk pemaparan pada air permukaan (m2)
ASw = laju absorpsi dermal [(mg/m2)/(mg/l)/jam]
EDw = durasi pemaparan (jam/hari)

Nilai default faktor-faktor pemaparan yang digunakan dalam pemodelan


pemaparan untuk menghitung asupan berbagai jalur pemaparan mengacu pada
nilai yang diberikan oleh Albering et al. (1999) seperti ditunjukkan pada Tabel 18.
82

Tabel 18 Nilai default yang digunakan dalam model pemaparan


Parameter Anak Dewasa
Laju asupan sedimen (IRs) (kg dw/hari pemaparan) 1E-3 3.5E-4
Laju asupan air permukaan (IRw) (liter/hari pemaparan) 5E-2 5E-2
Faktor absorpsi (AF) 1 1
Laju absorpsi secara dermal (ASs) (liter/jam) 0.01 0.005
Luas permukaan kulit untuk paparan sedimen (SAs) (m2) 0.17 0.28
Luas permukaan kulit untuk paparan (SAw) (m2) 0.95 1.80
Laju kontak dermal dengan sedimen (AD) (mg/cm2) 0.51 3.75
Matriks faktor (MF) 0.15 0.15
Frekuensi pemaparan (EF) (hari/365 hari) 30 30
Berat badan (Wb) (kg) 15 70
Durasi pemaparan terhadap sedimen (EDs) (jam/hari) 8 8
Durasi pemaparan dalam air permukaan (EDw) (jam/hari) 2 1
Fraksi kontaminan (FI) 0.5 0.5
Sumber : Albering et al. (1999)
Keterangan: fw = fresh weight, dw = dry weight

Hasil penentuan total tingkat pemaparan atau asupan logam berat melalui
kelima jalur pemaparan, selanjutnya dibandingkan dengan asupan harian yang
dapat ditoleransi (tolerable daily intake, TDI). TDI merujuk pada dosis referensi
suatu bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari tanpa menimbulkan risiko yang
terindentifikasi pada pemaparan selama hidup (lifetime exposure). Tingkat bahaya
(hazard quotient, HQ) ditentukan dengan membandingkan jumlah paparan harian
rata-rata dengan TDI. Nilai rata-rata paparan harian (mg/kg bb/hari) ditentukan
menggunakan persamaan (Albering et al. 1999):

6 x paparan harian Anak 64 x paparan harianDewasa


+ (17)
70 7

HQ =
paparan harian rata rata
(18)
TDI

Jika nilai HQ < 1, berarti tidak ada risiko bahaya yang terjadi.

3.6.5 Pendekatan Sistem dalam Desain Model Pengendalian Pencemaran Air


Desain model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dilakukan
dengan pendekatan sistem, yaitu suatu metode pemecahan masalah yang diawali
dengan identifikasi kebutuhan yang menghasilkan suatu sistem operasional yang
efisien. Model pengendalian pencemaran yang dibangun didasarkan pada beban
limbah dan karakteristik pencemaran di Kali Surabaya, terutama karakteristik
83

efluen dan kimia pencemar dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pencapaian
tujuan.
Pengkajian yang menggunakan pendekatan sistem sebagai metodologi
dicirikan oleh tiga karakteristik sistem yaitu kompleks, dinamik dan probabilistik,
dengan tiga pola pikir dasar yang selalu menjadi pegangan pokok para ahli sistem
dalam menjawab permasalahan (Eriyatno, 2003), yaitu: (1) Sibernatik
(cybernetic), berorientasi pada tujuan, (2) Holistik (holistic), cara pandang yang
utuh terhadap keutuhan sistem, dan (3) Efektif (effectiveness), lebih
mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan daripada
pendalaman teoritis untuk mencari efisiensi keputusan. Pendekatan sistem
memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu
mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi dan mendesain sistem dengan
komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas
disiplin dan komplementer. Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam
tahap analisis sebelum tahap sintesis (rekayasa), yaitu: (1) analisis kebutuhan; (2)
formulasi masalah; (3) identifikasi sistem; (4) pemodelan sistem; (5) verifikasi
dan validasi; dan (6) implementasi (Eriyatno 2003).

1) Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan tahap awal untuk mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku/stakeholders (Hartrisari 2007).
Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat
mempengaruhi kinerja sistem. Menurut Marimin (2007), analisis kebutuhan selalu
menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang terhadap jalannya
sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat ahli, diskusi,
observasi lapang, dan sebagainya. Analisis sistem pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya melibatkan beberapa pelaku yang terlibat dalam sistem tersebut.
Kunci kesuksesan dari sebuah sistem adalah jika semua pelaku yang terlibat
dalam sistem dapat memperoleh manfaat dari sistem yang dibangun. Pelaku yang
terlibat dalam sistem pengendalian pencemaran air kali surabaya adalah: (1)
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kota Surabaya yang merupakan instansi
pengelola air minum; (2) Perum Jasa Tirta-I sebagai instansi dengan tugas pokok
eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta pengelolaan DAS; (3) Badan
Lingkungan Hidup Daerah (BLHD); (4) Dinas Pekerjaan Umum Pengairan; (5)
Dinas Pariwisata; (6) Industri; (7) Masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran
84

sungai dan masyarakat pengguna PDAM kota surabaya. Kebutuhan pelaku sistem
pengendalian pencemaran Kali Surabaya ditunjukkan pada Tabel 19.

Tabel 19 Analisis kebutuhan pada sistem pengendalian pencemaran air


Kali Surabaya
No Pelaku Kebutuhan
1 PDAM Kota Pengendalian yang tepat sasaran dan berkelanjutan;
Surabaya Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1;
(Pengelola) Harga dan pasokan air baku dari Kali Surabaya stabil;
Peningkatan pendapatan perusahaan dari jasa air.

2 Perum Jasa Tirta I Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat dan


industri;
Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan
pengelolaan sungai;
Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1;
Peningkatan pendapatan perusahaan dari jasa air.

3 Badan Lingkungan Setiap perusahaan memiliki IPLC dan mengoperasikan


Hidup Daerah instalasi pengolah air limbah (IPAL);
(BLHD) Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat,
bantuan dana dan kerjasama antar lembaga;
Lingkungan perairan kali surabaya bersih dari limbah
industri dan limbah domestik.
Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1

4 Dinas PU Setiap perusahaan memiliki IPLC dan mengoperasikan


Pengairan Jatim instalasi pengolah air limbah (IPAL);
Bantaran Kali Surabaya bebas dari pemukiman penduduk;
Lingkungan perairan kali surabaya bersih dari limbah
industri dan limbah domestik.
Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1

5 Dinas Pariwisata Setiap perusahaan memiliki dan mengoperasikan instalasi


pengolah air limbah (IPAL);
Partisipasi aktif semua pihak untuk menjaga kebersihan dan
keindahan sungai dan ekosistem di sekitarnya;
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah;
Lingkungan perairan kali surabaya bersih dan indah.

6 Industri Kewajiban pengelolaan lingkungan dipermudah dan tidak


berbelit-belit;
Biaya pengelolaan lingkungan rendah;
Teknologi pengolah limbah yang efektif dan efisien;
Pendapatan meningkat;
Kondisi lingkungan masyarakat kondusif.

7 Masyarakat Kualitas kehidupan masyarakat luas tidak terganggu oleh


dampak negatif pencemaran lingkungan;
Lingkungan perairan kali surabaya bersih dari limbah
industri dan limbah domestik;
Pendapatan meningkat;
Penerapan Corpoorate Social Responsibiliy (CSR).
85

2) Formulasi Masalah
Formulasi masalah merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam
perancangan model. Formulasi masalah dilakukan atas dasar penentuan informasi
yang telah dilakukan melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap
(Eriyatno 2003). Formulasi masalah perlu dikembangkan menjadi suatu
pernyataan masalah yang mendefinisikan gugus kriteria kelakuan sistem yang
kemudian dievaluasi. Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan
kepentingan antar pelaku dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya, permasalahan yang sering muncul dalam upaya pengendalian
pencemaran air sungai adalah:
1. Belum ada koordinasi antar sektor/dinas dan lemahnya penegakan hukum;
2. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelestarian
sumber daya air sungai;
3. Belum ada data terbaru parameter kualitas air Kali Surabaya, utamanya
kadar logam berat Hg, Pb, dan Cd;
4. Belum tersedia proyeksi risiko dampak pencemaran air terhadap kesehatan
penduduk;
5. Belum tersedia strategi pengendalian pencemaran badan air kali surabaya
yang efektif.

3) Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari
kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus
dipecahkan untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan tersebut (Eriyatno 2003).
Identifikasi sistem dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap komponen-
komponen yang terlibat di dalam sistem yang dikaji dalam bentuk diagram
lingkar sebab akibat (causal loop) dan diagram input output. Diagram lingkar
sebab akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat
(causal relationships) ke dalam bahasa gambar tertentu. Bahasa gambar tersebut
dibuat dalam bentuk garis panah yang saling mengkait, sehingga membentuk
sebuah diagram sebab akibat, pangkal panah mengungkapkan sebab dan ujung
panas mengungkapkan akibat. Hubungan digambarkan dengan tanda positip (+)
atau negatif (-). Diagram sebab akibat sistem pengendalian pencemaran air kali
surabaya, ditunjukkan pada Gambar 8.
86

+
Pendidikan
(Kesadaran
Lingkungan)
Kesejahteraan
Penduduk
+
Kualitas
Lingkungan +
Beban
Partisipasi Pencemaran

+ -
Aktifitas
Ekonomi
- +
+
Limbah
+

+
Permukiman +
Populasi Penduduk
+
+

- +
+
Pertanian
+ (Lahan)

Industri

Hotel

Gambar 8 Diagram lingkar sebab akibat sistem pengendalian pencemaran air.

Peningkatan pencemaran air Kali Surabaya akan menurunkan kualitas air


yang berdampak tidak hanya pada aspek ekologis dan ekonomis, namun juga
pada aspek estetika dan kesehatan manusia. Percemaran air bersifat kompleks,
tingkat pencemaran berubah dengan waktu (dinamik) dan terkait dengan
multistakeholder. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis sistem pengendalian
pencemaran air membutuhkan beberapa informasi yang dapat digolongkan
menjadi beberapa peubah, yaitu peubah input, peubah output dan parameter yang
membatasi susunan sistem. Diagram input output yang sering disebut diagram
kotak gelap (black box) menggambarkan hubungan antara output yang akan
dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi
permasalahan. Pada Gambar 9 diperlihatkan diagram black box sistem
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
87

Lingkungan
UU No. 32 Tahun 2009
UU No. 7 Tahun 2004
PP No. 82 Tahun 2001

Input tak terkontrol Output yang dikehendaki


Limbah non-point Beban pencemaran menurun
Debit air Kualitas air memenuhi baku mutu kelas 1
Beban limbah Meningkatnya partisipasi masyarakat

Model Pengendalian Pencemaran


Air Kali Surabaya

Output yang tidak dikehendaki


Input terkontrol
Pertumbuhan & kesadaran Parameter kinerja Jumlah beban limbah meningkat
penduduk Baku mutu Kurangnya kerjasama stakeholders
Persepsi masyarakat Penurunan kesehatan masyarakat
Implementasi peraturan Kualitas air terus menurun
Komitmen/Dukungan Pemda
Sistem & kapasitas kelembagaan

Manajemen Pengendalian

Gambar 9 Diagram input-output sistem pengendalian pencemaran air


Kali Surabaya.

3.6.6 Validasi Model


Validasi model merupakan tahap yang sangat penting dalam metode sistem
dinamik (Barlas 1996). Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah
model sistem yang dibuat merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang
dikaji di mana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno 2003).
Validasi model ditujukan untuk melihat kesesuaian hasil model dibandingkan
dengan realitas yang dikaji (Hartrisari 2007). Validasi model dilakukan dengan
menguji kebenaran struktur model dan keluaran model untuk menunjukkan
kesalahan minimal dibandingkan dengan data aktual termasuk menggunakan
berbagai teknik statistika. Validasi struktur untuk memperoleh keyakinan
konstruksi model valid secara ilmiah atau didukung oleh struktur sistem nyata,
sedangkan validasi keluaran model (kinerja) dilakukan untuk memperoleh
keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata
(Muhammadi et al. 2001). Validasi struktur dilakukan melalui studi pustaka,
sedangkan validasi kinerja dilakukan dengan membandingkan dengan data
empirik. Untuk memverifikasi keluaran model dengan data empirik dilakukan uji
88

menggunakan uji statistik AME (absolute means error), yaitu penyimpangan


antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual. Persamaan powersim AME sebagai
berikut:
AME = abs (sr-Ar)/Ar
Sr = integrate (S)/(t(n)-t(0))
Ar = integrate (A)/(t(n)-t(0))

Keterangan: A = nilai aktual


S = nilai simulasi
n = waktu
abs = nilai absolut
Integrate = sigma fungsi waktu
Batas penyimpangan yang dapat diterima adalah < 10% (Barlas 1996;
Muhammadi et al. 2001).

3.6.7 Analisis Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran Air


Pengembangan skenario pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
dilakukan dengan menggunakan analisis prospektif. Menurut Hartrisari (2002),
analisis prospektif merupakan studi tentang kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi di masa depan dengan tujuan mempersiapkan tindakan strategis dan
melihat apakah dibutuhkan perubahan di masa depan. Analisis prospektif
merupakan pengembangan dari metoda Delphi yang menggunakan pendapat
kelompok pakar untuk pengambilan keputusan. Analisis prospektif terdiri atas
beberapa langkah (Hartrisari 2002), yaitu:
1. Menentukan tujuan;
2. Mengidentifikasi faktor penentu di masa depan
3. Menemukan elemen kunci di masa depan
4. Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan

Identifikasi terhadap faktor-faktor penentu dalam upaya pengendalian


pencemaran air Kali Surabaya didasarkan pada pendapat pakar (expert judgement).
Untuk mengidentifikasi keterkaitan antar faktor (elemen penting) dalam sistem
dibuat matriks seperti ditunjukkan pada Tabel 20.
89

Tabel 20 Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian


pencemaran air Kali Surabaya

Dari A B C D E F G H I ...
Terhadap

A
B
C
D
E
F
G
H
I
...

Semua faktor yang teridentifikasi akan dinilai pengaruh langsung antar


faktor menggunakan pedoman penilaian seperti ditunjukkan dalam Tabel 21.

Tabel 21 Pedoman penilaian analisis prospektif


Skor Keterangan
0 Tidak ada Pengaruh
1 Berpengaruh kecil
2 Bepengaruh sedang
3 Berpengaruh sangat kuat

Pedoman penilaian dilakukan dengan pertanyaan sebagai berikut:


1. Apakah faktor A berpengaruh terhadap faktor B?
Jika tidak beri nilai 0, jika ya menuju ke pertanyaan selanjutnya
2. Apakah faktor A berpengaruh sangat kuat terhadap B?
Jika ya beri nilai 3, jika tidak menuju ke pertanyaan selanjutnya
3. Apakah pengaruhnya besar atau tidak? Jika ya beri nilai 2, jika tidak beri nilai 1
Hasil matriks gabungan pendapat pakar diolah dengan perangkat lunak
analisis prospektif. Hasil perhitungan divisualisasikan dalam diagram pengaruh
dan ketergantungan antar faktor seperti terlihat pada Gambar 10.
Tahapan penting dalam analisis prospektif adalah (Hartrisari 2002):
1. Membuat keadaan (state) suatu faktor
Pada tahap ini, faktor-foktor kunci yang telah ditentukan dibuat keadaan
(state) dengan ketentuan sebagai berikut:
90

a. Keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi dalam suatu
waktu di masa yang akan datang;
b. Keadaan bukan merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti
besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi merupakan deskripsi tentang
situasi dari sebuah faktor;
c. Setiap keadaan harus disefinisikan dengan jelas;
d. Bila keadaan dalam suatu faktor lebih dari satu maka keadaan-keadaaan
tsb harus dibuat secara kontras;
e. Identifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau
berjalan bersamaaan.
2. Membangun skenario yang mungkin terjadi
a. Susun suatu skenario yang memiliki peluang besar untuk terjadi di masa
yang akan datang;
b. Skenario merupakan kombinasi faktor. Karenanya, sebuah skenario harus
memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu
keadaan dan tidak memasukkan pasangan keadaan mutual incompotible;
c. Berikan nama pada setiap skenario (mulai dari nama paling optimis
sampai ke nama paling pesimis);
d. Memilih skenario yang paling mungkin terjadi
3. Implikasi skenario
a. Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya
terhadap tujuan studi;
b. Skenario tersebut didiskusikan implikasinya;
c. Membuat rekomendasi dari implikasi yang telah disusun.

Pengaruh
Variabel penentu Variabel penghubung
INPUT STAKES

Variabel Variabel Terikat


autonomous OUTPUT
UNUSED

Ketergantungan
Gambar 10 Diagram pengaruh dan ketergantungan sistem.
91

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis


Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur dan merupakan kota
terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya mempunyai
kedudukan geografis pada 07012 - 07021 lintang selatan dan 112036 - 112054
bujur timur. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, sebelah
barat dengan Kabupaten Gresik, dan sebelah utara dan timur berbatasan dengan
Selat Madura. Topografi Kota Surabaya meliputi Kota pantai, 80% berupa
dataran rendah dengan ketinggian 3-6 meter di atas permukaan laut dan
kemiringan kurang dari 3%, sedangkan 20% wilayah berupa perbukitan dengan
gelombang rendah dengan ketinggian lebih dari 20 - 30 meter dan kemiringan 5-
15% (Bapedal Kota Surabaya 2006).
Suhu Kota Surabaya cukup panas, yaitu rata-rata antara 22.60 34.10 0C,
dengan tekanan udara rata-rata antara 1005.2 1013.9 milibar dan kelembaban
antara 42 - 97%. Kecepatan angin rata-rata per jam mencapai 12 23 km, curah
hujan rata-rata antara 120 190 mm.
Secara administrasi luas daratan wilayah Kota Surabaya 32,636.68 Ha dan
lautan 19039 ha yang terbagi dalam 31 kecamatan, 163 wilayah kelurahan, 1298
Rukun Warga dan 8338 Rukun Tetangga. Urbanisasi merupakan salah satu isu
lingkungan Kota Surabaya, tingginya mobilisasi penduduk di Kota Surabaya tiap
tahunnya seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian Kota Surabaya,
seperti meningkatnya jumlah industri, jumlah hotel, serta jumlah pasar.
Peningkatan aktivitas perekonomian ini membuat penduduk dari luar daerah
migrasi ke Kota Surabaya. Urbanisasi ini menyebabkan peningkatan kepadatan
penduduk, jumlah pemukiman, jumlah limbah yang akan menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan dan peningkatan kebutuhan air bersih serta
fasilitas sanitasi lingkungan Kota Surabaya.-

4.2 Kondisi Iklim


Berdasarkan data iklim Surabaya tahun 2008 dapat dianalisa bagaimana
kondisi iklim di Kota Surabaya. Kota Surabaya tercatat sebagai kota terpanas
kedua setelah Jakarta, disusul Semarang pada peringkat ketiga. Suhu rata-rata
minimum 22.6 oC dan maksimum 34.8 oC. Semakin memanasnya suhu Kota
92

Surabaya disebabkan tingginya gas emisi yang dilepas ke udara. Menurut data
BLH (2009), sumber emisi terbesar berasal dari gas CO 2 5,480,000 ton/tahun,
partikulat (Pb, Zn, Cu dan Cd) 622,560 ton/tahun, dan hidrokarbon 310,000
ton/tahun.
Suhu rata-rata bulanan di Kota Surabaya tidak mengalami fluktuasi yang
besar. Pada bulan Mei, nilai rata-rata suhunya paling dingin dibandingkan dengan
bulan-bulan yang lain dalam satu tahun, yaitu 20.8 oC. Bulan Agustus, September,
dan Oktober tercatat sebagai bulan yang paling panas dalam satu tahun, dengan
suhu 35.4 36.7 oC.
Kelembaban rata-rata di Kota Surabaya minimum 43% dan maksimum 95%.
Kelembaban udara tersebut menggambarkan kandungan uap air di udara yang
dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun
defisit tekanan uap air. Tekanan udara rata-rata minimum adalah 1,005.6 Mbs dan
maksimum 1,013.8 Mbs. Data suhu, kelembaban udara, dan tekanan udara
selengkapnya, ditunjukkan pada Tabel 22.

Tabel 22 Suhu, kelembaban, dan tekanan udara Kota Surabaya tahun 2008
Suhu (oC) Kelembaban (%) Tekanan Udara (Mbs)
Bulan
Maks Min Maks Min Maks Min
Januari 34.6 23.0 97 48 1,013.4 1,004.8
Februari 33.4 22.8 95 55 1,012.4 1,004.8
Maret 33.7 21.9 98 56 1,013.6 1,004.4
April 34.6 22.6 95 46 1,013.4 1,004.9
Mei 34.8 20.8 94 35 1,014.8 1,006.8
Juni 34.6 21.5 93 39 1,014.3 1,007.2
Juli 33.6 21.4 92 35 1,014.8 1,007.8
Agustus 35.4 22.0 96 40 1,014.2 1,006.7
September 36.2 23.0 89 32 1,015.0 1,006.9
Oktober 36.7 24.4 93 35 1,014.2 1,005.3
November 34.9 24.6 95 49 1,013.2 1,003.4
Desember 34.8 23.7 98 49 1,012.1 1,004.6
Rata-rata 34.8 22.6 95 43 1,013.8 1,005.6
Sumber : Stasiun Meteorologi Perak I Surabaya (2008)dalam BPS (2009).
93

4.3 Tata Guna Lahan


Penggunaan lahan Kota Surabaya saat ini didominasi permukiman yang
berkembang sangat pesat terutama di Surabaya bagian timur dan barat.
Keseluruhan kawasan permukiman menempati lebih dari 42% dari luas kota
keseluruhan. Kegiatan perdagangan dan jasa juga cenderung terus bertambah.
Pada Tabel 23 ditampilkan komposisi penggunaan lahan Kota Surabaya.

Tabel 23 Penggunaan lahan Kota Surabaya


No Penggunaan Luas (ha) Persentase
1 Permukiman 13,711.00 42.01
2 Sawah 3,506.19 10.74
3 Tegalan 1,808.90 5.54
4 Tambak 4,982.71 15.27
5 Jasa 2,982.06 9.14
6 Perdagangan 573.32 1.76
7 Industri/Gudang 2,370.38 7.26
8 Tanah Kosong 1,784.90 5.47
9 Lain-lain 918.29 2.81
Sumber: RTRW Kota Surabaya dalam BLH Kota Surabaya (2009).

Perkembangan permukiman yang sangat pesat terutama terjadi di


Lakarsantri, Benowo, Wiyung, Sukolilo, dan Rungkut, yang pada umumnya
merupakan pengembangan perumahan baru berskala besar. Perkampungan lama
umumnya berada di Surabaya bagian tengah.
Kawasan Surabaya bagian tengah lebih didominasi oleh kegiatan
perdagangan dan jasa. Kawasan terbangun di bagian tengah kota dan pada poros
utara-selatan juga cenderung berkembang secara intensif, dicirikan dengan
semakin banyaknya bangunan bertingkat yang dimanfaatkan untuk kegiatan
perdagangan dan jasa.
Kegiatan industri tetap berkembang pada lokasi yang ada, seperti kawasan
industri SIER di Rungkut, kawasan dan lokasi industri di Margomulyo, serta
kegiatan industri individual yang cenderung berlokasi dengan pola urban sprawl
di seluruh penjuru kota, seperti yang terjadi di sepanjang Jalan Mastrip Karang
Pilang dan Jalan Kalirungkut.
94

4.4 Kondisi Hidrolis dan Debit Air Kali Surabaya


Pada setiap segmen, penampang Kali Surabaya tidak seragam. Terdapat dua
faktor penting yang merupakan bagian dari sifat hidrolika Kali Surabaya, yaitu
kedalaman dan kecepatan air. Menurut Dinas PU Pengairan Jawa Timur (2004),
profil memanjang dan profil melintang Kali Surabaya bervariasi. Bagian hulu
mulai dari Mlirip sampai Driyorejo, lebar Kali Surabaya berkisar 30 35 m,
kedalaman di tengah 2 3 m, dan kedalaman di tepi 0.5 1.0 m. Bagian hilir
mulai Driyorejo sampai Jagir, lebar Kali Surabaya sekitar 50 60 m, kedalaman
di tengah 3.5 7.0 m, dan kedalaman di tepi 1.0 1.5 m. Kondisi hidrolisis Kali
Surabaya dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Kondisi hidrolis Kali Surabaya


Km Kedalaman Sungai Lebar Sungai Kecepatan Aliran
Rata-rata (m) Rata-rata (m) Rata-rata (m/detik)
42.3 36.9 3.54 32.22 0.36
36.9 31.6 3.05 43.82 0.39
31.6 21.7 3.19 39.32 0.41
21.7 11.9 2.96 42.22 0.41
11.9 5.6 4.31 47.14 0.22
5.6 2.6 3.95 51.18 0.18
2.6 0.0 3.66 52.73 0.20
Sumber : PU Pengairan Jatim (diacu dalam PJT I 2008).

Debit air Kali Surabaya dipengaruhi oleh curah hujan. Secara kuantitas,
Kali Surabaya menunjukkan pola perubahan debit yang seragam sepanjang tahun.
Pada bulan Desember sampai Mei, debit air Kali Surabaya di beberapa titik
pantau/pengukuran menunjukkan nilai yang besar, antara 50 100 m3/detik,
sedangkan pada bulan Juni sampai November angka debit berkisar 20 40
m3/detik.
Pola perubahan debit yang konsisten pada bulan-bulan di atas, dapat
dibedakan debit Kali Surabaya karena pengaruh musim hujan dan musim
kemarau. Debit Kali Surabaya menjadi besar karena pengaruh jumlah hujan di
daerah tangkapan hujan. Rata-rata debit aliran Kali Surabaya karena pengaruh
musim hujan dan musim kemarau disajikan pada Tabel 25.
95

Tabel 25 Debit aliran Kali Surabaya


Lokasi Debit air (m3/det) Rata-rata
Musim hujan Musim kemarau (m3/det)
Dam Mlirip 29.2 21.2 24.18
Jemb Perning 63.2 33.5 48.34
Dam Gunungsari 50.2 16.2 32.69
Sumber: Pemantauan PJT I 2003-2007.

Perum Jasa Tirta I melakukan pengukuran debit air Kali Surabaya secara
periodik harian pada empat lokasi pengukuran, yaitu Dam Mlirip, Jembatan
Perning, Dam Gunungsari, dan Dam Jagir. Sebagai gambaran, disajikan grafik
debit bulanan dan rata-rata tahunan aliran Kali Surabaya (hasil olahan) di Dam
Gunungsari selama enam tahun (Gambar 11). Gambar 11, menunjukkan bahwa
debit air Kali Surabaya berfluktuasi setiap tahunnya dan terdapat perbedaan antara
musim hujan dan musim kemarau.

(a) (b)
Gambar 11 (a) Pola perubahan debit aliran Kali Surabaya (Dam Gunungsari)
(b) Debit rerata tahunan di Dam Gunungsari (diolah dari data PJT I).

4.5 Kondisi Sosial Ekonomi

4.5.1 Kependudukan
Jumlah penduduk Kota Surabaya pada tahun 2008 mencapai 2,902,507
orang terdiri atas 1,453,135 jiwa penduduk laki-laki (50.06%) dan 1,449,372
jiwa penduduk perempuan (49.94%), dengan tingkat kepadatan 86.7 jiwa/ha dan
pertumbuhan rata-rata sekitar 1.67 persen per tahun. Menurut BLH Kota
Surabaya (2009), populasi penduduk yang bersifat administratif ini berbeda
dengan kondisi yang sesungguhnya. Pada kenyataannya pada siang hari jumlah
96

penduduk Surabaya diperkirakan bertambah sekitar 30% dari jumlah tersebut.


Perkembangan pembangunan Kota Surabaya yang cukup pesat menimbulkan
daya tarik bagi daerah sekitar untuk datang ke Kota Surabaya, sehingga
mengakibatkan jumlah penduduk Kota Surabaya menjadi semakin bertambah.
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin tiap kecamatan di Kota Surabaya pada
tahun 2008 diperlihatkan pada Tabel 26.

Tabel 26 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan


No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Bubutan 57 960 57 918 115 878
2 Simokerto 52 896 53 634 106 530
3 Tegalsari 59 422 60 049 119 471
4 Genteng 34 308 35 383 69 691
5 Semampir 97 330 95 856 193 186
6 Pabean Cantikan 47 552 46 303 93 855
7 Krembangan 63 138 62 021 125 159
8 Kenjeran 59 088 57 659 116 747
9 Bulak 17 614 17 501 35 115
10 Gubeng 77 827 79 427 157 254
11 Tambaksari 110 930 112 219 223 149
12 Sukolilo 49 779 49 583 99 362
13 Mulyorejo 39 608 39 771 79 379
14 Rungkut 45 786 45 716 91 502
15 Tenggilis Mejoyo 27 754 27 726 55 480
16 Gunung Anyar 23 312 23 315 46 627
17 Wonokromo 93 637 93 176 186 813
18 Sawahan 111 140 112 117 223 257
19 Wonocolo 40 359 40 268 80 627
20 Jambangan 21 689 21 272 42 961
21 Gayungan 22 665 22 484 45 149
22 Karang Pilang 34 939 34 470 69 409
23 Wiyung 29 944 29 846 59 790
24 Dukuh Pakis 30 104 29 826 59 930
25 Tandes 47 232 47 015 94 247
26 Asemrowo 19 579 18 908 38 487
27 Sukomanunggal 48 923 48 440 97 363
28 Benowo 21 363 21 220 42 583
29 Pakal 18 537 18 180 36 717
30 Lakarsantri 23 333 22 956 46 289
31 Sambikerep 25 387 25 113 50 500
Jumlah 1 453 135 1 449 372 2 902 507
Sumber: BPS (2009), Dinas Kependudukan dan Capil Kota Surabaya, 2009.

Berdasarkan komposisi kelompok umur/struktur usia pada tahun 2008


proporsi terbanyak penduduk Kota Surabaya adalah pada kelompok usia 26 40
tahun sebanyak 804,235 jiwa (28.32%) dan 41-59 tahun 624,356 jiwa (21.99%),
sedangkan proporsi terkecil adalah kelompok umur 17 tahun sebanyak 49,079
jiwa (1.73%) dan 6 9 tahun 185,481 jiwa (6.53%). Komposisi penduduk
97

berdasarkan profesi yang terbanyak adalah pegawai swasta (23.34%), selanjutnya


adalah sebagai ibu rumah tangga (18.21%) dan sebagai pelajar/ mahasiswa
(18.00%). Persentase penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, pembantu,
petani, dan buruh berturut-turut adalah 0.09, 0.14, 0.27 dan 0.44%.
Berdasarkan data penduduk tahun 2003 2009, jumlah penduduk Kota
Surabaya cenderung mengalami peningkatan dari 1.21 2.58 % dengan rata-rata
pertumbuhan 1.67 %. Tabel 27 memperlihatkan keadaan penduduk Kota
Surabaya menurut jenis kelamin tahun 2003 2009.
Tabel 27 Keadaan penduduk Kota Surabaya tahun 2003-2009
Tahun Penduduk Penduduk Jumlah
Laki-laki Perempuan
2003 1 337 982 1 321 584 2 659 566
2004 1 353 886 1 337 780 2 691 666
2005 1 377 951 1 362 539 2 740 490
2006 1 399 385 1 384 811 2 784 196
2007 1 421 573 1 407 979 2 829 552
2008 1 453 135 1 449 372 2 902 507
2009 1 474 874 1 463 351 2 938 225
Sumber : Dinas Kependudukan dan Capil Kota Surabaya ( 2009) dan ILPPD (2009).

Peningkatan jumlah penduduk di Kota Surabaya akan menimbulkan


berbagai dampak berantai dan saling berkaitan dengan yang lain, misalnya
pertambahan penduduk akan mengakibatkan berkurangnya ketersediaan sumber
daya alam dan lingkungan, air bersih, sanitasi lingkungan, ketersediaan
pendidikan, lapangan kerja dan fasilitas lainnya, yang pada akhirnya akan
menimbulkan beban bagi lingkungan hidup dan secara otomatis daya dukung
lingkungan akan semakin berat sehingga pada akhirnya akan terjadi degradasi
lingkungan dan dampak sosial ekonomi. Menurut Bapedal Kota Surabaya (2007),
kendala yang dihadapi akibat pertumbuhan penduduk adalah :
a. Peningkatan penggunaan sumber daya alam (sumber daya air)
b. Peningkatan kuantitas limbah hasil kegiatan (limbah padat, cair)
c. Peningkatan kebutuhan sosial ekonomi.

4.5.2 Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan utuk
melihat perkembangan kota, termasuk tingkat kecerdasan masyarakat. Komposisi
98

penduduk kota Surabaya berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2008


terbanyak adalah pada tingkat pendidikan SD sebanyak 777,801 (27.49%)
kemudian SLTP sebanyak 753,881 jiwa (26.64%) serta tidak sekolah berjumlah
601,740 (21.27%). Data komposisi (%) penduduk Kota Surabaya tahun 2008
berdasarkan tingkat pendidikan selengkapnya diperlihatkan pada Gambar 12.

Pascasarjana,
0.67
Universitas, 8.38
Akademi, 1.64
Tidak sekolah,
21.27
SLTA, 13.91

SD, 27.49 SLTP, 26.64

Gambar 12 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan.


(Sumber: BPS 2009)

4.5.3 Kondisi Ekonomi


Kondisi ekonomi Kota Surabaya secara umum dapat dilihat dari Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB), pendapatan per kapita, tingkat investasi, dan
perkembangan sektor industri dan jasa serta perdagangan. Struktur ekonomi
Surabaya ditopang oleh sektor tersier. Terdapat tiga sektor terbesar yang menjadi
leading sector perekonomian Surabaya yaitu sektor perdagangan, hotel dan
restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
Pada tahun 2009 ketiga sektor tersebut telah memberikan kontribusi sebesar
76.72% terhadap keseluruhan produk domestik bruto Surabaya. Kontribusi sektor
perdagangan, hotel, dan restoran terhadap total PDRB Surabaya pada tahun 2009
sebesar 39.13% dan menempati posisi pertama untuk konstribusinya dalam
perekonomian Surabaya. Diikuti oleh sektor industri pengolahan, sebagai
kontributor kedua sebesar 28.77%. Kontribusi sektor pengangkutan dan
komunikasi sebesar 8.81%. Sektor lain memiliki tingkat kontribusi lebih kecil
dibanding ketiga sektor di atas. Sektor kontruksi dan sektor jasa-jasa memberikan
kontribusi sebesar 6.56% dan 6.64%. Kontribusi sektor keuangan, persewaan dan
99

jasa perusahaan sebesar 5.63%. Kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih
sebesar 4.36%, sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor pertanian dan
sektor pertambangan dan penggalian masing-masing sebesar 0.09% dan 0.01%.
Berdasarkan data BPS Kota Surabaya (2009), PDRB Kota Surabaya
mengalami peningkatan dari Rp 123,792,042 juta (tahun 2007) menjadi
Rp 149,792,615 juta pada tahun 2008, sedangkan menurut ILPPD (2009), pada
tahun 2009 PDRB Kota Surabaya mencapai Rp 154,242,136 juta (Atas Dasar
Harga Berlaku, ADHB). PDRB Kota Surabaya disumbang oleh sembilan sektor
ekonomi yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor
industri pengolahan; sektor listrik gas dan air bersih; sektor konstruksi; sektor
perdagangan, hotel dan restoran (PHR); sektor pengangkutan dan komunikasi;
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Dari
kesembilan sektor tersebut sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan
sektor yang menyumbang PDRB paling besar yaitu sebesar Rp 60,349,244 juta.
Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar kedua yaitu mencapai
Rp 44,382,834 juta (ADHB).
Pendapatan perkapita Kota Surabaya juga menunjukkan peningkatan dari
Rp 38,804,700 (tahun 2007) menjadi Rp 46,945,340 pada tahun 2008, dan pada
tahun 2009 pendapatan per kapita mencapai Rp 53,186,943. Besarnya
pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya tahun 2009 sebesar 5.51% masih lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar (4.77%)
dan Nasional (4.50%) (ILPPD 2009), namun lebih rendah jika dibandingkan
pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya pada tahun 2006 dan 2007 yang masing-
masing mencapai 6.31% dan 6.23% (BPS 2009).
100
101

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Eksisting Perairan Kali Surabaya


Evaluasi kondisi eksisting perairan Kali Surabaya dilakukan dengan cara
membandingkan hasil analisis parameter fisik dan kimia kualitas air dari contoh
air yang diambil dengan kriteria mutu kualitas air yang berlaku, yaitu mengacu
pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kali Surabaya telah ditetapkan sebagai
badan air golongan B (berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 187
Tahun 1988 tentang Peruntukan Air Sungai di Jawa Timur), yaitu sebagai bahan
baku air minum dan keperluan rumah tangga lainnya (sama dengan kelas 1
berdasarkan Peraturan Daerah Jatim Nomor 2 Tahun 2008), maka berdasarkan
peraturan tersebut dalam penelitian ini sebagai pembanding digunakan Kriteria
Mutu Air (KMA) kelas 1.

5.1.1 Suhu Air


Suhu air memiliki efek langsung dan tidak langsung di hampir semua aspek
ekologi sungai serta mempunyai kaitan erat dengan kualitas perairan. Semakin
tinggi suhu perairan semakin menurun kualitasnya, karena kandungan oksigen
terlarut akan menurun sehingga banyak mikroorganisme perairan yang mati.
Tinggi rendahnya suhu air dipengaruhi oleh suhu udara, kedalaman air, tutupan
vegetasi di sempadan sungai dan kekeruhan air. Suhu perairan juga dapat
berpengaruh terhadap kecepatan reaksi-reaksi kimia yang berlangsung dalam air.
Pada umumnya, semakin tinggi suhu akan semakin cepat proses berlangsungnya
reaksi kimia. Suhu perairan yang tinggi akan meningkatkan kelarutan senyawa-
senyawa kimia dan mempengaruhi dampak polutan pada kehidupan akuatik.
Hasil pengukuran suhu air diperlihatkan pada Gambar 13. Nilai suhu air
Kali Surabaya berfluktuasi dari zona hulu, zona tengah, dan zona hilir. Secara
umum, suhu rata-rata perairan Kali Surabaya berkisar antara 28.54 29.56 oC,
dengan rata-rata keseluruhan 28.99 oC. Nilai suhu tertinggi terdapat di Karang
Pilang (32.50 oC) dan nilai terendah terdapat di Gunungsari, Tambangan Cangkir,
dan Jembatan Jrebeng (27.00 oC). Hal ini sesuai dengan pendapat Abowei &
George (2009), yang menyatakan bahwa suhu air sungai di daerah tropis
umumnya bervariasi antara 25 oC dan 35 oC.
102

33.00
32.00
31.00
Suhu 30.00
(oC)
29.00
28.00
27.00
26.00
Agt Sep Okt Nop Des
GS 29.00 28.50 31.50 29.50 27.00
JS 28.90 29.00 31.90 29.00 27.50
KP 29.80 29.00 32.50 29.00 27.50
TB 28.80 29.50 29.60 29.00 27.50
TC 28.50 28.40 29.80 29.00 27.00
JJ 28.00 29.60 29.50 29.00 27.00
Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng

Gambar 13 Profil suhu perairan Kali Surabaya.

Perbedaan suhu pada setiap titik pengamatan dipengaruhi oleh suhu udara,
perbedaan intensitas cahaya matahari pada saat pengukuran, kondisi iklim, dan
cuaca pada saat pengukuran.

35,00

34,00

33,00
32,50
32,00 31,90
31,50
Suhu

31,00

30,00 29,80
29,50 29,60 29,62
29,00
28,59 28,73
28,00

27,00
40,40 35,20 24,10 15,60 12,00 8,25 6,50 2,60 0,00
Jarak Upstream (km)

Gambar 14 Profil suhu berdasarkan jarak upstream (km).


Hasil pengukuran suhu ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti Kali
Surabaya sebelumnya. Bapedal Jatim (2006) melaporkan rentang suhu Kali
Surabaya 28 31.7 oC, BLH Kota Surabaya (2008) antara 29.6 30.3 oC, dan
PJT I (2009) antara 28.0 31.9 oC. Secara umum suhu perairan Kali Surabaya
103

memenuhi Kriteria Mutu Air (KMA) kelas 1 dan dapat digunakan sebagai sumber
air baku air minum karena deviasi suhu dari keadaan alamiahnya kurang dari 3 oC.

5.1.2 Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam
pemantauan kualitas air dan penentuan nilai daya guna perairan baik untuk
keperluan rumah tangga, irigasi, kehidupan organisme perairan dan kepentingan
lainnya. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa
dalam air. Besarnya pH air mempengaruhi kelarutan dan bentuk senyawa kimia
dalam badan air. Perubahan pH dalam perairan akan mempengaruhi perubahan
dan aktivitas biologis. Menurut Adeyemo et al. (2008), pertumbuhan organisme
perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6.5 8.2. Kategori pH

dikatakan buruk jika hasil uji laboratorium mendekati nilai 6 (bersifat asam)
atau mendekati nilai 9 (bersifat basa). Derajat keasaman yang dianjurkan
menurut baku mutu air minum kelas 1 adalah pada kisaran 6 9.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH air Kali Surabaya berfluktuasi
dari zona hulu, zona tengah dan hilir, namun masih berada pada kisaran pH air
normal yaitu pH 6 9. Nilai rata-rata pH air Kali Surabaya pada enam titik
pengamatan berkisar antara 6.85 - 6.98, dengan nilai rata-rata keseluruhan 6.91.
Nilai pH tertinggi terdapat di Jembatan Jrebeng (pH 7.60), sedangkan nilai pH
terendah terdapat di Stasiun Tambangan Bambe (pH 5.90). Variasi nilai pH yang
teramati dalam penelitian ini sesuai dengan hasil studi sebelumnya yang
dilakukan oleh Ekeh dan Sikoki (2003) di sungai Calabar, Ansa (2005) di Delta
Niger, dan Abowei dan George (2009) di sungai Bonny yang mencatat nilai pH
antara 6.68 7.03. Fluktuasi nilai pH pada air sungai menurut Siradz et al. (2008)
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain (i) bahan organik atau limbah organik.
Meningkatnya kemasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan
CO 2 jika mengalami proses penguraian, (ii) bahan anorganik atau limbah
anorganik. Air limbah industri bahan anorganik umumnya mengandung asam
mineral dalam jumlah tinggi sehingga kemasamannya juga tinggi, (iii) basa dan
garam basa dalam air, (iv) hujan asam akibat emisi gas.
Secara umum pH perairan Kali Surabaya masih berada pada kisaran yang
aman sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas KMA kelas 1
yang mensyaratkan nilai pH antara 6-9. Gambar 15 menampilkan variasi pH
104

perairan Kali Surabaya (profil pH) pada setiap titik pengamatan selama periode
Agustus Desember 2009.

7,90
7,70
7,50
7,30
7,10
6,90
pH

6,70
6,50
6,30
6,10
5,90
5,70
5,50
Agt Sep Okt Nop Des

GS 6,99 6,80 6,43 6,98 7,10


JS 6,91 6,83 6,66 7,10 7,01
KP 7,10 7,10 6,68 6,80 7,10
TB 7,10 5,90 6,66 7,50 7,10
TC 7,00 7,20 6,35 7,10 6,90
JJ 7,10 6,90 6,41 7,60 6,90

Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng
Gambar 15 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter pH).

Untuk melihat profil pH Kali Surabaya antara hulu-tengah-hilir dapat dilihat


hasil pengukuran pH di 9 titik pengamatan mulai Jembatan Canggu (km 40.40)
hingga Dam Jagir/Ngagel (km 0) seperti ditunjukan pada Gambar 16.

6,80
6,70 6,68
6,66 6,66
6,60
6,56
6,50
6,41 6,43
6,40
pH

6,35
6,30
6,20
6,10 6,12
6,05
6,00
5,90
40,40 35,20 24,10 15,60 12,00 8,25 6,50 2,60 0,00
Jarak upstream (km)

Gambar 16 Profil kualitas air (pH) Kali Surabaya berdasarkan jarak upstream.

Fluktuasi nilai pH pada setiap lokasi pengamatan diduga juga dapat


disebabkan oleh perbedaan waktu dilakukannya pengambilan contoh dan
pengaruh masukkan pencemar industri yang juga bersifat fluktuatif. Rata-rata
105

nilai pH air Kali Surabaya pada 9 titik pengamatan adalah 6.43 yang berarti
sedikit asam. Industri yang diduga berkontribusi terhadap nilai pH Kali Surabaya
yang sedikit asam adalah adanya lima perusahaan tahu pada km 2.70 hingga km
23.5 yang membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Industri
tahu umumnya menggunakan cuka atau asam asetat (CH 3 COOH) untuk
memadatkan tahu, sehingga menyebabkan kadar pH air limbah rendah dan
bersifat asam. Menurut Adeyemo et al. (2008), masalah utama yang terkait
dengan asidifikasi adalah peningkatan kelarutan beberapa logam, di samping
pengaruhnya terhadap kerusakan daerah pengaliran sungai. Ketika nilai pH
perairan < 4.5, maka kelarutan/konsentrasi logam dalam air akan meningkat. Hal
ini menyebabkan logam di dalam air dapat bersifat racun bagi ikan dan
menjadikan air tidak sesuai lagi untuk peruntukannya.

5.1.3 Konduktivitas
Konduktivitas (DHL) merupakan salah satu parameter yang digunakan
untuk mengetahui kadar elektrolit terlarutkan dalam air. Nilai konduktivitas
dipengaruhi oleh konsentrasi ion, suhu air, dan jumlah padatan terlarut. Pada
suatu perairan, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, nilai
DHL semakin tinggi. Air suling memiliki DHL sekitar 1 S/cm. Perairan alami
memiliki nilai DHL sekitar 20 1500 S/cm, sedangkan perairan laut memiliki
nilai DHL sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut. Limbah
industri memiliki nilai DHL mencapai 10 000 S/cm.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai DHL berbeda antara titik
pengamatan. Nilai rata-rata DHL pada enam titik pengamatan berkisar 462.6
530.6 S/cm, dengan rata-rata keseluruhan 491.47 S/cm. Nilai rata-rata DHL
tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (530.6 S/cm) dan terendah di
Jembatan Jrebeng (462.6 S/cm). Secara keseluruhan nilai DHL Kali Surabaya
berada di bawah KMA kelas 1, yang mensyaratkan nilai DHL maksimum 500
S/cm, meskipun pada beberapa titik pengamatan nilai DHL melebihi batas KMA
kelas 1. Gambar 17 menampilkan variasi nilai DHL (profil DHL) Kali Surabaya
pada enam stasiun pengamatan.
106

700

650

600
D HL
550
(uS/cm)
500

450

400
Agt Sep Okt Nop Des

GS 505 485 477 423 487


JS 543 522 478 427 486
KP 532 517 474 443 483
TB 530 590 475 513 545
TC 512 639 457 429 459
JJ 465 473 460 439 476

Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng

Gambar 17 Profil konduktivitas Kali Surabaya.

Pola perubahan nilai DHL Kali Surabaya antara zona hulu, zona tengah
dan hilir dapat dilihat dari hasil pengukuran DHL tanggal 5 Oktober 2009 mulai
Jembatan Canggu (km 40.40) hingga Dam Jagir (Ngagel, km 0) seperti
ditunjukkan pada Gambar 18.

490
485
480 478 477
473 474
470

D H L 460 459 460


457
(uS/cm)
450

440

430 429

420
40.4 35.2 24.1 15.6 12 8.25 6.5 2.6 0
Jarak Upstream (km)

Gambar 18 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DHL)


berdasarkan jarak upstream.

Secara umum terdapat kecenderungan peningkatan nilai DHL pada zona


hulu ke hilir dari 429 S/cm (hulu) menjadi 485 S/cm (hilir). Hasil penelitian ini
sesuai pendapat Abowei dan George (2009) dan Alam et al. (2007), yang
107

menyatakan bahwa nilai DHL air sungai meningkat dari hulu ke hilir dan nilai
DHL musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Hal ini diduga terkait
dengan meningkatnya pembuangan limbah di zona tengah dan hilir daerah aliran
sungai yang sejalan dengan makin meningkatnya kepadatan penduduk dan
industri di daerah tersebut. Kondisi tersebut sejalan pendapat Saeni (1989), yang
mengatakan bahwa peningkatkan nilai DHL merupakan akibat kenaikan garam-
garam terlarut (seperti garam natrium, magnesium, klorida, dan sulfat) dan
padatan terlarut yang berasal dari buangan penduduk, limbah industri, limpasan
daerah pertanian, dan masuknya bahan-bahan aerosol ke dalam air.

5.1.4 Total Padatan Tersuspensi (TSS)


Padatan tersuspensi terdiri atas partikel-partikel tersuspensi berupa lumpur
dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan
tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Padatan tersuspensi
mengandung bahan organik dan anorganik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai total padatan tersuspensi (TSS) di
perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar antara 56.67 74.67 mg/l, dengan nilai
rata-rata keseluruhan adalah 65.01 mg/l. Nilai TSS tertinggi ditemukan di
Jembatan Jrebeng (74.67 mg/l) dan terendah di Tambangan Cangkir (56.67 mg/l).
Fakta lain yang teramati adalah pada musim hujan terjadi peningkatan nilai TSS
secara signifikan dari rata-rata 28.25 60.48 mg/l pada periode Agustus-
Nopember (musim kemarau) menjadi 153.05 mg/l periode Desember (musim
hujan). Tingginya kadar TSS di Kali Surabaya disebabkan oleh banyaknya
partikel-partikel tersuspensi yang terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-
jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa
ke dalam badan air atau akibat pengendapan dan pembusukan bahan organik yang
bersumber dari limbah pemukiman dan industri. Hal ini sesuai dengan pendapat
Alam et al. (2007) yang menyatakan bahwa peningkatan nilai TSS ini disebabkan
oleh keberadaan lumpur (silt) dan partikel-partikel lempung (clay) yang
meningkat di air sungai. Hasil pengukuran TSS Kali Surabaya ditunjukkan pada
Gambar 19.
Baku mutu air tahun 2001 menetapkan bahwa kadar maksimum TSS yang
diperbolehkan dalam penggunaan air kelas 1 adalah 50 mg/l. Dengan demikian,
secara umum Kali Surabaya tidak layak untuk dimanfaatkan sebagai sumber baku
108

air minum.

200
180
160
140
120
TSS
100
(mg/l)
80
60
40
20
0
Agt Sep Okt Nop Des

GS 65.20 34.00 22.00 45.00 166.35


JS 24.00 20.00 34.00 56.00 163.07
KP 74.00 28.30 36.00 37.00 165.60
TB 68.64 38.00 55.00 38.00 123.53
TC 64.33 19.20 39.00 39.70 121.10
JJ 66.71 30.00 48.00 50.00 178.63
BM-TSS 50 50 50 50 50

Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP : Karangpilang TB: Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-TSS: Baku Mutu TSS
Gambar 19 Sebaran nilai TSS Kali Surabaya.

Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menyebabkan


menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan
menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai
makanan. Menurut Adedokun et al. (2008), padatan tersuspensi yang tinggi akan
mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan
mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga menghambat proses
fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan
mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung
TSS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring
oleh insang.

5.1.5 Kandungan Oksigen Terlarut


Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air kunci yang
menggambarkan kondisi kesegaran air. Menurut Raja et al. (2008), kadar DO
menunjukkan jumlah oksigen terlarut dalam air atau mengindikasikan status
oksigen dalam badan air. Kadar DO dalam perairan alami biasanya kurang dari 10
mg/l. Kandungan DO merupakan hal penting bagi kelangsungan organisme
109

perairan, sehingga penentuan kadar oksigen terlarut dalam air dapat dijadikan
ukuran untuk menentukan mutu air. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan vital
bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan dan dapat menjadi faktor
pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Perairan yang
tercemar bahan organik akan mengalami penurunan kandungan oksigen terlarut
karena oksigen yang tersedia dalam air akan digunakan mikroorganisme untuk
menguraikan bahan pencemar organik. Pencemaran organik yang berlebihan akan
meningkatkan aktivitas mikroorganisme pengurai, sehingga akan menimbulkan
kondisi perairan tanpa oksigen (anoksik). Pada kondisi perairan anoksik,
penguraian bahan organik tetap berlanjut namun terjadi secara anaerobik yang
akan menghasilkan gas berbau busuk, diantaranya gas metan (CH 4 ), amoniak
(NH 3 ) atau hidrogen sulfida (H 2 S) (Bapedal 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut (DO) di
perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan di zona hulu lebih tinggi
dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Jembatan
Jrebeng (6.0 mg/l), sedangkan nilai DO terendah terdapat di Jembatan Sepanjang
(2.5 mg/l). Nilai DO rata-rata berkisar 3.24 - 5.44 mg/l, dengan nilai rata-rata
keseluruhan 4.06 mg/l. Nilai DO ini lebih baik dibandingkan hasil penelitian
Bapedal (2006) di dua titik pengamatan (Bambe dan Pagesangan) dengan nilai
DO berkisar 0.77 1.87 mg/l, PJT I (2008) pada titik pantau Gunungsari, Karang
Pilang dan Ngagel menemukan kadar DO berkisar 2.91 3.78 mg/l dan Maulidya
dan Karnaningroem (2010) yang menemukan kadar DO Kali Surabaya segmen
Gunungsari-Jagir sebesar 2 5 mg/l. Menurut Akan et al. (2010), standar DO
yang ditentukan untuk keberlanjutan kehidupan organisme perairan adalah 5 mg/l,
di bawah nilai tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan organisme perairan.
Jika konsentrasi DO di perairan berada di bawah 2 mg/l menyebabkan kematian
pada kebanyakan ikan. Data kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO
ditunjukkan pada Gambar 20.
Gambar 20 menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut berfluktuasi antara
periode pengamatan. Fluktuasi tersebut diduga akibat proses pencampuran
(mixing) dan pergerakan massa air (turbulence), aktifitas fotosintesis, respirasi
dan pengaruh limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan air.
110

6.5
6.0
5.5
5.0
Kadar DO 4.5
(mg/l) 4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
Agt Sep Okt Nop Des

GS 3.2 3.5 3.8 3.0 3.2


JS 3.4 3.2 2.5 3.2 3.9
KP 3.4 3.4 3.8 3.2 4.0
TB 3.6 3.4 3.6 3.9 4.8
TC 4.9 4.8 3.9 5.4 5.5
JJ 5.9 5.9 4.6 4.8 6.0
BM-DO 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0

Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-DO : Baku Mutu DO

Gambar 20 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO.

Secara umum, kadar oksigen terlarut Kali Surabaya tidak memenuhi KMA
kelas 1 yang mensyaratkan kadar DO > 6 mg/l. Kadar DO tersebut memberikan
gambaran bahwa secara umum Kali Surabaya sudah tercemar oleh bahan organik
yang mudah terurai. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahayu dan Tontowi (2005)
yang menyatakan bahwa besarnya oksigen terlarut dalam air menunjukkan tingkat
kesegaran air di lokasi tersebut, sehingga apabila kadar oksigen terlarut rendah
maka ada indikasi telah terjadi pencemaran oleh zat organik. Hal ini terjadi karena
semakin banyak zat organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, semakin
banyak pula oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme. Di samping itu,
menurunnya kadar DO juga disebabkan oleh banyaknya limbah organik yang
berasal dari limbah domestik dan limbah industri terutama di sekitar Kali Tengah.
Profil kadar DO Kali Surabaya pada zona hulu-tengah-hilir ditunjukan pada
Gambar 21 berikut:
111

7
6.5 6.6
6
5.5 5.5
5
Kadar DO 4.6
4.5
(mg/l)
4 3.9 3.8 3.8
3.5 3.6
3
2.7
2.5 2.5
2
40.4 35.2 24.1 15.6 12 8.25 6.5 2.6 0
Jarak Upstream (km)

DO terukur Baku Mutu-DO

Gambar 21 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DO) pada


bulan Oktober berdasarkan jarak upstream.

Kadar DO pada zona hulu lebih tinggi daripada zona tengah dan hilir
dengan nilai tertinggi 6.6 mg/l teramati di Canggu (km 40.4) dan terendah 2.5
mg/l di Gunungsari (km 6.5) (Gambar 21). Kecenderungan serupa juga
dilaporkan oleh Hart dan Zabbey (2005) dan Davies et al. (2008). Menurut
Ayoade et al. (2006) dan Siradz et al. (2008), kadar DO yang lebih rendah pada
zona hilir menunjukkan bahwa kondisi sungai pada zona hilir lebih tercemar
terutama oleh bahan organik. Limbah domestik, pertanian, efluen industri dan
sampah yang di buang ke dalam sungai menjadi penyebab utama tingginya
tingkat pencemaran di bagian hilir sungai. Penurunan kadar DO dapat terjadi
karena adanya penambahan beban pencemaran organik dalam jumlah besar, yang
disebabkan oleh buangan limbah cair yang melebihi kemampuan self purifikasi
sungai dan adanya bahan kimia yang dapat teroksidasi oleh oksigen. Selain itu,
peristiwa resuspensi akibat penambahan debit air secara tiba-tiba mengakibatkan
larutan-larutan racun di dasar sungai dapat terangkat dan tersuspensi dalam air
sehingga meningkatkan kekeruhan.

5.1.6 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)


BOD adalah kebutuhan oksigen untuk mendegradasi bahan organik menjadi
anorganik tidak stabil kemudian menjadi senyawa lebih stabil. Besaran BOD
digunakan sebagai cara untuk mengindikasikan pencemaran organik di perairan.
Semakin banyak bahan organik yang terdapat dalam perairan, maka makin besar
112

jumlah oksigen yang dibutuhkan, sehingga harga BOD semakin besar yang
mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran.
Hasil penelitian memperlihatkan, bahwa nilai BOD antar titik pengamatan
dan periode pengamatan sangat beragam (Gambar 22). Nilai BOD Kali Surabaya
pada enam stasiun pengamatan rata-rata berkisar antara 3.35 - 10.75 mg/l, dengan
nilai rata-rata keseluruhan 4.84 mg/l. Hasil ini sesuai dengan pemantauan BLH
(2008) di tiga titik pantau Kali Surabaya (Kedurus, Gunungsari, dan Wonokromo)
dengan nilai BOD 3.50 5.51 mg/l, PJT I (2010) di titik pantau Karang Pilang
dengan nilai BOD 3.33 17.75 mg/l, Gunungsari 3.07 6.03 mg/l dan Jagir 3.12
14.85 mg/l, namun berbeda dengan hasil penelitian Maulidya dan
Karnaningroem (2010) di segmen Gunungsari Jagir dengan nilai BOD berkisar
11 48 mg/l. Keseluruhan nilai rata-rata BOD Kali Surabaya berada di atas
ambang batas KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai BOD maksimum 2 mg/l.
Menurut Siradz et al. (2008), nilai BOD yang tinggi secara langsung
mencerminkan tingginya kegiatan mikroorganisme di dalam air dan secara tidak
langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang
tersuspensikan.

40.00

35.00

30.00

25.00
BOD
20.00
(mg/l)
15.00

10.00

5.00

0.00
Agt Sep Okt Nop Des

GS 3.22 2.64 2.79 1.92 6.17


JS 4.95 2.52 3.09 4.22 5.17
KP 3.77 3.21 3.72 3.13 5.81
TB 4.07 35.63 3.15 4.94 5.98
TC 2.75 2.78 3.39 3.21 5.22
JJ 3.13 2.89 2.95 3.62 5.08
BM-BOD 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00

Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-BOD : Baku Mutu BOD

Gambar 22 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter BOD 5 .


113

Secara umum, nilai BOD hasil pengukuran tidak selalu meningkat dari hulu
ke hilir, karena di setiap titik dapat terjadi pemasukan buangan organik ke sungai
dengan konsentrasi BOD dan debit tertentu yang dapat menyebabkan penurunan
atau peningkatan konsentrasi BOD sungai. Hal tersebut diperkuat Abowei &
George (2009) yang menyatakan bahwa nilai BOD secara umum tidak berbeda
secara signifikan antar musim dan antara hulu hilir. Nilai BOD ekstrem
ditemukan pada pengukuran bulan September 2009 di Stasiun Tambangan Bambe
dengan nilai BOD mencapai 35.63 mg/l.

5.1.7 Kebutuhan Oksigen Kimia


Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) menunjukkan jumlah oksigen total yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar dibiodegradasi
secara biologis (non-biodegradable). Nilai COD dapat digunakan sebagai ukuran
bagi pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat
dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya kadar
DO di dalam air.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kadar COD perairan Kali Surabaya
pada enam titik pengamatan rata-rata berkisar 11.21 28.89 mg/l, dengan nilai
rata-rata keseluruhan 16.03 mg/l. Nilai rata-rata COD tertinggi ditemukan di
Tambangan Bambe (28.89 mg/l) dan nilai terendah di Jembatan Jrebeng (11.21
mg/l). Hasil penelitian ini sesuai hasil pemantauan PJT I (2010) periode Januari
Juni 2010 di titik pantau Karang Pilang dengan nilai COD 12.54 52.82 mg/l,
Gunungsari 9.26 28.37 mg/l dan Jagir 12.00 42.97 mg/l. Perbandingan nilai
rata-rata antara BOD 5 dan COD adalah 4.84/16.03 atau 0.30. Menurut Alaerts
dan Santika (1984), hal ini memperlihatkan bahwa di samping terdapat bahan-
bahan pencemar organik yang dapat dibiodegradasi oleh mikroorganisme terdapat
juga bahan-bahan yang tidak dapat dibiodegradasi. Hal tersebut diperkuat
pendapat Raja et al. (2008), yang menyatakan bahwa nilai COD yang lebih tinggi
dari nilai BOD mengindikasikan keberadaan bahan-bahan yang dapat teroksidasi
secara kimia terutama adalah bahan-bahan non-biodegradable.
Secara keseluruhan, perairan Kali Surabaya ditinjau dari kadar COD tidak
layak sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas KMA kelas 1
114

yang mensyaratkan nilai COD maksimum 10 mg/l. Data hasil pengukuran kadar
COD perairan Kali Surabaya disajikan pada Gambar 23.

80.00

70.00

60.00

50.00

COD
40.00
(mg/l)

30.00

20.00

10.00

0.00
Agt Sep Okt Nop Des

GS 12.30 9.35 9.40 6.55 32.11


JS 16.28 7.54 10.49 13.69 25.21
KP 12.58 11.63 15.51 10.12 22.27
TB 14.63 74.90 10.10 20.06 24.74
TC 10.89 9.36 14.68 11.30 19.20
JJ 9.66 8.78 9.04 10.28 18.31
BM-COD 10 10 10 10 10

Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-COD : Baku Mutu COD

Gambar 23 Kualitas Kali Surabaya (parameter COD).

Sumber pencemar BOD dan COD di Kali Surabaya yang dominan adalah
limbah domestik dan limbah industri. Kontribusi limbah domestik terhadap
tingginya nilai BOD dan COD Kali Surabaya adalah 59.77% dan 54.11%,
sedangkan sumber BOD sebesar 40.05% dan COD sebesar 45.75% berasal dari
limbah industri. Kontribusi sektor industri terhadap tingginya konsentrasi BOD
dan COD Kali Surabaya terutama berasal dari buangan limbah empat industri
kertas, satu industri MSG, satu industri RPH, dan lima industri tahu.
Di Sepanjang Kali Surabaya setidaknya terdapat lima industri tahu yang
membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Kelima industri
tersebut adalah Perusahaan Tahu Kedurus, CV Sidomakmur, Perusahaan Tahu
Purnomo, Perusahaan Tahu Halim, dan Perusahaan Tahu Gunungsari. Kapasitas
produksi masing-masing industri tahu tersebut adalah 4 7 ton/hari. Industri tahu
115

merupakan industri yang banyak menggunakan air dalam proses produksinya baik
sebagai bahan pencuci, pendingin dan bahan baku produksinya. Air yang
digunakan dalam proses produksinya sekitar 25 liter/kg bahan baku kedelai.
Mengingat kedelai sebagai bahan baku tahu mengandung protein (34.9%),
karbohidrat (34.8%), lemak (18,1%) dan bahan-bahan nutrisi lainnya, maka
limbah cair yang dihasilkan dapat mengandung bahan organik yang tinggi.
Akibatnya limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar BOD
dan COD. Hal tersebut dikuatkan dengan hasil penelitian Nuriswanto (1995) yang
menunjukkan bahwa air limbah industri tahu memiliki angka BOD 1070 - 2600
mg/l, COD 1940 - 4800 mg/l, dan nilai pH 4.5 5.7.
Rumah Potong Hewan (RPH) Kedurus merupakan RPH milik Pemerintah
Kota Surabaya. RPH Kedurus yang setiap hari memotong sekitar 50 - 75 ekor
sapi juga membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Limbah bekas
pemotongan hewan mengalir melalui parit sepanjang sekitar 30 meter, limbah
tersebut berwarna merah tua dan mengeluarkan bau busuk menyengat. Limbah
RPH mengandung bahan pencemar organik yang tinggi. Hasil pemantauan PJT I
(2009), limbah RPH Kedurus pernah mencapai 12,965 mg/l untuk BOD dan
13,902.6 mg/l untuk COD serta pH 8.01 (basa). Padahal baku mutu BOD dan
COD limbah RPH masing-masing adalah 100 dan 250 mg/l.

5.1.8 Nitrat, Nitrit dan Amonia


Nitrat adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen dan nutrien penting bagi
pertumbuhan, reproduksi, dan kehidupan organisme. Menurut Adedokun et al.
(2008), senyawa nitrat terbentuk sebagai produk akhir oksidasi biokimia amonia
yang dihasilkan dari pemecahan protein. Kandungan nitrat dan nitrit dalam air
sungai sangat bergantung pada transpormasi secara mikrobial yang juga
bergantung pada nilai DO. Kontaminasi nitrat pada air permukaan secara
signifikan ditemukan pada daerah dengan tekanan penduduk tinggi dan daerah
pengembangan pertanian (Adedokun et al. 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrat perairan Kali Surabaya
rata-rata berkisar 0.693 1.203 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.923
mg/l. Nilai rata-rata kadar nitrat tertinggi ditemukan di Jembatan Jrebeng (0.923
mg/l) dan terendah di Tambangan Bambe (0.693 mg/l). Keberadaan nitrat tersebut
diduga berasal dari penggunaan pupuk pada lahan pertanian dekat sungai di
116

bagian hulu Kali Surabaya. Dugaan tersebut didasarkan atas beberapa laporan
tentang kontaminasi nitrat pada air sungai akibat limbah pertanian, buangan
domestik, dan limbah peternakan seperti yang dilaporkan Alam (1995), Adedokun
et al. (2008), Raja et al. (2008), dan Hassan et al. (2008). Fakta lain yang teramati
adalah nilai rata-rata kadar N-NO 3 pada saat terjadi hujan (Desember) lebih tinggi
dibandingkan pada musim kemarau. Pada bulan Desember rata-rata nilai N-NO 3
1.31 mg/l, sedangkan pada bulan Agustus November berkisar 0.68 0.94 mg/l.
Kondisi tersebut sesuai hasil penelitian Adeyemo et al. (2008), Hassan et al.
(2008), dan Nwankwoala et al. (2009), yang menyimpulkan bahwa kadar nitrat
pada musim hujan lebih tinggi dari musim kemarau, karena air hujan dapat
membilas deposit nitrat yang terdapat pada permukaan tanah, namun kadar nitrat
juga dapat menurun secara drastis jika terjadi musim hujan berkepanjangan.
Selain itu tingginya kadar nitrat pada musim hujan mungkin juga disebabkan
meningkatnya kadar DO, sebaliknya penurunan kadar nitrat pada musim kemarau
mungkin akibat penyerapan oleh fitoplankton (Hassan et al. 2008). Profil
penyebaran kadar N-NO 3 Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan
pada Gambar 24.

2.500

2.000

1.500
Kadar N-NO3
(mg/l)
1.000

0.500

0.000
Agt Sep Okt Nop Des

GS 0.761 0.978 0.921 0.600 1.503


JS 0.519 1.024 1.075 0.621 1.102
KP 0.659 0.688 0.982 0.508 1.287
TB 0.790 0.029 0.857 0.445 1.342
TC 0.855 0.864 0.919 0.928 1.407
JJ 1.844 1.080 0.876 0.998 1.216
BM-[N-NO3] 10 10 10 10 10
Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NO 3 ] : Baku Mutu N-NO 3

Gambar 24 Sebaran nilai rata-rata N-NO 3 Kali Surabaya.


117

Secara umum, kadar N-NO 3 perairan Kali Surabaya masih berada di bawah
KMA kelas 1 yang mensyaratkan kadar N-NO 3 maksimum 10 mg/l. Berdasarkan
kadar N-NO 3 Kali Surabaya tidak tercemar oleh senyawa nitrat dan masih layak
sebagai sumber air baku air minum.
Hasil pengukuran kadar nitrit (N-NO 2 ) perairan Kali Surabaya rata-rata
berkisar 0.108 0.187 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.139 mg/l. Nilai
rata-rata kadar N-NO 2 tertinggi ditemukan di Gunungsari (0.187 mg/l) dan
terendah di Jembatan Sepanjang (0.108 mg/l). Gambar 25 memperlihatkan
sebaran nilai rata-rata N-NO 2 Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan yang
mewakili bagian hulu, tengah dan hilir Kali Surabaya.
Secara umum, nilai nitrit di perairan Kali Surabaya sudah melampaui
ambang batas baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan kadar nitrit maksimum
0.06 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, Kali Surabaya ditinjau
dari parameter N-NO 2 tidak layak digunakan sebagai sumber air baku air minum.
Tingginya kadar nitrit Kali Surabaya diduga berasal dari masukan limbah rumah
tangga dan limbah industri di sepanjang Kali Surabaya terutama industri makanan
dan industri percetakan.

0.500
0.450
0.400
0.350
0.300
Kadar N-NO2
0.250
(mg/l)
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
Agt Sep Okt Nop Des

GS 0.116 0.454 0.120 0.084 0.161


JS 0.092 0.133 0.120 0.066 0.130
KP 0.135 0.085 0.120 0.249 0.127
TB 0.116 0.002 0.132 0.358 0.149
TC 0.061 0.073 0.173 0.161 0.111
JJ 0.067 0.147 0.173 0.049 0.210
BM-[N-NO2] 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06

Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NO 2 ] : Baku Mutu N-NO 2

Gambar 25 Sebaran kadar N-NO 2 Kali Surabaya.


118

Hasil analisis kadar N-NH 3 di perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar


antara 0.130 0.363 mg/l dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.216 mg/l. Nilai
rata-rata kadar N-NH 3 di temukan di Karang Pilang dan terendah di Jembatan
Jrebeng. Kadar N-NH 3 yang lebih besar dari 0.1 mg/l tersebut mengindikasikan
terjadinya pencemaran air dan mengganggu kehidupan ikan dan organisme
akuatik lainnya (www.h2ou.com/h2wtrqual.htm), namun berdasarkan KMA kelas
1 mensyaratkan kadar N-NH 3 maksimum 0.5 mg/l maka ditinjau dari parameter
N-NH 3 Kali Surabaya masih layak digunakan sebagai sumber air baku air minum.
Hasil analisis kadar N-NH 3 diperlihatkan pada Gambar 26.

0.600

0.500

0.400

Kadar N-NH3
(mg/l)
0.300

0.200

0.100

0.000
Agt Sep Okt Nop Des

GS 0.317 0.248 0.208 0.082 0.164


JS 0.215 0.102 0.182 0.087 0.173
KP 0.492 0.395 0.233 0.460 0.237
TB 0.280 0.152 0.131 0.135 0.196
TC 0.199 0.350 0.246 0.315 0.227
JJ 0.139 0.142 0.097 0.099 0.172
BM-[N-NH3] 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50

Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NH 3 ] : Baku Mutu N-NH 3

Gambar 26 Profil kualitas Kali Surabaya (paramater N-NH 3 ).

Amonia bebas (NH 3 ) yang tidak terionisasi bersifat toksik bagi organisme
akuatik. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu
perairan. Menurut Effendi (2003), toksisitas amonia terhadap organisme akuatik
dipengaruhi oleh pH, kadar oksigen terlarut, dan suhu. Pada pH rendah amonia
akan bersifat racun jika jumlahnya banyak, sedangkan pada kondisi pH tinggi
amonia akan bersifat racun meskipun kadarnya rendah. Ketika kadar N-NH 3
mencapai 0.06 mg/l, ikan akan mengalami kerusakan insang dan pada kadar 0.2
mg/l, ikan yang sensitif seperti beberapa jenis ikan air tawar dan ikan salmon
119

mulai mati, bahkan jika kadar N-NH 3 mendekati 2.0 mg/l beberapa jenis ikan
yang toleran (seperti ikan gurame) mulai mati ((www.h2ou.com/h2wtrqual.htm).

5.1.9 Kadar Fosfat


Posfat merupakan anion yang tidak diinginkan dalam air, karena
keberadaannya menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan menimbulkan efek
negatif bagi kehidupan akuatik. Menurut Adeyemo et al. (2003), kandungan
fosfat dan nitrat yang tinggi dalam perairan dapat menyebabkan eutrofokasi yakni
meningkatkan pertumbuhan alga dan menurunkan kandungan oksigen terlarut
dalam air. Senyawa fosfat di perairan dapat berasal dari sumber alami (seperti
erosi tanah, buangan dari hewan, dan lapukan tumbuhan) dan dari limbah industri,
limbah pertanian, dan limbah domestik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfat (P-PO 4 ) di perairan Kali
Surabaya rata-rata berkisar 0.140 0.202 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan
0.165 mg/l. Nilai rata-rata kadar P-PO 4 ditemukan di Karang Pilang (0.202 mg/l)
dan terendah di Jembatan Jrebeng (0.140 mg/l). Hasil analisis kadar fosfat di
perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 27.

0.300

0.250

0.200
Kadar P-PO4
0.150
(mg/l)
0.100

0.050

0.000
Agt Sep Okt Nop Des

GS 0.131 0.201 0.192 0.108 0.211


JS 0.065 0.191 0.209 0.084 0.260
KP 0.192 0.189 0.175 0.213 0.240
TB 0.065 0.187 0.202 0.116 0.163
TC 0.166 0.179 0.176 0.083 0.261
JJ 0.098 0.176 0.123 0.113 0.192
BM-[P-PO4] 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20

Periode Pengamatan

Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang


KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe
TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[P-PO 4 ] : Baku Mutu P-PO 4

Gambar 27 Sebaran kadar P-PO 4 perairan Kali Surabaya.

Berdasarkan KMA kelas 1 yang mempersyaratkan kadar P-PO 4 maksimum


0.2 mg/l, maka dapat disimpulkan bahwa dari 6 stasiun pengamatan Kali
120

Surabaya hanya Stasiun Karang Pilang yang tidak memenuhi baku mutu.
Keberadaan fosfat di Kali Surabaya diduga bersumber dari limbah domestik
(terutama kotoran manusia dan deterjen) dan limbah industri terutama industri
makanan dan minuman, industri percetakan, industri plastik, dan industri deterjen
Wing Surya serta limbah pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Alaerts dan
Santika (1984), yang menyatakan bahwa sumber senyawa fosfat dapat berasal
dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Di daerah pertanian (hulu Kali
Surabaya) senyawa fosfat berasal dari bahan pupuk, yang masuk ke dalam sungai
melalui saluran pembuangan dan aliran air hujan. Fosfat dapat memasuki sungai
melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen
yang mengandung fosfat. Pendapat tersebut diperkuat Adedokun et al. (2008),
yang menyatakan bahwa keberadaan ion posfat dalam air sungai disebabkan oleh
pelepasan limbah pertanian ke dalam sungai dan atau penggunaan aditif posfat
dalam formulasi deterjen (Na 5 P 3 O 10 ) yang masuk ke dalam badan air melalui
produksi limbah cair industri, domestik/perkotaan dan atau dari industri pakaian
dan pencelupan warna.

5.1.10 Logam Merkuri, Timbal, dan Kadmium


Logam merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) merupakan kelompok
logam berat yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat toksis walaupun
pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan telah
menjadi permasalahan lingkungan hidup. Logam berat menjadi berbahaya
disebabkan sistem bioakumulasi, yakni peningkatan konsentrasi unsur logam
tersebut dalam tubuh makluk hidup mengikuti tingkatan dalam rantai makanan.
Akumulasi konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam
berat di tubuh manusia menjadi tinggi, karena jumlah logam berat yang
terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekresi/terdegradasi.
Hasil penelitian kandungan logam berat Hg, Pb, dan Cd di perairan Kali
Surabaya memperlihatkan, bahwa kandungan logam berat terutama Pb dan Cd
tidak selalu terdeteksi pada setiap titik pengamatan (Tabel 28). Untuk Hg, dari
tiga kali pengukuran pada enam titik pengamatan, sebanyak 16 (89%) contoh
mengandung Hg dengan kadar yang bervariasi dan 83% sampel diantaranya
mengandung Hg dengan kadar yang melebihi KMA kelas 1 yang mensyaratkan
kadar Hg maksimum 0.001 mg/l. Tingkat pencemaran merkuri cukup tinggi
ditemukan pada zona tengah (Tambangan Bambe) dan zona hulu (Tambangan
121

Cangkir), konsentrasi rata-rata merkuri masing-masing mencapai 0.0212 mg/l


atau 21.2 kali lipat dan 0.0159 mg/l atau 15.9 kali lipat dari KMA kelas 1,
sedangkan nilai rata-rata kadar Hg keseluruhan adalah 0.0092 mg/l. Dengan
demikian, secara umum Kali Surabaya tercemar merkuri hingga 9.2 kali lipat dari
standar peruntukan air kelas 1 sebagai bahan baku air minum. Kualitas air Kali
Surabaya berdasarkan rerata kadar Hg, Pb, dan Cd pada enam titik pengamatan
ditunjukkan pada Gambar 28.
Tabel 28 Konsentrasi Hg, Pb, dan Cd perairan Kali Surabaya

No. Lokasi Tanggal Konsentrasi (mg/l)


Hg Pb Cd
1 Gunungsari 12/09/2009 0.0014 0.0504 tt
05/10/2009 0.0046 0.0774 tt
24/11/2009 0.0028 0.0306 tt
0.0029* 0.0528* tt*
2 Sepanjang 12/09/2009 0.0002 0.0180 tt
05/10/2009 0.0143 0.0153 tt
24/11/2009 0.0028 tt tt
0.0058* 0.0111* tt*
3 K. Pilang 12/09/2009 0.0045 0.0221 tt
05/10/2009 0.0089 0.0114 0.0102
24/11/2009 0.0103 tt tt
0.0079* 0.0112* 0.0034*
4 T. Bambe 12/09/2009 0.0014 tt tt
05/10/2009 0.0390 tt tt
24/11/2009 0.0233 0.0103 tt
0.0212* 0.0034* tt*
5 T. Cangkir 12/09/2009 0.0206 tt 0.0107
05/10/2009 0.0133 tt 0.0168
24/11/2009 0.0138 tt tt
0.0159* tt* 0.0092*
6 J. Jrebeng 12/09/2009 tt tt 0.0160
05/10/2009 0.0040 tt tt
24/11/2009 tt tt tt
0.0013* tt* 0.0053*
Rerata Total 0.0092 0.0131 0.0030
Baku Mutu 0.001 0.03 0,01
Ket.: *= rerata, tt = tidak terdeteksi, LOD Hg 0.002 g/l, Pb = 0.0010 mg/l, Cd = 0.0018 mg/l.

Konsentrasi rata-rata Hg yang terukur dalam badan air Kali Surabaya


berada di bawah nilai rata-rata Hg dalam sedimen, hasil penelitian Amtasi (2010)
menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi Hg di sedimen Kali Surabaya adalah
0.190 mg/l atau 190 kali lipat dari KMA kelas 1. Kelarutan Hg dalam air
dipengaruhi oleh pH, pada pH tinggi kelarutan Hg rendah sehingga konsentrasi
Hg dalam badan air yang terukur menjadi rendah. Hal tersebut sesuai pendapat
Pikir (1991) dan Palar (2004) yang menyatakan bahwa, kenaikan pH menurunkan
122

kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk
karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan
air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur. Kondisi ini menyebabkan
kandungan logam berat dalam sedimen jauh lebih tinggi dibandingkan dalam
badan air.

0.06

0.05

0.04
Kadar Rerata
0.03
(mg/l)
0.02

0.01

0
GS JS KP TB TC JJ
Hg 0.0029 0.0058 0.0079 0.0212 0.0159 0.0013
Pb 0.0528 0.0111 0.0112 0.0034 0 0
Cd 0 0 0.0034 0 0.016 0.0053
Stasiun Pengamatan

Gambar 28 Rerata kadar Hg, Pb, dan Cd di beberapa lokasi Kali Surabaya.

Tingginya kadar merkuri di Kali Surabaya, diduga bersumber dari limbah


penyemakan kulit, industri kertas, dan industri logam di sepanjang Kali Surabaya.
Industri penyamakan kulit (terdapat di km 18.55) mengeluarkan limbah cair yang
umumnya mengandung merkuri dalam bentuk senyawa HgCl2 atau Hg(CN) 2 .
HgCl2 adalah garam yang paling mudah larut dan juga digunakan pada pelapisan
logam dan pembersih hama. Hg(CN) 2 banyak digunakan pada industri kimia.
Industri pulp dan kertas (terdapat di km 11.40, km 13.20, km 19.80 dan km 24.20)
diduga sebagai penyumbang logam ini. Selain dua jenis garam merkuri di atas,
jenis lain dari garam merkuri juga biasa digunakan sebagai fungisida untuk
membunuh jamur di dalam pulp, kertas, cat dan industri-industri pertanian.
Menurut Fardiaz (1992), senyawa Fenil merkuri asetat (FMA) merupakan
komponen organomerkuri terpenting secara komersial yang banyak digunakan
oleh industri pulp dan kertas untuk mencegah pembentukan lendir pada pulp
kertas yang masih basah selama pengolahan dan penyimpanan. Pada industri-
industri pertanian, komponen organomerkuri digunakan sebagai pelapis benih
untuk mencegah pertumbuhan kapang, sedangkan pada industri kimia terutama
123

industri klor-alkali yang banyak memproduksi klorin dan soda kaustik (NaOH)
dan industri plastik yang banyak menggunakan vinil klorida, logam merkuri
digunakan sebagai katalis atau katoda dalam sel elektrolisis.
Industri logam di sapanjang Kali Surabaya yang berlokasi di km 11.60, km
11.90, dan km 17.10 juga berpotensi sebagai sumber pencemar Hg. Hal tersebut
didukung hasil penelitian Sudarmaji dan Yudhastuti (2005), yang menyatakan
bahwa di sepanjang Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas terdapat 19
industri dengan cemaran limbah berupa logam berat (Hg, Cu, Fe, Cr, Mn, Pb, Cd,
Zn, dan Ni) dan terdapat 15 industri yang limbahnya mengandung Hg. Jenis
industri di maksud adalah industri kertas, industri penyamakan kulit, industri
kimia, dan industri logam.
Nilai kandungan logam berat Pb di badan air Kali Surabaya memiliki variasi
yang cukup tinggi, namun secara umum masih memenuhi KMA kelas 1 yang
mensyaratkan nilai maksimum 0.03 mg/l. Rata-rata konsentrasi Pb berkisar tt
0.0528 mg/l, dengan rata-rata keseluruhan 0.0131 mg/l. Konsentrasi Pb tertinggi
ditemukan di Gunungsari dengan konsentrasi 0.0774 mg/l atau 2.56 kali lipat nilai
baku mutu, sedangkan pada Stasiun Jrebeng dan Cangkir keberadaan Pb tidak
terdeteksi. Nilai ini masih berada di bawah KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai
maksimum 0.03 mg/l. Tingginya konsentrasi Pb di Stasiun Gunungsari diduga
bersumber dari limbah industri keramik dan tegel serta industri logam yang
banyak terdapat di daerah Sepanjang dan Karangpilang yang merupakan bagian
hulu Dam Gunung Sari. Industri tersebut banyak menggunakan logam timbal
sebagai campuran pada pembuatan pelapis keramik yang disebut glaze. Glaze
adalah lapisan tipis gelas yang menyerap ke dalam permukaan tanah liat yang
digunakan untuk membuat keramik. Komponen timbal yaitu PbO ditambahkan ke
dalam glaze untuk membentuk sifat mengkilap yang tidak dapat dibentuk dengan
oksida lainnya. Industri keramik dan tegel yang cukup besar di daerah tersebut
adalah PT IKI Mutiara, Perusahaan Tegel LTS, PT Asia Victory, dan CV Bangun.
Industri logam seperti PT. Spindo, PT. Timur Megah Steel, PT. Kedawung
Setia, PT. Surabaya Wire dan PT. WIM Cycle yang berada di bagian hulu Kali
Surabaya, selain menggunakan bahan-bahan kimia seperti larutan basa ataupun
larutan asam, juga menggunakan bahan kimia mengandung logam-logam berat
dan sedikit mengandung bahan-bahan organik. Jenis logam berat yang umumnya
digunakan dalam bentuk garamnya adalah kromium, timbal, dan merkuri. Bahkan
124

pada pelapisan logam selain garam-garam logam berat juga menggunakan garam-
garam tembaga dan komponen sianida. Senyawa-senyawa tersebut dapat
mencemari lingkungan dan mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap
tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz 1992).
Hal tersebut diperkuat hasil identifikasi Sudarmaji dan Yudhastuti (2005), yang
menyatakan bahwa cemaran Pb di Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas
bersumber dari industri kimia, industri kertas, industri keramik, industri logam,
dan industri sepeda.
Hasil analisis konsentrasi Cd pada enam titik pengamatan pada tiga kali
sampling menunjukkan bahwa keberadaan Cd terutama pada bagian tengah dan
hilir tidak terdeteksi. Konsentrasi kadmium tertinggi ditemukan di Tambangan
Cangkir yaitu sebesar 0.0168 mg/l atau 1.68 kali nilai baku mutu air kelas 1.
Konsentrasi Cd rata-rata yang ditemukan adalah 0.0030 mg/l. Dengan demikian,
ditinjau dari konsentrasi logam Cd Kali Surabaya memenuhi baku mutu air kelas
1 yang mensyaratkan konsentrasi Cd maksimum 0.01 mg/l.

5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran Kali Surabaya


Beban pencemaran menggambarkan jumlah suatu unsur pencemar yang
terkandung dalam air atau air limbah. Sumber pencemar air Kali Surabaya adalah
air limbah industri, air limbah rumah tangga, dan air limbah lainnya. Pencemar
tersebut masuk ke Kali Surabaya melalui beberapa cara pengalirannya. Aliran
masuk ini dapat berupa point source atau aliran dengan saluran pada titik tertentu,
seperti saluran drainase atau irigasi, anak sungai, dan outlet limbah industri.
Sumber pencemar juga bisa berupa non point source atau aliran masuk yang tidak
berupa saluran tertentu dan merata di sepanjang sungai sehingga debitnya sulit
diukur. Data sumber pencemar point source yang telah dikumpulkan adalah data
debit dan data kualitas limbah.

5.2.1 Beban Pencemar dari Limbah Domestik


Sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah domestik berasal dari sanitasi
masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali Surabaya, sampah, detergen dan bahan
buangan non-industri lainnya. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber
domestik dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD atau COD
dengan jumlah penduduk. Emisi BOD atau COD adalah besarnya BOD atau COD
125

yang dihasilkan per orang setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban
pencemaran dari limbah domestik yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan
atas hasil kuesioner pembuangan air limbah rumah tangga di sepanjang sisi kiri-
kanan Kali Surabaya dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam zona
lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya.
Berdasarkan data BPS (2008, 2009), data Dinas PU Pengairan Jatim dan
Perum Jasa Tirta I (2009), diketahui bahwa jumlah penduduk yang tinggal dalam
zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya adalah 134,124 jiwa. Hasil
kuesioner terhadap 200 responden yang tinggal di stren Kali Surabaya diperoleh
data yang dapat dipakai dalam perhitungan beban limbah domestik, yaitu
pembuangan air limbah, bekas masak, mandi dan cuci yang disalurkan ke Kali
Surabaya/anak sungainya sebanyak 32.50% (65 responden). Dengan demikian,
persentase pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya yang dipakai untuk
perhitungan adalah 32.50% dari jumlah penduduk di stren Kali Surabaya yaitu
43,590 jiwa. Data pemakaian jumlah air rata-rata menggunakan nilai rata-rata
pemakaian air bersih berdasarkan hasil survei Direktorat Pengembangan Air
Minum, Ditjen Cipta Karya tahun 2006, yaitu 144 liter/orang/hari, sedangkan
jumlah air buangan adalah 80% pemakaian air atau 115.2 liter/orang/hari,
sehingga total debit air buangan penduduk di stren Kali Surabaya adalah 5,021.68
m3/hari. Data jumlah penduduk dan volume pembuangan limbah domestik ke Kali
Surabaya disajikan pada Lampiran 1.
UNEP (1989) mengasumsikan bahwa secara teoritis beban BOD domestik
adalah 25-70 g/orang/hari. Menurut Harnanto dan Hidayat (2003), estimasi beban
pencemaran akibat limbah domestik dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah
penduduk dengan faktor konversi, di mana untuk daerah perkotaan beban BOD
adalah 46 gram BOD/orang/hari, sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram
BOD/orang/hari, sedangkan menurut Salim (2002), beban pencemaran domestik
untuk setiap orang di Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan COD sebesar 57
g/orang/hari. Berdasarkan beban BOD dan COD tersebut maka, konsentrasi BOD
adalah 46/115.2 gram/liter atau 399.31 mg/l, sedangkan konsentrasi COD adalah
494.79 mg/l. Dengan demikian, beban pencemaran perairan Kali Surabaya
bersumber limbah domestik (pemukiman) di bantaran Kali Surabaya untuk
parameter pencemar BOD dan COD adalah :
126

Beban BOD = 43 590 orang x 46 g/orang/hari


= 2 005 140 g/hari 2,005.140 kg/hari
Beban COD = 43 590 orang x 57 g/orang/hari
= 2 484 630 g/hari 2,484.630 kg/hari

Berdasarkan KepMen Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003, baku mutu
air limbah domestik sebagai ukuran batas atau jumlah unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau
dilepas ke air permukaan mencakup parameter pH, BOD, TSS, dan minyak dan
lemak. Tabel 29 menunjukkan baku mutu limbah domestik.
Tabel 29 Baku mutu limbah domestik
Parameter Satuan Baku Mutu
pH - 69
BOD mg/l 100
TSS mg/l 100
Minyak dan lemak mg/l 10
Sumber: KepMen LH No. 112, 2003.

Beban limbah domestik yang masuk ke Kali Surabaya selain bersumber


dari limbah penduduk pada zona 500 meter pada sisi kiri-kanan Kali Surabaya
juga bersumber dari tujuh saluran/drainase mulai Wonokromo hingga Pagesangan
serta buangan limbah domestik melalui anak Kali Surabaya. Nilai parameter
pencemar BOD, COD, TSS dan besarnya beban pencemaran limbah domestik
yang bersumber dari drainase ditunjukkan pada Tabel 30 dan Tabel 31.

Tabel 30 Kadar BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik
dan anak sungai
Lokasi Debit Kadar (mg/l)
No. Nama (KM) (m3/hari) BOD COD TSS
1 Saluran Pagesangan 6.70 43,200 4.4 11.0 9.0
2 Saluran Jambangan 4.50 43,200 5.1 14.3 44.0
3 Saluran Karah 3.60 43,200 24.9 63.7 6.0
4 Saluran Pakuwon 3.20 86,400 79.9 139.2 78.5
5 Saluran Gunungsari 2.80 43,200 49.1 92.1 183.0
6 Saluran Ketintang 2.45 1,209.6 71.1 115.3 32.0
7 Saluran Pulo W. 0.80 259.2 253.1 615.7 686.0
8 Kali Kedungsumur 40.8 199,843.2 5.9 10.5 17.0
9 Kali Marmoyo 36.8 831,945.6 22.25 54.14 167.11
10 Kali Kedurus 2.5 41,644.8 16.1 40.4 31.0
11 Kali Banjaran 21.6 9,244.8 14.9 30.7 52.0
127

Tabel 31 Beban BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik
No Nama Beban (kg/hari)
BOD COD TSS
1 Saluran Pagesangan 190.08 475.20 388.80
2 Saluran Jambangan 220.32 617.76 1,900.80
3 Saluran Karah 1,075.68 2,751.84 259.2
4 Saluran Pakuwon 6,903.36 1,2026.9 6,782.4
5 Saluran Gunungsari 2,121.12 3,978.72 7,905.6
6 Saluran Ketintang 86.00 139.47 38.71
7 Saluran Pulo W. 65.60 159.59 177.81
8 Kali Kedungsumur 1,179.07 2,098.35 3,397.33
9 Kali Marmoyo 18 510.79 45,041.53 139,026.43
10 Kali Kedurus 670.48 1,682.45 1,290.99
11 Kali Banjaran 137.75 283.81 480.73
Total 31,160.25 69,255.62 161,648.26

5.2.2 Beban Pencemar dari Limbah Hotel


Limbah domestik yang berasal dari aktivitas pariwisata/hotel merupakan
bagian dari keseluruhan beban pencemaran yang masuk ke dalam sistem Kali
Surabaya. Jumlah hotel yang terdapat di kota Surabaya sebanyak 141 unit yang
terdiri atas 29 unit hotel berbintang dan 112 unit hotel melati. Sebagian besar
hotel berlokasi di pusat Kota Surabaya sehingga tidak membuang limbah ke Kali
Surabaya, namun membuang limbahnya pada Kali Mas. Berdasarkan data BLH
Kota Surabaya (2009) dan PJT-I (2009), jumlah hotel yang sudah memiliki dan
mengoperasikan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) sebanyak 18 buah atau
12.77%. Jumlah hotel yang membuang limbah secara langsung ke Kali Surabaya
1 buah, yaitu hotel Singgasana dengan debit rata-rata air limbah sebesar 37.65
m3/hari. Hotel Singgasana terletak dekat Kali Surabaya tepatnya di sisi kanan
Dam Gunungsari dari arah Ngagel. Hotel Singgasana termasuk hotel bintang 4
dengan jumlah kamar 124 dan karyawan sebanyak 30 orang. Rata-rata jumlah
pengunjung 43,321 orang/tahun (Dinas Pariwisata Kota Surabaya 2009). Hasil
pemantauan PJT-I terhadap air limbah Hotel Singgasana terhadap parameter BOD,
COD, dan TSS ketiganya masih memenuhi baku mutu. Kadar BOD 4.00 mg/l,
COD 20.44 mg/l dan TSS 48.00 mg/l, sedangkan baku mutu untuk ketiga
parameter tersebut masing-masing adalah 50, 80, dan 80 mg/l. Besarnya beban
pencemaran yang bersumber dari limbah hotel ditunjukkan pada Tabel 32.
128

Tabel 32 Beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah hotel


Parameter Debit Limbah Kadar Beban
(m3/hari) (mg/l) (kg/hari)
BOD 37.65 4.00 0.151
COD 37.65 20.44 0.769
TSS 37.65 48.00 1.807

Beban pencemar BOD, COD, dan TSS dari hotel Singgasana yang masuk
ke Kali Surabaya tergolong rendah karena selain parameter pencemar masih
memenuhi baku mutu, debit buangan limbah juga kecil. Kondisi berbeda terjadi
sebelum September 2009, di mana IPAL tidak difungsikan secara maksimal
sehingga air limbahnya mengandung BOD dan COD mencapai 133.1 dan 308.7
mg/l (PJT-I 2009). Saat ini, hotel Singgasana masih berada dalam pengawasan
BLH Jatim dan Tim Sidak Kali Surabaya dan diwajibkan memiliki ijin
pembuangan limbah cair (IPLC) serta melakukan uji kualitas air limbah secara
rutin setiap tiga bulan ke laboratorium yang ditunjuk Gubernur.

5.2.3 Beban Pencemar dari Limbah Industri


Banyaknya industri yang berdiri di sepanjang bantaran Kali Surabaya akan
meningkatkan kualitas dan kuantitas limbah industri yang masuk ke badan air
Kali Surabaya, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas air sungai tersebut.
Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 36 industri yang saluran pembuangan
limbah cairnya menuju Kali Surabaya. Selain itu juga terdapat industri-industri
yang letaknya di luar wilayah Kota Surabaya yang membuang limbahnya ke Kali
Tengah ( 34 industri) yang akhirnya bermuara ke Kali Surabaya. Penyebaran
industri pada daerah aliran sungai Kali Surabaya terutama sekali berlokasi di
Driyorejo dan Karang Pilang. Jenis industri yang ada terutama adalah industri
pulp dan kertas, industri makanan dan minuman, industri MSG, industri tekstil,
industri minyak dan deterjen, dan industri kimia dan metalurgi. Daftar industri di
Daerah Pengaliran Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 3.
Besarnya debit limbah dan kualitas air limbah industri sangat bervariasi
untuk tiap jenis industri. Data debit limbah dan parameter pencemar air limbah
industri di DPS Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 4, sedangkan besarnya
beban pencemaran yang bersumber dari limbah industri di DPS Kali Surabaya
disajikan pada Lampiran 5.
129

Beban pencemar Kali Surabaya selain bersumber dari industri yang


membuang limbahnya langsung ke Kali Surabaya juga bersumber dari buangan
industri melalui Anak Sungai (Kali Tengah dan Kali Perning) dan saluran
pembuangan Waru Gunung. Terdapat 26 industri yang membuang air limbahnya
ke Kali Tengah yang merupakan anak Kali Surabaya. Industri tersebut adalah: PT.
Multipack Unggul (kertas karton), PT. Samator (aneka gas), PT. Wim Cycle
(sepeda), PT. Keramik Diamond Indah (keramik), PT. Surabaya Acetylene (gas),
PT. Air Mas Murni (bahan baku sabun), PT. Platinum Ceramic (keramik), PT.
Malindo Feedmill (industri makanan ternak), PT. Adyabuana Persada (keramik
lantai), PT. Ever Industry Textil Mills (tekstil), PT. Atlantic Ocean Paint (industri
cat), PT. Sinar Berlian Chemindo (industri kimia), PT. Surya Plastindo (industri
plastik), PT. Unimos (biscuit), PT. Agrindo (mesin pertanian), PT. Sura Indah
Wood (kayu lapis), PT. Tri Ratna (mesin diesel), PT. Golden Great Wall
(makanan beku), PT. Bumisaka Steelindo (kawat), PT. Wira Logam (mur & baut),
PT. Fendi Mungil (meubel rotan), PT. Indotama Megah Indah (karet), PT. Silikon
Utama (stiker), PT. Forgindo Prima Steel (mur & baut), PT. Forindo Pandutama
(tekstil), dan PT. Indopicri Co (sabun).
Banyaknya industri yang membuang limbah ke Kali Tengah menyebabkan
beban pencemaran Kali Surabaya meningkat. Hasil pengukuran in situ terhadap
contoh air Kali Tengah (Oktober 2009), menunjukkan bahwa nilai pH 6.27
(bersifat asam), DO 1.2 mg/l, DHL 1405 S, dan suhu 30.7 oC, sedangkan hasil
analisis laboratorium untuk parameter BOD, COD, dan TSS masing-masing
adalah 45.88, 136.67, dan 96.01 mg/l. Tabel 33 dan 34 menunjukkan kadar BOD,
COD, TSS dan beban pencemaran yang bersumber dari anak sungai dan saluran
limbah industri.

Tabel 33 Kadar BOD, COD, dan TSS saluran limbah industri melalui anak
sungai dan saluran Waru Gunung
No Nama Anak Lokasi Debit Air Kadar Rata-rata (mg/l)
Sungai/Saluran (km) (m3/detik)
BOD COD TSS
1 Saluran W. Gunung 9.70 0.031 55.1 143.1 420.0
2 Kali Tengah 11.9 0.793 45.88 136.67 96.01
3 Kali Perning 36.3 0.090 241.1 528.1 166.0
130

Tabel 34 Beban pencemar dari buangan industri melalui anak sungai


dan saluran pembuangan
No Nama Anak Sungai Debit Air Beban Pencemar (kg/hari)
(m3/detik)
BOD COD TSS
1 Saluran W. Gunung 0.031 147.58 383.28 1,124.93
2 Kali Tengah 0.793 3,143.48 9,363.97 6,578.14
3 Kali Perning 0.090 1,874.79 4,106.50 1,290.82
Jumlah 5,165.85 13,853.75 8,993.89

5.2.4 Beban Pencemar dari Limbah Pertanian


Selain dari industri, kegiatan pertanian juga berpotensi mencemari air
terutama air sungai. Limbah pertanian biasanya terdiri atas bahan padat bekas
tanaman yang bersifat organis, bahan pemberantas hama dan penyakit (pestisida),
bahan pupuk yang mengandung nitrogen (N), fosfor (P), sulfur (S), dan mineral
lainnya. Limbah kegiatan pertanian dapat berupa insektisida, pupuk kandang,
pupuk urea, pupuk trisuper fosfat, pupuk ZA, dan lain-lain. Pupuk dan insektisida
tersebut dapat terbawa air irigasi dan masuk kembali ke sungai. Penggunaan
pupuk kimia dan pestisida dapat menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan.
Lahan pertanian di DPS Kali Surabaya terdapat di bagian hulu Kali Surabaya
dengan luas lahan 1015 ha. Daerah yang berpotensi menjadi sumber pencemaran
limbah pertanian adalah Kramat Temenggung dan Wonoayu. Data debit saluran
pertanian dan parameter pencemar serta beban pencemaran yang bersumber dari
limbah pertanian ditunjukkan pada Tabel 35 dan 36.
Tabel 35 Debit dan parameter pencemar dua saluran limbah pertanian
No Nama Lokasi Debit Kadar (mg/l)
Saluran (KM) (m3/hari) BOD COD TSS N-NO 3 P-PO 4
1 Kramat T. 39.30 29,894.4 3.2 5.9 21.5 0.330 0.233
2 Wonoayu 37.10 1,382.4 3.2 10.1 13.0 0.193 0.289

Tabel 36 Beban pencemaran dari limbah pertanian


No Nama Beban (kg/hari)
BOD COD TSS N-NO 3 P-PO 4
1 Saluran Kramat T. 95.66 176.37 642.73 9.86 6.96
2 Saluran Wonoayu 4.42 13.96 17.97 0.27 0.40
Total 101.08 190.33 660.70 10.13 7.36
131

Secara keseluruhan besarnya beban pencemaran Kali Surabaya bersumber


dari limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian dirangkum menjadi
tiga kelompok sesuai Tabel 37.
Tabel 37 Resume beban pencemaran Kali Surabaya
No Sumber Pencemar Beban Pencemaran (kg/hari)
BOD COD TSS
1 Limbah Domestik 33,165.54 71,741.02 161,650.07
2 Limbah Industri 22,222.25 60,645.03 38,823.35
3 Limbah Pertanian 101.08 190.33 660.70
Total 55,488.87 132,576.38 201,134.12

Berdasarkan Tabel 37, terlihat bahwa limbah domestik memberikan


kontribusi beban pencemar terbesar dibandingkan sumber pencemar lain. Pada
parameter BOD kontribusi limbah domestik mencapai 59.77%, limbah industri
40.05%, dan limbah pertanian 0.18%. Beban pencemar COD Kali Surabaya
sebesar 54.11% bersumber dari limbah domestik, 45.74% (industri), dan 0.15%
(pertanian). Sementara, ditinjau dari pencemar TSS beban pencemaran Kali
Surabaya 80.37% disebabkan limbah domestik, 19.30% oleh limbah industri, dan
0.33% akibat limbah pertanian.
Limbah domestik yang dihasilkan dari rumah tangga cenderung tidak
dikelola dengan baik akibatnya beban pencemaran air Kali Surabaya oleh limbah
domestik menjadi tinggi. Hal sama juga terjadi di Jakarta dan Bandung.
Berdasarkan data BLH Jawa Barat, kontribusi limbah domestik terhadap
pencemaran air di Kota Bandung telah mencapai 80%, sedangkan di Jakarta
mencapai 75%.
Limbah industri yang mencemari Kali Surabaya sebagian besar berasal dari
buangan limbah industri dari Kali Tengah dan industri-industri sepanjang Kali
Surabaya yang membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Berdasarkan
data pada Lampiran 5, dapat dirangkum sumber pencemar beban BOD dan COD
dari industri di sepanjang Kali Surabaya yang tersaji dalam Tabel 38.
Berdasarkan Tabel 38 dan data pada Lampiran 5, terlihat bahwa beban
pencemar dari industri yang mencemari Kali Surabaya terutama bersumber dari
empat industri kertas dan pulp dan satu industri MSG, yaitu PT Surya Agung
Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Adiprima Suraprinta, PT Suparma dan PT
132

Miwon. Kelima industri tersebut menyumbang sekitar 63% beban BOD dan 64%
beban COD sektor industri ke Kali Surabaya.

Tabel 38 Klasifikasi sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah industri


Jumlah Beban pencemar Beban pencemar
Jenis Industri Beban (kg/hari)
Industri terhadap industri terhadap total
BOD COD BOD COD BOD COD
Kertas dan Pulp 5 10,877.40 30,097.60 48.95% 49.63% 19.60% 22.70%

Makanan dan 9 2,449.24 5,548.72 11.02% 9.15% 4.41% 4.18%


Minuman
MSG 1 3,207.35 9,003.42 14.43% 14.85% 5.78% 6.79%
Minyak dan 6 349.46 708.78 1.57% 1.17% 0.63% 0.53%
Deterjen
Tekstil dan Kulit 5 327.68 867.49 1.47% 1.43% 0.59% 0.65%
Kimia, keramik 10 217.11 565.16 0.98% 0.93% 0.39% 0.43%
dan Metalurgi

PT Surya Agung Kertas merupakan industri kertas dan pulp terbesar kedua
di Jawa Timur dengan kapasitas produksi 336,800 ton/tahun atau sekitar 923
ton/hari. Pabrik Kertas PT Adiprima Suraprinta merupakan industri kertas koran
dengan kapasitas produksi 400 ton/hari. PT Surabaya Mekabox merupakan
industri kertas pembungkus/karton box dengan produksi rata-rata 220 ton/hari,
sementara kapasitas produksi industri kertas PT Suparma adalah sekitar 500
ton/hari. Menurut Sugiharto (2005), jumlah air limbah yang berasal dari industri
adalah sebesar 85 95% dari jumlah air yang dipergunakan. Total pemakaian air
keempat industri pulp dan kertas di atas adalah sekitar 60,000 m3/hari. Oleh
karena itu, jumlah buangan limbah yang berupa lumpur dihasilkan kurang lebih
51,000 57,000 m3/hari.
Limbah dari industri pulp dan kertas bersumber pada pembuangan boiler
dan proses pematangan kertas yang menghasilkan konsentrat lumpur beracun.
Selain itu pada proses percetakan juga dihasilkan produk samping berupa
konsentrat lumpur sebesar 1 4% dari volume limbah cair yang diolah. Pada
industri pulp dan kertas, bahan baku utama yang digunakan adalah serat dari
tanaman dengan kandungan utama berupa selulosa. Adanya komponen selulosa
pada buangan limbah cair industri pulp dan kertas dapat menimbulkan bau busuk
pada sungai jika tertimbun di dasar sungai dan meningkatkan kandungan COD.
133

5.2.5 Tingkat Pencemaran Kali Surabaya


Pada penelitian ini tingkat pencemaran air Kali Surabaya relatif terhadap
parameter kualitas air yang diijinkan didasarkan pada hasil analisis parameter
fisik kimia air, yaitu: pH, TSS, DO, BOD, COD, N-NH 3 , N-NO 2 , N-NO 3 , P-PO 4 ,
dan kadar Hg, Pb, Cd. Hasil analisis parameter fisik kimia, dibandingkan dengan
baku mutu air sesuai peruntukannya menggunakan langkah-langkah penentuan
Indeks Pencemaran. Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j)
jika nilai (C i /Lij ) R dan atau (C i /Lij ) M lebih besar dari 1.0. Tingkat pencemaran
suatu badan air akan semakin besar jika nilai maksimum C i /Lij dan atau nilai rata-
rata C i /L ij makin besar. Perhitungan indeks pencemaran air Kali Surabaya dapat
dilihat pada Lampiran 9. Rangkuman hasil perhitungan indeks pencemaran air
Kali Surabaya diperlihatkan pada Tabel 39.
Tabel 39 Indeks pencemaran air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan
No Lokasi C i /L ij IP Kategori
Rerata Maks
1 Gunungsari 1.66 3.66 2.86 Cemar ringan
2 Jemb. Sepanjang 1.55 4.82 3.58 Cemar ringan
3 Karang Pilang 1.72 5.49 4.07 Cemar ringan
4 Tamb. Bambe 2.08 7.63 5.59 Cemar sedang
5 Tamb. Cangkir 1.62 7.01 5.09 Cemar sedang
6 Jemb. Jrebeng 1.09 2.66 2.03 Cemar ringan

Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran (Tabel 39) dan nilai


indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow, menunjukan bahwa perairan Kali
Surabaya telah mengalami pencemaran pada tingkat ringan hingga sedang oleh
beberapa parameter kimia dan fisika. Kondisi ini berbeda dengan status mutu air
berdasarkan indeks STORET. Berdasarkan indeks STORET, perairan Kali
Surabaya berada dalam kondisi buruk atau tercemar berat. Perbedaan ini
menunjukkan bahwa indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow mempunyai
toleransi yang cukup besar terhadap pencemaran. Tabel 39 juga menunjukkan
bahwa untuk zona paling hulu (Jrebeng), tingkat pencemaran paling rendah
dengan nilai indeks pencemaran 2.03. Nilai indeks pencemaran tertinggi berada
pada zona tengah yaitu Tambangan Bambe dengan nilai indeks pencemaran 5.59
(tercemar sedang).
134

Berdasarkan nilai indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow, dapat


diperkirakan batasan parameter pencemar yang dapat mengakibatkan perairan
dalam kondisi tercemar berat melalui penggunaan pendekatan persamaan:
(C i /Lij ) = 1.0 + P.log(C i /L ij ) hasil pengukuran , dengan P konstanta yang umum
digunakan yaitu 5. Suatu perairan dikatakan tercemar berat jika nilai IP > 10,
dengan demikian, 10 < (1,0 + 5.log(C i /L ij ) hasil pengukuran ). Penyelesaian persamaan
ini memberikan hasil (C i /L ij ) hasil pengukuran kurang lebih 63. Berdasarkan hal
tersebut maka evaluasi tingkat pencemaran dengan metode Pollution Index
mempunyai batas toleransi yang sangat tinggi terhadap pencemaran, karena suatu
perairan dinyatakan tercemar berat jika nilai parameter terukur sebagian besar
nilainya lebih dari 63 kali nilai baku mutu air untuk peruntukannya.

5.3 Analisis Status Kualitas Air Kali Surabaya


Metode yang digunakan untuk menentukan status kualitas air atau indeks
mutu lingkungan perairan adalah metode STORET. Indeks kualitas air-STORET
(IKA-STORET) adalah suatu nilai yang dapat menggambarkan tentang kondisi
kualitas air dari data mentah tentang kualitas air yang kemudian
ditransformasikan menjadi suatu indeks. Indeks STORET dapat menggambarkan
secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air Kali Surabaya. Data
parameter fisika dan kimia air hasil pengamatan dibandingkan dengan baku mutu
air kelas 1, yang mencakup nilai minimum, maksimum dan nilai rata-rata setiap
parameter yang kemudian diberi skor sesuai dengan tingkat pencemarannya. Baik
buruknya kualitas perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter
yang tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Hasil evaluasi kualitas air Kali
Surabaya berdasarkan indeks STORET disajikan pada Lampiran 10, sedangkan
status mutu Kali Surabaya menurut sistem STORET ditunjukkan pada Tabel 40
dan Gambar 29.
Tabel 40 Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET
Skor
No Lokasi/Stasiun
Kelas I Kelas II Kelas III
1 Gunungsari -104 (cemar berat) -88 (cemar berat) -40 (cemar berat)
2 Jemb. Sepanjang -84 (cemar berat) -68 (cemar berat -16 (cemar sedang)
3 Karang Pilang -96 (cemar berat) -72 (cemar berat) -28 (cemar sedang)
4 Tamb. Bambe -92 (cemar berat) -80 (cemar berat) -24 (cemar sedang)
5 Tamb. Cangkir -104 (cemar berat) -68 (cemar berat) -8 (cemar ringan)
6 Jemb. Jrebeng -80 (cemar berat) -32 (cemar berat) -8 (cemar ringan)
135

Pada Tabel 40 dan Gambar 29 memperlihatkan kondisi status mutu Kali


Surabaya menurut sistem nilai STORET dengan mengacu pada baku mutu air
kelas I, kelas II, dan baku mutu air kelas III. Secara umum kondisi mutu air Kali
Surabaya untuk sumber air baku air minum termasuk dalam kelas D (kelas IV),
artinya kondisi Kali Surabaya sangat buruk atau tercemar berat. Nilai indeks
STORET tertinggi terdapat pada Stasiun Gunungsari (-104) dan terendah terdapat
pada Stasiun Jembatan Jrebeng (-80). Parameter organik (DO, BOD, COD) dan
parameter anorganik (Hg) memberikan kontribusi yang tinggi terhadap rendahnya
skor indeks STORET pada tiap stasiun pengamatan. Parameter lain yang juga
berkontribusi bagi rendahnya indeks STORET adalah TSS, P-PO 4 , dan kadar Pb.

0 Baik
-20 Sedang
Nilai Storet

-40

-60 Buruk

-80

-100

-120
GS JS KP TB TC JJ

Kelas I -104 -80 -96 -92 -104 -80


Kelas II -88 -68 -72 -80 -68 -32
Kelas III -40 -16 -28 -24 -8 -8
Lokasi Pengamatan

Gambar 29 Skor indeks STORET perairan Kali Surabaya.

Kondisi mutu air untuk kegiatan perikanan, peternakan, dan pertamanan


(kelas III) menunjukkan kecenderungan yang menurun dari zona hulu, tengah dan
zona hilir, dengan status mutu bervariasi mulai tercemar ringan hingga tercemar
berat. Nilai indeks STORET terendah ditemukan di bagian hulu Kali Surabaya,
yaitu Stasiun Jrebeng (-8) dan Tambangan Cangkir (-8), sedangkan nilai tertinggi
di Stasiun Gunungsari (-40). Parameter yang memberikan kontribusi bagi
rendahnya indeks STORET untuk baku mutu air kelas III adalah kadar Hg, Pb, Cd,
nilai DO, BOD, dan COD.
Berdasarkan indeks STORET, jika parameter yang digunakan untuk
mengevaluasi tingkat pencemaran kurang dari 10, maka sudah cukup untuk
menyatakan bahwa perairan tersebut dalam kondisi buruk atau tercemar berat jika
136

terdapat tiga parameter kimia yang nilai konsentrasi minimum, rata-rata, dan nilai
maksimumnya telah melampaui baku mutu yang ditetapkan meskipun nilai
parameter lain masih memenuhi baku mutu. Jika parameter fisik-kimia yang
digunakan untuk mengevaluasi kondisi perairan lebih dari atau sama dengan 10
parameter, maka kondisi perairan dapat dikatakan tercemar berat jika terdapat
minimum satu parameter fisik-kimia yang nilai minimum, rata-rata, dan nilai
maksimum telah melampaui baku mutu air sesuai peruntukannya.

5.4 Dampak Pencemaran Kali Surabaya terhadap Ekosistem dan Kesehatan


Dampak pencemaran air pada umumnya dapat dibagi ke dalam empat
kategori (Kurniawan 2009), yaitu (1) dampak terhadap kehidupan biota air, (2)
dampak terhadap kesehatan manusia, (3) dampak terhadap kualitas air tanah, dan
(4) dampak terhadap estetika lingkungan.

5.4.1 Dampak terhadap Ekosistem


Ekosistem sungai tidak berdiri sendiri namun berkaitan dengan berbagai
ekosistem dan beranekaragam makhluk hidup, sehingga apabila terjadi gangguan
yang merusak keseimbangan ekosistem sungai, maka keseimbangan lingkungan
yang bergantung pada ekosistem sungai tersebut juga akan terganggu. Tingginya
beban pencemaran organik yang masuk ke Kali Surabaya telah mengakibatkan
terjadinya pencemaran berat, yang ditandai dengan kadar DO yang rendah dan
kadar BOD, COD, dan TSS yang tinggi. Kondisi ini berdampak pada kehidupan
organisme akuatik atau ekosistem Kali Surabaya.
Tingkat produktivitas sistem akuatik selain dipengaruhi unsur karbon, juga
sangat ditentukan oleh keberadaan unsur nitrogen dan fosfor. Kedua unsur
tersebut dapat bersumber dari bahan organik, amonia, nitrit, nitrat, dan fosfat.
Fosfor masuk ke dalam sistem akuatik dari sumber natural maupun antropogenik
(penggunaan pupuk, deterjen) dan dekomposisi bahan organik, sedangkan
senyawa nitrogen dapat bersumber dari atmosfer, dekomposisi bahan organik,
fiksasi nitrogen, dan sumber-sumber natural maupun antropogenik. Nitrogen dan
fosfor dalam sistem akuatik dikenal sebagai faktor pembatas (limiting factors).
Pada ekosistem alami, nitrogen dan fosfor umumnya tersedia dalam jumlah
terbatas dan membatasi pertumbuhan tumbuhan akuatik. Jika kandungan nitrogen
dan fosfor bertambah, maka pertumbuhan tumbuhan akuatik akan terpacu dan
menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada badan air dan dapat berdampak negatif
137

terhadap ekosistem akuatik. Peningkatan masukan nitrogen dan fosfor dari limbah
pertanian dan limbah domestik dapat mengubah komunitas akuatik, karena kedua
unsur tersebut menstimulasi pertumbuhan alga yang dapat menutup permukaan
air dan menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air. Pertumbuhan alga
dan keberadaan partikel-partikel tersuspensi dari sumber-sumber pencemar akan
meningkatkan turbiditas air, akibatnya jumlah sinar matahari yang tersedia untuk
tumbuhan akuatik dalam air akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arisandi (2001) yang menyatakan bahwa, kandungan TSS dan padatan terlarut
yang tinggi dapat mengakibatkan (1) menurunnya kandungan oksigen terlarut
dalam badan air, sehingga mengganggu suplai oksigen bagi organisme air, seperti
nekton dan bentos, (2) menurunkan penetrasi cahaya matahari yang masuk ke
dalam badan air, sehingga mengganggu proses fotosintesis tumbuhan air, seperti
hidrila, ganggang, dan alga, (3) sedimentasi dasar sungai, tingginya padatan yang
terlarut akibat buangan limbah domestik dan industri dapat mengendap dan
merubah karakteristik dasar sungai, akibatnya biota yang menetap di dasar sungai
seperti kerang, remis, kijing, dan siput dapat tereliminasi.
Menurut Ecoton (2008), pengurangan kadar oksigen dalam air dapat
mengakibatkan bencana akuatik berupa ikan munggut dan kematian invertebrata
lainnya di sepanjang Kali Surabaya. Ikan munggut adalah terjadinya kematian
ikan, kepiting dan udang air tawar secara masal dan tiba- tiba akibat kekurangan
oksigen. Ecoton (2008), mencatat bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 2007
di Kali Surabaya telah terjadi 50 kasus ikan mati masal. Jenis ikan yang mati
didominasi oleh ikan bader yang berukuran tidak terlalu besar, dengan panjang
antara 10-25 cm dan ikan mujaer. Ikan yang munggut tampak memiliki ciri-ciri
yang khas, yaitu mengalami pendarahan dan berwarna kemerahan di bawah mulut,
perut dan bagian sirip.
Kondisi Kali Surabaya yang tercemar berat juga berdampak pada
penurunan rantai makanan alami dan indeks keragaman biota akuatik serta
timbulnya perubahan struktur dan fungsi komunitas sebagai akibat terganggunya
keseimbangan ekosistem. Menurut Abdel-Gawad et al. (2010), keberadaan bahan
pencemar dapat mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi biologi molekuler
suatu organisme, sedangkan perubahan struktur dan fungsi komunitas perairan
menurut Arisandi (2001) disebabkan oleh hasil interaksi dua prinsip ekologi, yaitu
prinsip toleransi dan kompetisi. Perubahan struktur komunitas dapat terlihat dari
138

perubahan indeks keragaman dan dominasi organisme dalam suatu ekosistem.


Pada lingkungan yang tercemar, keragaman ekosistem akan menurun dan
individu-individu yang toleran terhadap polutan yang akan mendominasi
ekosistem tersebut. Hasil penelitian Amtasi (2010) menunjukkan bahwa indeks
keragaman hewan makro bentos di Kali Surabaya tergolong rendah, yaitu 0.308 -
1.075 yang berarti kualitas Kali Surabaya dalam kondisi tercemar berat.
Pada perubahan struktural, terjadi penurunan keanekaragaman spesies,
organisasi komunitas menjadi lebih sederhana, dan tingkat perkembangan mundur
menjauhi stadium klimaks, sedangkan pada perubahan fungsional, rantai makanan
dan jaring-jaring makanan menjadi lebih pendek dan struktur organisasi tropiknya
menjadi lebih sederhana. Perbedaan batas toleransi antara populasi terhadap
faktor-faktor lingkungan mempengaruhi kemampuan berkompetisi. Jika kondisi
lingkungan perairan menurun karena pencemaran, maka jenis organisme yang
tidak toleran terhadap kondisi tersebut akan menurun populasinya, sebaliknya
jenis-jenis organisme yang mempunyai toleransi terhadap kondisi tersebut akan
meningkat populasinya, karena jenis-jenis kompetitornya berkurang. Menurut
Setyorini (2003b, 2003c), di sepanjang Kali Surabaya pada tahun 1980-an tercatat
sebanyak 18 jenis ikan, namun pada tahun 2003 jenis ikan tersebut mengalami
penurunan menjadi tujuh jenis, yaitu ikan bader, keting, sili, nila, gabus, mujair,
dan papar. Populasi ikan tersebut kalah dengan populasi cacing darah yang makin
meningkat dari hulu ke hilir Kali Surabaya.
Hasil penelitian Bapedal (2006) terhadap komposisi makroinvertebrata Kali
Surabaya memperlihatkan hal serupa, bahwa makroinvertebrata yang dijumpai di
sepanjang Kali Surabaya terdiri atas 42 spesies dengan 6 kelas dan 5 ordo. Pada
bagian hulu Kali Surabaya didominasi oleh Famili Baetidae (11.80%), Thiaridae
(15.53%), dan Atyidae (19.257%), sedangkan pada daerah industri (Driyorejo)
didominasi oleh Lumbricidae (13.40%), Tubificidae (19.59%), Atyidae (10.31%),
dan Lymnaeidae (16.49%). Pada daerah pemukiman dan industri (Waru Gunung,
Karang Pilang, Kedurus, Gunungsari) makroinvertebrata yang dominan adalah
Chironomidae (10.70%) dan Tubificidae (59.67%), pada bagian hilir Kali
Surabaya juga didominasi oleh Famili Chironomidae (11.76%) dan Tubificidae
(40.34%). Famili Tubificidae (Ordo Oligochaeta) yang diwakili jenis cacing
merah (Tubifex tubifex) merupakan makroinvertebrata paling dominan dan luas
penyebarannya. Keberadaan cacing merah menggantikan dominasi Famili
139

Baetidae (Ordo Ephemeroptera) yang merupakan makroinvertebrata yang paling


sempit sebarannya dan ordo yang tidak toleran terhadap kadar DO rendah
menunjukkan bahwa lokasi tersebut sudah tercemar dengan bahan organik.
Peningkatan populasi jenis Tubifex tubifex dari hulu ke hilir merupakan akibat
tingginya tingkat pencemaran organik di Kali Surabaya dari zona hulu ke hilir.

5.4.2 Dampak terhadap Kesehatan (Analisis Risiko)


Analisis risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan merupakan suatu
pendekatan untuk mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan
mendiskripsikan masalah lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan
penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah
lingkungan yang bersangkutan. Menurut EPA (2005), analisis risiko adalah
karakterisasi dari bahaya-bahaya potensial yang berefek pada kesehatan manusia
dan bahaya terhadap lingkungan. Risiko adalah kemungkinan suatu kejadian yang
tidak diharapkan terjadi sehingga mengganggu apa yang seharusnya terjadi dari
suatu kegiatan atau mengganggu tujuan. Analisis risiko digunakan untuk
mengetahui besarnya risiko sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam
manajemen risiko.
Berdasarkan KepMenKes Nomor 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum, memberikan persyaratan kualitas air minum di
antaranya kadar maksimum yang diperbolehkan untuk Hg 0.001 mg/l, Cd 0.003
mg/l, sementara untuk logam Pb tidak masuk sebagai logam yang dianggap
mempunyai pengaruh langsung pada kesehatan. Hal yang sama diperoleh dari
IRIS (2007), juga tidak menyertakan nilai RfD Pb untuk analisis risiko. Untuk
menentukan tingkat risiko Hg dan Cd digunakan nilai dosis-respon kuantitatif zat-
zat kimia dalam berbagai spesi dan formulanya yang telah ada dalam pangkalan
data Integrated Risk Information System dari US-EPA (IRIS 2007).
Hasil analisis untuk parameter logam berat merkuri (Hg), kadmium (Cd),
dan timbal (Pb) pada sampel air PDAM Karang Pilang yang memanfaatkan Kali
Surabaya sebagai sumber air baku air minum Surabaya disajikan dalam Tabel 41.
Bedasarkan hasil analisis sampel air minum PDAM Kota Surabaya yang
diambil pada 6 titik pengamatan di Kecamatan Karang Pilang berdasarkan jarak
dari sumber (sumber, 200 m, 500 m, 1 km, 1.5 km, dan 2 km), menunjukkan
bahwa kandungan cemaran merkuri, timbal, dan kadmium tidak terdeteksi.
140

Berdasarkan data ini, maka prediksi besarnya tingkat risiko karsinogenik bagi
yang meminum air dari sumber tersebut tidak perlu dilakukan.
Tabel 41 Konsentrasi Hg, Pb, Cd dalam sampel air minum PDAM
Parameter Konsentrasi Terukur (mg/l)
Minimum Maksimum
Hg tt tt
Pb tt tt
Cd tt tt
Ket.: tt = tidak terdeteksi, LOD Hg 0.002 g/L, Pb = 0.0010 mg/l, Cd = 0.0018 mg/l.

Jika dilihat dari kandungan rata-rata logam berat pada lokasi intake PDAM
Karang Pilang untuk Hg 0.0079 mg/l, Pb 0.0112 mg/l, dan Cd 0.0034 mg/l
memang cukup mengkawatirkan terhadap kualitas air PDAM yang dihasilkan.
Pada kenyataannya, produk instalasi pengolah air minum (IPAM) PDAM Karang
Pilang mampu mereduksi bahan pencemar tersebut sehingga kualitas air minum
yang dihasilkan aman dikonsumsi ditinjau dari parameter logam berat
berdasarkan KepMenKes Nomor 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum. Pengolahan air yang digunakan oleh
perusahaan daerah air minum (PDAM) Karang Pilang terdiri atas beberapa unit
pengolahan, yaitu unit aerator, prasedimentasi, flashmix, slow mix, sedimentasi,
dan filter cepat. Proses sedimentasi dilakukan dengan menambahkan bahan kimia
aluminium sulfat (Al2 (SO 3 ) 3 .14H 2 O) sebagai koagulan. Proses ini bertujuan
untuk menghilangkan kandungan logam berat, zat organik beracun, senyawa
fosfor, dan partikel-partikel yang sukar mengendap sekaligus untuk menjernihkan
air. Tahap selanjutnya adalah proses oksidasi menggunakan kalium permanganat
atau kalium kromat bertujuan untuk menurunkan kandungan bahan organik dan
menghilangkan partikel-partikel berwarna sehingga air menjadi lebih jernih.
Proses flokulasi, sedimentasi akhir, penyaringan dan desinfeksi menggunakan
kaporit merupakan tahap akhir proses.
Berdasarkan aspek ekonomi, pencemaran air Kali Surabaya menimbulkan
kerugian ekonomi yang sangat besar. Hasil studi ADB (dalam Kurniawan 2009),
menunjukkan bahwa setiap kenaikan konsentrasi pencemar BOD sebesar 1 mg/l
pada sungai meningkatkan biaya produksi air minum sekitar Rp 9.17 per meter
kubik atau menyebabkan kenaikan biaya produksi PDAM sebesar 25% dari rata-
rata tarif air nasional.
141

Total produksi rata-rata air minum PDAM Kota Surabaya adalah


20,931,000 m3/bulan (BPS 2009). Sementara pengambilan air Kali Surabaya
untuk air baku PDAM adalah 26,702,239.68 m3/bulan (PJT I 2009), sehingga
setiap bulan PDAM Kota Surabaya harus membayar retribusi air baku kepada PJT
I sebesar Rp 2.35 Milyar. Nilai BOD rata-rata Kali Surabaya di lokasi intake
PDAM Karang Pilang periode Agustus sampai Desember 2009 adalah 3.93 mg/l,
dengan demikian tambahan biaya pengolahan untuk menurunkan kandungan
BOD sampai memenuhi baku mutu sesuai KepMenKes Nomor 907 Tahun 2002
rata-rata sekitar Rp 473 juta/bulan, sehingga rata-rata setiap tahun PDAM Kota
Surabaya harus menganggarkan Rp 10 Milyar untuk mengantisipasi pencemaran
Kali Surabaya.
Berdasarkan kadar rata-rata logam berat merkuri (Hg), timbal (Pb), dan
kadmium (Cd) di perairan Kali Surabaya, menunjukkan bahwa hanya logam Hg
yang kadarnya melampaui KMA kelas 1. Oleh karena itu, analisis risiko
kesehatan untuk mengkuantifikasi pemaparan hanya dilakukan terhadap
pencemaran Hg sebagai risk agent di Kali Surabaya. Kadar Hg di perairan Kali
Surabaya yang digunakan untuk perhitungan analisis risiko kesehatan adalah
kadar Hg rata-rata hasil penelitian dari enam titik sampling, yaitu 0.0092 mg/l,
sedangkan kadar Hg pada sedimen Kali Surabaya menggunakan data hasil
penelitian Amtasi (2010) pada tiga titik sampling, yaitu Karang Pilang (0.21 mg/l),
Kedurus (0.27 mg/l), dan Jagir (0.09 mg/l) dengan nilai rata-rata 0.19 mg/l. Hasil
perhitungan total paparan atau asupan Hg menggunakan persamaan 12-16 dan
nilai default faktor-faktor pemaparan (Tabel 18) terhadap penduduk yang
melakukan aktivitas langsung di perairan Kali Surabaya disajikan pada Tabel 42.
Tabel 42 Total tingkat pemaparan Hg
No. Sumber Paparan Jumlah Paparan Hg
(mg/kg bb/hari)
Anak Dewasa
1 Kontak dermal dengan kontaminan dalam 9.58E-7 9.72E-8
air sungai
2 Kontak dermal dengan kontaminan dalam 1.08E-6 1.41E-6
sedimen
3 Asupan dari air sungai 2.52E-6 5.40E-7
4 Asupan dari material tersuspensi 1.64E-10 3.51E-11
5 Asupan dari sedimen 1.04E-6 7.80E-8
Total 5.59E-6 2.13E-6
142

Total paparan harian rata-rata (mg/kg bb/hari) adalah

6 x 5.59 E 6 64 x 2.13E 6
+ = 1.99E-5
70 7

1.99 E 5
HQ = = 1.42
1.40 E 5

Berdasarkan kriteria kebahayaan (risiko) yang diberikan oleh Landis &


Ming (1999), yaitu sangat berisiko, hazard quotient (HQ > 1), risiko potensial
(HQ = 1), dan risiko rendah (HQ < 1), maka pencemaran Hg di perairan Kali
Surabaya sangat berisiko bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 15
kg (anak) bila melakukan aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai (mandi,
berenang, mencuci) dengan frekuensi 30 hari/tahun selama 1-2 jam/hari, karena
nilai HQ di atas 1.

5.5 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran


Untuk mengetahui persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dilakukan survei lapangan
menggunakan kuesioner berupa daftar pertanyaan terstruktur. Responden yang
dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali
Surabaya pada sisi kiri-kanan zona 500 meter dari Kali Surabaya. Jumlah
responden yang dipilih sebanyak 200 orang dengan tingkat kesalahan sekitar 7%.
Persepsi masyarakat yang dievaluasi mencakup: (1) Pemanfaatan / penggunaan
Kali Surabaya, (2) Pandangan responden terhadap masalah penurunan kualitas
Kali Surabaya, (3) Pandangan responden terhadap kelayakan air Kali Surabaya
untuk peruntukan, dan (4) Pandangan responden terhadap pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air Kali Surabaya. Partisipasi masyarakat dalam
pengendalian pencemaran dapat berupa keterlibatan responden baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap upaya pengendalian pencemaran.

5.5.1 Karakteristik Responden


Hasil kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar status responden dalam
keluarga adalah kepala keluarga (62.0%) dan proporsi terbesar kedua adalah
pasangan suami-istri (23.0%). Karakteristik responden selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar 30 dan Lampiran 6.
143

(a) (b)
Gambar 30 (a) Proporsi status responden dalam keluarga
(b) Proporsi tingkat pendidikan responden.

Pendidikan formal masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya sebagian


besar adalah pendidikan menengah (SMA 33% dan SMP 27%) dan pendidikan
dasar 19%), sementara masyarakat yang berpendidikan tinggi hanya 4%.
Pada data pada Lampiran 6, tampak bahwa pekerjaan responden sebagian
besar adalah pedagang/wiraswasta (40.5%) dan pegawai swasta/BUMN (23.5%).
Pendapatan rata-rata responden per minggu antara Rp 150,000 Rp 250,000
(43.5%) dan Rp 250,000 Rp 350,000 (21.0%). Keluarga inti yang tinggal
bersama dalam satu rumah dengan responden berjumlah 3 4 orang (44.0%) dan
berjumlah 5 6 orang (37.5%). Mayoritas responden memiliki bangunan rumah
permanen/tembok penuh (81.0%). Jarak rumah responden terhadap Kali Surabaya
sebagian besar sekitar 20 meter dari Kali Surabaya (28.0%) dan sekitar 50 meter
dari Kali Surabaya (26.0%).

5.5.2 Persepsi Masyarakat tentang Pengendalian Pencemaran


Persepsi pada hakekatnya merupakan pandangan individu terhadap suatu
objek atau stimulus. Persepsi yang benar terhadap lingkungannya sangat
diperlukan karena persepsi merupakan dasar pembentukkan sikap dan perilaku
yang akan menentukan tindakan individu selanjutnya. Menurut Sasanti (2003),
Persepsi merupakan suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan
menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat bergantung
pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar,
serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Menurut
Hartley (2006), persepsi individu terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh
informasi, ketidakpastian atau ketidaklengkapan informasi dapat menyebabkan
144

persepsi yang tidak benar. Lebih lanjut Hartley (2006) menyatakan bahwa
informasi berkaitan dengan ilmu pengetahun dan teknologi, pengetahuan lokal,
karakteristik daerah, tata nilai, kontek lokal dan informasi lain terkait faktor
politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Interpretasi individu terhadap kualitas,
pemanfaatan dan kelayakan sungai untuk peruntukan dapat mempengaruhi
persepsi dan sikapnya terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air sungai. Hasil pengumpulan data melalui kuesioner menunjukkan
bahwa masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya pada umumnya memiliki
persepsi yang tinggi terhadap pemanfaatan Kali Surabaya dan kelayakan air Kali
Surabaya, namun persepsi masyarakat terhadap masalah kualitas air Kali
Surabaya umumnya masih sedang dan perlu ditingkatkan. Hasil analisis persepsi
ditunjukkan pada Gambar 31.

Gambar 31 Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan, masalah kualitas air dan


kelayakan air Kali Surabaya.

Gambar 31 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat sekitar Kali Surabaya


tentang pemanfaatan atau penggunaan Kali Surabaya sudah baik dan tinggi, di
mana 76.33% responden menyatakan penggunaan Kali Surabaya sebagai sumber
air baku air minum PDAM, 15.52% menyatakan untuk pertanian dan perikanan
dan hanya 8.14% responden yang memiliki persepsi rendah yakni menyatakan
Kali Surabaya pemanfaatannya untuk mandi, cuci, buang hajat dan untuk
menampung limbah pemukiman. Tingginya persepsi responden terhadap
pemanfaatan sungai diharapkan dapat menjadi dasar yang mempengaruhi sikap
dan perilaku masyarakat untuk tidak mencemari sungai dan ikut melakukan
upaya-upaya perbaikan kualitas air Kali Surabaya, sehingga di masa yang akan
145

datang kualitas air Kali Surabaya akan memenuhi standar kualitas air untuk bahan
baku air minum.
Persepsi masyarakat yang benar terhadap upaya pengendalian pencemaran
air Kali Surabaya merupakan faktor penting karena akan menentukan peran dan
partisipasi masyarakat selanjutnya. Hasil analisis data kuesioner menunjukkan
bahwa secara umum, masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya memiliki
persepsi yang tinggi terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran air
Kali Surabaya (Gambar 32), namun hal tersebut tidak sejalan dengan kondisi Kali
Surabaya yang masih tetap tercemar berat. Hal ini diduga akibat kurangnya sarana
dan prasarana seperti IPAL komunal, MCK umum, jarak dan tempat pembuangan
sementara (TPS), dan lain-lain. Hasil penelitian JICA dan KLH tahun 2007 (KLH
2008) menunjukkan bahwa 15% orang yang tinggal dalam jarak 100 m dengan
tempat penampungan sampah melakukan pembuangan sampah ke sungai,
sementara sebanyak 70% orang yang tinggal dengan jarak antara 100 m hingga
200 m dengan TPS melakukan pembuangan sampah ke sungai. Menurut
Harihanto (2001), ada tiga faktor yang menyebabkan perilaku individu tidak
sesuai dengan sikap dan tindakannya, yaitu: motivasi, pandangan mengenai
perilaku panutan, dan pandangan mengenai konsekuensi dari perilaku tertentu
terhadap air sungai.

Gambar 32 Persentase persepsi masyarakat tentang pengendalian pencemaran.

5.5.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran


Partisipasi (participation) adalah suatu tindak mengambil bagian atau
memberi sumbangan pada aktivitas atau peristiwa. Tindak itu dapat dilakukan
146

oleh perorangan atau oleh sejumlah orang yang terorganisasikan atau tidak
terorganisasikan. Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya adalah keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap aktivitas pengendalian pencemaran. Menurut Benjathikul
(1986), partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, politik,
budaya, dan faktor sosio-psikologi. Hasil analisis data kuesioner partisipasi
masyarakat dalam pengendalian pencemaran ditunjukkan pada Gambar 33.

Gambar 33 Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran.

Gambar 33 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengendalian


pencemaran air Kali Surabaya cukup tinggi (56.10%), namun jauh di bawah nilai
persepsi masyarakat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persepsi yang benar
tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran air tidak selalu diikuti
tindakan nyata dalam pengendalian. Hal tersebut sesuai hasil penelitian Pimon
(2004) yang menyatakan bahwa selain adanya persepsi yang benar, partisipasi
masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor gender, pengetahuan, tingkat pendapatan,
status sosial dan pesan persepsi (message perception), namun tidak berkaitan
dengan usia, pekerjaan, dan lama tinggal dalam komunitas. Hal tersebut juga
sesuai dengan hasil penelitian Mulyanto (2003), yang menyimpulkan bahwa
tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran berbeda-beda
sesuai situasi setempat (sosial, ekonomi, kultural). Aspek ekonomi mempunyai
pengaruh kecil terhadap partisipasi masyarakat, namun kondisi sosial dan budaya
masyarakat berpengaruh signifikan terhadap partisipasi masyarakat dalam
pengendalian pencemaran, terutama menyangkut penanggulangan limbah
domestik.
147

Bentuk-bentuk partisipasi yang diberikan responden 32.0% berupa


uang/dana, 57.5% tenaga, 5.5% bahan, dan 5.0% berupa ide, saran, dan pemikiran.
Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa sebanyak 65 responden (32.5%)
membuang air limbah, bekas masak, mandi, dan mencuci ke Kali Surabaya. Hasil
ini senada dengan hasil penelitian JICA dan KLH tahun 2007 (KLH 2008), yang
menyatakan bahwa berdasarkan hasil wawancara terhadap 411 responden di Kota
Bogor, Palembang, dan Gorontalo menunjukkan bahwa rata-rata 30% orang yang
tinggal di bantaran sungai atau sempadan sungai melakukan pembuangan sampah
ke sungai.

5.6 Prioritas Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran


Salah satu prinsip dasar pengendalian pencemaran air adalah melakukan
reduksi kadar atau beban pencemaran sampai dengan tingkat baku mutu yang
ditetapkan. Analisis prioritas kegiatan kegiatan reduksi beban pencemaran
dilakukan untuk menentukan pilihan alternatif dari berbagai kegiatan yang
diusulkan dalam menurunkan beban pencemar pada Kali Surabaya. Teknik
pengambilan keputusan yang digunakan adalah AHP. Penentuan alternatif
kegiatan dan kriteria yang dikembangkan dalam rangka mereduksi beban
pencemaran Kali Surabaya baik yang bersumber dari limbah industri maupun
limbah domestik, dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam
dengan pakar (expert judgement) dan pengisian kuesioner untuk menjaring
berbagai informasi tentang kriteria dan alternatif terkait kegiatan reduksi beban
pencemaran. Wawancara dilakukan terhadap enam narasumber yang berasal dari
Perguruan Tinggi (ITS), LSM ECOTON, Dinas PU Pengairan Jatim, Perum Jasa
Tirta I, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya, dan BLH Jatim.
Berdasarkan hasil wawancara, alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali
Surabaya yang berhasil diidentifikasi adalah:
(1) Pembuatan UPL komunal (A-1),
(2) Penerapan pajak limbah pencemar industri (A-2),
(3) Pemantauan kualitas limbah dan sumber air (A-3),
(4) Penyuluhan (A-4),
(5) Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah (A-5),
(6) Sistem penegakan hukum lingkungan (A-6),
(7) Penetapan kelas air Kali Surabaya (A-7),
148

(8) Penetapan daya tampung beban pencemaran (A-8),


(9) Relokasi industri (A-9),
(10) Penataan ruang (A-10).

Kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban


pencemaran adalah: (1) Keadilan (K-1), (2) Keberlanjutan (K-2), (3) Partisipasi
masyarakat (K-3), (4) Prosedur dan persyaratan (K-4), (5) Efisiensi (K-5), dan (6)
Kemudahan manajemen (K-6). Analisis AHP kegiatan reduksi beban pencemaran
Kali Surabaya ditetapkan tiga level. Level satu adalah tujuan, yaitu kegiatan yang
efektif dan efisien untuk mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Level dua
adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi
beban pencemaran, dan level tiga adalah alternatif kegiatan reduksi beban
pencemaran Kali Surabaya.
Berdasarkan tujuan, alternatif dan kriteria yang dikembangkan kemudian
dilakukan penilaian kepentingan alternatif menurut pakar dalam bentuk tujuh
tabel kuesioner matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
Matriks hasil penilaian pakar berupa matriks individu (N (ij) ) tentang kepentingan
relatif antar elemen, kemudian diolah menjadi matriks gabungan (N G(ij) ) dengan
menggunakan persamaan geometric mean, N G(ij) = 6 N1( ij ) x N 2 (ij ) x ... x N 6 (ij ) .

Hasil setiap matriks perbandingan ditentukan eigen vector-nya dan Consistency


Ratio (CR) untuk mendapatkan local priority dan global priority. Elemen yang
paling penting atau mendapat prioritas paling tinggi ditentukan berdasarkan nilai
eigen dan global priority.
Hasil analisis AHP menggunakan aplikasi program ExpertChoice 2000,
menunjukkan bahwa kriteria kemudahan manajemen (eigen value 0.317) menjadi
kriteria paling penting untuk diimplementasikan dalam kegiatan reduksi beban
pencemaran Kali Surabaya dan diikuti oleh kriteria efisiensi (0.305), keadilan
(0.1370), keberlanjutan (0.132), prosedur dan persyaratan (0.059), dan terakhir
adalah partisipasi masyarakat (0.050). Urutan kriteria disusun berdasarkan pada
bobot prioritas yang dihasilkan matriks perbandingan, di mana bobot yang lebih
tinggi diletakkan sebagai faktor utama, sedangkan semakin kecil bobot akan
semakin rendah kriterianya dalam penentuan kegiatan reduksi beban pencemaran
Kali Surabaya. Perbandingan prioritas berdasarkan eigen value untuk seluruh
kriteria ditunjukkan pada Gambar 34.
149

Gambar 34 Perbandingan prioritas kriteria kegiatan reduksi beban pencemaran.

Hasil analisis berdasarkan matriks perbandingan berpasangan antar elemen


level tiga (alternatif) dengan memperhatikan keterkaitannya dengan level dua
(kriteria) diperoleh peringkat keseluruhan alternatif berupa bobot prioritas lokal
kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya terhadap keenam kriteria yang
dikembangkan. Operasi perkalian antar matriks lokal kemudian dilanjutkan
operasi perkalian dengan prioritas global ditunjukkan pada Tabel 43, sedangkan
struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran (KRBP) ditunjukkan
pada Gambar 35.

Tabel 43 Prioritas lokal dan prioritas global kegiatan reduksi beban pencemaran
KRITERIA
K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 K-6 Prioritas %
Global
Bobot Kriteria 0.137 0.132 0.050 0.059 0.305 0.317
UPL Komunal 0.100 0.056 0.198 0.102 0.073 0.096 0.087 8.7
Pajak limbah industri 0.025 0.029 0.088 0.053 0.049 0.051 0.044 4.4
Pemantauan kualitas
limbah & sumber air 0.090 0.063 0.106 0.082 0.131 0.167 0.125 12.5

Penyuluhan 0.050 0.090 0.191 0.124 0.175 0.255 0.172 17.2

Pengetatan perijinan 0.067 0.053 0.108 0.139 0.064 0.058 0.066 6.6
pembuangan limbah
Sistem penegakan 0.110 0.124 0.078 0.045 0.053 0.033 0.063 6.3
hukum lingkungan
Penetapan kelas air 0.227 0.234 0.068 0.197 0.230 0.153 0.200 20.0
Penetapan daya 0.163 0.114 0.070 0.177 0.155 0.137 0.145 14.5
tampung BP
Relokasi industri 0.038 0.091 0.029 0.027 0.025 0.017 0.032 3.2
Penataan ruang 0.130 0.145 0.064 0.055 0.046 0.033 0.067 6.7
150

Berdasarkan data Tabel 43 dan Gambar 35, terlihat bahwa penetapan kelas
air Kali Surabaya mempunyai nilai yang tertinggi (0.200), karena dari enam
kriteria yang dikembangkan untuk menentukan kegiatan reduksi beban
pencemaran, penetapan kelas air Kali Surabaya mempunyai empat nilai unggul,
yaitu keadilan, keberlanjutan, prosedur dan persyaratan, dan efisiensi. Di samping
itu, nilai unggul penetapan kelas air Kali Surabaya terletak pada kriteria efisiensi
yang mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (eigen value 0.305). Kegiatan
penyuluhan mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (0.172), disusul penetapan
daya tampung beban pencemaran (0.145), pemantauan kualitas limbah dan
sumber air (0.125), pembuatan UPL komunal (0.087), penataan ruang (0.067),
pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah (0.066), sistem penegakan
hukum lingkungan (0.063), penerapan pajak limbah industri (0.044), dan terakhir
relokasi industri (0.032). Oleh karena itu, prioritas kegiatan yang perlu dilakukan
untuk mereduksi beban pencemaran air dalam kasus ini adalah penetapan kelas air
Kali Surabaya, kemudian penyuluhan, penetapan daya tampung beban
pencemaran, pemantauan kualitas limbah dan sumber air, pembutan UPL
komunal, penataan ruang, pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah, sistem
penegakan hukum lingkungan, pajak limbah industri, dan terakhir adalah relokasi
industri.
Penetapan kelas air adalah menetapkan mutu air berdasarkan kemungkinan
kegunaannya bagi suatu peruntukan air. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas.
Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu
air, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas 1 merupakan
tingkatan yang terbaik. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas 1 lebih baik dari
Kelas 2, 3, dan 4. Sejak keluarnya PP Nomor 82/2001 dan Perda Jawa Timur
Nomor 2/2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, maka SK Gubernur Jatim nomor 187/1988 tentang Peruntukan Air Sungai di
Jatim, yang menetapkan Kali Surabaya masuk golongan B (untuk bahan baku air
minum) seharusnya direvisi.
151

Reduksi Beban Pencemaran Air Kali


TUJUAN Surabaya Secara Efektif dan Efisien

Keadilan Partisipasi Prosedur dan Kemudahan


Keberlanjutan Efisiensi
Masyarakat Persyaratan Manajemen
KRITERIA 0.137 0.132 0.305
0.050 0.059 0.317

PUPLK PPLPI PKLSA Penyuluhan PSPPL SPHL PKAKS PDTBP RIND PTRU
ALTERNATIF
0.087 0.044 0.125 0.172 0.066 0.063 0.200 0.145 0.032 0.067

Gambar 35 Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran Kali Surabaya.
Keterangan:
PUPLK : Pembuatan UPL Komunal PKAKS : Penetapan Kelas Air Kali Surabaya
PPLPI : Penerapan Pajak Limbah Industri PDTBP : Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran
PKLSA : Pemantauan Kualitas Limbah & Sumber RIND : Relokasi Industri
Air
PSPPL : Pengetatan Perijinan Pembuangan Limbah PTRU : Penataan Ruang
SPHL : Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
152

Proses revisi tersebut perlu dilakukan karena ada aspek lain terkait beban
cemaran sungai yang semestinya juga didefinisikan. Ketidakjelasan status kelas
dan beban Kali Surabaya menyebabkan penegakan hukum sulit dilaksanakan.
Pelanggaran oleh industri pencemar umumnya hanya dikenakan pelanggaran
Perda tentang baku mutu limbah yang ancaman hukuman denda Rp 5 juta atau
kewajiban memperbaiki Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL). Karenanya,
penetapan kelas air Kali Surabaya menjadi hal yang mendesak dalam rangka
penegakan hukum lingkungan dan pengendalian pencemaran Kali Surabaya.
Masyarakat seringkali memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan
limbah dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Sungai belum dipandang
sebagai wilayah yang indah dan nyaman bagi seluruh lapisan masyarakat yang
memanfaatkannya sebagaimana yang diinginkan dalam penerapan water front city
(KLH 2008). Adanya persepsi masyarakat yang menganggap sungai dan bantaran
sungai sebagai tempat pembuangan limbah, baik limbah cair maupun limbah
padat akan meningkatkan pencemaran Kali Surabaya. Semakin berkembangnya
pemukiman penduduk di sekitar sempadan sungai akan meningkatkan jumlah
masyarakat yang membuang limbah atau sampahnya ke sungai dan semakin
meningkatkan beban pencemaran ke Kali Surabaya. Kondisi ini dapat terjadi
karena kurang dilibatkannya masyarakat dalam upaya-upaya pengendalian
pencemaran dan pengawasan pengelolaan Kali Surabaya. Pendekatan
penyelesaian masalah pencemaran di Kali Surabaya yang hanya menggunakan
pendekatan teknis dan penegakan hukum dan mengabaikan peran masyarakat
yang seringkali aktif berinteraksi dengan sumber pencemar menjadi tidak
efektif. Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam mengembalikan
kualitas air Kali Surabaya.
Partisipasi masyarakat yang efektif membutuhkan prakondisi.
Hardjasoemantri (1986) merumuskan syarat-syarat agar partisipasi masyarakat
menjadi efektif dan berdaya guna, yaitu: (1) Pemastian penerimaan informasi
dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya;
(2) Informasi lintas batas; mengingat masalah lingkungan tidak mengenal batas
wilayah yang dibuat manusia; (3) Informasi tepat waktu; suatu proses peran serta
masyarakat yang efektif memerlukan informasi sedini dan seteliti mungkin,
sebelum keputusan terakhir diambil sehingga masih ada kesempatan untuk
153

mempertimbangkan dan mengusulkan alternatif-alternatif pilihan; (4) Informasi


yang lengkap dan menyeluruh; dan (5) Informasi yang dapat dipahami.
Dalam rangka peningkatan peran dan partisipasi masyarakat terhadap
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, kegiatan penyuluhan utamanya bagi
masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya menjadi urgen dilakukan.
Penyuluhan dilakukan tidak semata-mata dalam bentuk pelatihan atau sosialisasi,
namun ada aspek kegiatan lain yang mampu memberdayakan masyarakat sekitar
sungai. Kegiatan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat tersebut antara lain
melalui penyebarluasan informasi, pendidikan non formal, penjelasan dan
penguatan komunitas dengan tujuan edukasi, diseminasi inovasi, fasilitasi,
konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi.
Dalam UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PPLH), peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup diatur secara khusus pada Bab XI, Pasal 70. Dalam ayat (1)
pasal tersebut dinyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang
sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk-bentuk peran diatur dalam ayat (2) berupa
pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan;
dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Sementara tujuan peran
masyarakat sesuai ayat (3) adalah untuk: meningkatkan kepedulian dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; meningkatkan kemandirian,
keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; menumbuhkembangkan kemampuan
dan kepeloporan masyarakat; menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan mengembangkan dan
menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan
hidup.
Penetapan daya tampung beban pencemaran (DTBP) adalah penetapan
kemampuan air Kali Surabaya dalam menerima masukan pencemaran tanpa
menyebabkan air tersebut tercemar. Besarnya beban pencemaran yang dapat
diterima oleh air Kali Surabaya untuk semua parameter kualitas air dapat
diketahui dari besar daya tampung di setiap segmen sungai. Menurut Masduqi
(2006), besarnya beban pencemaran yang diterima Kali Surabaya, menyebabkan
Kali Surabaya tidak lagi mempunyai daya tampung dalam menerima beban
pencemaran. Berdasarkan hal tersebut maka kajian penetapan DTBP perlu
154

dilakukan minimal setiap lima tahun untuk menentukan kondisi beban


pencemaran air Kali Surabaya dan menentukan berapa besar volume dan karakter
limbah cair dari limbah industri yang boleh dibuang ke Kali Surabaya. Hasil
penetapan DTBP dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan kelas
peruntukan dan pengelolaan air Kali Surabaya dalam bentuk Peraturan Gubernur.
Selain itu, penetapan DTBP juga dapat digunakan sebagai dasar untuk pemberian
ijin lokasi, pengelolaan air dan sumber air, penetapan rencana tata ruang,
pemberian ijin pembuangan air limbah, dan penetapan mutu air sasaran dan
program kerja pengendalian pencemaran air.
Lemahnya sistem pemantauan terhadap kualitas limbah industri dan sumber
air oleh BLH Jatim dan instansi terkait lainnya menyebabkan ketaatan industri
untuk membangun dan mengoperasikan IPAL masih rendah. Jumlah seluruh
industri di Surabaya 5768 industri terdiri atas 4021 industri kecil, 1533 industri
sedang, dan 214 industri besar (BPS 2009). Menurut BLH (2009), jumlah industri
yang telah memiliki IPAL hanya 137 industri (2.37%), padahal IPAL adalah
instrumen penting dalam mengurangi beban pencemaran yang ditimbulkan oleh
aktivitas industri akibatnya beban limbah industri yang terbuang ke Kali Surabaya
tetap tinggi. Karenanya, Pemantauan kualitas limbah industri harus dilakukan
terus menerus dan memberikan sanksi tegas bagi industri pelanggar. Upaya
inspeksi mendadak juga perlu dilakukan oleh lembaga pemerintah yang
berwenang memberi sanksi administratif berupa denda hingga menutup industri
yang terbukti mencemar. Lembaga pengelola lingkungan hidup harus memiliki
wewenang yang kuat dalam mengawasi dan memberi sanksi kepada industri yang
mencemari Kali Surabaya.
Sesuai Master Plan Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya, untuk
mencukupi kualitas air baku mutu air minum diperlukan upaya antara lain
menurunkan beban limbah industri mencapai 90% terhadap prediksi beban
pencemaran tahun 2020, menurunkan beban limbah domestik mencapai 65% dari
prediksi beban pencemaran tahun 2020, dan menambah debit pengenceran dari
7.5 m3/detik menjadi 20 m3/detik dengan membangun waduk dan bendungan.
Salah satu tahapan kegiatan untuk tahun 2010 2020 adalah melakukan
pemantauan kualitas limbah dan sumber air serta pendugaan cadangan air
diberbagai lokasi. Selain itu, upaya yang dilakukan Perum Jasa Tirta I untuk
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah melakukan pemantauan
155

kualitas air secara periodik, pengenceran, pengerukan dan pembersihan sampah


sungai serta pemberdayaan masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga
swadaya masyarakat dan perguruan tinggi.
Limbah cair domestik dari pemukiman bantaran Kali Surabaya memberikan
kontribusi pencemar cukup besar selain limbah cair dari sektor industri. Oleh
karena itu untuk membantu meningkatkan daya dukung Kali Surabaya sebagai
sungai kelas 1 perlu dilakukan perencanaan IPAL domestik untuk pemukiman
bantaran Kali Surabaya. Pembuatan UPL atau IPAL komunal merupakan salah
satu upaya penanganan sistem dainase dan sistem sanitasi secara terpadu dan
terpusat melalui pembangunan unit pengolah air limbah secara komunal atau
bersama melalui saluran-saluran yang membentuk jaringan sinitasi. UPL komunal
domestik merupakan sarana berupa sumur atau tandon yang ditanam di tanah
sejumlah sembilan bak. Bak pertama berfungsi sebagai penampung awal air
limbah rumah tangga. Setelah itu, disalurkan pada bak kedua dengan proses
penjernihan hingga memasuki bak yang terakhir. Pada proses di IPAL tersebut,
dapat diketahui perbedaan limbah rumah tangga yang belum dan telah diolah.
Pada bak satu, air masih tampak keruh dan berwarna kelabu, namun air hasil
olahan pada bak kesembilan lebih tampak jernih dan bening. Air pada bak
kesembilan tersebut yang nantinya akan disalurkan ke sungai. Sejauh ini, Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Jatim telah membangun unit pengolah limbah (UPL)
komunal domestik secara cluster di dua tempat, yakni di Desa Bambe dan
Kelurahan Karah. Pembangunan UPL komunal tersebut merupakan upaya untuk
meminimalisir pembuangan kotoran atau limbah domestik dari masyarakat di
sepanjang Kali Surabaya yang biasanya cenderung langsung dibuang ke sungai.
Sesuai rencana BLH, target IPAL domestik yang akan dibangun di sempadan Kali
Surabaya sebanyak 74 cluster. Lokasi pembangunan UPL komunal di
Wonokromo 20 cluster, Jambangan 24 cluster, Karang Pilang 14 cluster dan
Driyorejo 16 cluster. Jika target pembuatan UPL komunal dapat terealisasi
diharapkan limbah rumah tangga yang berpotensi mencemari Kali Surabaya dapat
diolah secara mandiri oleh masyarakat, agar lebih ramah lingkungan dan
pencemaran Kali Surabaya dapat direduksi.
Kebijakan pengendalian pencemaran dapat ditempuh dengan optimalisasi
pemanfaatan lahan melalui konsep kebijakan penataan ruang. Penataan ruang
adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
156

pengendalian pemanfaatan ruang (UU No 26/2007). Penerapan konsep tata ruang


berbagai jenis kegiatan dapat diatur sesuai peruntukannya sehingga relatif tidak
mengganggu keberadaan ekosistem di sekitarnya. Terkait pengendalian
pencemaran Kali Surabaya, Prianto (2009) mengusulkan alokasi luas lahan
industri optimum dari aspek ekonomi dan lingkungan seluas 308,96 hektar.
Area yang sudah dikembangkan seluas 112,42 hektar, sedangkan sisanya yang
masih bisa dikembangkan adalah 196,54 hektar. Lokasi pengembangan industri
baru yang diusulkan meliputi enam desa, yaitu : Driyorejo, Cangkir, Bambe,
Mulung, Tenaru dan Kesamben Wetan.
Sesuai UU No. 32/2009, salah satu upaya preventif dalam rangka
pengendalian dampak lingkungan hidup dalam hal ini reduksi beban pencemaran
Kali Surabaya adalah mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan
dan perijinan. Upaya tersebut di antaranya melalui kontribusi pemerintah untuk
melakukan penyeleksian secara ketat bagi pemberian ijin pembuangan limbah dan
pengawasan yang intensif dari pihak terkait (BLH, Jasa Tirta, PU Pengairan)
terhadap industri yang membuang limbah melebihi baku mutu. Setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke
air/sumber air wajib mengajukan ijin pembuangan air limbah sesuai ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku. Tujuan pengetatan perijinan pembuangan
limbah adalah sebagai upaya pencegahan pencemaran dari sumber pencemar,
upaya penanggulangan dan atau pemulihan mutu air pada sumber-sumber air serta
untuk mewujudkan kelestarian fungsi air, agar air yang ada pada sumber-sumber
air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai peruntukannya. Setiap industri
yang mengajukan ijin pembuangan limbah cair (IPLC) ke Kabupaten atau Kota
melalui BLH harus diseleksi secara ketat dan memenuhi persyaratan sesuai
PP No. 82/2001 dengan melaporkan desain IPAL, debit limbah, peta lokasi
pembuangan, dan area pembuangan limbah.
Dalam rangka reduksi beban pencemaran dan kerusakan lingkungan selain
upaya preventif juga perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum
lingkungan yang efektif, adil, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup yang sudah terjadi. Perangkat perundang-undangan lingkungan
harus ditegakkan. Siapa pun yang terbukti merusak lingkungan harus mendapat
hukuman sesuai ketentuan yang berlaku dalam perfektif rasa keadilan masyarakat.
Seluruh aparat hukum dari polisi, jaksa, dan hakim harus memiliki environmental
157

sense agar lebih mempertimbangkan dampak kebijakannya pada kehidupan


generasi mendatang yang juga membutuhkan lingkungan yang bersih dan sehat.
Industri, hotel, rumah sakit dan berbagai bentuk usaha/kegiatan yang membuang
limbah cair atau padat yang tidak sesuai kriteria baku mutu harus diberikan pinalti
secara tegas dan konsisten sesuai UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) untuk menjamin kepastian hukum bagi
perlindungan dan pengelolaan Kali Surabaya secara berkelanjutan.
Selain harus memiliki ijin pembuangan limbah ke Kali Surabaya, pihak
industri sebaiknya juga harus membayar pajak pembuangan limbah untuk
membiayai rehabilitasi bagian sungai yang tercemar dan membiayai pemantauan
dan pengawasan limbah.
Pemberlakuan pajak limbah pencemar adalah salah satu cara yang harus
dicoba untuk menekan tingkat pencemaran sungai-sungai di Indonesia khususnya
Kali Surabaya. Penerapan pajak pembuangan limbah dikenakan pada setiap
industri yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya. Industri, hotel dan rumah
sakit yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya harus membayar pajak
pembuangan limbah yang besarnya tergantung pada jumlah limbah, besarnya
kandungan dan tingkat toksisitas zat pencemar dalam limbah yang dibuang. Hasil
pajak pembuangan limbah industri dapat dijadikan biaya operasional BLH dalam
mengelola lingkungan sungai.
Relokasi industri menurut tata ruang dapat mereduksi beban pencemaran
Kali Surabaya. Relokasi industri adalah perpindahan atau pemindahan lokasi
industri dari lokasi awal ke lokasi baru dengan alasan tertentu. Relokasi industri
terutama diprioritaskan pada lima industri yang membuang limbah organik cukup
besar, yaitu empat industri kertas dan satu industri MSG (penyedap rasa).
Relokasi industri tersebut dapat dilakukan ke kawasan industri di wilayah SIER
Rungkut yang memiliki luas area 245 ha atau ke lokasi pengembangan industri
baru di enam desa seperti yang diusulkan Prianto (2009).

5.7 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air


Pemilihan teknologi pengendalian pencemaran air, dikembangkan untuk
menentukan pilihan teknologi pengendalian pencemaran air yang paling efektif.
Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah Teknik Perbandingan
Indeks Kinerja (comparative performance index, CPI). Alternatif teknologi
158

pengendalian pencemaran air untuk berbagai teknologi pengolahan kimia, fisika,


biologi atau kombinasinya ditentukan berdasarkan sumber dari pustaka dan pakar.
Alternatif teknologi pengendalian pencemaran air yang berhasil diidentifikasi
berdasarkan pendapat pakar adalah: (1) Pengendapan, (2) Screening, (3)
Wastewater Garden, (4) Filtrasi, (5) Lumpur Aktif, (6) Desinfeksi, dan (7)
Biofilter, sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian alternatif adalah: (1)
Efisiensi pemisahan; (2) Biaya investasi; (3) Produk samping; (4) Biaya
operasional; dan (5) Kemudahan pengoperasian. Efisiensi pemisahan dievaluasi
menggunakan skala ordinal (5 = sangat efisien, 4 = efisien, 3 = cukup efisien, 2 =
kurang efisien, 1 = tidak efisien). Biaya investasi adalah jumlah biaya pengadaan
teknologi pengendalian hingga siap dioperasikan. Evaluasi biaya investasi
menggunakan skala ordinal (5 = sangat tinggi, 4 = tinggi, 3= sedang, 2 = rendah,
1 = sangat rendah). Produk samping (kg/hari) dihitung dari jumlah lumpur atau
produk samping lainnya yang terbentuk sebagai efek samping penerapan
teknologi. Biaya operasional dievaluasi dengan menggunakan skala ordinal ( 5 =
sangat tinggi, 4 = tinggi, 3= sedang, 2 = rendah, 1 = sangat rendah), kemudahan
pengoperasian juga dievaluasi menggunakan skala ordinal (5 = sangat mudah, 4 =
mudah, 3 = cukup mudah, 2 = sulit, 1 = sangat sulit).
Nilai rata-rata hasil penilaian pakar terhadap tujuh alternatif teknologi
pengendalian pencemaran air berdasarkan lima kriteria yang ditetapkan disajikan
pada Tabel 44.

Tabel 44 Matriks hasil penilaian alternatif teknologi pengendalian pencemaran air


Kriteria
Alternatif
(1) (2) (3) (4) (5)
Pengendapan 4 3 80 3 4
Screening 2 1 60 1 5
Wastewater Garden 3 1 40 2 5
Filtrasi 4 3 70 4 3
Lumpur Aktif 5 4 90 5 2
Desinfeksi 3 2 30 3 4
Biofilter 5 5 60 4 2
Bobot Kriteria 0.30 0.20 0.15 0.25 0.1
Keterangan: (1) Efisiensi; (2) Biaya investasi; (3) Produk samping; (4) Biaya operasional
(5) Kemudahan pengoperasian.
159

Berdasarkan matriks penilaian alternatif (Tabel 44), selanjutnya dilakukan


transformasi menggunakan kriteria tren positif dan tren negatif dan hasilnya
disajikan pada Tabel 45. Berdasarkan hasil analisis menggunakan indeks
gabungan (composite index) di atas, menunjukkan bahwa wastewater garden
dengan nilai alternatif 111.50 menempati peringkat ke satu sebagai teknologi
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan lima kriteria yang
dievaluasi, diikuti dengan filtrasi, screening, biofilter, pengendapan, lumpur aktif,
dan peringkat terakhir adalah desinfeksi.
Tabel 45 Matriks hasil transformasi melalui teknik perbandingan indeks kinerja
Kriteria Nilai
Alternatif (1) (2) (3) (4) (5) Alternatif Peringkat

Pengendapan 200 33.33 37.5 33.33 200 100.62 5


Screening 100 100 50 100 250 107.50 3

Wastewater Garden 150 100 75 50 250 111.50 1


Filtrasi 200 33.33 42.86 25 150 107.79 2

Lumpur Aktif 250 25 33.33 20 100 99.99 6

Desinfeksi 150 50 100 33.33 200 98.33 7

Biofilter 250 20 50 25 100 102.75 4

Bobot Kriteria 0.30 0.20 0.15 0.25 0.10

Wastewater garden merupakan salah satu teknik mereduksi beban limbah


dengan manfaatkan berbagai jenis tanaman yang mempunyai kemampuan baik
dalam menyerap bahan nutrien yang terdapat pada limbah. Pada waktu yang sama
oksigen dan mikroba yang terdapat dalam sistem wastewater garden
melenyapkan bakteri berbahaya penyebab penyakit yang terdapat dalam air
limbah yang tidak diolah. Efisiensi teknik wastewater garden sebenarnya
tergolong sedang, namun teknik ini unggul dari aspek biaya investasi dan
kemudahan operasional. Hal ini didukung hasil penelitian Nelson et al. (2006)
yang menunjukkan bahwa teknik wastewater garden hanya mampu meremoval
COD 65-75%, BOD 87.9%, total P 76.4%, total N 79.0%, dan TSS 44.4%. Biaya
investasi pengadaan teknologi wastewater garden hingga siap dioperasikan
sekitar 25 juta rupiah yang jauh lebih murah dibandingkan teknologi biofilter dan
lumpur aktif yang masing-masing membutuhkan biaya investasi mencapai sekitar
500 dan 400 juta rupiah. Produk samping yang dihasilkan wastewater garden juga
160

tergolong kecil berupa lumpur dan sisa-sisa reruntuhan tanaman sekitar 40 kg/hari
untuk tiap area.
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan atau septum. Filtrasi digunakan untuk
memisahkan campuran heterogen zat padat yang tidak larut dalam cairan. Selain
itu, filtrasi dapat menghilangkan bakteri secara efektif dan juga membantu
penyisihan warna, rasa, bau, besi dan mangan. Menurut Masduqi (2004),
mekanisme filtrasi yang dominan dalam filter pasir cepat adalah mechanical
straining, yaitu tertangkapnya partikel oleh media filter karena ukuran partikel
lebih besar daripada ukuran pori-pori media, sedangkan mekanisme filtrasi dalam
filter pasir lambat adalah proses biologis. Selain itu, mekanisme juga dapat
menggunakan membran dan karbon aktif. Membran ditujukan untuk menyaring
bahan berukuran molekuler dan ionik, sedangkan karbon aktif digunakan untuk
media adsorpsi dengan tujuan untuk menghilangkan bahan organik.
Berdasarkan kecepatan alirannya, filtrasi dibagi menjadi: (1) Slow sand
filter (saringan pasir lambat), merupakan penyaringan partikel yang tidak
didahului oleh proses pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran dalam
media pasir ini kecil karena ukuran media pasir lebih kecil. Saringan pasir lambat
lebih menyerupai penyaringan air secara alami. (2) Rapid sand filter (saringan
pasir cepat), merupakan penyaringan partikel yang didahului oleh proses
pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran air dalam media pasir lebih
besar karena ukuran media pasir lebih besar. Biasanya filter ini digunakan untuk
menyaring partikel yang tidak terendapkan di bak sedimentasi. Berdasarkan hasil
expert judgement, penerapan teknologi filtrasi untuk pengendalian pencemaran
dianggap efisien dan tahapan operasional yang relatif mudah meskipun untuk
pengadaan teknologi tersebut membutuhkan biaya investasi sekitar 250 juta dan
produk samping berupa lumpur yang dihasilkan relatif tinggi yaitu 70 kg/hari.
Hasil analisis dengan CPI menempatkan teknologi filtrasi pada peringkat ke dua
sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Screening merupakan salah satu teknik pengolahan limbah secara fisika.
Screening biasanya menjadi bagian dari suatu bangunan penyadap air, yang terdiri
atas batang-batang besi yang disusun berjajar/paralel (disebut screen). Screening
juga sering ditempatkan pada saluran terbuka yang menghubungkan sungai
(sumber air) menuju ke bak pengumpul. Pada umumnya, sebelum dilakukan
161

pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan


tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang
terapung disisihkan terlebih dahulu. Screening dimaksudkan untuk menyaring
benda-benda kasar terapung atau melayang di air (daun, plastik, kayu, kain, botol
plastik, bangkai binatang, dan sebagainya).
Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang
mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.
Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan
mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Dalam pengoperasiannya, air akan mengalir melalui bukaan (space) di antara
batang besi. Bila air membawa benda kasar, maka benda ini akan tertahan oleh
besi berjajar tersebut. Hasil analisis CPI menempatkan teknologi screening pada
peringkat ke tiga sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Ditinjau dari kriteria efisiensi, penerapan screening yang paling tidak efisien
dalam meremoval limbah, namun teknologi ini memiliki tiga nilai unggul yaitu
biaya investasi dan operasional paling rendah (biaya investasi sekitar 10 juta) dan
pengoperasiannya sangat mudah.
Biofiltrasi adalah suatu teknik pengendalian pencemaran menggunakan
material hidup untuk menangkap dan melakukan proses degradasi polutan secara
biologi. Teknologi ini merupakan salah satu teknologi yang banyak digunakan
untuk pengolahan air limbah domestik yang cukup handal dan perawatannya
mudah. Hal ini sesuai pendapat Uhl (2000), Juhna dan Melin (2006) yang
menyatakan bahwa teknik biofilter sangat efektif untuk mendegradasi bahan-
bahan organik, mampu mereduksi keberadaan mikroorganisme penyebab
penyakit, dan membutuhkan biaya pemeliharaan yang relatif rendah. Teknik
biofiter menggunakan mikroorganisme (bakteri dan jamur) untuk memisahkan
bahan pencemar atau mengurai bahan organik sehingga mampu menurunkan
konsentrasi BOD, COD maupun TSS lebih dari 90%. Menurut USEPA (1998)
dan Said (2009), keunggulan teknik biofilter antara lain (1) medium filter yang
digunakan tahan hingga 20 tahun, (2) tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah
maupun fluktuasi konsentrasi, (3) operasional dan perawatannya mudah dan
sederhana, (4) konsumsi energi (listrik untuk blower) lebih rendah, (5) tahan
terhadap fluktuasi debit maupun konsentrasi, (6) dapat diaplikasikan untuk
162

pengolahan berbagai macam air limbah baik limbah domestik maupun limbah
industri dan (7) dapat dirancang untuk skala kecil maupun skala besar. Lebih
lanjut USEPA (1998) menyatakan bahwa teknologi biofilter mampu meremoval
BOD hingga 95-96%, TSS 97-98%, N-NH 4 97-98%, dan total nitrogen 59-65%.
Berdasarkan hasil expert judgement, penerapan teknologi biofilter untuk
pengendalian pencemaran dianggap paling efisien dan tahapan operasional yang
mudah meskipun untuk pengadaan teknologi tersebut membutuhkan biaya
investasi paling tinggi dibandingkan ke enam alternatif lainnya. Koemantoro
(2007) berdasarkan hasil kajian tentang strategi pemenuhan baku mutu badan air
lokasi intake PDAM Karang Pilang juga merekomendasikan teknologi biofilter
untuk mengurangi beban pencemar di hilir Kali Tengah.
Pengendapan merupakan salah satu teknik pengolahan limbah secara kimia.
Menurut Carlsson (1998), teknik pengendapan banyak dimanfaatkan untuk
memisahkan partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat dari air. Pengendapan
partikel-partikel didasarkan pada perbedaan gaya gravitasi dan densitas antara
partikel dan cairan. Pengolahan air buangan dengan teknik pengendapan biasanya
dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap
(koloid), logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan
membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan
tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan, yaitu dari tak
dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan
atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi. Menurut Masduqi (2004), ditinjau dari jenis
partikel yang diendapkan, pengendapan dibedakan menjadi prasedimentasi dan
sedimentasi (mengendapkan partikel flokulen). Bak pengendap ideal tersusun
oleh empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan, zona lumpur, dan zona
outlet. Prasedimentasi dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret atau
partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami
perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di dalam air.
Lumpur aktif (activated sludge) merupakan salah satu teknik pengendalian
pencemaran air dengan prinsip pengolahan aerobik yang mengoksidasi material
organik menjadi CO 2 dan H 2 O (Klopping et al. 1995). Menurut Herlambang &
Wahjono (1999), lumpur aktif adalah ekosistem yang kompleks yang terdiri atas
bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lainnya. Istilah lumpur aktif
digunakan untuk suspensi biologis atau massa mikroba yang sangat aktif
163

mendegradasi bahan-bahan organik yang terlarut. Degradasi bahan organik


dengan lumpur aktif dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan mikroba
mendegradasi bahan organik kompleks menjadi senyawa stabil dan dapat
menurunkan nilai BOD (biochemical oxygen demand) dan COD (chemical
oxygen demand) limbah kurang lebih 70-95 %. Keberhasilan pengolahan limbah
dengan lumpur aktif dalam batas tertentu ditentukan oleh kemampuan bakteri
untuk membentuk flok. Menurut Sulistyanto (2003), lumpur aktif juga mampu
memetabolisme dan memecah zat-zat pencemar yang ada dalam limbah.

5.8 Pemodelan Sistem Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya


Pemodelan sistem merupakan penyederhanaan dari sebuah obyek atau
situasi guna menemukan peubah-peubah penting dan tepat serta hubungan antar
peubah dalam sistem berdasarkan hasil pendekatan kotak gelap (black box). Pada
diagram kotak gelap sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya (Gambar
9), tampak bahwa dalam sistem tersebut masukan/input yang mempengaruhi
keberlanjutan pengendalian adalah input lingkungan, input terkontrol, dan input
tak terkontrol. Input lingkungan mencakup peraturan perundangan. Input
terkontrol merupakan input yang dapat dikendalikan pelaksanaan manajemennya
dalam sistem untuk menghasilkan output yang dikehendaki, sedangkan input
tidak terkontrol merupakan input/masukan yang tidak dapat dikontrol.
Variabel-variabel yang mencakup input terkontrol merupakan hasil analisis
atas elemen program dalam membangun sistem, yaitu laju pertumbuhan
penduduk dan kesadaran masyarakat, persepsi masyarakat, implementasi
peraturan pengendalian pencemaran air, komitmen/dukungan Pemerintah Daerah,
dan sistem dan kapasitas kelembagaan. Sementara itu, variabel-variabel yang
termasuk input tidak terkontrol yaitu limbah non-point, debit air dan beban
limbah. Pada proses umpan balik (feedback) terhadap input terkontrol dan tidak
terkontrol diperoleh output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki yang dapat
digunakan untuk menilai kinerja sistem. Output yang dikehendaki adalah output
dari hasil umpan balik input yang diharapkan muncul dalam sistem, sedangkan
output yang tidak dikehendaki merupakan output yang tidak dikehendaki terjadi.
Output/keluaran yang dikehendaki dari pelaksanaan sistem yaitu beban
pencemaran menurun, kualitas air memenuhi baku mutu kelas 1 dan
meningkatnya partisipasi masyarakat, sedangkan output yang tidak dikehendaki
164

yaitu jumlah beban limbah meningkat, kurangnya kerjasama stakeholders,


penurunan kesehatan masyarakat, dan kualitas air terus menurun.
Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya disusun oleh beberapa
sub-sub model, yaitu sub-model lingkungan, sub-model ekonomi, dan sub-model
sosial. Ketiga sub-model tersebut kemudian diintegrasikan menjadi satu model
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.

5.8.1 Sub-Model Lingkungan


Sub model lingkungan dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-
variabel lingkungan, seperti permasalahan limbah dan pencemaran air Kali
Surabaya terhadap keberlanjutan sistem. Pengaruh variabel-variabel lingkungan
tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam diagram sebab akibat, seperti
ditunjukkan pada Gambar 36.

Aktifitas
Membuang
Pemakaian Limbah Domestik
Air

+
+
Volume Jumlah
Limbah + Hotel

Beban Pencemaran
Limbah Domestik +

Beban Pencemaran
+ Limbah Hotel

Total Beban +
+ Pencemaran

+
Beban Pencemaran
Limbah Pertanian +
Ratio Beban
Beban Pencemaran Pencemaran dan
+
Limbah Industri Kapasitas Asimilasi

+
Luas Lahan Pertanian
yang dibudidaya secara -
konvensional
Kapasitas
Jumlah Industri yang Asimilasi
tidak memiliki IPAL

Gambar 36 Diagram sub-model lingkungan pengendalian pencemaran Kali


Surabaya.
Berdasarkan diagram sub model lingkungan (Gambar 36) diketahui bahwa
total beban pencemaran Kali Surabaya merupakan akumulasi dari beban
pencemaran limbah hotel, beban pencemaran limbah domestik, beban pencemaran
165

limbah pertanian, dan beban pencemaran limbah industri. Peningkatan beban


pencemaran limbah domestik sangat dipengaruhi oleh peningkatan volume
limbah yang besarnya sangat dipengaruhi oleh faktor tingkat pemakaian air dan
aktivitas membuang limbah domestik oleh masyarakat. Sementara itu, beban
pencemaran limbah pertanian sangat dipengaruhi oleh luas lahan pertanian di
sepanjang Kali Surabaya, dan untuk beban pencemaran limbah industri dan hotel
sangat dipengaruhi oleh jumlah hotel dan industri yang membuang limbahnya ke
badan Kali Surabaya. Secara keseluruhan total beban pencemaran Kali Surabaya
akan sangat mempengaruhi kapasitas asimilasi Kali Surabaya atau kemampuan
Kali Surabaya mereduksi beban pencemaran akibat pembuangan limbah domestik,
industri, pertanian dan hotel. Diagram stock flow sub model lingkungan dalam
sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya dapat dilihat pada Gambar 37.

Limbah Domestik

Pemakaian_Air Pddk_Pemb_Limb Sumber Zona 500 m Saluran Limbah


Domestik
dan Anak Sungai
Air_Buangan Pengguna_Air
FBOD FCOD
BBODSH BCODSH BTSSSH
Vol_Limb
Limbah Pertanian
BBOD500 BCOD500 BBODS BCODS BTSSS

Lahan_Pertanian BBODPH TBBODP TBBODLD TBCODLD TBTSSLD

Limbah Hotel
BCODPH TBCODP
BOD
Jml_H
COD BBODHH
TBBODH PJH
FLPL BTSSPH TBTSSP

TSS
BCODHH
TBCODH
BNNO3PH TBNNO3P FPH
NNO3
FPJH

BPO4PH TBPO4P TBTSSH BTSSHH


PPO4

Anak Sungai DPS


Jml_Ind_A
Jml_Ind_D

BBODIAH BBODIA TBBODI BBODI BBODIH


PJIA PJID

FPIA BCODIAH BCODIA TBCODI BCODI BCODIH FPID

FPJIA
FPJID
BTSSIAH BTSSIA TBTSSI BTSSI BTSSIH

Limbah Industri

(a)
166

BOD FLBODK
KABOD
LKABOD

BODK FKABOD
LBODK

PBOD FLPPO4K
FLTSSK

TSSK PPO4K
LPPO4K
LTSSK
PPPO4
PTSS
TSS
PPO4

KATSS PTP KAPPO4


LKATSS LKAPPO4

FKATSS FKAPPO4

PNNO3

CODK
NNO3K
LCODK
LNNO3K
PCOD

COD
FLCODK
NNO3 FLNNO3K

KACOD KANNO3
LKACOD LKANNO3

FKACOD FKANNO3

(b)

Gambar 37 Diagram stock flow sub model lingkungan pengendalian pencemaran


air Kali Surabaya (a) beban pencemaran dari sumber pencemaran
dan (b) beban pencemaran Kali Surabaya.

Keterangan:
BODK = beban pencemaran BOD Kali Surabaya
CODK = beban pencemaran COD Kali Surabaya
Jml_H = jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya
Jml_Ind_A = jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali
Surabaya melalui anak sungai
Jml_Ind_D = jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali
Surabaya
KABOD = kapasitas asimilasi untuk parameter BOD
KACOD = kapasitas asimilasi untuk parameter COD
KANNO3 = kapasitas asimilasi untuk parameter N-NO 3
KAPPO4 = kapasitas asimilasi untuk parameter P-PO 4
KATSS = kapasitas asimilasi untuk parameter TSS
Lahan_Pertanian = luas lahan pertanian di daerah hulu
NNO3K = beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya
PPO4K = beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya
TSSK = beban pencemaran TSS Kali Surabaya
LBODK = laju masukan beban pencemaran BOD di Kali Surabaya
LCODK = laju masukan beban pencemaran COD di Kali Surabaya
LKABOD = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter BOD di Kali Surabaya
LKACOD = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter COD di Kali Surabaya
LKANNO3 = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter N-NO 3 di Kali Surabaya
167

LKAPPO4 = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter P-PO 4 di Kali Surabaya
LKATSS = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter TSS di Kali Surabaya
LNNO3K = laju masukan beban pencemaran N-NO 3 di Kali Surabaya
LPPO4K = laju masukan beban pencemaran P-PO 4 di Kali Surabaya
LTSSK = laju masukan beban pencemaran TSS di Kali Surabaya
PJH = fraksi pertumbuhan jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya
PJIA = pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya
menuju Kali Surabaya melalui anak sungai
PJID = pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya
menuju Kali Surabaya
BBOD500 = jumlah beban BOD dalam satu tahun pada zona 500 m
BBODI = beban BOD limbah industri per tahun
BBODIA = beban BOD per tahun dari limbah industri melalui anak sungai
BBODS = beban BOD per tahun pada saluran limbah domestik dan anak sungai
BCOD500 = jumlah beban COD dalam satu tahun pada zona 500 m
BCODI = beban COD limbah industri per tahun
BCODIA = beban COD per tahun dari limbah industri melalui anak sungai
BCODS = beban BOD per tahun pada saluran limbah domestik dan anak sungai
BOD = beban BOD sumber pencemar
BTSSI = beban TSS limbah industri per tahun
BTSSIA = beban TSS per tahun dari limbah industri melalui anak sungai
BTSSS = beban TSS per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai
COD = beban COD dari sumber pencemar
FKABOD = fraksi kapasitas asimilasi BOD di Kali Surabaya
FKACOD = fraksi kapasitas asimilasi COD di Kali Surabaya
FKANNO3 = fraksi kapasitas asimilasi N-NO 3 di Kali Surabaya
FKAPPO4 = fraksi kapasitas asimilasi P-PO 4 di Kali Surabaya
FKATSS = fraksi kapasitas asimilasi TSS di Kali Surabaya
FLBODK = fraksi konstanta pertambahan BOD di Kali Surabaya
FLCODK = fraksi konstanta pertambahan COD di Kali Surabaya
FLNNO3K = fraksi konstanta pertambahan N-NO 3 di Kali Surabaya
FLPL = fraksi lahan pertanian terhadap limbah
FLPPO4K = fraksi konstanta pertambahan P-PO 4 di Kali Surabaya
FLTSSK = fraksi konstanta pertambahan TSS di Kali Surabaya
FPH = fraksi perkembangan hotel
FPIA = fraksi perkembangan industri melalui anak sungai
FPID = fraksi perkembangan industri
FPJH = fraksi pertumbuhan jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya
FPJIA = fraksi pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya
menuju Kali Surabaya melalui anak sungai
FPJID = fraksi pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya
menuju Kali Surabaya
NNO3 = beban N-NO 3 dari sumber pencemar
PBOD = persentase BOD telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya
PCOD = persentase COD telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya
Pengguna_Air = jumlah penggunaan air dalam satu tahun
PNNO3 = persentase N-NO 3 telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya
PPO4 = beban P-PO 4 dari sumber pencemar
PPPO4 = persentase P-PO 4 telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya
PTP = persentase rata-rata total beban pencemaran yang telah melampaui kapasitas
asimilasinya di Kali Surabaya
PTSS = persentase TSS telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya
TBBODH = total beban BOD limbah hotel per tahun
TBBODI = total beban pencemaran BOD limbah industri per tahun
TBBODLD = total beban pencemaran BOD limbah domestik per tahun
TBBODP = total beban pencemaran BOD pertanian per tahun
TBCODH = total beban COD limbah hotel per tahun
TBCODI = total beban pencemaran COD limbah industri per tahun
TBCODLD = total beban pencemaran COD limbah domestic per tahun
TBCODP = total beban pencemaran COD pertanian per tahun
TBNNO3P = total beban pencemaran N-NO 3 pertanian per tahun
168

TBPO4P = total beban pencemaran P-PO 4 pertanian per tahun


TBTSSH = total beban TSS limbah hotel per tahun
TBTSSI = total beban pencemaran TSS limbah industri per tahun
TBTSSLD = total beban pencemaran TSS limbah domestic per tahun
TBTSSP = total beban pencemaran TSS pertanian per tahun
TSS = beban TSS dari sumber pencemar
Vol_Limb = volume limbah dari jumlah penduduk pembuang limbah
Air_Buangan = jumlah air buangan per orang
BBODHH = beban BOD limbah hotel per hari
BBODIAH = beban BOD limbah industri melalui anak sungai per hari
BBODIH = beban BOD limbah industri per hari
BBODPH = beban BOD limbah pertanian per hari
BBODSH = beban BOD per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai
BCODHH = beban COD limbah hotel per hari
BCODIAH = beban COD limbah industri melalui anak sungai per hari
BCODIH = beban COD limbah industri per hari
BCODPH = beban COD limbah pertanian per hari
BCODSH = beban COD per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai
BNNO3PH = beban N-NO 3 limbah pertanian per hari
BPO4PH = beban P-PO 4 limbah pertanian per hari
BTSSHH = beban TSS limbah hotel per hari
BTSSIAH = beban TSS limbah industri melalui anak sungai per hari
BTSSIH = beban TSS limbah industri per hari
BTSSPH = beban TSS limbah pertanian per hari
BTSSSH = beban TSS per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai
FBOD = faktor konversi beban BOD daerah perkotaan
FCOD = faktor konversi beban COD daerah perkotaan
Pemakaian_Air = jumlah air rata-rata yang digunakan per orang per hari

Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya sub model lingkungan yang


telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi
keberlakuan model khususnya sub model lingkungan. Asumsi-asumsi tersebut
adalah persentase pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya yang dipakai
untuk perhitungan adalah 32.50% dari jumlah penduduk di stren Kali Surabaya.
Data pemakaian jumlah air rata-rata menggunakan nilai rata-rata pemakaian air
bersih berdasarkan hasil survei Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen
Cipta Karya tahun 2006, yaitu 144 liter/orang/hari, sedangkan jumlah air buangan
adalah 80% pemakaian air atau 115.2 liter/orang/hari. Untuk mendapatkan jumlah
limbah per tahun dikalikan dengan 30 hari dan 12 bulan. Faktor konversi yang
digunakan untuk mengestimasi beban pencemaran akibat limbah domestik untuk
BOD adalah 46 gram /orang/hari (Harnanto dan Hidayat 2003) dan COD 57
g/orang/hari (Salim 2002).
Jumlah hotel yang membuang limbah secara langsung ke Kali Surabaya
sebanyak 1 buah, yaitu hotel Singgasana dengan debit rata-rata air limbah sebesar
37.65 m3/hari. Beban pencemar BOD, COD, dan TSS dari hotel Singgasana yang
masuk ke Kali Surabaya tergolong rendah, karena selain parameter pencemar
masih memenuhi baku mutu, debit buangan limbah juga kecil.
169

Beban pencemar Kali Surabaya selain bersumber dari industri yang


membuang limbahnya langsung ke Kali Surabaya juga bersumber dari buangan
industri melalui Anak Sungai (Kali Tengah dan Kali Perning) dan saluran
pembuangan Waru Gunung. Terdapat 26 industri yang membuang air limbahnya
ke Kali Tengah yang merupakan anak Kali Surabaya.
Kegiatan pertanian juga berpotensi mencemari air terutama air sungai.
Penggunaan pupuk kimia dan pestisida dapat menyebabkan eutrofikasi
lingkungan perairan. Lahan pertanian di DPS Kali Surabaya hanya terdapat di
bagian hulu Kali Surabaya dengan luas lahan 1015 ha. Daerah yang berpotensi
menjadi sumber pencemaran limbah pertanian adalah Desa Kramat Temenggung
dan Desa Wonoayu.
Limbah domestik memberikan kontribusi beban pencemar terbesar
dibandingkan sumber pencemar lain. Untuk parameter BOD kontribusi limbah
domestik mencapai 59.77%, COD 54.11% dan untuk beban pencemar TSS
kontribusi limbah domestik mencapai 80.37%.
Berdasarkan sub-model lingkungan tampak bahwa laju pertambahan limbah
berfungsi sebagai laju masukan pada level limbah merupakan perkalian antara
jumlah limbah yang dikeluarkan per orang per hari selama satu tahun yang
terdapat sebagai constanta pada angka limbah dengan populasi yang merupakan
pertambahan penduduk dari imigrasi dan kelahiran yang dikurangi dengan
emigrasi dan kematian sebagai auxiliary.
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD dan TSS dengan jumlah penduduk.
Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang
dihasilkan per orang setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban
pencemaran dari limbah domestik yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan
pada hasil kuesioner pembuangan air limbah rumah tangga di sepanjang sisi kiri-
kanan Kali Surabaya dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam zona
lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya.
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber industri dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah industri.
Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang
dihasilkan oleh industri setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban
pencemaran dari limbah industri yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas
170

data industri yang melakukan pembuangan air limbah industrinya langsung ke


Kali Surabaya. Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 36 industri yang
saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya. Selain itu juga
terdapat industri-industri yang letaknya di luar wilayah Kota Surabaya yang
membuang limbahnya ke Kali Tengah yang akhirnya bermuara ke Kali Surabaya.
Jenis industri tersebut terutama adalah industri pulp dan kertas, industri makanan
dan minuman, industri MSG, industri tekstil, industri minyak dan deterjen, dan
industri kimia dan metalurgi.
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber hotel dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah hotel. Emisi
BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per
hotel setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah
hotel yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan pada data hotel yang melakukan
pembuangan air limbah langsung ke Kali Surabaya.
Nilai pencemaran limbah pertanian dari tiap-tiap parameter (BOD, COD dan
TSS) sebagai auxiliary merupakan perkalian antara jumlah limbah pertanian
dibagi pertambahan limbah sebagai laju masukan pada limbah dengan kontribusi
pencemar pertanian dan luas area pertanian sebagai konstanta.

5.8.2 Sub-Model Ekonomi


Sub model ekonomi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-
variabel ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektoral, tingkat
pendapatan dan jumlah populasi penduduk terhadap keberlanjutan sistem.
Diagram sebab akibat pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap sistem
disajikan pada Gambar 38.
Berdasarkan diagram sub model ekonomi (Gambar 38), diketahui bahwa
pertumbuhan ekonomi dalam model pengendalian pencemaran Kali Surabaya
merupakan akumulasi dari pertumbuhan sektor-sektor ekonomi antara lain
pertanian, industri, perdagangan, hotel dan restoran (PHR), dan listrik, gas dan air
(LGA) sebagai dampak turunan dari peningkatan pangsa sektor-sektor tersebut.
Pertumbuhan ekonomi tersebut pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan
pendapatan masyarakat. Bentuk diagram alir sub-model ekonomi dalam
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya disajikan pada Gambar 39.
171

Pendapatan
Ekonomi

Pangsa
Populasi Pertumbuhan
Pangsa Pertanian
Pertumbuhan +
Bangunan
-
Pertambahan
+
Pendapatan

+ +
+ Pertumbuhan
Pertumbuhan
+ Pertanian
Bangunan
+
Pertumbuhan +
+ Ekonomi
+
Pertumbuhan
+ +
Hotel
+ +
+ Pertumbuhan
Pertumbuhan Industri
Listrik, Gas dan Air

Pangsa +
Pertumbuhan +
Hotel

Pangsa
Pangsa Pertumbuhan
Pertumbuhan Listrik,
Industri
Gas dan Air

Gambar 38 Diagram sub model ekonomi pengendalian pencemaran Kali


Surabaya.

Populasi Pendapatan Pendapatan_Ekonomi


Pertambahan_Pendapatan

PHR
Pert Aktivitas_Ekonomi
Pert_PHR
Pert_Pert

Pangsa_Pert_PHR
Pangsa_Pert_Pert

Ind
LGA
Pert_Ind Pert_LGA
Pangsa_Pert_Ind
Pangsa_Pert_LGA

Gambar 39 Stock flow diagram sub-model ekonomi.


172

Keterangan:
Ind = angka pertumbuhan sektor industri
LGA = angka pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih
Pert = angka pertumbuhan sektor pertanian
PHR = angka pertumbuhan sektor perdagangan , hotel dan restoran
Populasi = jumlah penduduk kota surabaya
Pert_Ind = laju pertumbuhan sektor industri
Pert_LGA = laju pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih (LGA)
Pert_Pert = laju pertumbuhan sektor pertanian
Pert_PHR = laju pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran
Pendapatan = pendapatan ekonomi per kapita
Pertambahan_Pendapatan = persen pertambahan pendapatan per kapita
Pangsa_Pert_Ind = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor industri
Pangsa_Pert_LGA = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor LGA
Pangsa_Pert_Pert = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor pertanian
Pangsa_Pert_PHR = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor hotel
Pendapatan_Ekonomi = pendapatan ekonomi per kapita di awal simulasi

Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya sub model ekonomi yang


telah dirumuskan dapat digunakan dengan bebarapa asumsi yang akan membatasi
keberlakuan model khususnya sub model ekonomi. Asumsi-asumsi tersebut
adalah untuk aktivitas ekonomi sebagai auxiliary merupakan penjumlahan dari
kontribusi tiap sektor, seperti listrik, gas dan air (LGA), perdagangan, hotel dan
restoran (PHR), pertanian dan industri sebagai laju masukan dengan kontribusi
masing-masing sektor sebagai konstanta. Pertumbuhan dari tiap-tiap sektor,
seperti pertanian, perdagangan, hotel dan restoran (PHR), listrik, gas dan air
(LGA) dan industri sebagai auxiliary besarnya sangat dipengaruhi oleh pangsa
pasar dari masing-masing sektor sebagai laju masukan.

5.8.3 Sub-Model Sosial


Sub model sosial dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel sosial,
seperti jumlah populasi, kelahiran, kematian, imigrasi, emigrasi, pendidikan, dan
partisipasi masyarakat terhadap keberlanjutan sistem. Hubungan sebab akibat
antara unsur di dalam sistem sosial ditunjukkan pada Gambar 40.
Berdasarkan diagram sub model sosial (Gambar 40), pengendalian
pencemaran Kali Surabaya sangat dipengaruhi oleh faktor dinamika populasi.
Jumlah populasi akan mengalami pertambahan apabila terjadi peningkatan jumlah
kelahiran dan imigrasi atau terjadi penurunan jumlah emigrasi dan tingkat
kematian. Dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya, peningkatan
jumlah populasi berdampak pada peningkatan aktivitas membuang limbah
domestik dan untuk mengimbanginya dapat dilakukan melalui pendekatan
173

pendidikan dan partisipasi. Dampak lain dari peningkatan jumlah populasi adalah
peningkatan penggunaan lahan pemukiman dan peningkatan konversi lahan
pertanian menjadi lahan pemukiman. Gambaran tentang diagram alir sub model
sosial dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya ditunjukkan pada
Gambar 41.

Imigrasi Emigrasi
+ -

+ +
Populasi

+ +
+ -
Kelahiran Kematian
+

+
Aktifitas
Membuang
- Limbah Domestik Lahan
Permukiman

Pendidikan Lahan -
dan Partisipasi Pertanian

Gambar 40 Diagram sub-model sosial pengendalian pencemaran Kali Surabaya.

Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya sub model sosial yang
telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi
keberlakuan model khususnya sub model sosial. Asumsi-asumsi tersebut adalah
jumlah populasi sebagai auxiliary merupakan penjumlahan dari jumlah populasi
saat ini sebagai konstanta dengan jumlah kelahiran dan imigrasi sebagai laju
masukan penambah dan jumlah kematian dan emigrasi sebagai laju masukan
pengurang.
Terjadinya dinamika perpindahan penduduk yang keluar masuk lokasi
ternyata ikut mempengaruhi model simulasi yang dibuat. Jumlah imigrasi sebagai
auxiliary besarannya ditentukan oleh nilai imigrasi normal. Penduduk keluar
(emigrasi) besarannya ditentukan oleh nilai emigrasi normal sebagai laju keluaran
terhadap populasi. Di samping itu, laju pertambahan dan pengurangan populasi
sebagai dampak terjadinya kelahiran dan kematian, dalam model simulasi
besarannya ditentukan oleh nilai fertilitas dan mortalitas sebagai konstanta.
174

Kelahiran Kematian

Pertumbuhan_Populasi

Imigrasi_Normal Emigrasi_Normal
Imigrasi Emigrasi

Fertilitas Populasi Mortalitas


Kelahiran Kematian

FrPBtr PopBtr
Fr_Pemb_Limb

Fr_500m Pddk_500m Pddk_Pemb_Limb

Pendidikan
Lahan_Permukiman
Laju_Keb_Lahan_Permukiman

Fr_Permukiman
Lahan_Pertanian
Konversi_LP

Fr_LP

Gambar 41 Stock flow diagram sub-model sosial dalam pengendalian


pencemaran air Kali Surabaya.
Keterangan:
Lahan_Pemukiman = luas lahan pemukiman di hulu sungai
Lahan_Pertanian = luas lahan pertanian di daerah hulu
Konversi_LP = laju konversi lahan pertanian
Laju_Keb_Lahan_Pemukiman = pertumbuhan kebutuhan lahan pemukiman
Emigrasi_Normal = persentase angka emigrasi
Fr_LP = fraksi lahan pertanian
Fr_Pemb_Limb = persentase penduduk pembuang limbah
Fr_Pemukiman = fraksi kebutuhan lahan pemukiman
Imigrasi_Normal = persentase angka imigrasi
Pddk_500m = jumlah penduduk radius 500 m
Pddk_Pemb_Limb = jumlah penduduk pembuang limbah pada jarak 500 m
Pertumbuhan_Populasi = pertumbuhan penduduk kota Surabaya
PopBtr = penduduk bantaran Kali Surabaya (kawasan penyangga)
Fr_500m = persen penduduk pada jarak 500 m
FrPBtr = fraksi penduduk di daerah penyangga dari total penduduk Kota
Surabaya

Dalam model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya jumlah populasi


bantaran sungai merupakan auxiliary dan merupakan perkalian dari populasi
seluruh wilayah kajian secara keseluruhan sebagai laju masukan dengan nilai
175

fraksi populasi bantaran sungai sebagai konstanta. Penduduk yang tinggal di


sekitar 500 m pada sisi kiri-kanan sungai merupakan auxiliary dan besarannya
diperoleh dari perkalian jumlah populasi di bantaran sungai sebagai laju masukan
dengan nilai fraksinya sebagai konstanta.
Tingkat pencemaran limbah domestik Kali Surabaya sebagian besar
disebabkan oleh pembuangan limbah domestik pemukiman penduduk di
pinggiran sungai dan anak sungai Kali Surabaya serta melalui saluran limbah
domestik. Berdasarkan model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya,
jumlah penduduk pembuang limbah domestik berfungsi sebagai auxiliary dan
besarannya ditentukan oleh jumlah penduduk yang tinggal di 500 m pada sisi kiri-
kanan bantaran sungai sebagai laju masukan dengan nilai fraksinya dan nilai
faktor pendidikan sebagai konstanta.
Di dalam model, peningkatan jumlah populasi pemukiman di sepanjang
bantaran Kali Surabaya akan berdampak pada peningkatan laju penggunaan lahan
di pinggir sungai untuk kegiatan pemukiman. Laju penggunaan lahan di pinggir
sungai sebagai auxiliary besarannya ditentukan oleh jumlah populasi di bantaran
sungai dan luasan lahan pemukiman sebagai laju masukan dan nilai fraksinya
sebagai konstanta. Tingkat konversi lahan pertanian sebagai salah satu dampak
peningkatan kebutuhan akan lahan pemukiman besarannya ditentukan oleh luasan
lahan pemukiman dan lahan pertanian sebagai laju masukan, serta fraksinya
sebagai konstanta.
Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya disusun berdasarkan atas
tiga sub-model yang saling terkait, yaitu sub-model lingkungan, sub-model
ekonomi, dan sub-model sosial. Gabungan ketiga sub-model membentuk sebuah
sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Penyusunan diagram alir
sebab akibat dalam model didasarkan pada keterkaitan antara variabel-variabel
dalam struktur sistem pencemaran air Kali Surabaya, seperti pertumbuhan
penduduk, pertumbuhan industri, luas lahan pertanian, tingkat pendidikan dan
kesejahteraan penduduk, aktivitas hotel beserta faktor yang mempengaruhinya.
Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dengan
bentuk struktur modelnya disajikan pada Gambar 42.
176

Kelahiran Kematian

Pertumbuhan_Populasi

Imigrasi_Normal Emigrasi_Normal
PopBtr Imigrasi Emigrasi
FrPBtr

Fertilitas Populasi Mortalitas


Lahan_Permukiman Kelahiran Kematian
Pddk_500m Pendapatan Pendapatan_Ekonomi
Pertambahan_Pendapatan
Laju_Keb_Lahan_Permukiman

Fr_500m
Fr_Permukiman
Lahan_Pertanian PHR
Pert Aktivitas_Ekonomi
Konversi_LP Fr_Pemb_Limb Pert_PHR
Pendidikan Pert_Pert

Fr_LP Pangsa_Pert_PHR
Pangsa_Pert_Pert
Limbah Domestik
Pddk_Pemb_Limb
Pemakaian_Air Ind
Sumber Zona 500 m Saluran Limbah LGA
Pert_Ind Pert_LGA
Domestik
dan Anak Sungai Pangsa_Pert_Ind
Air_Buangan Pengguna_Air FLBODK Pangsa_Pert_LGA
FBOD FCOD KABOD
BBODSH BCODSH BTSSSH LKABOD
Vol_Limb
Limbah Pertanian
BBOD500 BCOD500 BBODS BCODS BTSSS BODK FKABOD
LBODK

PBOD FLPPO4K
Lahan_Pertanian BBODPH TBBODP TBBODLD TBCODLD TBTSSLD
FLTSSK
Limbah Hotel
BCODPH TBCODP TSSK PPO4K
BOD
LPPO4K
Jml_H LTSSK
BBODHH PPPO4
COD TBBODH PJH PTSS
FLPL BTSSPH TBTSSP
PPO4
TSS
BCODHH
TBCODH KATSS PTP
BNNO3PH TBNNO3P KAPPO4
FPH
NNO3 LKATSS LKAPPO4
FPJH

BPO4PH TBPO4P TBTSSH BTSSHH FKAPPO4


FKATSS
PPO4

Anak Sungai DPS PNNO3


Jml_Ind_A
Jml_Ind_D CODK
NNO3K
LCODK
BBODIH LNNO3K
BBODIAH BBODIA TBBODI BBODI PCOD
PJIA PJID
FLCODK
NNO3 FLNNO3K
FPIA BCODIAH BCODIA TBCODI BCODI BCODIH FPID

KACOD KANNO3
FPJIA
FPJID LKACOD LKANNO3
BTSSIAH BTSSIA TBTSSI BTSSI BTSSIH

Limbah Industri FKACOD FKANNO3

Gambar 42 Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
177

5.8.4 Kondisi Eksisting Model


5.8.4.1 Simulasi Sub-Model Lingkungan
Simulasi model lingkungan menggambarkan tingkat pencemaran Kali
Surabaya yang ditunjukkan oleh parameter kualitas air. Parameter yang
digunakan dalam simulasi model ini adalah BOD, COD, dan TSS. Hasil simulasi
sub-model lingkungan disajikan pada Gambar 43.

100000000
3
3
3
80000000
3
3

60000000
(kg/tahun)

3 2
2 BOD
2 1
2
2
COD
2
40000000 2
TSS
3

1 1 1
20000000 1 1
1

0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 43 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban BOD, COD


dan TSS dari sumber pencemaran.

Hasil simulasi sub-model berdasarkan beban BOD, COD, dan TSS dari
sumber pencemaran, diketahui bahwa terjadi peningkatan beban pencemaran air
Kali Surabaya akibat meningkatnya pencemaran lingkungan Kali Surabaya.
Peningkatan beban pencemaran air tersebut ditunjukkan oleh peningkatan beban
BOD, COD, dan TSS dari sumber pencemaran selama tahun simulasi yang dibuat.
Pada tahun 2003, beban pencemaran BOD, COD, dan TSS berturut-turut adalah
15,649; 36,291 dan 42,173 ton/tahun. Pada tahun 2008, beban pencemaran
tersebut meningkat masing-masing menjadi 19,825; 47,342 dan 71,468 ton/tahun.
Peningkatan beban pencemaran BOD, COD, dan TSS terus berlangsung hingga
akhir simulasi 2030, yaitu beban BOD 23,636; COD 57,014 dan TSS 95,638
ton/tahun. (Hasil simulasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 20).
Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban N-NO 3 dan P-PO 4
dari sumber pencemar ditunjukkan pada Gambar 44.
178

1000

2 1
(kg/tahun)

2 NNO3
1
500 1 PPO4
2
2
1
2
1
2
0 1
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 44 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan N-NO 3 dan P-PO 4


beban sumber pencemaran.

Berdasarkan simulasi sub-model lingkungan (Gambar 44), tampak bahwa


beban N-NO 3 dan P-PO 4 yang masuk ke Kali Surabaya mengalami penurunan
akibat menurunnya beban pencemaran limbah yang mengandung senyawa nitrat
dan fosfat ke Kali Surabaya. Penurunan ini ditunjukan oleh berkurangnya beban
nitrat dan fosfat selama tahun simulasi yang dibuat. Pada tahun 2003, tercatat
beban N-NO 3 dan P-PO 4 berturut-turut 1,232 dan 895 kg/tahun. Pada tahun 2008
mengalami penurunan menjadi 1,026 dan 745 kg/tahun. Perbaikan kualitas air
berdasarkan kandungan N-NO 3 dan P-PO 4 terus mengalami peningkatan hingga
akhir simulasi tahun 2030, yaitu beban N-NO 3 dan P-PO 4 menjadi 34.49 dan
25.06 kg/tahun. (Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban N-NO 3
dan P-PO 4 selengkapnya disajikan pada Lampiran 21).
Simulasi sub-model lingkungan juga dilakukan terhadap beban pencemaran
BOD, COD, dan TSS yang terjadi di Kali Surabaya dibandingkan dengan
kapasitas asimilasi Kali Surabaya. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 45.
Hasil simulasi (Gambar 45), memperlihatkan bahwa beban BOD, COD,
dan TSS di Kali Surabaya menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Hasil
simulasi tahun 2003 hingga tahun 2008, beban BOD berfluktuasi akibat
perubahan debit dan kadar BOD Kali Surabaya. Kecenderungan peningkatan
beban BOD terjadi pada tahun 2009 hingga akhir tahun simulasi akibat
meningkatnya pencemaran lingkungan Kali Surabaya. Beban BOD tahun 2003
dan tahun 2008 berturut-turut 3,563 dan 3,935 ton/tahun, sedangkan pada tahun
179

2030 beban BOD mencapai 7,701 ton/tahun. Beban pencemar COD dan TSS pada
tahun 2003-2006 menunjukkan nilai yang fluktuatif, namun pada tahun 2007
hingga tahun 2030, beban TSS terus mengalami peningkatan dan beban COD
menurun. Pada tahun 2003, 2008, dan 2030 beban TSS masing-masing adalah
26,782; 85,722 dan 348,784 ton/tahun, sedangkan beban COD berturut-turut
adalah 17,845; 13.190 dan 5,913 ton/tahun.

1
1
1 15000000
6000000
1

( kg/tahun )
1 1
( kg/tahun )

1 1 10000000 1 CODK
4000000 BODK 1 1
1
KABOD 1 KACOD
2 2
1
5000000
2000000
2
2
2 2
2 2 2
2 2 2
2 2 2005 2010 2015 2020 2025 2030
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
Tahun

1
300000000
( kg/tahun )

1
200000000
1 TSSK
1
1 KATSS
100000000 1 2
1

2 2 2 2 2 2
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 45 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan BOD, COD dan TSS di


Kali Surabaya.

Beban pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan ketiga parameter di atas,


melampaui batas kapasitas asimilasi atau kemampuan Kali Surabaya dalam
mereduksi beban pencemaran tersebut secara alamiah. Kapasitas asimilasi BOD
(KABOD) pada tahun 2003, 2008, dan 2030 berturut-turut adalah 145.19,
129.53 dan 604.29 ton/tahun. Kapasitas asimilasi COD (KACOD) pada tahun
2003, 2008, dan 2030 masing-masing adalah 725.96; 647.64 dan 3,021.50
ton/tahun, sedangkan kapasitas asimilasi TSS berturut-turut adalah 3,629.84;
3,238.23 dan 15,107.53 ton/tahun.
Kecenderungan perubahan beban pencemar N-NO 3 dan P-PO 4 di Kali
Surabaya mengikuti pola perubahan beban pencemar N-NO 3 dan P-PO 4 dari
sumber pencemar (limbah pertanian dan domestik). Kecenderungan perubahan
180

tersebut dapat dilihat dari hasil simulasi beban N-NO 3 dan P-PO 4 yang
ditunjukan pada Gambar 46.

3000000 2

1500000

1
2
2000000

(kg/tahun)
(kg/tahun)

1000000 2
NNO3K PPO4K
1 1
KANNO3
2 KAPPO4
2 2
1000000 2
500000
2

1 1
1 12 2 1 1
2 2 2 1 1 1 1 1
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun Tahun

(a) (b)
Gambar 46 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan: (a) beban N-NO 3
(b) beban P-PO 4 di Kali Surabaya.

Hasil simulasi (Gambar 46), memperlihatkan bahwa beban nitrat dan fosfat
di Kali Surabaya mengalami penurunan yang cukup tajam. Penurunan tersebut
ditunjukkan oleh berkurangnya kadar nitrat dan fosfat selama tahun simulasi yang
dibuat. Pada tahun 2003 beban pencemar N-NO 3 dan P-PO 4 berturut-turut adalah
1,783.56 dan 762.57 ton/tahun. Pada tahun 2008 mengalami penurunan cukup
tajam masing-masing menjadi 308.91 dan 120.00 ton/tahun. Perbaikan kualitas air
Kali Surabaya tersebut berdasarkan beban nitrat dan fosfat terus mengalami
peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu beban nitrat menurun
hingga 71.53 ton/tahun dan fosfat menjadi 42.13 ton/tahun. Pada Gambar 46 juga
memperlihatkan, bahwa kapasitas asimilasi yang menunjukkan kemampuan air
Kali Surabaya dalam menerima beban pencemar P-PO 4 (fosfat) masih di atas
tingkat pencemaran fosfat, sedangkan untuk parameter N-NO 3 (nitrat) pada awal
tahun simulasi tingkat pencemarannya melampaui kapasitas asimilasi, namun
secara perlahan beban pencemarannya mengalami penurunan sehingga mulai
tahun simulasi 2021, nilai kapasitas asimilasinya sudah berada di atas tingkat
pencemaran.
Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban
pencemaran tiap parameter dan persentase total, disajikan pada Gambar 47 dan 48.
181

5000

4000
4
1
PBOD
3000 1
(persen)

PTSS
2
23 1 2 PCOD
2000 2 2 3
2 12
1 PNNO3
4
1
3 1 PPPO4
1000 5
3
4 3
3 3
4 45
0 5 5 5 54
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 47 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase tiap


parameter pencemar.

2500

2000
PTP (%)

1500

1000

2005 2010 2015 2020 2025 2030


Tahun

Gambar 48 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban


pencemaran total.

Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran dibandingkan


kapasitas asimilasi tiap parameter, diketahui bahwa parameter BOD dan TSS
memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga
parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat kecenderungan, hanya
parameter TSS yang mengalami peningkatan beban pencemaran selama tahun
simulasi (Data hasil simulasi disajikan pada Lampiran 22-25).
182

Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran total dibandingkan


kapasitas asimilasi, memperlihatkan bahwa terjadi penurunan persentase total
beban pencemaran selama tahun simulasi. Pada tahun 2003, persentase total
beban pencemaran 21.33 kali kapasitas asimilasi. Pada tahun 2008 mengalami
penurunan menjadi 17.38 kali kapasitas asimilasi. Pada akhir tahun simulasi
(2030), persentase total beban pencemaran terus menurun menjadi 7.65 kali
kapasitas asimilasi.

5.8.4.2 Simulasi Sub-Model Ekonomi


Simulasi model ekonomi menggambarkan perubahan nilai PDRB (juta
rupiah) tiap sektor yang memiliki pengaruh terhadap model pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya, yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor
listrik, gas dan air (LGA), dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR).
Sektor PHR memberikan kontribusi pendapatan ekonomi paling tinggi, sedangkan
sektor pertanian paling rendah. Hasil simulasi sub-model ekonomi ditunjukkan
pada Gambar 49.

900000000 4

600000000
(Juta Rupiah)

Ind
1
4 LGA
2
1
Pert
3
300000000
PHR
4 1 4

4 1
4 1 2
4 1 2
1 23 23
23 23 3 3
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 49 Simulasi sub-model ekonomi berdasarkan nilai PDRB.

Pada tahun 2003, kontribusi sektor PHR mencapai Rp 28,735,622 juta dan
pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 54,274,915 juta. Pada akhir tahun
simulasi (2030), terjadi peningkatan kontribusi sektor PHR menjadi sebesar Rp
890,809,334 juta.
183

Sektor industri berada pada urutan kedua sebagai pemberi kontribusi paling
tinggi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor
industri sebesar Rp 24,166,771 juta dan meningkat pada tahun 2008 menjadi
Rp 40,722,415 juta. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor industri
meningkat menjadi Rp 404,519,120 juta.
Sektor listrik, gas dan air (LGA) berada pada urutan ketiga sebagai pemberi
kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor
LGA dalam (juta rupiah) sebesar 2,639,165, pada tahun 2008 meningkat menjadi
4,862,490. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor LGA meningkat
menjadi 71,545,861.
Sektor pertanian berada pada urutan terakhir sebagai pemberi kontribusi
terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor pertanian
dalam (juta rupiah) sebesar 120,253 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi
152,284. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor pertanian meningkat
menjadi 430,439. Hasil simulasi disajikan pada Lampiran 27.

5.8.4.3 Simulasi Sub-Model Sosial


Simulasi model sosial menggambarkan perkembangan populasi penduduk,
penduduk pembuang limbah, dan perbandingan perkembangan luasan lahan
pemukiman dengan pertanian. Hasil simulasi sub-model sosial disajikan pada
Gambar 50.

10000000

8000000
Populasi (jiwa)

6000000

4000000

2000000

0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 50 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan


populasi penduduk.
184

Berdasarkan Gambar 51, tampak bahwa perkembangan populasi


penduduk dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003
jumlah penduduk di daerah tersebut sebanyak 2,659,566 jiwa dan pada tahun
2008 meningkat menjadi 2,891,278 jiwa. Hasil simulasi, pada akhir tahun 2030
jumlah populasi penduduk mencapai 4,559,398 jiwa.
Pada model pengendalian pencemaran Kali Surabaya, pertambahan jumlah
penduduk berdampak terhadap peningkatan jumlah penduduk pembuang limbah.
Hal ini terkait karena di dalam model, jumlah penduduk merupakan laju masukan
bagi jumlah penduduk pembuang limbah. Berdasarkan data, pada tahun 2003
jumlah penduduk pembuang limbah adalah 40,094 jiwa dan pada tahun 2008
meningkat menjadi 43,588 jiwa, dan apabila dilakukan simulasi model maka pada
tahun 2030 jumlah penduduk pembuang limbah mencapai 68,735 jiwa. Hasil
simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah penduduk
pembuang limbah ditunjukkan pada Gambar 51.

100000
Pddk_Pemb_Limb (jiwa)

80000

60000

40000

20000

0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 51 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah


penduduk pembuang limbah.

Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan kebutuhan


masyarakat terhadap lahan pemukiman di sekitar tepian Kali Surabaya. Menurut
data, pada tahun 2003 luas lahan pemukiman adalah 480 ha dan pada tahun 2008
meningkat menjadi 721 ha. Pada akhir tahun simulasi (2030), luas lahan
permukiman terus mengalami peningkatan menjadi 2,396.63 ha. Hasil simulasi
pemanfaatan lahan di hulu Kali Surabaya untuk pemukiman dan pertanian
disajikan pada Gambar 52.
185

2000
1
1500
(hektar)

2 1
Lahan_Permukiman
1
1000 1
Lahan_Pertanian
12 2

500 1 2

2
2
0 2
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 52 Simulasi sub-model teknis pemanfaatan ruang berdasarkan luasan


lahan pemukiman dan lahan pertanian.

Peningkatan luas areal pemukiman secara langsung berdampak pada


peningkatan konversi lahan pertanian di sekitar tepian Kali Surabaya menjadi
areal pemukiman. Menurut data pada tahun 2003, luas lahan pertanian di
sepanjang tepian Kali Surabaya bagian hulu adalah 1,363 ha. Pada tahun 2008,
luas lahan pertanian menyusut menjadi 1,135 ha. Hasil simulasi, pada tahun 2030
luas lahan pertanian di bagian hulu Kali Surabaya hanya tersisa 38.16 ha, akibat
terkonversi menjadi areal pemukiman. Hasil simulasi perubahan lahan
permukiman dan pertanian disajikan pada Lampiran 29.

5.8.5 Validasi Model


Validitas adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan suatu pekerjaan
ilmiah. Proses validasi bertujuan untuk membandingkan keluaran model dengan
data aktual. Dalam pemodelan, hasil simulasi adalah perilaku variabel yang
diinteraksikan dengan bantuan komputer. Tampilan perilaku variabel tersebut
dapat bersifat terukur, yang disusun menjadi data simulasi maupun bersifat tidak
terukur, yang disusun menjadi pola simulasi. Keserupaan dunia model dengan
dunia nyata ditunjukkan oleh sejauh mana data simulasi dan pola simulasi dapat
menirukan data statistik dan informasi aktual. Menurut Eriyatno (2003), validasi
model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem yang dibangun
merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat
menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Proses validasi model dilakukan
dengan dua tahap pengujian, yaitu validasi struktur dan validasi perilaku model
(output model).
186

5.8.5.1 Validasi Struktur Model


Validasi struktur model merupakan proses validasi utama dalam berpikir
sistem. Validasi struktur bertujuan untuk melihat sejauh mana keserupaan struktur
model mendekati struktur sistem nyata, yang berkaitan dengan batasan sistem,
variabel-variabel pembentuk sistem, dan asumsi mengenai interaksi yang terjadi
dalam sistem. Validasi struktur dilakukan dengan dua bentuk pengujian, yaitu uji
kesesuaian struktur dan uji kestabilan struktur (Forrester 1968).

1) Uji Konstruksi/Kesesuaian Struktur


Uji kesesuaian struktur dilakukan untuk menguji apakah struktur model
yang dibangun tidak berlawanan dengan pengetahuan yang ada tentang struktur
dari sistem nyata, dan apakah struktur utama dari sistem nyata telah dimodelkan
(Sushil 1993). Pada model pengendalian pencemaran air yang telah dibangun,
dapat dilihat bahwa bertambahnya jumlah penduduk akan menambah luasan areal
pemukiman di tepian Kali Surabaya, dan meningkatnya konversi lahan pertanian
menjadi lahan pemukiman, tetapi dengan adanya pengelolaan jumlah tersebut
dapat diminimalisasi. Berdasarkan contoh tersebut, struktur model dinamis yang
dibangun adalah valid secara teoritis, sehingga model yang dibangun dapat
digunakan untuk mewakili mekanisme kerja sistem nyata.

2) Uji Kestabilan Struktur


Uji kestabilan struktur model dilakukan dengan cara memeriksa
keseimbangan dimensi peubah pada kedua sisi persamaan model (Sushil 1993).
Setiap persamaan yang ada dalam model harus menjamin keseimbangan dimensi
antara variabel bebas dan variabel terikat yang membentuknya. Uji kestabilan
struktur model dilakukan dengan cara menganalisis dimensi keseluruhan interaksi
peubah-peubah yang menyusun model tersebut, yang terdiri atas beberapa sub
model. Dimensi tersebut meliputi tanda, bentuk respon, dan satuan persamaan
(equation) matematis yang digunakan.

a) Sub-Model lingkungan
Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model
lingkungan adalah :
BODK = +dt*LBODK
BODK = kg/tahun
CODK = +dt*LCODK
CODK = kg/tahun
KABOD = +dt*LKABOD
187

KABOD = kg/tahun
KACOD = +dt*LKACOD
KACOD = kg/tahun
KANNO3 = +dt*Rate_24
KANKANNO3 = kg/tahun
KAPPO4 = +dt*LKAPPO4
KAPPO4 = kg/tahun
KATSS = +dt*LKATSS
KATSS = kg/tahun
NNNO3K = +dt*LNNO3K
NNO3K = kg/tahun
PPO4K = +dt*LPPO4K
PPO4K = kg/tahun
TSSK = +dt*LTSSK
TSSK = kg/tahun
NNO3K = KANNO3*FKANNO3
NNO3K = kg/tahun
BOD = TBBODH+TBBODI+TBBODLD+TBBODP
BOD = kg/tahun
COD = TBCODH+TBCODI+TBCODLD+TBCODP
COD = kg/tahun
NNO3 = TBNNO3P
NNO3 = kg/tahun
PTP = (PBOD+PCOD+PNNO3+PPPO4+PTSS)/5
PTP = %
PTSS = (TSSK/KATSS)*100
PTSS = %
TSS = TBTSSH+TBTSSI+TBTSSP
TSS = kg/tahun

Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan


dengan cara mengalikan emisi BOD, COD dan TSS dengan jumlah penduduk.
Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang
dihasilkan per orang per hari.
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber industri dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah industri.
Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang
dihasilkan oleh industri setiap hari.
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber hotel dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah hotel. Emisi
BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per
hotel setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah
hotel yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas data hotel yang melakukan
pembuangan air limbah langsung ke Kali Surabaya.
188

Nilai pencemaran limbah pertanian untuk setiap parameter (BOD, COD, dan
TSS) sebagai auxiliary merupakan perkalian antara jumlah limbah pertanian
dibagi pertambahan limbah sebagai laju masukan pada limbah dengan kontribusi
pencemar pertanian dan luas area pertanian sebagai konstanta.
b) Sub-Model Ekonomi
Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model
ekonomi adalah :
Pert_H = Hotel*(Pangsa_Pert_H/100)
Pert_H = rupiah
Pert_Ind = Ind*(Pangsa_Pert_Ind/100)
Pert_Ind = rupiah
Pert_LGA = LGA*(Pangsa_Pert_LGA/100)
Pert_LGA = rupiah
Pert_Pert = Pert*(Pangsa_Pert_Pert/100)
Pert_Pert = rupiah
Berdasarkan persamaan sub-model di atas, pertumbuhan sektor perdagangan,
hotel dan restoran (pert_H), laju pertumbuhan sektor industri (pert_Ind), laju
pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih (Pert_LGA) dan laju pertumbuhan
sektor pertanian yang dinyatakan dalam persen merupakan auxiliary, sebagai
perkalian dari pangsa setiap sektor yang dinyatakan dalam satuan rupiah dibagi
dengan 100. Aktivitas ekonomi yang digunakan dalam persamaan sub-model di
atas, merupakan penjumlahan dari kegiatan ekonomi keempat sektor yang
berpengaruh dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu industri,
listrik, gas dan air (LGA), pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran (PHR).
Pendapatan ekonomi per kapita yang dinyatakan dalam rupiah, merupakan
auxiliary sebagai perkalian pendapatan ekonomi dengan persentase pertambahan
pendapatan lalu dijumlahkan dengan pendapatan ekonomi kembali, sedangkan
pertambahan pendapatan yang dinyatakan dalam persen merupakan hasil
pembagian antara aktivitas ekonomi dengan jumlah populasi.

c) Sub-Model Sosial
Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model
sosial adalah :
Populasi = -dt*Kematian + dt*Kelahiran - dt*Emigras + dt*Imigrasi
Populasi = jiwa
PopBtr = Populasi*FrPBtr
PopBtr = jiwa
189

Jumlah populasi sebagai auxiliary, merupakan penjumlahan dari jumlah


populasi saat ini sebagai konstanta dengan jumlah kelahiran dan imigrasi sebagai
laju masukan penambah, dan pengurangan jumlah kematian dan emigrasi sebagai
laju masukan pengurang. Di samping itu, laju pertambahan dan pengurangan
populasi sebagai dampak terjadinya kelahiran dan kematian, dalam model
simulasi besarannya ditentukan oleh nilai fertilitas dan mortalitas sebagai
konstanta.

5.8.5.2 Validasi Kinerja/Output Model


Validasi kinerja/output model adalah aspek pelengkap dalam metode
berpikir sistem yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja
model sesuai dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai
model ilmiah yang taat fakta. Validasi kinerja dilakukan dengan membandingkan
data hasil keluaran model yang dibangun dengan data empiris, untuk melihat
sejauh mana perilaku kinerja model sesuai dengan data empiris.
Teknik untuk memeriksa konsistensi keluaran model terhadap data aktual
dapat dilakukan dengan uji statistik dan perbandingan secara visual (grafik)
keluaran model dengan data aktual (Handoko 2005). Uji statistik yang dapat
digunakan dalam pengujian validasi perilaku model antara lain adalah absolute
mean error (AME) dan absolute variation error (AVE), dengan batas
penyimpangan < 10% (Barlas 1996, Muhammadi et al. 2001). AME adalah
penyimpangan nilai rata-rata hasil simulasi terhadap nilai aktual, sedangkan AVE
adalah penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual. Perbandingan visual
pola keluaran simulasi dan pola data aktual ditunjukkan pada Gambar 53.
5500000 18000000

B B
5000000 17000000
e e
b b
a 4500000 a 16000000
n n
4000000 15000000
B C
O O
14000000
D 3500000
D

3000000 13000000
2003 2004 2005 2006 2007 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun Tahun
Aktual Simulasi Aktual Simulasi

Gambar 53 Grafik perbandingan beban pencemaran BOD dan COD dengan data
empiris dan hasil simulasi.
190

Grafik perbandingan (Gambar 53), menunjukkan bahwa secara visual pola


output simulasi sudah mengikuti pola data aktual, maka untuk memperoleh
keyakinan dilakukan uji statistik seperti disajikan pada Tabel 46.
Hasil uji menunjukkan bahwa keluaran model pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya, untuk beban pencemaran BOD (BP BOD), AME menyimpang
sebesar 0.1702% dari data aktual dan AVE menyimpang sebesar 0.8795%. Untuk
beban pencemaran COD (BP COD), AME menyimpang 0.3551% dan AVE
menyimpang sebesar 0.4846% dari nilai aktual. Pada beban pencemaran TSS (BP
TSS), AME dan AVE berturut-turut menyimpang 0.1405% dan 0.5398% dari
nilai aktual. Untuk beban pencemaran N-NO 3 (BP NNO3) dan P-PO 4 (BP PPO4),
AME masing-masing menyimpang 1.1922% dan 0.3044% dari data aktual,
sedangkan AVE menyimpang sebesar 1.5248% dan 0.1033% dari nilai aktual.
Berdasarkan hasil uji, dapat disimpulkan bahwa model pengendalian pencemaran
air Kali Surabaya mampu mensimulasikan perubahan-perubahan yang terjadi.

5.9 Penyusunan Skenario Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya


Sebagai tindak lanjut hasil analisis kondisi eksisting dan pemodelan
dinamik pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah penyusunan skenario
berupa alternatif rancangan kebijakan yang memungkinkan dapat dilaksanakan
berdasarkan kondisi yang ada. Skenario pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya disusun berdasarkan pada hasil analisis prospektif. Analisis prospektif
adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam
sistem ahli yang dapat menggabungkan pembuat keputusan dalam rangka
menyusun kembali beberapa perencanaan dengan pendekatan yang berbeda.
Masing-masing solusi yang dihasilkan berasal dari pendekatan yang direncanakan
dan bukan dari suatu rumusan yang bisa masing-masing kasus (Munchen 1991
dalam Bourgeois 2002). Analisis prospektif dilakukan dengan tujuan untuk
mempersiapkan tindakan strategis dengan cara menentukan faktor-faktor kunci
yang berperan penting dan melihat apakah perubahan dibutuhkan di masa depan
berdasarkan kondisi yang ada.
191

Tabel 46 Data validasi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya

Tahun Data Validasi

BP BOD BP TSS BP COD BP N-NO 3 BP P-PO 4

Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi

2003 3,562,561 3,562,561 26,782,229 26,782,229 17,845,233 17,845,233 1,782,562 1,782,562 762,569 762,569

2004 4,019,674 4,036,450 48,881,678 48,581,307 17,185,446 17,068,077 1,526,781 1,562,932 556,515 557,776

2005 4,644,324 4,686,241 76,271,983 76,816,416 16,692,646 16,538,271 1,251,947 1,279,855 302,890 303,324

2006 5,076,569 5,081,538 144,146,344 144,431,604 17,040,560 17,017,432 920,902 927,841 773,867 777,922

2007 4,418,975 4,392,274 81,847,127 81,848,902 13,340,185 13,343,476 397,066 396,157 140,893 142,864

Mean 5,430,525.55 5,439,766 94,482,340.25 94,615,114.5 20,526,017.55 20,453,122.25 1,469,814.25 1,487,336.75 634,183.4 636,113.75

AME 0.1702 0.1405 0.3551 1.1922 0.3044

Varian 1.12265E+12 1.11277E+12 2.01734E+15 2.02423E+15 2.74836E+13 2.73504E+13 8.55602E+11 8.68648E+11 1.91279E+11 1.91081E+11

AVE 0.8795 0.5398 0.4846 1.5248 0.1033

Keterangan: BP = beban pencemaran (kg/tahun)


192

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pakar dan pengisian


kuesioner, dapat diidentifikasi 20 faktor kunci yang dianggap berpengaruh dalam
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya di masa depan, yaitu:
1. Implementasi peraturan untuk pengendalian pencemaran air
2. Persepsi masyarakat
3. Partisipasi masyarakat
4. Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat
5. Pertumbuhan industri
6. Fasilitas instalasi pengolah air limbah/IPAL
7. Komitmen/dukungan PEMDA terhadap pengendalian pencemaran air
8. Dukungan pihak swasta/industri
9. Sistem dan kapasitas kelembagaan pengendalian pencemaran air
10. Penataan ruang
11. Program pemantauan dan pengelolaan sungai
12. Penegakan hukum lingkungan
13. Dukungan perguruan tinggi
14. Dukungan lembaga swadaya masyarakat
15. Anggaran untuk pengendalian pencemaran air
16. Daya dukung sungai
17. Kerjasama lintas sektoral,
18. Sistem informasi pengendalian pencemaran air (Database, analisis dan
evaluasi, interpretasi, penyajian dan publikasi data hasil monitoring)
19. Sarana dan prasarana kerja operasional pengendalian pencemaran air
20. Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota untuk pengendalian
pencemaran air

Faktor-faktor tersebut kemudian dianalisis menggunakan perangkat analisis


prospektif untuk menentukan faktor kunci untuk pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya. Secara visual hasil analisis disajikan pada Gambar 54.
193

Gambar 54 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pada sistem pengendalian


pencemaran air Kali Surabaya.

Berdasarkan hasil analisis prospektif berupa matriks pengelompokan empat


kuadran (Gambar 54), dapat diidentifikasi pengaruh dan ketergantungan faktor-
faktor dalam upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Kuadran I (kiri
atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh kuat terhadap
kinerja sistem dengan ketergantungan yang rendah terhadap keterkaitan antar
faktor. Kuadran I terdiri atas lima faktor, yaitu: (1) pertumbuhan penduduk dan
kesadaran masyarakat, (2) persepsi masyarakat, (3) implementasi peraturan
pengendalian pencemaran air, (4) komitmen/dukungan Pemda, dan (5) sistem dan
kapasitas kelembagaan. Kelima faktor pada kuadran I merupakan variable
penentu yang digunakan sebagai input di dalam sistem yang dikaji. Kuadran II
(kanan atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh kuat
terhadap kinerja sistem namun mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap
keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel penghubung (stake)
di dalam sistem. Kuadran ini terdiri atas tiga faktor, yaitu: (1) penegakan hukum
lingkungan, (2) program pemantauan dan pengelolaan sungai, dan (3) partisipasi
masyarakat. Kuadran III (kanan bawah) merupakan kelompok faktor yang
memiliki pengaruh lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan yang tinggi
terhadap keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel terikat
(output) di dalam sistem. Kuadran ini terdiri atas tujuh faktor, yaitu: (1) penataan
194

ruang, (2) fasilitas pengolah air limbah/IPAL, (3) dukungan LSM, (4) anggaran
pengendalian pencemaran air, (5) daya dukung sungai, (6) sarana dan prasarana
kerja operasional, dan (7) Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota.
Kuadran IV (kiri bawah) merupakan kelompok faktor yang memiliki pengaruh
lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan juga rendah terhadap
keterkaitan antar faktor. Kuadran ini terdiri atas lima faktor, yaitu: (1) dukungan
pihak swasta/industri, (2) pertumbuhan industri, (3) dukungan perguruan tinggi,
(4) sistem informasi pengendalian pencemaran, dan (5) kerjasama lintas sektoral.
Berdasarkan hasil penilaian pengaruh langsung antar faktor sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 54, dari 20 faktor kunci yang teridentifikasi
didapatkan lima faktor yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja
sistem dengan ketergantungan antar faktor yang rendah. Kelima faktor tersebut
perlu dikelola dengan baik dan dibuat kondisi (state) yang mungkin terjadi di
masa depan untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Deskripsi masing-masing faktor kunci hasil analisis pengaruh langsung
antar faktor adalah sebagai berikut:
a) Pertumbuhan Penduduk dan Kesadaran Masyarakat
Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan
urbanisasi serta pengurangan akibat kematian dan emigrasi. Pertumbuhan
penduduk mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari sektor domestik.
Jumlah penduduk didasarkan pada data historis tiap tahunnya. Kesadaran
masyarakat terhadap lingkungan merupakan kesadaran individu dalam
masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya yang terwujud
dalam berbagai aktivitas lingkungan dan aktivitas kontrol yang diperlukan
untuk mendukung program dan kebijakan penyelamatan lingkungan.
b) Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat adalah pandangan masyarakat tentang pengendalian
pencemaran Kali Surabaya, yang diukur melalui beberapa indikator penyataan
yang menjelaskan pandangan masyarakat tentang kegiatan pencegahan
pencemaran dan kegiatan penganggulangan pencemaran.
c) Implementasi Peraturan Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan pengendalian pencemaran air merupakan instrumen kebijakan
untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup khususnya sumberdaya air agar
masyarakat dapat hidup sehat dan nyaman. Implementasi peraturan merupakan
195

tindakan atau pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan yang
diamanatkan dalam peraturan tersebut. Peraturan yang berlaku terkait dengan
pengendalian pencemaran air adalah peraturan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat (Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri) dan
peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Peraturan Daerah dan
Keputusan Gubernur). Peraturan yang berhubungan dengan pengendalian
pencemaran air tersebut adalah:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
2. Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Jawa Timur.
3. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Industri dan Kegiatan Usaha Lainnya.
4. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 60 Tahun 1999 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
5. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 61 Tahun 1999 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
Sementara, Himpunan Peraturan tentang Pengendalian Pencemaran Air
yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup antara lain adalah:
1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 52 Tahun 1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 1995 Tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik.
d) Komitmen / Dukungan PEMDA
Pimpinan pemerintah daerah harus memiliki komitmen yang kuat terhadap
pengendalian pencemaran air. Pemerintah daerah yang dimaksud adalah
instansi yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan Kali Surabaya.
Pemerintah daerah baik eksekutif maupun legeslatif berupaya untuk
mendukung pembangunan berwawasan lingkungan. Dukungan dapat berupa
fasilitas fisik maupun non fisik.
196

e) Sistem dan Kapasitas Kelembagaan


Kelembagaan adalah wadah kerjasama antar stakeholder dalam upaya
pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Sistem dan kapasitas kelembagaan
pengendalian pencemaran air dimaksudkan untuk mempersiapkan bentuk
kelembagaan yang lebih tepat dalam kaitannya dengan implementasi otonomi
daerah.

5.9.1 Penyusunan Skenario


Hasil identifikasi dan penggolongan faktor berdasarkan pengaruhnya dalam
pembentukan sistem dianalisis lebih lanjut dengan bantuan pakar untuk
mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dalam suatu seri skenario.
Pembentukan skenario didasarkan pada kondisi atau keadaan faktor yang
berpengaruh. Kondisi atau keadaan faktor berdasarkan pada identifikasi pakar dan
stakeholders.
Berdasarkan alternatif keadaan yang teridentifikasi pada beberapa faktor
yang berpengaruh langsung dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
dapat diidentifikasi beberapa skenario yang mungkin terjadi di masa yang akan
datang dengan melakukan kombinasi yang mungkin terjadi antar kondisi faktor
tersebut, dengan membuang kombinasi yang tidak sesuai (incompatible).
Berdasarkan kombinasi antara kondisi faktor, didapatkan tiga skenario
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu (1) skenario pesimis, (2)
skenario moderat, dan (3) skenario optimis. Secara ringkas, penamaan dan
susunan skenario disajikan pada Tabel 47.
Untuk mengaitkan skenario yang disusun ke dalam model, dilakukan
interpretasi kondisi faktor ke dalam peubah model. Dalam hal ini dilakukan
beberapa perubahan pada peubah tertentu di dalam model, sehingga skenario yang
bersangkutan dapat disimulasikan.
Berdasarkan Tabel 47, diketahui bahwa skenario optimis dan skenario
moderat merupakan keadaan masa depan yang mungkin terjadi yang
diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan keadaan dan
kemampuan sumberdaya yang dimiliki, serta yakin bahwa sistem pengelolaan
Kali Surabaya dapat seimbang antara aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.
197

Tabel 47 Prospektif faktor-faktor kunci/penentu tingkat kepentingan faktor-faktor


yang berpengaruh pada sistem pengelolaan Kali Surabaya
Keadaan (State)
No. Faktor
Pesimis Moderat Optimis
Pertumbuhan Pertumbuhan
Pertumbuhan penduduk
penduduk tetap dan penduduk menurun,
meningkat dan terjadi
kesadaran kesadaran masyara-
penurunan kesadaran
masyarakat kat meningkat tajam,
Pertumbuhan masyarakat karena
meningkat, karena karena pengendalian
penduduk pengendalian penduduk
pengendalian penduduk lewat
1. dan lewat program KB dan
penduduk lewat program KB dan
kesadaran kegiatan penyuluhan
program KB dan kegiatan penyuluhan
masyarakat atau sosialisasi Program
kegiatan penyuluh- atau sosialisasi Pro-
Kali Bersih (Prokasih)
an atau sosialisasi kasih berjalan
tidak berjalan dengan
Prokasih berjalan optimal atau tepat
baik
cukup optimal sasaran
Persepsi masyarakat
Persepsi meningkat dan
masyarakat kegiatan penyuluhan
meningkat, akibat berkesinambungan
Persepsi masyarakat anggaran karena adanya upaya
rendah karena kegiatan pemerintah peningkatan kualitas
2. Persepsi penyuluhan tidak ditingkatkan untuk SDM tenaga
masyarakat didukung SDM dan pengadaan sarana penyuluh dan
sarana dan prasarana dan prasarana peningkatan
yang memadai penunjang kegiatan anggaran untuk
penyuluhan pengadaan sarana
dan prasarana
penunjang kegiatan
penyuluhan tersebut
Berjalan cukup
Berjalan sangat baik,
baik, karena
Implementasi karena kegiatan
Tidak berjalan, karena penegakan hukum
peraturan sosialisasi terus
sosialisasi kebijakan dan sudah mulai
3. pengendalian ditingkatkan dan
penegakan hukum yang berjalan, namun
pencemaran didukung oleh
lemah kurang sosialisasi
air aparatur yang cukup
sehingga tidak
memadai
berjalan efektif
Meningkat dengan
baik, karena Pemda
Menurun, karena tidak menganggap bahwa
Meningkat cukup
didukung oleh dana sungai/kali
baik, karena
alokasi khusus yang merupakan SDA
Komitmen/ Pemerintah Pusat
memadai oleh yang memiliki
4. dukungan memberikan dana
Pemerintah Pusat untuk potensi tinggi untuk
Pemda alokasi khusus yang
menjalankan tugas pengembangan
cukup memadai
pengelolaan tersebut ekono-mi daerah
kepada Pemda
sehingga merasa
memiliki kewajiban
untuk menjaganya
Berjalan dengan baik
Berjalan cukup baik
Kurang berjalan, karena karena kuatnya
Sistem dan karena koordinasi
lemahnya koordinasi koordinasi
5. kapasitas kelembagaan sudah
kelembagaan kelembagaan terkait
kelembagaan berjalan namun
dengan pengelolaan
kurang efektif
Kali Surabaya
Sumber: Hasil Analisis 2010.
198

Skenario optimis dan moderat dibangun berdasarkan keadaan (state) kelima


faktor kunci tersebut sudah berjalan dengan skala cukup baik untuk skenario
moderat dan skala baik untuk skenario optimis dalam pengelolaan Kali
Surabaya. Sementara itu, skenario pesimis dibangun atas dasar kondisi saat ini
(existing condition), dengan pengertian bahwa walaupun sudah memiliki usaha
pengelolaan namun belum mengutamakan faktor-faktor penting yang seharusnya
terlebih dahulu dilakukan sehingga tidak memiliki prospek pengelolaan Kali
Surabaya yang berpandangan jauh ke depan. Interpretasi kondisi (state) faktor-
faktor ke dalam pengelolaan dapat dilihat pada Tabel 48.

5.9.2 Simulasi Skenario


Simulasi model dilakukan terhadap skenario pada Tabel 48, untuk
mengetahui perilakunya masing-masing. Kajian dilakukan terhadap peubah yang
dianggap menentukan arah kebijakan pengelolaan Kali Surabaya di masa yang
akan datang, yaitu hasil simulasi tingkat beban pencemaran Kali Surabaya dari
tiap skenario. Ketiga skenario memberikan hasil yang berbeda pada peubah yang
dikaji, di mana secara umum perbedaan antar skenario mulai tampak pada tahun
2012. Hasil simulasi skenario beban sumber pencemaran BOD Kali Surabaya
(BODK) disajikan pada Gambar 55.

4
12000000
BODK (kg/tahun)

10000000
4

8000000
1
4
1
6000000 1 3 2
4 3 2
123 2
23 4
1
4 123
4000000

2005 2010 2015 2020 2025 2030


Tahun

Keterangan: 1 kondisi eksisting, 2 skenario optimis


3 skenario moderat, 4 skenario pesimis
Gambar 55 Prediksi beban pencemaran BOD Kali Surabaya hasil simulasi
skenario sampai tahun 2030.
199

Tabel 48 Interpretasi kondisi (state) faktor-faktor kunci/penentu ke dalam sistem


Keadaan (State)
No. Faktor
Pesimis Moderat Optimis
Pelaksanaan program Pelaksanaan program Pelaksanaan program
KB mengendur dan KB dan kegiatan KB dan kegiatan
kegiatan penyuluhan/ penyuluhan/ sosiali- penyuluhan/ sosialisasi
Pertumbuhan
sosialisasi Prokasih sasi Prokasih berjalan Prokasih berjalan
penduduk dan
1. tidak berjalan baik cukup optimaldengan optimal / tepat sasaran
kesadaran
dengan interpretasi interpretasi kondisi dengan interpretasi
masyarakat
kondisi (state) faktor (state) faktor kunci/ kondisi (state) faktor
kunci/ penentu penentu sebesar kunci/ penentu sebesar
sebesar 15.43% 53.90% 76.95%
Kegiatan penyuluhan Anggaran pemerintah Adanya upaya
tidak didukung SDM ditingkatkan untuk peningkatan kualitas
dan sarana dan pengadaan sarana dan SDM tenaga penyuluh
prasarana yang prasarana penunjang dan anggaran untuk
Persepsi memadai dengan kegiatan penyuluhan pengadaan sarana-
2.
masyarakat interpretasi kondisi dengan interpretasi prasarana penunjang
(state) faktor kondisi (state) faktor dengan interpretasi
kunci/penentu kunci/penentu kondisi faktor kunci/
sebesar 21.08% sebesar 61.43% penentu sebesar
80.71%
Penegakan hukum
Kegiatan sosialisasi
Sosialisasi kebijakan sudah mulai berjalan,
terus ditingkatkan dan
Implementasi dan penegakan namun kurang
didukung oleh aparatur
peraturan hukum yang lemah sosialisasi sehingga
yang cukup memadai
3. pengendalian dengan interpretasi tidak berjalan efektif
dengan interpretasi
pencemaran kondisi (state) faktor dengan interpretasi
kondisi (state) faktor
air kunci/penentu kondisi (state) faktor
kunci/penentu sebesar
sebesar 21.60% kunci/penentu
81.00%
sebesar 62.10%
Tidak didukung oleh Pemda menganggap
dana alokasi khusus Pemerintah Pusat bahwa sungai/kali
yang memadai oleh memberikan dana merupakan SDA yang
Pemerintah Pusat alokasi khusus yang memiliki potensi tinggi
untuk menjalankan cukup memadai untuk pengembangan
Komitmen/
tugas pembantuan kepada Pemda ekonomi daerah sehing-
4. dukungan
tersebut dengan dengan interpretasi ga merasa memiliki
Pemda
interpretasi kondisi kondisi (state) faktor kewajiban untuk
(state) faktor kunci/ kunci/penentu menjaganya dengan
penentu sebesar sebesar 62.23% interpretasi kondisi
21.68% faktor kunci/ penentu
sebesar 81.11%
Lemahnya koordinasi Koordinasi Kuatnya koordinasi
kelembagaan dengan kelembagaan sudah kelembagaan terkait
interpretasi kondisi berjalan namun dengan pengelolaan
Sistem dan Kali Surabaya dengan
(state) faktor kurang efektif dengan
5. kapasitas interpretasi kondisi
kunci/penentu interpretasi kondisi
kelembagaan (state) faktor kunci/
sebesar 22.85% (state) faktor
kunci/penentu penentu sebesar
sebesar 63.80% 81.90%

Sumber: Hasil Analisis 2010.

Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran BOD Kali Surabaya


(BODK) untuk tiap skenario diketahui, bahwa terjadi perbedaan yang mencolok
di antara ketiga skenario yang digunakan. Skenario pesimis (4) memberikan
200

tingkat pencemaran yang sangat tinggi dibandingkan dengan kedua skenario


lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat (3) memiliki proyeksi tingkat
pencemaran yang rendah dan berada di bawah tingkat pencemaran kondisi
eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4) memiliki proyeksi beban
pencemaran yang sangat tinggi, jauh di atas beban pencemaran kondisi eksisting
(1). Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario
adalah sebagai berikut:
Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran BOD
Kali Surabaya (BODK) di skenario ini (2) adalah 3,563 ton/tahun, dan mengalami
peningkatan pada tahun 2011 menjadi 4,716 ton/tahun. Beban pencemaran BOD
terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
beban BODK sebesar 6,092 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD Kali
Surabaya (BODK) skenario optimis (2) berdasarkan skenario model adalah yang
paling rendah jika dibandingkan kedua skenario lainnya.
Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran BOD
Kali Surabaya (BODK) di skenario moderat (3) sebesar 3,563 ton/tahun, dan
mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 4,716 ton/tahun. Penurunan
kualitas air ini terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
beban BODK sebesar 6,602 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD Kali
Surabaya (BODK) skenario moderat (3) berdasarkan skenario model masih
berada di bawah beban pencemaran kondisi eksisting (1).
Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran BOD
Kali Surabaya di skenario pesimis (4) adalah 3,563 ton/tahun, dan mengalami
peningkatan pada tahun 2011 menjadi 4,716 ton/tahun. Beban pencemaran BOD
ini terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
kondisi BODK sebesar 12,839 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD
Kali Surabaya (BODK) skenario pesimis (4) adalah yang paling besar
dibandingkan peningkatan beban BODK dua skenario lainnya dan berada di atas
beban pencemaran kondisi eksisting (1).
Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran TSS Kali Surabaya
(Gambar 56) untuk tiap skenario diketahui bahwa terjadi perbedaan yang
mencolok di antara ketiga skenario yang digunakan. Gambar 56, menunjukkan
bahwa skenario pesimis (4) memberikan tingkat pencemaran yang sangat tinggi
dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat
201

(1) memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada di bawah
tingkat pencemaran kondisi eksisting (1).

4
1000000000
TSSK (kg/tahun)

4
500000000

1
4
1
4 3 2
1 2
23 123 23
1 4 1234
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 56 Prediksi beban pencemaran TSS Kali Surabaya hasil simulasi


skenario sampai tahun 2030.

Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran TSS Kali Surabaya


untuk masing-masing skenario adalah sebagai berikut:
Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran TSS
Kali Surabaya (TSSK) di skenario ini sebesar 26,782 ton/tahun, dan mengalami
peningkatan pada tahun 2011 menjadi 101,499 ton/tahun. Penurunan kualitas air
ini terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan beban TSSK
sebesar 196,817 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran TSS Kali Surabaya
(TSSK) skenario optimis (2) berdasarkan skenario model adalah yang paling
rendah jika dibandingkan kedua skenario lainnya.
Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran TSS
Kali Surabaya (TSSK) di skenario moderat (3) adalah 26,782 ton/tahun, dan
mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 101,499 ton/tahun. Beban
pencemaran TTS ini terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi
2030, yaitu dengan beban TSS sebesar 240,330 ton/tahun. Peningkatan beban
pencemaran TSS Kali Surabaya (TSSK) skenario moderat (3) berdasarkan
skenario model masih berada di bawah beban pencemaran kondisi eksisting (1).
Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran TSS
Kali Surabaya (TSSK) di skenario pesimis (4) sebesar 26,782 ton/tahun, dan
mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 101,499 ton/tahun. Penurunan
kualitas air ini terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
202

kondisi TSSK sebesar 1,110,623 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran TSS


Kali Surabaya (TSSK) skenario pesimis (4) merupakan yang paling besar
dibandingkan dua skenario lainnya dan dengan tingkat beban pencemaran di atas
beban pencemaran kondisi eksisting (1).
Hasil simulasi model beban sumber pencemaran COD Kali Surabaya
(CODK) untuk tiap skenario, menunjukkan bahwa diantara ketiga skenario yang
diterapkan terjadi perbedaan yang relatif rendah (Gambar 57).

12
3
15000000

4
CODK (kg/tahun)

12
34
10000000 4
1 4
23 4
1 4
3 1
2
3 1
5000000
2
2

0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 57 Prediksi beban pencemaran COD Kali Surabaya hasil simulasi


skenario sampai tahun 2030.

Berdasarkan Gambar 57, tampak bahwa skenario pesimis (4) memberikan


tingkat pencemaran yang sangat tinggi dibandingkan dengan kedua skenario
lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat (3) memiliki proyeksi tingkat
pencemaran yang rendah dan berada di bawah tingkat pencemaran kondisi
eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4) memiliki proyeksi beban
pencemaran sedikit di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1). Gambaran
mengenai proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario adalah sebagai
berikut:
Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran COD
Kali Surabaya (CODK) di skenario ini adalah 17,845 ton/tahun, dan mengalami
penurunan pada tahun 2011 menjadi 11,066 ton/tahun. Beban pencemaran COD
ini terus menurun hingga akhir tahun simulasi 2030 menjadi 3,356 ton/tahun.
Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran COD
Kali Surabaya (CODK) di skenario moderat (3) sebesar 17,845 ton/tahun, dan
203

mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 11,066 ton/tahun. Beban


pencemaran COD Kali Surabaya terus mengalami penurunan hingga akhir tahun
simulasi 2030, yaitu dengan kondisi CODK sebesar 4,465 ton/tahun. Peningkatan
beban pencemaran COD Kali Surabaya (CODK) skenario moderat (3)
berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban pencemaran kondisi
eksisting (1).
Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran COD
Kali Surabaya (CODK) di skenario pesimis (4) sebesar 17,845 ton/tahun, dan
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 11,066 ton/tahun. Penurunan
beban COD terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
kondisi COD Kali Surabaya sebesar 8,065 ton/tahun. Penurunan beban
pencemaran COD Kali Surabaya (CODK) skenario optimis (2) merupakan yang
terkecil dibandingkan dua skenario lainnya dan berada di bawah beban
pencemaran kondisi eksisting (1).
Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran N-NO 3 Kali
Surabaya (NNO3K) untuk tiap skenario diketahui bahwa terjadi perbedaan yang
rendah rendah di antara ketiga skenario yang digunakan (Gambar 58).

1500000
NNO3K (kg/tahun)

1000000 2

500000
4

1234
1 4 4 4
23 1
23 1
23 1
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 58 Prediksi beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya hasil simulasi


skenario sampai tahun 2030.

Skenario pesimis (4) memberikan tingkat pencemaran paling tinggi


dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat
(3) memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada di bawah
204

tingkat pencemaran kondisi eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4)


memiliki proyeksi beban pencemaran sedikit di atas beban pencemaran kondisi
eksisting (1). Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran masing-masing
skenario adalah sebagai berikut:
Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran N-NO 3
Kali Surabaya (NNO3K) di skenario ini adalah 1,783 ton/tahun, dan mengalami
penurunan pada tahun 2011 menjadi 187.97 ton/tahun. Perbaikan kualitas air ini
terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan kondisi beban
N-NO 3 Kali Surabaya sebesar 28.17 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran N-
NO 3 Kali Surabaya (NNO3K) skenario optimis (2) berdasarkan skenario model
adalah yang paling besar jika dibandingkan kedua skenario lainnya.
Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran N-NO 3
Kali Surabaya (NNO3K) di skenario moderat (3) adalah 1,783 ton/tahun, dan
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 187.97 ton/tahun. Pada akhir
tahun simulasi (2030), beban N-NO 3 Kali Surabaya terus menurun menjadi 45.29
ton/tahun. Penurunan beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya (NNO3K)
skenario moderat (3) berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban
pencemaran kondisi eksisting (1).
Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003, beban pencemaran N-NO 3 Kali
Surabaya (NNO3K) di skenario pesimis (4) adalah 1,783 kg/tahun, dan
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 187.97 ton/tahun. Pada akhir
tahun simulasi (2030), beban N-NO 3 Kali Surabaya terus menurun menjadi
117.03 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya skenario
pesimis (4) merupakan yang paling rendah dibandingkan dua skenario lainnya
dan dengan tingkat beban pencemaran masih di atas beban pencemaran kondisi
eksisting (1).
Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran P-PO 4 Kali
Surabaya (PPO4K) untuk tiap skenario diketahui bahwa terjadi perbedaan yang
rendah di antara ketiga skenario yang digunakan (Gambar 59). Skenario pesimis
(4) memberikan tingkat pencemaran paling tinggi dibandingkan dengan kedua
skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat (3) memiliki proyeksi tingkat
pencemaran yang rendah dan berada di bawah tingkat pencemaran kondisi
eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4) memiliki proyeksi beban
pencemaran sedikit di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1).
205

2
600000
PPO4K (kg/tahun) 3

400000

200000
4
1234
1234 1234 1 4
23 1
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 59 Prediksi beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya hasil simulasi


skenario sampai tahun 2030.

Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya


untuk tiap skenario adalah sebagai berikut:
Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003, beban pencemaran P-PO 4 Kali
Surabaya (PPO4K) di skenario ini adalah 762.57 ton/tahun, dan pada tahun 2011
mengalami penurunan menjadi 84.37 ton/tahun. Pada akhir tahun simulasi (2030),
beban P-PO 4 Kali Surabaya terus menurun menjadi 21.89 ton/tahun. Penurunan
beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya skenario optimis (2) berdasarkan
skenario model adalah yang paling besar jika dibandingkan kedua skenario
lainnya.
Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003, beban pencemaran P-PO 4 Kali
Surabaya (PPO4K) di skenario moderat (3) sebesar 762.57 ton/tahun, dan
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 84.37 ton/tahun. Pada akhir
tahun simulasi (2030), beban P-PO 4 Kali Surabaya terus menurun menjadi 30.50
ton/tahun. Penurunan beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya skenario moderat
(3), berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban pencemaran
kondisi eksisting (1).
Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran P-PO 4
Kali Surabaya (PPO4K) di skenario pesimis (4) sebesar 762.57 ton/tahun, dan
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 84.37 ton/tahun. Pada akhir
tahun simulasi (2030), beban P-PO 4 Kali Surabaya terus menurun menjadi 59.90
ton/tahun. Penurunan beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya (PP04K) skenario
206

pesimis (4), merupakan yang paling rendah dibandingkan dua skenario lainnya
dan dengan tingkat beban pencemaran masih di atas beban pencemaran kondisi
eksisting (1).
Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran dibandingkan
dengan kapasitas asimilasinya untuk tiap parameter, menunjukkan bahwa pada
skenario optimis (2), parameter BOD dan TSS memiliki tingkat persentase beban
pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga parameter lainnya, sedangkan
berdasarkan tingkat kecenderungannya, seluruh parameter mengalami penurunan
beban pencemaran selama tahun simulasi (Gambar 60).

6000

2 PBOD
1
(persen)

4000 PTSS
2
1 2 PCOD
3
2 PNNO3
23 1 4
2000 1 1 1 1
2 PPPO4
4 5
3
3
4 3 3
4 3
0 5 5 5 54 45
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 60 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas


asimilasi hasil simulasi skenario optimis sampai tahun 2030.

Pada tahun 2003, persentase beban pencemaran kelima parameter kualitas


air dibandingkan kapasitas asimilasinya adalah berturut-turut BOD sebesar
2,454%, COD 2,458%, TSS 738%, N-NO 3 4,911%, dan P-PO 4 105%. Pada
tahun 2011, persentase beban pencemaran mengalami penurunan menjadi 2,281%
(BOD), COD 1,071%, TSS 1,964%, N-NO 3 364% dan P-PO 4 menjadi 8%.
Penurunan persentase beban pencemaran ini terus terjadi hingga akhir tahun
simulasi 2030, yaitu dengan kondisi BOD sebesar 1,008%, COD 111%, TSS
1,303%, N-NO 3 19%, dan P-PO 4 0.7%.
Pada skenario moderat, hasil simulasi persentase beban pencemaran
dibandingkan dengan kapasitas asimilasinya untuk tiap parameter disajikan pada
Gambar 61. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa parameter BOD dan TSS
memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga
207

parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat kecenderungan, seluruh


parameter mengalami penurunan beban pencemaran selama tahun simulasi. Pada
tahun 2003, persentase beban pencemaran tiap parameter kualitas air
dibandingkan kapasitas asimilasinya untuk BOD sebesar 2,454%, COD 2,458%,
TSS 738%, N-NO 3 4,911%, dan P-PO 4 sebesar 105%. Pada tahun 2011,
persentase beban pencemaran mengalami penurunan masing-masing menjadi
2,281% (BOD), COD 1,072%, TSS 1,964%, N-NO 3 364%, dan P-PO 4 menjadi
8%. Penurunan persentase beban pencemaran terus terjadi hingga akhir tahun
simulasi 2030, yaitu dengan beban BOD menjadi 1,092%, COD 148%, TSS
1,591%, N-N0 3 30%, dan P-PO 4 sebesar 1%.

5000

4000
4
1
PBOD
3000 1
(persen)

PTSS
2
23 1 2 PCOD
2000 2 2 3
2 12
1 PNNO3
4
1
3 1 PPPO4
1000 5
3
4 3
3 3
4 45
0 5 5 5 54
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 61 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas


asimilasi hasil simulasi skenario moderat sampai tahun 2030.

Untuk skenario pesimis, hasil simulasi persentase beban pencemaran


dibandingkan dengan kapasitas asimilasi untuk tiap parameter ditunjukkan pada
Gambar 62. Hasil skenario pesimis berbeda dengan kedua skenario lainnya.
Parameter BOD dan TSS memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling
tinggi dibandingkan ketiga parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat
kecenderungannya, hanya parameter BOD dan TSS yang mengalami peningkatan
beban pencemaran selama tahun simulasi.
208

10000 2

PBOD
1
(persen)

2 PTSS
2
5000 PCOD
1 3
2 PNNO3
4 4
2
3 1 1 1 1 1 PPPO4
5
2
23
4 34
34 34
0 3
5 5 5 5 5
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 62 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas


asimilasi hasil simulasi skenario pesimis sampai tahun 2030.

Hasil skenario pesimis, pada tahun 2003 persentase beban BOD sebesar
2,454% menurun sedikit menjadi 2,281% (tahun 2011), dan pada akhir tahun
simulasi 2030 menjadi 2,125%. Sementara, peningkatan TSS dari 738% (tahun
2003) menjadi 1,964% (tahun 2011), dan meningkat tajam pada akhir tahun
simulasi 2030 menjadi 7,352%.
Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran total dibandingkan
dengan kapasitas asimilasinya masing-masing skenario, diketahui bahwa terjadi
penurunan persentase beban pencemaran selama tahun simulasi di skenario
optimis (2) dan moderat (3), sedangkan skenario pesimis (4) sebaliknya. Hasil
simulasi persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas asimilasi
ketiga skenario ditunjukkan pada Gambar 63.
Pada tahun 2003, tercatat persentase beban pencemaran total dibandingkan
kapasitas asimilasi untuk ketiga skenario adalah 2,133%, mengalami penurunan
pada tahun 2011 menjadi 1,138%. Untuk skenario optimis (2) dan moderat (3)
penurunan persentase pencemaran total terus terjadi hingga akhir tahun simulasi
2030, yaitu masing-masing sebesar 488% dan 572%, sedangkan untuk skenario
pesimis (4) terus mengalami peningkatan beban pencemaran total dari tahun
simulasi 2011 hingga akhir tahun simulasi 2030 menjadi sebesar 1,964%.
209

3000

2500
12
3
2000
4
4
PTP (%)

1500 4

12 4
34 4
1000 1
23 1 1 1
23
500 23
2

0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun

Gambar 63 Prediksi persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas


asimilasi hasil simulasi skenario sampai tahun 2030.

5.9.3 Analisis Perbandingan Penerapan antar Skenario


Kondisi eksisting merupakan model dasar yang telah disusun dan
disimulasikan pada analisis kecenderungan sistem. Untuk itu, semua skenario lain
dibandingkan dengan kondisi eksisting. Hasil perbandingan yang dinyatakan
dalam persen perbedaan, disajikan pada Tabel 49.
Tabel 49 Perbandingan antar skenario
No Peubah Perbedaan antar Skenario (%)
Optimis dengan Moderat dengan Pesimis dengan
Eksisting Eksisting Eksisting
1 BODK -20.89 -14.27 +66.72
2 TSSK -43.57 -31.09 +218.43
3 CODK -43.25 -24.49 +36.38
4 NNO3K -60.62 -36.68 +63.61
5 PPO4K -48.04 -27.60 +42.18
6 PTP -36.21 -25.23 +156.63
Sumber: Hasil analisis (2010).

Berdasarkan hasil simulasi model diketahui bahwa skenario pesimis


secara umum berdampak terhadap semakin memburuknya kondisi kualitas air
Kali Surabaya, di mana persen rata-rata total dibandingkan kapasitas asimilasinya
memburuk hingga 156.63% dari kondisi eksisting. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadinya penurunan interpretasi kondisi (state) faktor-faktor kunci, yaitu
pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat dengan nilai interpretasi saat
ini sebesar 30.85% turun menjadi 15.43%, persepsi masyarakat dengan nilai
210

interpretasi saat ini 42.15% turun menjadi 21.08%, implementasi peraturan


pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 43.2%
turun menjadi 21.6%, komitmen/dukungan Pemda dengan nilai interpretasi saat
ini sebesar 43.35% turun menjadi 21.68%, dan sistem dan kapasitas kelembagaan
dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 45.7% turun menjadi 22.85%,
berdampak pada terjadinya peningkatan persen rata-rata total beban pencemaran
dibandingkan kapasitas asimilasinya sebesar 1.56 kali lebih besar dibandingkan
kondisi pengelolaan saat ini di masa akan datang (kondisi eksisting), yaitu pada
akhir tahun simulasi 2030.
Sementara itu, untuk skenario optimis dan skenario moderat secara umum
berdampak terhadap semakin membaiknya kondisi kualitas air Kali Surabaya di
mana persen rata-rata total dibandingkan kapasitas asimilasinya membaik hingga
36.21% (skenario optimis) dan 25.23% (skenario moderat) dari kondisi eksisting.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan interpretasi kondisi (state)
faktor-faktor kunci, yaitu pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat
dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 30.85% naik menjadi 53.90%, persepsi
masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 42.15% naik menjadi 61.43%,
implementasi peraturan pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi
saat ini sebesar 43.2% naik menjadi 62.1%, komitmen/dukungan Pemda dengan
nilai interpretasi saat ini sebesar 43.35% naik menjadi 62.23%, dan sistem dan
kapasitas kelembagaan dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 45.7% naik
menjadi 63.8%, berdampak pada peningkatan persen rata-rata total beban
pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasinya sebesar 0.25 kali lebih baik
dibandingkan kondisi pengelolaan saat ini di masa akan datang (kondisi eksisting),
yaitu pada akhir tahun simulasi 2030. Pada skenario optimis dengan kondisi
pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat dengan nilai interpretasi saat
ini sebesar 30.85% naik menjadi 76.95%, persepsi masyarakat dengan nilai
interpretasi saat ini sebesar 42.15% naik menjadi 80.71%, implementasi peraturan
pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 43.20%
naik menjadi 81.00%, komitmen/dukungan Pemda dengan nilai interpretasi saat
ini sebesar 43.35% naik menjadi 81.11%, dan sistem dan kapasitas kelembagaan
dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 45.70% naik menjadi 81.90%, akan
berdampak pada peningkatan persen rata-rata total beban pencemaran
dibandingkan kapasitas asimilasinya sebesar 0.36 kali lebih baik dibandingkan
211

kondisi pengelolaan saat ini di masa akan datang (kondisi eksisting), yaitu pada
akhir tahun simulasi 2030.

5.10 Strategi Pengendalian Pencemaran Kali Surabaya


Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisting terhadap parameter fisik-kimia
perairan Kali Surabaya menunjukkan, bahwa parameter DO, BOD, COD, N-NO 2 ,
TSS, dan Hg telah melampaui ambang batas KMA kelas 1 sebagai sumber air
baku air minum. Hal tersebut juga mengindikasikan, bahwa pencemaran bahan
organik dari limbah industri dan domestik menjadi sumber pencemar utama yang
perlu mendapat prioritas penanganan dalam upaya pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya. Hasil analisis status kualitas perairan juga menunjukkan, bahwa
Kali Surabaya berada dalam kondisi tercemar berat dan memerlukan upaya
penurunan beban pencemaran. Karenanya, guna mereduksi beban pencemaran
dan memulihkan kondisi Kali Surabaya perlu dirumuskan beberapa strategi
kebijakan dalam upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Terdapat
berbagai strategi pengendalian pencemaran air, namun yang terpenting adalah
reduksi limbah dari sumbernya, cara pengumpulan, dan pembersihan limbah.
Strategi pengendalian pencemaran Kali Surabaya disesuaikan dengan hasil
skenario berdasarkan expert judgement dan disesuaikan dengan hasil simulasi
model yang ada. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa permasalahan
pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat dengan nilai interpretasi saat
ini 30.85%, persepsi masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini 42.15%,
implementasi peraturan pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi
saat ini 43.2%, komitmen/dukungan Pemda dengan nilai interpretasi saat ini
43.35%, dan sistem dan kapasitas kelembagaan dengan nilai interpretasi saat ini
45.7% adalah yang paling dominan dalam pengendalian pencemaran Kali
Surabaya. Oleh karena itu, strategi pengendalian yang diambil adalah dengan
memprioritaskan skenario moderat dan optimis, karena skenario tersebut dapat
menggambarkan keberlanjutan pengelolaan Kali Surabaya. Adapun strategi
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan prioritas pada masing-
masing faktor pengungkit adalah sebagai berikut:

1) Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat


Semakin berkembangnya pemukiman penduduk di sekitar sempadan sungai
akibat pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan
212

yang rendah akan meningkatkan jumlah masyarakat yang membuang limbah


atau sampahnya ke sungai dan semakin meningkatkan beban pencemaran ke
Kali Surabaya. Reduksi beban pencemaran Kali Surabaya yang terkait dengan
jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat dapat dilakukan dengan menekan
laju pertumbuhan penduduk tidak melebihi 1.0% per tahun dan meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat
dengan menjaga kebersihan lingkungan. Upaya yang dapat dilakukan adalah
mengaktifkan kembali program keluarga berencana, melarang pemanfaatan
bantaran Kali Surabaya sebagai lahan pemukiman baru, melakukan penataan
kawasan pemukiman di sepanjang tepi Kali Surabaya dengan konsep relokasi
pemukiman ilegal di kawasan tersebut dan pemanfaatan kawasan relokasi
sebagai lokasi penempatan IPAL dan ruang terbuka hijau untuk
mengembalikan kawasan sempadan sungai. Beban BOD Kali Surabaya
59.77% bersumber dari limbah domestik. Pengendalian pencemaran air yang
menitikberatkan pada sistem pembersihan air limbah oleh tiap industri saja
tidak memadai dan limbah domestik perlu ditangani secara seksama.
Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan sarana IPAL komunal untuk
limbah domestik dan pembuatan saluran pengumpul dan instalasi air limbah
gabungan (cluster) menjadi alternatif pengendalian. Peningkatan kesadaran
masyarakat dalam menyikapi masalah pencemaran dan permasalahan
lingkungan lainnya dapat dilakukan dengan meningkatkan peran dan fungsi
lembaga kemasyarakatan setempat, meningkatkan kemitraan masyarakat dan
industri, melakukan pendidikan dan penyuluhan lingkungan sejak usia dini,
serta penerapan reward dan punishment.

2) Persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat merupakan faktor penting dalam upaya pengendalian
pencemaran Kali Surabaya, karena adanya persepsi yang benar akan
menentukan kesadaran, peran dan partisipasi masyarakat selanjutnya untuk
tidak membuang limbah langsung ke sungai. Upaya peningkatan persepsi
dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan pelatihan dan sosialisasi pada
masyarakat terutama masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya serta
mengupayakan peningkatan fasilitas sanitasi. Selain itu, peningkatan persepsi
masyarakat juga dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan
pemberdayaan masyarakat. Pola pemberdayaan masyarakat yang diterapkan
213

dapat mengadopsi model pemberdayaan masyarakat di kelurahan Jambangan


Surabaya, yaitu kemitraan antara masyarakat kelurahan Jambangan dengan
industri (Yayasan Uli Peduli PT. Unilever) yang melibatkan perguruan tinggi,
sarjana pendamping, pemerintah kota, pengurus RT, dan tokoh masyarakat.
Kegiatan swadaya yang dilakukan berupa pembudidayaan pohon mengkudu di
pinggir kali, menanam tanaman hias, tanaman obat dan pohon pelindung di
halaman rumah, pengelolaan sampah dengan menggunakan komposter skala
rumah tangga dan komposter komunal untuk sampah organik. Dalam waktu
dua tahun, masyarakat Jambangan Surabaya yang sebelumnya tidak peduli
lingkungan, misalnya aktivitas MCK masih dilakukan di Kali Surabaya
menjadi peduli lingkungan, yakni masyarakat sudah membiasakan diri
menggunakan MCK ramah lingkungan yang disediakan walaupun harus
membayar iuran Rp 3,000.00 per KK setiap bulannya. Saat ini di Kelurahan
Jambangan telah terbentuk 499 orang kader lingkungan. Daerah yang tadinya
kumuh dan kotor, kini menjadi rapi dan bersih berkat masyarakatnya dengan
pola hidup yang berwawasan lingkungan.

3) Implementasi peraturan pengendalian pencemaran air


Pengurangan beban pencemaran Kali Surabaya dari sumber-sumber
pencemaran yang ada dapat dilakukan melalui implementasi peraturan
pengendalian pencemaran oleh seluruh stakeholders terkait. Upaya-upaya yang
perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil analisis prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran,
diketahui bahwa penetapan kelas air menjadi prioritas utama diikuti
dengan kegiatan penyuluhan dan penetapan daya tampung beban
pencemaran. Untuk itu, penetapan kelas air dan penetapan daya tampung
beban pencemaran (PDTBP) Kali Surabaya perlu dibuat dalam bentuk
peraturan daerah agar penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran
dapat ditegakkan.
b. Penegakan hukum terhadap industri-industri yang terbukti nyata
menimbulkan dampak pencemaran lingkungan Kali Surabaya.
c. Mewajibkan semua industri di sekitar Kali Surabaya memiliki instalasi
pengolah air limbah (IPAL) atau IPLC.
214

d. Mewajibkan industri yang membuang air limbahnya ke Kali Surabaya


untuk memiliki UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan).
e. RTRW kota untuk bangunan dibuat berdasarkan kesesuaian lahan.

4) Komitmen/ Dukungan Pemda


Kondisi kualitas air Kali Surabaya yang memprehatinkan membutuhkan
komitmen/dukungan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan upaya
pengendalian pencemaran air secara nyata dan konsisten. Bentuk
komitmen/dukungan Pemda tersebut dapat berupa fasilitas fisik maupun non
fisik, antara lain:
a. Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah. Kegiatan ini termasuk
faktor penting dalam mereduksi beban pencemaran dan berdasarkan hasil
analisis AHP menempati peringkat ke tujuh. Karenanya, Pemerintah
Daerah (pengelola Kali Surabaya) perlu mengupayakan pembatasan
perijinan pembuangan limbah yang baru terutama pada daerah sekitar ruas
sungai yang sudah tidak memiliki daya tampung lagi. Pada daerah ini,
kegiatan komersial yang berpotensi menghasilkan limbah yang besar,
misalnya industri, hotel, pemukiman dan rumah potong hewan tidak boleh
diberi ijin lagi.
b. Komitmen dan dukungan Pemda dalam penegakan hukum. Komitmen
/dukungan Pemda dalam penegakan hukum merupakan salah satu aspek
utama dalam peningkatan pentaatan di samping pemanfaatan instrumen-
instrumen pengelolaan lainnya. Hal ini dapat dilakukan melalui
sistem pengawasan pembuangan limbah cair industri yang lebih ketat dan
penegakan hukum. Pemerintah Daerah perlu melakukan pengawasan
pembuangan air limbah industri ke badan air/saluran dengan cara
pemasangan meter air untuk menghindari pembuangan air limbah yang
berlebihan serta memberi sanksi secara tegas kepada industri yang
mencemari Kali Surabaya. Pemantauan limbah industri harus dilakukan
terus menerus dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan
mengintensifkan program Patroli Kali Surabaya dan program Stop Cemari
Kali Surabaya.
c. Meningkatkan daya tampung Kali Surabaya. Hal ini dapat dilakukan
dengan meningkatkan upaya pelestarian lingkungan tata air pada daerah
215

pengaliran sungai. Kegiatan ini sangat erat kaitannya dengan perencanaan


tata ruang dan tata guna lahan yang berwawasan lingkungan. Tingginya
tingkat konversi lahan sempadan sungai menjadi lahan terbangun harus
diimbangi dengan peningkatan pelestarian, konservasi dan pemulihan
ekosistem sempadan sungai. Dalam hal ini, perlu komitmen yang kuat dari
Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk mengikuti rencana yang telah
ditetapkan. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 juga menetapkan
bahwa Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
sesuai kewenangan masing-masing, dalam rangka pengendalian
pencemaran air pada sumber air berwenang menetapkan daya tampung
beban pencemaran.
d. Pengetatan baku mutu limbah cair untuk kegiatan komersial pada ruas
sungai yang telah tercemar berat. Dalam hal ini, dukungan Pemerintah
Daerah dapat berupa bantuan teknologi pengolahan limbah atau
meningkatkan peran industri dalam mengatasi limbahnya. Industri dapat
mempertimbangkan untuk mereduksi beban limbah melalui konsep
produksi bersih atau meningkatkan kemampuan IPAL-nya atau pindah ke
lokasi lain (relokasi industri) yang daya tampung badan airnya masih
memungkinkan.
e. Pengadaan sarana dan prasarana kerja operasional dan sistem informasi
pengendalian pencemaran air, fasilitas pengolahan limbah cair (IPAL
komunal), MCK Umum, TPS, dan fasilitas sanitasi lainnya.
f. Pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air Kali Surabaya secara
periodik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menetapkan kualitas
parameter fisik, kimia, dan biologi pencemar air melalui monitoring atas
konsentrasi pencemar. Hasil pemantauan dan evaluasi dapat memberikan
informasi atau gambaran tentang kualitas air Kali Surabaya dan sumber
pencemar dominan, yang dapat digunakan sebagai salah satu dasar
pertimbangan bagi pengelola Kali Surabaya dalam upaya pengendalian.
g. Memiliki program kerja pengendalian pencemaran air jangka pendek,
menengah, dan jangka panjang.

5) Sistem dan Kapasitas Kelembagaan


Salah satu kelemahan dalam pengelolaan Kali Surabaya adalah kurangnya
koordinasi antar sektor / dinas (Perum Jasa Tirta I, BLH Kota, BLH Jawa
216

Timur, Dinas Perindustrian Propinsi, dan Dinas PU Pengairan Propinsi) dalam


merencanakan dan melaksanakan aktivitas pengendalian pencemaran dan
pemantauan kualitas air Kali Surabaya. Akibatnya, aktivitas yang dilakukan
sering bersifat parsial dan sektoral, sehingga sering terjadi tumpang tindih
bahkan ada kalanya tidak saling mendukung. Sebagai contoh, tidak adanya
koordinasi antara Dinas Perindustrian yang memberi ijin berdirinya industri
dengan BLH selaku pemberi ijin pembuangan limbah cair, sehingga banyak
indus tri berdiri tanpa memiliki IPAL. Selain itu, terjadi tumpang tindih
penetapan titik pemantauan kualitas Kali Surabaya dan di beberapa sumber
pencemar industri antara Perum Jasa Tirta I, BLH Kota dan Provinsi, dan PU
Pengairan Provinsi. Karena itu, strategi kebijakan terkait sistem dan kapasitas
kelembagaan adalah meningkatkan keterpaduan pengelolaan melalui
peningkatan koordinasi antar sektor / dinas yang terkait dengan pengelola Kali
Surabaya, antara lain:
a. Memperbaiki kualitas kinerja BLH Jawa Timur dan Instansi terkait dalam
kegiatan pemantauan kualitas limbah industri dan sumber air.
b. Pembentukan forum koordinatif yang melibatkan seluruh dinas terkait
kegiatan pengelolaan Kali Surabaya untuk penyusunan kerangka
kelembagaan, meliput i visi, misi, tujuan, sasaran, serta strategi
pengelolaan, termasuk di dalamnya program implementasi kebijakan
dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
c. Memperjuangkan aspek legal kesepakatan pengelolaan Kali Surabaya
yang telah ditetapkan untuk dijadikan undang-undang, peraturan
pemerintah, atau peraturan daerah yang bersifat mengikat.
d. Pemberdayaan masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi, dan pihak industri.
e. Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi pengendalian pencemaran
air yang diintegrasikan dengan sistem informasi lingkungan Kali Surabaya
dari aspek biofisik dan sosial ekonomi masyarakat untuk acuan dalam
pengambilan keputusan pengelolaan Kali Surabaya.

5.11 Pembahasan Umum


Hasil analisis data parameter fisik-kimia perairan Kali Surabaya dapat
menggambarkan kondisi eksisting kualitas air di sepanjang Kali Surabaya.
217

Berdasarkan kriteria mutu air (KMA) kelas 1, kualitas air Kali Surabaya dalam
kondisi cemar berat dengan nilai indeks STORET berkisar -80 hingga -104.
Buruknya status mutu air Kali Surabaya diindikasikan oleh parameter DO, BOD 5 ,
COD, N-NO 2 , Hg, dan TSS yang telah melampaui KMA kelas 1 di sepanjang
Kali Surabaya. Nilai parameter DO menunjukkan kecenderungan yang menurun
dari zona hulu ke zona tengah dan hilir, sementara nilai parameter BOD 5 , COD,
N-NO 2 , Hg, dan TSS menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa kemampuan Kali Surabaya dalam menopang kehidupan
biota air dan diversitas biota semakin menurun. Penurunan kadar DO ke arah hilir
menyebabkan kemampuan badan air Kali Surabaya dalam melakukan purifikasi
juga makin menurun karena laju reaksi oksidasi pada badan air berkurang dengan
keterbatasan oksigen.
Pencemaran air Kali Surabaya merupakan akibat masuknya bahan pencemar
yang bersumber dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan
limbah lainnya yang mengandung bahan organik, anorganik, dan komponen lain
yang membutuhkan oksigen dalam proses degradasi maupun konversi. Akibat
sumber-sumber pencemar yang masuk ke badan air jumlahnya banyak dan
jaraknya relatif berdekatan maka beban pencemar yang masuk ke badan air tidak
sebanding dengan daya tampung dan kemampuan air memulihkan diri (self
purification), sehingga defisit oksigen tetap terjadi dan kualitas air makin
menurun. Selain itu, masukan bahan pencemar ke Kali Surabaya dengan
konsentrasi dan debit yang bervariasi antar waktu dan titik pengamatan serta
proses pengenceran akibat air hujan dan masukan air dari anak sungai
menyebabkan terjadinya fluktuasi nilai parameter suhu, DHL, TSS, DO, BOD 5 ,
COD, N-NO 2 , N-NH 3 , N-NO 3 , dan kadar Hg, Pb dan Cd.
Pencamaran air Kali Surabaya telah mengakibatkan kematian secara masal
ikan, kepiting, dan udang air tawar, penurunan rantai makanan, perubahan indeks
keragaman dan dominasi organisme dalam ekosistem serta perubahan struktur dan
fungsi komunitas sehingga keseimbangan ekosistem terganggu. Kematian ikan
secara masal merupakan indikasi buruknya kualitas air Kali Surabaya. Kematian
ikan masal juga menyebabkan instalasi pengolah air Karang Pilang berhenti
beroperasi dan menyebabkan terganggunya distribusi air PDAM Kota Surabaya
serta peningkatan biaya pengolahan air PDAM mencapai Rp 473 juta/bulan.
Selain itu, akibat kondisi lingkungan perairan Kali Surabaya menurun, maka
218

organisme yang terdapat di Kali Surabaya didominasi oleh jenis-jenis organisme


yang mempunyai toleransi tinggi terhadap kondisi tersebut, misalnya cacing
merah (Tubifex tubifex).
Keberadaan merkuri (Hg) dalam air dan sedimen Kali Surabaya yang
mencapai 9.2 dan 190 kali KMA kelas 1 sangat berisiko bagi individu dengan
berat badan 70 kg (dewasa) dan 15 kg (anak) jika melakukan aktivitas berkontak
dengan air dan dasar sungai dengan frekuensi 30 hari/tahun selama 1 -2 jam/hari.
Jika berat badan individu < 70 kg, maka risiko kesehatannya menurun karena luas
permukaan kulit lebih kecil sehingga masukan kontaminan lewat kontak dermal
menjadi lebih kecil, hal sebaliknya terjadi jika berat badan individu > 70 kg. Bagi
pengambil kebijakan, pilihan manajemen risiko yang perlu dirumuskan adalah
menurunkan kadar Hg pada badan air dan sedimen Kali Surabaya atau
mengurangi frekuensi dan waktu kontak dengan air dan sedimen Kali Surabaya.
Penurunan kualitas air Kali Surabaya terkait dengan persepsi dan partisipasi
masyarakat. Persepsi yang salah terhadap air sungai dapat menyebabkan
seseorang menjadi pencemar sungai, sebaliknya persepsi yang benar dapat
mendorong seseorang untuk menjadi pengelola air sungai. Persepsi masyarakat
yang benar terhadap kualitas, pemanfaatan dan kelayakan Kali Surabaya untuk
peruntukan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku positifnya serta
menumbuhkan kesadaran terhadap upaya pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya. Secara umum, masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya memiliki
persepsi yang tinggi terhadap pemanfaatan, kelayakan dan pengendalian
pencemaran air, namun hal tersebut belum diwujudkan dalam bentuk tindakan
nyata dalam pengendalian. Kondisi sosial dan budaya masyarakat sangat
mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengendalian pencemaran.
Berdasarkan hasil kuesioner menunjukkan bahwa jumlah penduduk di bantaran
Kali Surabaya yang membuang limbah domestiknya ke Kali Surabaya relatif
tinggi, yaitu mencapai 32.5%. Kondisi tersebut dapat terjadi karena terpaksa,
ketidaksesuaian antara sikap individu dengan informasi mengenai kenyataan
sesungguhnya atau ketidaksesuaian antara sikap individu dengan sikap
panutannya serta kurangnya sarana dan prasarana sanitasi.
Kondisi sanitasi lingkungan pada daerah padat pemukiman di sepanjang
Kali Surabaya masih belum memenuhi syarat bagi kesehatan. Minimnya sarana
pembuangan sampah padat dan kurang tersedianya fasilitas pembuangan air
219

limbah menyebabkan penduduk bantaran sungai masih membuang limbah di


sungai dan menjadikan sungai sebagai tempat MCK. Keberadaan 205 WC
terapung yang merupakan sumber pencemar organik berupa tinja (feces) dan 218
tempat sampah sementara yang ada di sisi kanan-kiri Kali Surabaya akan
menghasilkan lindi yang dapat terbawa dalam aliran sungai menjadi salah satu
penyebab menurunnya kualitas Kali Surabaya. Oleh karena itu, upaya yang harus
dilakukan untuk mengurangi beban pencemaran di Kali Surabaya selain
meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat melalui pola hidup bersih
dengan menerapkan konsep 4R (reduce, reuse, recycle dan replant) juga
diperlukan peningkatan sarana dan prasarana berupa MCK umum, tempat
pembuangan sampah sementara, dan pembangunan IPAL komunal.
Upaya lain yang harus dilakukan untuk menanggulangi pencemaran air Kali
Surabaya adalah mereduksi beban pencemar dari berbagai sumber pencemar dan
menekan resiko terjadinya kecelakaan dan kebocoran serta luapan limbah ke Kali
Surabaya. Berdasarkan hasil analisis dengan teknik AHP menunjukkan bahwa
penetapan kelas air, penyuluhan, dan penetapan daya tampung beban pencemaran
menjadi prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran. Penetapan kelas air Kali
Surabaya mendesak dilakukan agar penegakan hukum lingkungan dapat
dilaksanakan. Upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya melalui
pendekatan teknologi dapat diterapkan teknologi wastewater garden. Teknologi
ini selain biayanya murah dan mudah dioperasikan juga dapat diterapkan pada
skala rumah tangga. Peran pemerintah adalah melakukan inisiasi, pendampingan
dan pemberdayaan masyarakat untuk mengadopsi teknologi tersebut.
Skenario yang mungkin terjadi di masa depan pada perairan Kali Surabaya
adalah skenario pesimis, moderat dan optimis. Hasil identifikasi dan
penggolongan faktor oleh pakar berdasarkan kondisi dan keadaan faktor yang
berpengaruh serta sumberdaya yang ada maka sistem pengelolaan Kali Surabaya
dapat seimbang antara aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan menerapkan
skenario moderat dan optimis. Skenario moderat dan optimis masing-masing
mampu menurunkan persentase total beban pencemaran sebesar 25.23 dan
36.21% di bawah kondisi eksisting. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang
tepat melalui intervensi faktor-faktor yang memiliki pengaruh kuat dan
ketergantungan antar faktor yang rendah sehingga pengendalian yang dilakukan
memiliki prospek jauh ke depan, berkelanjutan, dan mampu mengubah kondisi
220

pesimis menjadi kondisi optimis. Strategi pengendalian pencemaran air Kali


Surabaya berdasarkan prioritas adalah (1) menekan laju pertumbuhan penduduk
dan meningkatkan kesadaran masyarakat, (2) meningkatkan persepsi masyarakat,
(3) implementasi peraturan pengendalian pencemaran air secara adil dan
konsisten, (4) meningkatkan komitmen dan dukungan Pemerintah Daerah dalam
upaya pengendalian, dan (5) meningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan.
221

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Kualitas air Kali Surabaya pada kondisi eksisting telah melampaui baku mutu
air kelas 1 dan memerlukan penurunan beban pencemaran. Kandungan
oksigen terlarut (DO) di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona tengah dan
hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Canggu (6.6 mg/l), nilai terendah di
Jembatan Sepanjang (2.5 mg/l), kecuali Canggu disemua stasiun pengamatan
tidak memenuhi baku mutu DO. Nilai pH berfluktuasi dari zona hulu, tengah
dan hilir, namun masih berada pada kisaran pH air normal (pH 6-9). Nilai
DHL berfluktuatif dengan nilai rata-rata 491.47 S, sedangkan nilai terbesar
di Cangkir (639 S). Kali Surabaya mengandung padatan tersuspensi (TSS)
yang melampaui baku mutu air kelas 1 untuk semua zona pengukuran. Nilai
TSS rata-rata 65.01 mg/l dan nilai tertinggi dijumpai di Jembatan Jrebeng
(74.67 mg/l).

2. Kualitas air Kali Surabaya menunjukkan kecenderungan menurun dari zona


hulu ke zona tengah dan hilir. Berdasarkan nilai parameter kimia BOD, COD,
dan N-NO 2 Kali Surabaya tidak memenuhi baku mutu air kelas 1 pada semua
stasiun pengamatan, sedangkan untuk parameter P-PO 4 , Pb, dan Cd secara
umum menunjukkan hasil sebaliknya. Nilai rata-rata BOD tertinggi ditemukan
di Tambangan Bambe (10.75 mg/l) dan terendah di Gunungsari (3.35 mg/l),
parameter COD tertinggi di Tambangan Bambe (28.89 mg/l) dan terendah
Jembatan Jrebeng (11.21 mg/l). Nilai parameter N-NO 2 tertinggi ditemukan di
Gunungsari (0.139 mg/l) dan terendah di Sepanjang (0.108 mg/l), sedangkan
nilai parameter P-PO 4 tertinggi ditemukan di lokasi intake PDAM Karang
Pilang (0.202 mg/l) dan terendah di Jembatan Jrebeng (0.140 mg/l). Nilai rata-
rata kadar N-NH 3 dan N-NO 3 , keduanya berada di bawah baku mutu air kelas
1 di semua stasiun pengamatan.

3. Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan nilai indeks STORET termasuk
kelas D atau berada dalam kondisi tercemar berat dengan nilai indeks berkisar
-80 hingga -104, sedangkan berdasarkan Pollution Index tingkat pencemaran
badan air Kali Surabaya berada dalam status tercemar ringan hingga sedang
dengan nilai Pollution Index berkisar 2.03 5.59. Parameter DO, BOD, COD
222

N-NO 2 , dan Hg memberikan kontribusi tertinggi terhadap buruknya status


mutu air Kali Surabaya.

4. Pencemar Kali Surabaya terutama bersumber dari limbah domestik dan industri.
Total beban pencemaran Kali Surabaya untuk BOD 55.49 ton/hari, COD
132.58 ton/hari, dan TSS 210.13 ton/hari. Untuk parameter BOD kontribusi
limbah domestik 59.77%, limbah industri 40.05%, dan limbah pertanian
0.18%. Sumber beban pencemar COD 54.11% berasal dari limbah domestik,
45.74% (industri), dan 0.15% (pertanian), sedangkan beban TSS 80.37%
bersumber dari limbah domestik, 19.30% oleh limbah industri, dan 0.33%
akibat limbah pertanian.

5. Sebanyak lima industri berkontribusi besar terhadap tingkat pencemaran Kali


Surabaya sehingga memerlukan prioritas pengendalian. Industri tersebut
adalah PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Adiprima
Suraprinta, PT Suparma, dan PT Miwon. Kelima industri tersebut
menyumbang sekitar 63% beban BOD dan 64% beban COD sektor industri ke
Kali Surabaya.

6. Kandungan Hg, Pb, dan Cd dalam air minum PDAM Kota Surabaya tidak
terdeteksi, namun di badan air Kali Surabaya kandungan Hg rata-rata
mencapai 0.0092 mg/l atau 9.2 kali baku mutu air kelas 1 dan sangat berisiko
bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 15 kg (anak) bila
melakukan aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai dengan frekuensi
30 hari/tahun selama 1-2 jam/hari, karena nilai HQ (hazard quotient) > 1.

7. Kriteria Kemudahan Manajemen dan Efisiensi menjadi prioritas utama (eigen


value 0.317 dan 0.305) dari kegiatan reduksi beban pencemaran air Kali
Surabaya, di mana prioritas utama alternatif untuk melaksanakan kegiatan
reduksi beban pencemaran adalah Penetapan Kelas Air Kali Surabaya (eigen
value 0.200), yang diikuti dengan Penyuluhan, Penetapan daya tampung
beban pencemaran, Pemantauan kualitas limbah dan sumber air, pembuatan
UPL Komunal, Penataan ruang, Pengetatan sistem perizinan pembuangan
limbah, Sistem penegakan hukum lingkungan, Pajak limbah industri, dan
terakhir Relokasi industri. Sementara untuk pemilihan teknologi pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya menempatkan Wastewater garden (nilai
alternatif 111.50) sebagai prioritas utama yang dipilih diikuti dengan filtrasi,
223

screening, biofilter, pengendapan, lumpur aktif, dan peringkat terakhir adalah


desinfeksi.

8. Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya yang dibangun dapat


menggambarkan perilaku sistem nyata. Ada lima faktor yang memiliki
pengaruh kuat terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antar faktor yang
rendah, yaitu pertumbuhan penduduk dan kesadaran penduduk, persepsi
masyarakat, implementasi peraturan pengendalian pencemaran, komitmen/
dukungan Pemda, dan sistem dan kapasitas kelembagaan.
9. Hasil prediksi beban pencemaran air Kali Surabaya yang akan terjadi selama 20
tahun mendatang akan sangat bergantung pada kebijakan yang akan dipilih
oleh pengelola Kali Surabaya. Kebijakan yang dapat diterapkan untuk
menekan beban pencemaran Kali Surabaya agar sesuai dengan baku mutu air
kelas 1 berdasarkan prioritas adalah menurunkan laju pertumbuhan penduduk
dan meningkatkan kesadaran masyarakat, meningkatkan persepsi masyarakat,
melaksanakan peraturan pengendalian pencemaran air secara tegas dan
konsisten, meningkatkan komitmen/dukungan Pemerintah Daerah, dan
meningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan pengelola Kali Surabaya.
10. Skenario moderat dan skenario optimis merupakan skenario realistis yang
terjadi di masa depan untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi, namun
perlu didukung beberapa kebijakan berupa (1) peningkatan persepsi dan
kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, (2) revitalisasi program KB, (3)
komitmen/dukungan pemerintah baik fisik maupun non fisik terhadap
pengendalian pencemaran, (4) penegakan hukum lingkungan secara tegas, adil,
dan konsisten, (5) peningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan pengelola
Kali Surabaya, (6) pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
komunal domestik.

6.2 Saran
1. Mengingat pencemaran Kali Surabaya terjadi secara menyeluruh dari hulu
sampai hilir dan sistem pengendalian pencemaran air yang telah ada belum
memadai, maka pemulihan pencemaran Kali Surabaya harus dilakukan secara
terpadu dengan melibatkan seluruh stakeholders yang melakukan segala
224

aktivitas yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas air Kali Surabaya. Upaya-
upaya yang disarankan antara lain:
a. Untuk jangka pendek Pemerintah Daerah perlu mewajibkan industri untuk
membangun instalasi pengolahan limbah secara individu atau melakukan
pengendalian pencemaran air secara gabungan (cluster) bagi industri
dengan lokasi berdekatan yang secara teknis dapat dilaksanakan.
b. Melakukan sosialisasi larangan pemanfaatan lahan bantaran Kali Surabaya.
c. Meningkatkan pengawasan dan pemantauan rutin pada industri di
sepanjang Kali Surabaya (tidak hanya terbatas pada industri prioritas
Prokasih dan Proper saja).
d. Menerapkan peraturan tata ruang di sepanjang daerah aliran sungai.
e. Perlunya dikeluarkan peraturan tentang pembatasan pembuangan limbah
domestik ke dalam sungai dalam rangka pencapaian baku mutu sungai.
2. Pemerintah Daerah perlu melakukan pengawasan pembuangan air limbah
industri ke badan air sungai/saluran dengan cara pemasangan meter air untuk
menghindari pembuangan air limbah yang berlebihan. Selain itu, Pemerintah
Daerah juga perlu melakukan program mutu air sasaran untuk memperbaiki
status mutu air secara bertahap ke arah pemenuhan baku mutu air kelas satu.
3. Perlu penetapan kelas air dan penetapan daya tampung beban pencemaran air
Kali Surabaya agar dapat ditentukan langkah pengelolaan yang lebih tepat.
4 . Perlu penelitian lanjutan yang mengkaji sumber beban pencemaran yang
belum diteliti terutama dari limbah peternakan.
225

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Gawad FK, El-Seehy MA, El-Seehy MM. 2010. Clastogenicity in Fish


Genome and Aquatic Pollution. Warld Journal of Fish and Marine Sciences
2(4):335-342.
Abowei JFN, George ADI. 2009. Some Physical and Chemical Characteristics
in Okpoka Creek, Niger Delta, Nigeria. Research Journal of
Environmental and Earth Sciences 1(2):45-53.
Adedokun OA, Adeyemo OK, Adeleye E, Yusuf RK. 2008. Seasonal
Limnological Variation and Nutrient Load of the River System in Ibadan
Metropolis, Nigeria. European Journal of Scientific Research 23(1):98-
108.
Adeyemo OK, Adedokun OA, Yusuf RK, Adeleye EA. 2008. Seasonal
Change in Physico-Chemical Parameters and Nutrient Load of River
Sediments in Ibadan City, Nigeria. Global Nest Journal 10(3):326-336.
Afsah S, Laplante B, Makarim N. 1996. Program-Based Pollution Control
Management: The Program Indonesia PROKASIH Program. Policy
Research Working Paper. Washington: The Work Bank Policy Research
Departement.
Ahalya N, Ramachandra TV, Kanamadi RD. 2004. Biosorption of Heavy Metals.
Bangalore: Indian Institute of Science.
Akan JC, Moses EA, Ogugbuaja VO and Abah J. 2007. Assessent of Tannery
Industrial Effluent from Kano Metropolis, Kano State Nigeria. Journal of
Applied Sciences 7(19): 2788-2793.
Akan JC, Abdulrahman FI, Yusuf E. 2010. Physical and Chemical Parameters in
Abattoir Wastewater Sample, Maiduguri Metropolis, Nigeria. The Pacific
Journal of Science and Technology 11(1): 640-648.
Alaerts G, Santika SS. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Alam A. 1995. Physico-chemistry of Four Lentic Freshwater Bodies Infested by
Varying Dominant Biota with Emphasis on the Impact and Causes of
Proliferation of Dominant Biota. International Journal of Environmental
Protection 8: 99-104.
Alam JB, Islam MR, Muyen Z, Manun M, Islam S. 2007. Water Quality
Parameters along Rivers. International Journal of Environmental Science &
Technology 4(1):159-167.
Albering HJ et al. 1999. Human Health Risk Assessment in Relation to
Environmental Pollution of Two Artificial Freshwater Lakes in The
Netherlands. Environmental Health Perspectives 107(1): 27-35.
Ali FK, El-Shafail SA, Samhan FA, Khalil WK. 2008. Effect of Water Pollution
on Expression of Immune Response Genes of Solea aegyptiaca in Lake
Qarun. African Journal of Biotechnology 7(10):1418-1425.
226

Amtasi W. 2010. Struktur Komunitas Hewan Makro Bentos di Perairan Kali


Surabaya yang Tercemar Logam Berat Merkuri (Hg) [Tesis]. Surabaya:
Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Ansa EJ. 2005. Studies of the Bentic Macrofauna of the Andoni Flats in the Niger
Delta Area of Nigeria. Port Harcout: The University of Port Harcout
Nigeria.
[APHA] American Public Health Association. 1998. Standart Method for the
Examination of Water and Waste Water. 20ed. Washington: American
Public Health Association, American Water Works Association, and
Water Pollution Control Federation.
Arisandi P . 2001. Peningkatan Kuantitas Limbah Organik Picu Booming Cacing
Merah (Tubifex tubifex) di Kali Surabaya. Ecological Observation and
Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo, Gresik.
. 2002. Teror Mercury & Koliform Di Kali Surabaya. Ecological
Observation And Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo, Gresik.
. 2004. Air, Dua Juta Orang Surabaya Sulit Mendapatkannya.
Ecological Observation And Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo,
Gresik.
Asonye CC, Okolie NP, Okenwa EE and Iwuanyanwu UG. 2007. Some Physico-
chemical Characteristics and Heavy Metal Profiles of Nigerian Rivers,
Streams and Waterways. African Journal of Biotechnology 6(5):617-624.
ATSDR. 1996. Guidance for Agency for Toxic Substances and Disease Registry
(ATSDR) Health Studies. US Department of Health and Human
Services. http://www.atsdr.cdc.gov/HS/gdl.html. [28 Januari 2009].
. 2005. ATSDR Public Health Assessment Guidance Manual. US
Department of Health and Human
Services. http://www.atsdr.cdc.gov/HAC/PHAManual/. [28 Januari 2009].
Ayoade AA, Fagade SO, Adebisi AA. 2006. Dynamics of Limnological Features
of Two Man-made Lakes in Relation to Fish Production. African Journal of
Biotechnology 5(10):1013-1021.
Budhiarta I. 2007. Bioassessment Pencemaran Air Di Ekosistem Kali Surabaya
Dengan Menggunakan Ikan. Surabaya: Teknik Manajemen Lingkungan ITS.
Bahri S, Priadie B. 2006. Korelasi Tiga Metrik Bentik Makroinvertebrata dan
Indeks Kimia-Fisika dalam Memprediksi Tingkat Pencemaran Air Sungai.
Jurnal Sumber Daya Air 2(2):40-50.
[BAPEDAL] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Jawa Timur. 2006. Studi
Komposisi Makroinvertebrata Kali Surabaya. Surabaya: Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Jawa Timur.
[BAPEDAL] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Surabaya. 2006.
Status Lingkungan Hidup Kota Surabaya 2006. Surabaya: Penerbit Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Surabaya.
227

. 2007. Status Lingkungan Hidup Kota Surabaya 2007. Surabaya:


Penerbit Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Surabaya.
. 2008. Kajian Penetepan Daya Tampung Beban Pencemaran. Surabaya:
LPM-ITS.
Barlas Y. 1996. Formal Aspect of Model Validity and Validation in System
Dynamics. System Dynamics Review 12(3):183-210.
Begum A, Ramaiah M, Harikrishna, Khan I, and Veena K. 2009. Heavy Metal
Pollution and Chemical Profile of Cauvery River Water. Journal of
Chemistry 6(1):47-52.
[BLH] Badan Lingkungan Hidup. 2009. Profil Lingkungan Hidup Kota Surabaya
2009. Surabaya: Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Surabaya.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. 2008. Kecamatan-Kecamatan dalam
Angka. Surabaya: Badan Pusat Statistik Kota Surabaya.
. 2009. Surabaya dalam Angka. Surabaya: Badan Pusat Statistik Kota
Surabaya.
Benjathikul T. 1986. Factors Effecting to Tribals Participation for Development.
Thailand: Thammasat University.
Bourgeois R. 2002. Expert Meeting Methodology for Prospective Analysis,
CIRAD Amis Ecopol.
Carlsson B. 1998. An Introduction to Sedimentation Theory in Wastewater
Treatment. Uppsala University.
[CEPA] Canadian Environmental Protection Act. 2001. A Guide to Health Risk
Assessment. http:// www.oehha.ca.gov. [ 2 Februari 2009]
Cheng H, Yang Z, Chan CW. 2003. An Expert System for Decision Support of
Municipal Water Pollution Control. Journal Engineering Applications of
Artificial Intellegence 16:159-166.
Coyle RG. 1996. System Dynamics Modeling. A Practical Approach. London:
Chapman and Hall.
Danazumi S, and Bichi MH. 2010. Industrial Pollution and Heavy Metals Profile
of Challawa River in Kano, Nigeria. Journal of Applied Sciences in
Environmental Sanitation 5(1):23-29.
[Ditjen] Direktort Jenderal Cipta Karya. 2006. Satu Orang Indonesia
Konsumsi Air Rata-rata 144 Liter per Hari.
http://www.ciptakarya.pu.go.id/index2. [4 Maret 2010].
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: Penerbit UI-Press.
Davies OA, Ugwumba AAA, Abolude DS. 2008. Physico-chemistry Quality of
Trans-Amadi (Woji) Creek, Niger Delta, Nigeria. Journal Fisher
International 3(3):91-97.
228

[Dispenduk] Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya. 2009.


Penduduk Surabaya tahun 2008. Surabaya: Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Surabaya.
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1989. Industrial Study Based on A Water
Quality Monitoring and Pollution Control Program for Brantas River Basin
Master Plan. Volume 6. Indonesia: Departemen Pekerjaan Umum.
[ECOTON] Ecological Observation and Wetlands Conservation. 1998.
Monitoring Kualitas Air Kali Surabaya. Ecological Observation and
Wetlands Conservation, Driyorejo, Gresik.
. 2008. Limbah Industri Driyorejo Bunuh Ribuan Ikan Kali Surabaya.
Ecological Observation and Wetlands Conservation, Driyorejo, Gresik.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Ekeh IB, Sikoki FD. 2003. The State and Seasonal Variability of Some Physico-
Chemical Parameters in the New Calabar River, Supply ad Acta
Hydrobiology 5:45-60.
enHealth. 2002. Environmental Health Risk Assessment: Guidelines for assessing
human health risks from environmental hazards. Canberra:Commenwealth
of Australia.
[EPA] Environmental Protection Agency. 1990. Exposure Factors Handbook,
EPA 600/8-89/043:US Environmental Protection Agency.
. 2005. Guideline for Carcinogen Risk Assessment (EPA/630/P-03/001B).
Washington DC: Risk Assessment Forum, US Environmental Protection
Agency.
Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen.
Bogor: IPB Press.
Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan: Metode Penelitian untuk Pascasarjana.
Bogor: IPB Press.
Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.
Fauzy A. 2001. Statistik Industri I. Jakarta: UI Press.
Ford A. 1999. Modeling the Environment: An Introduction to System Dynamics
Models of Environmental Systems. California: Island Press.
Forrester JW. 1968. Principles of System. Combridge: MIT Press.
Garno YS. 2001. Status dan Karakteristik Pencemaran di Waduk Kaskade
Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan 2(2):207-213.
.2002. Beban Pencemaran Limbah Perikanan Budidaya dan Yutrofikasi di
Perairan Waduk pada DAS Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(2):
112-120.
Ginting P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung:
Yrama Widya.
229

Grant WE, Pederson EK, Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource
Management: Systems Analysis and Simulation. New York: John Wiley &
Sons, Inc.
Greiner R, Miller O. 2008. Reducing diffuse water pollution by tailoring
incentives to region specific requirements: Empirical study for the Burdekin
River basin (Australia). Second International Conference on Environmental
Economics and Investment Assessment. 28 - 30 May 2008, Cadiz, Spain.
Guo HC, Liu L, Huang GH, Fuller GA, Zou R, Yin YY. 2001. A System
Dynamics Approach for Regional Environmental Planning and
Management: A Study for the Lake Erhai Basin, Journal of Environmental
Management 61:93-111.
Hartley TW. 2006. Public perception and participation in water reuse.
Desalination 187:115-126.
Handayani ST, Suharto B, Marsoedi. 2001. Penentuan Status Kualitas Perairan
Sungai Brantas Hulu dengan Biomonitoring Makrozoobentos: Tinjauan dari
Pencemaran Bahan Organik. Jurnal Biosain 1(1):30-38.
Handoko I. 2005. Quantitative Modeling of System Dynamics for Natural
Resources Management. Bogor: SEAMEO BIOTROP.
Hardjasoemantri K. 1986. Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Harnanto A, Hidayat F. 2003. Dillution As One Measure to Increase River Water
Quality. Malang: Jasa Tirta I Public Corporation.
Harnanto A. 2005. Pengendalian Pencemaran dan Kualitas Air di DAS Kali
Brantas. Makalah Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu
dan Berkelanjutan, Malang, 15 Januari 2005.
Hart AI, Zabbey N. 2005. Physico-chemical and Benthic Fauna of Woji Creek in
the Lower Niger Delta, Nigeria. Environmental Ecology 23(2):361-368.
Hartrisari. 2002. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
. 2007. Sistem Dinamik: Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri
dan Lingkungan. Bogor: SEAMEO BIOTROP.
Hariani CE. 2005. Mengembangkan pendidikan lingkungan yang berperspektif
kemiskinan dan gender dengan memanfaatkan cara berpikir sistem. Buletin
Triwulan Access 2(1):9-14.
Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Sungai
[Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Hassan FM, Kathim NF, Hussein FH. 2008. Effect of Chemical and Phisical
Properties of River Water in Shatt Al-Hilla on Phytoplankton Communities.
Journal of Chemistry 5(2):323-330.
230

Henry E, Klepiszewski K, Fiorelli D, Solvi AM and Weidenhaupt A. 2005.


Modelling of a sewage network: Contribution to the management of
pollution risks at the Haute-Sure drinking water reservoir. 10th International
Conference on Urban Drainage, Copenhagen/Denmark, 21-26 August 2005.
Herlambang A, Wahjono HD. 1999. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil
dengan Sistem Lumpur Aktif. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi.
Huang Z, Morimoto H. 2002. Water Pollution Models Based on Stochastic
Diferential Equations. Japan: Department of Earth and Environmental
Sciences, Nagoya University.
Hutagalung S, Rozak A. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota.
Buku 2. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
[ILPPD] Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Surabaya
2009. www.surabaya.go.id/pdf/ILPPD/ILPPD2009. [3 April 2010].
[IPCS] International Programme on Chemical Safety. 2004. Environmental
Health Criteria XXX: Principles for modelling dose-response for the risk
assessment of chemicals (Draft). Geneva: World Health Organization and
International Programme on Chemical Safety.
[IRIS] Integrated Risk Information System. 2007. List of
Substance. http://www.epa.gov/iris/subst/index.html. [28 Januari 2009].
Imamkhasani S. 2004. Penanganan Bahan Kimia Toksik. Buletin LIPI IPT 10(1):
2-9.
Imron H. 2007. Pemodelan Sistem Dinamik untuk Pengelolaan Daerah Ekosistem
Pesisir Kenjeran terhadap Pencemaran Logam Berat Kadmium (Cd)
[Tesis]. Surabaya: Teknik Manajemen Lingkungan, Intitut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya.
Ismanto A, Susandi A, Radjawane IM. 2006. Proyeksi Dampak Lingkungan dan
Valuasi Ekonomi Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) di DAS Brantas.
Jurnal Teknik Lingkungan Edisi Khusus Agustus 2006.
Juhna T, Melin E. 2006. Ozonation and Biofiltration in Water Treatment-
Operational Status and Optimization Issues. Belgia: TECHNEAU Global
Change and Ecosystems Thematic Priority Area.
Kara Y, Kara I, Basaran D. 2004. Investigation of Some Physical and Chemical
Parameters of Water in the Lake Isykli in Denizli, Turkey. International
Journal of Agriculture & Biology 6(2):275-277.
Karadede-Akin H, Unlu E. 2007. Heavy metal concentrations in water,
sediments, fish and some benthic organisms from Tigris river, Turkey.
Environment Monitoring and Assessment 131: 323-337.
Kelter PB, Grundman J, Hage DS, Carr JD. 1997. A Discussion of Water
Pollution in the US and Mexico with High School Laboratory Activities for
Analysis of Lead, Anthrazine and Nitrate. Chemical Education 74:1413-
1418.
231

[KLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri


Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun
2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun
2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.
. 2005a. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005. Jakarta: Penerbit
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
. 2005b. Pedoman Penganggulangan Limbah Cair Domestik dan Tinja.
Jakarta: Penerbit Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
. 2008a. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2007. Jakarta: Penerbit
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
. 2008b. Model Pengelolaan Kualitas Air, Studi Kasus di Kali Surabaya,
Jawa Timur. Jakarta: Deputi Urusan Data dan Informasi Lingkungan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
. 2009. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2008. Jakarta: Penerbit
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Klopping, Paul H, Mashall Jr, Richard H, Michael G. 1995. Activated Sludge
Operation for Pulp and Papermills. Covvalis Oregon: Callan and Brooks
Publishing Company.
Koemantoro H. 2007. Strategi Pemenuhan Baku Mutu Badan Air Lokasi Intake
PDAM Karang Pilang Surabaya [Tesis]. Surabaya: Teknik Manajemen
Lingkungan. Intitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit LPPM Universitas
Kristen Petra Surabaya dan Andi Yogyakarta.
Kurniawan B. 2009. Sanitasi Air Limbah Domestik. Jakarta: Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.
Landis, Ming HY. 1999. Environmental Toxicology : Impact of Chemicals upon
Ecological Systems. UK: Lewis Publishers.
Lee CD, Wang SB, Kuo CL. 1978. Benthic Macro Invertebrate and Fish as
Biological Indicator of Water Quality, with Reference on Water Pollution
Control in Developing Countries. Bangkok. Thailand.
Ling C. 1990. Application of the System Dinamics Method in the Study of
Regional Water Resources Protection. Proceedings of the Beijing
Symposium. China.
Liu J, Jinghong Z, Yanqing H. 2005. Application of System Dynamics Model for
Urban Water Demand Prediction, Journal of China Water and Wastewater
21(6):31-34.
232

Luo YF, Khan S, Cui YL, Feng YH and Li YL. 2005. Modeling the Water
Balance for Aerobic Rice: A System Dynamic Approach, Agricultural
Water Management 74:1860-1866.
Maharani A, Ciptomulyono U, Santosa B. 2008. Pengembangan Model Optimasi
Manajemen Pengelolaan Kualitas Air Kali Surabaya dengan Interval Fuzzy
Linier Programming (IFLP). Prosiding Seminar Nasional Manajemen
Teknologi VIII Institut Teknologi Sepuluh Novemver Surabaya, 2 Agustus
2008.
Machbub B, Suyatna U, Ibrahim S, Armaita S, Rahmadi HS, Iskandar J. 1988.
Pencemaran Air Sungai Surabaya dan Usulan Penanggulangannya. Jurnal
Pusair, No. 9 Th. 3. KW. I:3-11.
Machbub B. 1999. River Environment and People. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pengairan. No. 13. Th. 14-KW II:3-13.
Manahan SE. 2005. Environmental Chemistry. Eigth Edition. New York: Taylor
& Francis. CRC Press, Boca Raton.
Margonof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau
Sumatra Barat [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
. 2007. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor: IPB Press.
Masduqi A. 2004a. Penurunan Senyawa Fosfat Dalam Air Limbah Buatan
Dengan Proses Adsorpsi Menggunakan Tanah Haloisit. Jurusan Teknik
Lingkungan. 15(1):47-52.
. 2004b. Teknologi Alamiah untuk Pengolahan Air Limbah
Industri. http://www.its.ac.id/personal/files/pub. [5 April 2010].
. 2006. Aplikasi Linier Programming untuk Optimisasi Pengolahan
Limbah Industri di Kali Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
November Surabaya.
Masduqi A, Apriliani E. 2008. Estimation of Surabaya River Water Quality Using
Kalman Filter Algorithm. The Journal for Technology and Science, 19(3):
87-91.
Maulidya I, Karnaningroem N. 2010. Studi Daya Dukung dan Daya Tampung
Kali Surabaya Segmen Gunungsari-Jagir dengan Metode Linier
Programming. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Millaku A, Plakolli M, Vehapi I. 2008. The Impact of Biological, Chemical and
Phisical Pollution on the Water Quality in River Klinia. Kosovo:
Department of Environment Protection.
Milono P. 1998. Metode Analisis BOD. Warta Kimia Analitik No. 13 Th. X Juli
1998:23-29.
233

Moelyadi M. 1998. Aspek-aspek Kajian pada Pemeriksaan Kualitas Air di


Lapangan. Bandung: Pusat Litbang Pengairan.
Muhammadi, Aminullah E, Soesilo B. 2001. Analisis Sistem Dinamis:
Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta : Penerbit UMJ
Press.
Mulyanto. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran di
Daerah Aliran Sungai Babon [Tesis]. Semarang: Program Magister Ilmu
Lingkungan, Universitas Diponegoro.
Nandalal KDW, Semasinghe SBAD. 2006. A System Dynamics Simulation
Model for the Assessment of Water Resources in Sri Lanka. 32nd WEDC
International Conference. Colombo. Sri Lanka.
Nelson M et al. 2006. Worldwide Applications of Wastewater Gardens and
Ecoscaping: Decentralised Systems which Transform Sewage from Problem
to Productive, Sustainable Resource. International Conference on
Decentralised Water and Wastewater Systems. Environmental Technology
Centre, Murdoch University, Fremantle.
Nordberg JF, Parizek J, Pershagen G, Gerhardsson L. 1986. Factor Influencing
Effect and Dose-Respons Relationships of Metals. Handbook on the
Toxicology of Metals. New York: Elsevier.
Novita E. 2000. Studi Unit Penanganan Limbah Komunal Untuk Menangani
Pencemaran Limbah Industri Di Kali Surabaya [Thesis]. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. Surabaya.
Novita E, Indarto. 2006. Pembuatan Kurva Beban Pencemaran Kali Surabaya
untuk Menentukan Lokasi UPL Komunal. ENVIRO 7(1):43-45.
Novonty V, Olem H. 1994. Water Quality: Prevention, Identification, and
Management of Diffuse Pollution. New York: Van Nostrans Reinhold.
Nuriswanto. 1995. Rekayasa Pengolahan Air Limbah Industri Kecil Tempe.
Surabaya: Balai Informasi dan Penelitian Industri Pangan.
Nwankwoala HO, Pabon D, Amadi PA. 2009. Seasonal Distribution of Nitrate
and Nitrite Levels in Eleme Abattoir Environment, Rivers State, Nigeria.
Journal Applied Science and Environmental Management 13(4):35 38.
Odum E. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Ed ke-4. T. Samingan dan B. Soegandito,
penerjemah; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari:
Fundamentals of Ecology.
Olubunmi FE, Olorunsola OE. 2010. Evaluation of the Status of Heavy Metal
Pollution of Sediment of Agbabu Bitumen Deposit Area, Nigeria. European
Journal of Scientific Research 41(3):373-382
Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.
Pamekas R. 2006. Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis
Ekosanita-IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya di DAS Citarum Hulu)
[Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
234

Pencemaran Kali Surabaya. 2000. www.pu.go.id/humas/media. [17 Juni 2008].


Phenyl mercury acetate . www.inchem.org/documents/jmpr. [27 September 2010].
Pikir S. 1991. Studi tentang Logam Berat dalam Sedimen dan dalam Kupang di
Daerah Estuari Dekat Muara Kali Surabaya. Laporan Penelitian. Surabaya:
Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.
Pimon P. 2004. Peoples Participation on Water Resource Management in Salaya
Sub-District Administration Organization [Thesis]. Thailand: Mahidol
University.
[PJT I] Perum Jasa Tirta I. 2005. Pengembangan dan Pengelolaan Sumber daya
Air Terpadu di DAS Brantas: Permasalahan dan Upaya Penyelesaiannya.
Makalah Workshop Rehabilitasi Sungai. Surabaya: Jurusan Teknik
Lingkungan ITS.
. 2007. Kualitas Air Sungai di Wilayah Sungai Brantas.
Malang : Laboratorium PJT-I.
. 2008. Kajian Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Kali
Surabaya dengan Metode Qual2Kw. Malang: Perusahaan Umum Jasa Tirta I.
. 2009a. Pemantauan Kualitas Air di DAS Brantas. Malang: Perusahaan
Umum Jasa Tirta I.
. 2009b. Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai dan Air Limbah di DAS
Kali Brantas Triwulan I tahun 2009. Malang: Laboratorium PJT-I.
. 2009c. Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai dan Air Limbah di DAS
Kali Brantas Triwulan II tahun 2009. Malang: Laboratorium PJT-I.
. 2010. Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai dan Air Limbah di DAS
Kali Brantas Triwulan I tahun 2010. Malang: Laboratorium PJT-I.
Pramono R. 1999. Permasalahan Air di Perkotaan dan Perilaku Masyarakat.
Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan. No. 3: 39-45.
Prianto J. 2009. Perumusan Konsep Kebijakan Ekonomi dan Tata Ruang Untuk
Internalisasi Pencemaran Air Kali Tengah. [Tesis]. Surabaya: Manajemen
Pembangunan Kota. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Purwatiningsih S. 2005. Kajian Kualitas Kali Surabaya Ditinjau dari Aspek
Lingkungan, Peraturan Perundangan dan Kelembagaan [Tesis]. Surabaya:
Teknik Manajemen Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
[Puslitbang PU] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan Pekerjaan Umum.
1990. Studi Daya Dukung Kali Surabaya terhadap Pembuangan Limbah
Industri Cair dan Limbah Domestik. Surabaya: Dinas PU Pengairan Jawa
Timur.
Putra SE, Buhani, Suharso. 2007. Alga Sebagai Bioindikator dan Biosorben
Logam Berat. http://www.chem-is-try.org. [1 oktober 2008].
235

Qin XS, Huang GH, Zeng GM, Chakma A. 2007. An Interval-Parameter Fuzzy
Nonlinear Optimization Model for Stream Water Quality Management
Under Uncertainty, European Journal of Operational Research 180:1331
1357.
Quano. 1993. Training Manual on Assesment of the Quantity and Type of Land
Based Pollutant Discharge into the Marine and Coastal Environment.
Bangkok :UNEP.
Rachimi. 2005. Beban Bahan Organik dan Kemampuan Self-Purification Sungai
Jawi di Pontianak. Jurnal Agrosains 2(1):76-89.
Rahayu S, Tontowi. 2005. Penelitian Kualitas Air Sungai di Lokasi-Lokasi
Alamiah dalam Rangka Pemanfaatan Air dan Kajian Terhadap Kriteria
Mutu Air yang Berlaku. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan
19(55):31-38.
Rahmadi MD. 2008. Pengaruh Pemberian Bahan Obat Herbal X terhadap
Fungsi Hati Ditinjau dari Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase dan
Alkali Fosfatase Plasma pada Tikus Putih. Depok: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Rahman A. 1996. Pelatihan Analisis Kimia Untuk Lingkungan Air. Serpong:
Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan.
. 2007. Public Health Assessment: Model Kajian Prediktif Dampak
Lingkungan dan Aplikasinya untuk Manajemen Risiko
Kesehatan. http://www. epa.gov/iris/subs/0278.html. [28 Januari 2009].
Raja P, Amarnath AM, Elangovan R, Palanivel M. 2008. Evaluation of Phisical
and Chemical Parameters of River Kaveri, Tiruchirappali, Tamil Nadu,
India. Journal of Environmental Biology 29(5):765-768.
Razif M, Yuniarto A. 2004. Pengelolaan Kualitas Air. Surabaya: Teknik
Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Razif M, Masduqi A. 2008. Penentuan Daya Dukung Kali Surabaya dengan
Simulasi Komputer. Surabaya: Teknik Lingkungan. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya.
Rezazee A, Derayat J, Mortazavi SB, Yamini Y, Jafarzadeh MT. 2005. Removal
of Mercury from chlor-alkali Industri Wastewater using Acetobacter
xylinum Cellulose, American J. Environ.Sci 1(2):102-105.
Risyanto, Widyastuti M. 2004. Pengaruh Perilaku Penduduk dalam Membuang
Limbah Terhadap Kualitas Air Sungai Gajahwong. Jurnal Manusia dan
Lingkungan 11(2):73-85.
Rodger C, Hellegers PJGJ. 2005. Water Pricing and Valuation in Indonesia: Case
Study of the Brantas River Basin. Washington: International Food Policy
Research Institute.
Rotmans I, deVries B. 1997. Perspectives on Global Change, Cambridge:
Cambridge University Press, UK.
236

Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat
Institut Pertanian Bogor.
Said NI. 2009. Penerapan Biofilter Anaerob-Aerob pada IPAL. Jakarta: Pusat
Teknologi Lingkungan BPPT.
Samawi MF. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota. J.
Sains & Teknologi 7(1):1-12.
Salim H. 2002. Beban Pencemaran Limbah Domestik dan Pertanian di DAS
Citarum Hulu. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(2):107-111.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana.
30(3):21-26.
Santosa RH, Achmad F, Haarcorryati A, Rachman AY. 2000. Pengendalian
Kualitas Air Sungai Barito Bagian Hilir. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pengairan No. 45. Th. 15. KW. II:58-72.
Saysel AK, Barlas Y, Yenigun O. 2002. Environmental Sustainability in an
Agrikultural Development Project: a System Dynamics Approach. Journal
of Environmental Management 64: 1-14.
Sekretariat Negara RI . 1990. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990
tentang Pengendalian Pencemaran Air.
. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Setyorini D. 2003a. Mewaspadai Bahaya Merkuri di Sumber Air Kita. Ecological
Observation And Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo, Gresik.
. 2003b. Sampai Kapan Sungai-sungai Kita Mampu Bertahan?.
Ecological Observation And Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo,
Gresik.
. 2003c. Dampak Kegiatan di Daerah Sempadan Sungai pada Kualitas
Air dan Keanekaragaman Makroinvertebrata Bentos Kali Surabaya
[Thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Setyaningrum E. 2006. Pola Penyebaran Pencemaran Lindi Terhadap Air Tanah
di Sekitar Landfill [Tesis]. Bandung: Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan.
Institut Teknologi Bandung.
Simonovic SP, Fahmy H, Elshorbagy A. 1997. The Use of Object-oriented
Modeling for Water Resource Planning in Egypt, Water Resource
Management 11(4):243-261.
Simonovic SP. 2002. World Water Dynamics: Global Modeling of Water
Resources, Journal of Environmental Management 66:249-267.
237

. 2006. The Four Sides of Water Quality Degradation. Special Report:


The Cost of Non-Action. Canada: The University of Western Ontario.
Simonovic SP, Rajasekaram V. 2004. Integrated Analysis of Canadas Water
Resources: A System Dynamics Approach, Canadian Water Resources
Journal 29(4):223-250.
Singh MD, Kant R. 2008. Knowledge Management: An Interpretive Structural
Modeling Approach. International Journal of Management Science and
Engeneering Management 3(2):141-150.
Siradz SA, Harsono ES, Purba I. 2008. Kualitas Air Sungai Code, Winongo dan
Gajahwong, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah dan
Lingkungan 8(2):121-125.
Skartveit HL, Goodnow K, Viste M. 2003. Visualized System Dynamics Models
as Information and Planning Tools. Informing Science InSITE. University
of Bergen Norway.
Soemirat J. 2000. Bahan Kuliah Analisis Risiko. Program Studi Teknik
Lingkungan. Bandung: Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut
Teknologi Bandung.
. 2005. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sudarmaji, Mukono J, Corie IP. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan
Dampaknya terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2(2):129-42.
Sudarmaji, Yudhastuti R. 2005. Pencemaran Logam Berat di Kali Surabaya dan
Dampaknya pada Kesehatan Masyarakat, Jurnal Kimia Lingkungan
6(2):107-120.
Sudaryanti S, Trihadiningrum Y, Hart BT, Davies PE, Humphrey C, Norris R,
Simpson J, Thurtell L. 2001. Assessment of the Biological Health of the
Brantas River, East Java, Indonesia Using the Australian River Assessment
System (AUSRIVAS) Methodology. Aquatic Ecology 35:135-146.
Sugiharto. 2005. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Peneribit
Universitas Indonesia.
Sulistyanto E, Swarnam HW. 2003. Teknologi Limbah. Majalah Pusat
Pengembangan Teknologi Limbah Cair. Volume 7 tahun 2003. Yogyakarta:
Penerbit Pusat Pengembangan Teknologi Limbah Cair.
Sushil. 1993. System Dynamics. A Practical Approach for Managerial Problems.
New Delhi: Wiley Eastern Limited.
Sunaryo TM, Walujo TS, Harnanto A. 2007. Pengelolaan Sumber Daya Air
Konsep dan Penerapannya. Malang: Bayumedia Publishing.
Terangna N, Anggadinata S, Sumanta I, Moelyo M. 1992. Daya Dukung Sungai
Surabaya Terhadap Beban Pencemaran. Jurnal Pusair 7(24):1-6.
Terangna N, Yusuf IA. 2002. Beban Pencemaran Limbah Industri dan Status
Kualitas Air Sungai Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(2):98-106.
238

Tatiana X, Hernandez PE. 2008. Simple Tools for Water Quality Modeling and
TMDL Development. Proceedings of the World Environmental and Water
Resources Congress 2008. Chicago, August 5, 2008.
Taufik KL. 2003. Kualitas Air Hulu dan Tengah Sungai Ciliwung Kabupaten
Bogor Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Tiehm A, Herwig V, Neis U. 1998. Particle Size Analysis for Improved
Sedimentation and Filtration in Waste Water Treatment. German:
Department of Waste Water, Technical University of Hamburg.
Tymczyna L, Korzeniowska AC, Saba L. 2000. Effect of a Pig Farm on the
Phisical and Chemical Properties of a River and Groundwater. Polish
Journal of Environmental Studies 9(2):97-102.
Uhl W. 2000. Biofiltration processes for organic matter removal. In:
Biotechnology, Environmental Processes III. New York: Wiley-VCK
Weinheim.
[UNEP] United Nations Environmental Program. 1993. Training Manual on
Assessment of the Quality and Type Marine and Coastal Pollution
Discharges into the Marine and Coastal Environmental. Bangkok:
RCU/EAS Technical Report Series No. 1.
[USEPA] United State Environmental Protection Agency. 1998. Biofiltration: An
Innovative Technology for the Future. www.prdtechinc.com/pdfonpaper.
[27 September 2010].
Wardhana WA. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Whitmyre GK, Driver JH, Ginevan ME, Tardiff RG, Baker SR. 1992. Human
exposure assessment 1: Understanding the uncertainties. Toxicology and
Environmental Health 8(5): 297-320.
[WHO] World Health Organization. 1983. Environmental Healt Criteria 27:
Guidelines on Studies in Environmental Epidemology. Geneva: World
Health Organization.
. 1993. Rapid Assessment of Sources of Air, Water, and Land Pollution.
Genewa: World Health Organization.
. 2006. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan.
I.W. Palupi, penerjemah; E. Monica, editor; Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Hazardous Chemicals in Human and
Environmental Health. Published by WHO.
Widowati W, Sastiono A, Rumampuk R.J. 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan
dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Wijayanto SE. 2005. Limbah B3 dan Kesehatan. http://www.
dinkesjatim.go.id/berita. [2 Maret 2009].
Wisaksono S. 2002. Efek Toksik dan Cara Menentukan Toksisitas Bahan Kimia.
Cermin Dunia Kedokteran 135: 32-36.
239

Witanto. 2006. Pencemaran Air Kali Surabaya Taraf Berbahaya.


http://www. hmtl-its.org/index. [10 Mei 2008].
Zhang XH, Zhang HW, Chen B, Chen GQ, Zhao XH. 2008. Water Resources
Planning Based on Complex System Dynamic: A Case Study of Tianjin
City. Communication in Nonlinier Science and Numerical Simulation
13:2328-2336. www.sciencedirect.com. [18 Juni 2009]
Zhang H, Zhang X, Zhang B. 2009. System Dynamic Approach to Urban Water
Demand Forecasting. Transaction of Tianjin University 15(1):70-74.
Xu ZX, Takeuchi K, Ishidaira H, Zhang XW. 2002. Sustainability Analysis for
Yellow River Water Resources Using the System Dynamics Approach,
Water Resources Management 16:239-261.
240

LAMPIRAN - LAMPIRAN
241

Lampiran 1 Data penduduk pada radius 500 m dan volume limbah domestik

No Desa Jumlah % Penduduk Jumlah 32,5% Volume


Penduduk Jarak 500 m Penduduk Penduduk Limbah
Radius 500 m Pembuang (liter/hari)
Limbah
1 Wonokromo 47 649 20 9 530 3 097 356,774.4
2 Ketintang 15 263 5 763 248 28,569.6
3 Sawunggaling 28 262 20 5 652 1 837 211,622.4
4 Gunungsari 14 066 15 2 110 686 79,027.2
5 Jajar Tunggal 10 140 5 507 165 19,008
6 Karah 14 753 40 5 901 1 918 220,953.6
7 Jambangan 7 560 30 2 268 737 84,902.4
8 Kebonsari 9 225 20 1 845 600 69,120
9 Pagesangan 10 748 30 3 224 1 048 120,729.6
10 Kedurus 25 221 35 8 827 2 869 330,508.8
11 Kebraon 27 639 35 9 673 3 144 362,188.8
12 Karang Pilang 10 383 70 7 268 2 362 272,102.4
13 Warugunung 7 872 30 2 362 768 88,473.6
14 Sepanjang 10 693 30 3 208 1 043 120,153.6
15 Bebekan 11 504 50 5 752 1 869 215,308.8
16 Wonocolo 12 753 60 7 652 2 487 286,502.4
17 Ngelom 7 072 60 4 243 1 379 158,860.8
18 Tawang Sari 6 961 30 2 088 679 78,220.8
19 Krikilan 13 964 40 5 586 1 815 209,088
20 Bakalan 6 584 40 2 634 856 98,611.2
21 Bareng Krajan 13 890 5 695 226 26,035.2
22 P. Maduretno 10 185 30 3 056 993 114,393.6
23 Driyorejo 12 952 40 5 181 1 684 193,996.8
24 Cangkir 11 291 20 2 258 734 84,556.8
25 Tanjung Sari 17 278 20 3 456 1 123 129,369.6
26 Bambe 16 847 15 2 527 821 94,579.2
27 Krembangan 9 261 20 1 852 602 69,350.4
242

Lampiran 1 (Lanjutan)

No Desa Jumlah % Penduduk Jumlah 32,5% Volume


Penduduk Jarak 500 m Pendusuk Penduduk limbah
radius 500 m Pembuang (liter/hari)
Limbah
28 Mlirip 9 674 25 2 419 786 90,547.2
29 Penopo 9 520 25 2 380 774 89,164.8
30 Kramat T. 3 407 25 852 277 31,910.4
31 Canggu 8 313 20 1 663 540 62,208
32 Singkalan 3 754 20 751 244 28,108.8
33 Jetis 6 439 15 966 314 36,172.8
34 Perning 5 245 15 787 256 29,491.2
35 K. Sukodani 3 982 15 597 194 22,348.8
36 Bakong P. 4 978 15 747 243 27,993.6
37 Kedunganyar 4 172 20 834 271 31,219.2
38 Gogem Pinggir 3 193 25 798 259 29,836.8
39 Sumber Rame 5 663 10 566 184 21,196.8
40 Wringin Anom 13 273 15 1 991 647 74,534.4
41 Penambangan 6 758 20 1 352 439 50,572.8
42 Lebani Waras 3 924 20 785 255 29,376
43 Jeruk Legi 3 861 30 1 158 376 43,315.2
44 Sumengko 7 263 20 1 453 472 54,374.4
45 Pasiran 6 472 5 324 105 12,096
46 Sidomulyo 6 047 20 1 814 590 67,968
47 Tempel 4 954 30 1 486 483 55,641.6
48 Watu Golong. 5 669 5 283 92 10,598.4
Jumlah 134 124 43 590 5,021,683.2
Sumber: PU Pengairan (2009), BPS (2008, 2009), Hasil Survei (2009) dan Hasil Perhitungan.
243

Lampiran 2 Perhitungan beban limbah domestik (penduduk zona 500 m)

No Desa Jumlah % Pend Jarak Jumlah Pend. 32.5% Pend. Debit Air Beban BOD Beban COD
Pend. 500 m Radius 500 m Pembuang Buangan (kg/hari) (kg/hari)
Limbah (m3/hari)
1 Wonokromo 47649 20 9530 3097 356.774 142.462 176.529
2 Ketintang 15263 5 763 248 28.569 11.408 14.136
3 Sawunggaling 28262 20 5652 1837 211.622 84.502 104.709
4 Gunungsari 14066 15 2110 686 79.027 31.556 39.102
5 Jajar Tunggal 10140 5 507 165 19.008 7.590 9.405
6 Karah 14753 40 5901 1918 220.954 88.228 109.326
7 Jambangan 7560 30 2268 737 84.902 33.902 42.009
8 Kebonsari 9225 20 1845 600 69.120 27.600 34.200
9 Pagesangan 10748 30 3224 1048 120.729 48.208 59.736
10 Kedurus 25221 35 8827 2869 330.509 131.974 163.533
11 Kebraon 27639 35 9673 3144 362.189 144.624 179.208
12 Karang Pilang 10383 70 7268 2362 272.102 108.652 134.634
13 Warugunung 7872 30 2362 768 88.474 35.328 43.776
14 Sepanjang 10693 30 3208 1043 120.154 47.978 59.451
15 Bebekan 11504 50 5752 1869 215.309 85.974 106.533
16 Wonocolo 12753 60 7652 2487 286.502 114.402 141.759
17 Ngelom 7072 60 4243 1379 158.861 63.434 78.603
18 Tawang Sari 6961 30 2088 679 78.221 31.234 38.703
244

Lampiran 2 (Lanjutan)

No Desa Jumlah % Pend Jarak Jumlah Pend. 32.5% Pend. Debit Air Beban BOD Beban COD
Pend. 500 m Radius 500 m Pembuang Buangan (kg/hari) (kg/hari)
Limbah (m3/hari)
19 Krikilan 13964 40 5586 1815 209.088 83.490 103.455
20 Bakalan 6584 40 2634 856 98.611 39.376 48.792
21 Bareng Krajan 13890 5 695 226 26.035 10.396 12.882
22 P. Maduretno 10185 30 3056 993 114.393 45.678 56.601
23 Driyorejo 12952 40 5181 1684 193.997 77.464 95.988
24 Cangkir 11291 20 2258 734 84.557 33.764 41.838
25 Tanjung Sari 17278 20 3456 1123 129.369 51.658 64.011
26 Bambe 16847 15 2527 821 94.579 37.766 46.797
27 Krembangan 9261 20 1852 602 69.350 27.692 34.314
28 Mlirip 9674 25 2419 786 90.547 36.156 44.802
29 Penopo 9520 25 2380 774 89.165 35.604 44.118
30 K. Temanggung 3407 25 852 277 31.910 12.742 15.789
31 Canggu 8313 20 1663 540 62.208 24.840 30.780
32 Singkalan 3754 20 751 244 28.109 11.224 13.908
33 Jetis 6439 15 966 314 36.173 14.444 17.898
34 Perning 5245 15 787 256 29.491 11.776 14.592
35 Kedung Sukodani 3982 15 597 194 22.349 8.924 11.058
36 B. Pringgondani 4978 15 747 243 27.994 11.178 13.851
245

Lampiran 2 (Lanjutan)

No Desa Jumlah % Pend Jarak Jumlah Pend. 32.5% Pend. Debit Air Beban BOD Beban COD
Pend. 500 m Radius 500 m Pembuang Buangan (kg/hari) (kg/hari)
Limbah (m3/hari)
37 Kedunganyar 4172 20 834 271 31.219 12.466 15.447
38 Gogem Pinggir 3193 25 798 259 29.837 11.914 14.763
39 Sumber Rame 5663 10 566 184 21.197 8.464 10.488

40 Wringin Anom 13273 15 1991 647 74.534 29.762 36.879


41 Penambangan 6758 20 1352 439 50.573 20.194 25.023
42 Lebani Waras 3924 20 785 255 29.376 11.730 14.535
43 Jeruk Legi 3861 30 1158 376 43.315 17.296 21.432
44 Sumengko 7263 20 1453 472 54.374 21.712 26.904
45 Pasiran 6472 5 324 105 12.096 4.830 5.985

46 Sidomulyo 6047 20 1814 590 67.968 27.140 33.630


47 Tempel 4954 30 1486 483 55.642 22.218 27.531
48 Watu Golong 5669 5 283 92 10.598 4.232 5.244
Jumlah 134,124 43,590 5,021.568 2,005.140 2,484.630
246

Lampiran 3 Daftar industri di DPS Kali Surabaya

No Nama Industri Lokasi Produk


1 PT. Bintang Apollo Jambangan Benang/Tekstil
2 Per. Tahu Gunungsari Gunungsari Tahu
3 Per. Tahu Kedurus Kedurus Tahu
4 RPH. Kedurus Kedurus Daging
5 PT. Gawe Rejo Kedurus Pakaian
6 PT. Sarimas Permai Kedurus Minyak kelapa
7 CV. Bangun Kebraon Traso/ubin
8 PT. Jayabaya Raya Pagesangan Deterjent
9 Per. Tahu Purnomo Pagesangan Tahu
10 PT. Pakabaya Pagesangan Korek Api/kimia
11 Per. Tahu Halim K. Pilang Tahu
12 PT. Kuda Laut K. Pilang Minyak Kelapa
13 PT. Cemara Agung K. Pilang Minyak Kelapa
14 PT. IKI Mutiara K. Pilang Ceramic/Glazed Tiles
15 CV. Sumber Baru K. Pilang Konfeksi/kain pel
16 PT. Spindo W. Gunung Pipa Baja/logam
17 Per. Tegel LTS W. Gunung Tiles
18 PT. Kedawung Setia CCB W. Gunung Enamel
19 PT. Kedawung Setia Tbk W. Gunung Karton box
20 PT. Suparma W. Gunung Kertas
21 PT. Surabaya Wire Bambe Kawat/logam
22 PT. Priscolin Bambe Minyak Kelapa
23 PT. Surabaya Mekabox Bambe Kertas
24 PT. Timur Megah Steel Tenaru Mur baut, kawat rol
25 PT. Sinar Surya Sosro K. Driyorejo Teh kemasan
26 PT. Titani Alam Semesta Driyorejo Kerupuk Udang
27 PT. Wing Surya Driyorejo Deterjent & sabun
28 PT. Miwon Driyorejo MSG
29 PT. Haka S. Leather Driyorejo Kulit
30 PT. Huey Chyi Krikilan Tekstil/zat pewarna
31 PT. Madu Lingga Perkasa Kesamben Bleaching earth
32 PT. Adiprima Suraprinta Sumengko Kertas
33 PT. Surya Agung Kertas Semambung Kertas
34 PT. Asia Victory W. Anom Glazed Ceramic Tiles
35 CV. Sidomakmur Legundi Tahu
36 PG Gempolkrep Gedek Gula
Sumber: PJT I (2008, 2009), BLH (2008), hasil survei.
247

Lampiran 4 Kadar BOD, COD, TSS dan debit limbah industri di DPS Kali Surabaya

Debit Limbah Kadar Rata-rata (mg/l)


No Nama Industri Rata-rata BOD COD TSS
(m3/hari)
1 PT. Bintang Apollo 141.76 268.25 755.66 48.77
2 Per. Tahu Gunungsari 261.71 1,480.80 3,053.60 419.70
3 Per. Tahu Kedurus 46.39 1,775.7 4374.30 600.83
4 RPH. Kedurus 262.66 3,223.63 8,465.00 2,748.75
5 PT. Gawe Rejo 56.39 57.56 89.68 71.62
6 PT. Sarimas Permai 51.84 124.84 2.259.00 348.00
7 CV. Bangun 8.56 0.07 0.22 0.52
8 PT. Jayabaya Raya 22.77 23.48 105.24 40.55
9 Per. Tahu Purnomo 47.92 1.764.0 2,999.9 378.80
10 PT. Pakabaya 211.51 75.33 156.20 70.56
11 Per. Tahu Halim 181.44 1,218.70 2,709.85 959.48
12 PT. Kuda Laut 46.65 564.70 2,086.52 242.18
13 PT. Cemara Agung 44.06 546.85 1,322.83 295.03
14 PT. IKI Mutiara 938 41.23 125.09 85.33
15 CV. Sumber Baru 141 247.16 613.44 127.01
16 PT. Spindo 739.54 16.22 43.06 16.33
17 Per. Tegel LTS 1310 28.91 93.83 202.98
18 PT. Kedawung Setia CCB 99.27 4.83 11.79 20.02
19 PT. Kedawung Setia Tbk 140.82 23.51 54.40 30.30
20 PT. Suparma 8,640.08 124.84 277.38 418.30
21 PT. Surabaya Wire 224 18.87 64.88 50.67
22 PT. Priscolin 6.52 27.85 109.12 75.36
23 PT. Surabaya Mekabox 2,781.07 482.09 1,112.30 110.00
24 PT. Timur Megah Steel 358.22 12.94 37.83 70.27
25 PT. Sinar Sosro Kencono 191.72 2,872.2 6,029.7 104.33
26 PT. Titani Alam Semesta 100.31 357.40 479.90 58.08
27 PT. Wing Surya 453.6 460.33 954.53 52.13
28 PT. Miwon 12,336 260.00 729.85 160.00
29 PT. Haka Surabaya Leather 161.57 16.87 52.88 24.00
30 PT. Huey Chyi 729.73 341.00 904.80 168.50
31 PT. Madu Lingga Perkasa 1,805.76 52.04 114.94 146.58
32 PT. Adiprima Suraprinta 18,144 70.40 379.10 653.23
33 PT. Surya A. Kertas Pulp 23,610 304.70 750.60 421.00
34 PT. Asia Victory 184.89 49.07 133.55 639.90
35 CV. Sidomakmur 37.06 740.30 1,730.34 510.04
36 PG Gempolkrep 545.25 373.00 764.20 45.38
Sumber : PJT 1 (2009), Dinas PU Pengairan Jatim (2009), BLH Jatim (2009) dan hasil Analisis.
248

Lampiran 5 Beban pencemaran bersumber dari limbah industri

Debit Limbah Beban (kg/hari)


No Nama Industri Rata-rata BOD COD TSS
(m3/hari)
1 PT. Bintang Apollo 141.76 38.03 107.12 6.91
2 Per. Tahu Gunungsari 261.71 387.52 799.09 109.83
3 Per. Tahu Kedurus 46.39 82.36 202.92 27.87
4 RPH. Kedurus 262.66 847.81 2,226.29 722.92
5 PT. Gawe Rejo 56.39 3.25 5.06 4.04
6 PT. Sarimas Permai 51.84 89.43 117.10 18.06
7 CV. Bangun 8.56 0.07 0.22 0.52
8 PT. Jayabaya Raya 22.77 0.54 2.39 0.92
9 Per. Tahu Purnomo 47.92 92.82 143.75 18.15
10 PT. Pakabaya 211.51 16.21 33.14 14.81
11 Per. Tahu Halim 181.44 221.12 491.68 174.08
12 PT. Kuda Laut 46.65 26.34 97.34 11.29
13 PT. Cemara Agung 44.06 24.09 58.28 12.99
14 PT. IKI Mutiara 938 38.67 117.33 80.04
15 CV. Sumber Baru 141 34.85 86.49 17.91
16 PT. Spindo 739.54 11.99 31.84 12.07
17 Per. Tegel LTS 1,310 37.87 122.92 265.90
18 PT. Kedawung Setia CCB 99.27 0.48 1.17 1.99
19 PT. Kedawung Setia Tbk 140.82 3.31 7.66 4.27
20 PT. Suparma 8,640.08 1,078.63 2,396.5 3,614.16
21 PT. Surabaya Wire 224 4.23 14.53 11.35
22 PT. Priscolin 6.52 0.18 0.71 0.49
23 PT. Surabaya Mekabox 2,781.07 1,340.67 3,093.32 305.89
24 PT. Timur Megah Steel 358.22 4.63 13.56 25.17
25 PT. Sinar Sosro Kencono 191.72 550.67 1,156.03 20.01
26 PT. Titani Alam Semesta 100.31 35.85 48.14 5.81
27 PT. Wing Surya 453.6 208.88 432.96 23.59
28 PT. Miwon 12,336 3,207.35 9,003.42 1,973.77
29 PT. Haka Surabaya Leather 184.89 9.07 24.69 118.31
30 PT. Huey Chyi 729.73 248.8 660.27 122.96
31 PT. Madu Lingga Perkasa 1,805.76 93.89 205.86 263.64
32 PT. Adiprima Suraprinta 18,144 1,277.35 6,878.38 11,852.21
33 PT. Surya A. Kertas Pulp 23,610 7,177.44 17,721.67 9,939.81
34 PT. Asia Victory 161.57 2.72 8.55 12.99
35 CV. Sumber Baru 141 34.85 86.49 80.04
36 PG Gempolkrep 545.25 203.36 416.69 17.91
Sumber: Hasil Perhitungan (2009).
249

Lampiran 6 Karakteristik responden penelitian

Karakteristik Responden Jumlah Persentase


1. Status responden dalam keluarga:
a. Kepala RT/Keluarga 124 62.0
b. Pasangan suami-istri 46 23.0
c. Anak 18 9.0
d. Menantu 0 0.0
e. Orang tua / Mertua 12 6.0
f. Saudara kandung kepala RT 0 0.0
2. Pendidikan terakhir yang ditamatkan:
a. Tidak sekolah 0 0.0
b. Tidak tamat SD 18 9.0
c. Tamat SD 38 19.0
d. SMP 55 27.5
e. SMA 67 33.5
f. Sekolah kejuruan 11 5.5
g. D1/D2/D3 3 1.5
h. S1/S2/S3 8 4.0
3. Pekerjaan Responden:
a. Petani / Nelayan 7 3.5
b. Pedagang / Wiraswasta 81 40.5
c. Tukang / Buruh bangunan 16 8.0
d. Pegawai swasta / BUMN 47 23.5
e. PNS/TNI/POLRI 19 9.5
f. Tidak bekerja 5 2.5
g. Pensiunan 3 1.5
h. Lainnya 22 11.0
4. Rata-rata pendapatan per minggu (Rp):
a. < 50.000 1 0.5
b. 50.000 < 150.000 15 7.5
c. 150.000 < 250.000 87 43.5
d. 250.000 - < 350.000 42 21.0
e. 350.000 - < 500.000 23 11.5
f. 500.000 - < 750.000 22 11.0
g. 750.000 - < 1.000.000 7 3.5
h. 1.000.000 3 1.5
250

Lampiran 6 (Lanjutan)

Karakteristik Responden Jumlah Persentase


5. Jumlah anggota keluarga inti yang tinggal dalam
satu rumah (termasuk responden yang bersangkutan):
a. Berjumlah 1 2 orang 15 7.5
b. Berjumlah 3 4 orang 88 44.0
c. Berjumlah 5 6 orang 75 37.5
d. Berjumlah 7 8 orang 18 9.0
e. Berjumlah 9 10 orang 4 2.0
f. Berjumlah 11 orang 0 0.0
6. Konstruksi bangunan rumah:
a. Permanen / tembok penuh 162 81.0
b. Semi permanen / setengah tembok 35 17.5
c. Papan / bambu 3 1.5
d. Lainnya, .... 0 0.0
7. Jarak rumah terhadap Kali Surabaya:
a. Di tepi Kali Surabaya 23 11.5
b. Sekitar 20 meter dari Kali Surabaya 56 28.0
c. Sekitar 50 meter dari Kali Surabaya 52 26.0
d. Sekitar 100 meter dari Kali Surabaya 37 18.5
e. > 100 meter dari Kali Surabaya 27 13.5
TIDAK MENJAWAB 5 2.5
Sumber: hasil kuesioner (2009)
251

Lampiran 7 Data kualitas air Kali Surabaya periode Agustus Desember 2009

No. Lokasi Tanggal T pH DHL TSS DO BOD COD


19/08/2009 29.0 6.99 505 65.20 3.20 3.22 12.30
1 Dam Gunungsari 10/09/2009 28.5 6.80 485 34.00 3.50 2.64 9.35
05/10/2009 31.5 6.43 477 22.00 3.80 2.79 9.40
05/11/2009 29.5 6.98 423 45.00 3.00 1.92 6.55
11/12/2009 27.0 7.10 487 166.35 3.20 6.17 32.11
Rata-rata 29.1 6.86 475.4 66.51 3.34 3.35 13.94

19/08/2009 28.9 6.91 543 24.00 3.40 4.95 16.28


Jemb. Sepanjang 10/09/2009 29.0 6.83 522 20.00 3.20 2.52 7.54
2
05/10/2009 31.9 6.66 478 34.00 2.50 3.09 10.49
05/11/2009 29.0 7.10 427 56.00 3.20 4.22 13.69
11/12/2009 27.5 7.01 486 163.07 3.90 5.17 25.21
Rata-rata 29.26 6.90 491.2 59.41 3.24 3.99 14.64

19/08/2009 29.8 7.10 532 74.00 3.40 3.77 12.58


01/09/2009 29.8 7.10 514 28.60 3.50 3.85 14.32
Karang Pilang 10/09/2009 29.0 7.10 520 28.00 3.30 2.56 8.93
3
05/10/2009 32.5 6.68 474 36.00 3.80 3.72 15.51
02/11/2009 28.0 6.70 408 40.00 3.10 2.62 7.74
12/11/2009 29.0 6.90 477 34.00 3.40 3.63 12.50
11/12/2009 27.5 7.10 483 165.60 4.00 5.81 22.27
Rata-rata 29.37 6.95 486.9 58.03 3.50 3.71 13.41
Baku Mutu Deviasi 3 6-9 - 50 6 2 10
252

Lampiran 7 (Lanjutan)

No. Lokasi Tanggal T pH DHL TSS DO BOD COD


07/08/2009 28.8 7.10 530 68.64 3.60 4.07 14.63
10/09/2009 29.5 5.90 590 38.00 3.40 35.63 74.90
4 T. Bambe
05/10/2009 29.6 6.66 475 55.00 3.60 3.15 10.10
05/11/2009 29.0 7.50 513 38.00 3.90 4.94 20.06
11/12/2009 27.5 7.10 545 123.53 4.80 5.98 24.74
Rata-rata 28.88 6.85 530.6 64.64 3.86 10.75 28.89

19/08/2009 28.5 7.00 512 64.33 4.90 2.75 10.89


01/09/2009 28.8 7.30 487 26.40 4.90 3.16 11.13
10/09/2009 28.0 7.10 792 12.00 4.80 2.39 7.59
5 T. Cangkir 05/10/2009 29.8 6.35 457 39.00 3.90 3.39 14.68
02/11/2009 30.0 7.00 399 31.00 5.10 2.12 8.08
12/11/2009 28.0 7.20 458 48.00 5.70 4.30 14.52
11/12/2009 27.0 6.90 459 121.10 5.50 5.22 19.20
Rata-rata 28.59 6.98 509.14 48.83 4.97 3.33 12.30

19/08/2009 28.0 7.10 465 66.71 5.90 3.13 9.66


10/09/2009 29.6 6.90 473 30.00 5.90 2.89 8.78
Jemb. Jrebeng 05/10/2009 29.5 6.41 460 48.00 4.60 2.95 9.04
6
05/11/2009 29.0 7.60 439 50.00 4.80 3.62 10.28
11/12/2009 27.0 6.90 476 178.63 6.00 5.08 18.31
Rata-rata 28.62 6.98 462.2 74.67 5.44 3.53 11.21
7 Ngagel/Jagir 05/10/2009 32.4 6.05 485 - 2.70 4.78* 12.83*
8 Jemb. Perning 05/10/2009 29.7 6.12 459 - 5.40 3.70* 11.60*
9 Canggu 05/10/2009 29.4 6.56 429 - 6.60 2.90* 8.85*
BAKU MUTU Deviasi 3 6-9 - 50 6 2 10
Ket: * Data hasil pemantauan bulanan PJT I Tahun 2009
253

Lampiran 7 (Lanjutan)

No. Lokasi Tanggal N-NH 3 N-NO 2 N-NO 3 P-PO 4


19/08/2009 0.317 0.116 0.761 0.131
10/09/2009 0.248 0.454 0.978 0.201
1 Dam Gunungsari
05/10/2009 0.208 0.120 0.921 0.192
05/11/2009 0.082 0.084 0.600 0.108
11/12/2009 0.164 0.161 1.503 0.211
Rata-rata 0.204 0.187 0.953 0.169

19/08/2009 0.215 0.092 0.519 0.065


Jemb. Sepanjang 10/09/2009 0.102 0.133 1.024 0.191
2
05/10/2009 0.182 0.120 1.075 0.209
05/11/2009 0.087 0.066 0.621 0.084
11/12/2009 0.173 0.130 1.102 0.260
Rata-rata 0.152 0.108 0.868 0.162

19/08/2009 0.492 0.135 0.659 0.192


01/09/2009 0.613 0.053 0.509 0.166
10/09/2009 0.176 0.116 0.867 0.213
3 Karang Pilang
05/10/2009 0.233 0.120 0.982 0.175
02/11/2009 0.839 0.246 0.631 0.304
12/11/2009 0.080 0.252 0.384 0.122
11/12/2009 0.237 0.127 1.287 0.240
Rata-rata 0.381 0.150 0.760 0.202
Baku Mutu 0.5 0.06 10 0.2
254

Lampiran 7 (Lanjutan)

No. Lokasi Tanggal N-NH 3 N-NO 2 N-NO 3 P-PO 4


07/08/2009 0.280 0.116 0.790 0.065
10/09/2009 0.152 0.002 0.029 0.187
Tambangan Bambe
05/10/2009 0.131 0.132 0.857 0.202
4
05/11/2009 0.135 0.358 0.445 0.116
11/12/2009 0.196 0.149 1.342 0.163
Rata-rata 0.179 0.151 0.693 0.147

19/08/2009 0.199 0.061 0.855 0.166


01/09/2009 0.592 0.053 0.752 0.169
10/09/2009 0.107 0.092 0.975 0.188
05/10/2009 0.246 0.173 0.919 0.176
5 Tambangan Cangkir
02/11/2009 0.498 0.207 0.952 0.072
12/11/2009 0.131 0.114 0.903 0.095
11/12/2009 0.227 0.111 1.407 0.261
Rata-rata 0.286 0.116 0.966 0.161

19/08/2009 0.139 0.067 1.844 0.098


10/09/2009 0.142 0.147 1.080 0.176

6 Jemb. Jrebeng 05/10/2009 0.097 0.173 0.876 0.123


05/11/2009 0.099 0.049 0.998 0.113
11/12/2009 0.172 0.210 1.216 0.192
Rata-rata 0.130 0.129 1.203 0.140
Baku Mutu 0.5 0.06 10 0.2
255

Lampiran 8 Konsentrasi Logam Berat Hg. Pb dan Cd di Kali Surabaya

No. Lokasi Tanggal Kondisi Hg (mg/l) Pb (mg/l) Cd (mg/l)


12/09/2009 0.0014 0.0504 tt
05/10/2009 0.0046 0.0774 tt
24/11/2009 0.0028 0.0306 tt
1 Gunungsari Min 0.0014 0.0306 tt
Max 0.0046 0.0774 tt
Rerata 0.0029 0.0528 tt

12/09/2009 0.0002 0.0180 tt


05/10/2009 0.0143 0.0153 tt
24/11/2009 0.0028 tt tt
2 J. Sepanjang Min 0.0002 tt tt
Max 0.0143 0.0180 tt
Rerata 0.0058 0.0111 tt

12/09/2009 0.0045 0.0221 tt


05/10/2009 0.0089 0.0114 0.0102
24/11/2009 0.0103 tt tt
3 Karang Pilang Min 0.0045 tt tt
Max 0.0103 0.0221 0.0102
Rerata 0.0079 0.0112 0.0034
Baku Mutu 0.001 0.03 0.01
256

Lampiran 8 (Lanjutan)

No Lokasi Tanggal Kondisi Hg (mg/l) Pb (mg/l) Cd (mg/l)


12/09/2009 0.0014 tt tt
05/10/2009 0.0390 tt tt
24/11/2009 0.0233 0.0103 tt
4 T. Bambe Min 0.0014 tt tt
Max 0.0390 0.0103 tt
Rerata 0.0212 0.0034 tt

12/09/2009 0.0206 tt 0.0107


05/10/2009 0.0133 tt 0.0168
24/11/2009 0.0138 tt tt
5 T. Cangkir Min 0.0138 tt tt
Max 0.0206 tt 0.0168
Rerata 0.0159 tt 0.0092

12/09/2009 tt tt 0.0160
05/10/2009 0.0040 tt tt
24/11/2009 tt tt tt
6 J. Jrebeng Min tt tt tt
Max 0.0040 tt 0.0160
Rerata 0.0013 tt 0.0053
Baku Mutu 0.001 0.03 0.01
Rata-rata Keseluruhan 0.0092 0.0131 0.003
Keterangan: tt = tidak terdeteksi
257

Lampiran 9 Perhitungan indeks pencemaran Kali Surabaya

No Lokasi Parameter Ci Lij Ci/Lij (Ci/Lij)baru Rata-rata Maks IP


pH 6.86 69 0.9147 0.4267
TSS 66.51 50 1.3302 1.6196
DO 3.34 6 0.5567 3.6600
BOD 3.35 2 1.6750 2.1201
COD 13.94 10 1.3940 1.7213
N-NH3 0.204 0.5 0.4080 0.4080
1 Gunungsari 1.6587 3.6600 2.8414
N-NO2 0.187 0.06 3.1167 3.4685
N-NO3 0.953 10 0.0953 0.0953
P-PO 4 0.169 0.2 0.8450 0.8450
Kadar Hg 0.0029 0.001 2.9000 3.3120
Kadar Pb 0.0528 0.03 1.7600 2.2276
Kadar Cd tt 0.01 0.0000 0
pH 6.9 69 0.9200 0.4000
TSS 59.41 50 1.1882 1.3744
DO 3.24 6 0.5400 3.7600
BOD 3.99 2 1.9950 2.4997
COD 14.64 10 1.4640 1.8277
2 J. Sepanjang N-NH3 0.5 1.5501 4.8171 3.5782
0.152 0.3040 0.3700
N-NO2 0.108 0.06 1.8000 2.2764
N-NO3 0.868 10 0.0868 0.0960
P-PO 4 0.162 0.2 0.8100 0.8100
Kadar Hg 0.0058 0.001 5.8000 4.8171
Kadar Pb 0.0111 0.03 0.3700 0.3700
Kadar Cd tt 0.01 0 0
258

Lampiran 9 (Lanjutan)

No Lokasi Parameter Ci Lij Ci/Lij (Ci/Lij)baru Rata-rata Maks IP


pH 6.96 69 0.9280 0.3600
TSS 68.18 50 1.3636 1.6734
DO 3.56 6 0.5933 3.4400
BOD 3.93 2 1.9650 2.4668
COD 14.42 10 1.4420 1.7948
3 Karang Pilang N-NH3 0.363 0.5 0.7260 0.7260 1.7210 5.4881 4.0670
N-NO2 0.143 0.06 2.3833 2.8859
N-NO3 0.825 10 0.0825 0.0825
P-PO 4 0.202 0.2 1.0100 1.0216
Kadar Hg 0.0079 0.001 7.9000 5.4881
Kadar Pb 0.0112 0.03 0.3733 0.3733
Kadar Cd 0.0034 0.01 0.3400 0.3400
pH 6.85 69 0.9133 0.4333
TSS 64.63 50 1.2926 1.5573
DO 3.86 6 0.6433 3.1400
BOD 10.75 2 5.3750 4.6519
COD 28.89 10 2.8890 3.3037
4 T. Bambe N-NH3 0.179 0.5 0.3580 0.3580 2.0831 7.6317 5.5939
N-NO2 0.151 0.06 2.5167 3.0041
N-NO3 0.693 10 0.0693 0.0693
P-PO 4 0.147 0.2 0.7350 0.7350
Kadar Hg 0.0212 0.001 21.200 7.6317
Kadar Pb 0.0034 0.03 0.1133 0.1133
Kadar Cd tt 0.01 0 0
259

Lampiran 9 (Lanjutan)

No Lokasi Parameter Ci Lij Ci/Lij (Ci/Lij)baru Rata-rata Maks IP


pH 6.91 69 0.9213 0.3933
TSS 56.67 50 1.1334 1.2719
DO 4.9 6 0.8167 2.1000
BOD 3.47 2 1.7350 2.1965
5 T. Cangkir COD 13.09 10 1.3090 1.5847 1.6170 7.0070 5.0849
N-NH3 0.267 0.5 0.5340 0.5340
N-NO2 0.116 0.06 1.9333 2.4315
N-NO3 0.995 10 0.0995 0.0995
P-PO 4 0.173 0.2 0.8650 0.8650
Kadar Hg 0.0159 0.001 15.900 7.0070
Kadar Pb tt 0.03 0 0
Kadar Cd 0.0092 0.01 0.9200 0.9200
pH 6.98 69 0.9307 0.3467
TSS 74.67 50 1.4934 1.8709
DO 5.44 6 0.9067 1.5600
BOD 3.53 2 1.7650 2.2337
6 J. Jrebeng COD 11.21 10 1.1210 1.2480 1.0918 2.6622 2.0346
N-NH3 0.130 0.5 0.2600 0.2600
N-NO2 0.129 0.06 2.1500 2.6622
N-NO3 1.203 10 0.1203 0.1203
P-PO 4 0.140 0.2 0.7000 0.7000
Kadar Hg 0.0013 0.001 1.3000 1.5697
Kadar Pb tt 0.03 0 0
Kadar Cd 0.0053 0.01 0.5300 0.5300
260

Lampiran 10 Analisis status mutu air dengan indeks STORET

Baku Hasil Pengukuran Rata- Total


Lokasi Parameter Unit Mutu rata Skor Skor Status Mutu
Maks Min
TSS mg/l 50 166.35 22.00 66.51 -8
pH - 69 7.10 6.43 6.86 0
DO mg/l 6 3.80 3.00 3.34 -20
COD mg/l 10 32.11 6.55 13.94 -16
Gunungsari -104 Tercemar Berat
BOD mg/l 2 6.17 1.92 3.35 -16
N-NH 3 mg/l 0.5 0.317 0.082 0.204 0
N-NO 3 mg/l 10 1.503 0.600 0.953 0
P-PO 4 mg/l 0.2 0.211 0.108 0.169 -4
Kadar Hg mg/l 0.001 0.0046 0.0014 0.0029 -20
Kadar Pb mg/l 0.03 0.0774 0.0306 0.0528 -20
Kadar Cd mg/l 0.01 tt tt tt 0
TSS mg/l 50 163.07 20.00 59.41 -8
pH - 69 7.10 6.66 6.90 0
DO mg/l 6 3.90 2.50 3.24 -20
COD mg/l 10 25.21 7.54 14.64 -16
BOD mg/l 2 5.17 2.52 3.99 -20
Jemb. Sepanjang N-NH 3 mg/l 0.5 0.215 0.087 0.152 0 -84 Tercemar Berat
N-NO 3 mg/l 10 1.102 0.519 0.868 0
P-PO 4 mg/l 0.2 0.26 0.065 0.162 -4
Kadar Hg mg/l 0.001 0.0143 0.0002 0.0058 -16
Kadar Pb mg/l 0.03 0.018 tt 0.0111 0
Kadar Cd mg/l 0.01 tt tt tt 0
261

Lampiran 10 (Lanjutan)

Baku Hasil Pengukuran Rata-


Lokasi Parameter Unit Mutu rata Skor Total Skor Status Mutu
Maks Min
TSS mg/l 50 165.60 28.30 68.18 -8
pH - 69 7.10 6.68 6.96 0
DO mg/l 6 4.00 3.20 3.56 -20
COD mg/l 10 22.27 10.12 14.42 -20
BOD mg/l 2 5.81 3.13 3.93 -20 -96 Tercemar
Karang Pilang N-NH 3 mg/l 0.5 0.492 0.233 0.363 0 Berat
N-NO 3 mg/l 10 1.287 0.508 0.825 0
P-PO 4 mg/l 0.2 0.240 0.175 0.202 -4
Kadar Hg mg/l 0.001 0.0103 0.0089 0.0079 -20
Kadar Pb mg/l 0.03 0.0221 tt 0.0112 0
Kadar Cd mg/l 0.01 0.0102 tt 0.0034 -4
TSS mg/l 50 123.53 38.00 64.63 -8
pH - 69 7.50 5.90 6.85 0
DO mg/l 6 4.80 3.40 3.86 -20
COD mg/l 10 74.90 10.10 28.89 -20
BOD mg/l 2 35.63 3.15 10.75 -20 -92 Tercemar
T. Bambe N-NH 3 mg/l 0.5 0.280 0.131 0.179 0 Berat
N-NO 3 mg/l 10 1.342 0.029 0.693 0
P-PO 4 mg/l 0.2 0.202 0.065 0.147 -4
Kadar Hg mg/l 0.001 0.0390 0.0014 0.0212 -20
Kadar Pb mg/l 0.03 0.0103 tt 0.0034 0
Kadar Cd mg/l 0.01 tt tt tt 0
262

Lampiran 10 (Lanjutan)

Baku Hasil Pengukuran Rata- Total


Lokasi Parameter Unit Mutu rata Skor Skor Status Mutu
Maks Min
TSS mg/l 50 121.10 19.20 56.67 -8
pH - 69 7.20 6.35 6.91 0
DO mg/l 6 5.50 3.90 4.90 -20
COD mg/l 10 19.20 9.36 13.09 -16
BOD mg/l 2 5.22 2.75 3.47 -20 -104 Tercemar
Tamb. Cangkir N-NH 3 mg/l 0.5 0.350 0.199 0.267 0 Berat
N-NO 3 mg/l 10 1.407 0.855 0.995 0
P-PO 4 mg/l 0.2 0.261 0.083 0.173 -16
Kadar Hg mg/l 0.001 0.0206 0.0138 0.0159 -20
Kadar Pb mg/l 0.03 tt tt tt 0
Kadar Cd mg/l 0.01 0.0168 tt 0.0092 -4
TSS mg/l 50 178.63 30.00 74.67 -8
Ph - 69 7.60 6.41 6.98 0
DO mg/l 6 6.00 4.60 5.44 -16
COD mg/l 10 18.31 8.78 11.21 -16
BOD mg/l 2 5.08 2.89 3.53 -20 Tercemar
Jemb. Jrebeng N-NH 3 mg/l 0.5 0.172 0.097 0.13 0 -80 Berat
N-NO 3 mg/l 10 1.844 0.876 1.203 0
P-PO 4 mg/l 0.2 0.192 0.098 0.140 0
Kadar Hg mg/l 0.001 0.004 tt 0.0013 -16
Kadar Pb mg/l 0.03 tt tt tt 0
Kadar Cd mg/l 0.01 0.016 tt 0.0053 -4
263

Lampiran 11 Data debit rata-rata bulanan air Kali Surabaya

Debit rata-rata bulanan (m3/detik)


2004 2005 2006 2007 2008 2009
Bulan
JP GS JG JP GS JG JP GS JG JP GS JG JP GS JG JP GS JG
Jan 65.8 55.7 43.7 75.1 68.6 33.0 78.3 58.1 42.1 45.7 23.8 16.3 51.8 45.0 32.6 - - -
Feb 69.4 60.2 51.9 78.3 78.0 49.3 84.3 64.4 52.1 57.1 47.5 42.2 41.3 31.7 27.3 146.7 129.1 98.1
Mar 109.7 78.9 66.1 81.1 76.2 41.8 74.2 59.3 47.5 60.5 49.0 50.4 78.7 70.4 64.1 154.3 171.1 107.6
Apr 62.5 52.2 24.7 50.0 49.1 29.4 46.3 52.6 42.2 49.4 42.6 37.8 51.6 36.9 26.2 62.2 45.3 32.2
Mei 47.2 42.4 12.8 57.4 48.0 17.6 54.6 48.7 20.8 40.1 22.4 11.6 44.8 27.5 12.8 46.6 23.0 11.7
Jun 32.8 46.2 10.1 26.8 46.3 14.2 45.7 27.3 16.4 40.9 42.5 10.8 33.9 45.7 9.4 56.8 43.9 19.3
Jul 28.6 21.8 10.4 22.5 16.6 9.7 34.3 34.2 11.6 44.3 21.7 11.9 30.7 16.5 8.8 32.3 34.8 9.1
Agt 30.1 14.7 7.0 21.8 14.3 6.8 40.0 20.0 7.7 34.9 20.1 6.2 31.3 13.0 9.1 26.9 13.8 7.3
Sep 28.7 12.5 9.2 22.3 12.7 7.1 37.1 16.7 5.2 32.6 12.7 4.1 29.9 11.8 7.4 28.8 11.0 7.0
Okt 29.6 15.0 4.6 22.5 13.1 5.1 40.2 11.8 8.1 31.4 11.2 4.3 32.6 11.0 10.2 33.7 11.2 10.1
Nop 31.4 11.2 9.8 39.9 14.2 6.3 39.6 12.4 14.3 32.5 10.8 6.7 39.4 14.4 10.6 36.5 13.8 13.6
Des 60.2 18.6 46.2 53.8 21.4 39.4 50.4 29.1 30.5 55.7 14.3 44.8 58.3 27.0 31.3 56.9 22.7 40.2
Rata-rata 49.67 35.78 24.71 45.96 38.21 21.64 52.08 36.22 24.88 43.76 26.55 20.59 43.69 29.24 20.82 61.97 47.25 32.38
Sumber: PJT-1 dan hasil perhitungan (2009)
Keterangan : JP = titik pantau jembatan perning. GS = Gunungsari. JG = Jagir/Ngagel
264

Lampiran 12 Data debit rata-rata dan kualitas air Kali Surabaya tahun 2003 - 2009

Parameter Satuan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

CG JP CG JP CG JP CG JP CG JP CG JP CG JP
o
Suhu C 28.2 28.80 28.7 29.2 29.5 29.8 28.58 28.73 28.8 29.14 29.2 29.6 29.4 29.7

pH - 7.2 7.30 7.10 6.90 6.90 6.80 7.40 7.30 7.64 7.47 7.30 7.10 6.56 6.12

DHL S - - - - - - - - - - - - 429 459


TSS mg/l - - - - - - 111.9 268.2 153.18 167.04 - - - -

DO mg/l 6.61 5.5 6.5 5.60 6.7 5.7 6.46 5.66 6.33 5.27 6.62 5.84 6.60 5.40

BOD mg/l 4.10 4.53 4.49 4.34 4.38 7.13 4.13 4.97 4.00 4.03 3.79 4.63 2.90 3.70

COD mg/l 13.20 16.44 14.37 15.04 15.26 25.75 13.48 17.68 16.15 17.67 12.97 15.53 8.85 11.6

N-NH 3 mg/l - - - - - - 0.14 0.18 0.24 0.28 - - - -

N-NO 3 mg/l - - - - - - 1.49 1.49 0.81 0.59 - - - -

P-PO 4 mg/l - - - - - - 0.39 0.47 0.17 0.20 - - - -

Debit air m3/det - 50.28 - 49.67 - 45.96 - 52.08 23.94 43.76 22.35 43.69 - 61.97
Sumber: Basis data BLH Kota Surabaya, PJT I dan Hasil Analisis (2009)
Keterangan: CG : titik pantau Canggu. JP : titik pantau Jembatan Perning
265

Lampiran 12 (Lanjutan)

Parameter Satuan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

GS KP NG GS KP NG GS KP NG GS KP NG GS KP NG GS KP NG GS KP NG

Suhu oC 29.6 29.3 29.6 29.2 28.7 29.5 30.1 29.8 30.1 29.6 29.2 29.62 29.96 29.85 30.09 31.5 30.3 31.7 29.1 29.37 32.4

pH - 6.9 7.1 6.75 6.98 7.2 7.1 7 7.1 7 6.96 7.05 6.93 7.19 7.18 7.05 6.90 7.3 6.68 6.86 6.95 6.05

DHL S - - - 505 535 505 504.6 525.0 531.8 - - - - - - - - - 475.4 486.9 485

TSS mg/l 96.48 74.56 38.31 254.5 36.4 63.6 101.1 241.3 194.0 166.3 210.9 186.1 140.1 180.15 127.79 - - - 66.51 58.03 -

DO mg/l 3.16 2.85 2.82 3.9 5.3 4.2 3.1 3.3 2.1 2.84 3.39 2.43 2.41 2.93 2.01 3.00 3.78 2.91 3.34 3.50 2.70

BOD mg/l 5.71 7.80 5.10 5.76 4.99 5.23 5.30 7.1 6.9 5.83 8.23 6.56 5.57 7.35 6.90 4.48 5.68 6.11 3.35 3.71 4.78

COD mg/l 26.07 24.60 25.53 20.08 23.96 22.36 25.90 27.6 24.8 21.09 24.34 22.02 21.88 23.90 20.83 17.93 19.49 20.36 13.94 13.41 12.83

N-NH 3 mg/l - - - - - - 0.35 0.38 0.46 0.23 0.26 0.32 0.40 0.43 0.44 - - - 0.204 0.381 -

N-NO 3 mg/l 1.89 1.36 2.55 - - 1.99 1.5 1.86 1.86 1.21 1.20 1.19 0.36 0.68 0.62 - - - 0.953 0.760 -

N-NO 2 mg/l - - - - - - 0.13 0.11 0.13 - - - - - - - - - 0.187 0.150 -

P-PO 4 mg/l 0.84 1.38 1.09 - - 0.72 0.31 0.39 0.45 0.46 0.49 0.47 0.21 0.24 0.22 - - - 0.169 0.202 -

Debit air m3/det 26.69 - 22.47 35.78 - 24.71 38.21 - 21.64 36.22 - 24.88 26.55 - 20.59 29.24 - 20.82 43.31 - 29.68

Sumber: Basis data BLH Kota Surabaya . PJT-1 dan hasil analisis (2009)
Keterangan: GS = titik pantau Dam Gunungsari. KP = titik pantau Karang Pilang. NG = titik pantau Ngagel/Dam Jagir
266

Lampiran 13 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Jembatan Perning)

Parameter Satuan Beban Pencemaran (kg/hari)

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

TSS mg/l - - - 1,206,822.76 631,555.52 - -

BOD mg/l 19,679.19 18,625.06 28,312.83 22,363.57 15,236.88 17,477.39 19,811.52

COD mg/l 71.418.52 64,543.98 102,251.81 79,554.91 66,807.87 58,622.89 62,111.82

N-NH 3 mg/l - - - 809.95 1,058.64 - -

N-NO 3 mg/l - - - 6,704.57 2,230.71 - -

P-PO 4 mg/l - - - 2,114.86 756.17 - -

Debit air m3/det 50.28 49.67 45.96 52.08 43.76 43.69 61.97

Sumber: Hasil perhitungan (2010)


267

Lampiran 14 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Dam Gunungsari)

Parameter Satuan Beban Pencemaran (kg/hari)


2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

TSS mg/l 222,484.42 786,759.26 333,600.81 520,733.49 321,378.19 - 248,879.36

BOD mg/l 13,167.35 17,806.42 17,497.12 18,244.45 12,777.13 11,305.35 12,535.65

COD mg/l 60,117.84 62,075.15 85,504.81 65,999.21 50,190.97 45,305.62 52,163.26

N-NH 3 mg/l - - 1,155.47 719.76 917.57 - 763.36

N-NO 3 mg/l 4,358.37 - 4,952.02 3,786.58 825.81 - 3,566.11

P-PO 4 mg/l 1,937.05 - 1,023.42 1,439.53 481.72 - 632.39

Debit air m3/det 26.69 35.78 38.21 36.22 26.55 29.24 43.31

Sumber: Hasil perhitungan (2010)


268

Lampiran 15 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Dam Jagir)

Parameter Satuan Beban Pencemaran (kg/hari)

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

TSS mg/l 74,395.08 135,782.44 211,866.62 400,046.51 227,353.13 - -

BOD mg/l 9,896.00 11,165.76 12,900.90 14,101.58 12,274.93 10,987.96 12,257.60

COD mg/l 49,570.09 47,737.35 46,368.46 47,334.89 37,056.07 36,621.55 32,900.64

N-NH 3 mg/l - - 860.06 687.88 782.75 - -

N-NO 3 mg/l 4,951.69 4,241.06 3,477.63 2,558.06 1,102.96 - -

P-PO 4 mg/l 2,116.61 1,545.87 841.36 2,149.63 391.37 - -

Debit air m3/det 22.47 24.71 21.64 24.88 20.59 20.82 29.68

Sumber: Hasil perhitungan (2010)


269

Lampiran 16 Daya dukung Kali Surabaya di Dam Jagir tahun 2003-2009

Daya Dukung Kali Surabaya (kg/hari)


Parameter 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau

BOD 6180.538 1586.822 7067.520 1473.440 6062.342 1416.960 6773.760 1823.040 5849.280 1267.142 5595.782 1598.400 10015.488 1912.378

COD 30902.688 7934.112 35337.600 7367.210 30311.712 7084.800 33868.800 9115.200 29246.400 6335.712 27978.912 7992.000 50077.440 9561.888

TSS 154513.440 39670.560 176688.000 36836.030 151558.560 35424.000 169344.000 45576.000 146232.000 31678.560 139894.560 39960.000 250387.200 47809.440

N-NO 3 30902.688 7934.112 35337.600 7367.205 30311.712 7084.800 33868.800 9115.200 29246.400 6335.712 27978.912 7992.000 50077.440 9561.888

N-NO 2 185.416 47.605 212.026 44.152 181.870 42.509 203.213 54.691 175.478 38.014 167.873 47.952 300.465 57.371

N-NH 3 1545.134 396.706 1766.880 368.360 1515.586 354.240 1693.440 455.760 1462.320 316.786 1398.946 399.600 2503.872 478.094

P-PO 4 618.054 158.682 706.752 147.344 606.234 141.696 677.376 182.304 584.928 126.714 559.578 159.840 1001.549 191.238

Debit air 35.767 9.183 40.90 8.517 35.083 8.200 39.200 10.55 33.850 7.333 32.383 9.25 57.960 11.067
Rerata
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
270

Lampiran 17 Daya dukung Kali Surabaya di Dam Gunungsari tahun 2004-2009

Daya Dukung Kali Surabaya (kg/hari)

Parameter 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau

BOD 9664.704 2700.864 10546.502 2701.382 8939.462 3576.960 6560.698 2614.982 7407.418 2698.618 14252.544 3090.182

COD 48323.520 13504.320 52732.512 13506.912 44697.312 17884.800 32803.488 13074.912 37037.088 13493.088 71262.720 15450.912

TSS 241617.600 67521.600 263662.560 67534.560 223486.560 89424.000 164017.440 65374.560 185185.440 67465.440 356313.600 77254.560

N-NO 3 48323.520 13504.320 52732.512 13506.912 44697.312 17884.800 32803.488 13074.912 37037.088 13493.088 71262.720 15450.912

N-NO 2 289.941 81.026 316.395 81.041 268.184 107.309 196.821 78.449 222.223 80.959 427.576 92.705

N-NH 3 2416.176 675.216 2636.626 675.346 2234.866 894.240 1640.174 653.746 1851.854 674.654 3563.136 772.546

P-PO 4 966.470 270.086 1054.650 270.138 893.946 357.696 656.070 261.498 740.742 269.862 1425.254 309.018

Debit air
55.930 15.630 61.033 15.633 51.733 20.700 37.967 15.133 42.867 15.617 82.480 17.883
Rata-rata
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
271

Lampiran 18 Daya dukung Kali Surabaya di Jembatan Perning tahun 2004-2009

Daya Dukung Kali Surabaya (kg/hari)

Parameter 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau

BOD 11946.182 5218.560 11396.160 4487.098 6822.662 3576.960 8884.858 6238.080 9403.258 5696.698 16129.152 6191.942

COD 59730.912 26092.800 56980.800 22435.488 34113.312 17884.800 44424.288 31190.400 47016.288 28483.488 80645.760 30959.712

TSS 298654.56 130464.00 284904.00 112177.44 170566.56 89424.00 222121.44 155952.00 235081.44 142417.44 403228.80 154798.56

N-NO 3 59730.912 26092.800 56980.800 22435.488 34113.312 17884.800 44424.288 31190.400 47016.288 28483.488 80645.760 30959.712

N-NO 2 358.385 156.557 341.885 134.613 204.680 107.309 266.546 187.142 282.098 170.901 483.875 185.758

N-NH3 2986.546 1304.640 2849.040 1121.774 1705.666 894.240 2221.214 1559.520 2350.814 1424.174 4032.288 1547.986

P-PO 4 1194.618 521.856 1139.616 448.710 682.266 357.696 888.486 623.808 940.326 569.670 1612.915 619.194

Debit air
69.133 30.200 65.950 25.967 39.483 20.700 51.417 36.100 54.417 32.967 93.340 35.833
Rata-rata
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
272

Lampiran 19 Matriks penilaian pengaruh antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya

Dari A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
Terhadap

A 2 1 0 0 1 1 0 1 1 2 3 1 1 1 0 0 1 1 1
B 0 3 0 0 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 0 0 2 0 0
C 1 1 0 0 1 1 2 0 2 1 2 0 2 1 0 1 2 1 2
D 1 0 1 2 2 0 1 1 2 2 0 2 1 2 2 0 1 2 2
E 1 0 0 1 2 0 0 0 2 1 0 0 0 0 2 0 0 1 0
F 1 0 2 0 0 1 1 0 0 2 1 0 1 2 3 0 1 2 0
G 1 1 1 0 0 2 1 2 2 1 1 1 2 2 0 2 1 2 1
H 0 1 2 0 1 0 1 1 1 2 1 1 1 0 1 1 0 1 0
I 1 0 1 0 1 2 3 3 1 2 1 1 1 1 0 2 2 1 1
J 1 0 0 0 0 1 0 2 0 2 1 0 1 2 2 1 1 1 1
K 0 2 1 0 0 1 1 1 2 1 3 0 1 3 2 1 2 3 2
L 2 1 1 0 1 1 1 1 2 2 3 2 2 1 0 0 2 0 2
M 1 0 1 0 0 0 0 0 2 1 1 1 1 0 1 1 2 1 2
N 1 1 2 0 0 1 1 1 0 1 1 2 0 0 1 0 0 0 1
O 0 0 0 0 0 2 1 0 1 1 2 1 0 1 1 1 2 3 1
P 1 0 0 0 0 0 0 0 1 2 1 0 1 2 1 0 0 1 0
Q 0 1 1 0 0 1 1 1 2 1 2 1 0 0 1 0 0 0 0
R 1 2 3 0 0 3 1 1 1 2 3 2 1 1 0 0 1 2 2
S 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 2 0 0 0 2 0 0 2 1
T 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1
Keterangan:
A. Implementasi Peraturan untuk pengendalian pencemaran air M. Dukungan Perguruan Tinggi
B. Persepsi masyarakat N. Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat
C. Partisipasi masyarakat O. Anggaran untuk pengendalian pencemaran air
D. Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat P. Daya dukung sungai
E. Pertumbuhan industri Q. Kerjasama lintas sektoral.
F. Fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah/IPAL R. Sistem informasi pengendalian pencemaran air (Database. analisis dan
G. Komitmen/dukungan PEMDA terhadap pengendalian evaluasi. interpretasi. penyajian dan publikasi data hasil monitoring)
pencemaran S. Sarana dan prasarana kerja operasional pengendalian pencemaran air
H. Dukungan pihak swasta/industri T. Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota untuk pengendalian
I. Sistem dan kapasitas kelembagaan pengendalian pencemaran air pencemaran air
J. Penataan Ruang
K. Program pemantauan dan pengelolaan sungai
L. Penegakan hukum lingkungan
273

Lampiran 20 Hasil simulasi beban pencemaran BOD, COD, dan TSS


dari sumber pencemaran

Tahun BOD COD TSS


2003 15649319.97 36291499.32 42172960.68
2004 16595969.81 38800950.61 48839737.77
2005 17573465.48 41389875.99 55709996.44
2006 18580937.78 44059939.28 62797591.14
2007 19266899.11 45873366.51 67603244.00
2008 19825012.31 47342214.10 71468267.12
2009 19972741.79 47718545.67 72404880.09
2010 20122637.91 48100281.83 73354750.91
2011 20274750.04 48487533.18 74318562.99
2012 20429126.74 48880408.61 75296959.90
2013 20585802.30 49278990.98 76290150.78
2014 20744811.41 49683364.23 77298345.34
2015 20906189.27 50093613.39 78321753.52
2016 21069971.46 50509824.61 79360585.13
2017 21236194.04 50932085.06 80415049.52
2018 21404893.49 51360483.05 81485355.21
2019 21576106.72 51795107.91 82571709.54
2020 21749871.05 52236050.07 83674318.37
2021 21926224.25 52683401.02 84793385.77
2022 22105204.48 53137253.32 85929113.82
2023 22286850.37 53597700.61 87081702.45
2024 22471200.95 54064837.65 88251349.36
2025 22658295.71 54538760.31 89438250.11
2026 22848174.57 55019565.59 90642598.25
2027 23040877.98 55507351.71 91864585.77
2028 23236446.84 56002218.14 93104403.48
2029 23434922.62 56504265.63 94362241.83
2030 23636347.36 57013596.36 95638291.68

Keterangan: beban pencemaran dinyatakan dalam kg/tahun


274

Lampiran 21 Hasil simulasi beban pencemaran N-NO 3 dan P-PO 4


dari sumber pencemaran

Tahun NNO3 PPO4


2003 1232.10 895.19
2004 1207.46 877.29
2005 1170.39 850.35
2006 1123.59 816.35
2007 1101.19 800.08
2008 1025.48 745.07
2009 946.91 687.98
2010 868.19 630.79
2011 791.33 574.95
2012 718.17 521.79
2013 648.78 471.37
2014 583.19 423.72
2015 521.47 378.87
2016 463.62 336.84
2017 409.66 297.64
2018 359.59 261.27
2019 313.40 227.70
2020 271.04 196.92
2021 232.44 168.88
2022 197.55 143.53
2023 166.24 120.78
2024 138.40 100.55
2025 113.88 82.74
2026 92.51 67.21
2027 74.10 53.84
2028 58.45 42.47
2029 45.32 32.93
2030 34.49 25.06

Keterangan: beban pencemaran dinyatakan dalam kg/tahun


275

Lampiran 22 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi


parameter BOD di Kali Surabaya

Tahun BODK KABOD PBOD


2003 3562561.00 145193.00 2453.67
2004 4036450.08 153715.83 2625.92
2005 4686241.48 134624.32 3480.98
2006 5081538.29 154777.58 3283.12
2007 4392274.14 128093.93 3428.95
2008 3935296.43 129528.58 3038.17
2009 4497020.99 184655.94 2435.35
2010 4604802.39 195380.76 2356.84
2011 4715995.32 206728.48 2281.25
2012 4830734.07 218735.27 2208.48
2013 4949159.29 231439.41 2138.43
2014 5071418.18 244881.41 2070.97
2015 5197664.92 259104.12 2006.01
2016 5328060.96 274152.89 1943.46
2017 5462775.47 290075.69 1883.22
2018 5601985.74 306923.29 1825.21
2019 5745877.63 324749.39 1769.33
2020 5894646.04 343610.84 1715.50
2021 6048495.38 363567.75 1663.65
2022 6207640.18 384683.77 1613.70
2023 6372305.57 407026.20 1565.58
2024 6542727.92 430666.29 1519.21
2025 6719155.46 455679.38 1474.54
2026 6901848.99 482145.24 1431.49
2027 7091082.57 510148.24 1390.00
2028 7287144.30 539777.65 1350.03
2029 7490337.11 571127.93 1311.50
2030 7700979.67 604299.04 1274.37
276

Lampiran 23 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi


parameter COD di Kali Surabaya

Tahun CODK KACOD PCOD


2003 17845233.00 725967.00 2458.13
2004 17068076.69 768581.26 2220.73
2005 16538270.61 673123.47 2456.94
2006 17017432.48 773890.05 2198.95
2007 13343475.98 640471.41 2083.38
2008 13190448.44 647644.69 2036.68
2009 11754178.86 923282.27 1273.09
2010 11406425.62 976906.50 1167.61
2011 11066261.20 1033645.23 1070.61
2012 10733584.26 1093679.35 981.42
2013 10408293.83 1157200.24 899.44
2014 10090289.50 1224410.43 824.09
2015 9779471.39 1295524.19 754.87
2016 9475740.17 1370768.24 691.27
2017 9178997.03 1450382.45 632.87
2018 8889143.65 1534620.67 579.24
2019 8606082.21 1623751.44 530.01
2020 8329715.37 1718058.92 484.83
2021 8059946.29 1817843.78 443.38
2022 7796678.55 1923424.15 405.35
2023 7539816.22 2035136.62 370.48
2024 7289263.79 2153337.36 338.51
2025 7044926.22 2278403.19 309.20
2026 6806708.86 2410732.85 282.35
2027 6574517.52 2550748.21 257.75
2028 6348258.41 2698895.67 235.22
2029 6127838.14 2855647.53 214.59
2030 5913163.77 3021503.54 195.70
277

Lampiran 24 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi


parameter TSS di Kali Surabaya

Tahun TSSK KATSS PTSS


2003 26782229.00 3629837.00 737.84
2004 48581306.69 3842908.43 1264.18
2005 76816416.21 3365619.20 2282.39
2006 144431604.13 3869452.40 3732.61
2007 81848902.04 3202358.81 2555.89
2008 85722177.95 3238225.22 2647.20
2009 90623310.36 4616413.88 1963.07
2010 95872566.30 4884535.20 1962.78
2011 101498732.87 5168229.00 1963.90
2012 107533324.85 5468399.74 1966.45
2013 114010870.81 5786004.40 1970.46
2014 120969196.03 6122055.54 1975.96
2015 128449770.98 6477624.52 1982.98
2016 136498100.02 6853844.95 1991.56
2017 145164155.29 7251916.27 2001.74
2018 154502861.48 7673107.57 2013.56
2019 164574637.92 8118761.65 2027.09
2020 175446005.28 8590299.33 2042.37
2021 187190265.20 9089223.91 2059.47
2022 199888262.30 9617126.04 2078.46
2023 213629239.29 10175688.72 2099.41
2024 228511797.57 10766692.72 2122.40
2025 244644977.16 11392022.23 2147.51
2026 262149472.08 12053670.88 2174.85
2027 281158999.51 12753748.09 2204.52
2028 301821843.53 13494485.78 2236.63
2029 324302597.69 14278245.51 2271.31
2030 348784133.81 15107526.01 2308.68
278

Lampiran 25 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi


parameter N-NO 3 di Kali Surabaya

Tahun NNO3K KANNO3 PNNO3


2003 1782562.00 36298.00 4910.91
2004 1562931.96 38428.69 4067.10
2005 1279855.01 33655.85 3802.77
2006 927840.63 38694.13 2397.88
2007 396157.78 32023.26 1237.09
2008 308908.67 32381.92 953.95
2009 251888.39 46163.67 545.64
2010 216111.15 48844.85 442.44
2011 187967.19 51681.76 363.70
2012 165655.55 54683.44 302.94
2013 147810.18 57859.45 255.46
2014 133425.82 61219.93 217.95
2015 121753.84 64775.58 187.96
2016 112230.27 68537.75 163.75
2017 104425.50 72518.42 144.00
2018 98008.65 76730.29 127.73
2019 92722.14 81186.79 114.21
2020 88363.28 85902.12 102.87
2021 84770.85 90891.31 93.27
2022 81815.18 96170.28 85.07
2023 79390.84 101755.85 78.02
2024 77411.16 107665.83 71.90
2025 75804.12 113919.06 66.54
2026 74509.26 120535.48 61.82
2027 73475.35 127536.18 57.61
2028 72658.66 134943.48 53.84
2029 72021.65 142781.00 50.44
2030 71532.01 151073.72 47.35
279

Lampiran 26 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter


P-PO 4 serta persentase total beban pencemaran terhadap kapasitas
asimilasi di Kali Surabaya

Tahun PPO4K KAPPO4 PPPO4 Tahun PTP


2003 762569.00 725967.00 105.04 2003 2133.12
2004 557775.64 768581.26 72.57 2004 2050.10
2005 303324.48 673123.47 45.06 2005 2413.63
2006 777921.96 773890.05 100.52 2006 2342.62
2007 142863.82 640471.41 22.31 2007 1865.53
2008 120003.44 647644.69 18.53 2008 1738.91
2009 103909.54 923282.27 11.25 2009 1245.68
2010 93186.39 976906.50 9.54 2010 1187.84
2011 84369.22 1033645.23 8.16 2011 1137.52
2012 77093.07 1093679.35 7.05 2012 1093.27
2013 71059.10 1157200.24 6.14 2013 1053.99
2014 66034.81 1224410.43 5.39 2014 1018.87
2015 61837.74 1295524.19 4.77 2015 987.32
2016 58323.44 1370768.24 4.25 2016 958.86
2017 55376.57 1450382.45 3.82 2017 933.13
2018 52904.22 1534620.67 3.45 2018 909.84
2019 50830.91 1623751.44 3.13 2019 888.75
2020 49094.77 1718058.92 2.86 2020 869.69
2021 47644.60 1817843.78 2.62 2021 852.48
2022 46437.64 1923424.15 2.41 2022 837.00
2023 45437.87 2035136.62 2.23 2023 823.14
2024 44614.66 2153337.36 2.07 2024 810.82
2025 43941.74 2278403.19 1.93 2025 799.94
2026 43396.38 2410732.85 1.80 2026 790.46
2027 42958.87 2550748.21 1.68 2027 782.31
2028 42611.94 2698895.67 1.58 2028 775.46
2029 42340.51 2855647.53 1.48 2029 769.86
2030 42131.37 3021503.54 1.39 2030 765.50
280

Lampiran 27 Hasil simulasi kontribusi tiap sektor terhadap PDRB

Tahun Pert Ind LGA PHR


2003 120253.00 24166771.00 2639165.00 28735622.00
2004 126068.80 26825115.81 2982256.45 32632948.20
2005 132165.86 29775878.55 3369949.79 37058857.07
2006 138557.80 33051225.19 3808043.26 42085038.68
2007 145258.87 36686859.96 4303088.88 47792906.22
2008 152284.02 40722414.56 4862490.44 54274914.71
2009 159648.94 45201880.16 5494614.20 61636058.57
2010 167370.04 50174086.97 6208914.04 69995572.29
2011 175464.55 55693236.54 7016072.87 79488861.77
2012 183950.55 61819492.56 7928162.34 90269697.62
2013 192846.95 68619636.74 8958823.45 102512705.90
2014 202173.60 76167796.78 10123470.49 116416196.67
2015 211951.33 84546254.43 11439521.66 132205376.17
2016 222201.93 93846342.42 12926659.47 150135994.72
2017 232948.28 104169440.08 14607125.20 170498489.28
2018 244214.36 115628078.49 16506051.48 193622687.89
2019 256025.30 128347167.13 18651838.17 219883152.18
2020 268407.45 142465355.51 21076577.14 249705244.46
2021 281388.44 158136544.62 23816532.16 283572017.65
2022 294997.23 175531564.53 26912681.35 322032039.68
2023 309264.18 194840036.62 30411329.92 365708279.13
2024 324221.12 216272440.65 34364802.81 415308195.90
2025 339901.43 240062409.12 38832227.18 471635200.59
2026 356340.08 266469274.13 43880416.71 535601667.94
2027 373573.76 295780894.28 49584870.88 608243715.36
2028 391640.90 328316792.65 56030904.09 690737985.74
2029 410581.83 364431639.85 63314921.63 784420706.53
2030 430438.80 404519120.23 71545861.44 890809333.70

Keterangan: PDRB dinyatakan dalam juta rupiah


281

Lampiran 28 Hasil simulasi jumlah penduduk dan penduduk pembuang limbah

Tahun Populasi Pddk_Pemb_Limb


2003 2659566.00 40094.50
2004 2697597.79 40667.85
2005 2744778.78 41379.13
2006 2787789.46 42027.54
2007 2832031.68 42694.52
2008 2891277.78 43587.69
2009 2951763.32 44499.54
2010 3013514.20 45430.47
2011 3076556.92 46380.88
2012 3140918.49 47351.17
2013 3206626.51 48341.75
2014 3273709.13 49353.06
2015 3342195.13 50385.53
2016 3412113.85 51439.60
2017 3483495.27 52515.71
2018 3556369.99 53614.34
2019 3630769.25 54735.95
2020 3706724.95 55881.03
2021 3784269.63 57050.06
2022 3863436.55 58243.55
2023 3944259.65 59462.00
2024 4026773.56 60705.95
2025 4111013.66 61975.92
2026 4197016.07 63272.45
2027 4284817.64 64596.11
2028 4374456.03 65947.46
2029 4465969.65 67327.08
2030 4559397.73 68735.57
282

Lampiran 29 Hasil simulasi perubahan luas lahan permukiman dan pertanian

Tahun Lahan_Permukiman Lahan_Pertanian


2003 480.00 1363.26
2004 508.12 1335.99
2005 548.39 1294.98
2006 598.13 1243.20
2007 647.11 1218.41
2008 721.12 1134.64
2009 782.37 1047.71
2010 833.24 960.61
2011 870.12 875.57
2012 909.44 794.62
2013 951.39 717.84
2014 996.20 645.28
2015 1044.10 576.98
2016 1095.35 512.97
2017 1150.24 453.27
2018 1209.09 397.87
2019 1272.24 346.76
2020 1340.08 299.89
2021 1413.04 257.19
2022 1491.57 218.57
2023 1576.21 183.94
2024 1667.52 153.13
2025 1766.14 126.00
2026 1872.77 102.36
2027 1988.21 81.99
2028 2113.33 64.67
2029 2249.11 50.15
2030 2396.63 38.16
283

Lampiran 30 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter BODK

Tahun BODK BODK BODK BODK


2003 3562561.00 3562561.00 3562561.00 3562561.00
2004 4036450.08 4036450.08 4036450.08 4036450.08
2005 4686241.48 4686241.48 4686241.48 4686241.48
2006 5081538.29 5081538.29 5081538.29 5081538.29
2007 4392274.14 4392274.14 4392274.14 4392274.14
2008 3935296.43 3935296.43 3935296.43 3935296.43
2009 4497020.99 4497020.99 4497020.99 4497020.99
2010 4604802.39 4604802.39 4604802.39 4604802.39
2011 4715995.32 4715995.32 4715995.32 4715995.32
2012 4830734.07 4775658.34 4794483.78 4952609.14
2013 4949159.29 4836523.28 4874874.75 5203086.99
2014 5071418.18 4898623.36 4957228.80 5468358.17
2015 5197664.92 4961992.93 5041608.84 5749421.92
2016 5328060.96 5026667.48 5128080.19 6047353.24
2017 5462775.47 5092683.75 5216710.73 6363309.23
2018 5601985.74 5160079.70 5307570.99 6698536.00
2019 5745877.63 5228894.61 5400734.26 7054376.28
2020 5894646.04 5299169.13 5496276.73 7432277.68
2021 6048495.38 5370945.32 5594277.62 7833801.72
2022 6207640.18 5444266.70 5694819.32 8260633.74
2023 6372305.57 5519178.34 5797987.53 8714593.71
2024 6542727.92 5595726.87 5903871.41 9197648.17
2025 6719155.46 5673960.62 6012563.76 9711923.14
2026 6901848.99 5753929.60 6124161.17 10259718.48
2027 7091082.57 5835685.66 6238764.19 10843523.51
2028 7287144.30 5919282.48 6356477.56 11466034.22
2029 7490337.11 6004775.72 6477410.35 12130172.18
2030 7700979.67 6092223.05 6601676.22 12839105.33

Keterangan: BODK kolom 1 = Existing; 2= Optimis; 3= Moderat; 4= Pesimis


284

Lampiran 31 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter CODK

Tahun CODK CODK CODK CODK


2003 17845233.00 17845233.00 17845233.00 17845233.00
2004 17068076.69 17068076.69 17068076.69 17068076.69
2005 16538270.61 16538270.61 16538270.61 16538270.61
2006 17017432.48 17017432.48 17017432.48 17017432.48
2007 13343475.98 13343475.98 13343475.98 13343475.98
2008 13190448.44 13190448.44 13190448.44 13190448.44
2009 11754178.86 11754178.86 11754178.86 11754178.86
2010 11406425.62 11406425.62 11406425.62 11406425.62
2011 11066261.20 11066261.20 11066261.20 11066261.20
2012 10733584.26 10441565.03 10587630.28 10897245.85
2013 10408293.83 9847418.32 10126021.96 10729430.02
2014 10090289.50 9282569.11 9680970.00 10562817.86
2015 9779471.39 8745806.60 9252017.02 10397413.62
2016 9475740.17 8235960.03 8838714.45 10233221.66
2017 9178997.03 7751897.74 8440622.37 10070246.47
2018 8889143.65 7292526.13 8057309.42 9908492.63
2019 8606082.21 6856788.71 7688352.69 9747964.82
2020 8329715.37 6443665.12 7333337.61 9588667.86
2021 8059946.29 6052170.22 6991857.83 9430606.62
2022 7796678.55 5681353.18 6663515.16 9273786.10
2023 7539816.22 5330296.54 6347919.44 9118211.36
2024 7289263.79 4998115.40 6044688.42 8963887.59
2025 7044926.22 4683956.49 5753447.73 8810820.01
2026 6806708.86 4386997.36 5473830.74 8659013.96
2027 6574517.52 4106445.56 5205478.45 8508474.82
2028 6348258.41 3841537.80 4948039.46 8359208.07
2029 6127838.14 3591539.17 4701169.82 8211219.21
2030 5913163.77 3355742.37 4464533.00 8064513.83
285

Lampiran 32 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter PPO4K

Tahun PPO4K PPO4K PPO4K PPO4K


2003 762569.00 762569.00 762569.00 762569.00
2004 557775.64 557775.64 557775.64 557775.64
2005 303324.48 303324.48 303324.48 303324.48
2006 777921.96 777921.96 777921.96 777921.96
2007 142863.82 142863.82 142863.82 142863.82
2008 120003.44 120003.44 120003.44 120003.44
2009 103909.54 103909.54 103909.54 103909.54
2010 93186.39 93186.39 93186.39 93186.39
2011 84369.22 84369.22 84369.22 84369.22
2012 77093.07 70595.91 73844.49 80730.29
2013 71059.10 60136.58 65484.32 77570.23
2014 66034.81 52087.80 58786.99 74827.26
2015 61837.74 45821.00 53382.39 72448.75
2016 58323.44 40891.69 48994.13 70389.60
2017 55376.57 36980.67 45413.40 68610.92
2018 52904.22 33855.34 42480.64 67078.95
2019 50830.91 31343.82 40072.54 65764.24
2020 49094.77 29317.33 38092.78 64640.88
2021 47644.60 27678.07 36465.22 63685.97
2022 46437.64 26350.83 35129.03 62879.12
2023 45437.87 25276.94 34035.07 62202.09
2024 44614.66 24410.07 33143.14 61638.49
2025 43941.74 23713.13 32420.05 61173.53
2026 43396.38 23156.04 31838.05 60793.84
2027 42958.87 22714.12 31373.75 60487.31
2028 42611.94 22366.89 31007.26 60243.01
2029 42340.51 22097.20 30721.57 60051.10
2030 42131.37 21890.59 30502.07 59902.75
286

Lampiran 33 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter TSSK

Tahun TSSK TSSK TSSK TSSK


2003 26782229.00 26782229.00 26782229.00 26782229.00
2004 48581306.69 48581306.69 48581306.69 48581306.69
2005 76816416.21 76816416.21 76816416.21 76816416.21
2006 144431604.13 144431604.13 144431604.13 144431604.13
2007 81848902.04 81848902.04 81848902.04 81848902.04
2008 85722177.95 85722177.95 85722177.95 85722177.95
2009 90623310.36 90623310.36 90623310.36 90623310.36
2010 95872566.30 95872566.30 95872566.30 95872566.30
2011 101498732.87 101498732.87 101498732.87 101498732.87
2012 107533324.85 104687108.02 105670917.57 113565093.73
2013 114010870.81 108018932.66 110071787.38 127243663.53
2014 120969196.03 111502144.17 114716406.37 142771931.71
2015 128449770.98 115145192.28 119620980.84 160425455.95
2016 136498100.02 118957076.52 124802956.43 180524438.34
2017 145164155.29 122947386.50 130281124.29 203441516.66
2018 154502861.48 127126345.66 136075737.24 229611009.35
2019 164574637.92 131504858.40 142208636.92 259539902.51
2020 175446005.28 136094561.21 148703393.09 293820927.49
2021 187190265.20 140907877.98 155585456.39 333148151.66
2022 199888262.30 145958079.90 162882325.85 378335595.00
2023 213629239.29 151259350.41 170623732.77 430339495.80
2024 228511797.57 156826855.63 178841842.79 490284984.19
2025 244644977.16 162676820.81 187571477.93 559498089.08
2026 262149472.08 168826613.29 196850360.85 639544209.19
2027 281158999.51 175294832.73 206719383.89 732274431.75
2028 301821843.53 182101409.18 217222905.28 839881395.32
2029 324302597.69 189267709.76 228409075.96 964966779.91
2030 348784133.81 196816654.88 240330200.04 1110622987.40
287

Lampiran 34 Perbandingan simulasi model tiap senario untuk parameter NNO3K

Tahun NNO3K NNO3K NNO3K NNO3K


2003 1782562.00 1782562.00 1782562.00 1782562.00
2004 1562931.96 1562931.96 1562931.96 1562931.96
2005 1279855.01 1279855.01 1279855.01 1279855.01
2006 927840.63 927840.63 927840.63 927840.63
2007 396157.78 396157.78 396157.78 396157.78
2008 308908.67 308908.67 308908.67 308908.67
2009 251888.39 251888.39 251888.39 251888.39
2010 216111.15 216111.15 216111.15 216111.15
2011 187967.19 187967.19 187967.19 187967.19
2012 165655.55 145732.63 155694.09 176808.76
2013 147810.18 116015.08 131433.52 167283.10
2014 133425.82 94643.47 112932.24 159141.50
2015 121753.84 78971.20 98642.26 152179.09
2016 112230.27 67278.30 87481.62 146225.98
2017 104425.50 58421.81 78681.75 141140.33
2018 98008.65 51626.22 71688.18 136802.85
2019 92722.14 46355.00 66094.97 133112.47
2020 88363.28 42230.01 61600.62 129982.93
2021 84770.85 38980.08 57978.10 127340.07
2022 81815.18 36407.38 55054.06 125119.59
2023 79390.84 34365.24 52694.35 123265.39
2024 77411.16 32743.13 50793.72 121728.17
2025 75804.12 31456.42 49268.47 120464.35
2026 74509.26 30439.29 48051.13 119435.24
2027 73475.35 29639.74 47086.67 118606.39
2028 72658.66 29016.11 46329.62 117947.07
2029 72021.65 28534.57 45742.10 117429.92
2030 71532.01 28167.36 45292.28 117030.65
288

Lampiran 35 Persen BOD melampaui kapasitas asimilasi

Tahun PBOD PBOD PBOD PBOD


2003 2453.67 2453.67 2453.67 2453.67
2004 2625.92 2625.92 2625.92 2625.92
2005 3480.98 3480.98 3480.98 3480.98
2006 3283.12 3283.12 3283.12 3283.12
2007 3428.95 3428.95 3428.95 3428.95
2008 3038.17 3038.17 3038.17 3038.17
2009 2435.35 2435.35 2435.35 2435.35
2010 2356.84 2356.84 2356.84 2356.84
2011 2281.25 2281.25 2281.25 2281.25
2012 2208.48 2183.31 2191.91 2264.20
2013 2138.43 2089.76 2106.33 2248.14
2014 2070.97 2000.41 2024.34 2233.06
2015 2006.01 1915.06 1945.78 2218.96
2016 1943.46 1833.53 1870.52 2205.83
2017 1883.22 1755.64 1798.40 2193.67
2018 1825.21 1681.23 1729.28 2182.48
2019 1769.33 1610.13 1663.05 2172.25
2020 1715.50 1542.20 1599.56 2162.99
2021 1663.65 1477.29 1538.72 2154.70
2022 1613.70 1415.26 1480.39 2147.38
2023 1565.58 1355.98 1424.48 2141.04
2024 1519.21 1299.32 1370.87 2135.68
2025 1474.54 1245.17 1319.47 2131.31
2026 1431.49 1193.40 1270.19 2127.93
2027 1390.00 1143.92 1222.93 2125.56
2028 1350.03 1096.61 1177.61 2124.21
2029 1311.50 1051.39 1134.14 2123.90
2030 1274.37 1008.15 1092.45 2124.63
289

Lampiran 36 Persen TSS melampaui kapasitas asimilasi

Tahun PTSS PTSS PTSS PTSS


2003 737.84 737.84 737.84 737.84
2004 1264.18 1264.18 1264.18 1264.18
2005 2282.39 2282.39 2282.39 2282.39
2006 3732.61 3732.61 3732.61 3732.61
2007 2555.89 2555.89 2555.89 2555.89
2008 2647.20 2647.20 2647.20 2647.20
2009 1963.07 1963.07 1963.07 1963.07
2010 1962.78 1962.78 1962.78 1962.78
2011 1963.90 1963.90 1963.90 1963.90
2012 1966.45 1914.40 1932.39 2076.75
2013 1970.46 1866.90 1902.38 2199.16
2014 1975.96 1821.32 1873.82 2332.09
2015 1982.98 1777.58 1846.68 2476.61
2016 1991.56 1735.63 1820.92 2633.91
2017 2001.74 1695.38 1796.51 2805.35
2018 2013.56 1656.78 1773.41 2992.41
2019 2027.09 1619.76 1751.61 3196.79
2020 2042.37 1584.28 1731.06 3420.38
2021 2059.47 1550.27 1711.76 3665.31
2022 2078.46 1517.69 1693.67 3933.98
2023 2099.41 1486.48 1676.78 4229.09
2024 2122.40 1456.59 1661.07 4553.72
2025 2147.51 1427.99 1646.52 4911.31
2026 2174.85 1400.62 1633.12 5305.80
2027 2204.52 1374.46 1620.85 5741.64
2028 2236.63 1349.45 1609.72 6223.89
2029 2271.31 1325.57 1599.70 6758.30
2030 2308.68 1302.77 1590.80 7351.46
290

Lampiran 37 Persen COD melampaui kapasitas asimilasi

Tahun PCOD PCOD PCOD PCOD


2003 2458.13 2458.13 2458.13 2458.13
2004 2220.73 2220.73 2220.73 2220.73
2005 2456.94 2456.94 2456.94 2456.94
2006 2198.95 2198.95 2198.95 2198.95
2007 2083.38 2083.38 2083.38 2083.38
2008 2036.68 2036.68 2036.68 2036.68
2009 1273.09 1273.09 1273.09 1273.09
2010 1167.61 1167.61 1167.61 1167.61
2011 1070.61 1070.61 1070.61 1070.61
2012 981.42 954.72 968.07 996.38
2013 899.44 850.97 875.04 927.19
2014 824.09 758.13 790.66 862.69
2015 754.87 675.08 714.15 802.56
2016 691.27 600.83 644.80 746.53
2017 632.87 534.47 581.96 694.32
2018 579.24 475.20 525.04 645.66
2019 530.01 422.28 473.49 600.34
2020 484.83 375.05 426.84 558.11
2021 443.38 332.93 384.62 518.78
2022 405.35 295.38 346.44 482.15
2023 370.48 261.91 311.92 448.04
2024 338.51 232.11 280.71 416.28
2025 309.20 205.58 252.52 386.71
2026 282.35 181.98 227.06 359.19
2027 257.75 160.99 204.08 333.57
2028 235.22 142.34 183.34 309.73
2029 214.59 125.77 164.63 287.54
2030 195.70 111.06 147.76 266.90
291

Lampiran 38 Persen N-NO 3 melampaui kapasitas asimilasi

Tahun PNNO3 PNNO3 PNNO3 PNNO3


2003 4910.91 4910.91 4910.91 4910.91
2004 4067.10 4067.10 4067.10 4067.10
2005 3802.77 3802.77 3802.77 3802.77
2006 2397.88 2397.88 2397.88 2397.88
2007 1237.09 1237.09 1237.09 1237.09
2008 953.95 953.95 953.95 953.95
2009 545.64 545.64 545.64 545.64
2010 442.44 442.44 442.44 442.44
2011 363.70 363.70 363.70 363.70
2012 302.94 266.50 284.72 323.33
2013 255.46 200.51 227.16 289.12
2014 217.95 154.60 184.47 259.95
2015 187.96 121.92 152.28 234.93
2016 163.75 98.16 127.64 213.35
2017 144.00 80.56 108.50 194.63
2018 127.73 67.28 93.43 178.29
2019 114.21 57.10 81.41 163.96
2020 102.87 49.16 71.71 151.32
2021 93.27 42.89 63.79 140.10
2022 85.07 37.86 57.25 130.10
2023 78.02 33.77 51.79 121.14
2024 71.90 30.41 47.18 113.06
2025 66.54 27.61 43.25 105.75
2026 61.82 25.25 39.86 99.09
2027 57.61 23.24 36.92 93.00
2028 53.84 21.50 34.33 87.40
2029 50.44 19.98 32.04 82.24
2030 47.35 18.64 29.98 77.47
292

Lampiran 39 Persen P-PO 4 melampaui kapasitas asimilasi

Tahun PPPO4 PPPO4 PPPO4 PPPO4


2003 105.04 105.04 105.04 105.04
2004 72.57 72.57 72.57 72.57
2005 45.06 45.06 45.06 45.06
2006 100.52 100.52 100.52 100.52
2007 22.31 22.31 22.31 22.31
2008 18.53 18.53 18.53 18.53
2009 11.25 11.25 11.25 11.25
2010 9.54 9.54 9.54 9.54
2011 8.16 8.16 8.16 8.16
2012 7.05 6.45 6.75 7.38
2013 6.14 5.20 5.66 6.70
2014 5.39 4.25 4.80 6.11
2015 4.77 3.54 4.12 5.59
2016 4.25 2.98 3.57 5.14
2017 3.82 2.55 3.13 4.73
2018 3.45 2.21 2.77 4.37
2019 3.13 1.93 2.47 4.05
2020 2.86 1.71 2.22 3.76
2021 2.62 1.52 2.01 3.50
2022 2.41 1.37 1.83 3.27
2023 2.23 1.24 1.67 3.06
2024 2.07 1.13 1.54 2.86
2025 1.93 1.04 1.42 2.68
2026 1.80 0.961 1.32 2.52
2027 1.68 0.89 1.23 2.37
2028 1.58 0.829 1.15 2.23
2029 1.48 0.774 1.08 2.10
2030 1.39 0.724 1.01 1.98
293

Lampiran 40 Persen total rata-rata melampaui kapasitas asimilasi

Tahun PTP PTP PTP PTP


2003 2133.12 2133.12 2133.12 2133.12
2004 2050.10 2050.10 2050.10 2050.10
2005 2413.63 2413.63 2413.63 2413.63
2006 2342.62 2342.62 2342.62 2342.62
2007 1865.53 1865.53 1865.53 1865.53
2008 1738.91 1738.91 1738.91 1738.91
2009 1245.68 1245.68 1245.68 1245.68
2010 1187.84 1187.84 1187.84 1187.84
2011 1137.52 1137.52 1137.52 1137.52
2012 1093.27 1065.08 1076.77 1133.61
2013 1053.99 1002.67 1023.31 1134.06
2014 1018.87 947.74 975.62 1138.78
2015 987.32 898.63 932.60 1147.73
2016 958.86 854.23 893.49 1160.95
2017 933.13 813.72 857.70 1178.54
2018 909.84 776.54 824.79 1200.64
2019 888.75 742.24 794.40 1227.48
2020 869.69 710.48 766.28 1259.31
2021 852.48 680.98 740.18 1296.48
2022 837.00 653.51 715.91 1339.38
2023 823.14 627.88 693.33 1388.47
2024 810.82 603.91 672.27 1444.32
2025 799.94 581.48 652.64 1507.55
2026 790.46 560.44 634.31 1578.91
2027 782.31 540.70 617.20 1659.23
2028 775.46 522.15 601.23 1749.49
2029 769.86 504.70 586.32 1850.82
2030 765.50 488.27 572.40 1964.49

You might also like