Professional Documents
Culture Documents
SUWARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Suwari
NRP. P062070081
ABSTRACT
Suwari. 2010. Model of Water Pollution Control on Surabaya River Region. Under
the direction of ETTY RIANI as chairman, BAMBANG PRAMUDYA and ITA
DJUWITA as advisory committee members.
The Surabaya River plays an important role as water supply of the Surabaya
PDAM, irrigation, industry, transportation, and means of recreation. However,
domestic, industrial, and agricultural waste that were discharged into the river stream
polluted the Surabaya River and decreased the carrying capacity and assimilative
capacity. Therefore, effort to monitor and control the Surabaya River water
pollution need to be well organized and implemented. The aim of the research is to
develop a model of water pollution control on Surabaya River region. The research
was conducted in five steps, i.e. (1) determine the existing condition of physical and
chemical parameters, (2) determine the load pollution and level of pollution, (3)
determine the priority of reduction activities of loading pollution and technology
control, (4) build dynamics model of water pollution control, and (5) formulate
policies or scenarios of water pollution control of the Surabaya River. The research
was carried out based on field survey, in situ and laboratory sample examination,
questionnaire, and expert judgement. The loading pollution was determined by rapid
assessment. The STORET method and pollution index were used to determine the
water quality status and level of water pollution. Analytical hierarchy process (AHP)
and comparative performance index (CPI) were used to determine the priority of
reduction activities and technology control. Pollution control model developed in
this study was built into three sub-models, namely: (1) ecology sub-model, (2) social
sub-model, and (3) economy sub-model using powersim constructor 2.5 version.
Pollution control scenarios were developed using prospective analysis. The results of
water pollution parameters such as total suspended solid (TSS), dissolved oxygen
(DO), biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), nitrite
(N-NO 2 ), and the level of mercury (Hg) were higher than the allowable class 1
standard. The sources of Surabaya River pollution mainly are domestic and
industrial waste with total load of BOD, COD, and TSS are 55.49, 132.58, and
210.13 ton/day, respectively. According to water quality status, the Surabaya River
is categorized as heavy polluted and the loading pollution need to be decreased.
Simple management and efficiency are mainly criteria for reduction activities of
loading pollution with determining water class as top alternative following with
illumination and calculated the carrying capacity toward water pollution load. The
wastewater garden, filtration, screening, and biofilter are priority of technology
control in sequence. By using prospective analysis, there were five important factors
that affect the future of the Surabaya River water pollution control, i.e.: (1)
population growth and community awareness, (2) community perception, (3)
implementation of regulations, (4) commitment/local government support, and (5)
system and institutional capacity. There are three development scenarios, that are
pessimistic, moderate and optimistic. The moderate and optimistic scenario are the
realistic scenarios that occur in the future for Surabaya River water pollution control
in considering of ecology, social and economy aspects.
Keywords: pollution control, prospective analysis, surabaya river, system approach
RINGKASAN
Suwari. 2010. Model Pengendalian Pencemaran Air pada Wilayah Kali Surabaya.
Dibimbing oleh ETTY RIANI, BAMBANG PRAMUDYA dan ITA DJUWITA.
Kali Surabaya merupakan bagian hilir (downstream) dari sungai Brantas yang
mengalir dari Dam Mlirip hingga pintu air Jagir. Keberadaan Kali Surabaya sangat
penting bagi keberlangsungan perekonomian dan kelangsungan hidup bagi
masyarakat, industri, pertanian, dan niaga di sekitar bantaran kali serta sumber air
baku PDAM Kota Surabaya. Peningkatan pembuangan limbah domestik dan industri
di sepanjang Kali Surabaya telah menyebabkan penurunan daya dukung dan daya
tampung Kali Surabaya. Kondisi ini jika dibiarkan akan menimbulkan dampak
ekologis, ekonomis, dan sosial bagi masyarakat dan membutuhkan biaya pemulihan
yang lebih besar. Karenanya, upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
perlu dilakukan secara baik.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membangun model pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya. Penelitian dilakukan dalam lima tahap, yaitu (1)
menentukan kondisi eksisting parameter fisik kimia perairan Kali Surabaya, (2)
menentukan beban dan tingkat pencemaran, (3) menentukan prioritas kegiatan
reduksi beban pencemaran dan teknologi pengendalian, (4) membangun model
dinamis pengendalian pencemaran air, dan (5) merumuskan kebijakan atau skenario
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Penelitian dilaksanakan dengan cara survei lapangan, pemeriksaan contoh
secara langsung di lapangan dan di laboratorium, penyebaran angket, dan wawancara
mendalam dengan pakar. Metode yang digunakan untuk menentukan beban
pencemaran adalah rapid assessment. Status kualitas air dan tingkat pencemaran
dianalisis dengan metode STORET dan indeks pencemaran, sedangkan prioritas
kegiatan reduksi beban pencemaran dan teknologi pengendalian dianalisis dengan
metode analytical hierarchy process (AHP) dan comparative performance index
(CPI). Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya yang terdiri atas tiga sub-
model, yaitu (1) sub-model ekologi, (2) sub-model ekonomi, dan (3) sub-model
sosial, dibangun melalui pendekatan sistem menggunakan program powersim versi
2.5, sementara penyusunan skenario berupa rancangan kebijakan pengendalian
pencemaran dikembangkan dengan menggunakan analisis prospektif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting parameter
pencemaran air Kali Surabaya seperti total padatan terlarut (TSS), oksigen terlarut
(DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), kebutuhan oksigen kimia (COD), nitrit
(N-NO 2 ), dan kadar merkuri (Hg) telah melampaui baku mutu air kelas 1 dan
memerlukan penurunan beban pencemaran, sedangkan suhu air, konduktivitas, pH,
N-NO 3 , N-NH 3 , P-PO 4 , Pb, dan Cd menunjukkan hasil sebaliknya. Nilai TSS rata-
rata 65.01 mg/l dan nilai tertinggi dijumpai di Jembatan Jrebeng (74.67 mg/l), kadar
DO di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi
terdapat di Canggu (6.6 mg/l) dan terendah di Jembatan Sepanjang (2.5 mg/l) dengan
nilai rata-rata 4.06 mg/l. Kadar BOD, COD, N-NO 2 dan Hg, Kali Surabaya tidak
memenuhi baku mutu air kelas 1 pada semua stasiun pengamatan. Nilai rata-rata
BOD 4.84 mg/l, tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (10.75 mg/l) dan
terendah di Gunungsari (3.35 mg/l), COD tertinggi di Tambangan Bambe (28.89
mg/l) dan terendah Jembatan Jrebeng (11.21 mg/l) dengan nilai rata-rata 16.03 mg/l,
kadar N-NO 2 rata-rata di Kali Surabaya 0.139 mg/l, tertinggi di Gunungsari (0.187
mg/l) dan terendah di Sepanjang (0.108 mg/l), sedangkan kadar Hg rata-rata adalah
0.0092 mg/l atau 9.2 kali baku mutu.
Pencemar Kali Surabaya terutama bersumber dari limbah domestik dan
industri. Total beban pencemaran BOD Kali Surabaya adalah 55.49 ton/hari, COD
132.58 ton/hari, dan TSS 210.13 ton/hari. Kontribusi limbah domestik, industri, dan
pertanian terhadap beban BOD berturut-turut adalah 59.77, 40.05, dan 0.18%,
terhadap beban COD 54.1, 45.74, dan 0.15%, dan kontribusi terhadap TSS adalah
80.37, 19.30, dan 0.33%. Sebanyak lima industri memerlukan prioritas
pengendalian, yaitu PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Adiprima
Suraprinta, PT Suparma, dan PT Miwon. Kelima industri tersebut menyumbang
sekitar 63% beban BOD dan 64% beban COD sektor industri ke Kali Surabaya.
Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan nilai indeks STORET termasuk kelas D
atau berada dalam kondisi tercemar berat dengan nilai indeks -80 hingga -104,
sedangkan berdasarkan pollution index, tingkat pencemaran badan air Kali Surabaya
berada dalam status tercemar ringan hingga sedang dengan nilai pollution index 2.03
5.59.
Kajian proyeksi dampak pencemaran terhadap kesehatan penduduk diperoleh
hasil bahwa keberadaan logam Hg, Pb, dan Cd dalam air minum PDAM Kota
Surabaya tidak terdeteksi sehingga tidak berisiko terhadap kesehatan, namun
kandungan Hg di Kali Surabaya yang mencapai rata-rata 0.0092 mg/l sangat berisiko
bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 15 kg (anak) bila melakukan
aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai dengan frekuensi 30 hari/tahun
selama 1-2 jam/hari, karena nilai HQ (hazard quotient) > 1.
Hasil analisis prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya
dengan AHP menunjukkan bahwa kemudahan manajemen dan efisiensi (eigen value
0.317 dan 0.305) sebagai kriteria utama, dengan prioritas utama alternatif adalah
penetapan kelas air Kali Surabaya (eigen value 0.200), diikuti dengan penyuluhan,
penetapan daya tampung beban pencemaran, pemantauan kualitas limbah dan
sumber air, pembuatan UPL komunal, penataan ruang, pengetatan sistem perizinan
pembuangan limbah, sistem penegakan hukum lingkungan, pajak limbah industri,
dan terakhir relokasi industri. Hasil penilaian teknologi pengendalian pencemaran
menggunakan metode CPI menunjukkan bahwa wastewater garden (nilai alternatif
111.50) merupakan alternatif terbaik diikuti dengan filtrasi, screening, biofilter,
pengendapan, lumpur aktif, dan peringkat terakhir adalah disinfeksi.
Hasil pemodelan dinamik menunjukkan bahwa model pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya yang dibangun memiliki kinerja yang baik dan
mampu menggambarkan prilaku sistem nyata, dengan nilai validitas absolute mean
error (AME) dan absolute variation error (AVE) < 10%. Hasil analisis prospektif
terhadap faktor-faktor yang berpengaruh diperoleh lima faktor yang memiliki
pengaruh kuat terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antar faktor yang rendah,
yaitu (1) pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat, (2) persepsi masyarakat,
(3) implementasi peraturan pengendalian pencemaran, (4) komitmen/dukungan
Pemda, dan (5) sistem dan kapasitas kelembagaan. Hasil kombinasi antara kondisi
faktor menghasilkan tiga skenario pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu
(1) skenario pesimis, (2) skenario moderat, dan (3) skenario optimis.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa skenario pesimis berdampak
terhadap penurunan kualitas air Kali Surabaya dengan persen total beban
pencemaran terhadap kapasitas asimilasinya (PTP) mencapai 156.63% di atas
kondisi eksisting, sedangkan skenario moderat dan optimis mampu menurunkan total
beban pencemaran air Kali Surabaya masing-masing dengan nilai PTP 25.23 dan
36.21% di bawah kondisi eksisting. Skenario moderat dan skenario optimis
merupakan skenario realistis yang terjadi di masa depan untuk pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial,
dan ekonomi, namun perlu didukung beberapa kebijakan berupa (1) peningkatan
persepsi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, (2) revitalisasi program
KB, (3) komitmen/ dukungan pemerintah baik fisik maupun non fisik terhadap
pengendalian pencemaran, (4) penegakan hukum lingkungan secara tegas, adil, dan
konsisten, (5) peningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan pengelola Kali
Surabaya, dan (6) pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal
domestik.
Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencamtumkan atau menyebutkan sumber:.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PADA WILAYAH KALI SURABAYA
SUWARI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Ujian Tertutup
Dilaksanakan pada tanggal 18 November 2010, Waktu Ujian: jam 13.00 selesai
Penguji Luar Komisi : 1. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc
Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB
2. Dr. Ir. Machfud, MS
Staf Pengajar Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB
Ujian Terbuka
Dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2010, Waktu Ujian: jam 13.00 selesai
Penguji Luar Komisi : 1. Prof. Ir. Frans Umbu Datta, M.App.Sc, Ph.D
Rektor Universitas Nusa Cendana, Kupang
2. Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS
Staf Pengajar Departemen Kimia
Fakultas MIPA IPB
Judul Disertasi : Model Pengendalian Pencemaran Air pada Wilayah Kali
Surabaya
Nama : SUWARI
NRP : P062070081
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui:
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil
Anggota Anggota
Mengetahui
Dr. drh. Hasim, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Agustus 2009 ini ialah pencemaran air, dengan judul
Model Pengendalian Pencemaran Air pada Wilayah Kali Surabaya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Etty Riani, MS, selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan
curahan waktu, nasehat, arahan, dan motivasi secara terus menerus dengan penuh
dedikasi dari awal perencanaan penelitian sampai selesainya disertasi ini;
2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng dan Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil,
selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan,
saran, semangat, dan koreksi-koreksinya yang kritis dan tajam sehingga
menambah kualitas disertasi ini;
3. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S yang telah banyak memberikan bantuan
dan pelayanannya selama menjadi ketua program studi dan bekal pengetahun
tentang permasalahan lingkungan dan pembangunan, metode penelitian dan
penulisan disertasi dengan konsep dan caranya yang khas;
4. Dr. drh. Hasim, DEA, selaku ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan atas segala bantuan dan pelayanannya;
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, yang
telah memberikan bantuan beasiswa BPPS;
6. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor di
Instutut Pertanian Bogor;
7. Rektor dan Dekan Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana, atas
izin pendidikan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor
di Institut Pertanian Bogor;
8. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc dan Dr. Ir. Machfud, MS, sebagai penguji luar
komisi pada acara ujian tertutup yang telah banyak memberikan saran perbaikan;
9. Prof. Ir. Frans Umbu Datta, M.App.Sc., Ph.D dan Prof. Dr. Ir. Latifah K.
Darusman, MS, sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka, yang telah
memberikan kritik dan saran perbaikan disertasi ini;
10. Ir. Fahmi Hidayat, MT, Firman Sarifudin, S.Si, Inni Dian, S.Si, Imam Buchori,
S.Si, ibu Rifda, pak Naryo, dan mas Viving semuanya dari Perum Jasa Tirta I
yang telah banyak membantu penulis dalam survei lapangan, sampling air Kali
Surabaya dan air limbah, analisis laboratorium, wawancara, pengisian kuesioner
dan penyediaan data sekunder;
11. Ir. Mas Agus Mardyanto, Ph.D dan Dr. Ir. Ali Masduqi, MT dari Jurusan Teknik
Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, atas waktu yang
diberikan untuk wawancara, pengisian kuesioner, dan diskusi serta masukan-
masukannya yang sangat berarti dalam penulisan disertasi ini;
12. Prigi Arisandi, S.Si selaku Direktur Ecoton dan Anggota Dewan Lingkungan
Hidup Jawa Timur dan Daru Setyorini, S.Si, M.Si selaku Program Development
Manager Ecoton, atas waktu yang diberikan untuk wawancara, pengisian
kuesioner, dan kesediaannya memandu penulis menelusuri lokasi-lokasi outlet
pembuangan limbah sepanjang Kali Surabaya;
13. Ir. Togar Arifin Silaban, M.Eng selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota
Surabaya dan Ir. Supriyo selaku Kepala Bidang Pengendalian Lingkungan Kota
Surabaya atas penyediaan data sekunder dan waktu yang diberikan untuk
wawancara dan pengisian kuesioner;
14. Ir. Dewi J. Putriatni, M.Sc selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur
dan Ir. Drajat Irawan, SE, MT selaku Kabid Pengawasan dan Pengendalian
Pencemaran Lingkungan atas bantuan penyediaan data sekunder dan waktu yang
diberikan untuk wawancara dan pengisian kuesioner;
15. Ir. Gatot Suryantono, MT selaku Sekretaris Dinas PU Pengairan Jatim dan Ir.
Bahmid Tohary, M.Eng selaku Kasub Dinas Penyusunan Program atas bantuan
penyediaan data sekunder dan waktu yang diberikan untuk wawancara dan
pengisian kuesioner;
16. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan, khususnya angkatan 2007 atas kebersamaan dan
kerjasamanya selama menempuh pendidikan.
17. Kedua orang tua dan mertua saya, ayuk, adik serta seluruh keluarga yang telah
memberikan doa, semangat, dan kasih sayangnya selama penulis menempuh
pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor;
18. Istriku Rini Listari, S.Pd dan putra-putriku Riski Mahes, Lala Citra, dan Dimas
Satria atas segala pengorbanan dan dorongan semangat yang diberikan selama
penulis menempuh pendidikan.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
demikian penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat.
Suwari
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tulung Agung Jawa Timur pada tanggal 8 Maret 1968
sebagai anak kedua pasangan M. Masri dan Supingah. Pendidikan sarjana ditempuh
di Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1999, penulis diterima di
Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran dan
menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program
doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan
Nasional Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan
Teknik Universitas Nusa Cendana sejak 1994 sampai sekarang. Mata kuliah yang
diasuh adalah kimia dasar, kimia analitik, pengelolaan laboratorium kimia, dan kimia
instrumen.
Artikel ilmiah penulis berjudul Penentuan Status Mutu Air Kali Surabaya
dengan Metode STORET dan Indeks Pencemaran telah diterbitkan dalam Majalah
Ilmiah Widya ISSN: 0215-2800, tahun 27 Nomor 297 Juni 2010. Artikel lain
berjudul Profil Pencemaran Air Kali Surabaya dan Strategi Pengendaliannya
diterbitkan pada Buletin Penelitian dan Pengembangan Forum Alumni IAEUP
Undana ISSN 1412-3703, Volume 11, Nomor 2, Juli 2010. Karya-karya ilmiah
tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 6
1.4 Perumusan Masalah ............................................................................ 7
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 10
1.6 Kebaruan (Novelty) ............................................................................. 10
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 11
2.1 Pencemaran Air Sungai ..................................................................... 11
2.1.1. Sumber Pencemar Air Sungai ................................................. 13
2.1.2. Bahan pencemar Air Sungai .................................................... 21
2.2 Kualitas Air Sungai ........................................................................... 24
2.2.1. Karakteristik Fisik ................................................................... 24
2.2.2. Karakteristik Kimia ................................................................. 26
2.3 Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi .................................... 36
2.4 Kondisi Sungai-sungai di Indonesia ................................................. 37
2.5 Gambaran Umum Kali Surabaya ...................................................... 39
2.6 Bahan Kimia Toksik . 46
2.7 Dampak Pencemaran Air terhadap Ekosistem dan Kesehatan ........ 48
2.8 Analisis Risiko Kesehatan ................................................................ 56
2.9 Metode Analisis Hirarki Proses ........................................................ 59
2.10 Metode Perbandingan Indeks Kinerja dan Perbandingan
Eksponensial ..................................................................................... 61
2.11 Model dan Pemodelan Sistem ........................................................... 63
2.12 Konsep Dasar Sistem Dinamik ..... 64
2.13 Sistem Dinamik dalam Pengendalian Pencemaran Air ................... 66
III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 69
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 69
3.2 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 70
3.3 Alat dan Bahan ................................................................................... 71
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 72
3.5 Rancangan Penelitian ....................................................................... 73
3.5.1 Penentuan Kualitas Air..................... ................................. 73
3.5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran......................... 73
3.5.3 Proyeksi Risiko Dampak Pencemaran Hg, Cd, dan Pb
terhadap Kesehatan ............................... 74
3.5.4 Pemilihan Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran yang
Efektif dan Efisien ................................................................. 74
xiv
3.5.5 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air.............. 75
3.5.6 Desain Model Pengendalian Pencemaran Air ........................ 75
3.6 Analisis Data ..................................................................................... 76
3.6.1 Analisis Fisika dan Kimia Kualitas Air .................................. 76
3.6.2 Analisis Status Kualitas Air .................................................... 76
3.6.3 Analisis Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran ........... 77
3.6.4 Analisis Risiko Dampak Pencemaran terhadap Kesehatan .... 79
3.6.5 Pendekatan Sistem dalam Desain Model Pengendalian
Pencemaran Air ....................................................................... 82
3.6.6 Validasi Model ........................................................................ 87
3.6.7 Analisis Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran
Air ........................................................................................... 88
IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 91
4.1 Kondisi Geografis . 91
4.2 Kondisi Iklim 91
4.3 Tata Guna Lahan .. 93
4.4 Kondisi Hidrolis dan Debit Air Kali Surabaya 94
4.5 Kondisi Sosial Ekonomi ... 95
4.5.1 Kependudukan 95
4.5.2 Pendidikan .. 97
4.5.3 Kondisi Ekonomi 98
V HASIL DAN PEMBAHASAN 101
5.1 Kondisi Eksisting Perairan Kali Surabaya .. 101
5.1.1 Suhu Air .
103
5.1.2 Derajat Keasaman (pH) ..
105
5.1.3 Konduktivitas .
107
5.1.4 Total Padatan Tersuspensi (TSS)
108
5.1.5 Kandungan Oksigen Terlarut (DO)
111
5.1.6 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
113
5.1.7 Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) ........................................
115
5.1.8 Nitrat, Nitrit, dan Amonia....
119
5.1.9 Kadar Fosfat ..........................................................................
120
5.1.10 Logam Merkuri, Timbal, dan Kadmium ...
124
5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran Kali Surabaya
124
5.2.1 Beban Pencemar dari Limbah Domestik
127
5.2.2 Beban Pencemar dari Limbah Hotel ..
128
5.2.3 Beban Pencemar dari Limbah Industri ..
130
5.2.4 Beban Pencemar dari Limbah Pertanian
133
5.2.5 Tingkat Pencemaran Kali Surabaya........................................
134
5.3 Analisis Status Kualitas Air Kali Surabaya ..
5.4 Dampak Pencemaran Air Kali Surabaya terhadap Ekosistem dan
Kesehatan .. 136
5.4.1 Dampak terhadap Ekosistem .................................................. 136
5.4.2 Dampak terhadap Kesehatan (Analisis Risiko)....................... 139
5.5 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian 142
5.5.1 Karakteristik Responden ......................................................... 142
5.5.2 Persepsi Masyarakat tentang Pengendalian Pencemaran ......... 143
xv
5.5.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran . 145
5.6 Prioritas Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran . 147
5.7 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air . 157
5.8 Pemodelan Sistem Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya.. 163
5.8.1 Sub-Model Lingkungan 164
5.8.2 Sub-Model Ekonomi 170
5.8.3 Sub-Model Sosial . 172
5.8.4 Kondisi Eksisting Model . 177
5.8.5 Validasi Model . 185
5.9 Penyusunan Skenario Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya 190
5.9.1 Penyusunan Skenario 196
5.9.2 Simulasi Skenario .................................................................... 199
5.9.3 Analisis Perbandingan Penerapan Antar Skenario .................... 209
5.10 Strategi Pengendalian Pencemaran Kali Surabaya ...... 211
5.11 Pembahasan Umum ........................................................................ 216
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Beberapa jenis pencemar dan sumbernya .................................................. 14
2 Kegiatan dan jenis limbah yang dihasilkan ............................................... 15
3 Industri yang membuang limbah organik ke Kali Surabaya ...................... 17
4 Nama industri dan jenis produknya ............................................................ 18
5 Komposisi beban pencemar limbah domestik ............................................ 19
6 Kriteria kualitas air sungai berdasarkan kandungan DO ............................ 28
7 Status kualitas air berdasarkan nilai BOD5 ................................................ 29
8 Data pengambilan rata-rata air Kali Surabaya untuk industri .................... 40
9 Data Intake PDAM Surabaya .. 43
10 Rincian penggunaan air Kali Brantas ......................................................... 45
11 Klasifikasi toksisitas akut pada binatang ................................................... 48
12 Klasifikasi toksisitas akut pada manusia ................................................... 48
13 Peristiwa keracunan merkuri yang terbesar tahun 1960-an ....................... 54
14 Empat ketegori Pb dalam darah orang dewasa ............ ............................. 55
15 Dosis-respon kuantitatif nonkarsinogen dan karsinogen beberapa
zat toksik..................................................................................................... 58
16 Nilai skala perbandingan Saaty dalam AHP .............................................. 61
17 Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan........ 73
18 Nilai default yang digunakan dalam model pemaparan ............................ 82
19 Analisis kebutuhan pada masing-masing pelaku sistem pengendalian
pencemaran air kali surabaya .................................................................... 84
20 Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran
Air Kali Surabaya ....................................................................................... 89
21 Pedoman penilaian analisis prospektif ....................................................... 89
22 Suhu, kelembaban, dan tekanan udara Kota Surabaya tahun 2008 ............ 92
23 Penggunaan lahan Kota Surabaya .. 93
24 Kondisi hidrolis Kali Surabaya .................................................................. 94
25 Debit aliran Kali Surabaya ......................................................................... 95
26 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan .......................... 96
27 Keadaan penduduk Kota Surabaya tahun 2003-2009 97
xvii
28 Konsentrasi Hg, Pb, dan Cd perairan Kali Surabaya ................................. 121
29 Baku mutu limbah domestik ...................................................................... 126
30 Kadar BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik dan anak
sungai . 126
31 Beban BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik .. 127
32 Beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah hotel ............... 128
33 Kadar BOD, COD, TSS dan debit limbah industri di DPS Kali Surabaya. 129
34 Beban pencemaran bersumber dari limbah industri ... 130
35 Debit dan parameter pencemar dua saluran limbah pertanian ................... 130
36 Beban pencemaran dari limbah pertanian .................................................. 130
37 Resume beban pencemaran Kali Surabaya 131
38 Klasifikasi sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah industri ............ 132
39 Indeks pencemaran air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan ......... 133
40 Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET .................... 134
41 Konsentrasi Hg, Pb, Cd dalam sampel air minum PDAM ......................... 140
42 Total tingkat pemaparan Hg ....................................................................... 141
43 Prioritas lokal dan prioritas global kegiatan reduksi beban pencemaran 149
44 Matriks hasil penilaian alternatif teknologi pengendalian pencemaran air. 158
45 Matriks hasil transformasi melalui teknik perbandingan indeks kinerja .... 159
46 Data validasi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.. 191
47 Prospektif faktor-faktor kunci/penentu tingkat kepentingan faktor-faktor
yang berpengaruh pada sistem pengelolaan Kali Surabaya ...................... 197
48 Interpretasi kondisi (state) faktor-faktor kunci/penentu ke dalam sistem... 199
49 Perbandingan antar skenario ...................................................................... 209
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian .................................................................. 8
2 Komponen penyusun limbah domestik ...... 20
3 Gambaran perjalanan bahan pencemar limbah sampai ke manusia 52
4 Tahapan dalam analisis risiko kesehatan ................................................... 57
5 Diagram alir model sistem dinamik menggunakan program powersim..... 65
6 Lokasi penelitian ........................................................................................ 69
7 Lokasi sampling kualitas air Kali Surabaya ............................................... 70
8 Diagram lingkar sebab akibat sistem pengendalian Pencemaran air ......... 86
9 Diagram input-output sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya... 87
10 Diagram pengaruh dan ketergantungan sistem .......................................... 90
11 Pola perubahan debit aliran Kali Surabaya (Dam Gunungsari) dan debit
rata-rata tahunan di Dam Gunungsari ........................................................ 95
12 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan .................................... 98
13 Profil suhu perairan Kali Surabaya ............................................................ 102
14 Profil suhu berdasarkan jarak upstream (km) ............................................ 102
15 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter pH) 104
16 Profil kualitas air (pH) Kali Surabaya berdasarkan jarak upstream 104
17 Profil konduktivitas Kali Surabaya............................................................. 106
18 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DHL) berdasarkan jarak
upstream...................................................................................................... 106
19 Sebaran nilai TSS Kali Surabaya................................................................ 108
20 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO.............................. 110
21 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DO) berdasarkan jarak
upstream ..................................................................................................... 111
22 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter BOD 5 ......................... 112
23 Kualitas Kali Surabaya (parameter COD) .................................................. 114
24 Sebaran nilai rata-rata N-NO 3 Kali Surabaya ............................................ 116
25 Sebaran kadar N-NO 2 Kali Surabaya . 117
26 Profil kualitas Kali Surabaya (paramater N- 118
NH 3 )....................................... 119
27 Sebaran kadar P-PO 4 perairan Kali Surabaya ............................................ 122
28 Rerata kadar Hg, Pb, dan Cd di beberapa lokasi Kali Surabaya ....
xix
29 Skor indeks STORET perairan Kali Surabaya ........................................... 135
30 Proporsi status responden dalam keluarga dan tingkat pendidikan ... 143
31 Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan, masalah kualitas air dan
kelayakan air Kali Surabaya ... 144
32 Persentase persepsi masyarakat tentang pengendalian pencemaran... 145
33 Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran 146
34 Perbandingan prioritas kriteria kegiatan reduksi beban pencemaran . 149
35 Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran Kali
Surabaya...................................................................................................... 151
36 Diagram sub-model lingkungan pengendalian pencemaran Kali Surabaya 164
37 Diagram stock flow sub model lingkungan pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya (a) beban pencemaran dari sumber pencemaran dan (b)
beban pencemaran Kali Surabaya............................................................... 166
38 Diagram sub model ekonomi pengendalian pencemaran Kali Surabaya... 171
39 Stock flow diagram sub-model ekonomi..................................................... 171
40 Diagram sub-model sosial pengendalian pencemaran Kali Surabaya ....... 173
41 Stock flow diagram sub-model sosial dalam pengendalian pencemaran
air Kali Surabaya ........................................................................................ 174
42 Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya... 176
43 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban BOD, COD, dan TSS
dari sumber pencemaran .............................................................................. 177
44 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan N-NO 3 dan P-PO 4 beban
sumber pencemaran .................................................................................... 178
45 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan BOD, COD dan TSS di
Kali Surabaya ............................................................................................. 179
46 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan: (a) beban N-NO 3
(b) beban P-PO 4 di Kali 180
Surabaya ..............................................................
47 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase tiap parameter 181
pencemar
48 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban 181
pencemaran total ........................................................................................
182
49 Simulasi sub-model ekonomi berdasarkan nilai PDRB ............................
50 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan populasi 183
penduduk ....................................................................................................
51 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah 184
penduduk pembuang limbah.......................................................................
xx
52 Simulasi sub-model teknis pemanfaatan ruang berdasarkan luasan
lahan pemukiman dan lahan pertanian 185
53 Grafik perbandingan beban pencemaran BOD dan COD dengan data
empiris dan hasil simulasi .. 189
54 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pada sistem pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya. 193
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data penduduk pada radius 500 m dan volume limbah domestik ............... 241
2 Perhitungan beban limbah domestik (penduduk zona 500 m) .................... 243
3 Daftar industri di DPS Kali Surabaya ......................................................... 246
4 Kadar BOD, COD, TSS dan debit limbah industri di DPS Kali Surabaya.. 247
5 Beban pencemaran bersumber dari limbah industri 248
6 Karakteristik responden penelitian . 249
7 Data kualitas air Kali Surabaya periode Agustus Desember 2009 ... 251
8 Konsentrasi logam berat Hg. Pb dan Cd di Kali Surabaya ......................... 255
9 Perhitungan indeks pencemaran .. 257
10 Analisis status mutu air dengan indeks STORET... 260
11 Data debit rata-rata bulanan air Kali Surabaya ...... 263
12 Data debit rata-rata dan kualitas air Kali Surabaya tahun 2003 2009.. 264
13 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Jembatan Perning) .. 266
14 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Dam Gunungsari) .... 267
15 Beban pencemaran Kali Surabaya (titik pantau Dam Jagir) .............. 268
16 Daya dukung Kali Surabaya di Dam Jagir tahun 2003-2009 . 269
17 Daya dukung Kali Surabaya di Dam Gunungsari tahun 2004-2009 .. 270
18 Daya dukung Kali Surabaya di Jembatan Perning tahun 2004-2009 271
19 Matriks penilaian pengaruh antar faktor dalam sistem pengendalian
pencemaran Kali Surabaya ......................................................................... 272
20 Hasil simulasi beban pencemaran BOD, COD, dan TSS dari sumber
pencemaran . 273
21 Hasil simulasi beban pencemaran NNO 3 dan PPO 4 sumber pencemaran.. 274
22 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter
BOD di Kali Surabaya ... 275
23 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter
COD di Kali Surabaya ................................................................................ 276
24 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter
TSS di Kali Surabaya ................................................................................. 277
25 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter
N-NO 3 di Kali Surabaya ............................................................................. 278
xxii
26 Hasil simulasi beban pencemaran dan kapasitas asimilasi parameter
P-PO 4 serta persentase total beban pencemaran terhadap kapasitas
asimilasi di Kali Surabaya .. 279
27 Hasil simulasi kontribusi tiap sektor terhadap PDRB ................................ 280
28 Hasil simulasi jumlah penduduk dan penduduk pembuang limbah 281
29 Hasil simulasi perubahan luas lahan permukiman dan pertanian .. 282
30 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter BODK......... 283
31 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter CODK......... 284
32 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter PPO4K........ 285
33 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter TSSK.......... 286
34 Perbandingan simulasi model tiap skenario untuk parameter NNO3K...... 287
35 Persen BOD melampaui kapasitas ssimilasi .............................................. 288
36 Persen TSS melampaui kapasitas asimilasi ................................................ 289
37 Persen COD melampaui kapasitas asimilasi... 290
38 Persen N-NO 3 melampaui kapasitas asimilasi 291
39 Persen P-PO 4 melampaui kapasitas 292
asimilasi.. 293
40 Persen total rata-rata melampaui kapasitas asimilasi..................................
xxiii
1
I. PENDAHULUAN
berat merkuri bersama timbal dan kadmium dikenal sebagai the big three heavy
metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia
dikarenakan tingkat keracunannya yang sangat tinggi walaupun pada konsentrasi
rendah (Rezazee et al. 2005).
Beberapa studi tentang pencemaran Kali Surabaya telah dilaporkan. Hasil
riset yang dilakukan oleh Ecoton dan National Institute Minamata Disease (2002),
menunjukkan badan air, lumpur, kerang, ikan dan ekosistem di dalam Kali
Surabaya telah terkontaminasi merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga
(Cu) dan besi (Fe) dengan kadar yang telah melebihi ambang batas, bahkan kadar
Hg dalam air telah mencapai 100 kali lipat dari baku mutu. Hasil penelitian ini
juga menyatakan bahwa pada rambut orang yang tinggal dan mengkonsumsi ikan
dari Kali Surabaya, positif terkontaminasi merkuri rata-rata 0.6 mg/l (Arisandi
2002). Hasil serupa dilaporkan Ismanto et al. (2006), bahwa konsentrasi merkuri
di Sungai Brantas pada tahun 1991-2005 mencapai 0.49 mg/l.
Hasil studi Purwatiningsih (2005) yang dilakukan di sepanjang Kali
Surabaya pada 8 lokasi sampling menunjukkan bahwa tingkat BOD dan DO
(dissolved oxygen) di daerah studi tidak memenuhi baku mutu, kualitas struktur
sungai 62.5% termasuk kategori sedang dan 37.5% termasuk kategori buruk.
Sementara hasil riset Koemantoro (2007) menunjukkan bahwa beban pencemar
BOD di titik lokasi intake PDAM Karang Pilang Surabaya mencapai 10.45 mg/l,
kondisi ini jauh melebihi batas standar peruntukan badan air kelas 1 yaitu 2 mg/l.
Kondisi ini jika tidak segera diambil tindakan pengendalian akan menimbulkan
dampak ekologis, ekonomis dan sosial budaya, seperti kerusakan keseimbangan
ekologi di aliran sungai, bertambahnya biaya pengolahan air oleh Perusahaan Air
Minum, menurunnya nilai estetika, dan risiko kesehatan penduduk.
Kandungan logam berat terutama Hg, Cd, dan Pb dalam air Kali Surabaya
dikhawatirkan akan mengkontaminasi air PDAM yang dikonsumsi oleh 95%
warga Surabaya, mengingat proses pengolahan air PDAM dengan menggunakan
tawas biasanya tidak mampu menghilangkan logam berat yang terlarut dalam air.
Karenanya, analisis proyeksi risiko kesehatan penduduk akibat paparan logam
berat penting dilakukan untuk mengetahui status kesehatan masyarakat dan
manajemen risiko.
Menurut Razif dan Yuniarto (2004), sumber pencemaran sungai di Surabaya
didominasi oleh beberapa faktor pencemar, yaitu: industri pangan, industri kimia,
3
industri logam, industri kertas, dan penduduk. Hal serupa dikemukakan Novita
dan Indarto (2006) yang menyatakan bahwa persentase terbesar sumber pencemar
Kali Surabaya berasal dari limbah cair industri, dalam hal ini dari 70 buah industri
yang berlokasi di daerah aliran Kali Surabaya sekitar 40 buah di antaranya
dianggap potensial sebagai sumber pencemar, baik pencemar organik maupun
anorganik. Industri pangan, penyamakan kulit, industri kertas, pemotongan hewan
dan industri tekstil merupakan sumber pencemar organik, sedangkan sumber
pencemar anorganik di Kali Surabaya adalah industri pelapisan logam, industri
kimia, dan industri keramik (Novita 2000). Menurut Arisandi (2004) dan Rezazee
et al. (2005), pencemaran logam berat seperti merkuri, timbal, kadmium, dan
kromium berasal dari industri (elektroplating, detergen, cat, keramik, kertas) dan
aktivitas pertanian dan dikategorikan sebagai limbah anorganik.
Meningkatnya beban pencemaran juga disebabkan oleh kebiasaan
masyarakat membuang limbah domestik, baik limbah cair maupun limbah
padatnya langsung ke perairan. Dampak negatif yang ditimbulkan di antaranya:
(a) memicu tingginya suhu badan air, sehingga menggurangi oksigen terlarut
dalam air yang dibutuhkan makluk hidup air, (b) meningkatkan proses
sedimentasi di dasar sungai karena tingginya run-off air hujan yang membawa
partikel sedimen, dan (c) meningkatkan beban limbah organik bagi badan air
(Arisandi 2004). Adanya masukan bahan pencemar sampai pada batas tertentu
tidak menurunkan kualitas air sungai, namun apabila beban masukan bahan
pencemar tersebut melebihi kemampuan sungai untuk membersihkan diri sendiri
(self purification), akan menimbulkan permasalahan yang serius yaitu
pencemaran perairan.
Berdasarkan hasil pemantauan Kali Surabaya oleh Ecoton (1998) yang
dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau diketahui bahwa, sumber
pencemaran terbesar adalah Kali Tengah yang merupakan tempat pembuangan
limbah lebih dari 40 industri yang beroperasi di sepanjang bantaran Kali Tengah,
yang memicu turunnya kualitas air Kali Surabaya. Pada musim kemarau, di mana
debit air terbatas, bendungan di hulu hanya mampu menyediakan debit rata-rata
20 m3/detik selama 3 bulan pertahun (Novita & Indarto 2006), bahkan debit
terendah dapat mencapai 4 m3/detik selama 1 bulan. Kondisi ini menyebabkan
semakin menurunnya kapasitas purifikasi dan pengenceran Kali Surabaya
(Masduqi 2006).
4
Berdasarkan indikator kualitas air, khususnya BOD, COD, dan TSS, Kali
Surabaya berada dalam kondisi tercemar. Data hasil Studi Brantas River Pollution
control-SUDP tahun 1998 menunjukkan bahwa, beban limbah industri dan
domestik Kali Surabaya terus mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun
1989 beban BOD dari limbah domestik dan industri masing-masing 38.4 dan 81.6
ton/hari, pada tahun 1998 meningkat menjadi 125 dan 205 ton/hari. Kualitas
limbahnya pun jauh di atas baku mutu. Kandungan BOD, COD, dan TSS limbah
yang terbuang di Kali Surabaya masing-masing mencapai 575, 1431, dan 674
mg/l. Padahal baku mutu untuk BOD hanya 50-150 mg/l, COD 100-300 mg/l dan
TSS 20-300 mg/l (www.pu.go.id/humas/media). Sementara itu, hasil pemantauan
Perum Jasa Tirta I (PJT-I), terhadap kualitas air Kali Surabaya pada tahun
2005 untuk nilai COD mencapai 26.5 mg/l dan BOD 9.6 mg/l dan hasil pantauan
periode Oktober-Desember 2007 (posisi Karangpilang), nilai COD 41.5 mg/l dan
BOD 15.0 mg/l. Hal ini berarti kualitas Kali Surabaya sudah berada pada kondisi
yang mengkawatirkan karena nilai COD dan BOD telah melebihi nilai ambang
batas yang telah ditetapkan. Menurut prediksi PJT-1 jika tidak ada upaya
pengendalian pada tahun 2020, beban limbah domestik Kali Surabaya akan
mencapai 257 m3/detik dan beban limbah industri 308 m3/detik (PJT I 2007).
Upaya penurunan beban pencemaran yang masuk ke sungai telah
dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 1979 terutama untuk mengatasi kasus-
kasus pencemaran yang terjadi secara rutin. Bahkan sejak tahun 1989, telah
dicanangkan Program Kali Bersih (PROKASIH) dan Superkasih dengan fokus
pada pengendalian pencemaran air dari kegiatan industri dan jasa. Pada tahun
1995 dicanangkan Program PROPER dengan fokus perbaikan sistem internal
terhadap baku mutu air limbah dan pada tahun 2007 juga dicanangkan program
pengawasan pengendalian pencemaran air untuk hotel melalui penghargaan
Berlian (KLH 2008), namun hingga saat ini kualitas air Kali Surabaya belum
menunjukkan peningkatan yang berarti bahkan tingkat pencemaran makin tinggi.
Hal ini diakibatkan antara lain karena kurangnya koordinasi antar instansi/sektor
dan lemahnya penegakan hukum dalam pengelolaan Kali Surabaya
(Purwatiningsih 2005). Selain itu, penyebab lain adalah semakin banyaknya
kegiatan industri yang terdapat di Kali Surabaya, kurangnya kepedulian
masyarakat dalam menjaga kualitas badan air, dan belum tertanganinya
pengendalian limbah industri dan domestik secara efektif. Karenanya, diperlukan
5
pembatasan ruang lingkup dan meminimasi pengaruh serta output yang tidak
dikehendaki, agar pengendalian pencemaran berlangsung secara berkelanjutan.
Desain sistem berdasarkan pendekatan model dinamik untuk pengendalian
pencemaran air sungai diperlukan untuk memahami perilaku dan melakukan
simulasi terhadap sistem secara sederhana, sehingga kemungkinan alternatif
pengendalian dan strategi pengelolaan menjadi lebih efektif dan terpadu. Model
pengendalian pencemaran yang dibangun didasarkan pada beban limbah dan
karakteristik pencemaran, terutama karakteristik efluen dan kimia pencemar, serta
faktor-faktor yang berpengaruh dalam rangka pencapaian tujuan.
Model dinamik menawarkan berbagai cara untuk menggambarkan sistem
yang dikembangkan, menganalisis perilaku sistem, dan menghubungkan perilaku
yang diamati dengan struktur sistem dengan suatu bentuk desain sistem dan
pemodelan (Skartveit et al. 2003). Pemodelan sistem dinamik merupakan kajian
rekayasa sistem yang dapat digunakan untuk menganalisis mekanisme, pola dan
kecenderungan sistem. Rekayasa sistem ini berdasarkan analisis terhadap struktur
dan perilaku sistem sungai yang rumit, berubah cepat, dan mengandung
ketidakpastian dengan suatu bentuk desain sistem dan pemodelan (Muhammadi et
al. 2001; Skartveit et al. 2003). Pendekatan model sistem dinamik didasari oleh
prinsip umpan balik antar komponen yang terlibat dalam sistem yang dikaji.
Skema kerangka pemikiran penelitian diilustrasikan pada Gambar 1.
Kali Bantaran
Surabaya Kali Surabaya
Pemukiman Industri
penduduk
Limbah
Debit air
Beban
pencemaran
Baku Mutu
Kebijakan KBP>KBM
pengelolaan
Kali Surabaya Kondisi eksisting:
Fisik-kimia-
tercemar
ekonomi-sosbud
Skenario pengendalian
Butuh penyelesaian yang komprehensif pencemaran
Strategi
Rekomendasi pengendalian
Keterangan: pencemaran
KBP = Konsentrasi bahan pencemar
KBM = Konsentrasi baku mutu
menjadi rendah. Limbah industri umumnya berupa bahan sintetik, logam berat,
dan limbah B3 yang sulit untuk diurai oleh proses biologi (nondegradable)
sehingga berbahaya terhadap kesehatan manusia. Beberapa unsur logam berat
seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) dari limbah cair industri
memiliki sifat toksik dan destruktif terhadap organ penting manusia. Limbah
domestik umumnya tersusun atas limbah organik, meskipun dapat terurai menjadi
zat-zat yang tidak berbahaya dan dapat dihilangkan dari perairan dengan proses
biologis alamiah, proses kimia dan fisika, namun dapat mengakibatkan deplesi
oksigen terlarut dan mengancam kehidupan biota air.
Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan sesuai tingkat mutu air yang diinginkan, diperlukan upaya
pengendalian. Tanpa upaya pengendalian pencemaran akan terus berlangsung dan
dampaknya akan semakin luas, baik dampak terhadap kelangsungan fungsi sungai
maupun dampak terhadap kesehatan masyarakat. Pentingnya pengendalian
kualitas air merupakan implikasi dari tekanan pencemaran terhadap badan sungai
yang semakin meningkat, baik limbah domestik maupun limbah industri dan
bertambahnya pemanfaatan air sungai serta tuntutan akan kebutuhan kualitas air
yang memadai dari tahun ke tahun.
Kualitas air sungai ditentukan oleh debit air dan debit limbah yang dibuang
ke dalam badan air sungai tersebut. Oleh karena itu, upaya pengendalian dapat
dilakukan dengan menetapkan besaran limbah yang boleh dibuang ke badan air
sungai itu disesuaikan dengan debit air sungai yang ada. Untuk itu, suatu konsep
dan strategi pengendalian pencemaran air perlu dikaji secara komprehensif untuk
menunjukkan keterkaitan antara beban pencemaran dengan dampak yang
ditimbulkan melalui penggunaan model dinamik. Beberapa pertanyaan penelitian
terkait model pengendalian pencemaran air yang akan dibangun adalah:
1. Bagaimana kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter kualitas air:
suhu, pH, konduktivitas, DO, COD, BOD, TSS, N-NH 3 (amonia), N-NO 2 ,
N-NO 3 , P-PO 4 dan konsentrasi Hg, Pb, dan Cd?
2. Berapa beban dan tingkat pencemaran air Kali Surabaya?
3. Bagaimana risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan penduduk?
4. Bagaimana mendesain model sistem pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya yang berkelanjutan?
10
sumber-sumber air (Cheng et al. 2003; KLH 2005a). Untuk menentukan tingkat
kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi tercemar atau kondisi baik suatu
sumber air dalam waktu tertentu dilakukan dengan membandingkan baku mutu
air yang ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1990, sumber
air menurut kegunaan/peruntukannya digolongkan menjadi empat, yaitu:
1. Golongan A, yaitu air yang digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa pengolahan terlebih dahulu;
2. Golongan B, yaitu air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk
diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga;
3. Golongan C, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan
dan peternakan; dan
4. Golongan D, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian,
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan listrik negara.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, mutu air
diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu:
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Air secara sangat cepat menjadi sumber daya yang makin langka dan tidak
ada sumber penggantinya karena dari jumlah air yang mungkin dapat
dimanfaatkan manusia, ternyata masih menghadapi beberapa permasalahan
mendasar yaitu: (1) adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan
air; serta (2) terbatasnya jumlah air segar di planet bumi yang dapat dieksplorasi
13
run off (limpasan) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung
pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan.
Pencemaran air sungai dapat berasal dari berbagai sumber pencemar antara
lain dari limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan lain-lain.
Limbah-limbah dimaksud dapat berupa zat, energi, dan atau komponen lain yang
dikeluarkan atau dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industri maupun non-
industri. Menurut Effendi (2003), pencemaran air diakibatkan oleh masuknya
bahan pencemar berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat, sedangkan
menurut Simonovic (2006) sumber pencemar air di dunia yang paling dominan
adalah limbah manusia, limbah industri dan bahan kimia, dan limbah pertanian
(pestisida dan pupuk). Bentuk-bentuk bahan pencemar tersebut mencakup bahan
organik industri, bahan asiditas, logam berat, amonia, nitrat, dan fosfat dan residu
pestisida dari pertanian. Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003)
mengemukakan beberapa jenis pencemar dan sumbernya dalam Tabel 1.
1) Limbah Industri
Kegiatan industri memiliki potensi sangat besar untuk menimbulkan
terjadinya pencemaran air. Limbah industri adalah bahan buangan sebagai hasil
sampingan dari proses produksi industri yang dapat berbentuk benda padat, cair
maupun gas yang dapat menimbulkan pencemaran. Data dari Departemen
Perindustrian (2007) dalam KLH (2008a) menunjukkan bahwa air limbah industri
dibuang/terbuang ke sumber-sumber air di sejumlah daerah di Indonesia terutama
di pulau Jawa. Diperkirakan 250 ribu ton limbah industri dilepaskan ke sumber-
sumber air pada tahun 1990, dan pada tahun 2010 diproyeksikan meningkat
15
menjadi 1.2 juta ton per tahun (KLH 2008a). Tabel 2 menyajikan limbah yang
dihasilkan oleh jenis kegiatan industri.
Tabel 2 Kegiatan dan jenis limbah yang dihasilkan
No Jenis Kegiatan Limbah yang Dihasilkan
1 Industri pangan Limbah organik, suspended solid, minyak dan lemak, logam
berat, sianida, klorida, amoniak, nitrat, fosfor, dan fenol
2 Industri minuman Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS,
minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu,
kekeruhan dan buih
3 Industri makanan Limbah organik, minyak dan lemak, logam berat, nitrat,
fosfor, dan fenol
4 Industri percetakan Limbah organik, total solid, suspended solid, TDS, minyak
dan lemak, logam berat, sulfit, amoniak, nitrat, fosfor,warna,
jumlah coli, coli faces, bahan beracun, suhu, kekeruhan,
klorinated benezoid.
5 Perkayuan & motor Limbah organik, logam berat, dan bahan beracun
6 Industri pakaian jadi Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak,
logam berat, warna, bahan beracun, suhu, klorinated
benezoid, dan sulfida
7 Industri plastik Limbah organik, total solid, settleable solid, TDS, minyak
dan lemak, seng, sianida, sulfat, amoniak, fosfor, urea
anorganik, bahan beracun, fenol, dan sulfida
8 Industri kulit Total padatan, penggaraman, sulfida, kromium, endapan
kapur, dan limbah organik
9 Industri besi dan Limbah organik, suspended solid, minyak dan lemak, logam
logam berat, bahan beracun, sianida, pH, klorida, sulfat, amoniak,
dan fenol
10 Aneka industri Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS,
minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu,
kekeruhan, dan amoniak
11 Pertanian Pestisida, bahan beracun, dan logam berat
12 Perhotelan Deterjen, zat padat, bahan organik, nitrogen, fosfor, warna,
jumlah coli, bahan beracun, dan kekeruhan
13 Rekreasi Limbah organik, kekeruhan, dan warna
14 Kesehatan Bahan beracun, logam berat, limbah organik, jumlah coli
15 Perdagangan Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS,
minyak dan lemak, amoniak, urea, fosfor, warna, jumlah coli,
bahan beracun, dan kekeruhan
16 Pemukiman Deterjen, zat padat, limbah organik, nitrogen, fosfor,
kalsium, klorida, dan sulfat
17 Perhubungan darat Logam berat, bahan beracun, dan limbah organik
18 Perikanan darat Limbah organik
19 Peternakan Limbah organik, suspended solid, klorida, nitrat, fosfor,
warna, bahan beracun, suhu, dan kekeruhan
20 Perkebunan Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak,
kromium, kalsium, klorida, sulfat, amoniak, natrium, nitrat,
fosfor, urea anorganik, coli faces, suhu.
Sumber: Donald dan Klei (1979) dalam Taufik (2003).
16
Limbah industri dapat berupa bahan sintetik, logam, dan bahan beracun
berbahaya yang sulit diurai oleh proses biologi. Pada umumnya air limbah
industri mengandung air, pelarut organik, minyak, padatan terlarut, dan senyawa
kimia terlarut. Kandungan kimia limbah dapat berupa bahan organik atau
anorganik, dari air kotor yang tidak berbahaya hingga mengandung logam
beracun dan endapan organik. Limbah industri juga dapat mengandung logam dan
cairan asam yang berbahaya, misalnya limbah yang dihasilkan industri pelapisan
logam yang mengandung tembaga dan nikel serta cairan asam sianida, asam borat,
asam kromat, asam nitrat dan asam fosfat. Limbah tersebut bersifat korosif dan
dapat mematikan tumbuhan dan hewan air. Selain itu, limbah industri yang lebih
berbahaya adalah yang mengandung logam berat seperti merkuri (Hg), kromium
(Cr), timbal (Pb), kadmium (Cd), dan arsen (As). Logam berat tersebut bersifat
menetap dan mudah mengalami biomagnifikasi (Arisandi 2004). Apabila logam
berat mencemari air yang selanjutnya terkonsumsi oleh organisme, seperti ikan
dan biota perairan lainnya, maka akan mengumpul dalam waktu yang lama yang
bersifat sebagai racun yang akumulatif.
Di Jawa Timur, jumlah industri yang secara langsung mempengaruhi sungai
Brantas dan anak sungai utama termasuk Kali Surabaya adalah 483 industri
dengan total beban BOD mencapai 125 ton/hari (Harnanto & Hidayat 2003;
Masduqi & Apriliani 2008). Industri-industri tersebut dibagi menjadi 8 kelompok
berdasarkan pencemar utama yang dihasilkan, yaitu: (1) industri pulp dan kertas;
(2) pabrik gula; (3) industri kimia; (4) industri pertanian dan derivatifnya; (5)
industri tekstil; (6) industri minyak dan deterjen; (7) industri makanan; dan (8)
industri cat dan metalurgi.
Menurut Machbub et al. (1988), industri yang membuang limbah anorganik
berupa logam terlarut adalah industri pipa, industri keramik, dan industri sepeda.
Sedangkan industri yang membuang bahan pencemar organik dalam jumlah
besar ke Kali Surabaya adalah industri kulit, industri bumbu masak/MSG, industri
kertas, industri gula, dan industri minuman dengan beban BOD dan COD seperti
disajikan pada Tabel 3.
17
BOD g/orang/hari 25
COD g/orang/hari 57
Nitrogen:
- N-NH 3 g/orang/hari 1.83
- N-NO 2 g/orang/hari 0.006
- N-NO 3 g/orang/hari 0.97
- N-organik g/orang/hari 8.3
- N-total g/orang/hari 11.1
Fosfor:
- ortho-fosfat g/orang/hari -
- Total P g/orang/hari 1.1
- Deterjen (MBAS) g/orang/hari 0.63
- Fenol g/orang/hari 0.006
- Coli Fecal g/orang/hari 14 x 1012
Sumber: Salim (2002).
domestik menurut Tebbut (1992) dalam Effendi (2003) dan Sugiharto (2005)
ditunjukkan pada Gambar 2.
Limbah domestik
Pada tahun 2002, jumlah penduduk yang tinggal di DAS brantas mencapai
15.5 juta. Populasi penduduk yang menempati daerah perkotaan sekitar 25 persen
dari keseluruhan populasi penduduk DAS brantas, akibatnya beban pencemaran
akibat limbah domestik dapat diestimasi dengan mengalikan beban pencemaran
akibat limbah domestik per kapita dengan populasi penduduk di daerah tersebut,
di mana untuk daerah perkotaan beban BOD adalah 46 gram BOD/orang/hari,
sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram BOD/orang/hari. Total beban limbah
domestik yang dihasilkan pada tahun 2002 sekitar 515 ton BOD/hari (Harnanto &
Hidayat 2003).
3) Limbah Lainnya
Sumber pencemar air sungai lain di luar limbah industri dan domestik
adalah kegiatan pertanian dan timbulan sampah di tempat pembuangan akhir
(TPA) sampah. Kegiatan pertanian memberikan kontribusi terhadap pencemaran
air (non point sources). Limbah pertanian yang paling utama adalah pupuk kimia
dan pestisida. Pupuk kimia dan pestisida digunakan petani untuk perawatan
tanaman, namun pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran air.
Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma
air seperti ganggang dan enceng gondok penyebab timbulnya eutrofikasi.
Pestisida biasa digunakan untuk membunuh hama. Limbah pestisida mempunyai
aktivitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air ke luar dari
daerah pertanian dapat mematikan hewan yang bukan sasaran seperti ikan, udang
dan biota air lainnya.
Timbulan sampah di TPA akan menghasilkan lindi yang umumnya
mengandung beberapa logam berat. Lindi sampah ini dapat masuk ke dalam tanah
atau ikut terbawa dalam aliran sungai sehingga berpotensi menimbulkan
pencemaran air sungai (Setyaningrum 2006).
2) Senyawa Organik
Bahan-bahan organik baik bahan alami maupun bahan sintesis masuk ke
dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Bahan organik alami
umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh
mikroorganisme, sehingga dapat mengakibatkan semakin berkembangnya
mikroorganisme dan mikroba patogen pemicu timbulnya berbagai macam
penyakit.
Setiap bahan organik memiliki karakteristik fisika, kimia dan toksisitas yang
berbeda. Beberapa contoh bahan organik yang bersifat toksik terhadap organisme
akuatik adalah minyak, fenol, pestisida, surfaktan, dan PCB (poliklorobifenil).
Berbeda dengan senyawa organik alami, senyawa organik sintetis umumnya tidak
dapat diuraikan secara biologis sehingga dapat bertahan dalam waktu lama di
dalam badan air serta bersifat kumulatif. Sumber limbah organik diperairan
adalah limbah domestik (rumah tangga dan perkotaan), limbah industri kimia,
tekstil, plastik, dan lain-lain.
3) Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik terdiri atas logam dan logam berat yang pada umumnya
bersifat toksik. Dengan demikian bahan buangan anorganik umumnya berupa
limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
Masuknya bahan buangan anorganik pada ekosistem akuatik akan
mengakibatkan peningkatan jumlah ion logam di dalam air dan jika buangan
tersebut banyak mengandung ion kalsium dan magnesium dapat menimbulkan
kesadahan pada air.
23
Logam berat merupakan kelompok logam yang tidak dapat didegradasi oleh
tubuh, bersifat toksis walaupun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya
dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan global lingkungan hidup.
Berdasarkan data dari United State Environmental Protection Agency, logam
berat yang merupakan polutan perairan yang berbahaya adalah antimon (Sb),
arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri
(Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn) (www.chem-is-try.org).
Logam-logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yakni
peningkatan konsentrasi unsur logam tersebut dalam tubuh makluk hidup
mengikuti tingkatan dalam rantai makanan. Akumulasi konsentrasi logam berat di
alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia menjadi tinggi,
karena jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan
jumlah yang terekresi/terdegradasi, sementara jumlah yang terakumulasi setara
dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah jumlah yang
diambil dari makanan, minuman atau udara yang terhirup.
Terdapat banyak sumber penyebab pencemaran logam berat, antara lain gas
alam, proses industri, penambangan, outomobil, kebakaran hutan, dan gunung
berapi, namun penyebab signifikan pencemaran logam berat di perairan adalah
buangan limbah industri dan kegiatan penambangan yang menghasilkan limbah
tailing, yaitu produk samping kegiatan penambangan, reagen sisa, dan hasil
pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan yang selanjutnya dibuang ke
sungai atau laut dan masuk ke ekosistem akuatik yang terus mengkontaminasi
lingkungan di sekitar area pembuangan limbah.
4) Pestisida
Pestisida masuk ke dalam badan air melalui limpasan (run off) dari daerah
pertanian yang banyak mengandung pestisida. Pestisida dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu pestisida organoklor, pestisida organofosfor, dan pestisida
karbamat. Pestisida bersifat toksik dan bioakumulasi. Selain itu, pestisida juga
bersifat persisten atau bertahan dalam waktu lama di perairan.
Keberadaan pestisida pada ekosistem akuatik mengikut i pola rantai
makanan, semakin tinggi posisi organisme dalam rantai makanan maka semakin
tinggi kadar pestisida yang dihasilkan oleh proses bioakumulasi dan
biomagnifikasi. Pestisida cenderung terakumulasi pada lapisan lemak yang
terdapat dalam tubuh makhluk hidup.
24
1) Suhu
Suhu air sangat berkaitan dengan kualitas perairan. Semakin tinggi suhu
perairan maka semakin menurun kualitasnya karena kandungan oksigen terlarut di
perairan semakin kecil. Air sering digunakan sebagai medium pendingin pada
berbagai proses industri atau pembangkit tenaga listrik. Buangan air panas
kemudian dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya.
Sungai yang besar dan arus yang deras akan dapat menetralkan air panas tersebut
dengan cepat, tetapi jika buangan air panas dalam jumlah besar akan dapat
merusak ekosistem di dalam sungai atau danau yang dikenal dengan polusi
termal (Darmono 2001).
Menurut Effendi (2003), suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu
berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Kenaikan suhu
akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut (Fardiaz 1992; Kristanto
2002; Effendi 2003):
a. Jumlah oksigen terlarut di dalam sungai menurun;
b. Peningkatan viskositas, evaporasi dan volatilisasi;
c. Kecepatan reaksi kimia meningkat;
d. Peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air;
e. Peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba;
25
3) Konduktivitas
Konduktivitas atau daya hantar listrik (DHL) adalah gambaran numerik dari
kemampuan air untuk menghantarkan aliran listrik. Pada suatu perairan, semakin
banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, nilai DHL semakin tinggi.
Perairan alami memiliki nilai DHL sekitar 20 1500 S/cm, sedangkan perairan
laut memiliki nilai DHL sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut.
Limbah industri memiliki nilai DHL mencapai 10000 S/cm.
yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik
dan anorganik.
Kandungan oksigen terlarut merupakan hal penting bagi kelangsungan
organisme perairan, sehingga penentuan kadar oksigen terlarut dalam air dapat
dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Menurut Lee et al.(1978),
kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator
kualitas perairan, seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan DO (Lee et al. 1978)
No. Kriteria Kualitas Air Kandungan DO (mg/l)
1. Tidak tercemar dan tercemar sangat ringan > 6.5
2. Tercemar ringan 4.5 6.4
3. Tercemar sedang 2.0 4.4
4. Tercemar berat < 2.0
Tabel 7 Status kualitas air berdasarkan nilai BOD 5 (Lee et al. 1978)
No. Kriteria Kualitas Air Kandungan BOD 5 (mg/l)
1. Tidak tercemar 2.9
2. Tercemar ringan 3.0 5.0
3. Tercemar sedang 5.1 14.9
4. Tercemar berat 15.0
BOD memberikan gambaran seberapa banyak oksigen yang telah digunakan
oleh aktivitas mikroba selama waktu yang ditentukan. Analisis BOD adalah suatu
analisis empirik yang mencoba mendekati secara global proses-proses biokimia
atau mikrobiologis yang benar-benar terjadi di alam atau perairan, sehingga uji
BOD berlaku sebagai simulasi suatu proses biologis, yaitu oksidasi senyawa
organik yang terjadi di perairan secara alami. Kriteria BOD untuk air baku air
minum, pembudidayaan ikan air tawar, dan air pertanian masing-masing adalah 2,
6, dan 12 mg/l.
saat kadar oksigen tinggi, nitrogen akan bergerak menuju nitrat (Hutagalung &
Rozak 1997).
Amonia dan nitrat menjadi sumber nitrogen utama di perairan. Kadar nitrat
di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari amonium. Amonia
merupakan produk utama dari penguraian limbah nitrogen organik (protein dan
urea) yang keberadaannya menunjukkan terjadinya pencemaran oleh senyawa
tersebut (Manahan 2005). Proses penguraian tersebut dikenal dengan istilah
amonifikasi (Novonty & Olem 1994), dengan persamaan reaksi berikut:
amonifikasi
N-organik + O 2 NH 3 -N
Pada perairan alami, kadar nitrat umumnya kurang dari 0.1 mg/l. Kadar
nitrat yang lebih besar dari 5 mg/l menunjukkan terjadinya pencemaran
antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja (Effendi 2003).
Menurut Manahan (2005), ion nitrit terdapat dalam air sebagai an
intermediate oxidation state dari nitrogen, yaitu bentuk peralihan antara amonia
dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Menurut
Boyd (1988) dalam Effendi (2003), proses denitrifikasi yang terjadi di perairan
sesuai reaksi berikut:
NH 3(g)
NO 3 -(l) NO 2 - (l)
N 2 O (g) N 2(g)
6) Fosfat
Ortofosfat dan polifosfat merupakan bentuk senyawaan fosfat yang umum
ditemukan di perairan. Di samping bentuk anorganik, senyawa fosfat juga
ditemukan dalam bentuk organik, misalnya asam nukleat, gula fosfat, polifosfat,
dan bentuk senyawa fosfat organik lainnya. Senyawa fosfat di perairan dapat
berasal dari sumber alami (seperti erosi tanah, buangan dari hewan, dan lapukan
tumbuhan) dan dari limbah industri, limbah pertanian, dan limbah domestik.
Keberadaan fosfat yang berlebihan di badan air menyebabkan suatu
fenomena eutrofikasi (Masduqi 2004). Untuk mencegah kejadian tersebut, air
limbah yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu untuk mengurangi
kandungan fosfat sampai pada nilai tertentu (baku mutu efluen 2 mg/l). Dalam
pengolahan air limbah, fosfat dapat disisihkan dengan proses fisika-kimia maupun
biologis.
32
Kontaminasi logam berat dapat berasal dari proses alam seperti perubahan
siklus alamiah mengakibatkan batu-batuan dan gunung berapi memberikan
kontribusi yang sangat besar ke lingkungan. Di samping itu masuknya logam
berat ke lingkungan adalah akibat faktor manusia, seperti pembakaran minyak
bumi, pertambangan, peleburan, proses industri, kegiatan pertanian, peternakan
dan kehutanan, serta limbah buangan termasuk sampah rumah tangga.
Di dalam air biasanya logam berat berikatan dalam senyawa kimia atau
dalam bentuk ion logam, bergantung pada kompartemen tempat logam tersebut
berada. Biasanya tingkat konsentrasi logam berat dalam air dibedakan menurut
tingkat pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang, dan non polusi. Suatu
perairan dengan tingkat polusi berat biasanya memiliki kandungan logam berat
dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya cukup tinggi. Pada tingkat
polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup di
dalamnya berada dalam batas marjinal.
Secara alami, keberadaan logam berat di perairan biasanya ditemukan dalam
jumlah renik (trace), yaitu kurang dari 1 g/l. Waldichuk dalam Darmono (2001),
melaporkan bahwa konsentrasi logam dalam perairan secara ilmiah berbeda untuk
jenis airnya, karena salah satu logam kandungannya tinggi dalam air tawar dan
logam lain sangat rendah.
Merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80, massa molar 200.59 g/mol, titik
lebur -38.9 oC, titik didih 356.6 oC, dan densitas 13.546 g/ml. Logam Hg
berbentuk cair, berwarna putih perak, dan mudah menguap pada suhu ruangan.
Berbagai produk industri yang mengandung Hg, diantaranya adalah pompa
vokum, bola lampu, penambal gigi, barometer, dan termometer.
34
Panjang Lampung, dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya kadar Hg kurang dari
1.5 g/l (Widowati 2008).
Kadmium (Cd) adalah unsur kimia yang memiliki nomor atom 40, massa
molar 112.4 g/mol, titik leleh 321 oC, titik didih 767 oC, dan densitas 8.65 g/ml.
Kadmium berwarna putih perak, bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, tidak
larut dalam basa, dan mudah bereaksi.
Logam Cd banyak digunakan untuk elektroplating dan galvanisasi.
Kadmium juga banyak digunakan sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik,
stabilizer plastik, katoda untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan
tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, pigmen untuk gelas,
dan untuk pencampur logam lain, seperti nikel, emas, tembaga, dan besi
(Widowati 2008).
Banyak sungai di Indonesia telah tercemar logam kadmium, seperti Kali
Surabaya, Kali Porong, Sungai Musi, dan sembilan sungai di Bekasi yang
terkontaminasi oleh logam Cd melebihi baku mutu (Setyorini 2003b).
Pencemaran Cd juga terjadi di daerah ekosistem pesisir Kenjeran Surabaya.
Berdasarkan hasil penelitian Imron (2007), rata-rata konsentrasi Cd dalam limbah
industri elektroplating adalah 0.0830 mg/l, industri percetakan sebesar 0.0731
mg/l, industri plastik sebesar 0.0060 mg/l, dan industri makanan sebesar 0.0066
mg/l. Kadar Cd di saluran Kenjeran meliputi konsentrasi Cd di sungai sebesar
0.0295 mg/l dan sedimen sebesar 3.8056 mg/l.
Timbal (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta
mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal memiliki nomor atom 82, massa
molar 207.20 g/mol, titik leleh 328 oC, titik didih 1740 oC, dan densitas 11.34
g/mL. Menurut Darmono (2001), logam Pb mempunyai sifat tahan karat, reaktif,
mudah dimurnikan, bertekstur lunak, dan dengan logam lain dapat membentuk
campuran yang lebih baik daripada logam murninya.
Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0.0002% dari jumlah
kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah kandungan logam lainnya yang ada
di bumi (Palar 2004). Logam Pb banyak digunakan dalam industri baterai,
industri percetakan (tinta), kabel, penyepuhan, pestisida, zat antiletup pada bensin,
zat penyusun patri, dan sebagai formulasi penyambung pipa. Pencemaran timbal
berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah
yang terus meningkat, baik di lingkungan air, udara, maupun tanah.
36
BP = Q x C i x (1 x 10 -6 x 12 x 30 x 24 x 3600) (1)
Q=axv (2)
sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya. Dengan demikian masalah pencemaran air terkait dengan
tiga hal penting, yaitu (1) unsur yang masuk atau dimasukkan ke dalam air, (2)
kualitas dan atau penurunan kualitas air, dan (3) peruntukan air.
Perairan sungai di seluruh Indonesia umumnya menerima sejumlah besar
aliran sedimen baik secara alamiah, buangan industri, buangan limbah rumah
tangga, aliran air permukaan, daerah urban, dan pertanian. Terkadang sebuah
sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan
pencemar yang sangat besar (Darmono 2001). Menurut Sunaryo et al. (2007), di
kawasan perkotaan pencemaran air pada sungai dan badan air lain terutama
disebabkan oleh sektor domestik, berupa limbah cair dari rumah tangga dan
industri rumah tangga. Tiga penyebab utama tercemarnya sungai atau badan air
adalah:
1. Peningkatan konsumsi atau penggunaan air sehubungan dengan peningkatan
ekonomi dan taraf masyarakat dengan konsekuensi meningkatnya air limbah
yang mengandung berbagai senyawa tertentu;
2. Terjadinya pemusatan penduduk dan industri diikuti dengan peningkatan
buangan yang tertampung di perairan sehingga daya pemulihan diri perairan
terlampaui, akibatnya perairan menjadi tercemar dengan tingkat yang
semakin berat.
3. Kurangnya atau rendahnya investasi sosial ekonomi budaya untuk
memperbaiki lingkungan, seperti investasi untuk sistem sanitasi dan
perlakuan lainnya.
Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan
pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi
sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang
diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbaharui, namun
proses pengenceran, degradasi dan non degradasi pada arus sungai yang lambat
tidak dapat menghilangkan polusi limbah oleh proses penjernihan alamiah. Hal ini
mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut yang pada batas tertentu dapat
menimbulkan persoalan lingkungan yang lebih luas.
Selain menghadapi permasalahan kekritisan air sungai yang dinilai dari
besarnya fluktuasi debit air maksimum dan minimum, kualitas air sungai-sungai
di Indonesia juga telah banyak yang menurun karena pencemaran. Akibatnya air
39
sebagai air baku untuk keperluan domestik (mandi, cuci, kakus) penduduk Kota
Surabaya dan sekitarnya, termasuk masyarakat industri yang memanfaatkan air
sungai sebagai salah satu komponen dalam proses produksinya. Menurut BLH
Kota Surabaya (2009), Kali Surabaya memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai sumber air baku bagi PDAM Surabaya, kegiatan industri,
kawasan perumahan, dan pertanian;
b. Pengendali banjir Kota Surabaya dan sekitarnya, dengan pengaturan debit
di pintu air Mlirip dan Gunungsari;
c. Pemasok air sebagai aliran dasar (base flow) sebesar 7.5 m3/detik yang
berfungsi untuk pengenceran limbah industri dan limbah domestik dan
mempertahankan ekosistem sungai, baik di Kali Surabaya sendiri maupun
saluran drainase kota;
d. Sebagai sarana wisata dan olahraga air;
e. Sebagai sarana transportasi air.
Pengambilan air Kali Surabaya akan mempengaruhi debit air Kali Surabaya.
Secara umum pengambilan air Kali Surabaya melalui dua cara, yaitu keluar
melalui anak sungai dan pengambilan air langsung di Kali Surabaya. Data
pengambilan air rata-rata untuk kebutuhan industri dan sejenisnya dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8 Data pengambilan rata-rata air Kali Surabaya untuk industri
No Nama Perusahaan Alamat Debit
(liter/detik)
1 PDAM Ngagel I dan II Ngegel 3,343.18
2 PDAM Ngagel III Ngegel 1,970.15
3 Rikat Mas Wonokromo 0.32
4 Bakat Mas Wonokromo 0.30
5 Kebun Binatang Surabaya Wonokromo 20.19
6 Yani Golf Gunungsari 5.88
7 PT. Patra Gunungsari 4.62
8 PT. Pakuwon Dharma Gunungsari 42.94
9 PT. Grand Family View Gunungsari 49.04
10 PT. Adibaladhika Agung Gunungsari 17.21
11 PT. Semen Gresik Kedurus 58.52
12 PT. Sarimas Permai Kedurus 0.55
13 UD. Wildan Jaya Kedurus 0.83
14 PT. Gawerejo Kedurus 1.50
15 Per. Tahu Legowo Kedurus 1.15
16 Pabrik Es Kali Brantas Kedurus 16.15
17 UD. Sandang Jaya Kedurus 0.53
18 PT. Sumber Niaga Tama Abadi Kedurus 1.15
19 PT. Jaya Ready Mix Kemlaten 0.53
20 UD. Bangun Jaya Kebraon 421 0.15
21 PT. Pakabaya Pagesangan 2.88
41
Tabel 8 (Lanjutan)
No Nama Perusahaan Alamat Debit
(liter/detik)
22 UD. Tirta Kencana Jaya Pagesangan 4.04
23 UD. Sumber Air Pagesangan 1.44
24 Per. Tahu Budi Purnomo Pagesangan 3.19
25 PT. Jayabaya Raya Pagesangan 0.31
26 CV. Suud Jaya Sepanjang 2.08
27 PT. Iki Mutiara Karang Pilang 1.88
28 PT. Karang Pilang Agung Karang Pilang 1.92
29 PT. Platinum Keramik Ind. Karang Pilang 19.20
30 PDAM Karang Pilang I Karang Pilang 1,585.16
31 PDAM Karang Pilang II Karang Pilang 3,403.30
32 PT. Panca Wira Usaha Jatim Karang Pilang 0.32
33 Per. Plastik Candi Mas Karang Pilang 0.29
34 PT. Merak Jaya Beton Karang Pilang 0.50
35 PT. Alam Jaya Karang Pilang 0.23
36 Per. Tahu Halim Jaya Mastrip 183 1.73
37 Per. Tahu Soponyono Mastrip 1.04
38 PT. Kedawung Setia CCBI Waru Gunung 3.83
39 PT. Spindo Waru Gunung 6.92
40 PT. Sepanjang Agung Waru Gunung 0.24
41 PT. Waru Gunung Waru Gunung 1.47
42 Pabrik Tegel LTS Waru Gunung 0.08
43 PT. Suparma Waru Gunung 181.42
44 PT. Kedawung Setia Waru Gunung 5.47
45 Bumi Palapa Bambe 0.13
46 Genteng & Batu Bata Bambe Bambe 0.32
47 PT. Surabaya Meka Box Bambe 4.75
48 Asahi Flat Glass II Bringin Bendo 0.60
49 Asahi Flat Glass III Tanjungsari 12.64
50 PT. Miwon Driyorejo 121.77
51 PDAM Legundi Driyorejo 391.00
52 PT. Sinar Sosro Driyorejo 6.55
53 PDAM Krikilan Driyorejo 121.27
54 PT. Ciputra Surya Driyorejo 95.41
55 CV. Indradhanu Driyorejo 2.19
56 UD. Karya Luhur Driyorejo 18.14
57 PT. Wing Surya Driyorejo 21.11
58 PT. Emdeki Utama Driyorejo 50.92
59 Surabaya Agung Ind. Kertas Semambung 243.65
60 PT. Adya Buana Persada Wringin Anom 10.44
61 PT. Adi Prima Suraprinta Wringin Anom 218.11
62 PT. Keramik Diamond Wringin Anom 19.60
63 PT. Prima Elektrik Power Wringin Anom 34.64
64 CV. Sidomakmur Legundi 1.19
65 PT. Petrokimia A. Yani Gresik 252.19
66 Persh. Tahu Sumber Tani Ngelom 0.06
67 Persh. Kecap Samajaya Ngelom 0.74
68 Persh. Susu Farida Ngelom 0.17
69 Persh. Susu Lani Ngelom 0.08
70 PT. Arica Kharisma Agung Ngelom 0.83
Jumlah 12,392.39
Sumber : PJT I (2008).
42
telah terpolusi di Kali Surabaya. Seluruh material ini akhirnya tercuci ke laut di
Selat Madura.
Berkaitan dengan masalah polusi air di Kali Surabaya, daerah sepanjang
Kali Surabaya merupakan daerah yang cukup padat. Sebagai contoh, hanya ada
dua jalan raya yang melayani lebih dari 60 industri dan 500000 orang. Jalan ini
secara kontinu selalu mengalami perbaikan akibat kendaraan-kendaraan besar dan
truk-truk volume besar yang melayani industri-industri tersebut. Selain itu di
pinggir jalan juga terdapat jalur gas dan air (Dinas Pengairan PU 1989).
Kali Surabaya merupakan sungai yang bertipe sungai tropis di daerah delta,
berlumpur di musim hujan karena erosi dari hulu. Lumpur dari hulu bersama-
sama padatan dan serat dari industri mencemari sungai sehingga meningkatkan
beban padatan. Kualitas air Kali Surabaya yang buruk menyebabkan unit
penjernihan air PDAM mengalami kesulitan untuk mengolah air minum. Lokasi
pengambilan air Kali Surabaya oleh PDAM merupakan tempat menumpuknya
limbah di sepanjang Kali Surabaya. Secara umum Kali Surabaya di hulu masih
baik dari Mojokerto, tetapi setelah melewati daerah Semambung Wetan, di mana
banyak pabrik berdiri, kondisi Kali Surabaya mulai menurun bahkan buruk. Dari
Tabel 9, dapat dilihat kualitas air tempat pengambilan air PDAM Surabaya.
Tabel 9 Data intake PDAM Surabaya
Tahun Karang Pilang Ngagel
BOD (mg/l) COD (mg/l) BOD (mg/l) COD (mg/l)
1993 10.0 22.0 9.0 20.0
1994 12.0 24.0 9.0 20.0
1995 12.0 27.0 8.0 30.0
1996 8.6 20.0 11.1 21.0
2003 7.8 24.6 5.1 25.5
2004 4.9 23.9 5.2 22.2
2005 7.1 27.6 6.9 24.8
2006 8.2 24.3 6.6 22.0
2007 7.3 23.9 6.9 20.8
2008 5.7 19.5 6.1 20.4
Rata-rata 8.36 23.68 7.39 22.67
Standar 2.0 10.0 2.0 10.0
Sumber : Dinas Pengairan PU (1997), BLH Kota Surabaya (2009), PJT I (2009).
Di sepanjang Kali Surabaya, saat ini terdapat empat pabrik besar yang
diperkirakan menyumbangkan 80% dari seluruh beban polusi industri yang
mencemari Kali Surabaya, yaitu PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox,
PT Suparma dan PT Miwon. Keempat industri ini membuang debit limbahnya
mencapai 50000 m3/hari ke Kali Tengah atau langsung ke Kali Surabaya.
44
Hal ini terlihat dari pengurangan jumlah beban pencemaran zat organik dari 8.6
ton/hari pada tahun 1986 menjadi 3.7 ton/hari pada tahun 1991. Pengendalian
pencemaran air yang menitikberatkan semata-mata kepada sistem pembersihan air
limbah oleh setiap industri tidak dapat dijadikan jaminan terbebasnya air Kali
Surabaya dari ancaman pencemaran air. Apabila diinginkan agar Kali Surabaya
terbebas sepenuhnya dari pencemaran air, sehingga dapat menjamin mutu sumber
baku air minum sepanjang tahun, maka diperlukan saluran pengumpul air limbah
untuk industri sepanjang Kali Surabaya dan pada ujung saluran pengumpul
tersebut dapat dibangun instalasi pengolahan air limbah secara gabungan (cluster).
Menurut Puslitbang Pengairan (1990), saat ini hanya ada beberapa industri
yang memiliki UPL dan banyak diantaranya tidak memenuhi syarat, sewaktu-
waktu dioperasikan bila ada pemeriksaan, kecuali untuk beberapa industri besar
yang didanai oleh asing serta industri-industri yang berada di lokasi pusat industri.
Motivasi untuk menanamkan modal pada usaha pengendalian pencemaran
umumnya sangat rendah, karena (1) pengawasan pemerintah belum efektif, (2)
cara-cara untuk implementasi dan syarat-syarat penanganan belum dikembangkan,
(3) masih belum cukup ahli yang mampu dalam mengatasi masalah polusi industri
dan sistem desain yang efektif dari segi biaya.
Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat lewat pernafasan (inhalasi),
kulit (absorpsi) dan tertelan (lewat usus atau ingestion). Inhalasi merupakan jalur
masuk bahan kimia yang terpenting karena setiap bahan dalam udara dapat
terhisap ke dalam paru-paru. Dampaknya bergantung pada konsentrasi, lama dan
konsentrasi pemaparan serta kecepatan penghisapan. Absorbsi lewat kulit adalah
jalur kedua, di mana zat dapat masuk ke tubuh lewat kulit seperti absorpsi pelarut
organik atau kontak dengan uap konsentrasi tinggi. Proses absorpsi menjadi lebih
intensif apabila zat pelarut tersebut melarutkan lemak pada kulit sehingga bahan
lebih mudah masuk dalam tubuh. Jalur masuk lewat mulut atau tertelan jarang
terjadi, kecuali kontaminasi dalam penyimpanan bahan atau adanya bahan dalam
saluran pernafasan yang terbawa ke tenggorokan dan masuk dalam perut.
Efek paparan bahan kimia terhadap manusia dapat bersifat akut, sub kronik
dan kronik. Efek akut dapat diartikan sebagai paparan jangka pendek pada
konsentrasi tinggi dan dampaknya segera dapat diamati, misalnya sakit, iritasi,
pingsan atau mati. Menurut Rahmadi (2008), toksisitas akut timbul pada selang
waktu yang sangat singkat, yaitu 24 dan 48 jam. Uji toksisitas akut dimaksudkan
untuk menentukan suatu gejala akibat pemberian suatu senyawa dan untuk
menentukan peringkat letalitas senyawa tersebut. Efek subkronik adalah efek
yang ditimbulkan setelah penggunaan bahan-bahan yang bersifat toksik selama
beberapa minggu atau bulan, sedangkan efek kronik adalah akibat pemaparan
jangka panjang (beberapa bulan atau tahun), penyakit yang timbul berkembang
secara perlahan-lahan dan dampak yang ditimbulkan biasanya tidak reversibel.
Uji standar untuk toksisitas akut adalah memberi hewan coba bahan kimia
dengan jumlah yang semakin meningkat dalam kurun waktu 14 hari hingga
binatang percobaan tersebut mati. Dosis yang mematikan untuk inhalasi bahan
kimia dalam bentuk gas atau aerosol juga dapat diuji menggunakan LC-50 (lethal
concentration), yaitu konsentrasi mematikan untuk 50% binatang percobaan. LD-
50 dan LC-50 digunakan secara luas sebagai indeks toksisitas. Kriteria yang
sering dipakai untuk klasifikasi efek toksik akut pada binatang disajikan pada
48
ini disebut dampak pencemaran pada ekosistem sungai. Sungai yang tercemar air
limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam sungai
tersebut. Hal ini akan menyebabkan kehidupan organisme air yang membutuhkan
oksigen terganggu dan mengurangi perkembangannya. Selain disebabkan
kekurangan oksigen, kematian kehidupan di dalam air dapat juga disebabkan oleh
adanya zat beracun. Selain kematian pada ikan-ikan, dampak lainnya adalah
kerusakan pada tanaman/tumbuhan air.
Menurut WHO (2006), bahan pencemar yang menimbulkan ancaman
terbesar pada lingkungan akuatik adalah air kotor, nutrien berlebih, senyawa
organik, sampah, plastik, logam, hidrokarbon, dan hidrokarbon polisiklik
aromatik (PAH). Air kotor yang tidak diolah yang berasal dari limbah domestik
baik berupa limbah cair domestik yang berasal dari air cucian seperti sabun,
deterjen, minyak, dan pestisida maupun limbah cair domestik yang menghasilkan
senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat akan
mengakibatkan penurunan kualitas air. Menurut Garno (2001), untuk
menguraikan limbah tersebut diperlukan oksigen sehingga selama proses
penguraian limbah oksigen terlarut dalam perairan menurun dengan tingkat
penurunan berbanding lurus dengan jumlah limbah yang diurai. Penguraian
limbah dapat menghasilkan senyawa lain yang berupa nutrien (terutama fosfor
dan nitrogen) dan gas (NH 3 dan H 2 S) yang beracun bagi organisme lain. Limbah
organik sebagian besar ada di lapisan bawah badan air, karenanya dampak
penguraian yang berupa penurunan oksigen terlarut dan timbulnya gas-gas
beracun terjadi di lapisan bawah badan air dan mengakibatkan jatah oksigen bagi
biota air berkurang jumlahnya.
Kehidupan organisme akuatik bergantung pada kandungan oksigen terlarut
dalam air. Pada saat organisme akuatik mengkonsumsi bahan-bahan organik,
kandungan oksigen terlarut akan menurun. Penurunan kadar oksigen terlarut
umumnya menyebabkan ikan mati. Limbah peternakan dan bahan organik adalah
sumber umum dari bahan-bahan yang butuh oksigen. Limbah organik, logam, dan
nutrien yang dapat teroksidasi semuanya membutuhkan oksigen untuk
mendegradasi bahan-bahan tersebut. Jika kandungan bahan yang butuh oksigen
cukup tinggi, maka oksigen terlarut yang tersedia untuk kehidupan akuatik
menurun yang mengakibatkan organisme akuatik mengalami tekanan atau
kematian. Deplesi oksigen dapat menyebabkan masalah kualitas air pada badan-
50
badan air. Penurunan kadar oksigen dalam air sering mengakibatkan peristiwa
ikan mati masal akibat kekurangan oksigen (Garno 2001; Salim 2002).
Keberadaan nutrien secara berlebihan dapat mengakibatkan pertumbuhan
tak terkendali yang membahayakan kehidupan atau dapat bersifat toksik terhadap
beberapa bentuk kehidupan akuatik. Salah satu hasil penguraian limbah organik
adalah nutrien dalam bentuk fosfor dan nitrogen yang siap diasimilasi oleh
tumbuhan air, termasuk fitoplankton. Pemasukkan/ pembuangan limbah organik
yang terus menerus ke dalam suatu badan air akan memicu pertumbuhan
fitoplankton yang berlebihan sehingga air berwarna hijau pekat, fenomena ini
disebut blooming (Garno 2002). Fenomena blooming pada umumnya kurang
menguntungkan bagi organisme lain, utamanya di malam hari. Hal ini disebabkan
di malam hari fitoplankton memerlukan oksigen untuk respirasi bagi yang hidup
dan dekomposisi bagi yang mati. Pada umumnya, fitoplankton berada pada
lapisan atas badan air. Karenanya, kejadian blooming dapat mengakibatkan
menurunnya kandungan oksigen di lapisan atas badan air di malam hari.
Nitrogen dalam bentuk N-NH 3 , N-nitrat, dan N-NO 2 umumnya berasal dari
penggunaan pupuk secara berlebihan dan dapat memberikan dampak negatif pada
air permukaan jika konsentrasinya cukup tinggi. Molekul amoniak (NH 3 ) bersifat
sangat toksik terhadap organisme akuatik terutama ikan dan plankton. Amonia
dapat menaikkan pH air. Pada konsentrasi yang tinggi, amonia dapat
menyebabkan eutrofikasi terhadap air. Amonia dalam jumlah besar dapat terurai
menjadi nitrit dan nitrat.
Dalam tubuh manusia, nitrit akan bereaksi dengan haemoglobin dan
menghambat aliran oksigen dalam darah. Amonia (NH 3 ) merupakan bentuk
senyawaan nitrogen juga dapat memiliki beberapa dampak pada kualitas air
permukaan. Amonia diubah menjadi nitrat dan nitrit dalam proses yang disebut
nitrifikasi. Proses ini memerlukan oksigen dalam jumlah besar dan dapat
membunuh ikan karena jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi rendah.
Nitrogen dalam bentuk nitrat mudah larut dalam air, dan keberadaannya secara
alami dalam air pada tingkat yang rendah. Air yang tercemar nitrat dengan
konsentrasi tinggi dapat membahayakan kesehatan terutama pada anak-anak.
Orang dewasa memiliki toleransi nitrat yang lebih tinggi dalam air minum, namun
studi menyarankan bahwa konsumsi air minum yang mengandung nitrat dapat
mengakibatkan beberapa bentuk kanker. Amonia pada konsentrasi 35 mg/l di
51
dalam air akan menimbulkan aroma tidak enak. Konsentrasi 280 mg/m3 di udara
menyebabkan iritasi tenggorokan, pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat
menyebabkan batuk, sukar bernafas dan mempengaruhi sistem syaraf.
Konsentrasi amonia yang tinggi di dalam darah dapat mempengaruhi sistem
syaraf pusat.
Perairan yang banyak mengandung bahan organik tinggi mempunyai nilai
BOD yang tinggi. Konsentrasi BOD yang tinggi menyebabkan kandungan
oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, akibatnya oksigen sebagai sumber
kehidupan bagi biota air (hewan dan tumbuhan) tidak dapat terpenuhi sehingga
biota air tersebut menjadi mati. Selain itu, konsentrasi BOD yang tinggi juga
menunjukkan jumlah mikroorganisme patogen juga banyak. Mikroorganisme
patogen dapat menimbulkan berbagai macam penyakit pada manusia. Karena itu,
konsentrasi BOD yang tinggi di dalam air dapat menyebabkan berbagai penyakit
bagi manusia (Rahman 1996).
Limbah organik yang mengandung padatan terlarut yang tinggi dapat
menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya matahari bagi biota
fotosintetik. Sedimen berasal dari partikel-partikel tanah yang ringan yang
terbawa ke dalam aliran air dan danau, partikel-partikel tersuspensi dan padatan
anorganik dan sisa-sisa bahan organik yang memasuki air melalui dasar sungai
dan tumpukan erosi dapat menyebabkan air menjadi keruh, kerusakan habitat
akuatik, pertukaran kontaminan penyerap, tersumbatnya sistem drainase, dan
berdampak langsung pada organisme akuatik. Sedimen-sedimen yang mengisi
aliran air, sungai, danau dan lahan basah dapat mempengaruhi kehidupan akuatik
dengan mematikan telur ikan dan larva. Kekeruhan secara berlebihan mereduksi
penetrasi cahaya dalam air, merusak penglihatan ikan untuk mencari makanan,
menyumbat insang ikan, dan meningkatkan biaya untuk pengolahan air minum.
Sedimen-sedimen halus juga berperan sebagai pemicu terjadinya tranpormasi
pencemar-pencemar lain mendekati permukaan air termasuk nutrien, logam-
logam renik, dan hidrokarbon.
Hidrokarbon, bahan kimia organik, dan bahan industri dapat meracuni
kehidupan organisme jika keberadaannya dengan konsentrasi cukup tinggi.
Bahan-bahan ini juga mudah bergerak, berada pada periode tertentu dalam
keadaan toksik, dan terakumulasi pada sedimen. Efek toksik dari logam-logam
renik dapat mempengaruhi kehidupan hewan air. Logam renik yang paling umum
52
ditemukan dari limpasan perkotaan adalah timbale (Pb), seng (Zn), dan tembaga
(Cu). Logam logam tersebut berasal dari proses galvanisasi, pelapisan krom, dan
operasi industri lainnya di daerah perkotaan.
Kualitas air juga berpengaruh langsung terhadap kesehatan, mengingat sifat
air yang mudah sekali terkontaminasi oleh berbagai mikroorganisme dan mudah
sekali melarutkan berbagai materi. Kondisi sifat air tersebut menyebabkan air
mudah sekali berfungsi sebagai media penyalur atau penyebar penyakit. Menurut
KLH (2005b), peran air sebagai pembawa penyakit menular, meliputi (1) air
sebagai media untuk hidup mikroba patogen, (2) air sebagai sarang insekta
penyebar penyakit, (3) jumlah air bersih yang tersedia tidak cukup, sehingga
manusia yang bersangkutan tidak dapat membersihkan dirinya, dan (4) air sebagai
media untuk hidup vektor penyebar penyakit.
Ada beberapa penyakit yang masuk dalam kategori water borne diseases,
yaitu penyakit-penyakit yang dibawa oleh air. Penyakit tersebut hanya dapat
menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang
dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Masuknya bahan
pencemar dari sumber pencemar ke manusia pada umumnya tidak terjadi secara
langsung, tetapi lebih banyak melalui media jaring-jaring makanan. Gambaran
perjalanan bahan pencemar sampai ke manusia disajikan pada Gambar 3.
Domestik
Air Tanah
Pertanian
Pertambangan Pitoplankton
Irigasi Tambak
Zooplankton
Air Minum
Manusia
Merkuri (Hg) merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu
kamar dan mempunyai titik beku terendah dari semua logam (-39 oC). Merkuri
banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti industri klor-alkali, alat-alat
listrik, cat, katalis, dan industri kertas. Merkuri yang terbuang ke sungai atau
badan air dapat mengkontaminasi ikan dan biota air lainnya termasuk ganggang
dan tanaman air. Ikan-ikan dan biota air tersebut kemudian dikonsumsi manusia
sehingga manusia dapat terakumulasi merkuri di dalam tubuhnya. FDA
menetapkan batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0.005 ppm untuk air
dan 0.5 ppm untuk makanan, sedangkan WHO menetapkan batasan maksimum
yang lebih rendah yaitu 0.1 ppb untuk air (Fardiaz 1992).
Peristiwa keracunan Hg telah dikenal cukup lama. Keracunan Hg pertama
sekali dilaporkan terjadi di Minamata, Jepang pada tahun 1953. Kontaminasi
serius juga pernah diukur di Kali Surabaya tahun 1996 dan teluk Buyat tahun
2004. Sebagai hasil dari kuatnya interaksi antara Hg dan komponen tanah lainnya,
penggantian bentuk merkuri dari satu bentuk ke bentuk lainnya, selain gas
biasanya sangat lambat. Proses metilisasi merkuri biasanya terjadi di alam di
bawah kondisi terbatas, membentuk satu dari sekian banyak elemen berbahaya,
karena dalam bentuk ini merkuri sangat mudah terakumulasi pada rantai
makanan. Penggunaan fungisida alkilmerkuri dalam pembenihan tidak diijinkan
di banyak negara, karena berbahaya. Keracunan Hg terutama disebabkan oleh
konsumsi ikan yang tercemar Hg. Tabel 13 menunjukkan lima keracunan merkuri
yang menelan korban cukup banyak dan terjadi sampai tahun 1968.
Identifikasi Bahaya
Karakterisasi Risiko
Manajemen Risiko
1) Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya adalah proses untuk memperoleh data mengenai masalah
kesehatan yang dapat terjadi akibat adanya suatu bahan yang dapat ditelusuri dari
sumber dan penggunaan risk agent memakai pendekatan agent oriented (WHO
1983 dalam Rahman 2007). Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan
mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan toksisitas risk agent di
masyarakat yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya, baik di wilayah
kajian atau di tempat-tempat lain. Salah satu langkah penting dalam identifikasi
bahaya adalah memilih metode yang tepat sehingga mendapatkan data akurat
mengenai faktor bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (CEPA
2001). Data penelitian terhadap manusia merupakan data yang sangat baik dalam
mengevaluasi risiko kesehatan terhadap manusia yang dikaitkan dengan
pemaparan terhadap suatu zat.
2) Analisis Pemaparan
Analisis pemaparan atau exposure assessment adalah proses untuk
memperoleh informasi mengenai frekuensi, durasi, dan pola pemaparan suatu zat
terhadap manusia. Menurut Rahman (2007), analisis pemaparan bertujuan untuk
58
mengenai jalur-jalur pemaparan risk agent agar jumlah asupan yang diterima
individu dalam populasi berisiko dapat dihitung.
3) Analisis Dosis-Respon
Analisis dosis-respon adalah penentuan hubungan antara nilai dosis atau
tingkat paparan suatu bahan kimia dan respon berupa kejadian-kejadian yang
berkaitan dengan efek buruk atau efek yang membahayakan (enHealth 2002).
Analisis dosis-respon dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas
risk agent untuk setiap bentuk spesi kimianya. Melalui analisis dosis-respon dapat
diperkirakan jumlah zat yang masuk ke dalam tubuh dan pengaruhnya terhadap
kesehatan seseorang. Menurut Soemirat (2000), analisis dosis respon dilakukan
untuk melihat hubungan yang konsisten antara jumlah zat yang masuk (dosis)
dengan respon berupa efek kesehatan. Dosis-respon kuantitatif beberapa zat
toksik ditunjukkan pada Tabel 15.
Tabel 15 Dosis-respon kuantitatif nonkarsinogen dan karsinogen beberapa
zat toksik
Risk agent RfD atau RfC CSF Efek Kritis (Sumber Data)
(mg/kg bb/hari) (mg/kg bb/hari)
Merkuri 1E-4 - Kelainan neuropsikologis
( Hg) perkembangan dalam studi
epidemologi (Grandjean et al.
1997; Budz-Jergensen et a.l
1999)
Kadmium 5E-4 - Proteinuria paparan kronik pada
(Cd) manusia (USEPA, 1985)
Arsen (As) 3E-4 1.5 Hiperpigmentasi, keratosis dan
kemungkinan komplikasi
vaskular paparan oral (Tseng
1977; Tsen et al. 1968)
Krom 3E-3 - Uji hayati air minum 1 tahun
(Cr6+) dengan tikus (Mckenzie et al.
1958) dan paparan air minum
penduduk Jinzhou (Zhang & Li,
1987)
Bromoform 2E-2 7.9E-3 Lesi hepatik uji hayati subkronik
(CHBr 3 ) gavage oral pada tikus (NTP
1989)
Nitrit 1E-1 - Methemoglobinemia (Walton
(NO 2 -) 1951)
Sumber: IRIS (2007).
Keterangan: RfD = reference dose, RfC = reference concentration , CSF = cancer slope factor
4) Karakterisasi Risiko
Karakterisasi risiko dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dari
ketiga langkah sebelumnya sehingga dapat diperkirakan efek suatu zat terhadap
59
5) Manajemen Risiko
Berdasarkan karakterisasi risiko, dapat dirumuskan pilihan-pilihan
manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dan ECR, sehingga RQ < 1 dan ECR
< 10-4 dengan memanipulasi nilai faktor-faktor pemaparan sedemikian rupa
sehingga asupan (intake) lebih kecil atau sama dengan dosis referensi
toksisitasnya. Pada dasarnya hanya ada dua cara untuk menyamakan I dengan
nk
RfD atau RfC atau mengubah I sedemikian rupa sehingga ECR tidak melebihi E-
k
( RK
TKK j
Total Nilai (TN i ) = ij ) (5)
j =1
adalah gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi
dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Pemodelan sistem
adalah pembentukan rangkaian logika untuk menggambarkan karakteristik sistem
tersebut dalam format matematis. Proses pemodelan merupakan proses yang
kreatif, tidak linier, namun harus mematuhi disiplin ilmiah dan pemikiran yang
logik serta bersifat iteratif. Prosedur dalam pemodelan adalah menyatakan
kembali permasalahan yang akan diselesaikan sesuai dengan tujuan kajian sistem,
menyusun hipotesis, memformulasikan model, menguji serta menganalisis model.
Menurut Muhammadi (2001) pembuatan model berdasarkan konsep berpikir
sistem dimulai dengan suatu model mental, kemudian dijabarkan dalam suatu
kerangka konsep, pembuatan diagram sebab akibat, pembuatan diagram alir,
simulasi model untuk melihat perilaku, dan akhirnya uji sensitivitas serta analisis
kebijaksanaan.
? ?
Constant_2 Constant_1
?
? ?
Level_1
Rate_Masuk Rate_Keluar
?
Constant_6
? ? ? ?
Constant_5 Constant_7
Level merupakan hasil akumulasi dari aliran-aliran dalam diagram alir dan
menyatakan kondisi sistem setiap saat. Persamaan powersim untuk aliran level
adalah:
Init LEV = kondisi awal
Flow LEV = -dt*(RK) + dt*(RM)
dengan : LEV = level (unit)
RM = rate (laju) masukan
RK = rate (laju) keluaran
dt = interval waktu simulasi (satuan waktu)
Init = initial , nilai awal
Flow = aliran untuk variabel level
elemen-elemen berbeda dari sistem sosial yang lebih besar dan menemukan
bahwa relasi dan hubungan lebih penting daripada elemen-elemennya sendiri.
Berpikir sistem dikerjakan melalui pengembangan pandangan terhadap isu-isu
sosial dan lingkungan mencakup hubungan antara masalah yang berbeda dan
untuk mencari pola tingkah laku secara siklis pada jangka waktu yang lama.
Menurut Hariani (2005), berpikir sistem adalah salah satu pendekatan baru
yang dianggap lebih mampu menganalisis masalah kompleks. Berbeda dengan
cara pikir mekanistis yang secara umum menganggap suatu hubungan sebab
akibat yang linear, di mana suatu masalah dianggap hanya disebabkan oleh 1- 2
penyebab. Cara pikir sistem mencoba untuk mengidentifikasi semua masalah
yang muncul dan teramati serta secara konsisten melihat hubungan sebab akibat
dari masalah-masalah tersebut, sehingga diperoleh pola sebab akibat yang
kompleks.
Menurut Eriyatno (2003), pendekatan sistem digunakan untuk pengkajian
suatu perihal yang memenuhi karakteristik: (1) kompleks, di mana interaksi antar
elemen cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut
waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu diperlukan
fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Berpikir sistem
sejauh ini merupakan cara yang lebih efektif untuk menyelesaikan masalah-
masalah kompleks.
Pengendalian pencemaran air merupakan suatu sistem yang melibatkan
berbagai elemen, seperti sumberdaya, konsep dan prosedur untuk mencapai tujuan
menekan tingkat pencemaran. Untuk mengatasi masalah pencemaran air
diperlukan metode penyelesaian yang sistematik melalui pendekatan sistem.
Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang
menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin 2007),
sehingga pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih
luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan
dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka
sistem. Pendekatan sistem sangat diperlukan karena permasalahan yang dihadapi
saat ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan peralatan yang menyangkut
satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan yang lebih kompehensif, yang
dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan
dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh (Marimin 2007). Oleh
68
lokasi pengambilan contoh yang dipilih adalah: (1) Bendung Gunungsari (2.60
km); (2) Jembatan Sepanjang (6.50 km); (3) Karangpilang (8.25 km); (4)
Tambangan Bambe (12.00 km); (5) Tambangan Cangkir (15.60 km); dan (6)
Jembatan Jrebeng (24.10 km).
Penentuan lokasi pengambilan contoh air minum PDAM untuk menentukan
kualitas fisik dan kimia air dan memprediksi risiko dampak pencemaran terhadap
kesehatan masyarakat juga dilakukan secara purposive sampling berdasarkan
jarak dari Karangpilang yang merupakan lokasi intake PDAM. Pengambilan
contoh air dilakukan pada setiap stasiun secara komposit tempat yaitu campuran
beberapa sampel pada satu aliran dari beberapa titik dengan volume dan waktu
yang sama, sehingga dengan metode komposit ini diharapkan dapat mewakili
kondisi perairan dari semua strata kedalaman pada masing-masing stasiun
pengamatan. Lokasi pengambilan contoh air untuk penentuan kualitas air Kali
Surabaya ditunjukkan pada Gambar 7.
sementara berdasarkan data Perum Jasa Tirta, diketahui Debit di Dam Mlirip
bervariasi 7 hingga 70 m3/detik (Masduki & Apriliani 2008).
Kali Surabaya mempunyai beberapa anak sungai utama, yaitu Kali
Kedungsumur, Kali Marmoyo, Kali Banjaran, Kali Tengah, dan Kali Kedurus.
Anak sungai tersebut merupakan penyumbang pencemaran yang besar yang
berasal dari limbah industri, limbah domestik, dan limbah pertanian.
Kali Surabaya mempunyai catchment area yang luas, termasuk catchment
area anak sungainya. Kali Kedungsumur mempunyai catchment area sekitar 99
km2, alirannya berasal dari Watudakon yang melintasi Kali Brantas melalui
siphon dan masuk ke Kali Surabaya sekitar 1.5 km setelah Dam Mlirip. Kali
Banjaran mengalirkan air dari kawasan perkampungan di daerah Krikilan. Aliran
Kali Banjaran ini memasuki Kali Surabaya sekitar 20.5 km setelah Dam Mlirip.
Aliran Kali Tengah masuk ke Kali Surabaya sekitar 30 km setelah Dam Mlirip.
Kali Tengah merupakan saluran air limbah yang berasal dari beberapa industri di
sepanjang Kali Tengah. Aliran air Kali Kedurus masuk ke Kali Surabaya sekitar
39 km setelah Dam Mlirip atau sekitar 170 m setelah Dam Gunungsari. Kali
Kedurus merupakan saluran air limbah yang berasal dari rumah tangga di sekitar
Kali Kedurus. catchment area Kali Kedurus sekitar 71 km2.
Penggunaan utama air Kali Surabaya sesuai dengan peruntukannya adalah
untuk air baku air minum (berdasarkan SK Gubernur Jatim No. 413/1987 Kali
Surabaya ditetapkan sebagai sungai golongan B). Penggunaan lainnya adalah
untuk air industri, irigasi, dan perikanan.
N
n= (6)
n + Ne 2
Tabel 17 Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan
Parameter Satuan Metode Analisis Peralatan Tempat
Analisis
I. Fisika
0
1. suhu C Pemuaian Termometer In situ
2. Konduktivitas mho Konduktometri Konduktometer In situ
3. TSS mg/l Gravimetri Neraca Analitik Laboratorium
II. Kimia
1. pH - Potensiometri pHmeter In situ
2. DO mg/l Titrasi Winkler Peralatan titrasi Laboratorium
3. COD mg/l Titrimetri Peralatan titrasi Laboratorium
4. BOD mg/l Titrimetri Peralatan titrasi Laboratorium
5. NH 3 (Amonia) mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer Laboratorium
6. N-Nitrat mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer Laboratorium
7. N-Nitrit mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer Laboratorium
8. Fosfat mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer Laboratorium
9. Kadar Hg mg/l Spektrometri AAS Laboratorium
10. Kadar Pb mg/l Spektrometri AAS Laboratorium
11. Kadar Cd mg/l Spektrometri AAS Laboratorium
bidang yang dikaji, (2) Berpengalaman dalam bidang yang dikaji, dan (3) Praktisi
dalam bidang yang dikaji.
baku
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu (hasil pengukuran
mutu) maka diberi skor 0;
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran
> baku mutu), maka diberi skor:
Parameter
Jumlah Contoh*) Nilai
Fisika Kimia
< 10 Maksimum -1 -2
Minimum -1 -2
Rata-rata -3 -6
10 Maksimum -2 -4
Minimum -2 -4
Rata-rata -6 -12
*) Jumlah parameter yang digunakan dalam menentukan status mutu air
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status
kualitasnya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.
BP = Q x C i x f (7)
4.c. Jika dua nilai (C i /Lij ) berdekatan dengan nilai acuan 1.0, misal C 1 /L1j =
0.9 dan C 2 /L2j = 1.1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C 3 /L 3j = 5.0
dan C 4 /L4j = 10.0, maka tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara
untuk mengatasi kesulitan ini adalah :
(1) Penggunaan nilai (C i /Lij ) hasil pengukuran kalau nilai ini < 1.0.
(2) Penggunaan nilai (C i /Lij ) baru jika nilai (C i /Lij ) hasil pengukuran > 1.0:
(C i /L ij ) baru = 1.0 + P.log(C i /L ij ) hasil pengukuran
79
I nk
RQ = (9)
RfD
Risiko kesehatan tidak dapat diterima bila 10-6 < ECR < 10-4 (US-EPA 1990).
Jumlah asupan (intake) dari air minum dihitung menggunakan persamaan
(ATSDR 2005; Rahman 2007):
C x R x f E x Dt
I= (11)
Wb x t avg
Cs x IRs x EF x AF
I ds = (12)
Wb
Keterangan:
C S = konsentrasi kontaminan dalam sedimen (mg/kg dw)
IRs = laju asupan sedimen (kg dw/hari paparan)
EF = frekuensi paparan (hari/365 hari)
AF = faktor absorpsi (tanpa satuan), dan
Wb = berat badan (kg)
81
Cw x IRw x EF x AF
I WS = (13)
Wb
Keterangan:
C W = konsentrasi kontaminan dalam air permukaan (mg/l)
IRw = laju asupan air permukaan (liter/hari paparan)
CM x CMW x IRw x EF x AF
I SM = (14)
Wb
Keterangan:
CM = konsentrasi kontaminan dalam material tersuspensi (mg/kg dw)
CMW = kandungan material tersuspensi di air permukaan (kg/liter)
Hasil penentuan total tingkat pemaparan atau asupan logam berat melalui
kelima jalur pemaparan, selanjutnya dibandingkan dengan asupan harian yang
dapat ditoleransi (tolerable daily intake, TDI). TDI merujuk pada dosis referensi
suatu bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari tanpa menimbulkan risiko yang
terindentifikasi pada pemaparan selama hidup (lifetime exposure). Tingkat bahaya
(hazard quotient, HQ) ditentukan dengan membandingkan jumlah paparan harian
rata-rata dengan TDI. Nilai rata-rata paparan harian (mg/kg bb/hari) ditentukan
menggunakan persamaan (Albering et al. 1999):
HQ =
paparan harian rata rata
(18)
TDI
Jika nilai HQ < 1, berarti tidak ada risiko bahaya yang terjadi.
efluen dan kimia pencemar dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pencapaian
tujuan.
Pengkajian yang menggunakan pendekatan sistem sebagai metodologi
dicirikan oleh tiga karakteristik sistem yaitu kompleks, dinamik dan probabilistik,
dengan tiga pola pikir dasar yang selalu menjadi pegangan pokok para ahli sistem
dalam menjawab permasalahan (Eriyatno, 2003), yaitu: (1) Sibernatik
(cybernetic), berorientasi pada tujuan, (2) Holistik (holistic), cara pandang yang
utuh terhadap keutuhan sistem, dan (3) Efektif (effectiveness), lebih
mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan daripada
pendalaman teoritis untuk mencari efisiensi keputusan. Pendekatan sistem
memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu
mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi dan mendesain sistem dengan
komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas
disiplin dan komplementer. Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam
tahap analisis sebelum tahap sintesis (rekayasa), yaitu: (1) analisis kebutuhan; (2)
formulasi masalah; (3) identifikasi sistem; (4) pemodelan sistem; (5) verifikasi
dan validasi; dan (6) implementasi (Eriyatno 2003).
1) Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan tahap awal untuk mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku/stakeholders (Hartrisari 2007).
Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat
mempengaruhi kinerja sistem. Menurut Marimin (2007), analisis kebutuhan selalu
menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang terhadap jalannya
sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat ahli, diskusi,
observasi lapang, dan sebagainya. Analisis sistem pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya melibatkan beberapa pelaku yang terlibat dalam sistem tersebut.
Kunci kesuksesan dari sebuah sistem adalah jika semua pelaku yang terlibat
dalam sistem dapat memperoleh manfaat dari sistem yang dibangun. Pelaku yang
terlibat dalam sistem pengendalian pencemaran air kali surabaya adalah: (1)
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kota Surabaya yang merupakan instansi
pengelola air minum; (2) Perum Jasa Tirta-I sebagai instansi dengan tugas pokok
eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta pengelolaan DAS; (3) Badan
Lingkungan Hidup Daerah (BLHD); (4) Dinas Pekerjaan Umum Pengairan; (5)
Dinas Pariwisata; (6) Industri; (7) Masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran
84
sungai dan masyarakat pengguna PDAM kota surabaya. Kebutuhan pelaku sistem
pengendalian pencemaran Kali Surabaya ditunjukkan pada Tabel 19.
2) Formulasi Masalah
Formulasi masalah merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam
perancangan model. Formulasi masalah dilakukan atas dasar penentuan informasi
yang telah dilakukan melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap
(Eriyatno 2003). Formulasi masalah perlu dikembangkan menjadi suatu
pernyataan masalah yang mendefinisikan gugus kriteria kelakuan sistem yang
kemudian dievaluasi. Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan
kepentingan antar pelaku dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya, permasalahan yang sering muncul dalam upaya pengendalian
pencemaran air sungai adalah:
1. Belum ada koordinasi antar sektor/dinas dan lemahnya penegakan hukum;
2. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelestarian
sumber daya air sungai;
3. Belum ada data terbaru parameter kualitas air Kali Surabaya, utamanya
kadar logam berat Hg, Pb, dan Cd;
4. Belum tersedia proyeksi risiko dampak pencemaran air terhadap kesehatan
penduduk;
5. Belum tersedia strategi pengendalian pencemaran badan air kali surabaya
yang efektif.
3) Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari
kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus
dipecahkan untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan tersebut (Eriyatno 2003).
Identifikasi sistem dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap komponen-
komponen yang terlibat di dalam sistem yang dikaji dalam bentuk diagram
lingkar sebab akibat (causal loop) dan diagram input output. Diagram lingkar
sebab akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat
(causal relationships) ke dalam bahasa gambar tertentu. Bahasa gambar tersebut
dibuat dalam bentuk garis panah yang saling mengkait, sehingga membentuk
sebuah diagram sebab akibat, pangkal panah mengungkapkan sebab dan ujung
panas mengungkapkan akibat. Hubungan digambarkan dengan tanda positip (+)
atau negatif (-). Diagram sebab akibat sistem pengendalian pencemaran air kali
surabaya, ditunjukkan pada Gambar 8.
86
+
Pendidikan
(Kesadaran
Lingkungan)
Kesejahteraan
Penduduk
+
Kualitas
Lingkungan +
Beban
Partisipasi Pencemaran
+ -
Aktifitas
Ekonomi
- +
+
Limbah
+
+
Permukiman +
Populasi Penduduk
+
+
- +
+
Pertanian
+ (Lahan)
Industri
Hotel
Lingkungan
UU No. 32 Tahun 2009
UU No. 7 Tahun 2004
PP No. 82 Tahun 2001
Manajemen Pengendalian
Dari A B C D E F G H I ...
Terhadap
A
B
C
D
E
F
G
H
I
...
a. Keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi dalam suatu
waktu di masa yang akan datang;
b. Keadaan bukan merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti
besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi merupakan deskripsi tentang
situasi dari sebuah faktor;
c. Setiap keadaan harus disefinisikan dengan jelas;
d. Bila keadaan dalam suatu faktor lebih dari satu maka keadaan-keadaaan
tsb harus dibuat secara kontras;
e. Identifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau
berjalan bersamaaan.
2. Membangun skenario yang mungkin terjadi
a. Susun suatu skenario yang memiliki peluang besar untuk terjadi di masa
yang akan datang;
b. Skenario merupakan kombinasi faktor. Karenanya, sebuah skenario harus
memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu
keadaan dan tidak memasukkan pasangan keadaan mutual incompotible;
c. Berikan nama pada setiap skenario (mulai dari nama paling optimis
sampai ke nama paling pesimis);
d. Memilih skenario yang paling mungkin terjadi
3. Implikasi skenario
a. Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya
terhadap tujuan studi;
b. Skenario tersebut didiskusikan implikasinya;
c. Membuat rekomendasi dari implikasi yang telah disusun.
Pengaruh
Variabel penentu Variabel penghubung
INPUT STAKES
Ketergantungan
Gambar 10 Diagram pengaruh dan ketergantungan sistem.
91
Surabaya disebabkan tingginya gas emisi yang dilepas ke udara. Menurut data
BLH (2009), sumber emisi terbesar berasal dari gas CO 2 5,480,000 ton/tahun,
partikulat (Pb, Zn, Cu dan Cd) 622,560 ton/tahun, dan hidrokarbon 310,000
ton/tahun.
Suhu rata-rata bulanan di Kota Surabaya tidak mengalami fluktuasi yang
besar. Pada bulan Mei, nilai rata-rata suhunya paling dingin dibandingkan dengan
bulan-bulan yang lain dalam satu tahun, yaitu 20.8 oC. Bulan Agustus, September,
dan Oktober tercatat sebagai bulan yang paling panas dalam satu tahun, dengan
suhu 35.4 36.7 oC.
Kelembaban rata-rata di Kota Surabaya minimum 43% dan maksimum 95%.
Kelembaban udara tersebut menggambarkan kandungan uap air di udara yang
dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun
defisit tekanan uap air. Tekanan udara rata-rata minimum adalah 1,005.6 Mbs dan
maksimum 1,013.8 Mbs. Data suhu, kelembaban udara, dan tekanan udara
selengkapnya, ditunjukkan pada Tabel 22.
Tabel 22 Suhu, kelembaban, dan tekanan udara Kota Surabaya tahun 2008
Suhu (oC) Kelembaban (%) Tekanan Udara (Mbs)
Bulan
Maks Min Maks Min Maks Min
Januari 34.6 23.0 97 48 1,013.4 1,004.8
Februari 33.4 22.8 95 55 1,012.4 1,004.8
Maret 33.7 21.9 98 56 1,013.6 1,004.4
April 34.6 22.6 95 46 1,013.4 1,004.9
Mei 34.8 20.8 94 35 1,014.8 1,006.8
Juni 34.6 21.5 93 39 1,014.3 1,007.2
Juli 33.6 21.4 92 35 1,014.8 1,007.8
Agustus 35.4 22.0 96 40 1,014.2 1,006.7
September 36.2 23.0 89 32 1,015.0 1,006.9
Oktober 36.7 24.4 93 35 1,014.2 1,005.3
November 34.9 24.6 95 49 1,013.2 1,003.4
Desember 34.8 23.7 98 49 1,012.1 1,004.6
Rata-rata 34.8 22.6 95 43 1,013.8 1,005.6
Sumber : Stasiun Meteorologi Perak I Surabaya (2008)dalam BPS (2009).
93
Debit air Kali Surabaya dipengaruhi oleh curah hujan. Secara kuantitas,
Kali Surabaya menunjukkan pola perubahan debit yang seragam sepanjang tahun.
Pada bulan Desember sampai Mei, debit air Kali Surabaya di beberapa titik
pantau/pengukuran menunjukkan nilai yang besar, antara 50 100 m3/detik,
sedangkan pada bulan Juni sampai November angka debit berkisar 20 40
m3/detik.
Pola perubahan debit yang konsisten pada bulan-bulan di atas, dapat
dibedakan debit Kali Surabaya karena pengaruh musim hujan dan musim
kemarau. Debit Kali Surabaya menjadi besar karena pengaruh jumlah hujan di
daerah tangkapan hujan. Rata-rata debit aliran Kali Surabaya karena pengaruh
musim hujan dan musim kemarau disajikan pada Tabel 25.
95
Perum Jasa Tirta I melakukan pengukuran debit air Kali Surabaya secara
periodik harian pada empat lokasi pengukuran, yaitu Dam Mlirip, Jembatan
Perning, Dam Gunungsari, dan Dam Jagir. Sebagai gambaran, disajikan grafik
debit bulanan dan rata-rata tahunan aliran Kali Surabaya (hasil olahan) di Dam
Gunungsari selama enam tahun (Gambar 11). Gambar 11, menunjukkan bahwa
debit air Kali Surabaya berfluktuasi setiap tahunnya dan terdapat perbedaan antara
musim hujan dan musim kemarau.
(a) (b)
Gambar 11 (a) Pola perubahan debit aliran Kali Surabaya (Dam Gunungsari)
(b) Debit rerata tahunan di Dam Gunungsari (diolah dari data PJT I).
4.5.1 Kependudukan
Jumlah penduduk Kota Surabaya pada tahun 2008 mencapai 2,902,507
orang terdiri atas 1,453,135 jiwa penduduk laki-laki (50.06%) dan 1,449,372
jiwa penduduk perempuan (49.94%), dengan tingkat kepadatan 86.7 jiwa/ha dan
pertumbuhan rata-rata sekitar 1.67 persen per tahun. Menurut BLH Kota
Surabaya (2009), populasi penduduk yang bersifat administratif ini berbeda
dengan kondisi yang sesungguhnya. Pada kenyataannya pada siang hari jumlah
96
4.5.2 Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan utuk
melihat perkembangan kota, termasuk tingkat kecerdasan masyarakat. Komposisi
98
Pascasarjana,
0.67
Universitas, 8.38
Akademi, 1.64
Tidak sekolah,
21.27
SLTA, 13.91
jasa perusahaan sebesar 5.63%. Kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih
sebesar 4.36%, sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor pertanian dan
sektor pertambangan dan penggalian masing-masing sebesar 0.09% dan 0.01%.
Berdasarkan data BPS Kota Surabaya (2009), PDRB Kota Surabaya
mengalami peningkatan dari Rp 123,792,042 juta (tahun 2007) menjadi
Rp 149,792,615 juta pada tahun 2008, sedangkan menurut ILPPD (2009), pada
tahun 2009 PDRB Kota Surabaya mencapai Rp 154,242,136 juta (Atas Dasar
Harga Berlaku, ADHB). PDRB Kota Surabaya disumbang oleh sembilan sektor
ekonomi yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor
industri pengolahan; sektor listrik gas dan air bersih; sektor konstruksi; sektor
perdagangan, hotel dan restoran (PHR); sektor pengangkutan dan komunikasi;
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Dari
kesembilan sektor tersebut sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan
sektor yang menyumbang PDRB paling besar yaitu sebesar Rp 60,349,244 juta.
Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar kedua yaitu mencapai
Rp 44,382,834 juta (ADHB).
Pendapatan perkapita Kota Surabaya juga menunjukkan peningkatan dari
Rp 38,804,700 (tahun 2007) menjadi Rp 46,945,340 pada tahun 2008, dan pada
tahun 2009 pendapatan per kapita mencapai Rp 53,186,943. Besarnya
pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya tahun 2009 sebesar 5.51% masih lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar (4.77%)
dan Nasional (4.50%) (ILPPD 2009), namun lebih rendah jika dibandingkan
pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya pada tahun 2006 dan 2007 yang masing-
masing mencapai 6.31% dan 6.23% (BPS 2009).
100
101
33.00
32.00
31.00
Suhu 30.00
(oC)
29.00
28.00
27.00
26.00
Agt Sep Okt Nop Des
GS 29.00 28.50 31.50 29.50 27.00
JS 28.90 29.00 31.90 29.00 27.50
KP 29.80 29.00 32.50 29.00 27.50
TB 28.80 29.50 29.60 29.00 27.50
TC 28.50 28.40 29.80 29.00 27.00
JJ 28.00 29.60 29.50 29.00 27.00
Periode Pengamatan
Perbedaan suhu pada setiap titik pengamatan dipengaruhi oleh suhu udara,
perbedaan intensitas cahaya matahari pada saat pengukuran, kondisi iklim, dan
cuaca pada saat pengukuran.
35,00
34,00
33,00
32,50
32,00 31,90
31,50
Suhu
31,00
30,00 29,80
29,50 29,60 29,62
29,00
28,59 28,73
28,00
27,00
40,40 35,20 24,10 15,60 12,00 8,25 6,50 2,60 0,00
Jarak Upstream (km)
memenuhi Kriteria Mutu Air (KMA) kelas 1 dan dapat digunakan sebagai sumber
air baku air minum karena deviasi suhu dari keadaan alamiahnya kurang dari 3 oC.
perairan Kali Surabaya (profil pH) pada setiap titik pengamatan selama periode
Agustus Desember 2009.
7,90
7,70
7,50
7,30
7,10
6,90
pH
6,70
6,50
6,30
6,10
5,90
5,70
5,50
Agt Sep Okt Nop Des
Periode Pengamatan
6,80
6,70 6,68
6,66 6,66
6,60
6,56
6,50
6,41 6,43
6,40
pH
6,35
6,30
6,20
6,10 6,12
6,05
6,00
5,90
40,40 35,20 24,10 15,60 12,00 8,25 6,50 2,60 0,00
Jarak upstream (km)
Gambar 16 Profil kualitas air (pH) Kali Surabaya berdasarkan jarak upstream.
nilai pH air Kali Surabaya pada 9 titik pengamatan adalah 6.43 yang berarti
sedikit asam. Industri yang diduga berkontribusi terhadap nilai pH Kali Surabaya
yang sedikit asam adalah adanya lima perusahaan tahu pada km 2.70 hingga km
23.5 yang membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Industri
tahu umumnya menggunakan cuka atau asam asetat (CH 3 COOH) untuk
memadatkan tahu, sehingga menyebabkan kadar pH air limbah rendah dan
bersifat asam. Menurut Adeyemo et al. (2008), masalah utama yang terkait
dengan asidifikasi adalah peningkatan kelarutan beberapa logam, di samping
pengaruhnya terhadap kerusakan daerah pengaliran sungai. Ketika nilai pH
perairan < 4.5, maka kelarutan/konsentrasi logam dalam air akan meningkat. Hal
ini menyebabkan logam di dalam air dapat bersifat racun bagi ikan dan
menjadikan air tidak sesuai lagi untuk peruntukannya.
5.1.3 Konduktivitas
Konduktivitas (DHL) merupakan salah satu parameter yang digunakan
untuk mengetahui kadar elektrolit terlarutkan dalam air. Nilai konduktivitas
dipengaruhi oleh konsentrasi ion, suhu air, dan jumlah padatan terlarut. Pada
suatu perairan, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, nilai
DHL semakin tinggi. Air suling memiliki DHL sekitar 1 S/cm. Perairan alami
memiliki nilai DHL sekitar 20 1500 S/cm, sedangkan perairan laut memiliki
nilai DHL sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut. Limbah
industri memiliki nilai DHL mencapai 10 000 S/cm.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai DHL berbeda antara titik
pengamatan. Nilai rata-rata DHL pada enam titik pengamatan berkisar 462.6
530.6 S/cm, dengan rata-rata keseluruhan 491.47 S/cm. Nilai rata-rata DHL
tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (530.6 S/cm) dan terendah di
Jembatan Jrebeng (462.6 S/cm). Secara keseluruhan nilai DHL Kali Surabaya
berada di bawah KMA kelas 1, yang mensyaratkan nilai DHL maksimum 500
S/cm, meskipun pada beberapa titik pengamatan nilai DHL melebihi batas KMA
kelas 1. Gambar 17 menampilkan variasi nilai DHL (profil DHL) Kali Surabaya
pada enam stasiun pengamatan.
106
700
650
600
D HL
550
(uS/cm)
500
450
400
Agt Sep Okt Nop Des
Periode Pengamatan
Pola perubahan nilai DHL Kali Surabaya antara zona hulu, zona tengah
dan hilir dapat dilihat dari hasil pengukuran DHL tanggal 5 Oktober 2009 mulai
Jembatan Canggu (km 40.40) hingga Dam Jagir (Ngagel, km 0) seperti
ditunjukkan pada Gambar 18.
490
485
480 478 477
473 474
470
440
430 429
420
40.4 35.2 24.1 15.6 12 8.25 6.5 2.6 0
Jarak Upstream (km)
menyatakan bahwa nilai DHL air sungai meningkat dari hulu ke hilir dan nilai
DHL musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Hal ini diduga terkait
dengan meningkatnya pembuangan limbah di zona tengah dan hilir daerah aliran
sungai yang sejalan dengan makin meningkatnya kepadatan penduduk dan
industri di daerah tersebut. Kondisi tersebut sejalan pendapat Saeni (1989), yang
mengatakan bahwa peningkatkan nilai DHL merupakan akibat kenaikan garam-
garam terlarut (seperti garam natrium, magnesium, klorida, dan sulfat) dan
padatan terlarut yang berasal dari buangan penduduk, limbah industri, limpasan
daerah pertanian, dan masuknya bahan-bahan aerosol ke dalam air.
air minum.
200
180
160
140
120
TSS
100
(mg/l)
80
60
40
20
0
Agt Sep Okt Nop Des
Periode Pengamatan
perairan, sehingga penentuan kadar oksigen terlarut dalam air dapat dijadikan
ukuran untuk menentukan mutu air. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan vital
bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan dan dapat menjadi faktor
pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Perairan yang
tercemar bahan organik akan mengalami penurunan kandungan oksigen terlarut
karena oksigen yang tersedia dalam air akan digunakan mikroorganisme untuk
menguraikan bahan pencemar organik. Pencemaran organik yang berlebihan akan
meningkatkan aktivitas mikroorganisme pengurai, sehingga akan menimbulkan
kondisi perairan tanpa oksigen (anoksik). Pada kondisi perairan anoksik,
penguraian bahan organik tetap berlanjut namun terjadi secara anaerobik yang
akan menghasilkan gas berbau busuk, diantaranya gas metan (CH 4 ), amoniak
(NH 3 ) atau hidrogen sulfida (H 2 S) (Bapedal 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut (DO) di
perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan di zona hulu lebih tinggi
dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Jembatan
Jrebeng (6.0 mg/l), sedangkan nilai DO terendah terdapat di Jembatan Sepanjang
(2.5 mg/l). Nilai DO rata-rata berkisar 3.24 - 5.44 mg/l, dengan nilai rata-rata
keseluruhan 4.06 mg/l. Nilai DO ini lebih baik dibandingkan hasil penelitian
Bapedal (2006) di dua titik pengamatan (Bambe dan Pagesangan) dengan nilai
DO berkisar 0.77 1.87 mg/l, PJT I (2008) pada titik pantau Gunungsari, Karang
Pilang dan Ngagel menemukan kadar DO berkisar 2.91 3.78 mg/l dan Maulidya
dan Karnaningroem (2010) yang menemukan kadar DO Kali Surabaya segmen
Gunungsari-Jagir sebesar 2 5 mg/l. Menurut Akan et al. (2010), standar DO
yang ditentukan untuk keberlanjutan kehidupan organisme perairan adalah 5 mg/l,
di bawah nilai tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan organisme perairan.
Jika konsentrasi DO di perairan berada di bawah 2 mg/l menyebabkan kematian
pada kebanyakan ikan. Data kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO
ditunjukkan pada Gambar 20.
Gambar 20 menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut berfluktuasi antara
periode pengamatan. Fluktuasi tersebut diduga akibat proses pencampuran
(mixing) dan pergerakan massa air (turbulence), aktifitas fotosintesis, respirasi
dan pengaruh limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan air.
110
6.5
6.0
5.5
5.0
Kadar DO 4.5
(mg/l) 4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
Agt Sep Okt Nop Des
Periode Pengamatan
Secara umum, kadar oksigen terlarut Kali Surabaya tidak memenuhi KMA
kelas 1 yang mensyaratkan kadar DO > 6 mg/l. Kadar DO tersebut memberikan
gambaran bahwa secara umum Kali Surabaya sudah tercemar oleh bahan organik
yang mudah terurai. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahayu dan Tontowi (2005)
yang menyatakan bahwa besarnya oksigen terlarut dalam air menunjukkan tingkat
kesegaran air di lokasi tersebut, sehingga apabila kadar oksigen terlarut rendah
maka ada indikasi telah terjadi pencemaran oleh zat organik. Hal ini terjadi karena
semakin banyak zat organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, semakin
banyak pula oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme. Di samping itu,
menurunnya kadar DO juga disebabkan oleh banyaknya limbah organik yang
berasal dari limbah domestik dan limbah industri terutama di sekitar Kali Tengah.
Profil kadar DO Kali Surabaya pada zona hulu-tengah-hilir ditunjukan pada
Gambar 21 berikut:
111
7
6.5 6.6
6
5.5 5.5
5
Kadar DO 4.6
4.5
(mg/l)
4 3.9 3.8 3.8
3.5 3.6
3
2.7
2.5 2.5
2
40.4 35.2 24.1 15.6 12 8.25 6.5 2.6 0
Jarak Upstream (km)
Kadar DO pada zona hulu lebih tinggi daripada zona tengah dan hilir
dengan nilai tertinggi 6.6 mg/l teramati di Canggu (km 40.4) dan terendah 2.5
mg/l di Gunungsari (km 6.5) (Gambar 21). Kecenderungan serupa juga
dilaporkan oleh Hart dan Zabbey (2005) dan Davies et al. (2008). Menurut
Ayoade et al. (2006) dan Siradz et al. (2008), kadar DO yang lebih rendah pada
zona hilir menunjukkan bahwa kondisi sungai pada zona hilir lebih tercemar
terutama oleh bahan organik. Limbah domestik, pertanian, efluen industri dan
sampah yang di buang ke dalam sungai menjadi penyebab utama tingginya
tingkat pencemaran di bagian hilir sungai. Penurunan kadar DO dapat terjadi
karena adanya penambahan beban pencemaran organik dalam jumlah besar, yang
disebabkan oleh buangan limbah cair yang melebihi kemampuan self purifikasi
sungai dan adanya bahan kimia yang dapat teroksidasi oleh oksigen. Selain itu,
peristiwa resuspensi akibat penambahan debit air secara tiba-tiba mengakibatkan
larutan-larutan racun di dasar sungai dapat terangkat dan tersuspensi dalam air
sehingga meningkatkan kekeruhan.
jumlah oksigen yang dibutuhkan, sehingga harga BOD semakin besar yang
mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran.
Hasil penelitian memperlihatkan, bahwa nilai BOD antar titik pengamatan
dan periode pengamatan sangat beragam (Gambar 22). Nilai BOD Kali Surabaya
pada enam stasiun pengamatan rata-rata berkisar antara 3.35 - 10.75 mg/l, dengan
nilai rata-rata keseluruhan 4.84 mg/l. Hasil ini sesuai dengan pemantauan BLH
(2008) di tiga titik pantau Kali Surabaya (Kedurus, Gunungsari, dan Wonokromo)
dengan nilai BOD 3.50 5.51 mg/l, PJT I (2010) di titik pantau Karang Pilang
dengan nilai BOD 3.33 17.75 mg/l, Gunungsari 3.07 6.03 mg/l dan Jagir 3.12
14.85 mg/l, namun berbeda dengan hasil penelitian Maulidya dan
Karnaningroem (2010) di segmen Gunungsari Jagir dengan nilai BOD berkisar
11 48 mg/l. Keseluruhan nilai rata-rata BOD Kali Surabaya berada di atas
ambang batas KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai BOD maksimum 2 mg/l.
Menurut Siradz et al. (2008), nilai BOD yang tinggi secara langsung
mencerminkan tingginya kegiatan mikroorganisme di dalam air dan secara tidak
langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang
tersuspensikan.
40.00
35.00
30.00
25.00
BOD
20.00
(mg/l)
15.00
10.00
5.00
0.00
Agt Sep Okt Nop Des
Periode Pengamatan
Secara umum, nilai BOD hasil pengukuran tidak selalu meningkat dari hulu
ke hilir, karena di setiap titik dapat terjadi pemasukan buangan organik ke sungai
dengan konsentrasi BOD dan debit tertentu yang dapat menyebabkan penurunan
atau peningkatan konsentrasi BOD sungai. Hal tersebut diperkuat Abowei &
George (2009) yang menyatakan bahwa nilai BOD secara umum tidak berbeda
secara signifikan antar musim dan antara hulu hilir. Nilai BOD ekstrem
ditemukan pada pengukuran bulan September 2009 di Stasiun Tambangan Bambe
dengan nilai BOD mencapai 35.63 mg/l.
yang mensyaratkan nilai COD maksimum 10 mg/l. Data hasil pengukuran kadar
COD perairan Kali Surabaya disajikan pada Gambar 23.
80.00
70.00
60.00
50.00
COD
40.00
(mg/l)
30.00
20.00
10.00
0.00
Agt Sep Okt Nop Des
Periode Pengamatan
Sumber pencemar BOD dan COD di Kali Surabaya yang dominan adalah
limbah domestik dan limbah industri. Kontribusi limbah domestik terhadap
tingginya nilai BOD dan COD Kali Surabaya adalah 59.77% dan 54.11%,
sedangkan sumber BOD sebesar 40.05% dan COD sebesar 45.75% berasal dari
limbah industri. Kontribusi sektor industri terhadap tingginya konsentrasi BOD
dan COD Kali Surabaya terutama berasal dari buangan limbah empat industri
kertas, satu industri MSG, satu industri RPH, dan lima industri tahu.
Di Sepanjang Kali Surabaya setidaknya terdapat lima industri tahu yang
membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Kelima industri
tersebut adalah Perusahaan Tahu Kedurus, CV Sidomakmur, Perusahaan Tahu
Purnomo, Perusahaan Tahu Halim, dan Perusahaan Tahu Gunungsari. Kapasitas
produksi masing-masing industri tahu tersebut adalah 4 7 ton/hari. Industri tahu
115
merupakan industri yang banyak menggunakan air dalam proses produksinya baik
sebagai bahan pencuci, pendingin dan bahan baku produksinya. Air yang
digunakan dalam proses produksinya sekitar 25 liter/kg bahan baku kedelai.
Mengingat kedelai sebagai bahan baku tahu mengandung protein (34.9%),
karbohidrat (34.8%), lemak (18,1%) dan bahan-bahan nutrisi lainnya, maka
limbah cair yang dihasilkan dapat mengandung bahan organik yang tinggi.
Akibatnya limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar BOD
dan COD. Hal tersebut dikuatkan dengan hasil penelitian Nuriswanto (1995) yang
menunjukkan bahwa air limbah industri tahu memiliki angka BOD 1070 - 2600
mg/l, COD 1940 - 4800 mg/l, dan nilai pH 4.5 5.7.
Rumah Potong Hewan (RPH) Kedurus merupakan RPH milik Pemerintah
Kota Surabaya. RPH Kedurus yang setiap hari memotong sekitar 50 - 75 ekor
sapi juga membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Limbah bekas
pemotongan hewan mengalir melalui parit sepanjang sekitar 30 meter, limbah
tersebut berwarna merah tua dan mengeluarkan bau busuk menyengat. Limbah
RPH mengandung bahan pencemar organik yang tinggi. Hasil pemantauan PJT I
(2009), limbah RPH Kedurus pernah mencapai 12,965 mg/l untuk BOD dan
13,902.6 mg/l untuk COD serta pH 8.01 (basa). Padahal baku mutu BOD dan
COD limbah RPH masing-masing adalah 100 dan 250 mg/l.
bagian hulu Kali Surabaya. Dugaan tersebut didasarkan atas beberapa laporan
tentang kontaminasi nitrat pada air sungai akibat limbah pertanian, buangan
domestik, dan limbah peternakan seperti yang dilaporkan Alam (1995), Adedokun
et al. (2008), Raja et al. (2008), dan Hassan et al. (2008). Fakta lain yang teramati
adalah nilai rata-rata kadar N-NO 3 pada saat terjadi hujan (Desember) lebih tinggi
dibandingkan pada musim kemarau. Pada bulan Desember rata-rata nilai N-NO 3
1.31 mg/l, sedangkan pada bulan Agustus November berkisar 0.68 0.94 mg/l.
Kondisi tersebut sesuai hasil penelitian Adeyemo et al. (2008), Hassan et al.
(2008), dan Nwankwoala et al. (2009), yang menyimpulkan bahwa kadar nitrat
pada musim hujan lebih tinggi dari musim kemarau, karena air hujan dapat
membilas deposit nitrat yang terdapat pada permukaan tanah, namun kadar nitrat
juga dapat menurun secara drastis jika terjadi musim hujan berkepanjangan.
Selain itu tingginya kadar nitrat pada musim hujan mungkin juga disebabkan
meningkatnya kadar DO, sebaliknya penurunan kadar nitrat pada musim kemarau
mungkin akibat penyerapan oleh fitoplankton (Hassan et al. 2008). Profil
penyebaran kadar N-NO 3 Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan
pada Gambar 24.
2.500
2.000
1.500
Kadar N-NO3
(mg/l)
1.000
0.500
0.000
Agt Sep Okt Nop Des
Secara umum, kadar N-NO 3 perairan Kali Surabaya masih berada di bawah
KMA kelas 1 yang mensyaratkan kadar N-NO 3 maksimum 10 mg/l. Berdasarkan
kadar N-NO 3 Kali Surabaya tidak tercemar oleh senyawa nitrat dan masih layak
sebagai sumber air baku air minum.
Hasil pengukuran kadar nitrit (N-NO 2 ) perairan Kali Surabaya rata-rata
berkisar 0.108 0.187 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.139 mg/l. Nilai
rata-rata kadar N-NO 2 tertinggi ditemukan di Gunungsari (0.187 mg/l) dan
terendah di Jembatan Sepanjang (0.108 mg/l). Gambar 25 memperlihatkan
sebaran nilai rata-rata N-NO 2 Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan yang
mewakili bagian hulu, tengah dan hilir Kali Surabaya.
Secara umum, nilai nitrit di perairan Kali Surabaya sudah melampaui
ambang batas baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan kadar nitrit maksimum
0.06 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, Kali Surabaya ditinjau
dari parameter N-NO 2 tidak layak digunakan sebagai sumber air baku air minum.
Tingginya kadar nitrit Kali Surabaya diduga berasal dari masukan limbah rumah
tangga dan limbah industri di sepanjang Kali Surabaya terutama industri makanan
dan industri percetakan.
0.500
0.450
0.400
0.350
0.300
Kadar N-NO2
0.250
(mg/l)
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
Agt Sep Okt Nop Des
Periode Pengamatan
0.600
0.500
0.400
Kadar N-NH3
(mg/l)
0.300
0.200
0.100
0.000
Agt Sep Okt Nop Des
Periode Pengamatan
Amonia bebas (NH 3 ) yang tidak terionisasi bersifat toksik bagi organisme
akuatik. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu
perairan. Menurut Effendi (2003), toksisitas amonia terhadap organisme akuatik
dipengaruhi oleh pH, kadar oksigen terlarut, dan suhu. Pada pH rendah amonia
akan bersifat racun jika jumlahnya banyak, sedangkan pada kondisi pH tinggi
amonia akan bersifat racun meskipun kadarnya rendah. Ketika kadar N-NH 3
mencapai 0.06 mg/l, ikan akan mengalami kerusakan insang dan pada kadar 0.2
mg/l, ikan yang sensitif seperti beberapa jenis ikan air tawar dan ikan salmon
119
mulai mati, bahkan jika kadar N-NH 3 mendekati 2.0 mg/l beberapa jenis ikan
yang toleran (seperti ikan gurame) mulai mati ((www.h2ou.com/h2wtrqual.htm).
0.300
0.250
0.200
Kadar P-PO4
0.150
(mg/l)
0.100
0.050
0.000
Agt Sep Okt Nop Des
Periode Pengamatan
Surabaya hanya Stasiun Karang Pilang yang tidak memenuhi baku mutu.
Keberadaan fosfat di Kali Surabaya diduga bersumber dari limbah domestik
(terutama kotoran manusia dan deterjen) dan limbah industri terutama industri
makanan dan minuman, industri percetakan, industri plastik, dan industri deterjen
Wing Surya serta limbah pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Alaerts dan
Santika (1984), yang menyatakan bahwa sumber senyawa fosfat dapat berasal
dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Di daerah pertanian (hulu Kali
Surabaya) senyawa fosfat berasal dari bahan pupuk, yang masuk ke dalam sungai
melalui saluran pembuangan dan aliran air hujan. Fosfat dapat memasuki sungai
melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen
yang mengandung fosfat. Pendapat tersebut diperkuat Adedokun et al. (2008),
yang menyatakan bahwa keberadaan ion posfat dalam air sungai disebabkan oleh
pelepasan limbah pertanian ke dalam sungai dan atau penggunaan aditif posfat
dalam formulasi deterjen (Na 5 P 3 O 10 ) yang masuk ke dalam badan air melalui
produksi limbah cair industri, domestik/perkotaan dan atau dari industri pakaian
dan pencelupan warna.
kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk
karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan
air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur. Kondisi ini menyebabkan
kandungan logam berat dalam sedimen jauh lebih tinggi dibandingkan dalam
badan air.
0.06
0.05
0.04
Kadar Rerata
0.03
(mg/l)
0.02
0.01
0
GS JS KP TB TC JJ
Hg 0.0029 0.0058 0.0079 0.0212 0.0159 0.0013
Pb 0.0528 0.0111 0.0112 0.0034 0 0
Cd 0 0 0.0034 0 0.016 0.0053
Stasiun Pengamatan
Gambar 28 Rerata kadar Hg, Pb, dan Cd di beberapa lokasi Kali Surabaya.
industri klor-alkali yang banyak memproduksi klorin dan soda kaustik (NaOH)
dan industri plastik yang banyak menggunakan vinil klorida, logam merkuri
digunakan sebagai katalis atau katoda dalam sel elektrolisis.
Industri logam di sapanjang Kali Surabaya yang berlokasi di km 11.60, km
11.90, dan km 17.10 juga berpotensi sebagai sumber pencemar Hg. Hal tersebut
didukung hasil penelitian Sudarmaji dan Yudhastuti (2005), yang menyatakan
bahwa di sepanjang Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas terdapat 19
industri dengan cemaran limbah berupa logam berat (Hg, Cu, Fe, Cr, Mn, Pb, Cd,
Zn, dan Ni) dan terdapat 15 industri yang limbahnya mengandung Hg. Jenis
industri di maksud adalah industri kertas, industri penyamakan kulit, industri
kimia, dan industri logam.
Nilai kandungan logam berat Pb di badan air Kali Surabaya memiliki variasi
yang cukup tinggi, namun secara umum masih memenuhi KMA kelas 1 yang
mensyaratkan nilai maksimum 0.03 mg/l. Rata-rata konsentrasi Pb berkisar tt
0.0528 mg/l, dengan rata-rata keseluruhan 0.0131 mg/l. Konsentrasi Pb tertinggi
ditemukan di Gunungsari dengan konsentrasi 0.0774 mg/l atau 2.56 kali lipat nilai
baku mutu, sedangkan pada Stasiun Jrebeng dan Cangkir keberadaan Pb tidak
terdeteksi. Nilai ini masih berada di bawah KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai
maksimum 0.03 mg/l. Tingginya konsentrasi Pb di Stasiun Gunungsari diduga
bersumber dari limbah industri keramik dan tegel serta industri logam yang
banyak terdapat di daerah Sepanjang dan Karangpilang yang merupakan bagian
hulu Dam Gunung Sari. Industri tersebut banyak menggunakan logam timbal
sebagai campuran pada pembuatan pelapis keramik yang disebut glaze. Glaze
adalah lapisan tipis gelas yang menyerap ke dalam permukaan tanah liat yang
digunakan untuk membuat keramik. Komponen timbal yaitu PbO ditambahkan ke
dalam glaze untuk membentuk sifat mengkilap yang tidak dapat dibentuk dengan
oksida lainnya. Industri keramik dan tegel yang cukup besar di daerah tersebut
adalah PT IKI Mutiara, Perusahaan Tegel LTS, PT Asia Victory, dan CV Bangun.
Industri logam seperti PT. Spindo, PT. Timur Megah Steel, PT. Kedawung
Setia, PT. Surabaya Wire dan PT. WIM Cycle yang berada di bagian hulu Kali
Surabaya, selain menggunakan bahan-bahan kimia seperti larutan basa ataupun
larutan asam, juga menggunakan bahan kimia mengandung logam-logam berat
dan sedikit mengandung bahan-bahan organik. Jenis logam berat yang umumnya
digunakan dalam bentuk garamnya adalah kromium, timbal, dan merkuri. Bahkan
124
pada pelapisan logam selain garam-garam logam berat juga menggunakan garam-
garam tembaga dan komponen sianida. Senyawa-senyawa tersebut dapat
mencemari lingkungan dan mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap
tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz 1992).
Hal tersebut diperkuat hasil identifikasi Sudarmaji dan Yudhastuti (2005), yang
menyatakan bahwa cemaran Pb di Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas
bersumber dari industri kimia, industri kertas, industri keramik, industri logam,
dan industri sepeda.
Hasil analisis konsentrasi Cd pada enam titik pengamatan pada tiga kali
sampling menunjukkan bahwa keberadaan Cd terutama pada bagian tengah dan
hilir tidak terdeteksi. Konsentrasi kadmium tertinggi ditemukan di Tambangan
Cangkir yaitu sebesar 0.0168 mg/l atau 1.68 kali nilai baku mutu air kelas 1.
Konsentrasi Cd rata-rata yang ditemukan adalah 0.0030 mg/l. Dengan demikian,
ditinjau dari konsentrasi logam Cd Kali Surabaya memenuhi baku mutu air kelas
1 yang mensyaratkan konsentrasi Cd maksimum 0.01 mg/l.
yang dihasilkan per orang setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban
pencemaran dari limbah domestik yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan
atas hasil kuesioner pembuangan air limbah rumah tangga di sepanjang sisi kiri-
kanan Kali Surabaya dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam zona
lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya.
Berdasarkan data BPS (2008, 2009), data Dinas PU Pengairan Jatim dan
Perum Jasa Tirta I (2009), diketahui bahwa jumlah penduduk yang tinggal dalam
zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya adalah 134,124 jiwa. Hasil
kuesioner terhadap 200 responden yang tinggal di stren Kali Surabaya diperoleh
data yang dapat dipakai dalam perhitungan beban limbah domestik, yaitu
pembuangan air limbah, bekas masak, mandi dan cuci yang disalurkan ke Kali
Surabaya/anak sungainya sebanyak 32.50% (65 responden). Dengan demikian,
persentase pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya yang dipakai untuk
perhitungan adalah 32.50% dari jumlah penduduk di stren Kali Surabaya yaitu
43,590 jiwa. Data pemakaian jumlah air rata-rata menggunakan nilai rata-rata
pemakaian air bersih berdasarkan hasil survei Direktorat Pengembangan Air
Minum, Ditjen Cipta Karya tahun 2006, yaitu 144 liter/orang/hari, sedangkan
jumlah air buangan adalah 80% pemakaian air atau 115.2 liter/orang/hari,
sehingga total debit air buangan penduduk di stren Kali Surabaya adalah 5,021.68
m3/hari. Data jumlah penduduk dan volume pembuangan limbah domestik ke Kali
Surabaya disajikan pada Lampiran 1.
UNEP (1989) mengasumsikan bahwa secara teoritis beban BOD domestik
adalah 25-70 g/orang/hari. Menurut Harnanto dan Hidayat (2003), estimasi beban
pencemaran akibat limbah domestik dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah
penduduk dengan faktor konversi, di mana untuk daerah perkotaan beban BOD
adalah 46 gram BOD/orang/hari, sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram
BOD/orang/hari, sedangkan menurut Salim (2002), beban pencemaran domestik
untuk setiap orang di Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan COD sebesar 57
g/orang/hari. Berdasarkan beban BOD dan COD tersebut maka, konsentrasi BOD
adalah 46/115.2 gram/liter atau 399.31 mg/l, sedangkan konsentrasi COD adalah
494.79 mg/l. Dengan demikian, beban pencemaran perairan Kali Surabaya
bersumber limbah domestik (pemukiman) di bantaran Kali Surabaya untuk
parameter pencemar BOD dan COD adalah :
126
Berdasarkan KepMen Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003, baku mutu
air limbah domestik sebagai ukuran batas atau jumlah unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau
dilepas ke air permukaan mencakup parameter pH, BOD, TSS, dan minyak dan
lemak. Tabel 29 menunjukkan baku mutu limbah domestik.
Tabel 29 Baku mutu limbah domestik
Parameter Satuan Baku Mutu
pH - 69
BOD mg/l 100
TSS mg/l 100
Minyak dan lemak mg/l 10
Sumber: KepMen LH No. 112, 2003.
Tabel 30 Kadar BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik
dan anak sungai
Lokasi Debit Kadar (mg/l)
No. Nama (KM) (m3/hari) BOD COD TSS
1 Saluran Pagesangan 6.70 43,200 4.4 11.0 9.0
2 Saluran Jambangan 4.50 43,200 5.1 14.3 44.0
3 Saluran Karah 3.60 43,200 24.9 63.7 6.0
4 Saluran Pakuwon 3.20 86,400 79.9 139.2 78.5
5 Saluran Gunungsari 2.80 43,200 49.1 92.1 183.0
6 Saluran Ketintang 2.45 1,209.6 71.1 115.3 32.0
7 Saluran Pulo W. 0.80 259.2 253.1 615.7 686.0
8 Kali Kedungsumur 40.8 199,843.2 5.9 10.5 17.0
9 Kali Marmoyo 36.8 831,945.6 22.25 54.14 167.11
10 Kali Kedurus 2.5 41,644.8 16.1 40.4 31.0
11 Kali Banjaran 21.6 9,244.8 14.9 30.7 52.0
127
Tabel 31 Beban BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik
No Nama Beban (kg/hari)
BOD COD TSS
1 Saluran Pagesangan 190.08 475.20 388.80
2 Saluran Jambangan 220.32 617.76 1,900.80
3 Saluran Karah 1,075.68 2,751.84 259.2
4 Saluran Pakuwon 6,903.36 1,2026.9 6,782.4
5 Saluran Gunungsari 2,121.12 3,978.72 7,905.6
6 Saluran Ketintang 86.00 139.47 38.71
7 Saluran Pulo W. 65.60 159.59 177.81
8 Kali Kedungsumur 1,179.07 2,098.35 3,397.33
9 Kali Marmoyo 18 510.79 45,041.53 139,026.43
10 Kali Kedurus 670.48 1,682.45 1,290.99
11 Kali Banjaran 137.75 283.81 480.73
Total 31,160.25 69,255.62 161,648.26
Beban pencemar BOD, COD, dan TSS dari hotel Singgasana yang masuk
ke Kali Surabaya tergolong rendah karena selain parameter pencemar masih
memenuhi baku mutu, debit buangan limbah juga kecil. Kondisi berbeda terjadi
sebelum September 2009, di mana IPAL tidak difungsikan secara maksimal
sehingga air limbahnya mengandung BOD dan COD mencapai 133.1 dan 308.7
mg/l (PJT-I 2009). Saat ini, hotel Singgasana masih berada dalam pengawasan
BLH Jatim dan Tim Sidak Kali Surabaya dan diwajibkan memiliki ijin
pembuangan limbah cair (IPLC) serta melakukan uji kualitas air limbah secara
rutin setiap tiga bulan ke laboratorium yang ditunjuk Gubernur.
Tabel 33 Kadar BOD, COD, dan TSS saluran limbah industri melalui anak
sungai dan saluran Waru Gunung
No Nama Anak Lokasi Debit Air Kadar Rata-rata (mg/l)
Sungai/Saluran (km) (m3/detik)
BOD COD TSS
1 Saluran W. Gunung 9.70 0.031 55.1 143.1 420.0
2 Kali Tengah 11.9 0.793 45.88 136.67 96.01
3 Kali Perning 36.3 0.090 241.1 528.1 166.0
130
Miwon. Kelima industri tersebut menyumbang sekitar 63% beban BOD dan 64%
beban COD sektor industri ke Kali Surabaya.
PT Surya Agung Kertas merupakan industri kertas dan pulp terbesar kedua
di Jawa Timur dengan kapasitas produksi 336,800 ton/tahun atau sekitar 923
ton/hari. Pabrik Kertas PT Adiprima Suraprinta merupakan industri kertas koran
dengan kapasitas produksi 400 ton/hari. PT Surabaya Mekabox merupakan
industri kertas pembungkus/karton box dengan produksi rata-rata 220 ton/hari,
sementara kapasitas produksi industri kertas PT Suparma adalah sekitar 500
ton/hari. Menurut Sugiharto (2005), jumlah air limbah yang berasal dari industri
adalah sebesar 85 95% dari jumlah air yang dipergunakan. Total pemakaian air
keempat industri pulp dan kertas di atas adalah sekitar 60,000 m3/hari. Oleh
karena itu, jumlah buangan limbah yang berupa lumpur dihasilkan kurang lebih
51,000 57,000 m3/hari.
Limbah dari industri pulp dan kertas bersumber pada pembuangan boiler
dan proses pematangan kertas yang menghasilkan konsentrat lumpur beracun.
Selain itu pada proses percetakan juga dihasilkan produk samping berupa
konsentrat lumpur sebesar 1 4% dari volume limbah cair yang diolah. Pada
industri pulp dan kertas, bahan baku utama yang digunakan adalah serat dari
tanaman dengan kandungan utama berupa selulosa. Adanya komponen selulosa
pada buangan limbah cair industri pulp dan kertas dapat menimbulkan bau busuk
pada sungai jika tertimbun di dasar sungai dan meningkatkan kandungan COD.
133
0 Baik
-20 Sedang
Nilai Storet
-40
-60 Buruk
-80
-100
-120
GS JS KP TB TC JJ
terdapat tiga parameter kimia yang nilai konsentrasi minimum, rata-rata, dan nilai
maksimumnya telah melampaui baku mutu yang ditetapkan meskipun nilai
parameter lain masih memenuhi baku mutu. Jika parameter fisik-kimia yang
digunakan untuk mengevaluasi kondisi perairan lebih dari atau sama dengan 10
parameter, maka kondisi perairan dapat dikatakan tercemar berat jika terdapat
minimum satu parameter fisik-kimia yang nilai minimum, rata-rata, dan nilai
maksimum telah melampaui baku mutu air sesuai peruntukannya.
terhadap ekosistem akuatik. Peningkatan masukan nitrogen dan fosfor dari limbah
pertanian dan limbah domestik dapat mengubah komunitas akuatik, karena kedua
unsur tersebut menstimulasi pertumbuhan alga yang dapat menutup permukaan
air dan menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air. Pertumbuhan alga
dan keberadaan partikel-partikel tersuspensi dari sumber-sumber pencemar akan
meningkatkan turbiditas air, akibatnya jumlah sinar matahari yang tersedia untuk
tumbuhan akuatik dalam air akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arisandi (2001) yang menyatakan bahwa, kandungan TSS dan padatan terlarut
yang tinggi dapat mengakibatkan (1) menurunnya kandungan oksigen terlarut
dalam badan air, sehingga mengganggu suplai oksigen bagi organisme air, seperti
nekton dan bentos, (2) menurunkan penetrasi cahaya matahari yang masuk ke
dalam badan air, sehingga mengganggu proses fotosintesis tumbuhan air, seperti
hidrila, ganggang, dan alga, (3) sedimentasi dasar sungai, tingginya padatan yang
terlarut akibat buangan limbah domestik dan industri dapat mengendap dan
merubah karakteristik dasar sungai, akibatnya biota yang menetap di dasar sungai
seperti kerang, remis, kijing, dan siput dapat tereliminasi.
Menurut Ecoton (2008), pengurangan kadar oksigen dalam air dapat
mengakibatkan bencana akuatik berupa ikan munggut dan kematian invertebrata
lainnya di sepanjang Kali Surabaya. Ikan munggut adalah terjadinya kematian
ikan, kepiting dan udang air tawar secara masal dan tiba- tiba akibat kekurangan
oksigen. Ecoton (2008), mencatat bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 2007
di Kali Surabaya telah terjadi 50 kasus ikan mati masal. Jenis ikan yang mati
didominasi oleh ikan bader yang berukuran tidak terlalu besar, dengan panjang
antara 10-25 cm dan ikan mujaer. Ikan yang munggut tampak memiliki ciri-ciri
yang khas, yaitu mengalami pendarahan dan berwarna kemerahan di bawah mulut,
perut dan bagian sirip.
Kondisi Kali Surabaya yang tercemar berat juga berdampak pada
penurunan rantai makanan alami dan indeks keragaman biota akuatik serta
timbulnya perubahan struktur dan fungsi komunitas sebagai akibat terganggunya
keseimbangan ekosistem. Menurut Abdel-Gawad et al. (2010), keberadaan bahan
pencemar dapat mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi biologi molekuler
suatu organisme, sedangkan perubahan struktur dan fungsi komunitas perairan
menurut Arisandi (2001) disebabkan oleh hasil interaksi dua prinsip ekologi, yaitu
prinsip toleransi dan kompetisi. Perubahan struktur komunitas dapat terlihat dari
138
Berdasarkan data ini, maka prediksi besarnya tingkat risiko karsinogenik bagi
yang meminum air dari sumber tersebut tidak perlu dilakukan.
Tabel 41 Konsentrasi Hg, Pb, Cd dalam sampel air minum PDAM
Parameter Konsentrasi Terukur (mg/l)
Minimum Maksimum
Hg tt tt
Pb tt tt
Cd tt tt
Ket.: tt = tidak terdeteksi, LOD Hg 0.002 g/L, Pb = 0.0010 mg/l, Cd = 0.0018 mg/l.
Jika dilihat dari kandungan rata-rata logam berat pada lokasi intake PDAM
Karang Pilang untuk Hg 0.0079 mg/l, Pb 0.0112 mg/l, dan Cd 0.0034 mg/l
memang cukup mengkawatirkan terhadap kualitas air PDAM yang dihasilkan.
Pada kenyataannya, produk instalasi pengolah air minum (IPAM) PDAM Karang
Pilang mampu mereduksi bahan pencemar tersebut sehingga kualitas air minum
yang dihasilkan aman dikonsumsi ditinjau dari parameter logam berat
berdasarkan KepMenKes Nomor 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum. Pengolahan air yang digunakan oleh
perusahaan daerah air minum (PDAM) Karang Pilang terdiri atas beberapa unit
pengolahan, yaitu unit aerator, prasedimentasi, flashmix, slow mix, sedimentasi,
dan filter cepat. Proses sedimentasi dilakukan dengan menambahkan bahan kimia
aluminium sulfat (Al2 (SO 3 ) 3 .14H 2 O) sebagai koagulan. Proses ini bertujuan
untuk menghilangkan kandungan logam berat, zat organik beracun, senyawa
fosfor, dan partikel-partikel yang sukar mengendap sekaligus untuk menjernihkan
air. Tahap selanjutnya adalah proses oksidasi menggunakan kalium permanganat
atau kalium kromat bertujuan untuk menurunkan kandungan bahan organik dan
menghilangkan partikel-partikel berwarna sehingga air menjadi lebih jernih.
Proses flokulasi, sedimentasi akhir, penyaringan dan desinfeksi menggunakan
kaporit merupakan tahap akhir proses.
Berdasarkan aspek ekonomi, pencemaran air Kali Surabaya menimbulkan
kerugian ekonomi yang sangat besar. Hasil studi ADB (dalam Kurniawan 2009),
menunjukkan bahwa setiap kenaikan konsentrasi pencemar BOD sebesar 1 mg/l
pada sungai meningkatkan biaya produksi air minum sekitar Rp 9.17 per meter
kubik atau menyebabkan kenaikan biaya produksi PDAM sebesar 25% dari rata-
rata tarif air nasional.
141
6 x 5.59 E 6 64 x 2.13E 6
+ = 1.99E-5
70 7
1.99 E 5
HQ = = 1.42
1.40 E 5
(a) (b)
Gambar 30 (a) Proporsi status responden dalam keluarga
(b) Proporsi tingkat pendidikan responden.
persepsi yang tidak benar. Lebih lanjut Hartley (2006) menyatakan bahwa
informasi berkaitan dengan ilmu pengetahun dan teknologi, pengetahuan lokal,
karakteristik daerah, tata nilai, kontek lokal dan informasi lain terkait faktor
politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Interpretasi individu terhadap kualitas,
pemanfaatan dan kelayakan sungai untuk peruntukan dapat mempengaruhi
persepsi dan sikapnya terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air sungai. Hasil pengumpulan data melalui kuesioner menunjukkan
bahwa masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya pada umumnya memiliki
persepsi yang tinggi terhadap pemanfaatan Kali Surabaya dan kelayakan air Kali
Surabaya, namun persepsi masyarakat terhadap masalah kualitas air Kali
Surabaya umumnya masih sedang dan perlu ditingkatkan. Hasil analisis persepsi
ditunjukkan pada Gambar 31.
datang kualitas air Kali Surabaya akan memenuhi standar kualitas air untuk bahan
baku air minum.
Persepsi masyarakat yang benar terhadap upaya pengendalian pencemaran
air Kali Surabaya merupakan faktor penting karena akan menentukan peran dan
partisipasi masyarakat selanjutnya. Hasil analisis data kuesioner menunjukkan
bahwa secara umum, masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya memiliki
persepsi yang tinggi terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran air
Kali Surabaya (Gambar 32), namun hal tersebut tidak sejalan dengan kondisi Kali
Surabaya yang masih tetap tercemar berat. Hal ini diduga akibat kurangnya sarana
dan prasarana seperti IPAL komunal, MCK umum, jarak dan tempat pembuangan
sementara (TPS), dan lain-lain. Hasil penelitian JICA dan KLH tahun 2007 (KLH
2008) menunjukkan bahwa 15% orang yang tinggal dalam jarak 100 m dengan
tempat penampungan sampah melakukan pembuangan sampah ke sungai,
sementara sebanyak 70% orang yang tinggal dengan jarak antara 100 m hingga
200 m dengan TPS melakukan pembuangan sampah ke sungai. Menurut
Harihanto (2001), ada tiga faktor yang menyebabkan perilaku individu tidak
sesuai dengan sikap dan tindakannya, yaitu: motivasi, pandangan mengenai
perilaku panutan, dan pandangan mengenai konsekuensi dari perilaku tertentu
terhadap air sungai.
oleh perorangan atau oleh sejumlah orang yang terorganisasikan atau tidak
terorganisasikan. Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya adalah keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap aktivitas pengendalian pencemaran. Menurut Benjathikul
(1986), partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, politik,
budaya, dan faktor sosio-psikologi. Hasil analisis data kuesioner partisipasi
masyarakat dalam pengendalian pencemaran ditunjukkan pada Gambar 33.
Tabel 43 Prioritas lokal dan prioritas global kegiatan reduksi beban pencemaran
KRITERIA
K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 K-6 Prioritas %
Global
Bobot Kriteria 0.137 0.132 0.050 0.059 0.305 0.317
UPL Komunal 0.100 0.056 0.198 0.102 0.073 0.096 0.087 8.7
Pajak limbah industri 0.025 0.029 0.088 0.053 0.049 0.051 0.044 4.4
Pemantauan kualitas
limbah & sumber air 0.090 0.063 0.106 0.082 0.131 0.167 0.125 12.5
Pengetatan perijinan 0.067 0.053 0.108 0.139 0.064 0.058 0.066 6.6
pembuangan limbah
Sistem penegakan 0.110 0.124 0.078 0.045 0.053 0.033 0.063 6.3
hukum lingkungan
Penetapan kelas air 0.227 0.234 0.068 0.197 0.230 0.153 0.200 20.0
Penetapan daya 0.163 0.114 0.070 0.177 0.155 0.137 0.145 14.5
tampung BP
Relokasi industri 0.038 0.091 0.029 0.027 0.025 0.017 0.032 3.2
Penataan ruang 0.130 0.145 0.064 0.055 0.046 0.033 0.067 6.7
150
Berdasarkan data Tabel 43 dan Gambar 35, terlihat bahwa penetapan kelas
air Kali Surabaya mempunyai nilai yang tertinggi (0.200), karena dari enam
kriteria yang dikembangkan untuk menentukan kegiatan reduksi beban
pencemaran, penetapan kelas air Kali Surabaya mempunyai empat nilai unggul,
yaitu keadilan, keberlanjutan, prosedur dan persyaratan, dan efisiensi. Di samping
itu, nilai unggul penetapan kelas air Kali Surabaya terletak pada kriteria efisiensi
yang mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (eigen value 0.305). Kegiatan
penyuluhan mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (0.172), disusul penetapan
daya tampung beban pencemaran (0.145), pemantauan kualitas limbah dan
sumber air (0.125), pembuatan UPL komunal (0.087), penataan ruang (0.067),
pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah (0.066), sistem penegakan
hukum lingkungan (0.063), penerapan pajak limbah industri (0.044), dan terakhir
relokasi industri (0.032). Oleh karena itu, prioritas kegiatan yang perlu dilakukan
untuk mereduksi beban pencemaran air dalam kasus ini adalah penetapan kelas air
Kali Surabaya, kemudian penyuluhan, penetapan daya tampung beban
pencemaran, pemantauan kualitas limbah dan sumber air, pembutan UPL
komunal, penataan ruang, pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah, sistem
penegakan hukum lingkungan, pajak limbah industri, dan terakhir adalah relokasi
industri.
Penetapan kelas air adalah menetapkan mutu air berdasarkan kemungkinan
kegunaannya bagi suatu peruntukan air. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas.
Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu
air, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas 1 merupakan
tingkatan yang terbaik. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas 1 lebih baik dari
Kelas 2, 3, dan 4. Sejak keluarnya PP Nomor 82/2001 dan Perda Jawa Timur
Nomor 2/2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, maka SK Gubernur Jatim nomor 187/1988 tentang Peruntukan Air Sungai di
Jatim, yang menetapkan Kali Surabaya masuk golongan B (untuk bahan baku air
minum) seharusnya direvisi.
151
PUPLK PPLPI PKLSA Penyuluhan PSPPL SPHL PKAKS PDTBP RIND PTRU
ALTERNATIF
0.087 0.044 0.125 0.172 0.066 0.063 0.200 0.145 0.032 0.067
Gambar 35 Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran Kali Surabaya.
Keterangan:
PUPLK : Pembuatan UPL Komunal PKAKS : Penetapan Kelas Air Kali Surabaya
PPLPI : Penerapan Pajak Limbah Industri PDTBP : Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran
PKLSA : Pemantauan Kualitas Limbah & Sumber RIND : Relokasi Industri
Air
PSPPL : Pengetatan Perijinan Pembuangan Limbah PTRU : Penataan Ruang
SPHL : Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
152
Proses revisi tersebut perlu dilakukan karena ada aspek lain terkait beban
cemaran sungai yang semestinya juga didefinisikan. Ketidakjelasan status kelas
dan beban Kali Surabaya menyebabkan penegakan hukum sulit dilaksanakan.
Pelanggaran oleh industri pencemar umumnya hanya dikenakan pelanggaran
Perda tentang baku mutu limbah yang ancaman hukuman denda Rp 5 juta atau
kewajiban memperbaiki Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL). Karenanya,
penetapan kelas air Kali Surabaya menjadi hal yang mendesak dalam rangka
penegakan hukum lingkungan dan pengendalian pencemaran Kali Surabaya.
Masyarakat seringkali memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan
limbah dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Sungai belum dipandang
sebagai wilayah yang indah dan nyaman bagi seluruh lapisan masyarakat yang
memanfaatkannya sebagaimana yang diinginkan dalam penerapan water front city
(KLH 2008). Adanya persepsi masyarakat yang menganggap sungai dan bantaran
sungai sebagai tempat pembuangan limbah, baik limbah cair maupun limbah
padat akan meningkatkan pencemaran Kali Surabaya. Semakin berkembangnya
pemukiman penduduk di sekitar sempadan sungai akan meningkatkan jumlah
masyarakat yang membuang limbah atau sampahnya ke sungai dan semakin
meningkatkan beban pencemaran ke Kali Surabaya. Kondisi ini dapat terjadi
karena kurang dilibatkannya masyarakat dalam upaya-upaya pengendalian
pencemaran dan pengawasan pengelolaan Kali Surabaya. Pendekatan
penyelesaian masalah pencemaran di Kali Surabaya yang hanya menggunakan
pendekatan teknis dan penegakan hukum dan mengabaikan peran masyarakat
yang seringkali aktif berinteraksi dengan sumber pencemar menjadi tidak
efektif. Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam mengembalikan
kualitas air Kali Surabaya.
Partisipasi masyarakat yang efektif membutuhkan prakondisi.
Hardjasoemantri (1986) merumuskan syarat-syarat agar partisipasi masyarakat
menjadi efektif dan berdaya guna, yaitu: (1) Pemastian penerimaan informasi
dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya;
(2) Informasi lintas batas; mengingat masalah lingkungan tidak mengenal batas
wilayah yang dibuat manusia; (3) Informasi tepat waktu; suatu proses peran serta
masyarakat yang efektif memerlukan informasi sedini dan seteliti mungkin,
sebelum keputusan terakhir diambil sehingga masih ada kesempatan untuk
153
tergolong kecil berupa lumpur dan sisa-sisa reruntuhan tanaman sekitar 40 kg/hari
untuk tiap area.
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan atau septum. Filtrasi digunakan untuk
memisahkan campuran heterogen zat padat yang tidak larut dalam cairan. Selain
itu, filtrasi dapat menghilangkan bakteri secara efektif dan juga membantu
penyisihan warna, rasa, bau, besi dan mangan. Menurut Masduqi (2004),
mekanisme filtrasi yang dominan dalam filter pasir cepat adalah mechanical
straining, yaitu tertangkapnya partikel oleh media filter karena ukuran partikel
lebih besar daripada ukuran pori-pori media, sedangkan mekanisme filtrasi dalam
filter pasir lambat adalah proses biologis. Selain itu, mekanisme juga dapat
menggunakan membran dan karbon aktif. Membran ditujukan untuk menyaring
bahan berukuran molekuler dan ionik, sedangkan karbon aktif digunakan untuk
media adsorpsi dengan tujuan untuk menghilangkan bahan organik.
Berdasarkan kecepatan alirannya, filtrasi dibagi menjadi: (1) Slow sand
filter (saringan pasir lambat), merupakan penyaringan partikel yang tidak
didahului oleh proses pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran dalam
media pasir ini kecil karena ukuran media pasir lebih kecil. Saringan pasir lambat
lebih menyerupai penyaringan air secara alami. (2) Rapid sand filter (saringan
pasir cepat), merupakan penyaringan partikel yang didahului oleh proses
pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran air dalam media pasir lebih
besar karena ukuran media pasir lebih besar. Biasanya filter ini digunakan untuk
menyaring partikel yang tidak terendapkan di bak sedimentasi. Berdasarkan hasil
expert judgement, penerapan teknologi filtrasi untuk pengendalian pencemaran
dianggap efisien dan tahapan operasional yang relatif mudah meskipun untuk
pengadaan teknologi tersebut membutuhkan biaya investasi sekitar 250 juta dan
produk samping berupa lumpur yang dihasilkan relatif tinggi yaitu 70 kg/hari.
Hasil analisis dengan CPI menempatkan teknologi filtrasi pada peringkat ke dua
sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Screening merupakan salah satu teknik pengolahan limbah secara fisika.
Screening biasanya menjadi bagian dari suatu bangunan penyadap air, yang terdiri
atas batang-batang besi yang disusun berjajar/paralel (disebut screen). Screening
juga sering ditempatkan pada saluran terbuka yang menghubungkan sungai
(sumber air) menuju ke bak pengumpul. Pada umumnya, sebelum dilakukan
161
pengolahan berbagai macam air limbah baik limbah domestik maupun limbah
industri dan (7) dapat dirancang untuk skala kecil maupun skala besar. Lebih
lanjut USEPA (1998) menyatakan bahwa teknologi biofilter mampu meremoval
BOD hingga 95-96%, TSS 97-98%, N-NH 4 97-98%, dan total nitrogen 59-65%.
Berdasarkan hasil expert judgement, penerapan teknologi biofilter untuk
pengendalian pencemaran dianggap paling efisien dan tahapan operasional yang
mudah meskipun untuk pengadaan teknologi tersebut membutuhkan biaya
investasi paling tinggi dibandingkan ke enam alternatif lainnya. Koemantoro
(2007) berdasarkan hasil kajian tentang strategi pemenuhan baku mutu badan air
lokasi intake PDAM Karang Pilang juga merekomendasikan teknologi biofilter
untuk mengurangi beban pencemar di hilir Kali Tengah.
Pengendapan merupakan salah satu teknik pengolahan limbah secara kimia.
Menurut Carlsson (1998), teknik pengendapan banyak dimanfaatkan untuk
memisahkan partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat dari air. Pengendapan
partikel-partikel didasarkan pada perbedaan gaya gravitasi dan densitas antara
partikel dan cairan. Pengolahan air buangan dengan teknik pengendapan biasanya
dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap
(koloid), logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan
membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan
tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan, yaitu dari tak
dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan
atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi. Menurut Masduqi (2004), ditinjau dari jenis
partikel yang diendapkan, pengendapan dibedakan menjadi prasedimentasi dan
sedimentasi (mengendapkan partikel flokulen). Bak pengendap ideal tersusun
oleh empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan, zona lumpur, dan zona
outlet. Prasedimentasi dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret atau
partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami
perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di dalam air.
Lumpur aktif (activated sludge) merupakan salah satu teknik pengendalian
pencemaran air dengan prinsip pengolahan aerobik yang mengoksidasi material
organik menjadi CO 2 dan H 2 O (Klopping et al. 1995). Menurut Herlambang &
Wahjono (1999), lumpur aktif adalah ekosistem yang kompleks yang terdiri atas
bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lainnya. Istilah lumpur aktif
digunakan untuk suspensi biologis atau massa mikroba yang sangat aktif
163
Aktifitas
Membuang
Pemakaian Limbah Domestik
Air
+
+
Volume Jumlah
Limbah + Hotel
Beban Pencemaran
Limbah Domestik +
Beban Pencemaran
+ Limbah Hotel
Total Beban +
+ Pencemaran
+
Beban Pencemaran
Limbah Pertanian +
Ratio Beban
Beban Pencemaran Pencemaran dan
+
Limbah Industri Kapasitas Asimilasi
+
Luas Lahan Pertanian
yang dibudidaya secara -
konvensional
Kapasitas
Jumlah Industri yang Asimilasi
tidak memiliki IPAL
Limbah Domestik
Limbah Hotel
BCODPH TBCODP
BOD
Jml_H
COD BBODHH
TBBODH PJH
FLPL BTSSPH TBTSSP
TSS
BCODHH
TBCODH
BNNO3PH TBNNO3P FPH
NNO3
FPJH
FPJIA
FPJID
BTSSIAH BTSSIA TBTSSI BTSSI BTSSIH
Limbah Industri
(a)
166
BOD FLBODK
KABOD
LKABOD
BODK FKABOD
LBODK
PBOD FLPPO4K
FLTSSK
TSSK PPO4K
LPPO4K
LTSSK
PPPO4
PTSS
TSS
PPO4
FKATSS FKAPPO4
PNNO3
CODK
NNO3K
LCODK
LNNO3K
PCOD
COD
FLCODK
NNO3 FLNNO3K
KACOD KANNO3
LKACOD LKANNO3
FKACOD FKANNO3
(b)
Keterangan:
BODK = beban pencemaran BOD Kali Surabaya
CODK = beban pencemaran COD Kali Surabaya
Jml_H = jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya
Jml_Ind_A = jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali
Surabaya melalui anak sungai
Jml_Ind_D = jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali
Surabaya
KABOD = kapasitas asimilasi untuk parameter BOD
KACOD = kapasitas asimilasi untuk parameter COD
KANNO3 = kapasitas asimilasi untuk parameter N-NO 3
KAPPO4 = kapasitas asimilasi untuk parameter P-PO 4
KATSS = kapasitas asimilasi untuk parameter TSS
Lahan_Pertanian = luas lahan pertanian di daerah hulu
NNO3K = beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya
PPO4K = beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya
TSSK = beban pencemaran TSS Kali Surabaya
LBODK = laju masukan beban pencemaran BOD di Kali Surabaya
LCODK = laju masukan beban pencemaran COD di Kali Surabaya
LKABOD = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter BOD di Kali Surabaya
LKACOD = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter COD di Kali Surabaya
LKANNO3 = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter N-NO 3 di Kali Surabaya
167
LKAPPO4 = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter P-PO 4 di Kali Surabaya
LKATSS = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter TSS di Kali Surabaya
LNNO3K = laju masukan beban pencemaran N-NO 3 di Kali Surabaya
LPPO4K = laju masukan beban pencemaran P-PO 4 di Kali Surabaya
LTSSK = laju masukan beban pencemaran TSS di Kali Surabaya
PJH = fraksi pertumbuhan jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya
PJIA = pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya
menuju Kali Surabaya melalui anak sungai
PJID = pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya
menuju Kali Surabaya
BBOD500 = jumlah beban BOD dalam satu tahun pada zona 500 m
BBODI = beban BOD limbah industri per tahun
BBODIA = beban BOD per tahun dari limbah industri melalui anak sungai
BBODS = beban BOD per tahun pada saluran limbah domestik dan anak sungai
BCOD500 = jumlah beban COD dalam satu tahun pada zona 500 m
BCODI = beban COD limbah industri per tahun
BCODIA = beban COD per tahun dari limbah industri melalui anak sungai
BCODS = beban BOD per tahun pada saluran limbah domestik dan anak sungai
BOD = beban BOD sumber pencemar
BTSSI = beban TSS limbah industri per tahun
BTSSIA = beban TSS per tahun dari limbah industri melalui anak sungai
BTSSS = beban TSS per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai
COD = beban COD dari sumber pencemar
FKABOD = fraksi kapasitas asimilasi BOD di Kali Surabaya
FKACOD = fraksi kapasitas asimilasi COD di Kali Surabaya
FKANNO3 = fraksi kapasitas asimilasi N-NO 3 di Kali Surabaya
FKAPPO4 = fraksi kapasitas asimilasi P-PO 4 di Kali Surabaya
FKATSS = fraksi kapasitas asimilasi TSS di Kali Surabaya
FLBODK = fraksi konstanta pertambahan BOD di Kali Surabaya
FLCODK = fraksi konstanta pertambahan COD di Kali Surabaya
FLNNO3K = fraksi konstanta pertambahan N-NO 3 di Kali Surabaya
FLPL = fraksi lahan pertanian terhadap limbah
FLPPO4K = fraksi konstanta pertambahan P-PO 4 di Kali Surabaya
FLTSSK = fraksi konstanta pertambahan TSS di Kali Surabaya
FPH = fraksi perkembangan hotel
FPIA = fraksi perkembangan industri melalui anak sungai
FPID = fraksi perkembangan industri
FPJH = fraksi pertumbuhan jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya
FPJIA = fraksi pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya
menuju Kali Surabaya melalui anak sungai
FPJID = fraksi pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya
menuju Kali Surabaya
NNO3 = beban N-NO 3 dari sumber pencemar
PBOD = persentase BOD telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya
PCOD = persentase COD telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya
Pengguna_Air = jumlah penggunaan air dalam satu tahun
PNNO3 = persentase N-NO 3 telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya
PPO4 = beban P-PO 4 dari sumber pencemar
PPPO4 = persentase P-PO 4 telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya
PTP = persentase rata-rata total beban pencemaran yang telah melampaui kapasitas
asimilasinya di Kali Surabaya
PTSS = persentase TSS telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya
TBBODH = total beban BOD limbah hotel per tahun
TBBODI = total beban pencemaran BOD limbah industri per tahun
TBBODLD = total beban pencemaran BOD limbah domestik per tahun
TBBODP = total beban pencemaran BOD pertanian per tahun
TBCODH = total beban COD limbah hotel per tahun
TBCODI = total beban pencemaran COD limbah industri per tahun
TBCODLD = total beban pencemaran COD limbah domestic per tahun
TBCODP = total beban pencemaran COD pertanian per tahun
TBNNO3P = total beban pencemaran N-NO 3 pertanian per tahun
168
Pendapatan
Ekonomi
Pangsa
Populasi Pertumbuhan
Pangsa Pertanian
Pertumbuhan +
Bangunan
-
Pertambahan
+
Pendapatan
+ +
+ Pertumbuhan
Pertumbuhan
+ Pertanian
Bangunan
+
Pertumbuhan +
+ Ekonomi
+
Pertumbuhan
+ +
Hotel
+ +
+ Pertumbuhan
Pertumbuhan Industri
Listrik, Gas dan Air
Pangsa +
Pertumbuhan +
Hotel
Pangsa
Pangsa Pertumbuhan
Pertumbuhan Listrik,
Industri
Gas dan Air
PHR
Pert Aktivitas_Ekonomi
Pert_PHR
Pert_Pert
Pangsa_Pert_PHR
Pangsa_Pert_Pert
Ind
LGA
Pert_Ind Pert_LGA
Pangsa_Pert_Ind
Pangsa_Pert_LGA
Keterangan:
Ind = angka pertumbuhan sektor industri
LGA = angka pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih
Pert = angka pertumbuhan sektor pertanian
PHR = angka pertumbuhan sektor perdagangan , hotel dan restoran
Populasi = jumlah penduduk kota surabaya
Pert_Ind = laju pertumbuhan sektor industri
Pert_LGA = laju pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih (LGA)
Pert_Pert = laju pertumbuhan sektor pertanian
Pert_PHR = laju pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran
Pendapatan = pendapatan ekonomi per kapita
Pertambahan_Pendapatan = persen pertambahan pendapatan per kapita
Pangsa_Pert_Ind = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor industri
Pangsa_Pert_LGA = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor LGA
Pangsa_Pert_Pert = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor pertanian
Pangsa_Pert_PHR = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor hotel
Pendapatan_Ekonomi = pendapatan ekonomi per kapita di awal simulasi
pendidikan dan partisipasi. Dampak lain dari peningkatan jumlah populasi adalah
peningkatan penggunaan lahan pemukiman dan peningkatan konversi lahan
pertanian menjadi lahan pemukiman. Gambaran tentang diagram alir sub model
sosial dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya ditunjukkan pada
Gambar 41.
Imigrasi Emigrasi
+ -
+ +
Populasi
+ +
+ -
Kelahiran Kematian
+
+
Aktifitas
Membuang
- Limbah Domestik Lahan
Permukiman
Pendidikan Lahan -
dan Partisipasi Pertanian
Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya sub model sosial yang
telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi
keberlakuan model khususnya sub model sosial. Asumsi-asumsi tersebut adalah
jumlah populasi sebagai auxiliary merupakan penjumlahan dari jumlah populasi
saat ini sebagai konstanta dengan jumlah kelahiran dan imigrasi sebagai laju
masukan penambah dan jumlah kematian dan emigrasi sebagai laju masukan
pengurang.
Terjadinya dinamika perpindahan penduduk yang keluar masuk lokasi
ternyata ikut mempengaruhi model simulasi yang dibuat. Jumlah imigrasi sebagai
auxiliary besarannya ditentukan oleh nilai imigrasi normal. Penduduk keluar
(emigrasi) besarannya ditentukan oleh nilai emigrasi normal sebagai laju keluaran
terhadap populasi. Di samping itu, laju pertambahan dan pengurangan populasi
sebagai dampak terjadinya kelahiran dan kematian, dalam model simulasi
besarannya ditentukan oleh nilai fertilitas dan mortalitas sebagai konstanta.
174
Kelahiran Kematian
Pertumbuhan_Populasi
Imigrasi_Normal Emigrasi_Normal
Imigrasi Emigrasi
FrPBtr PopBtr
Fr_Pemb_Limb
Pendidikan
Lahan_Permukiman
Laju_Keb_Lahan_Permukiman
Fr_Permukiman
Lahan_Pertanian
Konversi_LP
Fr_LP
Kelahiran Kematian
Pertumbuhan_Populasi
Imigrasi_Normal Emigrasi_Normal
PopBtr Imigrasi Emigrasi
FrPBtr
Fr_500m
Fr_Permukiman
Lahan_Pertanian PHR
Pert Aktivitas_Ekonomi
Konversi_LP Fr_Pemb_Limb Pert_PHR
Pendidikan Pert_Pert
Fr_LP Pangsa_Pert_PHR
Pangsa_Pert_Pert
Limbah Domestik
Pddk_Pemb_Limb
Pemakaian_Air Ind
Sumber Zona 500 m Saluran Limbah LGA
Pert_Ind Pert_LGA
Domestik
dan Anak Sungai Pangsa_Pert_Ind
Air_Buangan Pengguna_Air FLBODK Pangsa_Pert_LGA
FBOD FCOD KABOD
BBODSH BCODSH BTSSSH LKABOD
Vol_Limb
Limbah Pertanian
BBOD500 BCOD500 BBODS BCODS BTSSS BODK FKABOD
LBODK
PBOD FLPPO4K
Lahan_Pertanian BBODPH TBBODP TBBODLD TBCODLD TBTSSLD
FLTSSK
Limbah Hotel
BCODPH TBCODP TSSK PPO4K
BOD
LPPO4K
Jml_H LTSSK
BBODHH PPPO4
COD TBBODH PJH PTSS
FLPL BTSSPH TBTSSP
PPO4
TSS
BCODHH
TBCODH KATSS PTP
BNNO3PH TBNNO3P KAPPO4
FPH
NNO3 LKATSS LKAPPO4
FPJH
KACOD KANNO3
FPJIA
FPJID LKACOD LKANNO3
BTSSIAH BTSSIA TBTSSI BTSSI BTSSIH
Gambar 42 Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
177
100000000
3
3
3
80000000
3
3
60000000
(kg/tahun)
3 2
2 BOD
2 1
2
2
COD
2
40000000 2
TSS
3
1 1 1
20000000 1 1
1
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
Hasil simulasi sub-model berdasarkan beban BOD, COD, dan TSS dari
sumber pencemaran, diketahui bahwa terjadi peningkatan beban pencemaran air
Kali Surabaya akibat meningkatnya pencemaran lingkungan Kali Surabaya.
Peningkatan beban pencemaran air tersebut ditunjukkan oleh peningkatan beban
BOD, COD, dan TSS dari sumber pencemaran selama tahun simulasi yang dibuat.
Pada tahun 2003, beban pencemaran BOD, COD, dan TSS berturut-turut adalah
15,649; 36,291 dan 42,173 ton/tahun. Pada tahun 2008, beban pencemaran
tersebut meningkat masing-masing menjadi 19,825; 47,342 dan 71,468 ton/tahun.
Peningkatan beban pencemaran BOD, COD, dan TSS terus berlangsung hingga
akhir simulasi 2030, yaitu beban BOD 23,636; COD 57,014 dan TSS 95,638
ton/tahun. (Hasil simulasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 20).
Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban N-NO 3 dan P-PO 4
dari sumber pencemar ditunjukkan pada Gambar 44.
178
1000
2 1
(kg/tahun)
2 NNO3
1
500 1 PPO4
2
2
1
2
1
2
0 1
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
2030 beban BOD mencapai 7,701 ton/tahun. Beban pencemar COD dan TSS pada
tahun 2003-2006 menunjukkan nilai yang fluktuatif, namun pada tahun 2007
hingga tahun 2030, beban TSS terus mengalami peningkatan dan beban COD
menurun. Pada tahun 2003, 2008, dan 2030 beban TSS masing-masing adalah
26,782; 85,722 dan 348,784 ton/tahun, sedangkan beban COD berturut-turut
adalah 17,845; 13.190 dan 5,913 ton/tahun.
1
1
1 15000000
6000000
1
( kg/tahun )
1 1
( kg/tahun )
1 1 10000000 1 CODK
4000000 BODK 1 1
1
KABOD 1 KACOD
2 2
1
5000000
2000000
2
2
2 2
2 2 2
2 2 2
2 2 2005 2010 2015 2020 2025 2030
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
Tahun
1
300000000
( kg/tahun )
1
200000000
1 TSSK
1
1 KATSS
100000000 1 2
1
2 2 2 2 2 2
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
tersebut dapat dilihat dari hasil simulasi beban N-NO 3 dan P-PO 4 yang
ditunjukan pada Gambar 46.
3000000 2
1500000
1
2
2000000
(kg/tahun)
(kg/tahun)
1000000 2
NNO3K PPO4K
1 1
KANNO3
2 KAPPO4
2 2
1000000 2
500000
2
1 1
1 12 2 1 1
2 2 2 1 1 1 1 1
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun Tahun
(a) (b)
Gambar 46 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan: (a) beban N-NO 3
(b) beban P-PO 4 di Kali Surabaya.
Hasil simulasi (Gambar 46), memperlihatkan bahwa beban nitrat dan fosfat
di Kali Surabaya mengalami penurunan yang cukup tajam. Penurunan tersebut
ditunjukkan oleh berkurangnya kadar nitrat dan fosfat selama tahun simulasi yang
dibuat. Pada tahun 2003 beban pencemar N-NO 3 dan P-PO 4 berturut-turut adalah
1,783.56 dan 762.57 ton/tahun. Pada tahun 2008 mengalami penurunan cukup
tajam masing-masing menjadi 308.91 dan 120.00 ton/tahun. Perbaikan kualitas air
Kali Surabaya tersebut berdasarkan beban nitrat dan fosfat terus mengalami
peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu beban nitrat menurun
hingga 71.53 ton/tahun dan fosfat menjadi 42.13 ton/tahun. Pada Gambar 46 juga
memperlihatkan, bahwa kapasitas asimilasi yang menunjukkan kemampuan air
Kali Surabaya dalam menerima beban pencemar P-PO 4 (fosfat) masih di atas
tingkat pencemaran fosfat, sedangkan untuk parameter N-NO 3 (nitrat) pada awal
tahun simulasi tingkat pencemarannya melampaui kapasitas asimilasi, namun
secara perlahan beban pencemarannya mengalami penurunan sehingga mulai
tahun simulasi 2021, nilai kapasitas asimilasinya sudah berada di atas tingkat
pencemaran.
Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban
pencemaran tiap parameter dan persentase total, disajikan pada Gambar 47 dan 48.
181
5000
4000
4
1
PBOD
3000 1
(persen)
PTSS
2
23 1 2 PCOD
2000 2 2 3
2 12
1 PNNO3
4
1
3 1 PPPO4
1000 5
3
4 3
3 3
4 45
0 5 5 5 54
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
2500
2000
PTP (%)
1500
1000
900000000 4
600000000
(Juta Rupiah)
Ind
1
4 LGA
2
1
Pert
3
300000000
PHR
4 1 4
4 1
4 1 2
4 1 2
1 23 23
23 23 3 3
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
Pada tahun 2003, kontribusi sektor PHR mencapai Rp 28,735,622 juta dan
pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 54,274,915 juta. Pada akhir tahun
simulasi (2030), terjadi peningkatan kontribusi sektor PHR menjadi sebesar Rp
890,809,334 juta.
183
Sektor industri berada pada urutan kedua sebagai pemberi kontribusi paling
tinggi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor
industri sebesar Rp 24,166,771 juta dan meningkat pada tahun 2008 menjadi
Rp 40,722,415 juta. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor industri
meningkat menjadi Rp 404,519,120 juta.
Sektor listrik, gas dan air (LGA) berada pada urutan ketiga sebagai pemberi
kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor
LGA dalam (juta rupiah) sebesar 2,639,165, pada tahun 2008 meningkat menjadi
4,862,490. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor LGA meningkat
menjadi 71,545,861.
Sektor pertanian berada pada urutan terakhir sebagai pemberi kontribusi
terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor pertanian
dalam (juta rupiah) sebesar 120,253 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi
152,284. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor pertanian meningkat
menjadi 430,439. Hasil simulasi disajikan pada Lampiran 27.
10000000
8000000
Populasi (jiwa)
6000000
4000000
2000000
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
100000
Pddk_Pemb_Limb (jiwa)
80000
60000
40000
20000
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
2000
1
1500
(hektar)
2 1
Lahan_Permukiman
1
1000 1
Lahan_Pertanian
12 2
500 1 2
2
2
0 2
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
a) Sub-Model lingkungan
Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model
lingkungan adalah :
BODK = +dt*LBODK
BODK = kg/tahun
CODK = +dt*LCODK
CODK = kg/tahun
KABOD = +dt*LKABOD
187
KABOD = kg/tahun
KACOD = +dt*LKACOD
KACOD = kg/tahun
KANNO3 = +dt*Rate_24
KANKANNO3 = kg/tahun
KAPPO4 = +dt*LKAPPO4
KAPPO4 = kg/tahun
KATSS = +dt*LKATSS
KATSS = kg/tahun
NNNO3K = +dt*LNNO3K
NNO3K = kg/tahun
PPO4K = +dt*LPPO4K
PPO4K = kg/tahun
TSSK = +dt*LTSSK
TSSK = kg/tahun
NNO3K = KANNO3*FKANNO3
NNO3K = kg/tahun
BOD = TBBODH+TBBODI+TBBODLD+TBBODP
BOD = kg/tahun
COD = TBCODH+TBCODI+TBCODLD+TBCODP
COD = kg/tahun
NNO3 = TBNNO3P
NNO3 = kg/tahun
PTP = (PBOD+PCOD+PNNO3+PPPO4+PTSS)/5
PTP = %
PTSS = (TSSK/KATSS)*100
PTSS = %
TSS = TBTSSH+TBTSSI+TBTSSP
TSS = kg/tahun
Nilai pencemaran limbah pertanian untuk setiap parameter (BOD, COD, dan
TSS) sebagai auxiliary merupakan perkalian antara jumlah limbah pertanian
dibagi pertambahan limbah sebagai laju masukan pada limbah dengan kontribusi
pencemar pertanian dan luas area pertanian sebagai konstanta.
b) Sub-Model Ekonomi
Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model
ekonomi adalah :
Pert_H = Hotel*(Pangsa_Pert_H/100)
Pert_H = rupiah
Pert_Ind = Ind*(Pangsa_Pert_Ind/100)
Pert_Ind = rupiah
Pert_LGA = LGA*(Pangsa_Pert_LGA/100)
Pert_LGA = rupiah
Pert_Pert = Pert*(Pangsa_Pert_Pert/100)
Pert_Pert = rupiah
Berdasarkan persamaan sub-model di atas, pertumbuhan sektor perdagangan,
hotel dan restoran (pert_H), laju pertumbuhan sektor industri (pert_Ind), laju
pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih (Pert_LGA) dan laju pertumbuhan
sektor pertanian yang dinyatakan dalam persen merupakan auxiliary, sebagai
perkalian dari pangsa setiap sektor yang dinyatakan dalam satuan rupiah dibagi
dengan 100. Aktivitas ekonomi yang digunakan dalam persamaan sub-model di
atas, merupakan penjumlahan dari kegiatan ekonomi keempat sektor yang
berpengaruh dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu industri,
listrik, gas dan air (LGA), pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran (PHR).
Pendapatan ekonomi per kapita yang dinyatakan dalam rupiah, merupakan
auxiliary sebagai perkalian pendapatan ekonomi dengan persentase pertambahan
pendapatan lalu dijumlahkan dengan pendapatan ekonomi kembali, sedangkan
pertambahan pendapatan yang dinyatakan dalam persen merupakan hasil
pembagian antara aktivitas ekonomi dengan jumlah populasi.
c) Sub-Model Sosial
Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model
sosial adalah :
Populasi = -dt*Kematian + dt*Kelahiran - dt*Emigras + dt*Imigrasi
Populasi = jiwa
PopBtr = Populasi*FrPBtr
PopBtr = jiwa
189
B B
5000000 17000000
e e
b b
a 4500000 a 16000000
n n
4000000 15000000
B C
O O
14000000
D 3500000
D
3000000 13000000
2003 2004 2005 2006 2007 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun Tahun
Aktual Simulasi Aktual Simulasi
Gambar 53 Grafik perbandingan beban pencemaran BOD dan COD dengan data
empiris dan hasil simulasi.
190
Tabel 46 Data validasi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi
2003 3,562,561 3,562,561 26,782,229 26,782,229 17,845,233 17,845,233 1,782,562 1,782,562 762,569 762,569
2004 4,019,674 4,036,450 48,881,678 48,581,307 17,185,446 17,068,077 1,526,781 1,562,932 556,515 557,776
2005 4,644,324 4,686,241 76,271,983 76,816,416 16,692,646 16,538,271 1,251,947 1,279,855 302,890 303,324
2006 5,076,569 5,081,538 144,146,344 144,431,604 17,040,560 17,017,432 920,902 927,841 773,867 777,922
2007 4,418,975 4,392,274 81,847,127 81,848,902 13,340,185 13,343,476 397,066 396,157 140,893 142,864
Mean 5,430,525.55 5,439,766 94,482,340.25 94,615,114.5 20,526,017.55 20,453,122.25 1,469,814.25 1,487,336.75 634,183.4 636,113.75
Varian 1.12265E+12 1.11277E+12 2.01734E+15 2.02423E+15 2.74836E+13 2.73504E+13 8.55602E+11 8.68648E+11 1.91279E+11 1.91081E+11
ruang, (2) fasilitas pengolah air limbah/IPAL, (3) dukungan LSM, (4) anggaran
pengendalian pencemaran air, (5) daya dukung sungai, (6) sarana dan prasarana
kerja operasional, dan (7) Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota.
Kuadran IV (kiri bawah) merupakan kelompok faktor yang memiliki pengaruh
lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan juga rendah terhadap
keterkaitan antar faktor. Kuadran ini terdiri atas lima faktor, yaitu: (1) dukungan
pihak swasta/industri, (2) pertumbuhan industri, (3) dukungan perguruan tinggi,
(4) sistem informasi pengendalian pencemaran, dan (5) kerjasama lintas sektoral.
Berdasarkan hasil penilaian pengaruh langsung antar faktor sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 54, dari 20 faktor kunci yang teridentifikasi
didapatkan lima faktor yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja
sistem dengan ketergantungan antar faktor yang rendah. Kelima faktor tersebut
perlu dikelola dengan baik dan dibuat kondisi (state) yang mungkin terjadi di
masa depan untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Deskripsi masing-masing faktor kunci hasil analisis pengaruh langsung
antar faktor adalah sebagai berikut:
a) Pertumbuhan Penduduk dan Kesadaran Masyarakat
Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan
urbanisasi serta pengurangan akibat kematian dan emigrasi. Pertumbuhan
penduduk mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari sektor domestik.
Jumlah penduduk didasarkan pada data historis tiap tahunnya. Kesadaran
masyarakat terhadap lingkungan merupakan kesadaran individu dalam
masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya yang terwujud
dalam berbagai aktivitas lingkungan dan aktivitas kontrol yang diperlukan
untuk mendukung program dan kebijakan penyelamatan lingkungan.
b) Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat adalah pandangan masyarakat tentang pengendalian
pencemaran Kali Surabaya, yang diukur melalui beberapa indikator penyataan
yang menjelaskan pandangan masyarakat tentang kegiatan pencegahan
pencemaran dan kegiatan penganggulangan pencemaran.
c) Implementasi Peraturan Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan pengendalian pencemaran air merupakan instrumen kebijakan
untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup khususnya sumberdaya air agar
masyarakat dapat hidup sehat dan nyaman. Implementasi peraturan merupakan
195
tindakan atau pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan yang
diamanatkan dalam peraturan tersebut. Peraturan yang berlaku terkait dengan
pengendalian pencemaran air adalah peraturan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat (Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri) dan
peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Peraturan Daerah dan
Keputusan Gubernur). Peraturan yang berhubungan dengan pengendalian
pencemaran air tersebut adalah:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
2. Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Jawa Timur.
3. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Industri dan Kegiatan Usaha Lainnya.
4. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 60 Tahun 1999 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
5. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 61 Tahun 1999 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
Sementara, Himpunan Peraturan tentang Pengendalian Pencemaran Air
yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup antara lain adalah:
1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 52 Tahun 1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 1995 Tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik.
d) Komitmen / Dukungan PEMDA
Pimpinan pemerintah daerah harus memiliki komitmen yang kuat terhadap
pengendalian pencemaran air. Pemerintah daerah yang dimaksud adalah
instansi yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan Kali Surabaya.
Pemerintah daerah baik eksekutif maupun legeslatif berupaya untuk
mendukung pembangunan berwawasan lingkungan. Dukungan dapat berupa
fasilitas fisik maupun non fisik.
196
4
12000000
BODK (kg/tahun)
10000000
4
8000000
1
4
1
6000000 1 3 2
4 3 2
123 2
23 4
1
4 123
4000000
(1) memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada di bawah
tingkat pencemaran kondisi eksisting (1).
4
1000000000
TSSK (kg/tahun)
4
500000000
1
4
1
4 3 2
1 2
23 123 23
1 4 1234
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
12
3
15000000
4
CODK (kg/tahun)
12
34
10000000 4
1 4
23 4
1 4
3 1
2
3 1
5000000
2
2
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
1500000
NNO3K (kg/tahun)
1000000 2
500000
4
1234
1 4 4 4
23 1
23 1
23 1
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
2
600000
PPO4K (kg/tahun) 3
400000
200000
4
1234
1234 1234 1 4
23 1
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
pesimis (4), merupakan yang paling rendah dibandingkan dua skenario lainnya
dan dengan tingkat beban pencemaran masih di atas beban pencemaran kondisi
eksisting (1).
Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran dibandingkan
dengan kapasitas asimilasinya untuk tiap parameter, menunjukkan bahwa pada
skenario optimis (2), parameter BOD dan TSS memiliki tingkat persentase beban
pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga parameter lainnya, sedangkan
berdasarkan tingkat kecenderungannya, seluruh parameter mengalami penurunan
beban pencemaran selama tahun simulasi (Gambar 60).
6000
2 PBOD
1
(persen)
4000 PTSS
2
1 2 PCOD
3
2 PNNO3
23 1 4
2000 1 1 1 1
2 PPPO4
4 5
3
3
4 3 3
4 3
0 5 5 5 54 45
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
5000
4000
4
1
PBOD
3000 1
(persen)
PTSS
2
23 1 2 PCOD
2000 2 2 3
2 12
1 PNNO3
4
1
3 1 PPPO4
1000 5
3
4 3
3 3
4 45
0 5 5 5 54
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
10000 2
PBOD
1
(persen)
2 PTSS
2
5000 PCOD
1 3
2 PNNO3
4 4
2
3 1 1 1 1 1 PPPO4
5
2
23
4 34
34 34
0 3
5 5 5 5 5
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
Hasil skenario pesimis, pada tahun 2003 persentase beban BOD sebesar
2,454% menurun sedikit menjadi 2,281% (tahun 2011), dan pada akhir tahun
simulasi 2030 menjadi 2,125%. Sementara, peningkatan TSS dari 738% (tahun
2003) menjadi 1,964% (tahun 2011), dan meningkat tajam pada akhir tahun
simulasi 2030 menjadi 7,352%.
Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran total dibandingkan
dengan kapasitas asimilasinya masing-masing skenario, diketahui bahwa terjadi
penurunan persentase beban pencemaran selama tahun simulasi di skenario
optimis (2) dan moderat (3), sedangkan skenario pesimis (4) sebaliknya. Hasil
simulasi persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas asimilasi
ketiga skenario ditunjukkan pada Gambar 63.
Pada tahun 2003, tercatat persentase beban pencemaran total dibandingkan
kapasitas asimilasi untuk ketiga skenario adalah 2,133%, mengalami penurunan
pada tahun 2011 menjadi 1,138%. Untuk skenario optimis (2) dan moderat (3)
penurunan persentase pencemaran total terus terjadi hingga akhir tahun simulasi
2030, yaitu masing-masing sebesar 488% dan 572%, sedangkan untuk skenario
pesimis (4) terus mengalami peningkatan beban pencemaran total dari tahun
simulasi 2011 hingga akhir tahun simulasi 2030 menjadi sebesar 1,964%.
209
3000
2500
12
3
2000
4
4
PTP (%)
1500 4
12 4
34 4
1000 1
23 1 1 1
23
500 23
2
0
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Tahun
kondisi pengelolaan saat ini di masa akan datang (kondisi eksisting), yaitu pada
akhir tahun simulasi 2030.
2) Persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat merupakan faktor penting dalam upaya pengendalian
pencemaran Kali Surabaya, karena adanya persepsi yang benar akan
menentukan kesadaran, peran dan partisipasi masyarakat selanjutnya untuk
tidak membuang limbah langsung ke sungai. Upaya peningkatan persepsi
dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan pelatihan dan sosialisasi pada
masyarakat terutama masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya serta
mengupayakan peningkatan fasilitas sanitasi. Selain itu, peningkatan persepsi
masyarakat juga dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan
pemberdayaan masyarakat. Pola pemberdayaan masyarakat yang diterapkan
213
Berdasarkan kriteria mutu air (KMA) kelas 1, kualitas air Kali Surabaya dalam
kondisi cemar berat dengan nilai indeks STORET berkisar -80 hingga -104.
Buruknya status mutu air Kali Surabaya diindikasikan oleh parameter DO, BOD 5 ,
COD, N-NO 2 , Hg, dan TSS yang telah melampaui KMA kelas 1 di sepanjang
Kali Surabaya. Nilai parameter DO menunjukkan kecenderungan yang menurun
dari zona hulu ke zona tengah dan hilir, sementara nilai parameter BOD 5 , COD,
N-NO 2 , Hg, dan TSS menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa kemampuan Kali Surabaya dalam menopang kehidupan
biota air dan diversitas biota semakin menurun. Penurunan kadar DO ke arah hilir
menyebabkan kemampuan badan air Kali Surabaya dalam melakukan purifikasi
juga makin menurun karena laju reaksi oksidasi pada badan air berkurang dengan
keterbatasan oksigen.
Pencemaran air Kali Surabaya merupakan akibat masuknya bahan pencemar
yang bersumber dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan
limbah lainnya yang mengandung bahan organik, anorganik, dan komponen lain
yang membutuhkan oksigen dalam proses degradasi maupun konversi. Akibat
sumber-sumber pencemar yang masuk ke badan air jumlahnya banyak dan
jaraknya relatif berdekatan maka beban pencemar yang masuk ke badan air tidak
sebanding dengan daya tampung dan kemampuan air memulihkan diri (self
purification), sehingga defisit oksigen tetap terjadi dan kualitas air makin
menurun. Selain itu, masukan bahan pencemar ke Kali Surabaya dengan
konsentrasi dan debit yang bervariasi antar waktu dan titik pengamatan serta
proses pengenceran akibat air hujan dan masukan air dari anak sungai
menyebabkan terjadinya fluktuasi nilai parameter suhu, DHL, TSS, DO, BOD 5 ,
COD, N-NO 2 , N-NH 3 , N-NO 3 , dan kadar Hg, Pb dan Cd.
Pencamaran air Kali Surabaya telah mengakibatkan kematian secara masal
ikan, kepiting, dan udang air tawar, penurunan rantai makanan, perubahan indeks
keragaman dan dominasi organisme dalam ekosistem serta perubahan struktur dan
fungsi komunitas sehingga keseimbangan ekosistem terganggu. Kematian ikan
secara masal merupakan indikasi buruknya kualitas air Kali Surabaya. Kematian
ikan masal juga menyebabkan instalasi pengolah air Karang Pilang berhenti
beroperasi dan menyebabkan terganggunya distribusi air PDAM Kota Surabaya
serta peningkatan biaya pengolahan air PDAM mencapai Rp 473 juta/bulan.
Selain itu, akibat kondisi lingkungan perairan Kali Surabaya menurun, maka
218
6.1 Kesimpulan
1. Kualitas air Kali Surabaya pada kondisi eksisting telah melampaui baku mutu
air kelas 1 dan memerlukan penurunan beban pencemaran. Kandungan
oksigen terlarut (DO) di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona tengah dan
hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Canggu (6.6 mg/l), nilai terendah di
Jembatan Sepanjang (2.5 mg/l), kecuali Canggu disemua stasiun pengamatan
tidak memenuhi baku mutu DO. Nilai pH berfluktuasi dari zona hulu, tengah
dan hilir, namun masih berada pada kisaran pH air normal (pH 6-9). Nilai
DHL berfluktuatif dengan nilai rata-rata 491.47 S, sedangkan nilai terbesar
di Cangkir (639 S). Kali Surabaya mengandung padatan tersuspensi (TSS)
yang melampaui baku mutu air kelas 1 untuk semua zona pengukuran. Nilai
TSS rata-rata 65.01 mg/l dan nilai tertinggi dijumpai di Jembatan Jrebeng
(74.67 mg/l).
3. Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan nilai indeks STORET termasuk
kelas D atau berada dalam kondisi tercemar berat dengan nilai indeks berkisar
-80 hingga -104, sedangkan berdasarkan Pollution Index tingkat pencemaran
badan air Kali Surabaya berada dalam status tercemar ringan hingga sedang
dengan nilai Pollution Index berkisar 2.03 5.59. Parameter DO, BOD, COD
222
4. Pencemar Kali Surabaya terutama bersumber dari limbah domestik dan industri.
Total beban pencemaran Kali Surabaya untuk BOD 55.49 ton/hari, COD
132.58 ton/hari, dan TSS 210.13 ton/hari. Untuk parameter BOD kontribusi
limbah domestik 59.77%, limbah industri 40.05%, dan limbah pertanian
0.18%. Sumber beban pencemar COD 54.11% berasal dari limbah domestik,
45.74% (industri), dan 0.15% (pertanian), sedangkan beban TSS 80.37%
bersumber dari limbah domestik, 19.30% oleh limbah industri, dan 0.33%
akibat limbah pertanian.
6. Kandungan Hg, Pb, dan Cd dalam air minum PDAM Kota Surabaya tidak
terdeteksi, namun di badan air Kali Surabaya kandungan Hg rata-rata
mencapai 0.0092 mg/l atau 9.2 kali baku mutu air kelas 1 dan sangat berisiko
bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 15 kg (anak) bila
melakukan aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai dengan frekuensi
30 hari/tahun selama 1-2 jam/hari, karena nilai HQ (hazard quotient) > 1.
6.2 Saran
1. Mengingat pencemaran Kali Surabaya terjadi secara menyeluruh dari hulu
sampai hilir dan sistem pengendalian pencemaran air yang telah ada belum
memadai, maka pemulihan pencemaran Kali Surabaya harus dilakukan secara
terpadu dengan melibatkan seluruh stakeholders yang melakukan segala
224
aktivitas yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas air Kali Surabaya. Upaya-
upaya yang disarankan antara lain:
a. Untuk jangka pendek Pemerintah Daerah perlu mewajibkan industri untuk
membangun instalasi pengolahan limbah secara individu atau melakukan
pengendalian pencemaran air secara gabungan (cluster) bagi industri
dengan lokasi berdekatan yang secara teknis dapat dilaksanakan.
b. Melakukan sosialisasi larangan pemanfaatan lahan bantaran Kali Surabaya.
c. Meningkatkan pengawasan dan pemantauan rutin pada industri di
sepanjang Kali Surabaya (tidak hanya terbatas pada industri prioritas
Prokasih dan Proper saja).
d. Menerapkan peraturan tata ruang di sepanjang daerah aliran sungai.
e. Perlunya dikeluarkan peraturan tentang pembatasan pembuangan limbah
domestik ke dalam sungai dalam rangka pencapaian baku mutu sungai.
2. Pemerintah Daerah perlu melakukan pengawasan pembuangan air limbah
industri ke badan air sungai/saluran dengan cara pemasangan meter air untuk
menghindari pembuangan air limbah yang berlebihan. Selain itu, Pemerintah
Daerah juga perlu melakukan program mutu air sasaran untuk memperbaiki
status mutu air secara bertahap ke arah pemenuhan baku mutu air kelas satu.
3. Perlu penetapan kelas air dan penetapan daya tampung beban pencemaran air
Kali Surabaya agar dapat ditentukan langkah pengelolaan yang lebih tepat.
4 . Perlu penelitian lanjutan yang mengkaji sumber beban pencemaran yang
belum diteliti terutama dari limbah peternakan.
225
DAFTAR PUSTAKA
Grant WE, Pederson EK, Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource
Management: Systems Analysis and Simulation. New York: John Wiley &
Sons, Inc.
Greiner R, Miller O. 2008. Reducing diffuse water pollution by tailoring
incentives to region specific requirements: Empirical study for the Burdekin
River basin (Australia). Second International Conference on Environmental
Economics and Investment Assessment. 28 - 30 May 2008, Cadiz, Spain.
Guo HC, Liu L, Huang GH, Fuller GA, Zou R, Yin YY. 2001. A System
Dynamics Approach for Regional Environmental Planning and
Management: A Study for the Lake Erhai Basin, Journal of Environmental
Management 61:93-111.
Hartley TW. 2006. Public perception and participation in water reuse.
Desalination 187:115-126.
Handayani ST, Suharto B, Marsoedi. 2001. Penentuan Status Kualitas Perairan
Sungai Brantas Hulu dengan Biomonitoring Makrozoobentos: Tinjauan dari
Pencemaran Bahan Organik. Jurnal Biosain 1(1):30-38.
Handoko I. 2005. Quantitative Modeling of System Dynamics for Natural
Resources Management. Bogor: SEAMEO BIOTROP.
Hardjasoemantri K. 1986. Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Harnanto A, Hidayat F. 2003. Dillution As One Measure to Increase River Water
Quality. Malang: Jasa Tirta I Public Corporation.
Harnanto A. 2005. Pengendalian Pencemaran dan Kualitas Air di DAS Kali
Brantas. Makalah Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu
dan Berkelanjutan, Malang, 15 Januari 2005.
Hart AI, Zabbey N. 2005. Physico-chemical and Benthic Fauna of Woji Creek in
the Lower Niger Delta, Nigeria. Environmental Ecology 23(2):361-368.
Hartrisari. 2002. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
. 2007. Sistem Dinamik: Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri
dan Lingkungan. Bogor: SEAMEO BIOTROP.
Hariani CE. 2005. Mengembangkan pendidikan lingkungan yang berperspektif
kemiskinan dan gender dengan memanfaatkan cara berpikir sistem. Buletin
Triwulan Access 2(1):9-14.
Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Sungai
[Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Hassan FM, Kathim NF, Hussein FH. 2008. Effect of Chemical and Phisical
Properties of River Water in Shatt Al-Hilla on Phytoplankton Communities.
Journal of Chemistry 5(2):323-330.
230
Luo YF, Khan S, Cui YL, Feng YH and Li YL. 2005. Modeling the Water
Balance for Aerobic Rice: A System Dynamic Approach, Agricultural
Water Management 74:1860-1866.
Maharani A, Ciptomulyono U, Santosa B. 2008. Pengembangan Model Optimasi
Manajemen Pengelolaan Kualitas Air Kali Surabaya dengan Interval Fuzzy
Linier Programming (IFLP). Prosiding Seminar Nasional Manajemen
Teknologi VIII Institut Teknologi Sepuluh Novemver Surabaya, 2 Agustus
2008.
Machbub B, Suyatna U, Ibrahim S, Armaita S, Rahmadi HS, Iskandar J. 1988.
Pencemaran Air Sungai Surabaya dan Usulan Penanggulangannya. Jurnal
Pusair, No. 9 Th. 3. KW. I:3-11.
Machbub B. 1999. River Environment and People. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pengairan. No. 13. Th. 14-KW II:3-13.
Manahan SE. 2005. Environmental Chemistry. Eigth Edition. New York: Taylor
& Francis. CRC Press, Boca Raton.
Margonof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau
Sumatra Barat [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
. 2007. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor: IPB Press.
Masduqi A. 2004a. Penurunan Senyawa Fosfat Dalam Air Limbah Buatan
Dengan Proses Adsorpsi Menggunakan Tanah Haloisit. Jurusan Teknik
Lingkungan. 15(1):47-52.
. 2004b. Teknologi Alamiah untuk Pengolahan Air Limbah
Industri. http://www.its.ac.id/personal/files/pub. [5 April 2010].
. 2006. Aplikasi Linier Programming untuk Optimisasi Pengolahan
Limbah Industri di Kali Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
November Surabaya.
Masduqi A, Apriliani E. 2008. Estimation of Surabaya River Water Quality Using
Kalman Filter Algorithm. The Journal for Technology and Science, 19(3):
87-91.
Maulidya I, Karnaningroem N. 2010. Studi Daya Dukung dan Daya Tampung
Kali Surabaya Segmen Gunungsari-Jagir dengan Metode Linier
Programming. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Millaku A, Plakolli M, Vehapi I. 2008. The Impact of Biological, Chemical and
Phisical Pollution on the Water Quality in River Klinia. Kosovo:
Department of Environment Protection.
Milono P. 1998. Metode Analisis BOD. Warta Kimia Analitik No. 13 Th. X Juli
1998:23-29.
233
Qin XS, Huang GH, Zeng GM, Chakma A. 2007. An Interval-Parameter Fuzzy
Nonlinear Optimization Model for Stream Water Quality Management
Under Uncertainty, European Journal of Operational Research 180:1331
1357.
Quano. 1993. Training Manual on Assesment of the Quantity and Type of Land
Based Pollutant Discharge into the Marine and Coastal Environment.
Bangkok :UNEP.
Rachimi. 2005. Beban Bahan Organik dan Kemampuan Self-Purification Sungai
Jawi di Pontianak. Jurnal Agrosains 2(1):76-89.
Rahayu S, Tontowi. 2005. Penelitian Kualitas Air Sungai di Lokasi-Lokasi
Alamiah dalam Rangka Pemanfaatan Air dan Kajian Terhadap Kriteria
Mutu Air yang Berlaku. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan
19(55):31-38.
Rahmadi MD. 2008. Pengaruh Pemberian Bahan Obat Herbal X terhadap
Fungsi Hati Ditinjau dari Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase dan
Alkali Fosfatase Plasma pada Tikus Putih. Depok: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Rahman A. 1996. Pelatihan Analisis Kimia Untuk Lingkungan Air. Serpong:
Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan.
. 2007. Public Health Assessment: Model Kajian Prediktif Dampak
Lingkungan dan Aplikasinya untuk Manajemen Risiko
Kesehatan. http://www. epa.gov/iris/subs/0278.html. [28 Januari 2009].
Raja P, Amarnath AM, Elangovan R, Palanivel M. 2008. Evaluation of Phisical
and Chemical Parameters of River Kaveri, Tiruchirappali, Tamil Nadu,
India. Journal of Environmental Biology 29(5):765-768.
Razif M, Yuniarto A. 2004. Pengelolaan Kualitas Air. Surabaya: Teknik
Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Razif M, Masduqi A. 2008. Penentuan Daya Dukung Kali Surabaya dengan
Simulasi Komputer. Surabaya: Teknik Lingkungan. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya.
Rezazee A, Derayat J, Mortazavi SB, Yamini Y, Jafarzadeh MT. 2005. Removal
of Mercury from chlor-alkali Industri Wastewater using Acetobacter
xylinum Cellulose, American J. Environ.Sci 1(2):102-105.
Risyanto, Widyastuti M. 2004. Pengaruh Perilaku Penduduk dalam Membuang
Limbah Terhadap Kualitas Air Sungai Gajahwong. Jurnal Manusia dan
Lingkungan 11(2):73-85.
Rodger C, Hellegers PJGJ. 2005. Water Pricing and Valuation in Indonesia: Case
Study of the Brantas River Basin. Washington: International Food Policy
Research Institute.
Rotmans I, deVries B. 1997. Perspectives on Global Change, Cambridge:
Cambridge University Press, UK.
236
Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat
Institut Pertanian Bogor.
Said NI. 2009. Penerapan Biofilter Anaerob-Aerob pada IPAL. Jakarta: Pusat
Teknologi Lingkungan BPPT.
Samawi MF. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota. J.
Sains & Teknologi 7(1):1-12.
Salim H. 2002. Beban Pencemaran Limbah Domestik dan Pertanian di DAS
Citarum Hulu. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(2):107-111.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana.
30(3):21-26.
Santosa RH, Achmad F, Haarcorryati A, Rachman AY. 2000. Pengendalian
Kualitas Air Sungai Barito Bagian Hilir. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pengairan No. 45. Th. 15. KW. II:58-72.
Saysel AK, Barlas Y, Yenigun O. 2002. Environmental Sustainability in an
Agrikultural Development Project: a System Dynamics Approach. Journal
of Environmental Management 64: 1-14.
Sekretariat Negara RI . 1990. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990
tentang Pengendalian Pencemaran Air.
. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Setyorini D. 2003a. Mewaspadai Bahaya Merkuri di Sumber Air Kita. Ecological
Observation And Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo, Gresik.
. 2003b. Sampai Kapan Sungai-sungai Kita Mampu Bertahan?.
Ecological Observation And Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo,
Gresik.
. 2003c. Dampak Kegiatan di Daerah Sempadan Sungai pada Kualitas
Air dan Keanekaragaman Makroinvertebrata Bentos Kali Surabaya
[Thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Setyaningrum E. 2006. Pola Penyebaran Pencemaran Lindi Terhadap Air Tanah
di Sekitar Landfill [Tesis]. Bandung: Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan.
Institut Teknologi Bandung.
Simonovic SP, Fahmy H, Elshorbagy A. 1997. The Use of Object-oriented
Modeling for Water Resource Planning in Egypt, Water Resource
Management 11(4):243-261.
Simonovic SP. 2002. World Water Dynamics: Global Modeling of Water
Resources, Journal of Environmental Management 66:249-267.
237
Tatiana X, Hernandez PE. 2008. Simple Tools for Water Quality Modeling and
TMDL Development. Proceedings of the World Environmental and Water
Resources Congress 2008. Chicago, August 5, 2008.
Taufik KL. 2003. Kualitas Air Hulu dan Tengah Sungai Ciliwung Kabupaten
Bogor Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Tiehm A, Herwig V, Neis U. 1998. Particle Size Analysis for Improved
Sedimentation and Filtration in Waste Water Treatment. German:
Department of Waste Water, Technical University of Hamburg.
Tymczyna L, Korzeniowska AC, Saba L. 2000. Effect of a Pig Farm on the
Phisical and Chemical Properties of a River and Groundwater. Polish
Journal of Environmental Studies 9(2):97-102.
Uhl W. 2000. Biofiltration processes for organic matter removal. In:
Biotechnology, Environmental Processes III. New York: Wiley-VCK
Weinheim.
[UNEP] United Nations Environmental Program. 1993. Training Manual on
Assessment of the Quality and Type Marine and Coastal Pollution
Discharges into the Marine and Coastal Environmental. Bangkok:
RCU/EAS Technical Report Series No. 1.
[USEPA] United State Environmental Protection Agency. 1998. Biofiltration: An
Innovative Technology for the Future. www.prdtechinc.com/pdfonpaper.
[27 September 2010].
Wardhana WA. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Whitmyre GK, Driver JH, Ginevan ME, Tardiff RG, Baker SR. 1992. Human
exposure assessment 1: Understanding the uncertainties. Toxicology and
Environmental Health 8(5): 297-320.
[WHO] World Health Organization. 1983. Environmental Healt Criteria 27:
Guidelines on Studies in Environmental Epidemology. Geneva: World
Health Organization.
. 1993. Rapid Assessment of Sources of Air, Water, and Land Pollution.
Genewa: World Health Organization.
. 2006. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan.
I.W. Palupi, penerjemah; E. Monica, editor; Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Hazardous Chemicals in Human and
Environmental Health. Published by WHO.
Widowati W, Sastiono A, Rumampuk R.J. 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan
dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Wijayanto SE. 2005. Limbah B3 dan Kesehatan. http://www.
dinkesjatim.go.id/berita. [2 Maret 2009].
Wisaksono S. 2002. Efek Toksik dan Cara Menentukan Toksisitas Bahan Kimia.
Cermin Dunia Kedokteran 135: 32-36.
239
LAMPIRAN - LAMPIRAN
241
Lampiran 1 Data penduduk pada radius 500 m dan volume limbah domestik
Lampiran 1 (Lanjutan)
No Desa Jumlah % Pend Jarak Jumlah Pend. 32.5% Pend. Debit Air Beban BOD Beban COD
Pend. 500 m Radius 500 m Pembuang Buangan (kg/hari) (kg/hari)
Limbah (m3/hari)
1 Wonokromo 47649 20 9530 3097 356.774 142.462 176.529
2 Ketintang 15263 5 763 248 28.569 11.408 14.136
3 Sawunggaling 28262 20 5652 1837 211.622 84.502 104.709
4 Gunungsari 14066 15 2110 686 79.027 31.556 39.102
5 Jajar Tunggal 10140 5 507 165 19.008 7.590 9.405
6 Karah 14753 40 5901 1918 220.954 88.228 109.326
7 Jambangan 7560 30 2268 737 84.902 33.902 42.009
8 Kebonsari 9225 20 1845 600 69.120 27.600 34.200
9 Pagesangan 10748 30 3224 1048 120.729 48.208 59.736
10 Kedurus 25221 35 8827 2869 330.509 131.974 163.533
11 Kebraon 27639 35 9673 3144 362.189 144.624 179.208
12 Karang Pilang 10383 70 7268 2362 272.102 108.652 134.634
13 Warugunung 7872 30 2362 768 88.474 35.328 43.776
14 Sepanjang 10693 30 3208 1043 120.154 47.978 59.451
15 Bebekan 11504 50 5752 1869 215.309 85.974 106.533
16 Wonocolo 12753 60 7652 2487 286.502 114.402 141.759
17 Ngelom 7072 60 4243 1379 158.861 63.434 78.603
18 Tawang Sari 6961 30 2088 679 78.221 31.234 38.703
244
Lampiran 2 (Lanjutan)
No Desa Jumlah % Pend Jarak Jumlah Pend. 32.5% Pend. Debit Air Beban BOD Beban COD
Pend. 500 m Radius 500 m Pembuang Buangan (kg/hari) (kg/hari)
Limbah (m3/hari)
19 Krikilan 13964 40 5586 1815 209.088 83.490 103.455
20 Bakalan 6584 40 2634 856 98.611 39.376 48.792
21 Bareng Krajan 13890 5 695 226 26.035 10.396 12.882
22 P. Maduretno 10185 30 3056 993 114.393 45.678 56.601
23 Driyorejo 12952 40 5181 1684 193.997 77.464 95.988
24 Cangkir 11291 20 2258 734 84.557 33.764 41.838
25 Tanjung Sari 17278 20 3456 1123 129.369 51.658 64.011
26 Bambe 16847 15 2527 821 94.579 37.766 46.797
27 Krembangan 9261 20 1852 602 69.350 27.692 34.314
28 Mlirip 9674 25 2419 786 90.547 36.156 44.802
29 Penopo 9520 25 2380 774 89.165 35.604 44.118
30 K. Temanggung 3407 25 852 277 31.910 12.742 15.789
31 Canggu 8313 20 1663 540 62.208 24.840 30.780
32 Singkalan 3754 20 751 244 28.109 11.224 13.908
33 Jetis 6439 15 966 314 36.173 14.444 17.898
34 Perning 5245 15 787 256 29.491 11.776 14.592
35 Kedung Sukodani 3982 15 597 194 22.349 8.924 11.058
36 B. Pringgondani 4978 15 747 243 27.994 11.178 13.851
245
Lampiran 2 (Lanjutan)
No Desa Jumlah % Pend Jarak Jumlah Pend. 32.5% Pend. Debit Air Beban BOD Beban COD
Pend. 500 m Radius 500 m Pembuang Buangan (kg/hari) (kg/hari)
Limbah (m3/hari)
37 Kedunganyar 4172 20 834 271 31.219 12.466 15.447
38 Gogem Pinggir 3193 25 798 259 29.837 11.914 14.763
39 Sumber Rame 5663 10 566 184 21.197 8.464 10.488
Lampiran 4 Kadar BOD, COD, TSS dan debit limbah industri di DPS Kali Surabaya
Lampiran 6 (Lanjutan)
Lampiran 7 Data kualitas air Kali Surabaya periode Agustus Desember 2009
Lampiran 7 (Lanjutan)
Lampiran 7 (Lanjutan)
Lampiran 7 (Lanjutan)
Lampiran 8 (Lanjutan)
12/09/2009 tt tt 0.0160
05/10/2009 0.0040 tt tt
24/11/2009 tt tt tt
6 J. Jrebeng Min tt tt tt
Max 0.0040 tt 0.0160
Rerata 0.0013 tt 0.0053
Baku Mutu 0.001 0.03 0.01
Rata-rata Keseluruhan 0.0092 0.0131 0.003
Keterangan: tt = tidak terdeteksi
257
Lampiran 9 (Lanjutan)
Lampiran 9 (Lanjutan)
Lampiran 10 (Lanjutan)
Lampiran 10 (Lanjutan)
Lampiran 12 Data debit rata-rata dan kualitas air Kali Surabaya tahun 2003 - 2009
CG JP CG JP CG JP CG JP CG JP CG JP CG JP
o
Suhu C 28.2 28.80 28.7 29.2 29.5 29.8 28.58 28.73 28.8 29.14 29.2 29.6 29.4 29.7
pH - 7.2 7.30 7.10 6.90 6.90 6.80 7.40 7.30 7.64 7.47 7.30 7.10 6.56 6.12
DO mg/l 6.61 5.5 6.5 5.60 6.7 5.7 6.46 5.66 6.33 5.27 6.62 5.84 6.60 5.40
BOD mg/l 4.10 4.53 4.49 4.34 4.38 7.13 4.13 4.97 4.00 4.03 3.79 4.63 2.90 3.70
COD mg/l 13.20 16.44 14.37 15.04 15.26 25.75 13.48 17.68 16.15 17.67 12.97 15.53 8.85 11.6
Debit air m3/det - 50.28 - 49.67 - 45.96 - 52.08 23.94 43.76 22.35 43.69 - 61.97
Sumber: Basis data BLH Kota Surabaya, PJT I dan Hasil Analisis (2009)
Keterangan: CG : titik pantau Canggu. JP : titik pantau Jembatan Perning
265
Lampiran 12 (Lanjutan)
GS KP NG GS KP NG GS KP NG GS KP NG GS KP NG GS KP NG GS KP NG
Suhu oC 29.6 29.3 29.6 29.2 28.7 29.5 30.1 29.8 30.1 29.6 29.2 29.62 29.96 29.85 30.09 31.5 30.3 31.7 29.1 29.37 32.4
pH - 6.9 7.1 6.75 6.98 7.2 7.1 7 7.1 7 6.96 7.05 6.93 7.19 7.18 7.05 6.90 7.3 6.68 6.86 6.95 6.05
DHL S - - - 505 535 505 504.6 525.0 531.8 - - - - - - - - - 475.4 486.9 485
TSS mg/l 96.48 74.56 38.31 254.5 36.4 63.6 101.1 241.3 194.0 166.3 210.9 186.1 140.1 180.15 127.79 - - - 66.51 58.03 -
DO mg/l 3.16 2.85 2.82 3.9 5.3 4.2 3.1 3.3 2.1 2.84 3.39 2.43 2.41 2.93 2.01 3.00 3.78 2.91 3.34 3.50 2.70
BOD mg/l 5.71 7.80 5.10 5.76 4.99 5.23 5.30 7.1 6.9 5.83 8.23 6.56 5.57 7.35 6.90 4.48 5.68 6.11 3.35 3.71 4.78
COD mg/l 26.07 24.60 25.53 20.08 23.96 22.36 25.90 27.6 24.8 21.09 24.34 22.02 21.88 23.90 20.83 17.93 19.49 20.36 13.94 13.41 12.83
N-NH 3 mg/l - - - - - - 0.35 0.38 0.46 0.23 0.26 0.32 0.40 0.43 0.44 - - - 0.204 0.381 -
N-NO 3 mg/l 1.89 1.36 2.55 - - 1.99 1.5 1.86 1.86 1.21 1.20 1.19 0.36 0.68 0.62 - - - 0.953 0.760 -
P-PO 4 mg/l 0.84 1.38 1.09 - - 0.72 0.31 0.39 0.45 0.46 0.49 0.47 0.21 0.24 0.22 - - - 0.169 0.202 -
Debit air m3/det 26.69 - 22.47 35.78 - 24.71 38.21 - 21.64 36.22 - 24.88 26.55 - 20.59 29.24 - 20.82 43.31 - 29.68
Sumber: Basis data BLH Kota Surabaya . PJT-1 dan hasil analisis (2009)
Keterangan: GS = titik pantau Dam Gunungsari. KP = titik pantau Karang Pilang. NG = titik pantau Ngagel/Dam Jagir
266
Debit air m3/det 50.28 49.67 45.96 52.08 43.76 43.69 61.97
Debit air m3/det 26.69 35.78 38.21 36.22 26.55 29.24 43.31
Debit air m3/det 22.47 24.71 21.64 24.88 20.59 20.82 29.68
BOD 6180.538 1586.822 7067.520 1473.440 6062.342 1416.960 6773.760 1823.040 5849.280 1267.142 5595.782 1598.400 10015.488 1912.378
COD 30902.688 7934.112 35337.600 7367.210 30311.712 7084.800 33868.800 9115.200 29246.400 6335.712 27978.912 7992.000 50077.440 9561.888
TSS 154513.440 39670.560 176688.000 36836.030 151558.560 35424.000 169344.000 45576.000 146232.000 31678.560 139894.560 39960.000 250387.200 47809.440
N-NO 3 30902.688 7934.112 35337.600 7367.205 30311.712 7084.800 33868.800 9115.200 29246.400 6335.712 27978.912 7992.000 50077.440 9561.888
N-NO 2 185.416 47.605 212.026 44.152 181.870 42.509 203.213 54.691 175.478 38.014 167.873 47.952 300.465 57.371
N-NH 3 1545.134 396.706 1766.880 368.360 1515.586 354.240 1693.440 455.760 1462.320 316.786 1398.946 399.600 2503.872 478.094
P-PO 4 618.054 158.682 706.752 147.344 606.234 141.696 677.376 182.304 584.928 126.714 559.578 159.840 1001.549 191.238
Debit air 35.767 9.183 40.90 8.517 35.083 8.200 39.200 10.55 33.850 7.333 32.383 9.25 57.960 11.067
Rerata
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
270
Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau
BOD 9664.704 2700.864 10546.502 2701.382 8939.462 3576.960 6560.698 2614.982 7407.418 2698.618 14252.544 3090.182
COD 48323.520 13504.320 52732.512 13506.912 44697.312 17884.800 32803.488 13074.912 37037.088 13493.088 71262.720 15450.912
TSS 241617.600 67521.600 263662.560 67534.560 223486.560 89424.000 164017.440 65374.560 185185.440 67465.440 356313.600 77254.560
N-NO 3 48323.520 13504.320 52732.512 13506.912 44697.312 17884.800 32803.488 13074.912 37037.088 13493.088 71262.720 15450.912
N-NO 2 289.941 81.026 316.395 81.041 268.184 107.309 196.821 78.449 222.223 80.959 427.576 92.705
N-NH 3 2416.176 675.216 2636.626 675.346 2234.866 894.240 1640.174 653.746 1851.854 674.654 3563.136 772.546
P-PO 4 966.470 270.086 1054.650 270.138 893.946 357.696 656.070 261.498 740.742 269.862 1425.254 309.018
Debit air
55.930 15.630 61.033 15.633 51.733 20.700 37.967 15.133 42.867 15.617 82.480 17.883
Rata-rata
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
271
Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau
BOD 11946.182 5218.560 11396.160 4487.098 6822.662 3576.960 8884.858 6238.080 9403.258 5696.698 16129.152 6191.942
COD 59730.912 26092.800 56980.800 22435.488 34113.312 17884.800 44424.288 31190.400 47016.288 28483.488 80645.760 30959.712
TSS 298654.56 130464.00 284904.00 112177.44 170566.56 89424.00 222121.44 155952.00 235081.44 142417.44 403228.80 154798.56
N-NO 3 59730.912 26092.800 56980.800 22435.488 34113.312 17884.800 44424.288 31190.400 47016.288 28483.488 80645.760 30959.712
N-NO 2 358.385 156.557 341.885 134.613 204.680 107.309 266.546 187.142 282.098 170.901 483.875 185.758
N-NH3 2986.546 1304.640 2849.040 1121.774 1705.666 894.240 2221.214 1559.520 2350.814 1424.174 4032.288 1547.986
P-PO 4 1194.618 521.856 1139.616 448.710 682.266 357.696 888.486 623.808 940.326 569.670 1612.915 619.194
Debit air
69.133 30.200 65.950 25.967 39.483 20.700 51.417 36.100 54.417 32.967 93.340 35.833
Rata-rata
Sumber: Hasil perhitungan (2010)
272
Lampiran 19 Matriks penilaian pengaruh antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya
Dari A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
Terhadap
A 2 1 0 0 1 1 0 1 1 2 3 1 1 1 0 0 1 1 1
B 0 3 0 0 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 0 0 2 0 0
C 1 1 0 0 1 1 2 0 2 1 2 0 2 1 0 1 2 1 2
D 1 0 1 2 2 0 1 1 2 2 0 2 1 2 2 0 1 2 2
E 1 0 0 1 2 0 0 0 2 1 0 0 0 0 2 0 0 1 0
F 1 0 2 0 0 1 1 0 0 2 1 0 1 2 3 0 1 2 0
G 1 1 1 0 0 2 1 2 2 1 1 1 2 2 0 2 1 2 1
H 0 1 2 0 1 0 1 1 1 2 1 1 1 0 1 1 0 1 0
I 1 0 1 0 1 2 3 3 1 2 1 1 1 1 0 2 2 1 1
J 1 0 0 0 0 1 0 2 0 2 1 0 1 2 2 1 1 1 1
K 0 2 1 0 0 1 1 1 2 1 3 0 1 3 2 1 2 3 2
L 2 1 1 0 1 1 1 1 2 2 3 2 2 1 0 0 2 0 2
M 1 0 1 0 0 0 0 0 2 1 1 1 1 0 1 1 2 1 2
N 1 1 2 0 0 1 1 1 0 1 1 2 0 0 1 0 0 0 1
O 0 0 0 0 0 2 1 0 1 1 2 1 0 1 1 1 2 3 1
P 1 0 0 0 0 0 0 0 1 2 1 0 1 2 1 0 0 1 0
Q 0 1 1 0 0 1 1 1 2 1 2 1 0 0 1 0 0 0 0
R 1 2 3 0 0 3 1 1 1 2 3 2 1 1 0 0 1 2 2
S 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 2 0 0 0 2 0 0 2 1
T 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1
Keterangan:
A. Implementasi Peraturan untuk pengendalian pencemaran air M. Dukungan Perguruan Tinggi
B. Persepsi masyarakat N. Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat
C. Partisipasi masyarakat O. Anggaran untuk pengendalian pencemaran air
D. Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat P. Daya dukung sungai
E. Pertumbuhan industri Q. Kerjasama lintas sektoral.
F. Fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah/IPAL R. Sistem informasi pengendalian pencemaran air (Database. analisis dan
G. Komitmen/dukungan PEMDA terhadap pengendalian evaluasi. interpretasi. penyajian dan publikasi data hasil monitoring)
pencemaran S. Sarana dan prasarana kerja operasional pengendalian pencemaran air
H. Dukungan pihak swasta/industri T. Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota untuk pengendalian
I. Sistem dan kapasitas kelembagaan pengendalian pencemaran air pencemaran air
J. Penataan Ruang
K. Program pemantauan dan pengelolaan sungai
L. Penegakan hukum lingkungan
273