You are on page 1of 20

ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH AIR ASAM TAMBANG DI IUP

TAMBANG AIR LAYA PT. BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. UNIT


PERTAMBANGAN TANJUNG ENIM TAHUN 2013

MANUSKRIF SKRIPSI

Oleh
RENNI SIPAHUTAR
10091001058

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH AIR ASAM TAMBANG DI IUP


TAMBANG AIR LAYA PT. BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. UNIT
PERTAMBANGAN TANJUNG ENIM TAHUN 2013
ANALYSE OF ACID MINE DRAINAGE WASTE MANAGEMENT IN TAMBANG
AIR LAYA IUP PT. BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. UNIT PERTAMBANGAN
TANJUNG ENIM IN 2013
1

Renni Sipahutar , Rini Mutahar , Imelda G. Purba


Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
2
Bagian Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
3
Bagian K3KL Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
1

ABSTRACT
Background: One of the problems faced by the mining company is the Acid Mine Drainage (AMD) which is
caused by a reaction between sulfide minerals, oxygen and water. Characteristic of AMD is low pH and
contain metals such as cadmium, manganese, and zinc, can cause environmental problems. PT. Bukit Asam
(Persero), Tbk. UPTE consists of three IUP is Tambang Air Laya, Banko Barat, and Muara Tiga Besar
potentially produce AMD during mining and post-mining. AMD source in Air Laya is Mine excavation, pile,
and stockpile. To overcome the effects of AMD, is necessary to the proper management. Therefore, this
study aims to identify and analyze the management of acid mine drainage waste in Tambang Air Laya IUP.
Method: This research is descriptive, qualitative approach with in-depth interviews, document review and
observation. Informants consisted of key informants 3 people and informants 5 people are determined by
purposive sampling method. Data validation by triangulation.
Result: PTBA have a policy of AMD management plan can be seen from the environment target, SOP, rules,
and division of roles/responsibilities. Hierarchy of AMD Waste management is focused on processing the
neutralization. Monitoring involves determining the location of the point of compliance and examination of
waste parameters and reporting comply with applicable regulations, but there is no specific format of the
hierarchical management of AMD in the report.
Conclusion: It can be concluded that the waste management of AMD in terms of planning, hierarchy
management, monitoring and reporting has been done. Management hierarchy AMD prefers AMD sewage
treatment efforts at the end of the process, and no specific format for the management of AMD in the report.
The research suggestions , PTBA improve the management of AMD to maximize the management hierarchy,
and report all the results of the management hierarchy to improve leading practices in the management of
AMD.
Key words : Acid Mine Drainage, management, waste

ABSTRAK
Latar Belakang : Salah satu masalah yang dihadapi perusahaan pertambangan adalah adanya Air Asam
Tambang (AAT) yang disebabkan oleh adanya reaksi antara mineral sulfida, oksigen dan air. Ciri khas AAT
yaitu pH yang rendah serta mengandung logam-logam seperti kadmium, mangan, dan seng, dapat
menyebabkan permasalahan lingkungan. PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. UPTE terdiri dari tiga IUP yaitu
Tambang Air Laya, Banko Barat, dan Muara Tiga Besar yang berpotensi menghasilkan AAT pada saat
penambangan maupun paska penambangan. Sumber AAT di Tambang Air Laya yaitu galian, timbunan, dan
stockpile. Untuk mengatasi dampak AAT, perlu dilakukan upaya pengelolaan yang baik. Oleh karena itu,
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa pengelolaan limbah air asam tambang di IUP
TAL
Metode : Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, pendekatan kualitatif dengan metode wawancara
mendalam, telaah dokumen dan observasi. Informan terdiri dari tiga orang informan kunci dan lima orang
informan yang ditentukan dengan metode purposive sampling. Validasi data dengan triangulasi.
Hasil Penelitian : PTBA memiliki kebijakan perencanaan pengelolaan AAT dapat dilihat dari adanya
sasaran lingkungan, SOP, peraturan, dan pembagian peran/tanggung jawab. Hirarki pengelolaan limbah AAT
difokuskan pada proses pengolahan dengan netralisasi. Pemantauan meliputi penentuan lokasi titik penaatan

dan pemeriksaan parameter limbah serta pelaporan mengikuti peraturan yang berlaku, tetapi tidak ada
format khusus mengenai hirarki pengelolaan AAT pada laporan.
Kesimpulan : Dapat disimpulkan pengelolaan limbah AAT mulai dari perencanaan, hirarki pengelolaan,
pemantauan dan pelaporan telah dilakukan. Hirarki pengelolaan AAT lebih mengutamakan upaya
pengolahan limbah AAT di akhir proses, dan format khusus untuk pengelolaan AAT tidak ada. Saran
penelitian ini, PTBA meningkatkan pengelolaan AAT dengan memaksimalkan hirarki pengelolaan, serta
melaporkan semua hasil kegiatan hirarki pengelolaan untuk meningkatkan praktik unggulan dalam
pengelolaan AAT.
Kata Kunci : Air Asam Tambang, limbah, pengelolaan

PENDAHULUAN
Salah satu masalah yang dihadapi oleh
industri pertambangan adalah adanya air asam
tambang. Kegiatan pertambangan seperti
pengupasan tanah penutup (overburden),
penggalian batubara, serta waste material
menyebabkan tersingkapnya tanah/batuan
yang mengandung mineral sulfida, antara lain
berupa pirit (pyrite) dan markasit (marcasite).
Mineral sulfida tersebut selanjutnya bereaksi
dengan oksigen dan air membentuk air asam
tambang. Air asam tambang tersebut akan
mengikis
tanah
dan
batuan
yang
mengakibatkan larutnya berbagai logam
seperti besi (Fe), kadmium (Cd), mangan
(Mn), dan seng (Zn). Oleh karena itu, selain
memiliki pH yang rendah (nilainya berkisar
antara 1,5 hingga 4), air asam tambang juga
mengandung
logam-logam
dengan
konsentrasi tinggi, sehingga dapat berakibat
pada kesehatan masyarakat dan lingkungan
jika tidak dikelola dengan baik (Juari, 2006;
1

Marganingrum
&
Noviardi,
2010).
Permasalahan lingkungan yang ditimbulkan
karena pengaruh air asam tambang baik
selama kegiatan penambangan adalah
menurunnya kualitas air tanah, air permukaan
terutama jika dialirkan ke sungai akan
berdampak pada biota yang ada di perairan,
terutama masyarakat yang tinggal di daerah
aliran sungai yang memanfaatkan air sungai
untuk keperluan rumah tangga.
Berbagai kasus di Indonesia seperti di
Banjarmasin, dimana sedikitnya empat
kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara
mendapat dampak tercemarnya Sungai
Balangan oleh limbah cair tambang batubara
2

PT. Adaro (Tempo, 2009). Limbah yang


berasal dari jebolnya kolam pengendapan PT.
Adaro pada hari Jumat tanggal 23 November
Tahun 2009
menyebabkan sungai di
sekitarnya berwarna coklat dengan pH yang
asam. Berdasarkan pernyataan WALHI bahwa

sumber pencemaran ini adalah arsen dan


merkuri dari limbah tambang tersebut yang
tidak dikelola dengan baik. Akibat pencemaran
ini, kesehatan masyarakat yang

menggunakan air dari Teluk Buyat baik


secara langsung maupun tidak langsung
mengalami penurunan karena ikan dan air
minum mereka terkontaminasi logam berat
(arsen dan mangan, sebagian mengandung
3
merkuri) (Indonesian CorpWatch, 2008).
Prinsip utama pengelolaan asam
tambang adalah sedapat mungkin mencegah
terbentuknya air asam tambang atau disebut
4
dengan upaya preventif (Gautama, 2012).
Salah satu upaya yang dilakukan adalah
mencegah terbentuknya air asam tambang di
daerah penimbunan batuan penutup-rencana
pengelolaan
overburden
(overburden
management plan). Berdasarkan hasil
pengamatan pada saat kegiatan magang
(Februari 2013), bahwa salah satu upaya
pencegahan yang dilakukan oleh PT. Bukit
Asam (Persero) yaitu dengan menggunakan
metode
encapsuled.
Tetapi
pada
kenyataannnya pada kegiatan penambangan
terbuka hal tersebut tidak dapat mencegah
secara total terjadinya air asam tambang,
sehingga untuk mengatasi hal tersebut perlu

dilakukan pengolahan yang tepat (Gautama,


4
2012).
Menurut Keputusan Menteri Negara
5
Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003
bahwa setiap penanggungjawab usaha atau
kegiatan pertambangan wajib melakukan
pengolahan air limbah yang berasal dari
kegiatan penambangan dan air limbah yang
berasal dari kegiatan pengolahan/pencucian,
sehingga mutu air limbah yang dibuang ke
lingkungan tidak melampaui baku mutu air
limbah. Salah satunya adalah kewajiban setiap
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
pertambangan batubara untuk mengelola air
yang terkena dampak dari kegiatan
penambangan melalui kolam pengendapan
(pond).
Pengolahan air asam tambang diperlukan
agar air limbah dari pertambangan yang
menjadi air asam tambang tersebut memenuhi
baku mutu lingkungan sebelum dilepaskan ke
badan
perairan
alami
(lingkungan).
Pengolahan air asam tambang pada umumya
1

digolongkan menjadi dua yaitu pengolahan


aktif (active treatment) dan pengolahan pasif
(passive treatment) (Johnson &
Barrie,
6
2005).
Berdasarkan data survei awal pada
kegiatan magang (Februari 2013) bahwa
metode penambangan yang dilakukan di IUP
Tambang Air Laya PT. Bukit Asam (Persero)
Tbk. adalah penambangan terbuka (open pit
mining). Pengolahan air asam tambang di IUP
Tambang Air Laya PT. Bukit Asam (Persero),
Tbk. Unit Pertambangan Tanjung Enim
dilakukan secara pasif (passive treatment) dan
secara aktif (active treatment). Pada daerah
galian, penanganan dilakukan dengan
memompakan air yang terakumulasi di dasar
tambang kemudian menampungnya ke kolam
pengendap lumpur. Selanjutnya air tersebut
diberi kapur tohor (CaO) yang bertujuan
untuk meningkatkan pH. Sedangkan pada
daerah timbunan, penanganan dilakukan
dengan pola pengaliran pada permukaan
timbunan sehingga air limpasan mengalir ke
dalam kolam pengendap lumpur. Kemudian
dilakukan dengan cara yang sama seperti
penanganan pada daerah galian. Pengolahan
limbah air asam tambang secara pasif
diaplikasikan dalam bentuk penggunaan
wetland.
Unit Pertambangan Tanjung Enim
memiliki luas 66.414 Ha (Profil PT. Bukit
7

Asam Tbk) meliputi Kabupaten Muara Enim


dan Kabupaten Lahat, dan memiliki tiga
daerah penambangan yaitu Tambang Air Laya
(TAL), Tambang Muara Tiga Besar (MTB)
dan Tambang Bangko Barat (BB). Tiga lokasi
penambangan
tersebut
berpotensi
menghasilkan limbah air asam tambang dalam
proses maupun paska penambangan. Adapun
sumber-sumber air asam tambang di IUP
Tambang Air Laya yaitu air dari lokasi
penambangan (galian), air dari lokasi
timbunan dan air dari lokasi stockpile. Pada
umumnya air pada lokasi penambangan/galian
sangat ekstrim dengan pH 2 sampai 5. Air
pengolahan limbah tersebut, disalurkan ke
lingkungan melalui anak-anak sungai di

sekitar pertambangan, selanjutnya ke sungai


besar.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui pengelolaan limbah air asam
tambang di IUP Tambang Air Laya PT. Bukit
Asam (Persero), Tbk Unit Pertambangan
Tanjung Enim ditinjau dari aspek Kebijakan
dan perencanaan pengelolaan limbah air asam
tambang, hirarki pengelolaan, pemantauan
dan pelaporan.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif,
dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan
Agustus 2013 di IUP Tambang Air Laya PT.
Bukit
Asam
(Persero),
Tbk.
Unit
Pertambangan Tanjung Enim.
Data yang digunakan berupa data
primer dengan wawancara mendalam dan
observasi, serta data sekunder dengan telaah
dokumen. Sumber informasi yaitu informan
kunci dan informan yang ditentukan dengan
metode purposive sampling yaitu pemilihan
informan yang didasarkan pada suatu
pertimbangan yang dibuat oleh peneliti
sendiri, berdasarkan ciri dan sifat populasi
yang
sudah
diketahui
sebelumnya
8

(Notoatmodjo, 2010).
Kerangka pikir dibuat berdasarkan teori
The International Network For Acid
9

Prevention (1998) dan Keputusan Menteri


5
Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 .
Instrumen yang digunakan adalah pedoman
wawancara mendalam, alat perekam, kamera,
buku catatan alat tulis dan daftar checklist.
Data yang diperoleh dari hasil observasi dan
wawancara dianalisis dengan teknik analisis
kualitatif yaitu analisis isi (content analysis).

HASIL PENELITIAN
Kebijakan
dan
Pengelolaan
Limbah
Tambang

Perencanaan
Air
Asam

Berdasarkan hasil wawancara dengan


informan kunci bahwa pengelolaan limbah air
asam tambang merupakan salah satu
7

kebijakan
dalam
sistem
manajemen
lingkungan dan diintegrasikan dengan sistem
manajemen perusahaan dengan
adanya
sasaran lingkungan, salah satunya menjamin
keluaran air dari tambang telah memenuhi
baku mutu limbah cair.
.Jadi kebijakan itu kita buat sasaran
lingkungan, salah satunya air buangan dari
tambang ini memenuhi baku mutu limbah cair
(AM)
Itu kita masukkan dalam sistem manajemen
lingkungan, kita gabung dengan sistem di
perusahaan (AR)

Berdasarkan hasil wawancara dengan


informan kunci dan informan bahwa SOP
pengelolaan lingkungan dituangkan dalam
bentuk Tata Laksana (TL) dan Tata Cara
Kerja (TCK) yang disusun dengan mengacu
pada SML dan Peraturan perundang-undangan
mengenai baku mutu limbah cair. Untuk
mengefektifkan pelaksanaan SOP di lapangan,
diadakan juga upaya sosialisasi SOP tersebut
ke seluruh bagian yang bertanggung jawab
dan juga adanya pelatihan bagi karyawan
mengenai SOP tersebut. Evaluasi SOP
dilakukan setiap adanya informasi mengenai
metode/teknik yang baru yang lebih efektif
dan efisien.
.kalau untuk PT.BA SOP itu disusun dalam Tata
Laksana, dan setelah itu disederhanakan lagi
menjadi Tata Cara Kerja (Pr)
Standart penyusunan SOP untuk pengelolaan air
asam tambang itu adalah SML ISO 14001 versi
2007 (AR)
kalau standart SOP itu yaitu baku mutu limbah
cair untuk limbah yang kita buang,(SH)
..jadi kami menginformasikannya ke kawan-kawan
di lapangan itu bisa lewat safety talk, atau pas kita
ke lapangan,(Am)

Berdasarkan kegiatan observasi saat


kegiatan safety talk yang dilaksanakan
seminggu sekali, bahwa dalam kesempatan
tersebut asisten manajer dan supervisor
menyampaikan pedoman praktis mengenai
pekerjaaan mereka seperti yang tertulis pada
rumusan SOP tersebut. Pada umumnya format
SOP tersebut terdiri dari judul, kode dokumen,
nama dan tanda tangan yang membuat,
memeriksa dan menyetujui, tujuan, ruang
lingkup, defenisi, acuan, peralatan dan bahan
(jika pedoman teknis), rincian tata kerja,

bagan alir tata cara kerja, keterkaitan


dokumen, lampiran, riwayat perubahan. Di
setiap halaman tercantum nomor dokumen,
nomor revisi dan nomor halaman.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan kunci dan informan bahwa Dalam
pengelolaan air asam tambang, PT. Bukit
Asam (Persero), Tbk. menggunakan peraturan
dari pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
.undang-undang

yang

menjadi

acuan payungnya lah, kemudiaan turun ke


masalah Permen, KEPMEN masalah air, ada
KepMenLH , KepMen ESDM, PP, perda juga,
perda kita itu Pergub Sumsel, (AR)

Berdasarkan telaah dokumen hasil


pemeriksaan parameter limbah bahwa
peraturan yang digunakan dalam penentuan
nilai baku mutu limbah cair yaitu Peraturan
Gubernur Sumatera Selatan Nomor 18 Tahun
2005 tentang Baku Mutu Limbah Industri,
Hotel, Rumah Sakit, Domestik dan
Pertambangan Batubara.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan kunci dan informan bahwa
Pengelolaan air asam tambang menjadi
tanggung jawab perusahaan, yang melibatkan
semua departemen (bagian).
..Ada tiga fungsi disini, fungsi perencanaan ada di
perencanaan, kemudian setelah pengelola itu yang
disebut fungsi pengelolaan itu ada di keloling ,
ada monitoring atau pengawasan (AR)

Berdasarkan observasi dan telaah


dokumen
bahwa
dalam
pengelolaan
lingkungan
temasuk
salah
satunya
pengelolaan limbah AAT, PT. Bukit Asam
(Persero), Tbk. UPTE membagi peran dan
tanggung jawab mulai dari perencanaan,
pengelolaaan dan pengawasan. Ke 3 (tiga)
fungsi tersebut saling berkaitan satu dengan
yang lainnya. Senior Manajer Perencanaan
dengan beberapa satuan kerja yang terkait
dalam perencanaan misalnya perencanan
penambangan, operasi, lingkungan dan harian
berperan sebagai pembuat kebijakan. Satuan
Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Penunjang
Tambang
berperan
sebagai
pelaksana
perencanaan yang telah disusun oleh Satuan
kerja pada perencanaan. Satuan Kerja
8

Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan


Kesehatan Lingkungan (K3/KL) berperan
sebagai pengawas pelaksanaan pengelolaan.

Hirarki Pengelolaan Limbah Air Asam


Tambang
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan kunci dan informan bahwa PTBA
telah melakukan uji geokimia batuan bekerja
sama dengan LAPI ITB, pada umumnya
formasi batuan di IUP Tambang Air Laya
terdiri dari batuan Potencial Acid Forming
(PAF). Metode pencegahan yaitu metode
encapsuled. Tetapi dalam pelaksanaannya,
metode ini belum maksimal dilakukan karena
kurangnya material batuan non asam.
..jadi untuk di sini lapisan PAF nya hanya 75%90%, sisanya batuan yang berpotensi non asam,itu
biasanya lapisan itu ada diantara A1-A2 yang ada
NAF nya, jadi hanya sedikit yang ada NAF
nya..bahkan ada sebagian yang tidak ada NAF
nya (AR)

Jadi kita melakukannya dengan encapsul (Sh)


..Sebagian sudah dilakukan di muara 3 ,
pengaturan tetapi lapisan itu tidak semua ada,
hanya di MTB, itu pun hanya sedikit NAF nya
antara lapisan A1-A2 , jadi susah. Untuk yang
tidak ada NAF nya, belum ada program
pencegahan (Sh)

Berdasarkan hasil wawancara dengan


informan kunci dan informan bahwa mitigasi
dilakukan dengan mengatur aliran air asam
tambang dari setiap sumbernya, mengurangi
volume air di sumber sebelum dialirkan ke
tahap pengolahan dengan reuse untuk
penyiraman jalan dan alat-alat berat, recyle air
tambang untuk air bersih perkantoran.
.Itu orang penambangan harus mengeringkan
mine sump ,untuk di galian juga kita buat KPL,
kalau di timbunan kita buat juga KPL, jadi untuk
mengalihkannya kita buat saluran .. untuk di
Tambang Air Laya air yang berasal dari mine
sump dikumpulkan di kolam reuse lalu dialihkan
ke WTP untuk direcyle (Sh)
,,,, ada paling kita gunakan untuk penyiraman
jalan, dengan menggunakan tanki (AR)

Berdasarkan hasil wawancara dengann


informan kunci dan informan bahwa upaya
recovery lumpur dan air asin tidak diterapkan,
lumpur hanya
digunakan untuk daerah

Kita belum ada pemulihan kandungan dari air


limbah itu untuk produk yang lain, misalnya
menggunakan Fe sama Mn, (AR)
kalau itu dulu yang digunakan adalah lumpur
dari KPL, Jadi begini , setiap tahun kan diadakan
pengurasan lumpur, itu
digunakan
untuk
timbunan (Am)
10

Berdasarkan hasil telaah dokumen RKL


diketahui bahwa sumber dampak air asam
tambang adalah pengupasan tanah pucuk,
penimbunan
lapisan
tanah
penutup,
penyaliran/penirisan tambang serta penggalian
dan penimbunan batubara. Air tersebut
disalurkan ke Kolam Pengendapan Lumpur
Tabel
1. Hasil
Pengukuran Di Inlet (Juli, 2013)
(KPL)
melalui
inlet.
No

Lokasi
Sampling

pH

TSS
(mg/L)

Besi
(Fe)
(mg/L)

Inlet KPL
Suban
Inlet KPL
Sungai

5.5

20.70

0.044

Manga
n
(Mn)
(mg/L
)
0.011

5.5

18.30

0.055

0.201

Napalan
Inlet KPL
Sungai
Limau
Inlet KPL
Sungai
Tupak
Inlet KPL
Tower 4
Inlet KPL
Sungai
Mere
Inlet KPL
Saluran
ALP
Inlet KPL
Stockpile
II
Inlet KPL
Stockpile
1
(Cik
Ayib)
Inlet KPL
Tim.
MTBU
Pit.
1

5.4

24.00

0.047

0.008

5.5

20.5

0.014

0.005

5.6

24.9

0.027

0.011

5.5

17.70

0.214

0.014

5.6

18.70

0.044

0.036

5.7

16.00

0.114

0.027

5.7

19.8

0.051

0.011

5.5

26.4

0.145

0.025

Inlet KPL
Timbunan
MTS
Inlet KPL
wetland
MTBU
Inlet KPL
Sungai

5.6

25.3

0.501

0.221

5.5

19

0.045

0.018

5.6

17.3

0.114

0.022

3
4
5
6
7
8
9

10

Utara

11
12
13

timbunan.

Lawai

Berdasarkan hasil wawancara dengan


informan kunci dan informan bahwa
untuk
mengolah air asam tambang di IPAL (yaitu
kolam pengendapan lumpur), PTBA
menggunakan
metode
aktif
dengan
menetralkan asam dan logam menggunakan
senyawa
kimia
dan
pasif
dengan menggunakan wetland di IUP
Tambang Air Laya. Kedua metode ini efektif
dilakukan karena disesuaikan dengan
kondisi air limbah yang akan diolah, tetapi
dari aspek biaya metode aktif menggunakan
biaya yang lebih besar termasuk biaya
senyawa kimia dan biaya perawatannya.
..ya, kalau aktif saat ini kita menggunakan
kapur tohor (AR)

No

12
13
14

15

16

17
18
19

,, Kalau pasif kita menggunakan wetland,


,,Kalau keduanya kita disini termasuk efektif,
karena kita menggunakan metode tersebut sesuai
limbahnya ,, Yah, ya jelas lebih murah wetland,
kan Cuma pembuatannya aja itu butuh biaya,
kalau kapur kita hampir 3 triliun setiap
tahunnya kita gunakan kapur (Sh)

Berdasarkan observasi di lapangan,


bahwa perlakuan aktif dilakukan pada kolam
pengendapan lumpur. Bahan yang sering
digunakan untuk penanganan pH, logam Fe
dan Mn adalah kapur tohor (CaO)
disebabkan karena memiliki keunggulan
dibanding bahan yang lain.
Adapun karakteristik limbah air asam
tambang dengan lokasi sampel di effluent
(outlet) akan disajikan dalam tabel berikut;
Tabel 2. Hasil Pengukuran Di Outlet (Juli, 2013)

No
2
1
3
4

6
7
8
9

Lokasi
Samplin
KPL
g
Mahayung 1
KPL Suban
KPL Napalan
KPL Lima S.
Lintang
Timbunan
S. Lintang
KPL
TPA/Predum
KPL Limau
KPL Tupak
KPL Tower 4

pH
6.2

TSS
(mg/
4.18

Fe
(mg/l
0.066
)

Mn
(mg/l
0.025
)

6.2
6.2
6.1

l)
4.18
7.94
5.9

0.066
0.182
0.056

0.0
0.215
25
0.044

6.1

6.44

0.084

0.0951

6.1
6.2
6.0

7.10
4.85
5.62

0.361
0.104
0. 076

0.0981
0.1134
0.104

Lokasi
Samplin
g

KPL
Stockpile 2
KPL
Stockpile
1 (Cik Ayib)
KPL
Back
Filling
MTBS
KPL
Back
Filling
MTBS (S.
Lawai
Lama)
KPL
Timbunan
MTBU PIT.1
Utara
KPL
Timbuna
n MTS
KPL
Wetlend
MTBU
KPL Galian
MTB
Wetlend

pH

Fe
(mg/l
)

TSS

Mn
(mg/l)

6.1

(mg
/
l)
3.48

0.114

0.041

6.1

8.24

0.055

0.075

6.3

4.1

0.115

0.104

6.0

3.52

0.451

0.431

6.1

178

4.03

0.105

6.8

5.15

0.036

0.88

6.9

6.9

0.114

0.024

7.0

4.63

0.056

0.014

Berdasarkan hasil wawancara dengan


informan kunci dan informan bahwa dalam
hirarki pengelolaan limbah air asam tambang,
upaya yang paling dominan dilakukan adalah
upaya kuratif.
..mungkin pencegahan belum ya, karna kita lebih
ke upaya kuratif..

Pemantauan
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan kunci dan informan bahwa lokasi
penaatan pembuangan air limbah diajukan ke
pemerintah setempat
sebagai
bentuk
perizinan. Adapun lokasi titik penaatan
pembuangan limbah air asam tambang di PT.
Bukit Asam (Persero), Tbk. UPTE yaitu di
outlet KPL.
Pada awalnya kita mengacu pada peta
perencanaan, dari situ kita lihat dulu apakah ada
pembuangan limbah cair, kalau sekarang kita
harus
buat dulu
nya,
baru kita ajukan
berdasarkan
IzinKPL
Usaha
Pertambangan
(AW)
ke
pemerintah
berdasarkan
aturankeyang
jadi dititiksetempat
akhir outlet
sebelum masuk
parairan
berlaku,
nanti
pihak
pemerintah
(Pr)
setempat data hasil pemeriksaan
Berdasarkan

limbah air tambang yang digunakan pada


penelitian ini (sumber: pengawas lingkungan)1
jumlah titik penaatan yang dilakukan0
pengukuran berjumlah 19. Tetapi berdasarkan
observasi di lapangan bahwa saat ini terdapat
18 titik penaatan untuk limbah air asam

,,,,,titik penaatan itu biasanya yang pasti di


outlet,

KPL

Empat

6.3

5.4

6.2

6.0
0.076

0.143

0.002

11

Mer
e
KPL
Saluran ALP
0.014

pemeriksaan parameter limbah


dilakukan
harian dan bulanan. Adapun parameter yang
dipantau secara harian adalah pH dan debit air
dilakukan oleh pihak internal
PTBA,
sedangkan untuk bulanan yaitu ph, TSS, Fe
dan Mn yang dilakukan oleh pihak internal
dan eksternal (BLH Sumatera Selatan) PTBA.
Sebagai evaluasi, baku mutu yang digunakan
adalah baku mutu berdasarkan Peraturan
Gubernur Sumatera Selatan.
Kalau swapantau harian dilakukan oleh
pihak keloling, jadi diadakan pengukuran setiap
harinya (Am)
., kalau untuk yang bulanan, itu BLH selalu
datang untuk mengecek, jadi itu pihak ke tiga kita
untuk melakukan pengukurankita juga
lakukan pengukuran setiap bulannya sebagai
pembanding (Zh)
..jadi untuk air itu kita pakai, eh,,, pergub no 18
tahun 2005, sebenaranya ada juga permen lh dari
113 tahun 2003, kalau yang pergubnya yang 16
2005, itu untuk baku mutu sungai ya, kalau yang
113 2003 itu tentang limbah pertambangan, jadi
yang kita gunakan yang pergub,,,(pr)

tambang di IUP Tambang Air Laya.


Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan kunci dan informan
bahwa
berhubungan dengan kualitas buangan air
limbah.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan
bahwa PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
melakukan pemantauan terhadap parameter
limbah air asam tambang harian maupun
bulanan. Harian dilakukan setiap hari oleh
petugas lapangan dari satuan kerja Pengelolaan
Lingkunga, bulanan dilakukan dua kali dalam
sebulan oleh Pengawas Lingkungan (internal)
dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi
(eksternal).

Pelaporan Hasil Pengelolaan Limbah


Air Asam Tambang
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan kunci dan informan bahwa pelaporan
bukti pengelolaan limbah ke

Berdasarkan
dokumen
Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) metode yang
dilakukan untuk pemantauan kualitas air
(timbulnya air asam tambang) adalah dengan
melakukan analisis kimia dan perpaduan sifatsifat kimia/fisika air di lapangan dan
membandingkannya dengan ketentuan baku
mutu air sungai seperti tercantum pada
Peraturan
Pemerintah
Daerah
yang
1
1

eksternal sesuai dengan


peraturan
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral. Dalam laporan tersebut tidak ada
bab khusus untuk pengelolaan air asam
tambang , melainkan digabung dengan bab
yang lain. Adapun pihak eksternal yang
dituju yaitu pemerintah tingkat provinsi dan
kabupaten dan Kementerian ESDM setiap
tiga bulan sekali.
..jadi kita mengrimkan laporan itu ke dua
pihak yaitu ke ESDM dan ke BLH, jadi
formatnya kita ada dua, ada versi ESDM
dan versi BLH.
Jadi kita gabungkan ke laporan triwulan,
kita tidak ada bab pengelolaan air asam
tambang, jadi tidak ada, jadi digabung aja
jadi satu, jadi pengelolaan air asam
tambang tidak ada point abc, kalau laporannya
dibuat aja misalnya pengurasan lumpur, hasil
pengukuran parameter air, itu semua dilaporkan
ke pusat, jadi tidak ada spesifikasi untuk laporan
hasil pengelolaan air asam tambang (Ts)
Jadi kita melaporkan yang berhubungan dengan
pengolahan air asam tambang, yaitu ada
mengenai kondisi KPL, kita melaporkan ke BLH
provinsi, kabupaten, danke kepala pengendalian

PEMBAHASAN
Kebijakan
dan
Perencanaan
Pengelolaan
Limbah
Air
Tambang

Asam

Kebijakan merupakan kekuatan dari


semua sistem yang mampu memberikan
semangat dan daya gerak untuk keberhasilan
12
suatu usaha (Ramli, 2009).
Setiap
perusahaan harus mempunyai kebijakan
pengendalian dan pengelolaan lingkungan
baik untuk tahap pencegahan, minimalisasi
limbah maupun pengolahan limbah pada unit
Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Pratiwi
13
(2013) bahwa kebijakan pengendalian dan
pengelolaan lingkungan hidup berpengaruh
positif dan signifikan terhadap manajemen
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan
penanggulangan
pencemaran
dalam
meningkatkan baku mutu lingkungan.
Menurut The International Network For
9
Acid
Prevention
setiap
perusahaan pertambangan harus membuat
suatu pengendali operasional termasuk salah

pencemaran pertambangan; energi dan migas


yang dijakarta. pelaporan kita lakukan setiap
sekali 3 bulan .(Ts)

Hasil observasi diketahui bahwa


pelaporan pengelolaan lingkungan digabung
11
dalam laporan Triwulan , yang disampaikan
ke instansi-instansi sebagai berikut:
1. Deputi IV. Men.LH Bid. Pengelolaan B3
dan LB3 Pertambangan Energi dan Migas,
Jakarta
2. Asdep II. Bid. Pengendalian Pencemaran
Pertambangan, Energi dan Migas, Jakarta
3. Kepala Pusat Pengelolaan LB3
4. Kepala Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Sumatera Selatan
5. Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Muara Enim
6. Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Lahat.
Berdasarkan observasi pada laporan
triwulan bahwa data yang
dimuat
di
dalamnya
yang
berhubungan
dengan
pengelolaan limbah air asam tambang adalah
hanya data upaya mitigasi, data pengolahan
limbah AAT dan hasil pemeriksaan parameter
limbah. Data mengenai upaya pencegahan
tidak dicantumkan dalam laporan tersebut.
satunya
adalah
Standard
Operational
Procedure. Pada umumnya standar yang
digunakan untuk panduan pengelolaan air asam
tambang di setiap negara adalah air limbah
keluaran dari tambang yaitu memenuhi setiap
peraturan yang berlaku, tetapi juga hal
ini harus tetap memperhatikan efektif dan
efisiennya
upaya
pengelolaan
(The
9
International Network For Acid Prevention) .
Dalam hal ini PTBA telah menyediakan SOP
dalam bentuk TL dan TCK untuk masingmasing kegiatan dalam pengelolaan limbah air
asam tambang dengan mengikuti standar
peraturan lingkungan.
14
Menurut EPA (2007) setiap organisasi
mempunyai format internal yang bervariasi
tergantung masing-masing organisasi tersebut.
14
Tetapi EPA (2007)
menyarankan format
umum yang digunakan terdiri dari judul
halaman, identifikasi SOP (terdiri dari kode,
nomor, tanggal penerbitan, tanggal revisi, nama
lembaga yang berlaku, divisi atau cabang SOP
1
2

berlaku, nama dan tanda tangan orang-orang


yang menulis, memeriksa da
menyetujui), daftar isi (jika SOP panjang), isi

atau teks SOP (terdiri dari tujuan, informasi


peraturan dan standar, ruang lingkup, istilah
khusus, prosedur sekuensial yang harus
diikuti, keterangan peralatan, kualifikasi
personal, pertimbangan keamanan), penjelasan
semua kegiatan sesuai prosedur, daftar kutipan
dan referensi. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa pada umumnya format SOP tersebut
terdiri dari judul, kode dokumen, nama dan
tanda tangan yang membuat, memeriksa dan
menyetujui, tujuan, ruang lingkup, defenisi,
acuan, peralatan dan bahan (jika pedoman
teknis), rincian tata kerja, bagan alir tata cara
kerja, keterkaitan dokumen, lampiran, riwayat
perubahan. Di setiap halaman tercantum
nomor dokumen, nomor revisi dan nomor
halaman.
14
Menurut EPA (2007), bahwa SOP harus
secara sistematis ditinjau/evaluasi secara
periodik, misalnya setiap 1-2 tahun, tanggal
dan frekuensi revisi harus dicantumkan.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa setiap
SOP dilakukan revisi sebagai upaya perbaikan
jika ada teknologi atau metode yang lebih baik
dari sebelumnya. Jadi SOP direvisi hanya jika
menemukan metode yang baru yang lebih
efektif dan efisien. Pada kolom notasi
pengendalian dokumen dituliskan jumlah
revisi dan tanggal terakhir direvisi.
Dari segi perencanaan pengelolaan air
asam tambang, PT. Bukit Asam (Persero),
Tbk. UPTE telah menyediakan SOP untuk
setiap kegiatan pengelolaan limbah air asam
tambang
yang
mencakup
beberapa
bagian/satuan kerja. SOP tersebut mempunyai
standar yang sesuai peraturan, menggunakan
format tertentu, direvisi sesuai adanya
metode/teknik baru, dan disosialisasikan
kepada karyawan. Dari segi pengadaan SOP
untuk pengelolaan limbah air asam tambang
telah dilakukan baik oleh perusahaan ini.
Tetapi yang paling penting dari adanya SOP
di
suatu
perusahaan
adalah penerapan/implementasi SOP
tersebut.
Menurut The International Network For
9
Acid Prevention bahwa setiap perusahaan
pertambangan, terlepas dari ukuran besar
1
3

luasnya pertambangan perlu mematuhi


peraturan perundang-undangan nasional di
negara mereka beroperasi, misalnya di
Indonesia
adanya
Keputusan
Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003.
Tetapi menurut peraturan ini, setiap
usaha/kegiatan dapat menggunakan peraturan
daerah misalnya peraturan dari gubernur atau
bupati, dengan syarat nilai baku mutu harus
sama atau lebih ketat dari Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 113. Meskipun
perusahaan pertambangan tidak diwajibkan
untuk mematuhi pedoman global yang kecuali
itu adalah kondisi pendanaan, akan dianggap
praktik Good Corporate untuk mematuhi
pedoman tersebut kecuali hal itu bertentangan
dengan peraturan atau persyaratan lainnya
(The International Network For Acid

geologi, para
pelaksana.

manajer

tambang

sebagai

Prevention ).
Dari
segi
perencanaan
perusahaan ini telah
mengakses
dan
mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku
baik global, nasional maupun daerah. Bukti
ketaatan terhadap peraturan yang berlaku
merupakan salah satu komitmen yang harus
dimiliki setiap perusahaan. Pada umumnya
peraturan yang digunakan mengarah kepada
nilai baku mutu air limbah yang dihasilkan
dari perusahaan. Dalam hal ini, PT. Bukit
Asam (Persero), Tbk. UPTE menggunakan
Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor
18 Tahun 2005. Jadi apabila perusahaan
tersebut telah memenuhi peraturan itu,
menurut The International Network For Acid
9
Prevention perusahaan tersebut dianggap
telah mengikuti praktik Good Corporate.
Peran/fungsi, tanggung jawab dan
kewenangan
harus
ditetapkan,
didokumentasikan dan disampaikan untuk
menunjang
terciptanya
manajemen
lingkungan yang efektif (ISO 14001:2007).
Menurut The International Network For Acid
9

Prevention , kunci atau komponen struktur


pengelolaan air asam tambang terdiri atas
senior manajer untuk sistem manajemen
lingkungan
perusahaan,
departemen
lingkungan sebagai pengawas, kepala ahli
1
4

Hirarki Pengelolaan Limbah Air Asam


Tambang
4

Menurut Gautama (2012) prinsip utama


pengelolaan air asam tambang adalah
sedapat mungkin mencegah terbentuknya air
asam tambang. Menurut The International
9

Network For Acid Prevention , kunci dari


upaya pencegahan adalah dengan cara
menutup batuan yang dapat menghalangi
suplai oksigen dan air. Metode yang umum
diterapkan dalam penimbunan overburden
adalah encapsulation dan layering yaitu
metode dengan menempatkan material PAF
dan NAF sedemikian rupa. Demikian halnya
upaya pencegahan yang dilakukan di IUP
Tambang Air Laya yaitu dengan metode
encapsuled. Tetapi upaya ini belum maksimal
dilakukan karena kurangnya material NAF
untuk menutupi material PAF. Menurut
informan ahli, bahwa jika material PAF lebih
besar daripada material NAF maka dalam
proses enkapsulasi perlu dilakukan proses
kompaksi, jika diperlukan menggunakan
pengolahan, penyimpanan, atau pembuangan
limbah berbahaya dengan mengurangi jumlah
16
atau daya racunnya (USEPA; KLH, 2008) .
Upaya mitigasi dapat menghindari dampak air
asam tambang tersebut terhadap kualitas air di
sekitarnya. Hasil penelitian Santoso dan
15
Setiawan (2009) bahwa pengalihan air dari
timbunan batubara diarahkan ke KPL dapat
menghindari dampak air asam tambang
terhadap kualitas badan air permukaan
terdekat.
Upaya pencegahan pencemaran atau
minimalisasi dampak dengan mitigasi telah
dilakukan di IUP Tambang Air Laya dengan
mengalihkan limbah air asam dari setiap
sumber dengan adanya saluran dan KPL, serta
upaya reuse dan recyle air sebelum dialirkan
ke IPAL.
Pergeseran paradigma telah terjadi dalam
penanganan
dan
pengelolaan
residu pengolahan, seperti lumpur dan
air asin (The International Network For Acid
9

Prevention) Recovery pada


lumpur juga
dapat menghasilkan

roller dan dilakukan secara berlapis


(stratified). Melakukan upaya pencegahan
terbentuknya
air asam tambang dapat
meminimalkan beban pengendalian dan
pengolahan. Hasil penelitian Santoso dan
15
Setiawan (2009) di PT. KPC Tambang
Batubara bahwa hasil pengukuran pH kolam
paska tambang (kolam Sangatta North dan
Kolam Surya) relatif stabil walaupun tidak
diberikan perlakuan. Hal ini disebabkan
proses penanganan air asam tambang yang
diawali
dengan
proses
pencegahan
pembentukan AAT sudah dilakukan dengan
pemisahan material PAF dan NAF sehingga
penanganan penutupan menjadi proporsional.
Prinsip dasar pencegahan pencemaran
adalah suatu proses perencanaan dan
perancangan
untuk
mencegah
dan
menghentikan proses-proses hidrologi, kimia,
dan termodinamika yang menyebabkan
pencemaran pada lingkungan perairan (The
9

International Network for Acid Prevention) .


Minimalisasi limbah adalah segala upaya
mengurangi
beban
berbagai fasilitas
produk

sampingan

seperti pigmen
17

atau pewarna. Hasil penelitian Hedin (2003) ,


diketahui dari 2000 ton lumpur dari saluran
bekas pertambangan batubara dibarat daya
Pennsylavania,
diproses
dan
menghasilkan 100 ton pewarna mentah.
Kandungan lumpur yang digunakan yaitu
logam besi. Tetapi menurut The International
9
For Acid Prevention bahwa pemulihan
lumpur dan air asin harus mempertimbangkan
dampak lingkungan jangka panjang. Upaya
recovery belum dilakukan di Tambang Air Laya
karena teknologi yang kurang memadai.
Sementara saat ini, sebagian lumpur
digunakan untuk daerah timbunan.
Data hasil pemeriksaan parameter limbah
dibandingkan dengan nilai baku mutu limbah
cair menurut KepMen LH No. 113 Tahun
5
2003. Pada umumnya keadaan di inlet
menunjukkan parameter keasaman (PH) masih
berada dibawah BMCL. Menurut The
9

International Network for Acid Prevention ,


metode pengolahan air asam tambang ada tiga
yaitu pengolahan aktif (active treatment),
1
5

pasif (passive trearment) dan in situ


treatment. Pada
umumnya
setiap
metode
tersebut
melakukan
beberapa
perlakuan
yaitu penetralan, penghapusan
logam, desalinasi, dan pengobatan target
polutan tertentu.
Metode aktif dilakukan dengan cara
mengolah air asam tambang dengan bahan
kimia dengan tujuan meningkatkan pH,
menetralkan keasaman dan mengendapkan
logam terlarut. Menurut The International
9
Network for Acid Prevention beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam memilih
senyawa alkali untuk netralisasi termasuk
diantaranya
adalah
penanganan
bahan
(termasuk
jalan/transportasi
bahan,
penyimpanan, penyusunan dan penggunaan
dosis). Perusahaan ini menggunakan
netralisasi dengan senyawa kimia kapur
tohor. Hal ini dilakukan dengan perawatan
yang terus menerus sehingga perlakuan
aktif memerlukan biaya yang besar. Untuk
itu diupayakan perlakuan pasif dengan

metode wetland. Tetapi metode ini hanya


digunakan untuk air asam dengan debit
rendah dan parameter air yang tidak ekstrim.
18
Hasil Penelitian Cynthia et all (2010)
bahwa sistem passive treatment yang
merupakan gabungan sistem kapur (ALD) dan
rawa buatan (wetland) secara efektif dan
efisien dalam meningkatkan ph dan
menurunkan kandungan padatan tersuspensi,
logam dan sulfat air asam tambang. Limbah
air asam tambang yang diberi perlakuan
dengan proses pasif dan aktif dialirkan ke
lingkungan
melalui titik outlet. Analisa
dilakukan pada kualitas air yang masuk ke
luar dari KPL dengan membandingkannya
dengan nilai Baku Mutu Lingkungan menurut
5

KepMen LH No. 113 Tahun 2013 . Limbah


air tambang dari PT. Bukit Asam (Persero)
pada umumnya sudah memenuhi Baku Mutu
Lingkungan dan mempunyai kelayakan untuk
dialirkan ke perairan disekitarnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan
dibandingkan dengan teori yang ada, maka
dapat disimpulkan bahwa hirarki pengelolaan
limbah air asam tambang di PT. Bukit Asam

1
6

(Persero), Tbk. sudah diterapkan. Tetapi


masih terdapat beberapa upaya peningkatan
pelaksanaan di lapangan, sehingga fokus
pengelolaan bukan hanya kualitas limbah
yang sudah diolah, tetapi sebelum limbah
tersebut masuk ke IPAL (settling pond)
dengan
adanya
upaya
pencegahan,
minimalisasi dan recovery yang menghasilkan
produk sampingan bernilai jual.

Pemantauan
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Lingkungan Hidup No. 113 Tahun 2003
bahwa lokasi titik penaatan ditetapkan oleh
Bupati/Walikota setelah adanya pengajuan
dari perusahaan yang bersangkutan. Lokasi
titik penaatan tersebut harus berada pada
saluran air limbah yaitu di Outlet kolam
pengendapan lumpur. Demikian halnya
dengan upaya penentuan lokasi titik penaatan
yang dilakukan di Tambang Air Laya yaitu
dengan mengajukannya ke pemerintah
setempat
berdasarkan
Izin
Usaha
Pertambangan (IUP). Lokasi titik penaatan
tersebut berada di outlet. Tetapi terdapat
perbedaan jumlah titik penaatan di setiap
satuan kerja yang menangani pengelolaan air
asam tambang. Hal ini akan mempengaruhi
biaya pemeriksaaan parameter limbah oleh
eksternal perusahaaan.
Indikator keberhasilan pengelolaan air
asam tambang adalah air limbah keluaran dari
unit pengolahan limbah sesuai atau dibawah
Baku Mutu Limbah Cair (BMLC). Dalam
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.
6
113 Tahun 2013 beberapa hal yang
dipersyaratkan dalam peraturan ini yaitu:
a. Melakukan swapantau (self monitoring)
kadar parameter baku mutu air limbah,
sekurang-kurangnya memeriksa pH air
limbah dan mencatat debit air limbah
harian . Kegiatan ini dilakukan oleh
Pengelola Lingkungan. Dalam hal ini, PT.
Bukit Asam (Persero), Tbk. UPTE telah
memenuhi aturan yang berlaku.
b. Mengambil dan memeriksa semua kadar
parameter baku mutu air limbah secara
periodik sekurang-kurangnya 1 kali dalam

1 bulan yang dilaksanakan oleh pihak


laboratorium
yang
terakreditasi.
Pemeriksaan parameter air limbah bulanan
yang dilakukan oleh PT. Bukit Asam
(Persero), Tbk. UPTE sebanyak dua kali,
satu kali dilakukan oleh internal (PTBA)
dan satu kali dilakukan oleh pihak
eksternal (BLH Provinsi) yang telah
terakreditasi. Dalam hal ini, perusahaan ini
telah memenuhi aturan yang berlaku.
c. Untuk parameter air limbah yang dipantau
adalah pH,TSS, Besi, Mangan. Demikian
halnya dengan perusahaan ini, parameter
yang dipantau setiap bulannya yaitu pH,
TSS, Besi, dan Mangan.
Berdasarkan
uraian
diatas
dapat
disimpulkan bahwa dalam pemantauan
parameter limbah meliputi penentuan lokasi
titik penaatan dan pemeriksaan parameter
limbah di Tambang Air Laya telah dilakukan
6

sesuai Kepmen LH No. 113 Tahun 2003 .

Pelaporan
Menurut Kepmen LH No. 113 tahun
2003 setiap usaha pertambangan batubara
wajib melaporkan hasil analisis air limbah dan
debit harian sekurang-kurangnya 3 (tiga)
bulan sekali kepada Bupati/Walikota, dengan
tembusan gubernur dan menteri, serta instansi
lain yang terkait sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Hal ini telah dilakukan oleh PT.
Bukit Asam (Persero), Tbk UPTE dengan
mengikuti peraturan Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kementrian Energi Sumber Daya
Mineral.
Hasil penelitian Mudd (2005)
pada
perusahaan pertambangan yang menerapkan
sustainable of mining di India bahwa sedikit
perusahaan pertambangan yang melakukan
pelaporan mengenai batuan sisa Baquni (2007)
menyarankan untuk menunjukkan praktik
unggulan pelaporan ekplisit mengenai batuan
sisa (tailing dan batuan berpotensi sumber
AAT) dan proporsinya yang mengandung
mineral sulfide dapat dimasukkan ke dalam
persyaratan pelaporan. Pelaporan hasil
pengelolaan limbah air asam tambang telah
dilakukan oleh PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
1
0

UPTE dengan mengikuti Keputusan Menteri


Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003
bahwa setiap perusahaan pertambangan wajib
melaporkan hasil analisis air limbah dan debit
air ke pemerintah setempatnya sekurangkurangnya tiga bulan sekali. Dalam hal ini
sudah baik dalam teknis pelaporan ke pihak
eksternal. Tetapi untuk meningkatkan praktik
unggulan dalam pengelolaan
AAT,
perusahaan ini perlu mencatumkan data lain
seperti data upaya pencegahan dengan metode
enkapsulasi. Meskipun pelaporan data ini
tidak diwajibkan oleh peraturan setempat,
tetapi hal ini dapat meningkatkan citra
perusahaan dalam pengelolaan limbah air
asam tambang.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai
berikut:
1. Kebijakan
pengelolaan
lingkungan
diintegrasikan dengan sistem manajemen
perusahaan dengan adanya sasaran
lingkungan.
Standard
Operating
Procedure dituangkan dalam bentuk Tata
Kerja (TCK). Peraturan yang digunakan
untuk pengelolaan air asam tambang yaitu
mulai dari peraturan global, nasional dan
daerah. Pengelolaan limbah air asam
tambang di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
dilakukan oleh Satuan kerja Perencanaan
Lingkungan sebagai perencana, Satuan
Kerja Pengelolaan Lingkungan dan
Penunjang Tambang sebagai eksekutor,
dan Sub Satuan Kerja Pengawas
Lingkungan sebagai fungsi monitoring.
2. Upaya pencegahan air asam tambang
dilakukan dengan metode encapsuled
belum maksimal dilakukan. Minimalisasi
dengan mitigasi dilakukan dengan
pengalihan air asam dari setiap sumbernya
dan dengan upaya reuse untuk penyiraman
jalan dan alat berat serta recyle untuk
persediaan air bersih perkantoran. Upaya
recovery lumpur dan air asin tidak
dilakukan karena teknologi yang belum

memadai. Pada pengukuran di inlet


parameter yang belum memenuhi baku
mutu lingkungan yaitu pH. Metode
pengolahan air asam tambang yang
diterapkan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
UPTE yaitu pengolahan aktif dengan
menggunakan kapur tohor, dan pengolahan
pasif dengan menggunakan wetland .
Dalam Hirarki Pengelolaan Limbah Air
Asam Tambang, upaya yang paling
dominan dilakukan yaitu
upaya
pengolahan air limbah di akhir proses.
3. Dalam pemantauan diketahui bahwa upaya
penentuan lokasi titik penaatan dan
pemeriksaan parameter limbah telah sesuai
dengan KepMen LH No. 113 Tahun 2003.
Tetapi dalam teknis terdapat kekurangan
yaitu mengenai jumlah titik penaatan.
4. Upaya pelaporan yang dilakukan telah
dilakukan sesuai dengan KepMen LH No.
113 Tahun 2003. Tetapi PT. Bukit Asam
perlu mencamtumkan semua upaya
pengelolaan dalam hirarki pengelolaan
sebagai bukti perusahaan menerapkan
praktik unggulan dalam
hirarki
pengelolaan limbah air asam tambang.
Adapun saran yang untuk penelitian ini yaitu
1. Meningkatkan pelaksanaan SOP, akses
terhadap peraturan dan kerja sama serta
koordinasi disetiap satuan kerja yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan air
asam tambang.
2. Mengoptimalkan upaya pengelolaan sesuai
dengan hirarki pengelolaan terutama upaya
pencegahan, pengendalian pencemaran dan
minimalisasi.
3. Setiap satuan kerja yang bertanggung
jawab
terhadap
pemantauan
harus
mempunyai
informasi
yang
sama
mengenai jumlah titik penaatan untuk
menghindari adanya pemborosan biaya
pemeriksaan parameter limbah.
4. Mencatumkan semua upaya pengelolaan
sesuai dengan hirarki pengelolaan untuk
meningkatkan praktik unggulan dalam
pengelolaan limbah AAT.
18

DAFTAR PUSTAKA
1. Marganingrum, Dyah & Noviardi, R.
Pencemaran Air dan Tanah Di Kawasan
Pertambangan Batubara Di PT. Berau
Coal Kalimantan Timur. Pusat Penelitian
Geoteknologi LIPI. (Riset Geologi dan
Pertambangan),
[Online]
Dari:
http://www.geotek.lipi.go.id/riset. 2010
2. Tempo. 28 Oktober. Pencemaran Limbah
PT. Adaro, Lumpuhkan Balangan dan
Amuntai.
Banjarmasin.
Dari
http://www.tempo.co/read/news/2009/10/2
8. 2009.
3. Indonesian CorpWatch. PT. Newmont
Minahasa Raya, Pencemar Teluk Buyat.
Minahasa: Watch Newmont Minahasa
Raya.
Dari
http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/in
dustri/070821. 2007.
4. Gautama, Rudy Sayoga. Pengelolaan Air
Asam
Tambang.
Forum
Pengelola
Lingkungan Pertambangan Mineral &
Batubara, Bandung. 2012
5. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 113 Tahun 2003 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan Atau
Kegiatan Pertambangan Batubara.
6. Johnson, D. Barrie & Kevin B. Hallberg.
2005. Acid mine drainage remediation
options : a review. Science of the Total
Environment 338. School of Biological
Sciences, University of Wales, Bangor An
International Journal of Environment,
[online].Dari:
http://www.hsph.harvard.edu
7. PT. Bukit Asam Tbk. 2009. Laporan
Annual Tahun 2009 Report. [online] dari
http://ptba.co.id/assets/datafiles
8. Notoatmodjo,
Soekidjo.
Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta. 2010
9. The International Acid For Prevention
(INAP).1998. Mine Waste Treatment.
[online] dari www.gardguide.com
10. PT. Bukit Asam. 2004. Rencana
Pengelolaan
Lingkungan
(RKL)
Pengembangan
Unit
Pertambangan
Tanjung Enim PT. Tambang Batubata
Bukit Asam (Persero), Tbk. di Kabupaten
Muara Enim dan Lahat, Provinsi
Sumatera Selatan.

11.PT. Bukit Asam. 2013. Laporan Triwulan


II Tahun 2013 Pengelolaan
&
Pemantauan Lingkungan UPTE.
12.Ramli, Soehatman. Pedoman Praktis
Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3
OHS Risk Manajement. P. Dian Rakyat:
Jakarta. 2010.
13.Pratiwi,
Anti
Dewi.
Pengaruh
Pelaksanaan Kebijakan Pengendalian dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Terhadap
Manajemen Instalasi Pengolahan Air
Limbah
(IPAL)
dan
Manajemen
Penangggulangan Pencemaran Air Dalam
Meningkatkan Baku Mutu Lingkungan.
Jurnal. 2013
14.Environmental Protection Agency (EPA).
Guidance For Standard Operating
Procedures
(SOPs).
United
States
Environmental
Protection
Agency,
Washington . 2007
15.Santoso, Arif Dwi, Agus Setiawan. 2009.
Mengapa pH Kolam Bekas Tambang
Relatif Stabil (studi kasus pada Kolam
Surya dan Sangatta North di Areal PT.
KPC Sangatta Kalimantar Timur. Badan
Pengkajian dan Penerapan Lingkungan,
Jakarta
16.Tim Penyusun Buku KLH. 2008. Pedoman
Teknis Pengelolaan Air Limbah Tambang
Batubara
Terbuka.
Kementerian
Negara Lingkungan Hidup
17. Hedin, Roberts S. 2003. Recovery of
marketable iron oxide from mine drainage in
the USA. 2003 EPP Publications Ltd,
[online] dari http://www.hedinenv.com, tanggal
13 September 2013.
18. Cynthia, Henni, et all. 2010. Pengolahan Air
Asam Tambang Menggunakan Sistem Passive
Treatment, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI.
19. Mudd, GM. 2005. An Assessment of the
Sustainability of the Mining Industry in
Australia,
Proceedings
Environmental
Engineering & Sustainability 2005 National
Conference, Society for Sustainability and
Environmental
Engineering
(Engineers
Australia), Sydney, Australia, p. 6.
20. Baiquni Hendry (eds). 2007.
Praktek
Unggulan Berkelanjutan Untuk Industri
Pertambangan : Mengelola Drainase Asam
dan Logam
Commonwealth Copyright
Administration, Intellectual Property Branch,
Department of Communications, Information

Technology and the Arts, Australia

19

You might also like