You are on page 1of 14

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.

php/teknobuga/article/view/1176

KANDUNGAN GIZI DAN SIFAT FISIK TEPUNG AMPAS KELAPA SEBAGAI BAHAN PANGAN
SUMBER SERAT

Meddiati Fajri Putri

Abstract

Fiber intake becomes increasingly take precedence in making the formulation


of food products for its role in speeding up digestion, where the bacteria grow
during
diusus and reduce the availability of cholesterol. Utilization of by-product of coconut
husks as a substitute material for health food has not been much revealed.
Although
coconut pulp is a byproduct manufacture the coconut milk, but coconut pulp is a
source
of food fiber. Coconut pulp derived from a byproduct of the commodity which has
the
advantage as a supporter of sustainable food security. This is supported by high
production potential, process and equipment used in a simple and inexpensive
production, has the ability to be processed into products of higher quality, can be
added
to bread products, recipes, and food products others as a health food that can
support
diversivikasi food. Nutrient coconut pulp flour contains carbohydrates in a lower
amount
is about 33.64125 percent, of flour (73.52 percent). Flour protein content of coconut
pulp
is relatively low at 5.78725 percent, rather than wheat flour (13.51 percent). Fat
content
of coconut flour is high enough residue from flour (38.2377 percent). Crude fiber
flour
coconut pulp is high enough (15.068865) per cent, higher than wheat flour (0.25
percent). Content of insoluble fiber foods are very high (63.66%), and (soluble fiber
food
is very low 4.53%, Raghavendra et al, 2004). Flour coconut pulp is one of the flour
as a
source of food and fiber, coconut husks flour contains water that is low enough to
6.9969 percent lower than in wheat flour (11.31 percent). degree of coconut pulp
and
white flour whiter than white flour with a round shape with a range of granule sizes
60-
140 m, and granule forms fragments with a range of sizes 140-300 m. Gel
consistency coconut pulp flour has a very weak gel consistency and viscosity of
flour
paste coconut pulp is low, NKA flour with coconut husks for 94.62% and 0.34% for
the
NPA
Keywords: Nutrient, physical properties, flour coconut pulp, fiber
Asupan serat menjadi semakin diutamakan dalam membuat formulasi produk
pangan karena perannya dalam memperlancar pencernaan, tempat berkembang
bakteri
selama diusus dan mengurangi ketersediaan kolesterol. Pemanfaatan hasil samping
ampas kelapa sebagai bahan substitusi makanan kesehatan selama ini belum
banyak
terungkap. Meskipun ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan,
namun ampas kelapa merupakan bahan pangan sumber serat. Ampas kelapa
berasal
dari komoditi hasil samping yang memiliki keunggulan sebagai pendukung
kelestarian
ketahanan pangan. Hal tersebut ditunjang oleh potensi produksi yang tinggi, proses
dan
peralatan yang digunakan dalam produksinya sederhana dan murah, memiliki
kemampuan untuk diolah menjadi produk-produk yang lebih berkualitas, dapat
ditambahkan pada produk-produk roti, resep-resep masakan, dan produk-produk
makanan lainnya sebagai makanan kesehatan sehingga dapat menunjang
diversivikasi
pangan. Kandungan gizi tepung ampas kelapa mengandung karbohidrat dalam
jumlah
yang lebih rendah yaitu sekitar 33,64125 persen, dari tepung terigu (73,52 persen).
Kandungan protein tepung ampas kelapa relative cukup rendah yaitu 5,78725
persen,
daripada tepung terigu (13,51 persen). Kandungan lemak tepung ampas kelapa
cukup
tinggi dari tepung terigu (38,2377 persen). Kandungan serat kasar tepung ampas
kelapa
cukup tinggi yaitu (15,068865) persen, lebih tinggi dari tepung terigu (0,25 persen).
Kandungan serat pangan tak larut sangat tinggi yaitu (63,66%), dan (serat pangan
larut
sangat rendah 4,53% ,Raghavendra et al, 2004). Tepung ampas kelapa merupakan
salah satu tepung sebagai sumber serat pangan dan tepung ampas kelapa
mengandung air cukup rendah yaitu 6,9969 persen lebih rendah dari pada tepung
terigu
(11,31 persen). derajat putih tepung ampas kelapa lebih putih daripada tepung
terigu dengan bentuk granula bulat dengan kisaran ukuran 60-140 m dan
bentuk granula
serpihan dengan kisaran ukuran 140-300 m. Konsistensi gel tepung ampas
kelapa
mempunyai konsistensi gel sangat lemah dan viskositas pasta tepung ampas kelapa
rendah, dengan NKA tepung ampas kelapa sebesar 94,62 % dan NPA sebesar 0.34%
Kata kunci: Kandungan gizi, sifat fisik, tepung ampas kelapa, serat

Full Text: PDF PostScript

http://dithanovi-ub.blogspot.com/2011/06/pemanfaatan-limbah-kelapa-menjadi-
pakan.html

PEMANFAATAN LIMBAH KELAPA MENJADI PAKAN MENGGUNAKAN ASPERGILLUS


NIGER

Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah


Nutrisi dan Bahan Makanan Ternak

Oleh :
DITHA NOVI ANGGRAINI
105050101111034

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber bahan pakan yang dimaksud di atas dapat diperoleh dengan cara
memanfaatkan limbah, baik limbah pertanian, limbah perkebunan yang masih
belum lazim digunakan (Sinurat, 1999), limbah perikanan, limbah restoran, limbah
rumah potong hewan dan sumber lain dari alam yang kurang dimanfaatkan (Rasyaf,
1994).

Pakan merupakan komponen penting di dalam industri peternakan. Produksi


peternakan dunia meningkat seiring dengan peningkatan di dalam permintaan
hasil-hasil ternak (daging, telur, susu). Produksi dan konsumsi daging dunia,
diperkirakan akan meningkat dari 233 juta ton pada tahun 2000 menjadi 300 juta
ton pada tahun 2020, permintaan susu 568 menjadi 700 juta ton, demikian juga
dengan telur, akan meningkat sampai 30% (FAO, 2002). Khusus di Asia, dengan
terkonsentrasinya populasi dunia di benua ini maka kebutuhan produk peternakan
akan sangat tinggi dan hal ini akan berkaitan dengan kebutuhan pakan untuk
meningkatkan produk peternakan.

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk jenis tanaman palma yang
memiliki multi fungsi karena hamper semua bagian dari tanaman tersebut dapat
dimanfaatkan. Tanaman ini banyak dijumpai di Indonesia yang merupakan
penghasil kopra terbesar kedua di dunia, sesudah Phillipina. Usaha budidaya
tanaman kelapa melalui perkebunan terutama dilakukan untuk memproduksi
minyak kelapa yang berasal dari daging buahnya dengan hasil samping berupa
ampas kelapa. Pada proses pembuatan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil),
daging kelapa segar yang telah diparut kemudian dikeringkan dan dipres hingga
minyaknya terpisah. Hasil samping dari proses pembuatan minyak kelapa murni ini
adalah ampas kelapa. Ampas kelapa hasil samping pembuatan minyak kelapa murni
masih memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan ampas
kelapa berpotensi untuk dimanfaatkan dan diolah menjadi pakan. Menurut DERRICK
(2005), protein kasar yang terkandung pada ampas kelapa mencapai 23%, dan
kandungan seratnya yang mudah dicerna merupakan suatu keuntungan tersendiri
untuk menjadikan ampas kelapa sebagai bahan pakan pedet (calf).

B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan mendapatkan sejauh mana peningkatan nilai gizi limbah kelapa
yang dihasilkan setelah mengalami fermentasi oleh jamur Aspergilus niger.
2. Mempelajari sejauh mana pengaruh dari taraf pemberian limbah kelapa di dalam
ransum hasil fermentasi inokulum di atas terhadap pertumbuhan dan
perkembangan ternak.
3. Mendapatkan formulasi ransum ayam pedaging yang terbuat dari bahan baku
limbah.
4. Menggali potensi dan mendayagunakan sumber daya limbah khususnya limbah
kepala udang dan limbah kelapa sawit sebagai ransum ayam pedaging.

C. Manfaat Penulisan

1. Membuka jalan dalam penggunaan limbah tanaman kelapa untuk ransum ternak.
2. Sebagai sumber informasi bagi petemak dan pabrik pakan ternak mengenai
penggunaan limbah tanaman kelapa.
3. Meningkatkan pendapatan peternak dan tambahan pendapatan di pihak
perkebunan.
4. Pengembangan IPTEK pada bidang ilmu nutrisi dan makanan ternak di daerah
Indonesia.
5. Mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah pabrik kelapa.
6. Dapat menghemat devisa negara dari sektor non migas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kapang Sebagai lnokulum Fermentasi

Mikroba yang banyak digunakan sebagai inokulum fermentasi adalah kapang,


bakteri, khamir dan ganggang. Pemilihan inokulum yang akan digunakan lebih
berdasarkan pada komposisi media, teknik proses, aspek gizi dan aspek ekonomi
(Tannenbeum et al.,1975). Penggunaan kapang sebagai inokulum fermentasi sudah
banyak dilakukan karena pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, kadar asam
nukleat rendah (Scherllart, 1975). Pertumbuhannya pun mudah dilihat karena
penampakannya yang berserabut seperti kapas yang mulanya bewarna putih,
tetapi jika spora telah timbul akan tebentuk berbagai warna tergantung dari jenis
kapang, dan kapang ini terdiri dari suatu thallus bercabang yang disebut hifa,
dimana miselia merupakan massa hifa (Fardiaz, 1989).

Aspergillus niger

Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus, famili


Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub-klas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes, sub-
divisi Ascomycotina dan divisi Amastigmycota (Hardjo et al., 1989). Aspergillus
niger mempunyai kepala pembawa konidi yang besar, dipak secara padat, bulat dan
berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini mempunyai bagian yang khas
yaitu hifanya berseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memasang di
atas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya
mememrlukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger termasuk
mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35 C - 37 c.
Derajat keasaman untuk pertumbuhan mikroba ini adalah 2 - 8,8 tetapi
pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH yang rendah (Fardiaz,
1989).

Metode Dan Bahan Pembuatan

ampas kelapa (1 kg) dikeringkan

dihaluskan + 800 ML air

kukus 30 menit

dinginkan di atas plastik formika

mineral (36 g (NH4)2SO4 + 20 g Urea + 7,5 g NaH2PO4 +2,5 g MgSO4 + 0,75 g


KCl)

+ 8 g spora Aspergillus niger

aduk sampai dengan homogeny

tempatkan pada baki plastik dengan ketebalan 1 cm

fermentasi secara aerob pada suhu kamar 2 hari

proses enzimatis dengan dibungkus dengan plastik, padatkan tanpa udara


inkubasi suhu ruang 2 hari

dikeringkan, digiling dan disimpan

Bahan baku yang digunakan adalah ampas kelapa dan spora Aspergillus
niger. Bahan kimia yang digunakan adalah (NH4)2SO4, urea, NaH2PO4, MgSO4, dan
KCl, serta bahan kimia lain yang digunakan untuk analisis. Alat-alat yang digunakan
adalah timbangan kasar, timbangan analitik, kompor, pengukus, pengaduk,
nampan, nampah, plastik, ember, dan alat-alat lain yang digunakan untuk analisa.
Proses pengolahan ampas kelapa menjadi pakan dilakukan secara fermentatif, yaitu
dengan menggunakan spora Aspergillus niger. Diagram alir pengolahan ampas
kelapa menjadi pakan ternak terlihat pada Gambar 1. Ampas kelapa ditambah air,
diaduk dan dikukus. Setelah didinginkan hingga mencapai suhu 70C diaduk
bersama campuran mineral, ditambahkan spora Aspergillus niger dan diaduk
kembali sampai merata. Adonan kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan
difermentasi secara aerob dan anaerob. Ampas hasil fermentasi kemudian
dikeringkan dan dikemas dalam wadah plastik. Analisis yang dilakukan meliputi
Analisis Proksimat; Asam Amino (Thin Layer Chromatography); Aflatoksin (High
Performance Liquid Chromatography); Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
menggunakan metode Tillay dan Terry yang dimodifikasi.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik kimia ampas kelapa segar

Hasil analisis proksimat ampas kelapa seperti disajikan pada Tabel 1. Dari
hasil analisis diketahui bahwa ampas kelapa sebagai produk samping pengolahan
minyak kelapa murni memiliki kadar protein kasar masih relative tinggi yaitu
sebesar 11,35% dengan kadar lemak kasar 23,36%. Protein merupakan salah satu
komponen yang terpenting pada pakan sehingga tingginya kadar protein pada
ampas kelapa merupakan suatu keuntungan untuk diolah menjadi pakan. Namun
demikian, lemak yang cukup tinggi merupakan kendala pada pengolahan ampas
kelapa yang akan diolah menjadi pakan karena akan mempengaruhi kualitas pakan
yang dihasilkan terutama dalam mempengaruhi umur simpan dan daya cerna
pakan.

Tabel 1. Hasil analisis proksimat terhadap ampas kelapa segar

Komposisi Kadar (%)

Kadar air 11,31

Protein kasar 11,35

Lemak kasar 23,36

Serat makanan 5,72

Serat kasar 14,97

Kadar abu 3,04

Kecernaan bahan kering in vitro 78,99

Kecernaan bahan organik in vitro 98,19

Karakteristik fisik dan kimia ampas kelapa setelah difermentasi


Komposisi kimia ampas kelapa setelah difermentasi seperti disajikan pada
Tabel 2. Fermentasi merupakan salah satu metode yang digunakan dalam mengolah
ampas kelapa menjadi pakan dengan menggunakan spora Aspergillus niger. Proses
fermentasi dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu fermentasi aerob dan fermentasi an
aerob (proses enzimatis), sebelumnya telah dilakukan pada bungkil kelapa
(PURWADARIA et al., 1995; HELMI et al. 1999). Pertumbuhan Aspergillus niger pada
proses fermentasi ditandai dengan adanya miselium. Secara visual pertumbuhan
miselium dapat dilihat dengan timbulnya serabut-serabut menyerupai benang halus
dan memadatnya ampas. Perlakuan fermentasi menghasilkan struktur, warna, bau,
dan juga komposisi kimia yang berbeda dari ampas kelapa yang belum
difermentasi, terutama dalam meningkatkan kadar protein dan menurunkan lemak.
Fermentasi juga menyebabkan kehilangan berat kering pada ampas, yaitu sebesar
16,67% pada ampas yang telah difermentasi secara aerob dan 5% setelah proses
enzimatis. Analisis yang dilakukan terhadap kehilangan bahan kering menunjukkan
terjadinya kehilangan bobot air selama proses fermentasi. Hal tersebut disebabkan
oleh adanya perubahan senyawa komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana
selama proses fermentasi, dimana pada saat itu juga terjadi pelepasan molekul air.
Secara visual pelepasan molekul air dapat terlihat dengan adanya air pada plastik
yang digunakan sebagai wadah/tempat ampas difermentasi.

Tabel 2. Hasil analisis kandungan kimia ampas kelapa hasil fermentasi

Komposisi Kadar

Kadar air (%) 8,32

Protein (%) 26,09

Asam amino (%)

asam aspartat 0,16

asam glutamat 1,268

serin 0,216

glisin 0,132

histidin 0,213
arginin 0,681

threonin 0,229

alanin 0,214

prolin 0,303

tirosin 0,277

valin 0,300

methionin 1,224

sistin 0,164

isoleusin 0,249

leusin 0,825

phenilalanin 0,324

lisin 0,315

Lemak (%) 20,70

Aflatoksin (ppb)

B1 <4

B2 <3

G1 <4

G2 <3

Kecernaan Bahan Kering in vitro (%) 95,1

Kecernaan bahan organic in vitro (%) 98,82

Fermentasi ampas kelapa juga mampu meningkatkan kecernaan bahan


kering dan bahan organik, dimana komponen ini diperlukan untuk mengetahui
sejauh mana pakan tersebut dapat dipergunakan dan dicerna oleh ternak. Hasil
analisa menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik
(KCBO) secara in vitro ampas kelapa sebelum dan setelah difermentasi cukup tinggi
(Tabel 1 dan 2). Peningkatan kecernaan bahan kering ampas setelah difermentasi
menunjukkan adanya proses pemecahan bahan yang tidak dapat dicerna.
Penggunaan suhu ruang pada proses enzimatis juga mendukung diperolehnya nilai
kecernaan yang tinggi (SUPRIYATI et al., 1999). PURWADARIA et al. (1995)
menerangkan bahwa pada proses enzimatis bungkil kelapa ternyata suhu kamar
lebih efektif dibandingkan dengan suhu 50C. Menurut SUDARMADJI et al. (1989)
efektifitas proses enzimatis juga dipengaruhi oleh suhu optimum berkembangnya
Aspergillus niger yaitu 35 37C. Aflatoksin merupakan toksin yang dihasilkan oleh
jenis kapang Aspergillus terutama Aspergillus flavus dan memiliki daya racun yang
cukup tinggi. Kandungan aflatoksin pada pakan dapat dijadikan indikator aman
tidaknya pakan tersebut untuk diberikan kepada ternak. Hasil analisis terhadap
aflatoksin produk hasil fermentasi ampas kelapa yang dilakukan pada penelitian ini
mempunyai kandungan aflatoksin yang relative aman untuk ternak, dimana
ambang batas yang diijinkan untuk pakan ternak yaitu pakan dengan kandungan
Aflatoksin < 20 ppb.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Ampas kelapa fermentasi mempunyai potensi sebagai pakan karena memiliki


kadar protein 26,9%; Kecernaan bahan kering in vitro 95,1% dan kecernaan bahan
organik in vitro 98,82%.
2. Proses fermentasi dapat menurunkan kadar lemak ampas kelapa sebesar
11,39%.
3. Pakan yang dihasilkan dalam proses fermentasi ini cukup aman untuk
dikonsumsi olah ternak karena memiliki kandungan aflatoksin B1, B2, G1, dan G2
pakan < 20 ppb
DAFTAR PUSTAKA

DERRICK. 2005. Protein in Calf Feed. http:

//www.winslowfeeds.co.nz/pdfs/feedingcalvesarticle. pdf. (2 Februari 2005).

HELMI HAMID, T. PURWADARIA, T. HARYATI dan A.P. SINURAT. 1999.

Perubahan nilai bilangan peroksida bungkil kelapa dalam proses penyimpanan dan
fermentasi. JITV 4(2): 102 106.

KETAREN, P.P., A.P. SINURAT, D. ZAINUDDIN, T. PURWADARIA dan I-P.

KOMPIANG. 1999. Bungkil inti sawit dan produk fermentasinya sebagai pakan ayam
pedaging. JITV 4(2): 107 112.

PURWADARIA, T., T. HARYATI, J. DARMA dan O.I. MUNAZAT. 1995. In vitro

digestibility evaluation of fermented coconut meal using Aspergillus niger NRRL


337. Bul. Anim. Sci. Special ed. pp. 375 382.

SUDARMAJI, S., R. KASDMIDJO, SARDJONO, D. WIBOWO; S. MARGINO dan

S.R. ENDANG. 1989. Mikrobiologi Pangan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

SUPRIYATI, T. PASARIBU, H. HAMID dan A. SINURAT. 1999. Fermentasi bungkil

inti sawit secara substrat padat menggunakan Aspergillus niger. JITV 3(2): 165
c170.
Diposkan oleh Ditha Novi Anggraini di 07.04

You might also like