You are on page 1of 73

PENYIMPANAN BUAH SALAK PONDOH (Salacca edulis Reinw.

)
MENGGUNAKAN KEMASAN AKTIF PENYERAP ETILEN

SKRIPSI

MOH. ROSYID
F34080093

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PENYIMPANAN BUAH SALAK PONDOH (Salacca edulis Reinw.) MENGGUNAKAN
KEMASAN AKTIF PENYERAP ETILEN

THE STORAGE OF PONDOH SNAKE FRUITS (Salacca edulis Reinw.) USING ACTIVE
PACKAGING WITH ETHYLENE SCAVENGER

Moh. Rosyid*), Indah Yuliasih*), dan Sugiarto*)

*)
Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural
University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.
Phone : 085258022526, e-mail : wedoes_q@yahoo.com

ABSTRACT

Snake fruits is one of the agricultural commodities that have good prospects for development.
Snake fruits is a local fruit comodity wich has some chracteristics : perishable and short shelf life.
One of techniques to extend the shelf life of fruits is application of active packaging. Zeolit is one type
of absorbent that can be used to inhibit growth rate of ethylene to extend the shelf life of fruit. In this
study, snake fruits on plastic package is added by zeolit powder with a doses 5 and 10%. This doses of
zeolit is calculated from initial weight of snake fruits. The result showed that zeolit doses 5% has
better effect based on damaged level of snake fruts during storage compared to doses 10%. Quality
changes during storage of snake fruits. This can be seen from the decrease in snake fruits chemical
components. The value of total acids, Vitamin C, and total solid suspended levels desreased from the
consecutive 0.67-0.58%, 2.20-1.58 mg/100 g, and 16-11Brix. Application packaging of zeolit on
snake fruits with increased shelf life until 17 days with 50% level of damage. Organoleptic test result
showed up to the 10 days of storage, generally snake fruits are acceptable to the panelists. But on the
20 day of storage, generally snake fruits cant be acceptable by the panelists.

Keyword : snake fruits, active packaging, zeolit


Moh. Rosyid. F34080093. Penyimpanan Buah Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.) Di bawah
Bimbingan Indah Yuliasih dan Sugiarto. 2012

RINGKASAN

Buah salak pondoh lumut (Salacca edulis Reinw.) merupakan salah satu komoditas pertanian
yang mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Buah ini memiliki kekhasan dan
keistimewaan tersendiri, yang mungkin lebih baik jika dibandingkan dengan buah salak pondoh
varietas lain. Salah satu keistimewaannya yaitu buah salak lumut sebagian besar berbiji tiga, daging
buah lebih besar dan tebal serta memiliki rasa yang manis walaupun masih muda. Namun seperti
halnya buah salak dan buah-buahan lainnya, buah salak pondoh lumut memiliki umur simpan yang
relatif pendek. Buah salak lumut akan mengalami perubahan mutu, kondisi, dan penampakan
keseluruhan secara cepat setelah buah tersebut dipanen. Oleh sebab itu diperlukan suatu teknik
penanganan pascapanen yang baik agar diperoleh masa simpan yang relatif panjang, serta untuk
menjaga mutu buah selama pemasaran.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan zeolit sebagai bahan penyerap
etilen dan menentukan jumlah dosis zeolit yang optimal untuk memperpanjang masa simpan buah
salak pondoh dengan teknik kemasan aktif, serta mengetahui perubahan mutu buah salak pondoh yang
terjadi selama penyimpanan.
Penelitian yang dilakukan terdiri atas tiga tahapan yakni karakterisasi buah salak pondoh,
penentuan dosis zeolit, dan aplikasi penyimpanan buah salak pondoh dengan teknik kemasan aktif.
Aplikasi yang dilakukan yaitu zeolit yang dikemas dengan kertas multi polietilen berbentuk sachet
dikombinasikan dengan buah salak yang dikemas dalam plastik polipropilen dan polietilen dengan
kondisi pengemasan secara vakum, normal (tanpa lubang), dan pengemasan dengan lubang. Parameter
yang diamati dilakukan berdasarkan pengujian secara visual dengan melihat besarnya kerusakan dan
susut bobot yang terjadi. Sedangkan uji kimiawi berupa total asam, Vitamin C, dan total padatan
terlarut, serta pengujian organoleptik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok (Blok) Faktorial. Tingkat kematangan dijadikan sebagai kelompok parameter (blok)
dengan tiga taraf (buah salak kematangan 80%, 90%, dan campuran), faktor perlakuan jumlah dosis
yang terdiri atas tiga taraf (0, 5, dan 10%), dan faktor perlakuan jenis serta kondisi kemasan yang
terdiri dari enam taraf (polipropilen vakum, polipropilen normal, polipropilen lubang, polietilen
vakum, polietilen normal, dan polietilen lubang). penyimpanan dilakukan selama 30 hari dengan
pengamatan pada hari ke-1, 10, 15, 19, 21, 23, 25 dan 27.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dosis zeolit 5 dan 10% tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan diantara keduanya. Hingga hari ke-17 penyimpanan, penyimpanan buah salak dengan
dosis zeolit 0% (tanpa bahan penyerap) kerusakan yang terjadi mencapai 100%, sedangkan perlakuan
penyimpanan dengan bahan penyerap dosis 5 dan 10% tingkat kerusakan masih dibawah 50%. Laju
kerusakan terendah adalah dosis zeolit 10% dengan laju kerusakan sebesar 0.0432 %kerusakan per
hari, diikuti dengan dosis zeolit 5% dengan laju kerusakan sebesar 0.0457 %kerusakan per hari. Laju
kerusakan tertinggi adalah perlakuan dosis zeolit 0% dengan laju kerusakan sebesar 7.736
%kerusakan per hari.
Hasil uji kimiawai berupa uji total asam, Vitamin C, dan total padatan terlarut menunjukkan
adanya pengaruh terhadap tingkat kematangan buah. Kandungan Vitamin C menurun dari 2.20
menjadi 1.58 mg/100 g bahan. Selama penyimpanan Vitamin C yang terkandung di dalam buah akan
terdegradasi dan teroksidasi sehingga kandungan Vitamin C akan menurun saat penyimpanan. Total
padatan terlarut juga mengalami penurunan dari 16 hingga 11Brix, yang disebabkan karena
perombakan gula. Sedangkan kandungan total asam menurun dari 0.67 menjadi 0.58% yang
disebabkan karena perombakan beberapa asam-asam organik pada saat respirasi.
Hasil organoleptik berupa tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan umum mengalami penurunan
seiring lamanya masa simpan berlangsung. Pada akhir penyimpanan tekstur buah salak mulai layu dan
mengkerut, aroma khas buah salak pondoh mulai berubah menjadi asam, dan rasa buah yang manis
pada awal penyimpanan berubah menjadi sedikit asam pada akhir penyimpanan. Secara keseluruhan
penerimaan umum panelis hingga hari ke-10 penyimpanan, buah salak pondoh masih dapat diterima
oleh panelis. Sedangkan pada hari ke-21 penyimpanan, rata-rata sampel buah salak pondoh sudah
tidak dapat diterima oleh panelis. Dari beberapa perlakuan yang diberikan baik dosis serta jenis dan
kondisi kemasan, perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen dan
polietilen normal dengan dosis zeolit 5% adalah perlakuan dengan hasil terbaik jika dilihat dari
beberapa aspek parameter perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan.
PENYIMPANAN BUAH SALAK PONDOH (Salacca edulis Reinw.)
MENGGUNAKAN KEMASAN AKTIF PENYERAP ETILEN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
MOH. ROSYID
F34080093

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Penyimpanan Buah Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.) Menggunakan
Kemasan Aktif Penyerap Etilen
Nama : MOH.ROSYID
NIM : F34080093

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Indah Yuliasih, STP, MSi.) (Ir. Sugiarto, MSi.)


NIP. 19700718 199512 2 001 NIP. 19690518 199403 1002

Mengetahui:
Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)


NIP. 19621009 198903 2001

Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penyimpanan Buah
Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.) Menggunakan Kemasan Aktif Penyerap Etilen adalah
karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas
ditunjukkan rujukannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012


Yang membuat pernyataan

Moh. Rosyid
(F34080093)
Hak Cipta Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian
Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy,
mikrofilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS

Moh. Rosyid, lahir di Banyuwangi, Desa Genteng Wetan


yang terletak di Kecamatan Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur.
Pada tanggal 9 september 1990 dari ayah Gatot Sugeri dan ibu
Holifah, sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun
1996 penulis mulai pendidikan di SD Negri 1 Genteng lulus tahun
2002. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di SMP
Negri 1 Genteng dan lulus tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis
melanjutkan pendidikan di SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT
Jombang dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama mengikuti perkuliahan di
Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis berpartisipasi dalam organisasi dan kegiatan kampus IPB. Pada
tahun 2009 penulis menjadi ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Muda (BEM Muda). Dan tahun 2010-
2011 penulis menjadi ketua Organisasi Daerah (IKALUM IPB). Pada tahun 2011 penulis melakukan
praktek lapang dengan judul Mempelajari Penanganan Pascapanen Buah Salak Pondoh di Sentra
Salak Pondoh Banjarnegara. Selanjutnya pada tahun 2012 penulis melaksanakan penelitian dengan
judul Penyimpanan Buah Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.) dengan Kemasan Aktif Penyerap
Etilen dibawah bimbingan Dr. Indah Yuliasih, STP, MSi. dan Ir. Sugiarto, MSi.
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. Dengan telah selesainya penelitian hingga
tersusunnya laporan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. Indah Yuliasih, STP, MSi. selaku dosen pembimbing akademik pertama, Ir. Sugiarto, MSi.
selaku dosen pembimbing akademik kedua yang telah dengan tulus memberikan bimbingan,
arahan serta support sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
2. Drs. Purwoko, MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan sehingga
laporan penelitian ini dapat selesai dengan baik.
3. Bapak Budiharjo, Bapak Sigit, dan para petani di Banjarnegara yang telah memberikan
dukungan baik moril dan materil sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
4. Orang tua saya Umi Holifah dan Abah Gatot Sugeri, Adik-adik saya Lia, Hikmah dan Nizar,
serta seluruh keluarga tercinta, atas doa dan kasih sayang yang selama ini diberikan kepada
penulis.
5. Teman-teman Salakers ( Aryo, Ayu, Dora, Lela, Nurul, Putri, Rahma, Risa, Sovi, dan Vintya )
atas kerjasamanya dalam melakukan penelitian ini.
6. Sahabat B4, sahabat Mahameru serta teman-teman TIN 45 atas partisipasi dan kekompakkannya.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang agroindustri khususnya masalah
penyimpanan dan penggudangan.

Bogor, Oktober 2012

Moh. Rosyid

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... v
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1
B. TUJUAN ....................................................................................................................... 2
II. TINJUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 3
A. SALAK PONDOH ........................................................................................................ 3
B. PERUBAHAN FISIOLOGI PASCA PANEN BUAH SALAK PONDOH....................... 5
C. ETILEN......................................................................................................................... 6
D. KEMASAN AKTIF ....................................................................................................... 7
E. BAHAN PENYERAP ETILEN (ZEOLIT) ..................................................................... 9
III. METODOLOGI .............................................................................................................. 10
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN....................................................................... 10
B. BAHAN DAN ALAT ................................................................................................... 10
C. METODE PENELITIAN .............................................................................................. 10
1. Jumlah Dosis dan Jenis Kemasan Bahan Penyerap ..................................................... 10
2. Karakterisasi Buah Salak Pondoh .............................................................................. 10
3. Penyimpanan Buah Salak Pondoh dengan Kemasan Aktif Penyerap Etilen ................. 11
D. RANCANGAN PENELITIAN...................................................................................... 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................... 14
A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP .......................................................... 14
B. KARAKTERISTIK BUAH SALAK PONDOH LUMUT .............................................. 15
C. PERUBAHAN FISIK BUAH SALAK PONDOH ......................................................... 17
1. Tingkat kerusakan ..................................................................................................... 17
2. Susut bobot ............................................................................................................... 18
D. PERUBAHAN KIMIA BUAH SALAK PONDOH ....................................................... 20
1. Total asam ................................................................................................................ 20
2. Vitamin C ................................................................................................................. 22
3. Total padatan terlarut................................................................................................. 25
E. ORGANOLEPTIK........................................................................................................ 27
1. Tekstur...................................................................................................................... 27
2. Aroma....................................................................................................................... 29
3. Rasa .......................................................................................................................... 32
4. Penerimaan umum..................................................................................................... 34
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................... .... 37
A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 37
B. SARAN ......................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 38
LAMPIRAN ........................................................................................................................... 40

ii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Kandungan gizi buah salak pondoh ........................................................................... 4
Tabel 2. Laju respirasi komoditi holtikultura .......................................................................... 6
Tabel 3. Penyerap etilen komersial yang telah dikembangkan ................................................. 8
Tabel 4. Hasil pengamatan penentuan dosis zeolit .................................................................. 14
Tabel 5. Hasil pengamtan penentuan kemasan bahan penyerap ............................................... 15
Tabel 6. Karakteristik buah salak pondoh lumut (dalam 100 gram bahan) ............................... 16

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Buah salak pondoh lumut Banjarnegara ................................................................. 3
Gambar 2. Pola respirasi buah-buahan.................................................................................... 5
Gambar 3. Bahan penyerap etilen dalam sachet (zeolit) .......................................................... 11
Gambar 4. Proses pengemasan dan penyimpanan buah salak pondoh ...................................... 12
Gambar 5. Diagram alir penyimpanan buah salak pondoh dengan teknik kemasan aktif .......... 13
Gambar 6. Laju perubahan tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan ........... 17
Gambar 7. Kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan (hari ke-21 penyimpanan) ...... 18
Gambar 8. Laju perubahan susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan..................... 19
Gambar 9. Histogram laju perubahan total asam terhadap dosis bahan penyerap ..................... 21
Gambar 10. Histogram laju perubahan total asam terhadap jenis dan kondisi kemasan ............ 22
Gambar 11. Histogram laju perubahan Vitamin C terhadap dosis bahan penyerap ................... 23
Gambar 12. Histogram laju perubahan Vitamin C terhadap jenis dan kondisi kemasan ............ 24
Gambar 13. Histogram perubahan Vitamin C terhadap dosis dan jenis serta kondisi kemasan .. 25
Gambar 14. Histogram laju perubahan total padatan terlarut terhadap dosis bahan penyerap.... 26
Gambar 15. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh tingkat kematangan 80% . 27
Gambar 16. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh kematangan 90%............. 28
Gambar 17. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh kematangan campuran..... 29
Gambar 18. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh kematangan 80% ............. 30
Gambar 19. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh kematangan 90% ............. 30
Gambar 20. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh kematangan campuran ..... 31
Gambar 21. Histogram tingkat kesukaan rasa buah salak pondoh kematangan 80% ................. 32
Gambar 22. Histogram tingkat kesukaan rasa buah salak pondoh kematangan 90% ................. 33
Gambar 23. Histogram tingkat kesukaan buah salak pondoh kematangan campuran ................ 33
Gambar 24. Histogram penerimaan umum buah salak pondoh kematangan 80% ..................... 34
Gambar 25. Histogram penerimaan umum buah salak pondoh kematangan 90% ..................... 35
Gambar 26. Histogram penerimaan umum buah salak pondoh kematangan campuran ............. 36

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Prosedur analisa ................................................................................................. 41
Lampiran 2. Lembar uji organoleptik ..................................................................................... 43
Lampiran 3. Analisis kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan ............................... 44
Lampiran 4. Analisis susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan ............................. 46
Lampiran 5. Analisis total asam buah salak pondoh selama penyimpanan ............................... 48
Lampiran 6. Analisis Vitamin C buah salak pondoh selama penyimpanan ............................... 50
Lampiran 7. Analisis total padaan terlarut buah salak pondoh selama penyimpanan ................ 53
Lampiran 8. Data uji hedonik tekstur buah salak pondoh selama penyimpanan........................ 55
Lampiran 9. Data uji hedonik aroma buah salak pondoh selama penyimpanan ........................ 56
Lampiran 10. Data uji hedonik rasa buah salak pondoh selama penyimpanan .......................... 57
Lampiran 11. Data uji hedonik penerimaan umum buah salak pondoh selama penyimpanan .... 58

v
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Buah-buahan merupakan salah satu produk hayati yang masih bisa melanjutkan proses
metabolisme hingga waktu tertentu. Proses metabolisme yang berlangsung pada buah-buahan inilah
yang penting untuk diperhatikan, mengingat besarnya nilai ekonomi dari komoditas tersebut, terutama
dalam bentuk segarnya sangat tergantung pada proses pengendalian dalam penanganan
pascapanennya. Dalam pemasaran contohnya, komoditas pertanian ini diupayakan sampai ke tangan
konsumen kondisi bahan dalam keadaan optimum atau sama seperti pada saat komoditas tersebut
dipanen. Oleh karena itu, produk tersebut harus dipertahankan agar tetap hidup atau segar agar tidak
terjadi perubahan fisik atau kimia yang dapat menimbulkan perubahan drastis pada mutu, kondisi, dan
penampakan produk secara keseluruhan.
Buah salak pondoh lumut (Salacca edulis R.) termasuk salah satu komoditas pertanian yang
mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Buah ini memiliki kekhasan dan
keistimewaan tersendiri, yang mungkin lebih baik jika dibandingkan dengan buah salak pondoh
varietas lain. Salah satu keistimewaannya yaitu buah salak lumut sebagian besar berbiji tiga, daging
buah lebih besar dan tebal serta memiliki rasa yang manis walaupun masih muda. Namun seperti
halnya buah salak dan buah-buahan lainnya, buah salak pondoh lumut memiliki umur simpan yang
relatif pendek. Buah salak lumut akan mengalami perubahan mutu, kondisi, dan penampakan
keseluruhan secara cepat setelah buah tersebut dipanen. Oleh sebab itu diperlukan suatu teknik
penanganan pascapanen yang baik agar diperoleh masa simpan yang relatif panjang, serta untuk
menjaga mutu buah selama pemasaran.
Gas etilen O2 dan CO2 berperan dalam memacu kematangan buah-buahan. Semakin tinggi
produksi etilen, maka laju respirasi akan semakin cepat dan sebaliknya semakin rendah level etilen
maka laju respirasi akan semakin lambat. Gas etilen bersifat autokatalitik, dalam hal ini laju respirasi
pada buah-buahan akan dipengaruhi oleh etilen. Dengan kata lain semakin cepat laju respirasi maka
produksi etilen akan semakin meningkat (Pantastico,1989). Berdasarkan hal tersebut maka
pematangan buah-buahan dapat diperlambat dengan menyerap etilen yang dihasilkan oleh buah,
seperti halnya buah salak pondoh. Etilen (C2H4) merupakan senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan
rangkap, berbentuk gas dan dapat digolongkan sebagai hormon tanaman yang aktif dalam proses
pematangan.
Etilen memiliki peranan penting dalam pematangan buah. Buah sangat sensitif terhadap
kehadiran etilen dan dalam tempat penyimpanan kehadirannya tidaklah diinginkan. Buah salak
merupakan salah satu buah yang sensitif terhadap etilen, sebab itu mengontrol konsentrasi etilen
dalam tempat penyimpanan buah salak pondoh akan sangat menguntungkan, karena kerusakan buah
yang diakibatkan oleh adanya proses respirasi yang dipengaruhi adanya kinerja etilen dapat
diperlambat dengan teknik penyimpanan menggunakan kemasan aktif.
Pengemasan aktif (active packaging) adalah kemasan yang dirancang sedemikian rupa
sehingga kemasan aktif mampu merubah bahan pangan yang dikemas sehingga memiliki masa simpan
lebih panjang, lebih aman, dan memiliki sifat sensori (warna, rasa, aroma, tekstur) yang lebih baik dan
lebih memenuhi keinginan konsumen (Ahvenainen, 2003). Salah satu jenis pengemasan aktif adalah
dengan memasukkan bahan tambahan ke dalam kemasan untuk mengendalikan komposisi udara di
sekitar produk (Day, 2002).
Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan dari segi mutu dan
nilai ekonomi yang dihasilkan dari aplikasi teknik ini merupakan salah satu perkembangan terbaru

1
dalam industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari kemasan aktif adalah tidak mahal, ramah
lingkungan, mempunyai nilai estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk sistem distribusi.
Teknik kemasan aktif pada prinsipnya menggunakan metode adsorpsi dalam aplikasinya.
Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan dimana komponen dari suatu fase fluida berpindah ke
permukaan zat padat yang menyerap. Biasanya partikel-partikel kecil zat penyerap dilepaskan pada
adsorpsi kimia merupakan ikatan kuat antara penyerap dan zat yang diserap sehingga tidak akan
terjadi proses bolak-balik. Dalam adsorpsi digunkaan istilah adsorbat dan adsorben. Adsorbat adalah
substansi yang terjerap, sedangkan adsorben merupakan suatu media penyerap.
Zeolit sebagai salah satu adsorben dapat digunakan sebagai pilihan untuk mengaplikasikan
teknik kemasan aktif. Zeolit umumnya didefinisikan sebagai kristal alumina yang berstruktur tiga
dimensi, yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga di dalam yang
berisi ion-ion logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang bergerak bebas. Struktur
zeolit sejauh ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis besar strukturnya terbentuk dari
bangunan primer, berupa tetrahedral yang kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan
membentuk polihedra dan akhirnya struktur zeolit. Karena sifat unik zeolit maka zeolit banyak
digunkan untuk berbagai aplikasi industri, diantaranya zeolit digunakan di industri minyak bumi
sebagai cracking, di indsutri detergen sebagai penukar ion, pelunak air sadah pada industri pemurnian
air, serta aplikasi lain (Sunarya, 2009).
Zeolit memiliki kemampuan menyerap dan memisahkan zat berdasarkan ukuran, bentuk, serta
polaritasnya sehingga zeolit diharapkan dapat menjadi penyerap yang baik untuk mengaplikasikan
penyimpanan dengan teknik kemasan aktif. Penyimpanan buah salak pondoh menggunakan teknik
kemasan aktif dengan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap etilen yang dikombinasikan dengan
penyimpanan pada suhu dingin dan kelembapan tinggi, maka diharapkan perubahan-perubahan mutu
dan kondisi serta penampakan keseluruhan buah salak pondoh akibat proses respirasi selama
penyimpanan dapat diminimalkan.

B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah
1. Menentukan dosis penggunaan zeolit pada penyimpanan buah salak pondoh.
2. Mengetahui masa simpan buah salak pondoh yang disimpan dengan menggunakan teknik
kemasan aktif penyerap etilen.
3. Mengetahui perubahan mutu buah salak pondoh selama penyimpanan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SALAK PONDOH
Buah salak di Indonesia digolongkan menjadi 3 jenis yaitu: salak jawa Salacca zalacca
(Gaertner) Voss yang berbiji 2-3 butir, salak Bali Salacca ambonensis (Becc) Mogea yang berbiji 1-2
butir, dan salak Padang Sidempuan Salacca sumatrana (Becc) yang berdaging merah. Salak pondoh
lumut Banjarnegara masuk dalam golongan pertama yaitu salak jawa atau Salacca zalacca dengan
dominan biji 3 butir. Adapun klasifikasi buah salak adalah :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Palmales
Suku : Palmae
Marga : Salacca
Jenis : Salacca edulis Reinw.
(Anarsis, 1996)
Panjang buah salak pondoh berkisar antara 4.46-6.13 cm, diameter 4.28-5.67 cm, dan berat
buah berkisar antara 34.79-83.47 g. Variasi panjang, diameter, dan berat buah salak pondoh
dipengaruhi oleh kultivar serta letak buah salak pada tandannya (Suter, 1988).

Gambar 1. Buah salak pondoh lumut Banjarnegara

Salak berakar serabut, daerah penyebarannya sempit dan dangkal sehingga akan mudah rusak
apabila kekurangan air. Batang tanaman salak tertutup oleh pelepah daun yang susunannya rapat,
apabila tanaman tua batang akan mudah bengkok dan mudah rebah apabila terkena angin kencang.
Batang salak tumbuh tunas yang bisa dicangkok untuk bibit vegetatif. Panjang pelepah daun 2-3.5 m
daun seperti pedang, pelepah berduri panjang, pangkal dan ujung meruncing atau menyempit
cembung bersegmen. Tanaman salak tergolong tanaman berumah dua yaitu satu pohon hanya
berbunga sejenis bunga jantan dan betina. Satu bunga jantan terdiri dari 4-15 malai dan tiap malai
mengandung ribuan serbuk sari, panjang bunga jantan 15-35 cm dan panjang malai 7-15 cm. Bentuk
buah bulat dan bulat telur dengan tangkai meruncing kulit buah bersisik tersusun rapi seperti serap,
daging buah salak berwarna bermacam-macam tergantung jenisnya. Buah salak mengandung biji 1-3
biji, biji berkeping, satu biji berbentuk bulat dan sisi dalamnya berbentuk sudut (Thahjadi, 1995).
Tanaman salak pondoh merupakan tanaman berumah dua, sehingga dapat ditemukan tanaman
jantan dan tanaman betina. Bunga jantan dapat berbentuk susunan seperti genteng, bertangkai dan
berwarna cokelat kemerahan. Sedangkan tanaman betina tersusun dari 1-3 bulir, bertangkai panjang
dan mekar sekitar 1-3 hari. Perkembangan salak pondoh dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah,
pemupukan, tekstur tanah, sifat fisik dan kimia tanah, air tanah, lapisan bawah tanah, dan lain-lain.

3
Sedangkan batang salak pondoh tergolong pendek dan hampir tidak kelihatan secara jelas, karena
selain ruas-ruasnya padat juga tertutup oleh pelepah daun yang tumbuh memanjang (Hieronymus,
1990).
Dalam satu bunga betina buah salak pondoh terdiri dari 1-3 malai dan tiap malai mengandung
10-30 bakal buah. Sedangkan satu bunga jantan terdiri dari 14-15 malai dan tiap malai mengandung
ribuan serbuk sari, panjang bunga jantan mencapai 13-35 cm dan panjang malai 7-15 cm dan bunga
jantan mekar antara 2-3 hari saja setelah itu akan layu dan tidak akan berfungsi untuk persarian atau
penyerbukan bunga betina (Thahjadi, 1995).
Buah salak pondoh yang sudah siap dipanen dapat ditentukan melalui umur buah atau dengan
cara memperhatikan penampakan buah. Umur panen buah salak pondoh adalah 5-6 bulan, sedangkan
bila melihat dari penampakan buahnya, salak pondoh yang siap dipanen memiliki warna buah yang
bersih dan mengkilap, bila dipegang terasa empuk dan kulitnya tidak keras serta beraroma khas
(Anarsis, 1996).
Untuk salak pondoh, panen raya terjadi pada periode November - Januari, masa panen sedang
terjadi pada Mei - Juli, masa panen kecil pada periode Februari - April, dan masa istirahat (kosong)
terjadi pada periode Agustus - Oktober. Buah yang masih dapat dipanen pada masa istirahat disebut
buah slandren (Arief, 2003). Buah salak pondoh sebenarnya dapat dipanen sebelum berumur 5 bulan
(umur bunga) karena rasanya sudah manis dan tidak sepat meski masih muda, namun akan diperoleh
buah berukuran kecil dan beraroma lemah karena komponen penyusun aroma buah salak belum
terbentuk secara optimal.
Panen dilakukan dalam keadaan cuaca kering (tidak hujan) pada pagi hari (pukul 9 - 10 pagi)
saat buah sudah tidak berembun. Jika panen dilakukan pada saat terlalu pagi dan buah masih
berembun maka buah akan mudah kotor dan bila luka sangat rentan terserang penyakit. Bila panen
dilakukan pada siang hari, buah akan mengalami penguapan sehingga susut lebih banyak, sedangkan
bila pada sore hari dapat berakibat lamanya waktu menunggu, kecuali harus bekerja pada malam hari
(Sabari, 1983).
Buah salak terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit buah, daging buah yang diselubungi selaput tipis
dan biji. Setiap buah salak pondoh memiliki satu biji, berwarna coklat kehitam-hitaman, keras, dan
pada biji terdapat sisi cembung dan sisi datar (Hieronymus, 1990).
Kandungan buah salak pondoh dalam tiap 100 g salak menurut Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan (1981) disajikan pada Tabel.1.

Tabel 1. Kandungan gizi buah salak pondoh


Kandungan gizi Jumlah
Kalori (kal) 77
Protein (g) 0.40
Karbohidrat (g) 20.90
Kalsium (mg) 28.00
Fosfor (mg) 18.00
Zat Besi (mg) 4.20
Vitamin B (mg) 0.04
Air (g) 78.00
Bagian yang dikonsumsi (%) 50
Direktorat Gizi Departemen Kesahatan (1981)

4
Kandungan zat kimia yang terdapat pada daging buah salak akan mengalami perubahan dengan
semakin menuanya buah. Pada salak pondoh, perubahan kandungan zat gula tertinggi pada umur 5
bulan, yaitu 23.3% sedangkan pada umur 3.5 bulan kandungan gulanya 15.35 (Sabari, 1983).
Menurut Indriani (1990), dari beberapa varietas salak ada yang paling disukai rasanya yaitu
salak pondoh yang mempunyai rasio gula paling tinggi yaitu 89.0. Salak pondoh ini mempunyai
beberapa keunggulan antara lain : rasanya sangat disukai, tidak perlu tanah yang gembur sebagai
media tumbuh dan harga jual buahnya yang sangat tinggi dibanding harga jenis salak lainnya.
Buah salak termasuk bahan pangan yang mudah rusak dan tidak tahan disimpan. Suhardjo et
al., (1995) melaporkan bahwa masa simpan salak setelah pengangkutan dengan kendaraan roda empat
pada tingkat kerusakan 10% pada suhu ruang adalah 3.9 hari dan pada suhu dingin (10 0C) 26.1 hari.
Sedangkan kualitas salak Bali selama penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin setelah
pengangkutan dengan kereta api dan pesawat terbang berbeda sekali. Pada tingkat kerusakan 10%,
masa simpan pada suhu ruang adalah 9.1 hari dan pada suhu dingin (10 0C) adalah 26.8 hari.
Salak yang disimpan pada suhu dingin pada umumnya memiliki kualitas dan daya tahan
simpan yang lebih baik dari pada salak yang disimpan pada suhu ruang. Hal ini disebabkan bahwa
pada suhu dingin aktivitas respirasi menurun dan pertumbuhan mikroba peyebab kebusukan dan
kerusakan dapat dihambat (Winarno dan Fardiaz, 1980).

B. PERUBAHAN FIOLOGI PASCA PENEN BUAH SALAK PONDOH


Secara umum buah salak akan mengalami perubahan fisiko-kimia setelah proses pemanenan.
Sebagaian besar perubahan yang terjadi berhubungan dengan metabolisme oksidatif, termasuk di
dalamnya proses respirasi. Salak pondoh yang disimpan pada suhu dingin dalam kemasan plastik
polietilen pada kondisi atmosfir dan suhu 10C mempunyai umur simpan 18 hari (Phan et al., 1975).
Kecepatan respirasi dari buah merupakan salah satu indikator yang sangat baik bagi aktivitas
jaringan, oleh karena itu respirasi dapat digunakan sebagai petunjuk terhadap potensi umur simpan
buah. Kecepatan respirasi yang tinggi umumnya berhubungan dengan umur simpan yang relatif
pendek. Bila kecepatan respirasi buah diukur selama periode perkembangan, pematangan, pemasakan
dan pelayuannya maka akan diperoleh pola respirasi tinggi untuk buah yang belum matang dan
selanjutnya akan menurun sesuai dengan umurnya (Phan et al., 1975).

Gambar 2. Pola respirasi buah-buahan (Phan et al., 1975)

Buah salak menunjukkan pola respirasi yang menurun dan tidak terdapat kenaikan produksi
karbondioksida yang tajam. Hal ini menunjukkan bahwa salak termasuk buah non klimakterik. Laju
respirasi salak (40.46-68.06 mg CO2/kg/jam) lebih besar dari laju respirasi buah non klimakterik

5
lainnya seperti anggur (12-16 mg CO2/kg/jam), lemon dan jeruk manis (Biale, 1960). Berdasarkan laju
klasifikasi komoditi holtikultura menurut respirasinya, buah salak tergolong buah dengan laju
respirasi tinggi (Kader, 1985)

Tabel 2. Laju respirasi komoditi holtikultura


Kelas Kisaran pada 5C Komoditi
Rendah 5-10 Apel, jeruk, kentang
Sedang 10-29 Pisang, tomat, kubis
Tinggi 20-40 Alpukat, strawberry,
Sangat tinggi 40-60 Kubis
Tinggi sekali Lebih 60 Asparagus, jamur, jagung
manis

Kader (1985)

Beberapa jenis buah-buahan seperti tomat, mangga, pisang dan apel menunjukkan variasi pola
respirasi seperti yang tertera pada Tabel 2. Buah-buahan tersebut mengalami peningkatan kecepatan
selama respirasi yang diikuti dengan pemasakan buah, keadaan ini disebut respirasi klimakterik dan
kelompok buah demikian disebut buah-buahan klimakterik. Kelompok buah-buahan lainnya seperti
jeruk, nenas, alpukat, dan stawberry yang tidak menunjukkan respirasi klimakterik disebut buah
buahan non klimakterik.
Tolok ukur lain yang penting untuk membedakan buah klimakterik dan non klimakterik adalah
reaksinya terhadap pemberian etilen (C2H4). Biale tahun (1960), menunjukkan bahwa buah non
klimakterik hanya akan mengadakan reaksi terhadap etilen pada tingkat mauapun pada kehidupan
prapanen dan pascapanen. Sedangkan buah klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila
etilen diberikan pada tingkat praklimakterik, dan tidak lagi peka terhadap etilen setelah permulaan
kenaikan klimakterik terlampaui.

C. ETILEN
Etilen (C2H4) adalah jenis senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap yang dapat
dihasilkan oleh jaringan tanaman pada waktu-waktu tertentu, dan pada suhu kamar etilen berbentuk
gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses
pertumbuhan tanaman dan pematangan hasil-hasil pertanian (Winarno, 2002).
Menurut Winarno (2002), etilen disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan sebagai
hormon yang dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan
senyawa organik. Pada tahun 1959 diketahui, bahwa etilen tidak hanya berperan dalam proses
pematangan saja, tetapi juga berperan dalam mengatur pertumbuhan tanaman. Etilen dihasilkan oleh
komoditas yang mengalami pemasakan, komoditas yang terdekomposisi dan beberapa jenis lampu
penerang. Etilen dapat mempengaruhi kemasakan komoditas yang berada disekitarnya.
Menurut Ahvenainen (2003), etilen telah lama dikenal sebagai hormon yang dapat
mempercepat proses pematangan pada buah dan sayuran. Hormon yang memiliki rumus kimia C 2H4
ini berpengaruh terhadap proses respirasi buah dan sayuran. Laju respirasi berhubungan erat dengan
daya tahan produk. Laju respirasi yang lambat akan memperpanjang masa simpan produk. Menurut
Kartasapoetra (1994), etilen adalah suatu senyawa kimia yang mudah menguap, yang dihasilkan
selama proses masaknya hasil tanaman (terutama buah dan sayuran). Produksi etilen erat

6
hubungannya dengan laju respirasi. Etilen memacu buah dan sayuran untuk menyerap oksigen lebih
banyak dalam proses respirasi sehingga mempercepat proses pematangan. Hal ini dapat dilihat dari
semakin banyaknya etilen, maka buah semakin cepat matang dan tua, yang ditandai dengan adanya
perubahan warna, rasa, dan aroma.
Etilen adalah suatu gas tanpa warna dengan sedikit berbau manis. Etilen merupakan suatu
hormon yang dihasilkan secara alami oleh tanaman dan merupakan campuran yang paling sederhana
yang mempengaruhi proses fisiologi pada tumbuhan. Proses fisiologi pada tumbuhan antara lain
warna kulit, susut bobot, penurunan kekerasan, perubahan kadar gula dan lain-lain (Winarno dan
Aman, 1981).
Perubahan fisiologi yang terjadi selama proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi
klimakterik. Etilen mempengaruhi respirasi klimakterik melalui dua cara, yaitu: (1) Etilen
mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar. Hal ini
mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat, (2) Selama klimakterik
kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu.
Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses klimakterik akibatnya
terjadi peningkatan enzim-enzim respirasi (Wereing dan Phillips, 1970).
Etilen adalah zat yang secara alami berperan sangat penting pada proses fisiologi pascapanen,
baik yang bersifat menguntungkan maupun yang merugikan. Etilen berperan dalam mempercepat
senesen dan menurunkan umur simpan atau kesegaran buah-buahan, memicu respirasi klimakterik,
mempercepat dan menyeragamkan pemasakan (Kader, 1985).
Perlakuan pada buah dengan menggunakan etilen pada konsentrasi yang berbeda akan
mempengaruhi proses pematangan buah. Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan
rangkaian perubahan yang dapat dilihat, yaitu: warna, aroma, konsistensi, dan flavour (rasa dan bau)
(Pantastico, 1989). Perpaduan sifat-sifat tersebut akan mendukung buah-buahan enak untuk dimakan.
Kecepatan pematangan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan
penimbunan gula.
Usaha untuk mengurangi etilen akan mengakibatkan tertundanya kematangan dan
mempertahankan kesegaran serta memperpanjang umur simpan (Pantastico, 1989). Pada buah
klimaterik respon etilen hanya berpengaruh pada saat fase pre-klimaterik sedangkan pada buah non
klimakterik, aktivitas respirasi dan pematangan dapat dipercepat pada semua fase tahap pematangan.
Dengan adanya etilen, proses respirasi akan berlangsung cepat dan ikut dalam proses reaksi
pemasakan. Semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun. Adanya perlakuan tertentu yang
dapat mengurangi kandungan etilen disekitar buah dapat memperpanjang umur simpan buah tersebut.

D. KEMASAN AKTIF
Kemasanaktif adalah kemasan yang dirancang sedemikian rupa sehingga kemasan secara aktif
mampu merubah kondisi bahan pangan yang dikemas sehingga memiliki masa simpan lebih panjang,
lebih aman dan memiliki sifat sensori (warna, rasa, aroma) yang lebih baik dan memenuhi keinginan
konsumen (Ahvenainen, 2003).
Kemasan aktif untuk meningkatkan masa simpan, kualitas, dan keamanan dari makanan dapat
dibagi menjadi tiga kategori yaitu : penyerap (adsorbers), sistem pelepasan (releasing system), dan
sistem lain (other system). Salah satu contoh adsorber adalah ethylene absorber berbentuk film atau
sachet dengan bahan reaksi (reagents) seperti KMnO4, Zeolit, Arang aktif, Silica gel dan lain-lain,
yang bertujuan untuk memperlambat proses pematangan dan pelunakan pada buah seperti pisang,
mangga, apel dan lain-lain (Ahvenainen, 2003).

7
Prinsip penyerapan etilen menurut Ahvenainen (2003), menyatakan bahwa ikatan rangkap
etilen membuatnya menjadi komponen yang reaktif sehingga dapat dengan mudah didegradasi. Etilen
dapat diserap oleh beberapa substansi seperti arang aktif, alluminoksilikat kristal, silika gel,
aluminium oksida dan beberapa bahan keramik seperti cristobalite, batu Oya, dan zeolit.
Menurut Reynold (1982), adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada
suatu permukaan akibat dari adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda, sehingga
akhirnya membentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut. Dalam
adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan adsorben. Adsorbat adalah substansi yang terjerap atau
substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan adsorben merupakan suatu media
penyerap. Adsorpsi yang terjadi pada permukaan adsorben dibagi dalam dua jenis yaitu:
1. Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya van der walls dan biasanya adsorpsi ini berlangsung
secara bolak-balik. Ketika gaya tarik-menarik molekul antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar
dari gaya tarik-menarik zat terlarut dengan pelarut, maka zat terlarut akan cenderung teradsorpsi pada
permukaan adsorben.
2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya reaksi kimia antara zat padat dengan adsorbat larut dan
reaksi ini tidak berlangsung bolak-balik. Interaksi suatu senyawa organik dan permukaan adsorben
dapat terjadi melalui tarikan elektrostatis atau pembentukan ikatan kimia yang spesifik misalnya
ikatan kovalen. Sifat-sifat molekul organik seperti struktur, gugus fungsional dan sifat hidrofobik
berpengaruh pada sifat-sifat adsorpsi.
Terdapat beberapa bahan yang umum digunakan sebagai bahan penyerap gas, diantaranya
zeolit, silika gel, dan arang aktif. Ketiga bahan ini dianggap cukup aman jika diletakkan di sekitar
buah selama tidak terjadi kontak langsung antara buah dengan bahan penyerap (Reynold, 1982).

Tabel 3. Penyerap etilen komersial yang telah dikembangkan


Manufacturer Country Trademark Scavanger Packaging form
mechanism
Air repair Products, Inc. USA N/A KMnO4 Sachet/blanket
Ethylene Control, Inc. USA N/A KMnO5 Sachets
Extenda Life System USA N/A KMnO6 Sachets
Sekisui Jushi Japan Neupalon Activated Sachets
carbon
Honsu Paper Ltd Japan Hatofresh Activated Paper/board
carbon
Mitsubishi Gas Chemical Co. Japan SendoMate Activated Sachet
Ltd carbon
Cho Yang Heung San Co. Ltd Korea Orega Activated Plastic film
clays/zeolites
Evert-Fresh Coorporation USA Evert-Fresh Activated Plastic film
zeolites
PEAK fresh Products Ltd Australia PEAK fresh Activated Plastic film
zeolites
Food Science Australia Australia N/A Tetrazine Plastic film
derrivative
Sumber : Smart Packaging Technologies for Fast Moving Consumer Goods. [http//books.google.co.id]

8
E. BAHAN PENYERAP ETILEN (ZEOLIT)
Zeolit umumnya didefinisikan sebagai kristal alumina silika yang berstruktur tiga dimensi,
yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga di dalam yang berisi ion-ion
logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas. Struktur zeolit
sejauh ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis besar strukturnya terbentuk dari unit
bangun primer, berupa tetrahedral yang kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan
membentuk polihendral sampai akhirnya menjadi unit struktur zeolit. Karena sifat unik dari zeolit,
maka zeolit banyak digunakan untuk berbagai aplikasi di industri, diantaranya zeolit digunakan di
industri minyak bumi sebagai cracking, di industri deterjen sebagai penukar ion, pelunak air sadah dan
di industri pemurnian air, serta berbagai aplikasi lain (Sunarya, 2009).
Zeolit juga ditemukan sebagai bantuan endapan pada bagian tanah jenis basalt dan komposisi
kimianya tergantung pada kondisi hidrotermal lingkungan lokal, seperti suhu, tekanan uap air
setempat dan komposisi air tanah lokasi kejadiannya. Zeolit sebagai katalis hanya mempengaruhi laju
reaksi tanpa mempengaruhi kesetimbangan reaksi karena mampu menaikkan perbedaan lintasan
molekuler dari reaksi yang terjadi. Katalis berpori dengan pori-pori yang sangat kecil akan memuat
molekul-molekul kecil tetapi mencegah molekul besar masuk. Zeolit dapat menjadi katalis yang
shape-selective dengan tingkat transisi selektitas atau dengan pengeluaran reaktan pada dasar diameter
molekul. Zeolit mampu menjadi katalis asam dan dapat digunakan sebagai pendukung logam aktif
atau sebagai reagen, serta dapat digunakan dalam katalis oksida (Sunarya, 2009).
Menurut Sariman (1993), pada dasarnya zeolit dikategorikan atas dua golongan, yaitu zeolit
alam dan zeolit sintetis. Zeolit alam terdapat lubang-lubang batuan lava, batuan sedimen terutama
sedimen piroklastik berbutir halus, dan terdapat 40 jenis. Mineral zeolit di alam ada yang berupa
batuan dan ada yang terdapat di antara celah-celah batuan atau antara lapisan batuan. Zeolit sintetis
dibuat untuk keperluan khusus dan dapat dibedakan berdasarkan komponen Al dan Si-nya.
Zeolit mempunyai struktur berongga dan biasanya rongga ini diisi oleh air dan kation yang bisa
dipertukarkan dan memiliki pori tertentu. Oleh sebab itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring
molekuler, penukar ion, penyerap bahan, dan katalisator. Sifat-sifat tersebut didukung oleh struktur,
komposisi kimia dan variasi proses perlakuan awal zeolit tersebut. Kerangka struktur zeolit terdiri dari
unit-unit tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang sering berhubungan melalui atom O dan didapat struktur
tersebut. Si+4 dan dapat diganti dengan Al+3 dan rumus empiris zeolit menjadi :
M2nO.Al2O3.xSiO2.yH2O
M = Kation alkali atau alkali tanah
n = Valensi logam alkali
X = Bilangan tertentu (2 10)
Y = Bilangan tertentu (2 7)
(Sariman, 1993)
Zeolit pada umumnya bersifat polar, sehingga selain dapat menyerap etilen zeolit juga
berpengaruh dalam penyerapan air. Menurut Lenny (1996), dari percobaan daya serap air dan etilen
pada zeolit. Penyerapan air sekitar 1.75% dan penyerapan etilen sekitar 100 ppm. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa zeolit mampu menyerap etilen sekitar 18.18 %. Dari hasil-hasil inilah, zeolit
dapat memberikan peluang untuk penundaan proses pemasakan pada buah-buahan (memperpanjang
masa simpan buah).

9
III. METODOLOGI

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Laboratoria
Pengemasan, Dasar Ilmu dan Teknologi, Teknologi Kimia, dan Pengawasan Mutu Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) Institut Pertanian Bogor.

B. BAHAN DAN ALAT


Bahan baku utama yang digunakan adalah salak pondoh lumut yang berasal dari Kabupaten
Banjarnegara-Jawa Tengah, dengan tingkat kematangan 80%, 90%, dan hasil panen tanpa grading
(campuran). Buah salak didistribusikan menggunakan kendaraan yang dilengkapi dengan cold storage
untuk menjaga kesegaran buah selama transportasi. Bahan lain yang digunakan yaitu zeolit, kemasan
kertas berlapis (multi) polietilen, kemasan plastik (polietilen dan polipropilen), dan bahan-bahan
kimia sebagai bahan penunjang analisa kimia. Peralatan yang digunakan antara lain adalah ruang
penyimpanan (chamber), sealer, timbangan, gunting, mesin penggiling, dan refraktometer serta alat-
alat gelas yang digunakan untuk analisa kimia.

C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri atas dua tahap, penelitian tahap awal dilakukan untuk menentukan
kemasan bahan penyerap dan dosis zeolit. Sedangkan penelitian selanjutnya dilakukan untuk
mengaplikasikan penggunaan zeolit sebagai bahan penyerap etilen pada penyimpanan buah salak
pondoh dengan beberapa jenis perlakuan pengemasan.

1. Penentuan Jumlah Dosis dan Jenis Kemasan Bahan Penyerap


Pemilihan dosis bahan penyerap dilakukan untuk mendapatkan dosis zeolit terbaik dan paling
optimal dalam penyimpanan buah salak pondoh dengan menggunakan kemasan aktif. Sedangkan
pemilihan kemasan bahan penyerap dilakukan untuk memilih kemasan bahan penyerap terbaik yang
sesuai dengan karakteristik zeolit sebagai bahan penyerap yang digunakan dalam penelitian ini.
Kombinasi dosis zeolit yang digunakan adalah 0, 5, 10, dan 15% dengan penyimpanan pada
suhu ruang dan suhu dingin (17C). Sedangkan kemasan bahan penyerap yang digunakan yaitu kertas
saring, kain kasa, dan kertas berlapis polietilen yang dibuat dalam bentuk sachet 7x9 cm. Pengamatan
dilakukan selama 15 hari berdasarkan penilaian secara visual terhadap penampakan kemasan,
penampakan buah salak secara keseluruhan, dan persentase kerusakan yang terjadi.

2. Karakterisasi Buah Salak Pondoh


Buah salak pondoh yang digunakan merupakan buah salak dengan tiga tingkat kematangan
yang berbeda yaitu kematangan 80%, kematangan 90% dan kematangan campuran. Buah salak
kematangan 80% merupakan buah salak yang dipanen pada umur 5.5-6 bulan dari masa penyerbukan
bunga. Buah salak kematangan 90% merupakan buah salak yang dipanen pada umur 6-7 bulan dari
masa penyerbukan. Adapun buah salak kematangan campuran merupakan buah salak yang dipanen
tanpa grading atau tanpa melihat umur panen buah. Buah salak kematangan 80% daging buah
cenderung lebih berwarna putih kekuningan dibandingkan dengan buah salak kematangan 90% yang
berwarna kuning. Rasa buah salak kematangan 80% manis dan getas, sedangkan buah salak
kematangan 90% memiliki rasa yang manis dan masir. Buah salak kematangan campuran warna dan
rasa buah cenderung lebih beragam.

10
Buah salak pondoh dikarakterisasi dengan cara pengujian berdasarkan masing-masing
kematangan. Pengujian yang dilakukan antara lain kadar air, kadar serat, total padatan terlarut,
Vitamin C, kadar protein, total asam, dan organoleptik. Prosedur-prosedur pengujian disajikan pada
Lampiran 1.

3. Penyimpanan Buah Salak Pondoh dengan Kemasan Aktif Penyerap Etilen


Tahap pertama yang dilakukan adalah menghaluskan zeolit dengan menggunakan mesin
penggiling untuk memperluas permukaan zeolit sehingga bahan diharapkan dapat menyerap dengan
optimal. Selanjutnya butiran zeolit halus dimasukkan kedalam kemasan kertas berlapis polietilen yang
dikemas dalam bentuk sachet berukuran 7x9cm. Zeolit yang telah dikemas disimpan di dalam oven
(50C) untuk mendapatkan kadar air yang stabil, sehingga zeolit dapat menyerap dengan optimal.

Gambar 3. Bahan penyerap etilen dalam sachet (zeolit)

Tahapan selanjutnya adalah sortasi buah salak pondoh untuk memisahkan buah salak yang
memiliki kondisi baik dan buah salak yang rusak (cacat). Sortasi dilakukan agar dalam proses
penyimpanan dengan menggunakan kemasan aktif dapat digunakan buah salak pondoh dengan
kualitas terbaik. Buah salak pondoh hasil sortasi selanjutnya dimasukkan ke dalam kemasan plastik
(polietilen dan polipropilen). Kedua kemasan plastik ini masing-masing diberikan perlakuan
pengemasan yaitu pengemasan secara vakum, normal (tanpa lubang), dan lubang. Buah salak pondoh
selanjutnya ditimbang dengan bobot 0.5 kg dan dilakukan pencatatan bobot awal masing-masing tiap
kemasan. Buah salak pondoh hasil penimbangan selanjutnya diberi tambahan zeolit sebagai bahan
penyerap etilen dengan dosis 5 dan 10%. Buah salak pondoh yang telah diberi tambahan bahan
penyerap selanjutnya dikemas dengan menggunakan sealer dan pengemasan secara vakum.
Selanjutnya buah salak pondoh yang telah disimpan dalam kemasan aktif diletakkan di dalam krat
plastik dan disimpan di dalam chamber (17-20C) serta kelembapan berkisar 90-95% selama 30 hari.
Masing-masing krat berisi 16 kantong buah salak pondoh. Pengamatan dilakukan selama 8 kali mulai
hari ke-1, 10, 15, 19, 21, 23, 25, dan 27. Adapun beberapa pengamatan yang dilakukan adalah
penghitungan tingkat kerusakan buah salak, susut bobot, total padatan terlarut, kadar Vitamin C, kadar
total asam, dan organoleptik. Selain penyimpanan dengan kemasan aktif juga dilakukan pengemasan
buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol).

11
Gambar 4. Proses pengemasan dan penyimpanan buah salak pondoh

D. RANCANGAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini pengujian dilakukan dengan melakukan dua kali ulangan. Data yang
diperoleh selanjutnya dianalisa dalam bentuk laju perubahan yang terjadi pada masing-masing
parameter yang diamati selama penyimpanan.
Data laju perubahan parameter yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan Rancangan
Acak Kelompok Faktorial (RAK) dengan dua faktor dan dua kali ulangan. Kelompok yang digunakan
adalah tingkat kematangan buah salak pondoh yang terdiri atas tiga jenis blok kematangan yaitu
kematangan 80% (K1), 90% (K2) dan campuran (K3). Faktor pertama yang digunakan adalah dosis
zeolit sebagai bahan penyerap yang terdiri atas tiga taraf yaitu kontrol (A1), dosis terpilih 1 (A2), dan
dosis terpilih 2 (A3). Faktor kedua yaitu perlakuan jenis dan kondisi kemasan yang terdiri atas enam
taraf yaitu kemasan polipropilen vakum (B1), polipropilen normal atau tanpa lubang (B2),
polipropilen lubang (B3), polietilen vakum (B4), polietilen normal atau tanpa lubang (B5), dan
polietilen lubang (B6). Jika hasil analisa menunjukkan ada perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji
lanjut dengan menggunakan metode Duncan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing
perlakuan.

Sesuai dengan rancangan yang digunakan maka model matematikanya adalah:

Yijkl = + Ki + Aj + Bk + (AB)jk + ijkl


Keterangan:
Yijkl = Respon setiap parameter yang diamati
= Nilai rataan umum
Ki = Pengaruh blok tingkat kematangan pada taraf ke-i
Aj = Pengaruh dosis penggunaan zeolit pada taraf ke-j
Bk = Pengaruh perlakuan jenis dan kondisi kemasan pada taraf ke-k
(AB)jk = Pengaruh interaksi dosis penggunaan zeolit pada taraf ke-j dengan perlakuan jenis dan
kondisi kemasan pada taraf ke-k
ijkl = Pengaruh galat percobaan
dimana, i = 1, 2, 3; j = 1, 2 ,3; k = 1, 2, 3, 4, 5, 6; dan l = 1,2

12
Zeolit Buah salak pondoh
kematangan 80%,
90% dan campuran

Penimbangan
25 g per bungkus Sortasi Salak busuk
dancacat

Pengemasan dalam plastik sesuai perlakuan kondisi kemasan


Pengemasan dalam
bentuk sachet

Polipropilen Polipropilen Polipropilen Polietilen Polietilen Polietilen


vakum normal lubang vakum normal lubang
Penyerap
etilen sachet

Penambahan zeolit dalam


plastik kemasan salak pondoh

Penimbangan 0.5 kg dan pencatatan


bobot awal tiap kemasannya

Penyimpanan suhu 15-20C


dan RH 90-99%

Pengamatan

Tingkat kerusakan, susut bobot,


total asam, Vitamin C, total padatan
terlarut dan organoleptik

Gambar 5. Diagram alir penyimpanan buah salak pondoh dengan teknik kemasan aktif

13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP


Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan
penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh menggunakan kemasan aktif. Sedangkan
penentuan kemasan bahan penyerap dilakukan untuk mengetahui jenis kemasan bahan penyerap
terbaik sesuai dengan karakteristik zeolit.

Tabel 4. Hasil pengamatan penentuan dosis zeolit


Dosis zeolit
Hasil pengamatan
(%)
Mulai timbul kapang pada buah, tekstur daging
buah sedikit lembek, warna daging buah kuning
0
kecokelatan, dan terdapat banyak gas di dalam
kemasan.
Penampakan secara keseluruhan buah baik, tekstur
daging buah segar, warna dan bau netral, dan ada
5
sedikit gas di dalam kemasan.
Penampakan secara keseluruhan buah baik, tekstur
10 daging buah segar, warna dan bau netral, dan ada
sedikit gas di dalam kemasan.
Penampakan secara keseluruhan baik, mulai timbul
bintik hitam pada daging buah, warna buah kuning
15
kecoklatan, aroma sedikit lebih asam, dan kemasan
normal.

Pada Tabel 4. dapat dibandingkan beberapa parameter fisik buah salak pondoh yang disimpan
menggunakan kemasan aktif dengan dosis zeolit yang berbeda. Setelah hari ke-7 penyimpanan, buah
salak pondoh yang dikemas dengan plastik polietilen dan polipropilen tanpa menggunakan tambahan
bahan penyerap mulai timbul kapang pada buah salak yang disimpan. Selain itu, tekstur daging buah
sedikit lebih lembek dan kemasan menjadi mengembang akibat adanya tekanan gas yang ada di dalam
kemasan. Buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan aktif dosis zeolit 5 dan 10% memiliki
hasil yang hampir sama, dimana keadaan buah salak pondoh yang disimpan sama seperti buah salak
pada awal penyimpanan dilakukan. Pada dosis bahan penyerap ini, keadaan utuh buah salak masih
baik, tekstur daging buah masih segar, warna dan aroma yang dihasilkan juga masih normal yakni
warna dan aroma khas salak pondoh. Namun terdapat sedikit gas di dalam kemasannya, sehingga
kemasan plastik menjadi sedikit mengembang. Sedangkan buah salak pondoh yang disimpan dalam
kemasan aktif dosis zeolit 15%, memiliki penampakan buah salak secara utuh cukup baik, tetapi mulai
timbul bintik-bintik hitam di sekitar daging buahnya, selain itu mulai timbula aroma asam pada buah.
Berbeda halnya dengan dosis zeolit 5 dan 10%, kemasan aktif dosis zeolit 15% kondisi kemasan
cenderung lebih stabil dan tidak mengembang.
Beberapa bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas zeolit adalah kertas saring, kain
kasa (kain mori), dan keras multi polietilen. Zeolit yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam
masing-masing bahan kemasan dan selanjutnya dikelim sehingga membentuk kemasan sachet.

14
Tabel 5. Hasil pengamatan penentuan kemasan bahan penyerap
Kemasan Hasil pengamatan
Tidak dapat dikelim dengan panas (seal),
Kertas saring
ketersediaan cukup, kurang tahan terhadap air.
Tidak dapat dikelim dengan panas (seal),
Kain kasa (mori)
ketersediaan cukup, tahan terhadap air.
Dapat dikelim dengan panas (seal), ketersediaan
Kertas berlapis polietilen
cukup, tahan terhadap air.

Jika dilihat dari pengamatan yang dilakukan berdasarkan pada Tabel 5. maka kertas berlapis
polietilen menjadi pilihan yang paling tepat untuk diaplikasikan secara komersial. Selain mudah
dalam aplikasinya, karena dapat dikelim dengan panas (seal) kertas berlapis polietilen lebih tahan
terhadap air, sehingga kerusakan akibat air yang dihasilkan dari proses respirasi buah dan pengaruh
kelempaban pada lingkungan penyimpanan dapat diminimalkan. Kertas saring dan kain mori sebagai
kemasan bahan penyerap pada dasarnya memiliki tingkat daya serap yang relatif baik, namun dalam
aplikasinya kedua jenis kemasan tersebut memiliki kelemahan yaitu tidak dapat dikelim atau seal
sehingga sulit dalam aplikasinya.
Berdasarkan perbandingan yang telah dilakukan pada perlakuan suhu penyimpanan dan dosis
bahan penyerap maka diperoleh hasil terbaik adalah penyimpanan suhu dingin dengan dosis zeolit 5
dan 10%. Penyimpanan suhu dingin menjadi pilihan karena salah satu cara untuk menjaga kesegaran
buah-buahan adalah penyimpanan pada suhu rendah. Penyimpanan dibawah suhu 15C dan diatas titik
beku adalah dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilled storage). Penyimpanan dingin merupakan
salah satu cara untuk menghambat turunnya mutu buah-buahan disamping pengaturan kelembapan
dan komposisi udara serta penambahan zat-zat pengawet kimia. Pendinginan juga akan mengurangi
kelayuan karena kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada
buah yang disimpan. Selain itu, dengan menggunakan suhu rendah juga akan menghambat atau
mencegah reaksi kimia, reaksi enzimatis atau pertumbuhan mikroba (Winarno dan Jenie, 1983). Dosis
zeolit 5 dan 10% menjadi pilihan karena keduannya memiliki hasil yang sama baik selama
penyimpanan. Sedangkan kemasan bahan penyerap yang dipilih adalah kertas berlapis polietilen
karena memiliki ketahanan yang baik dan mudah diaplikasikan. Hasil terbaik yang dipilih pada tahap
ini, selanjutnya akan dijadikan taraf perlakuan pada penelitian selanjutnya untuk penyimpanan buah
salak pondoh dengan menggunakan teknik kemasan aktif.

B. KARAKTERISTIK BUAH SALAK PONDOH LUMUT


Buah salak pondoh di Indonesia terdiri dari berbagai macam jenis yang berbeda, baik pada
kondisi fisik buah seperti ukuran, warna kulit dan jumlah biji, maupun karakteristik komponen kimia
yang ada di dalamnya. Perbedaan jenis dan tingkat kematangan yang ada pada buah salak pondoh
akan berpengaruh terhadap masa simpan buahnya.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah salak pondoh lumut yang
diperoleh dari Banjarnegara, Jawa Tengah dengan tiga tingkat kematangan yaitu kematangan 80%,
90% dan campuran. Pemilihan tiga kematangan tersebut didasarkan pada ketersediaan buah salak
yang sesuai dengan minat konsumen atau kebutuhan pasar. Hasil karakterisasi buah salak pondoh
lumut disajikan pada Tabel 6. untuk mengetahui komposisi yang terkandung dalam buah, sehingga
dapat dijadikan sebagai acuan atau pembanding terjadinya perubahan-perubahan selama
penyimpanan.

15
Tabel 6. Karakteristik buah salak pondoh lumut (dalam 100 g bahan)
Komponen Kematangan (%)
80 90 Campuran
Kadar air (%) 77.05 79.17 78.12
Kadar serat (%) 10.24 7.93 9.09
TPT (oBrix) 15.00 18.00 17.00
Vitamin C (mg/100 g) 2.20 2.40 2.60
Kadar protein (%) 0.50 0.53 0.40
Kadar lemak (%) 0.08 0.07 0.08
Organoleptik :
- Kesukaan Panelis (100%) 100 100 100
- Warna Kulit Cokelat kekuningan Cokelat Cokelat kekuningan
- Warna Daging Buah Putih kekuningan Kuning Kuning
- Tekstur Getas dan renyah Masir Masir
- Rasa Manis Manis Manis

Dari Tabel 6. dapat diketahui bahwa komponen penyusun tertinggi buah salak pondoh lumut
adalah air. kadar air tertinggi sebesar 79.17 % adalah buah salak pondoh kematangan 90%, diikuti
oleh kematangan campuran sebesar 78.12 % dan kematangan 80% sebesar 77.05 %. Kadar air buah
salak pondoh lumut tinggi karena salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah tempat budidaya
tanaman tersebut, dimana pada umumnya salak pondoh lumut dibudidayakan di daerah pegunungan.
Kandungan kadar air yang tinggi inilah yang membuat ketahanan dan daya simpan buah salak jenis ini
sangat rendah. Dalam hal ini, buah salak pondoh kematangan 90% memiliki tingkat ketahanan yang
paling rendah dibandingkan dengan kematangan campuran dan 80%. Berbeda dengan kandungan
kadar airnya, kandungan serat tertinggi buah salak pondoh lumut dimiliki oleh buah dengan
kematangan 80% sebesar 10.24 % yang diikuti oleh kematangan campuran sebesar 9.09 % dan
kematangan 90% sebesar 7.93 %. Perbedaan kandungan serat ini dikarenakan perbedaan tekstur buah
salak pada masing-masing tingkat kematangan. Buah salak kematangan 80% dan campuran cenderung
memiliki tekstur yang renyah dan getas, sedangkan buah salak kematangan 90% tekstur buahnya lebih
lembut atau masir. Hasil pengujian nilai total padatan terlarut nilai tertinggi adalah buah salak pondoh
kematangan 90% sebesar 18.00 Brix, sedangkan kematangan campuran sebesar 17.00Brix dan
kematangan 80% sebesar 15.00Brix. Tinggi rendahnya nilai Brix ini berpengaruh pada tingkat
kemanisan buah salak pondoh. Dalam hal ini berarti buah salak kematangan 90% memiliki tingkat
kemanisan yang paling tinggi dibandingkan dengan kematangan campuran dan 80%.
Berdasarkan hasil uji organoleptik, tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur buah, warna
daging buah, dan rasa buah salak pondoh menunjukkan respon yang positif dengan nilai 100% suka.
Warna daging buah pada tingkat kematangan 80% dan 90% yaitu berwarna putih kekuningan dan
kuning. Untuk warna daging buah pada kematangan campuran bervarisai mulai dari putih, putih
kekuningan hingga yang berwarna kuning. Tekstur buah salak renyah dan getas dihasilkan dari buah
salak pondoh kematangan 80%, dan tekstur masir serta lembut dihasilkan dari buah salak pondoh
kematangan 90%. Buah salak kematangan campuran, tekstur buah menunjukkan hasil yang bervariasi
mulai dari getas dan renyah hingga lembut dan masir. Hal ini dapat terjadi dikarenakan buah salak
pondoh kematangan campuran merupakan buah salak yang diperoleh dari hasil panen tanpa dilakukan
grading, sehingga di dalamnya terdapat berbagai macam tingkat kematangan berdasarkan usia
pemanenan. Jika dilihat dari rasa buah, buah salak pondoh memiliki rasa yang manis baik buah salak
pada tingkat kematangan 80%, 90% maupun campuran.

16
C. PERUBAHAN FISIK BUAH SALAK PONDOH
Selama penyimpanan pada umumnya buah-buahan akan mengalami perubahan baik secara
fisik maupun kimia. Perubahan yang terjadi dapat diakibatkan oleh berbagai macam hal, diantaranya
dikarenakan kondisi kemasan dan lingkungan penyimpanan yang kurang mendukung, maupun proses
alami yang dilakukan oleh buah-buahan itu sendiri seperti respirasi dan transpirasi. Dalam
penyimpanan buah salak pondoh dengan menggunakan teknik kemasan aktif, perubahan-perubahan
fisik yang terjadi dapat diketahui dari beberapa parameter pengujian seperti besarnya tingkat
kerusakan dan susut bobot yang terjadi selama penyimpanan.

1. Tingkat Kerusakan
Tingkat kerusakan merupakan salah satu parameter uji yang digunkan untuk melihat perubahan
yang terjadi selama penyimpanan dengan menghitung besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan
yang terjadi pada bahan pertanian seperti halnya buah salak pondoh bermacam-macam penyebabnya,
diantaranya kerusakan yang diakibatkan karena over ripe (lewat matang), kerusakan akibat cendawan,
maupun kerusakan fisik dan mekanis seperti kerusakan akibat adanya benturan dan gesekan.
Sedangkan yang dimaksud buah rusak adalah apabila buah menunjukkan adanya penyimpangan yang
melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera yang dimanifestasikan seperti
buah sudah layu, ditumbuhi oleh jamur yang tampak secara visual, menimbulkan bau busuk, daging
buah lunak, berair serta tidak layak untuk dikonsumsi. Pada Gambar 6. disajikan histogram yang
menunjukkan besarnya tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan.

7,00
Laju perubahan tingkat

6,00
(%kerusakan/hari)

5,00
kerusakan

4,00 80%
3,00 90%
2,00 campuran
1,00
0,00

Perlakuan
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 6. Laju perubahan tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan

Tingkat kerusakan menggambarkan jumlah persentase buah salak pondoh yang mengalami
kerusakan selama penyimpanan dalam tiap-tiap hari pengamatan. Berdasarkan histogram pada
Gambar 6. Dapat dilihat bahwa kerusakan tertinggi adalah buah salak yang disimpan tanpa
menggunakan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap etilen (kontrol). Pada hari ke-17 penyimpanan
buah salak pondoh yang disimpan tanpa menggunakan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap etilen
kerusakan yang terjadi telah mencapai 100%. Sedangkan beberapa perlakuan penyimpanan buah salak
pondoh lainnya yang disimpan dengan menggunakan teknik kemasan aktif dengan tambahan zeolit
sebagai bahan penyerap etilen besarnya kerusakan yang terjadi kurang dari 50% hingga hari ke-17
penyimpanan, dan beberapa perlakuan mampu bertahan hingga hari ke-23 penyimpanan (Lampiran 3).

17
Tingkat kerusakan terendah untuk buah salak pondoh kematangan 80% adalah penyimpanan
dalam kemasan polipropilen dan polietilen normal (tanpa lubang) dosis zeolit 5% dengan laju
perubahan 2.001 % kerusakan per hari. Buah salak pondoh kematangan 90% dan campuran tingkat
kerusakan terendah adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 5 dan 10%
dengan laju perubahan masing-masing sebesar 2.931 dan 3.022 % kerusakan per hari.

Gambar 7. Kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan (hari ke-21 penyimpanan)

Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% (=0.05) perlakuan dosis bahan penyerap
berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan yang terjadi selama penyimpanan, sedangkan jenis dan
kondisi kemasan serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan yang
terjadi (Lampiran 3). Berdasarkan hasil uji lanjut dengan metode Duncan, perlakuan A1 dengan laju
prubahan sebesar 7.7363 % keruakan per hari yaitu penyimpanan buah salak pondoh tanpa
menggunakan bahan penyerap (kontrol) berbeda signifikan terhadap perlakuan A2 dan A3 yaitu
penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan aktif dosis zeolit 5 dan 10% (Lampiran 3). Dosis
zeolit 5 dan 10% tidak berbeda secara signifikan, dengan laju perubahan masing-masing sebesar
0.04576 dan 0.04325 % kerusakan per hari. Hal ini menunjukkan bahwa zeolit mampu menenakan
laju etilen yang dihasilkan oleh buah selama penyimpanan berlangsung. Etilen merupakan suatu gas
yang dihasilakan oleh buah-buahan diamana etilen bertindak sebagai hormon dalam tanaman yang
memiliki efek fisiologi yang berbeda-beda pada buah dan sayuran segar. Etilen dapat mempercepat
respirasi yang mengarah pada pematangan dan penuaan banyak jenis buah (Ahvenainen, 2003).
Dengan adanya etilen maka pematangan buah akan semakin cepat, sehingga kerusakan buah yang
banyak diakibatkan oleh buah yang kelewat matang (over ripe) selama penyimpanan akan semakin
besar. Cara yang paling umum dan efektif untuk mengurangi jumlah laju etilen yaitu menggunakan
bahan penyerap etilen, salah satu bahan yang dapat digunakan adalah zeolit. Dengan struktur tiga
dimensi yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga yang berisi ion
logam maka zeolit dapat digunakan sebagai bahan yang efektif untuk menekan laju etilen yang
dihasilkan buah, sehingga penuaan dini atau kerusakan yang diakibatkan karena over ripe dapat
diminimalkan.

2. Susut Bobot
Selama proses penyimpanan buah-buahan berlangsung, akan terjadi perubahan fisikokimia
berupa penyerapan dan pelepasan air ke lingkungan penyimpanan. Dari peristiwa iniliah pada saat
penyimpanan akan terjadi penyusutan susut bobot pada saat fase menuju kematangan. Kehilangan air
bukan saja berpengaruh langsung terhadap kehilangan secara kualitatif, tetapi juga dapat
menyebabkan kerusakan tekstur (pelunakan dan pelembekan), kerusakan kandungan gizi dan
kerusakan lainnya (kelayuan dan pengerutan) (Kader, 1992). Susut bobot yang terjadi selama
penyimpanan dapat digunakan sebagai salah satu indikator penurunan mutu buah yang disimpan,
dimana pada umumnya selama penyimpanan akan terjadi kenaikan susut bobot seiring

18
berlangsungnya waktu penyimpanan. Laju peningkatan susut bobot penyimpanan buah salak pondoh
disajikan pada Gambar 8.

0,06
Laju perubahan susut bobot

0,05
(% susut bobot/hari)

0,04 80%
0,03 90%
campuran
0,02
0,01
0,00

Perlakuan
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 8. Laju perubahan susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan

Dari Gambar 8. secara umum dapat diketahui peningkatan susut bobot buah salak pondoh yang
disimpan tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol), lebih tinggi dibandingkan dengan buah salak
pondoh yang disimpan dalam kemasan aktif penyerap etilen. Buah salak pondoh kematangan 80%
yang disimpan dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 10% memiliki susut bobot paling
rendah dibandingkan buah salak pondoh kematangan 80% dengan perlakuan yang lain, dengan laju
perubahan sebesar 0.0024 % susut bobot per hari. Buah salak kematangan 90% susut bobot terendah
yaitu penyimpanan buah salak dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 5% dengan laju
perubahan sebesar 0.0030 % susut bobot per hari. Sedangkan buah salak kematangan campuran susut
bobot terendah adalah penyimpanan dalam kemasan polietilen vakum dosis zeolit 5 dan 10% dengan
laju perubahan sebesar 0.0050 % susut bobot per hari.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan dosis bahan penyerap serta jenis dan kondisi
kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot yang terjadi selama penyimpanan, namun hasil
interaksi diantara keduanya tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap perubahan susut bobot yang
terjadi (Lampiran 4). Uji lanjut dosis bahan penyerap dengan metode Duncan menunjukkan bahwa
perlakuan A1 dengan laju perubahan sebesar 0.0373 % susut bobot per hari yaitu penyimpanan buah
salak pondoh tanpa bahan penyerap (kontrol) berbeda signifikan dengan perlakuan A3 dan A2 yaitu
penyimpanan buah salak pondoh dengan dosis zeolit 10 dan 5%. Hal ini dapat terjadi diduga karena
adanya perbedaan fungsi kemasan yang digunakan. Dimana dalam penyimpanan dengan teknik
kemasan aktif, kemasan dikombinasikan dengan zeolit yang dapat aktif menyerap etilen yang
dihasilkan buah sehingga susut bobot yang terjadi selama penyimpanan dapat ditekan seminimal
mungkin. Sedangkan untuk perlakuan dosis bahan penyerap keduanya tidak berbeda signifikan antara
dosis zeolit 10 dan 5% dengan laju perubahan masing-masing sebesar 0.0086 dan 0.0057 % susut
bobot per hari (Lampiran 4). Menurut pendapat Wills (1981), selama penyimpanan buah akan
mengalami proses repirasi dan transpirasi, sehingga senyawa-senyawa kompleks yang terdapat di
dalam sel seperti karbohidrat dipecah menjadi molekul-molekul sederhana seperti karbondioksida dan
air yang mudah menguap. Dari peristiwa inilah, peningkatan susut bobot buah-buahan selama

19
penyimpanan terjadi. Zeolit sebagai bahan penyerap etilen mampu mengurangi laju produksi etilen
yang dihasilkan buah, sehingga proses respirasi yang juga dipengaruhi oleh kerja etilen dapat
dihambat. Oleh karena itu, buah salak pondoh yang disimpan menggunakan kemasan aktif penyerap
etilen memiliki susut bobot lebih rendah dibandingkan dengan penyimpanan buah salak pondoh tanpa
menggunakan bahan penyerap etilen.
Hasil uji lanjut jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan menunjukkkan bahwa
perubahan susut bobot tertinggi adalah perlakuan B3 yaitu kemasan polipropilen lubang dengan laju
perubahan sebesar 0.021 % susut bobot per hari. Kemasan ini tidak berbeda secara signifikan dengan
perlakuan B4 dan B1 yaitu kemasan polietilen vakum dan polietilen lubang dengan laju perubahan
masing-masing sebesar 0.018 dan 0.016 % susut bobot per hari. Hal ini dapat terjadi dimungkinkan
karena dalam kemasan berlubang sering terjadi kontaminasi dari lingkungan luar tempat penyimpanan
ke dalam kemasan melalui lubang yang ada dalam kemasan. Sehingga selama penyimpanan
berlangsung, buah salak yang disimpan sering mengalami kerusakan mikrobilogi yang diakibatkan
oleh adanya cendawan atau jamur. Kerusakan yang terjadi akibat mikroorganisme inilah yang
menyebabkan tingginya peningkatan susut bobot yang terjadi. Sedangkan susut bobot terendah adalah
perlakuan B2 yaitu kemasan polipropilen normal dengan laju perubahan sebesar 0.015 % susut bobot
per hari. Jenis kemasan ini berbeda secara signifikan dengan perlakuan B3, B4, dan B1 namun tidak
berbeda secara signifikan dengan perlakuan B5 dan B6 yaitu kemasan polietilen normal dan lubang
(Lampiran 4). Kemasan polipropilen normal memiliki perubahan susut bobot terendah diduga karena
selain kemasan polipropilen memiliki permeabilitas yang baik, dalam kemasan normal atau tanpa
lubang tidak ada celah bagi mikroorganisme untuk masuk ke dalam kemasan sehingga kerusakan
mikrobiologi yang diakibatkan oleh mikroorganisme seperti kapang dan jamur dapat diminimalkan.
Pada umumnya kemasan vakum dipilih karena pengemasan secara vakum merupakan salah satu
pengemasan dengan atmosfer modifikasi untuk memperpanjang masa simpan buah dan sayuran.
Namun dalam penyimpanan buah salak, kemasan vakum tidak dapat berfungsi dengan baik karena
dalam aplikasinya banyak kemasan yang bocor atau lepas vakum. Hal ini dikarenakan kemasan sering
rusak akibat gesekan dengan kulit buah salak yang kasar dan sedikit berduri. Oleh karena itu
perlakuan kemasan vakum dalam penyimpanan buah salak susut bobot yang terjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan kemasan normal (tanpa lubang).

D. PERUBAHAN KIMIA BUAH SALAK PONDOH

1. Total Asam
Kandungan asam pada buah merupakan salah satu parameter dalam penentuan cita rasa.
Menurut Suter (1988), berdasarkan hasil pemisahan kromatografi gas dapat diidentifikasi 4 jenis asam
organik pada buah salak yaitu asam sitrat, asam suksinat, asam malat dan asam adipat. Selama
penyimpanan berlangsung kandungan total asam buah salak pondoh cenderung mengalami penurunan.
Secara keseluruhan hasil analisa perubahan total asam penyimpanan buah salak pondoh disajikan
dalam Lampiran 5.
Analisa perubahan total asam selama penyimpanan menunjukkan hasil yang fluktuatif dari tiga
tingkat kematangan buah salak pondoh yang diujikan. Buah salak pondoh kematangan 80% laju
penurunan total asam tertinggi adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen
lubang dosis zeolit 5% dengan laju penurunan sebesar 0.026 mg/100 g bahan per hari. Sedangkan
penurunan total asam terendahnya adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen
normal tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol) dengan laju perubahan sebesar 0.001 mg/100 g
bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan 90%, penurunan total asam tertinggi adalah

20
penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen lubang zeolit 10% dengan laju
penurunan sebesar 0.076 mg/ 100 g bahan per hari dan penurunan terendahnya adalah kemasan
polietilen normal tanpa lubang dosis zeolit 10% dengan laju penurunan sebesar 0.017 mg/100 g bahan
per hari. Adapun untuk buah salak pondoh kematangan campuran, penurunan total asam tertinggi
dengan laju penurunan sebesar 0.022 mg/100 g bahan per hari adalah penyimpanan buah slaak pondoh
dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5%, sedangkan penurunan terendahnya dengan laju
penurunan sebesar 0.005 mg/100 g bahan per hari adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam
kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 10%.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis bahan penyerap serta jenis dan
kondisi kemasan berpengaruh nyata terhadap perubahan total asam selama penyimpanan, sedangkan
interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadapa perubahan total asam
yang terjadi (Lampiran 5).

0
A1 A2 A3
Laju perubahan total asam
(mg/100 g bahan/hari)

-0,005

-0,01

-0,015

-0,02

-0,025
Keterangan : A1 = zeolit 0% (kontrol) A2= zeolit 5% A3= zeolit 10%

Gambar 9. Histogram laju perubahan total asam terhadap dosis bahan penyerap

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 9. laju perubahan perlakuan kontrol sebesar
-0.0076 mg/100 g bahan per hari lebih rendah diabandingkan dengan perlakuan dosis zeolit 10 dan 5%
sebesar -0.0194 dan -0.0210 mg/100 g bahan per hari. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan
(Lampiran 5), maka perlakuan dosis bahan penyerap menunjukkan bahwa dosis 5 dan 10% bahan
penyerap tidak berbeda secara signifikan antara satu dengan yang lainnya, namun keduanya berbeda
signifikan dengan perlakuan penyimpanan tanpa bahan penyerap (kontrol). Hal ini dapat terjadi
dimungkinkan karena pada akhir penyimpanan, beberapa perlakuan penyimpanan tanpa menggunakan
bahan penyerap mengalami kenaikan total asam yaitu beberapa perlakuan pada tingkat kematangan
campuran. Sedangkan pada perlakuan penyimpanan menggunakan bahan penyerap baik 5 dan 10%
keduannya mengalami penurunan kandungan asam pada seluruh perlakuan disemua tingkat
kematangan. Pada umumnya selama penyimpanan buah-buahan mengalami penurunan kandungan
asam, hal ini dikarenakan sebagian besar kandungan asam pada buah akan digunakan dalam kegiatan
repirasi untuk menghasilkan energi yang dapat digunakan sebagai media mempertahankan hidup
hingga buah mengalami kebusukan. Hal ini sesuai dengan pendapat suter (1998), dimana selama
penyimpanan kandungan asam pada buah salak akan menurun yang diakibatkan karena adanya
penurunan asam sitrat yang diubah menjadi senyawa lain atau sebagai substrat untuk respirasi dalam
siklus krebs. Sedangkan kenaikan total asam yang terjadi ini dapat diakibatkan oleh adanya
pembentukan asam sitrat pada saat respirasi. Pada saat respirasi berlangsung akan terjadi pemecahan

21
polisakarida menjadi gula kemudian oksidasi gula menjadi menjadi asam piruvat dan setelah itu
transformasi asam piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO2, air, dan
energi. Asam sitrat dapat dibentuk dari asam piruvat karena asam sitrat merupakan salah satu asam
organik yang dibentuk pada siklus krebs (Phan et al., 1986).

0
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Laju perubahan total asam -0,005
(mg/100 g bahan/hari)
-0,01

-0,015

-0,02

-0,025

-0,03
Keterangan : B1 = polipropilen vakum B2 = polipropilen normal B3 = polipropilen lubang
B4 = polietilen vakum B5 = polietilen normal B6 = polietilen lubang

Gambar 10. Histogram laju perubahan total asam terhadap jenis dan kondisi kemasan

Gambar 10. menunjukkan bahwa perubahan total asam tidak dipengaruhi oleh jenis kemasan,
namun perubahannya lebih cenderung dipengaruhi oleh kondisi kemasan. Kondisi kemasan berlubang
baik pada jenis kemasan polipropilen maupun polietilen menunjukkan penurunan total asam tertinggi.
Berdasarkan uji lanjut dengan metode Duncan (Lampiran 5), perlakuan jenis dan kondisi kemasan
menunjukkan bahwa penurunan kandungan asam terendah adalah perlakuan penyimpanan buah salak
pondoh dalam kemasan polipropilen vakum dengan laju perubahan sebesar -0.0102 mg/100 g bahan
per hari dan jenis kemasan ini tidak berbeda dengan perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam
kemasan polipropilen normal, polietilen normal, dan polietilen vakum. Namun beberapa jenis dan
kondisi perlakuan penyimpanan menggunakan tipe kemasan tersebut semuanya berbeda signifikan
dengan perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen dan polietilen lubang.
Hal ini dapat terjadi diduga karena adanya perubahan yang dipengaruhi oleh proses respirasi dan
besarnya laju kerusakan yang terjadi selama penyimpanan. Pada kondisi normal buah salak
mengandung asam, namun dalam jumlah yang sedikit. Selama penyimpanan buah akan mengalami
kegiatan alami yakni metabolisme, termasuk di dalamnya adalah proses respirasi. Selama proses
respirasi berlangsung asam yang terkandung dalam buah akan dipecah menjadi rantai pendek yang
bersifat volatil sehingga secara tidak langsung kandungan asam akan menurun. Dalam kemasan
berlubang kegiatan respirasi lebih besar terjadi dibandingkan pada kemasan vakum dan kemasan
normal, hal ini dapat diketahui dari besarnya tingkat kerusakan yang terjadi pada kemasan berlubang
baik polipropilen maupun polietilen. Semakin cepat kegiatan respirasi berlangsung, maka semakin
banyak jumlah kandungan asam yang akan dirombak untuk menghasilkan energi yang digunakan
buah-buahan mempertahankan hidup hingga buah mengalami kebusukan.

2. Vitamin C
Nilai Vitamin C menunjukkan banyaknya mg asam askorbat dalam 100 g bahan berupa salak
pondoh. Kandungan Vitamin C salak pondoh diawal penyimpanan sebesar 2.20 mg /100 gram buah

22
untuk buah salak kematangan 80%, 2.240 mg/100 gram buah untuk buah salak kematangan 90%, dan
2.60 mg/100 gram buah untuk buah salak kematangan campuran. Pada umumnya akan terjadi
penurunan kadar Vitamin C dalam penyimpanan buah-buahan. Dalam penyimpanan salak pondoh ini
selama penyimpanan juga terjadi penurunan kadar Vitamin C baik pada buah salak pondoh tingkat
kematangan 80%, 90% maupun campuran.
Buah salak pondoh kematangan 80%, penurunan kadar vitamin C paling tinggi adalah
penyimpanan dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5% dengan nilai laju penurunan sebesar
0.062 mg/100 g bahan per hari. Dan nilai penurunan kadar Vitamin C terendah adalah penyimpanan
buah salak dalam kemasan polietilen vakum dosis zeolit 10% dengan nilai laju penurunan sebesar
0.005 mg/100 g bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan 90%, penurunan kadar Vitamin C
tertinggi adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen vakum tanpa menggunakan bahan
penyerap (kontrol) dengan nilai laju penurunan sebesar 0.119 mg/100 g bahan per hari. Sedangkan
nilai penurunan kadar Vitamin C terendahnya adalah buah salak pondoh yang dikemas dalam
kemasan polietilen vakum dosis zeolit 10% dengan nilai laju penurunan sebesar 0.001 mg/100 g
bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan campuran menunjukkan bahwa penurunan kadar
Vitamin C tertinggi dengan nilai laju penurunan sebesar 0.123 mg/100 g bahan per hari adalah buah
salak yang disimpan dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5%. Sedangkan laju penurunan
terendahnya dengan nilai laju penurunan sebesar 0.042 mg/100 g bahan per hari adalah buah salak
yang dikemas dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 5%.
Berdasarkan hasil uji statistik pada tingkat kepercayaan 95% (=0.05) menunjukkan bahwa
seluruh perlakuan yang diberikan baik dosis bahan penyerap, jenis dan kondisi kemasan, maupun
interaksi antara keduanya semua berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar Vitamin C selama
penyimpanan (Lampiran 6).

0
A3 A2 A1
Laju perubahan Vitamin C

-0,02
(mg/100 g bahan per hari)

-0,04
-0,06
-0,08
-0,1
-0,12
-0,14
-0,16
-0,18

Keterangan : A1 = zeolit 0% (kontrol) A2= zeolit 5% A3= zeolit 10%

Gambar 11. Histogram laju perubahan Vitamin C terhadap dosis bahan penyerap

Dari Gambar 11. dapat diketahui penurunan kadar Vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan
A1 yaitu penyimpanan buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol) yaitu sebesar
-0.0743 mg/100g bahan per hari. Selanjutnya disusul oleh perlakuan A2 dan A1 yaitu perlakuan
penyimpanan buah salak pondoh dengan dosis zeolit 10% dan 5%, dengan nilai laju penurunan
masing-masing perlakuan adalah -0.01170 dan -0.1620 mg/100 g bahan per hari. Hasil uji lanjut
dengan metode Duncan, menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis yang diberikan, berbeda
siginifikan antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Baik perlakuan dosis zeolit 0% (kontrol),

23
dosis zeolit 5%, maupun dosis zeolit 10% (Lampiran 6). Perlakuan buah salak pondoh yang disimpan
tanpa menggunakan bahan penyerap (dosis 0%), memiliki penurunan kandar Vitamin C paling tinggi
dibandingkan dengan perlakuan penyimpanan dengan menggunakan bahan penyerap. Hal ini dapat
terjadi diduga karena ada kaitannya dengan besarnya laju kerusakan yang terjadi selama
penyimpanan. Selama penyimpanan, buah salak pondoh yang disimpan cenderung mengalami
penurunan kadar Vitamin C yang bisa diakibatkan karena adanya proses oksidasi pada saat buah
mengalami kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Smith (1963), dimana saat penyimpanan
berlangsung kerusakan yang terjadi dapat mengakibatkan terjadinya proses oksidasi. Proses oksidasi
selanjutnya akan mendegradasi asam askorbat yang terkandung dalam buah menjadi asam dehidro-
askorbat, sehingga menyebabkan kandungan Vitamin C dalam buah berkurang.

0
-0,01 B1 B2 B5 B4 B3 B6
Laju perubahan Vitamin
C (mg/100 g bahan/hari)

-0,02
-0,03
-0,04
-0,05
-0,06
-0,07
-0,08
-0,09
Keterangan : B1 = polipropilen vakum B2 = polipropilen normal B3 = polipropilen lubang
B4 = polietilen vakum B5 = polietilen normal B6 = polietilen lubang

Gambar 12. Histogram laju perubahan Vitamin C terhadap jenis dan kondisi kemasan

Dari gambar 12. dapat diketahui bahwa perubahan kadar Vitamin C selama penyimpanan tidak
disebabkan karena jenis kemasan, tetapi disebabkan karena kondisi kemasan. Berdasarkan hasil uji
lanjut perlakuan jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan, menunjukkan bahwa perlakuan
pengemasan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen dan polietilen tidak berbeda signfikan,
namun keduanya berbeda signifikan dengan beberapa perlakuan lainnya (Lampiran 6). Kemasan
polietilen dan polipropilen lubang memiliki penurunan kandungan Vitamin C tertinggi dibandingkan
dengan beberapa perlakuan lainnya pada jenis kemasan yang sama dengan kondisi pengemasan secara
vakum dan normal, hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena dipengaruhi oleh besarnya tingkat
kerusakan dan susut bobot yang terjadi pada tipe pengemasan tersebut. Kondisi pengemasan dengan
lubang memiliki tingkat kerusakan dan susut bobot paling tinggi dibandingkan dengan kondisi
pengemasan lainnya seperti vakum dan normal (tanpa lubang). Semakin tinggi kerusakan yang terjadi,
maka oksidasi Vitamin C akan berlangsung cepat sehingga menyebabkan penurunan kadar Vitamin C
yang tajam. Menurut pendapat Niam RK (2009), Vitamin C mudah teroksidasi dan dipercepat oleh
panas, alkali, enzim, oksidator, serta katalis tembaga dan besi. Enzim oksidatif akan aktif jika terjadi
perubahan sel akibat adanya kerusakan mekanis dan pembusukan ataupun pelayuan. Jika tidak ada
enzim, oksidasi Vitamin C masih akan berlangsung namun dalam kecepetan yang lebih lambat.

24
0,02

Laju perubahan Vitamin C


(mg/100 g bahan/hari)
0
-0,02
-0,04
-0,06
-0,08
-0,1

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 13. Histogram perubahan Vitamin C terhadap dosis dan jenis serta kondisi kemasan

Dari gambar 13. dapat diketahui bahwa penurunan kadar Vitamin C tertinggi dihasilkan oleh
seluruh perlakuan pengemasan tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol). Selain itu penurunan
kadar Vitamin C tertinggi juga dihasilkan pada penyimpanan buah salak pondoh dalam kondisi
kemasan berlubang baik polipropilen mapun polietilen dengan dosis zeolit 5 dan 10%. Penurunan
kandungan Vitamin C terendah adalah perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan
polipropilen vakum dengan dosis zeolit 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut interaksi jumlah dosis bahan
penyerap dengan jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan, seluruh perlakuan penyimpanan
tanpa menggunakan bahan penyerap tidak berbeda secara signifikan antara satu dengan yang lainnya
dan seluruhnya berbeda signifikan dengan perlakuan lain yang menggunakan bahan penyerap.
Berdasarkan Gambar 13. Interaksi antara jumlah dosis bahan penyerap dengan jenis dan
kondisi kemasan ada beberapa perlakuan yang mengalami kenaikan kadar Vitamin C pada akhir
penyimpanan. Pristiwa ini dapat terjadi karena dalam beberapa kondisi, asam askorbat dapat terbentuk
dari substrat hasil proses respirasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Phan et al., (1986) dimana banyak
senyawa-senyawa penting disintesis dari hasil-hasil daur glikolitik dan daur krebs pada proses
respirasi. Glukosa-6-PO4 yang dihasilkan dari pemecahan polisakarida dapat berperan sebagai
substrat dalam pembentukan asam askorbat.

3. Total Padatan Terlarut


Total padatan terlarut terdiri atas komponen yang larut dalam air seperti glukosa, fruktosa,
sukrosa dan protein yang larut dalam air. Total padatan terlarut menunjukkan kadar gula yang
terkandung pada buah. Semakin tinggi nilai total padatan terlarut maka semakin besar pula kadar
kemanisan buah. Analisis mengenai total padatan terlarut disajikan pada Lampiran 7.
Buah salak pondoh kematangan 80%, penurunan total padatan terlarut tertinggi yaitu buah
salak pondoh yang disimpan dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 0% (kontrol) dengan
nilai laju penurunan sebesar 0.115 Brix per hari, sedangkan penurunan terendahnya adalah
penyimpanan dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 10% dengan nilai laju penurunan
sebesar 0.010 Brix per hari. Selanjutnya untuk buah salak pondoh kematangan 90%, penurunan total
padatan terlarut tertinggi adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen lubang
dosis zeolit 10% dengan nilai laju penurunan sebesar 0.350 Brix per hari, sedangkan penurunan
terendahnya adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen lubang dosis zeolit 10% dengan nilai

25
laju penurunan sebesar 0.075 Brix per hari. Adapun untuk buah salak pondoh kematangan campuran,
penurunan total padatan terlarut tertinggi dengan nilai laju penurunan sebesar 0.155 Brix adalah buah
salak yang disimpan dalam kemasan polipropilen lubang dosis zeolit 0% (kontrol). Sedangkan
penurunan total padatan terlarut terendah dengan nilai laju penurunan sebesar 0.060 Brix adalah
penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen normal dosis zeolit 10%.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis bahan penyerap berpengaruh
nyata terhadap perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan. Sedangkan jenis dan kondisi
kemasan serta interaksi antara jumlah dosis bahan penyerap dengan jenis dan kondisi kemasan tidak
berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan (Lampiran 7).

0
A3 A2 A1
Laju perubahan total
padatan terlarut

-0,02
Brix/hari)

-0,04

-0,06

-0,08

-0,1
Keterangan : A1 = zeolit 0% (kontrol) A2= zeolit 5% A3= zeolit 10%

Gambar 14. Histogram laju perubahan total padatan terlarut terhadap dosis bahan penyerap

Berdasarkan histogram pada Gambar 14. dosis bahan penyerap 0% (kontrol) memiliki
penurunan total padatan terlarut tertinggi dengan laju penurunan sebesar -0.0949 Brix per hari.
Selanjutnya adalah dosis dosis zeolit 10% dengan laju penurunan sebesar -0.0326 Brix, dan dosis
zeolit 5% yang memiliki penurunan total padatan terlarut terendah dengan laju penurunan sebesar
-0.0163 Brix. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis
bahan penyerap 5 dan 10% tidak berbeda signifikan, namun keduanya berbeda signifikan dengan
perlakuan jumlah dosis 0% (kontrol) (Lampiran 7). Kandungan total padatan terlarut pada buah salak
pondoh akan meningkat saat buah mengalami pematangan dan akan terus mengalami penurunan
seiring bertambahnya waktu penyimpanan. Penurunan tersebut dapat terjadi dikarenakan kadar gula
sederhana pada daging buah salak yang mengalami perubahan menjadi alkohol, aldehid, dan asam
amino. Semakin lama penyimpanan, komponen gula yang terurai akan semakin banyak sehingga gula
yang merupakan komponen utama dari total padatan terlarut akan mengalami penurunan. Dari hasil
pengujian yang dilakukan, penurunan total padatan terlarut tertinggi adalah perlakuan jumlah dosis
0% atau penyimpanan buah salak tanpa menggunakan bahan penyerap. hal ini dapat terjadi diduga
karena pengaruh dari peningkatan laju respirasi yang terjadi pada buah salak pondoh yang disimpan.
Produksi etilen yang seharusnya dapat ditekan seminimal mungkin oleh bahan penyerap tidak dapat
dilakuakan dalam kemasan tanpa bahan penyerap, sehingga etilen tetap diproduksi dalam jumlah
besar dan dapat mempercepat kegiatan respirasi. Semakin cepat respirasi maka pemecahan polimer
karbohidrat akan semakin cepat pula terjadi.

26
E. ORGANOLEPTIK
Pengujian organoleptik merupakan salah satu cara uji yang dilakukan untuk mengetahui
penerimaan konsumen terhadap mutu produk yang akan dipasarkan. Uji organoleptik pada umumnya
dilakukan dengan metode hedonik atau metode tingkat kesukaan. Organoleptik merupakan penilaian
seseorang mengenai sifat ataupun kulaitas suatu bahan, dengan beberapa parameter mutu yang
diberikan kepada panelis untuk memberikan penilaian (Soekarto, 1985). Dalam penelitian ini
pengujian organoleptik dilakukan pada hari ke-1, ke-10 dan ke-20 penyimpanan, sedangkan beberapa
parameter uji yang diberikan adalah penilaian terhadap tekstur, aroma, rasa dan penerimaan secara
umum terhadap sampel yang diberikan yaitu berupa buah salak pondoh.

1. Tekstur
Parameter uji tekstur yang diberikan kepada panelis digunakan untuk mengetahui penerimaan
konsumen terhadap tekstur utuh buah salak pondoh secara utuh. Penilaian tekstur dapat dilihat dari
segi penampakan kulit buah, kesegaran buah dan kekerasan buah. Selama penyimpanan, buah salak
pondoh cenderung mengalami penurunan susut bobot yang ditandai dengan perubahan-perubahan
pada bentuk dan kesegaran buahnya. Menurut Pantastico (1986), penilaian tekstur akan
mempengaruhi rasa buah bila diraba sebab tekstur akan menentukan ketegaran, kelunakan, kandungan
cairan buah, berserabut, dan bertepung bagi buah dan sayuran.
Tingkat kematangan buah salak pondoh juga berpengaruh pada tekstur buah. Buah salak
pondoh kematangan 80% memiliki tektur yang lebih keras dibandingkan dengan buah salak pondoh
kematangan 90%. Buah salak pondoh kematangan campuran, tekstur buah lebih bervariasi dan
beragam tergantung usia pemanenan buahnya. Pada hari ke-10 penyimpanan, tekstur buah salak
pondoh masih sama seperti pada awal penyimpanan dilakukan, dan penilaian panelis masih
menunjukkan respon yang positif. Adanya zeolit sebagai bahan penyerap dapat menghambat laju
etilen yang dihasilkan buah, sehingga pelunakan buah atau perubahan tekstur buah akibat pematangan
dan adanya reaksi metabolisme dapat diminimalkan. Berikut pada Gambar 15. disajikan histogram
persentase tingkat kesukaan panelis terhadap tektur buah salak pondoh dengan tingkat kematangan
80%.

100

80
% Kesukaan

60

40

20

0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 20 20 20 20 20 20 45 35 40 50 35 40 35 50 35 40 35 45
H-20 0 0 0 0 0 0 20 10 0 0 0 40 0 0 0 0 10 40
Perlakuan
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 15. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh tingkat kematangan 80%

27
Berdasarkan persentase tingkat kesukaan panelis untuk tekstur buah salak pondoh dengan
kematangan 80%, perlakuan menggunakan dosis zeolit 5% dalam kemasan polietilen vakum dan
dosis zeolit 10% dalam kemasan polipropilen normal lebih disukai panelis dibanding dengan beberapa
perlakuan lainnya. Pada umumnya hingga hari ke-10 penyimpanan, tekstur buah salak pondoh masih
sama seperti pada awal buah salak pondoh disimpan sehingga beberapa panelis memberikan respon
yang positif. Pada hari ke-21 penyimpanan, penilaian panelis terhadap tekstur buah salak mulai
berkurang. Sedangkan sampai hari ke-21 penyimpanan tektur buah salak yang disimpan dengan dosis
zeolit 5 dan 10% dengan kemasan polietilen lubang masih menjadi pilihan paling disukai panelis.
Pada tingkat kematagan 90%, tekstur buah salak pondoh hingga hari ke-10 penyimpanan
paling disukai panelis adalah perlakuan penyimpanan dengan dosis zeolit 5% dalam kemasan
polipropilen normal. Berbeda dengan kematangan 80%, kematangan 90% penurunan kesukaan panelis
terhadap tekstur buah salak lebih tinggi hingga hari ke-21 penyimpanan. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan pada dasarnya buah salak kematangan 80% memiliki tekstur buah yang lebih keras pada
awal penyimpanan, sedangkan buah salak kematangan 90% telah memasuki tahap matang sehingga
tekstur buah masir atau sedikit lebih lembek. Berikut pada Gambar 16. disajikan histogram persentase
kesukaan panelis terhadap tekstur buah salak pondoh kematangan 90%.

100
80
% Kesukaan

60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 25 25 25 25 25 25 40 40 35 30 40 35 30 65 30 35 25 35
H-20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30 0 0 0 0 10 20 30
Perlakuan
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 16. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh kematangan 90%

Persentase kesukaan untuk kematangan campuran sesuai pada Gambar 17. dimana hingga hari
ke-21 penyimpanan, perlakuan dosis zeolit 10% dalam kemasan polipropilen normal paling disukai
panelis. Kematangan campuran pada dasarnya terdiri dari beberapa macam buah salak dengan umur
panen yang bermacam dan bervariasi, namun dalam penelitian kali ini sebagaian besar yang ada
dalam kematangan campuran adalah buah salak dengan umur panen antara 6.5-7 bulan dari masa
penyerbukan bunga atau sama dengan kematangan 90%. Oleh karena itu, maka penilaian panelis pada
tingkat kematangan ini tidak jauh berbeda dengan tingkat kematangan 90%, sehingga penurunan
respon penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan lebih tinggi dibandingkan buah salak kematangan
80%.

28
100

% Kesukaan
80
60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 30 30 30 30 30 30 15 15 20 10 40 5 15 15 15 15 30 30
H-20 0 0 0 0 0 0 10 30 0 0 20 0 10 40 0 0 30 0
Perlakuan

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 17. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh kematangan campuran

Pada umumnya tekstur buah salak akan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu
penyimpanan. Pelunakan tekstur buah salak disebabkan karena degradasi komponen-komponen
dinding sel seperti pektin. Pektin yang tidak larut dalam air berupa protopektin akan berubah menjadi
pektin yang larut dalam air selama penyimpanan akibat adanya proses metabolisme, sehingga
menyebabkan pelunakan pada buah. Pada suhu dingin, aktifitas enzim yang berperan dalam degradasi
tersebut dapat dihambat sehingga tekstur buah salak pondoh yang disimpan relatif lebih keras.
Namun kandungan pektin dalam buah salak tidak terlalu besar sehingga penurunan kekerasan lebih
banyak disebabkan karena kehilangan air selama penyimpanan. Menurut Broune (1976), pengaruh
lunaknya buah-buahan karena terjadinya perubahan komposisi dinding sel akibat perubahan tugor
dinding sel yang memengaruhi kerenyahan dan kesegaran buah. Kehilangan tugor disebabkan
membesarnya vakuola karena sel perenkim yang menyerap air.

2. Aroma
Aroma yang khas selalu timbul di sekitar buah-buahan yang sedang masak. Senyawa-senyawa
utama yang ditemuakan adalah ester-ester alkohol alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek.
Melalui indera penciuman, aroma biasanya digunakan sebagai parameter untuk menentukan rasa.
Aroma khas buah salak pondoh dapat mengalami perubahan selama penyimpanan berlangsung.
Perubahan ini terjadi lebih banyak diakibatkan oleh adanya akumulasi gas CO2 yang ada di dalam
kemasan sehingga terjadi reaksi fermentasi yang dapat merusak aroma buah yang disimpan.
Aroma yang dihasilkan buah salak berbeda antara satu kematangan dengan kematangan
lainnya. Buah salak kematangan 90%, aroma khas buah lebih tajam terasa dibandingkan dengan buah
salak kematangan 80%. Hal ini dikarenakan buah salak kematangan 90% kondisi buah dalam keadaan
matang dan masir sehingga aroma yang dihasilkan oleh buah ini lebih tajam. Dari berbagai perlakuan
yang diberikan, untuk buah salak pondoh kematangan 80% aroma buah salak yang disimpan sampai
hari ke-10 paling disukai panelis adalah penyimpanan buah salak dengan dosis zeolit 10% dalam
kemasan polipropilen vakum dan normal (tanpa lubang). Selama penyimpanan cenderung terjadi
penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma buah salak yang disimpan, hingga hari ke-21
penyimpanan aroma buah salak yang paling disukai panelis adalah perlakuan penyimpanan dengan

29
dosis zeolit 10% yang dikemas dalam kemasan polipropilen normal atau tanpa lubang. Persentse
kesukaan panelis terhadap aroma buah salak kematangan 80% disajikan pada Gambar 18.

100
80
%Kesukaan

60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 20 20 20 20 20 20 40 35 25 45 35 50 55 55 35 30 55 30
H-20 0 0 0 0 0 0 0 10 40 0 10 40 0 50 0 0 40 20
Perlakuan
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 18. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh kematangan 80%

100
80
% Kesukaan

60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 20 20 20 20 20 20 30 25 25 30 50 35 45 40 40 30 40 35
H-20 0 0 0 0 0 0 20 0 30 10 0 0 30 10 10 10 0 30
Perlakuan

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 19. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh pada tingkat kematangan 90%

Berdasarkan Gambar 19. dapat diketahui bahwa buah salak kematangan 90%, aroma buah
salak paling disukai panelis hingga hari ke-10 adalah perlakuan penyimpanan dengan dosis zeolit 5%
dalam kemasan polietilen normal atau tanpa lubang. Namun perubahan persentase kesukaan terjadi
pada hari ke-21. Pada hari ke-21 penyimpanan, pilihan konsumen terhadap aroma buah salak paling
disukai adalah penyimpanan buah salak dengan dosis zeolit 5 dan 10% dalam kemasan polipropilen
dan polietilen lubang. Hal ini dapat terjadi diduga karena dalam kemasan, kandungan oksigen rendah

30
dan kandungan karbondiokasida tinggi sehingga terjadi akumulasi karbon dioksida yang
menyebabkan terjadinya fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ulrich (1986), perubahan aroma
selama penyimpanan dapat disebabkan juga oleh adanya kandungan oksigen yang terlalu rendah. Bila
selama penyimpanan tidak terdapat oksigen atau rendahnya konsentrasi oksigen maka buah akan
tercekik (pernafasan terhenti) sehingga akan timbul alkohol dan aroma yang buruk.
Dalam kemasan berlubang karbondioksida yang dihasilkan buah selama respirasi dapat keluar
melalui lubang dalam kemasan, selain itu kebutuhan oksigen juga dapat tercukupi sehingga akumulasi
karbondioksida dapat dicegah. Berbeda pada kemasan tanpa lubang, ketika oksigen telah habis
digunakan dalam proses metabolisme tidak ada asupan oksigen dari luar kemasan, begitu juga
karbondioksida yang tidak dapat keluar dari kemasan karena tidak adanya lubang sebagai media
sirkulasi.

100
80
% Kesukaan

60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 35 35 35 35 35 35 5 10 5 5 25 25 20 10 20 15 25 25
H-20 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 10 0 0 10 0 0 10 0
Perlakuan
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 20. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh kematangan campuran.

Berbeda dengan dua tingkat kematangan sebelumnya, buah salak pondoh kematangan
campuran (Gambar 20) hasil penilaian uji hedonik aroma buah salak menunjukkan bahwa buah salak
yang disimpan tanpa menggunakan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap (kontrol), menjadi pilihan
yang paling disukai oleh panelis hingga hari ke-10 penyimpanan. Namun pada hari ke-21 buah salak
tanpa bahan penyerap sudah tidak mampu bertahan (rusak atau busuk). Hal ini dapat terjadi mungkin
dikarenakan dalam perlakuan kontrol hingga hari ke-10 kebutuhan O2 masih tersedia dan belum
terjadi akumulasi CO2. Selama penyimpanan berlangsung, buah-buahan akan melakukan proses
metabolisme, termasuk respirasi di dalamnya. Proses respirsi yang dilakukan, selain karena pengaruh
etilen yang dihasilkan oleh buah, proses respirasi juga memerlukan oksigen untuk mengahsilkan
energi. Ketika oksigen di dalam kemasan telah habis digunakan dalam kegiatan respirasi, maka
respirasi yang terjadi akan bersifat anaerobik. Proses respirasi yang bersifat anaerobik inilah yang
akan mempengaruhi aroma dan rasa pada buah yang disimpan dalam kemasan, karena respirasi
anaerobik akan menghasilkan atanol dan etanal akibat akumulasi karbondioksida yang ada di dalam
kemasan.
Pada umumnya selama penyimpanan terjadi penurunan penilain skor panelis terhadap aroma
buah salak yang disimpan. Menurut Ulrich (1986), penurunan atau penyimpangan aroma dapat

31
disebabkan oleh adanya penimbunan etanol dan etanal. Bersama dengan timbulnya bau dan rasa yang
tidak dikehendaki pada buah-buahan ini, biasanya akan berpengaruh terhadap warna buah tersebut.

3. Rasa
Dalam pengujian organoleptik rasa buah salak yang dilakukan secara hedonik, maka tidak
semua sampel perlakuan di ujikan karena pada akhir penyimpanan terdapat beberapa sampel
perlakuan yang tidak layak untuk dikonsumsi. Pada umumnya dalam penilaian secara hedonik
parameter rasa akan berhubungan atau dipengaruhi oleh parameter aroma. Karena aroma dapat
digunakan sebagai salah satu parameter uji terhadap rasa berdasarkan bantuan dari indera penciuman.

100
% Kesukaan

80
60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 30 30 30 30 30 30 25 20 5 20 25 10 5 20 0 5 5 5
H-20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 10 20 0 30 20 30
Perlakuan

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 21. Histogram tingkat kesukaan rasa buah salak pondoh kematangan 80%.

Dari histogram pada Gambar 21. Dapat diketahui persentase kesukaan panelis terhadap rasa
buah salak pondoh kematangan 80% menunjukkan adanya respon penilaian panelis yang postif. Pada
hari ke-10 rasa buah salak paling disukai adalah buah salak yang disimpan tanpa menggunakan bahan
penyerap (kontrol), namun selanjutnya penyimpanan tanpa menggunakan bahan penyerap tidak dapat
diujikan pada hari ke-21 karena untuk seluruh perlakuan tanpa bahan penyerap kerusakan telah
mecapai 100% pada hari ke-17 penyimpanan. Pada hari ke-21 penyimpanan aroma buah salak pondoh
yang disukai oleh panelis adalah buah salak yang disimpan dengan zeolit 10% dalam kemasan
polietilen lubang. Pada hari ke-10 penyimpanan penilaian rasa buah salak yang disimpan dengan
perlakuan ini kurang disukai panelis, hal ini terjadi karena selama penyimpanan buah akan mengalami
pematangan sehingga diakhir penyimpanan buah salak kematangan 80% akan menjadi lebih manis
dan memiliki tektur yang lembut.Selama penyimpanan berlangsung, buah-buahan akan mengalami
proses pematangan. Pada umumnya buah-buahan akan berasa manis apabila dalam keadaan matang.
Menurut Apandi (1984), sesudah panen pati yang terdapat dalam bentukan timbunanan dalam
sel jaringan, biasa ditransformasi menjadi gula-gula sakarosa, glukosa, dan fruktosa. Perubahan yang
terjadi pada karbohidrat ini merupakan perubahan yang mencolok pada buah-buahan. Gula bertambah
oleh hidrolisa polisakarida pati, sekalipun sebagian dari gula telah digunakan dalam proses respirasi.

32
100

% Kesukaan
80
60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
Hari-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 25 25 25 25 25 25 35 30 25 40 30 30 25 45 30 35 50 30
H-20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 20 0 0 0 0 10 10 20
Perlakuan

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 22. Histogram tingkat kesukaan rasa buah salak pondoh pada tingkat kematangan 90%.

Berdasarkan Gambar 22. Dapat diketahui perubahan persentase kesukaan terhadap rasa buah
salak kematangan 90%. Pada tingkat kematangan 90% pada dasarnya buah yang disimpan adalah
buah salak yang matang sehingga selama penyimpanan perubahan yang terjadi adalah perubahan pada
tekstur buah, sepertihalnya pelunakan dan penyusutan buah sehingga mempengaruhi tingkat kesukaan
panelis diakhir penyimpanan. Pada hari ke-10 penyimpanan buah salak kematangan 90% respon
panelis masih baik sehingga diperoleh perlakuan terbaik adalah penyimpanan buah salak dengan zeolit
10% dalam kemasan polietilen normal atau tanpa lubang. Namun seiring bertambahnya masa simpan
maka terjadi penurunan penilaian panelis. Pada hari ke-21 penyimpanan penilaian panelis
menunjukkan respon yang kurang baik, hal ini disesbabkan karena pada hari ke-21 buah salak yang
disimpan telah melewati batas matang (over ripe) sehingga mempengaruhi penilaian panelis. Selain
itu, kandungan gula yang ada dalam buah selama penyimpanan digunakan dalam proses respirasi dan
diubah menjadi alkohol dan asam yang mana secara tidak langsung akan mempengaruhi rasa buah
salak yang disimpan.

100
80
% Kesukaan

60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 35 35 35 35 35 35 20 15 25 20 30 15 5 30 10 15 25 25
H-20 0 0 0 0 0 0 10 20 0 0 40 0 0 40 0 0 20 0
Perlakuan
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 23. Histogram tingkat kesukaan rasa buah salak pondoh pada tingkat kematangan campuran.

33
Dari Gambar 23. dapat diketahui persentase kesukaan panelis terhadap rasa buah salak
kematangan campuran. Rasa buah salak kematangan campuran berbanding lurus dengan aroma buah
salak pada tingkat kematangan campuran, dimana rasa buah salak paling disukai adalah penyimpanan
dengan perlakuan tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol). Namun hal ini terjadi hingga hari ke-
10 penyimpanan, sedangkan selanjutnya terjadi perubahan dimana rasa buah salak yang paling disukai
adalah perlakuan penyimpanan menggunakan 5% dan 10% zeolit dalam kemasan polipropilen dan
polietilen normal (tanpa lubang). Hal ini dapat terjadi karena pada hari ke-10 penyimpanan di dalam
kemasan kebutuhan O2 masih tercukupi dan belum terjadi akumulasi CO2 yang menyebabkan respirasi
anaerobik dengan menimbulkan etil alkohol, dimana nantinya akan berpengaruh pada rasa dan aroma
buah yang dikemas. Sedangkan perlakuan dengan 5 dan 10% zeolit dalam kemasan polipropilen dan
polietilen normal, hingga hari ke-21 masih menunjukkan respon yang baik. Hal ini diduga karena
bahan penyerap yang ada berfngsi dengan baik. Zeolit bekerja efektif menyerap gas etilen yang
dihasilkan oleh buah selama penyimpanan, sehingga respirasi yang dipengaruhi oleh kerja etilen dapat
sedikit diperlambat. Etilen merupakan suatu gas yang dihasilkan buah dan bersifat autokatalitik, dalam
hal ini berarti etilen dapat mempegaruhi kegiatan repirasi. Semakin banyak produksi etilen maka laju
respirasi akan berlangsung cepat dan pematangan buah menjadi lebih cepat, semakin sedikit produksi
etilen maka laju repirasi akan semakin kecil dan pematangan buah dapat diperlambat.

4. Penerimaan Umum
Penerimaan umum merupakan penilaian secara keseluruhan yang dilakukan oleh panelis
terhadap suatu bahan. Begitu juga pada penerimaan umum buah salak pondoh, artinya panelis
memberikan penilaian secara keseluruhan terhadap parameter-parameter yang telah diberikan baik
tekstur, aroma, dan rasa buah salak. Secara umum, dari ketiga kematangan buah salak pondoh
seluruhnya mengalami penurunan tingkat kesukaan dari awal penyimpanan hingga akhir
penyimpanan.

100
% Kesukaan

80
60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 30 30 30 30 30 30 45 25 35 35 40 40 40 60 35 40 35 25
H-20 0 0 0 0 0 0 0 40 0 0 20 20 10 40 0 0 10 20
Perlakuan

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 24. Histogram penerimaan umum buah salak pondoh kematangan 80%

Dari Gambar 24. Dapat dilihat persentase tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan umum
buah salak pondoh kematangan 80%. Secara keseluruhan pada hari-10 panelis memberikan respon
yang positif dari beberapa perlakuan yang diberikan. Perlakuan penyimpanan dengan zeolit 10%

34
dalam kemasan polipropilen normal (tanpa lubang) menjadi pilihan paling disukai panelis. Sebanyak
60% panelis menyukai buah salak pondoh secara keseluruhan yang disimpan dengan perlakuan
tersebut. Meskipun terjadi penurunan penilaian panelis, perlakuan kemasan polipropilen normal
dengan zeolit 5 dan 10% tetap menjadi pilihan panelis. Sebanyak 40% panelis menyukai buah salak
pondoh yang disimpan dengan kedua perlakuan tersebut.
Pada tingkat kematangan 90% sesuai dengan Gambar 25. menunjukkan bahwa penggunaan
zeolit dengan perlakuan vakum lebih dapat diterima panelis. Kondisi vakum mampu memperpanjang
masa simpan buah karena kondisi vakum secara tidak langsung merupakan salah satu bagian dari
atmosfer modifikasi. Hingga hari ke-10 penyimpanan 60% panelis menyukai buah salak pondoh yang
dikemas secara vakum dengan zeolit 10%. Pada hari ke-20 penyimpanan terjadi penurunan respon
penilaian yang diberikan panelis, hal ini terjadi dikarenakan buah salak kematangan 90% diakhir
penyimpanan hanya beberapa sampel perlakuan yang mampu bertahan atau tidak rusak hingga hari
ke-21 penyimpanan. Pada dasarnya buah salak kematangan 90% adalah buah yang memasuki fase
matang pada saat awal penyimpanan, oleh karena itu saat penyimpanan berlangsung sering terjadi
over ripe atau kerusakan yang diakibatkan buah lewat matang. Hal inilah yang menyebabkan
penurunan respon panelis terhadap peneriamaan keseluruhan buah salak pondoh kematangan 90%.
100
80
% Kesukaan

60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 25 25 25 25 25 25 25 35 35 35 30 30 60 35 30 25 30 45
H-20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 20 0 0 0 0 10 0 20
Perlakuan
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 25. Histogram penerimaan umum buah salak pondoh kematangan 90%

Buah salak pondoh kematangan campuran (Gambar 26) juga terjadi penurunan persentase
kesukaan selama penyimpanan. Secara keseluruhan buah salak pondoh kematangan campuran yang
paling disukai panelis adalah buah salak yang disimpan dalam kemasan polipropilen dan polietilen
normal dengan zeolit 10%. Sebanyak 30% panelis menyukai buah salak yang disimpan dengan
perlakuan tersebut.
Perbedaan hasil yang terjadi antara masing-masing kematangan diduga karena adanya
perbedaan umur buah salak saat pemanenan dilakukan. Menurut Kader (1985), buah-buahan dan
sayuran melewati empat tingkat perkembangan dengan perbedaan yang jelas yaitu muda, masak atau
ranum, dan matang. Lama dan laju perkembangannya berbeda menurut jenis produknya. Tingkat
perkembangan itu berpengaruh terhadap laju respirasi dan lamanya umur simpan, begitu pula terhadap
perubahan cadangan makanan. Buah kematangan 80% dan kematangan campuran pada dasarnya
adalah buah salak yang masak, berbeda dengan kematangan 90% yang telah memasuki fase matang
pada saat pemanenan. Sehingga pada waktu penyimpanan perubahan-perubahan yang terjadi baik

35
perubahan pada kesegaran buah, tekstur daging buah, rasa dan aroma pada buah salak pondoh
kematangan 90% lebih cepat dibandingkan dengan dua buah dengan tingkat kematangan lainnya.
100
80
% Kesukaan

60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6
H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H-10 30 30 30 30 30 30 25 30 30 25 40 20 10 15 20 15 25 20
H-20 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 30 0 0 30 0 0 30 0
Perlakuan
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 26. Histogram penerimaan umum buah salak pondoh kematangan campuran

36
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Penyimpanan buah salak pondoh menggunakan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap
sebanyak 5 dan 10% dapat memperpanjang masa simpan buah salak pondoh dibandingkan dengan
penyimpanan tanpa menggunakan bahan penyerap (dosis 0%). Pada hari ke-17 penyimpanan,
perlakuan tanpa menggunakan zeolit tingkat kerusakan yang terjadi mencapai 100%. Sedangkan
perlakuan menggunakan zeolit 5 dan 10% tingkat kerusakan masih di bawah 50%, dan beberapa
perlakuan mampu bertahan hingga hari ke-21 penyimpanan. Hal ini berlaku pada berbagai tingkat
kematangan baik 80%, 90%, dan campuran. Dosis zeolit 10% lebih berpengaruh dari pada dosis 5%
maupun 0% (kontrol) yang dilihat dari rata-rata laju kerusakan selama penyimpanan. Laju kerusakan
terendah adalah dosis zeolit 10% dengan laju kerusakan sebesar 0.0432 % kerusakan per hari, diikuti
dengan dosis zeolit 5% dengan laju kerusakan sebesar 0.0457 % kerusakan per hari. Laju kerusakan
tertinggi adalah perlakuan dosis 0% dengan laju kerusakan sebesar 7.736 % kerusakan per hari.
Adanya perubahan mutu selama penyimpanan dapat dilihat dari perubahan beberapa kompenen kimia
buah salak pondoh seperti total asam, Vitamin C, dan Total padatan terlarut. Total asam berubah dari
0.67 menjadi 0.58%. Kandungan Vitamin C menurun dari 2.20 menjadi 1.58 mg/100 g bahan. Total
padatan terlarut juga mengalami penurunan dari 16 hingga 11Brix. Pada akhir penyimpanan tekstur
buah salak pondoh mulai layu dan mengkerut, aroma khas buah salak pondoh mulai berubah menjadi
asam, dan rasa buah yang manis pada awal penyimpanan berubah menjadi sedikit asam pada akhir
penyimpanan. Secara keseluruhan penerimaan umum panelis hingga hari ke-10 penyimpanan, buah
salak pondoh masih dapat diterima oleh panelis. Sedangkan pada hari ke-21 penyimpanan, sampel
buah salak yang diberikan sudah tidak dapat diterima oleh panelis. Dari beberapa perlakuan yang
diberikan baik dosis serta jenis dan kondisi kemasan, perlakuan penyimpanan buah salak pondoh
dalam kemasan polipropilen dan polietilen normal dengan dosis zeolit 5% adalah perlakuan dengan
hasil terbaik jika dilihat dari beberapa aspek perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan.

B. SARAN
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mendapatkan dosis zeolit yang tepat dan optimal
dalam penyimpanan buah salak pondoh dengan teknik kemasan aktif. Selain itu juga diperlukan kajian
lanjut mengenai kombinasi penggunaan zeolit dan beberapa jenis bahan penyerap lain yang potensial
untuk memperpanjang masa simpan buah salak pondoh. Beberapa faktor seperti suhu dan kelembapan
yang stabil dapat menentukan kondisi buah salak pondoh yang disimpan, karena secara tidak langsung
faktor lingkungan tempat penyimpanan juga akan mempengaruhi besar kecilnya tingkat kerusakan
yang terjadi selama penyimpanan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ahvenainen R. 2003. Novel Food Packaging Techniques. Woodhead Publishing Limited. Cambridge
England.
Anarsis W. 1996. Agribisnis Komoditas Salak. Bumi Aksara, Jakarta.
AOAC, 1984. Official Method of Analysis of Association Official Agriculture anlytical Chemist.
Washington DC.
AOAC. 1995. Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemists. Washington DC.
AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International 16th ed. Association of Official
Analytical Chemists International. Meryland. USA.
Apandi M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bandung.
Arief P.W.2003. Analisis Prefensi Konsumen Luar Negri terhadap Atribut Buah Salak dan
Implikasinya terhadap Strategi Pengembangan Pemasaran Salak Pondoh. Skripsi. Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Biale J.B. 1960. The postharvest biohemistry of tropical and subtropical fruits. Di dalam C.O.
Chicester et al. (eds.). Advences in Food Research Vol. 10. Academic Press, New York.
Bourne M.C. 1976. Texture of fruits and vegetables. Di dalam De Man et al. (eds.). Rheology and
Texture in Food Quality. The AVI Publishing Co. Inc., Westport.
Brody A.L. 1989. Controlled/Modified Atmosphere/Vacuum Packaging of Foods. Food & Nutrition
Press, Inc., Connecticut.
Burton J.V. 1970. Fruit phenolics. Di dalam A.C. Hulme (ad.). The Biochemistry of Fruit and Their
Products. Vol I. Academic Press, New York.
Day B. 2002. A Fresh Approach. Camden and Chorleywood Food Reserch Association. Profit
Through Innovation 2002 Sponsored by UPM Finesse.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata, Jakarta.
Hieronymus, B. S. Salak Pondoh. Yogyakarta : Kanisius 1990.
Indriani K.T. 1990. Mempelajari Penyimpanan Buah Salak (Salacca eduis Reinw.) Menggunakan
Sistem Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Kader A.A. 1985. Biochemical and Physiological Basic for Effect of Controlled and Modified
Atmosphere on Fruit and Vegetables. Food Tech. 90 (50) : 99-104.
Kartasapoetra A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta.
Lenny M. E. Prosiding Pemaparan Hasil Litbang Ilmu Pengetahuan Teknik. Bandung, 1996.
Niam R.K. 2009. Aplikasi Edible Coating Berbasis Kappa-Karagenan dengan Penambahan CMC
untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.).
Program Sarjana IPB. Bogor.
Pantastico Er. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan Tropika
dan Subtropika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

38
Phan C.T., E.B. Pantastico, K. Ogawa dan K. Chochin. 1975. Respirasi dan Puncak Respirasi. Di
dalam Pantastico. Fisiologi Pasca Panen. Penerjemah Kamariyani. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Ranganna, S. 1977. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. Tata Mc Graw Hill
Publishing Co., New Delhi.
Reynold T. D. 1982. Unit Operations And Processes In Enviromental Engineering. Brooks/Cole
Engineering Division Monterey : California.
Sabari. 1983. Faktor-faktor Pengawet Pada Buah Salak. Sub Balai Penelitian Tanaman Pangan Pasar
Minggu, Jakarta.
Sariman. 1993. Pengkajian Pemanfaatan Zeolit Jawa Timur Sebagai Bahan Katalis, Laporan Teknik
Pengembangan no. 71, Proyek Pengembangan Teknologi Pengolahan Bahan Galian, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral.
Smith W.H. 1963. The Use of CO2 in Transport and Storage of Fruit and Vegetables. Di dalam C.O.
Chichester et al. Advances Food Research, Vol.12. Academic Press, New York.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Oraganoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit
Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Suhardjo, Sjaifullah, S. Prabawati, S. Sahutu dan Murtianingsih. 1995. Teknologi Produksi Salak :
Penanganan segar. Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Departemen
Pertanian, jakarta.
Sunarya N. 2009. Aplikasi Zeolit Alam Untuk Industri. UI Press. Jakarta
Suter I.K. 1988. Telaah Sifat Buah Salak di Bali Sebagai Dasar Pembinaan Mutu Hasil. Thesis.
Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor.
Thahjadi. Bertanam Salak. Yogyakarta : Kanisius, 1995.
Tirtosoekotjo, R. ABS. 1984. Ripening Behavior and Physico-Chemical Characteristic of Carabao
Mango. ULB, Philippines.
Ulrich R.1986. Pertimbangan Fisiologis dan Praktis. Di dalam Er. B. Pantastico (ed). Fisiologi Pasca
Panen. Penerjemah Kamariyani Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Wereing D.F and I. D.J. Phillips. 1970. The Control of Growth and Differentation in Plants.
Pargamon Press, New York.
Wills R.H., T.H. Lee., W.B. Garham, Glasson, dan E.G. Hall. 1981. Postharvest : an Introduction to
the Physiilogy and Handling of Fruit and Vegetables. NSW Press Limited, Australia.
Winarno FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Holtikultura. M-Bario Press, Bogor.
Winarno F.G., D. Fardiaz dan S. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
Winarno. F.G dan M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. PT Sastra Hudaya, Jakarta.
Winanarno F.G dan B.S.L Jenie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia
Indonesia, Jakarta.

39
LAMPIRAN

40
Lampiran 1. Prosedur analisa

1. Analisa Fisik
a. Persen kerusakan
Bahan yang disimpan dilihat besarnya persen kerusakan yang terjadi selama
penyimpanan. Pengukuran persen kerusakan dilihat dari jumlah total bobot awal buah salak
dalam kemasan dikurangi jumlah bobot buah salak yang masih bagus atau masih layak untuk
dikonsumsi.

( )
( )

BA = berat awal bahan sebulum disimpan


BP = berat bahan penyerap
BB = berat bagus bahan yang layak dikonsumsi

b. Susut bobot
Selama penyimpanan dilakukan akan terjadi susut bobot bahan akibat adanya
repirasi yang terjadi selama penyimpanan. Susut bobot yang terjadi dapat dilihat dari jumlah
bobot awal bahan sebelum penyimpanan dikurangi dengan bobot akhir bahan setelah
penyimpanan dilakukan

( )
( )

BA = berat awal bahan sebelum disimpan


BP = berat bahan penyerap
BH = berat akhir setelah penyimpanan

2. Analisa Kimia
a. Total asam (Ranganna, 1977)
Bahan sebesar 10 gram yang telah dihaluskan, dimasukkan dalam labu takar 250 ml
dan ditambah aquades hingga tanda tera. Kemudian bahan dikocok hingga merata, disaring
dan diambil filtratnya sebesar 100 ml yang kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan
indikator penolptalein sampai warna merah muda.

F = faktor pengenceran
V = NaOH yang dibutuhkan
N = normalitas NaOH
G = berat contoh
64 = gram equivalen asam sitrat

41
b. Vitamin C (AOAC, 1984)
Bahan sebesar 10 gram yang telah dihaluskan, dimasukkan dalam labu takar 250 ml
dan ditambah aquades hingga tera. Bahan disaring dengan kapas dan diambil filtratnya
sebesar 25 ml yang kemudian dititrasi dengan Iod 0,01 N dengan bantuan indikator larutan
kanji sampai berubah warna.

( )

A = mg asam askorbat/100 gram buah


P = pengenceran
Y = berat contoh

c. Total padatan terlarut (TSS), metode Refraktometer (AOAC, 1984)


Filtrat dari analisa total asam dan Vitamin C diteteskan pada kaca refraktometer
atago. Skala yang dibaca pada refraktometer dikalikan dengan faktor pengenceran
merupakan total padatan terlarut dalam contoh.

3. Analisa Organoleptik, metode uji Hedonik (Tirtosoekodjo, R.A., 1984)


Uji oraganoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa. Skala yang digunakan
dari 1 (Sangat tidak suka), 2 (Tidak suka), 3 (Netral), 4 (suka), 5 (Sangat suka). Uji dilakukan
menggunakan 30 panelis yang terdiri dari karyawan laboratorium dan mahasiswa.

42
Lampiran 2. Lembar uji organoleptik

Nama :
Tanggal pengujian :
Kematangan buah :
Jenis contoh : Buah salak dengan tambahan bahan penyerap
Instruksi : Nyatakan penilaian Anda sesuai dengan skala hedonik yang telah ditentukan

Kode Warna Aroma Tekstur Rasa Penerimaan umum


A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R

Keterangan :
1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Netral
4 = Suka
5 = Sangat suka

43
Lampiran 3. Analisis kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan
a. Data persen kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Dosis B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 23 22 45 31 41 39 32 33 41 35 44 45 45 53 54 56 32 46 42 55 33 46 44 33 41 39 46 51 56 42 44 44 39 55 51
61 67 68 81 66 76 79 89 79 77 77 87 92 85 92 89 92 89 91 88 78 76 82 77 76 77 82 79 75 82 72 78 76 89 89 87
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
A1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 15 44 42 48 12 14 11 11 11 12 22 0 21 25 52 100 20 0 0 11 19 1 10 3 61 0 25 9 0 5 29 17 81 58
0 0 11 1 64 58 8 20 23 34 81 100 1 0 16 14 36 9 10 11 100 45 0 76 44 0 65 41 0 67 31 30 19 87 51 100
19 34 35 27 100 100 34 89 61 45 77 75 33 58 0 44 84 56 23 21 99 7 61 60 1 35 90 8 42 100 28 34 26 65 100
A2
15 35 39 27 72 100 60 78 64 100 73 100 42 39 47 100 100 100 50 69 12 48 100 100 83 88 55 100 100 90 37 39
62 48 23 52 100 86 100 11 11 0 100 100 71 62 21 86 39 100 100 75 74 41 62 100 74 88
25 39 24 55 100 100 92 100 72 79 70 39 63 83 94 81 41 62 62 77 84
63 100 36 100 50 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 15 44 42 48 12 14 11 11 11 12 22 0 21 25 52 100 20 0 0 11 19 1 10 3 61 0 25 9 0 5 29 17 81 58
0 0 11 1 64 58 8 20 23 34 81 100 1 0 16 14 36 9 10 11 100 45 0 76 44 0 65 41 0 67 31 30 19 87 51 100
19 34 35 27 100 100 34 89 61 45 77 75 33 58 0 44 84 56 23 21 99 7 61 60 1 35 90 8 42 100 28 34 26 65 100
A3
15 35 39 27 72 100 60 78 64 100 73 100 42 39 47 100 100 100 50 69 12 48 100 100 83 88 55 100 100 90 37 39
60 48 23 52 100 86 100 11 11 100 100 71 62 21 86 39 100 100 75 74 41 62 100 74 88
25 39 24 55 100 100 92 100 72 79 70 39 63 83 94 81 41 62 62 77 84
55 100 36 100 50 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
b. Data laju perubahan tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Dosis
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
A1 5.448 5.612 5.552 5.836 5.845 5.797 6.123 6.111 6.106 6.099 5.789 5.894 5.777 5.904 5.727 5.672 5.760 6.039
5.587 5.873 5.765 6.074 5.788 6.011 5.964 6.041 6.074 6.036 5.777 5.783 5.788 5.825 5.879 5.806 6.064 6.000
A2 2.213 1.231 4.442 4.582 2.618 2.596 4.180 3.357 4.706 3.583 3.349 3.834 3.999 2.582 3.849 4.035 3.450 5.141
3.094 2.772 1.993 4.498 3.015 4.602 3.956 2.519 3.500 3.839 3.881 4.993 3.613 3.463 5.601 4.571 3.500 6.882
A3 2.058 1.231 4.442 4.582 2.618 5.281 4.180 3.357 4.706 3.583 3.349 3.834 3.999 2.582 3.849 4.035 3.450 5.141
3.094 2.772 5.348 4.498 3.015 4.602 3.956 2.519 3.500 3.839 3.881 4.993 3.613 3.463 5.601 4.571 3.500 6.882

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 = Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

44
c. Hasil uji statistik tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan
Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F tabel Keterangan
Kematangan (K) 0.044044 2 0.022022 1.50 4.303
Dosis (A) 1419.96418 2 709.9820 48385 2.571 *
Jenis dan kondisi
0.034138 5 0.006828 0.47 4.303
kemasan (B)
A*B 0.065501 10 0.006650 0.45 2.228
Error 1.291263 88
Total 1421.40112 107
Keterangan : jika F hitung > dari F tabel makan berbeda nyata (*)

DOSIS (A)

Dosis Rata-rata Keterangan

A1 7.73639 A
A2 0.04576 B
A3 0.04325 B
Keterangan : rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

45
Lampiran 4. Analisis susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan
a. Data susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Hari Dosis B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0.29 0.22 0.12 0.18 0.29 0.26 0.12 0.29 0.29 0.17 0.29 0.27 0.32 0.49 0.12 0.23 0.29 0.28 0.23 0.33 0.09 0.19 0.22 0.32 0.17 0.18 0.19 0.26 0.23 0.43 0.19 0.28 0.21 0.32 0.19 0.37
14 0.32 0.39 0.33 0.32 0.26 0.34 0.79 0.66 0.34 0.39 0.56 0.39 0.61 0.88 0.77 0.65 0.72 0.33 0.45 0.49 0.23 0.66 0.37 0.47 0.25 0.65 0.39 0.29 0.34 0.42 0.27 0.27 0.56 0.53 0.56 0.45
17 0.69 0.72 0.87 0.65 0.66 0.72 0.66 0.89 0.56 0.77 0.57 0.45 0.71 0.77 0.71 0.66 0.82 0.66 0.71 0.89 0.66 0.82 0.78 0.66 0.67 0.45 0.42 0.66 0.69 0.71 0.49 0.59 0.67 0.55 0.46 0.44
20 A1
22
25
27
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0.11 0.11 0.24 0.31 0.12 0.14 0.12 0.14 0.11 0.11 0.11 0.12 0.10 0.11 0.11 0.12 0.10 0.13 0.10 0.11 0.11 0.21 0.12 0.12 0.11 0.11 0.13 0.11 0.12 0.04 0.11 0.10 0.11 0.10 0.11 0.11
14 0.12 0.12 0.11 0.11 0.16 0.09 0.07 0.10 0.08 0.20 0.13 0.06 0.11 0.07 0.18 0.05 0.16 0.12 0.13 0.20 0.07 0.16 0.07 0.05 0.12 0.12 0.12 0.12 0.11 0.14 0.11 0.10 0.10 0.11 0.12 0.11
17 0.18 0.18 0.20 0.19 0.01 0.09 0.18 0.18 0.14 0.18 0.12 0.38 0.18 0.19 0.11 0.12 0.12 0.19 0.12 0.08 0.07 0.11 0.13 0.12 0.12 0.13 0.12 0.12 0.12 0.11 0.11 0.11 0.11
A2
20 0.11 0.12 0.25 0.12 0.18 0.02 0.90 0.11 0.12 0.07 0.14 0.04 0.12 0.13 0.11 0.04 0.11 0.12 0.12 0.12 0.06 0.12 0.12 0.17 0.12 0.10 0.11 0.11 0.10
22 0.11 0.11 0.13 0.12 0.12 0.12 0.11 0.11 0.11 0.13 0.12 0.11 0.12 0.12 0.04 0.13 0.12 0.30 0.13 0.13 0.12 0.11 0.15 0.16
25 0.12 0.12 0.11 0.12 0.06 0.20 0.05 0.05 0.16 0.14 0.12 0.11 0.12 0.13 0.12 0.14 0.32 0.14 0.14 0.13 0.13
27 0.12 0.12 0.11 0.14 0.13 0.04 0.04
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0.11 0.11 0.24 0.31 0.12 0.14 0.12 0.14 0.11 0.11 0.11 0.12 0.10 0.11 0.11 0.12 0.10 0.13 0.10 0.11 0.11 0.21 0.12 0.12 0.11 0.11 0.13 0.11 0.12 0.04 0.11 0.10 0.11 0.10 0.11 0.11
14 0.12 0.12 0.11 0.11 0.16 0.95 0.07 0.10 0.08 0.20 0.13 0.06 0.11 0.67 0.18 0.52 0.16 0.12 0.13 0.20 0.72 0.16 0.72 0.53 0.12 0.12 0.12 0.12 0.11 0.14 0.11 0.10 0.10 0.11 0.12 0.11
17 0.18 0.18 0.20 0.19 0.91 0.87 0.18 0.18 0.14 0.18 0.12 0.38 0.18 0.19 0.11 0.12 0.12 0.19 0.12 0.80 0.67 0.11 0.13 0.12 0.12 0.13 0.12 0.12 0.12 0.11 0.11 0.11 0.11
A3
20 0.11 0.12 0.25 0.12 0.18 0.20 0.90 0.11 0.12 0.07 0.14 0.04 0.12 0.13 0.11 0.04 0.11 0.12 0.12 0.12 0.06 0.12 0.12 0.17 0.12 0.10 0.11 0.11 0.10
22 0.11 0.11 0.13 0.12 0.12 0.12 0.11 0.11 0.11 0.13 0.12 0.11 0.12 0.12 0.04 0.13 0.12 0.30 0.13 0.13 0.12 0.11 0.15 0.16
25 0.12 0.12 0.11 0.12 0.60 0.20 0.05 0.05 0.16 0.14 0.12 0.11 0.12 0.13 0.12 0.14 0.32 0.14 0.14 0.13 0.13
27 0.12 0.12 0.11 0.14 0.13 0.42 0.39
b. Data laju perubahan susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Dosis
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
A1 0.035 0.043 0.033 0.045 0.030 0.036 0.042 0.046 0.050 0.039 0.032 0.040 0.033 0.026 0.036 0.026 0.040 0.031
0.038 0.034 0.037 0.051 0.040 0.027 0.051 0.041 0.034 0.047 0.048 0.037 0.033 0.033 0.038 0.030 0.034 0.028
A2 0.004 0.003 0.006 0.002 0.005 0.005 0.003 0.005 0.008 0.002 0.003 0.006 0.005 0.005 0.007 0.005 0.005 0.009
0.004 0.002 0.006 0.021 0.003 0.012 0.003 0.004 0.010 0.004 0.003 0.003 0.012 0.005 0.009 0.005 0.005 0.008
A3 0.004 0.003 0.024 0.016 0.005 0.005 0.003 0.005 0.008 0.008 0.003 0.011 0.005 0.005 0.007 0.005 0.005 0.009
0.004 0.002 0.057 0.021 0.003 0.012 0.007 0.003 0.010 0.006 0.003 0.007 0.012 0.005 0.009 0.005 0.005 0.008
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 = Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang
46
c. Hasil uji statistik susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan
Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F tabel Keterangan
Kematangan (K) 0.0002329 2 0.0001164 2.59 4.303
Dosis (A) 0.0219296 2 0.0109648 2.58 2.571 *
Jenis dan kondisi
0.0005712 5 0.0001142 243.72 4.303 *
kemasan (B)
A*B 0.0006684 10 0.0006684 1.49 2.228
Error 0.0039591 88
Total 0.0273614 107
Keterangan : jika F hitung > dari F tabel makan berbeda nyata (*)

DOSIS (A)

Perlakuan Rata-rata Keterangan

A1 0.0373 A
A3 0.0086 B
A2 0.0057 B
Keterangan : rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

JENIS DAN KONDISI KEMASAN (B)

Perlakuan Rata-rata Keterangan

B3 0.021 A
B4 0.018 A
B1 0.016 AB
B6 0.016 B
B5 0.015 B
B2 0.015 B
Keterangan : rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

47
Lampiran 5. Analisis total asam buah salak pondoh selama penyimpanan
a. Data perubahan total asam buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Hari Dosis B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
0 0.67 0.67 0.67 0.67 0.67 0.67 0.67 0.67 0.67 0.67 0.67 0.67 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63
10 0.53 0.63 0.71 0.73 0.72 0.65 0.54 0.72 0.76 0.45 0.56 0.66 0.54 0.44 0.44 0.33 0.78 0.60 0.52 0.43 0.51 0.50 0.62 0.67 0.88 0.80 0.78 0.83 0.84 0.75 0.67 0.83 0.88 0.63 0.75 0.66
14 0.67 0.51 0.82 0.64 0.41 0.32 0.59 0.45 0.66 0.43 0.36 0.33 0.63 0.54 0.54 0.49 0.33 0.44 0.29 0.41 0.33 0.39 0.32 0.55 0.86 0.53 0.63 0.54 0.68 0.54 0.88 0.62 0.64 0.62 0.34 0.35
17 0.71 0.72 0.67 0.70 0.69 0.78 0.88 0.77 0.76 0.70 0.68 0.69 0.32 0.39 0.39 0.23 0.31 0.32 0.42 0.39 0.41 0.38 0.48 0.29 0.92 0.88 0.84 0.82 0.89 0.88 0.83 0.89 0.82 0.82 0.89 0.87
20 A1
22
25
27
0 0.68 0.675 0.675 0.68 0.68 0.68 0.68 0.675 0.675 0.675 0.68 0.675 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63
10 0.38 0.336 0.268 0.22 0.41 0.43 0.34 0.337 0.38 0.359 0.25 0.157 0.25 0.34 0.22 0.25 0.38 0 0.25 0.25 0.22 0.18 0.38 0.34 0.4 0.605 0.65 0.56 0.42 0 0.52 0.383 0.49 0.54 0.34 0.49
14 0.382 0.31 0.31 0.314 0.29 0.358 0.29 0.4 0.22 0.29 0.11 0.179 0.18 0.22 0.18 0.11 0.11 0.269 0.18 0.18 0.13
17 0.23 0.291 0.356 0.4 0.31 0.246 0.356 0.404 0.29 0.25 0.27 0.29 0.22 0.27 0.29 0.25 0.36 0.42 0.54 0.425 0.27 0.47 0.34 0.54 0.34 0.45 0.42 0.36
A2
20 0.29 0.403 0.381 0.27 0.4 0.47 0.336 0.36 0.31 0.49 0.31 0.4 0.36 0.36 0.27 0.29 0.52 0.403 0.31 0.38 0.34 0.357 0.38 0.31
22 0.31 0.358 0.337 0.36 0.45 0.313 0.402 0.334 0.38 0.25 0.36 0.32 0.27 0.43 0.27 0.359 0.34 0.4 0.27
25 0.33 0.292 0.494 0.36 0.31 0.357 0.18 0.33 0.22 0.29 0.45 0.27 0.51 0.471 0.38 0.42
27 0.22 0.427 0.58 0.247 0.381 0.11 0.42 0.38
0 0.68 0.675 0.675 0.68 0.68 0.68 0.68 0.675 0.675 0.675 0.68 0.675 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63 0.58 0.63
10 0.22 0.381 0.22 0.31 0.25 0.36 0.27 0.315 0.247 0.31 0.424 0.25 0.27 0.25 0.34 0.269 0 0.38 0.27 0.16 0.2 0.25 0.38 0.4 0.403 0.38 0.6 0.5 0.4 0.45 0.446 0.42 0.52 0.45 0.58
14 0.36 0.292 0.29 0.42 0.4 0.34 0.38 0.381 0.27 0.269 0.34 0.27 0.16 0.268 0.29 0.27 0.18 0.56 0.22 0.225 0.16 0.27 0.13
17 0.25 0.248 0.246 0.29 0.25 0.313 0.246 0.291 0.42 0.247 0.18 0.25 0.43 0.4 0.31 0.36 0.27 0.34 0.23 0.27 0.25 0.426 0.42 0.4 0.31 0.4 0.425 0.36 0.4
A3
20 0.34 0.268 0.313 0.29 0.38 0.38 0.359 0.292 0.27 0.49 0.41 0.45 0.4 0.31 0.34 0.4 0.34 0.43 0.61 0.27 0.38
22 0.38 0.403 0.404 0.31 0.47 0.427 0.647 0.54 0.45 0.51 0.33 0.31 0.404 0.34 0.16 0.2 0.424
25 0.4 0.223 0.202 0.49 0.335 0.31 0.34 0.49 0.36 0.47 0.379 0.47 0.42 0.58
27 0.36 0.269 0.424 0.16 0.2
b. Data laju perubahan total asam buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Dosis
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
A1 -0.127 -0.064 -0.062 -0.092 -0.127 -0.062 -0.291 -0.269 -0.314 -0.250 -0.211 -0.250 -0.147 -0.126 -0.144 -0.126 -0.103 -0.126
-0.103 -0.074 -0.063 -0.063 -0.103 -0.021 -0.301 -0.291 -0.271 -0.252 -0.250 -0.292 -0.146 -0.165 -0.168 -0.165 -0.126 -0.085
A2 0.030 -0.053 0.000 -0.044 -0.029 -0.013 -0.161 -0.167 -0.250 -0.273 -0.277 -0.400 -0.069 -0.159 -0.125 -0.142 -0.094 -0.067
-0.029 -0.053 0.000 0.021 -0.042 0.029 -0.139 -0.123 -0.250 -0.249 -0.200 -0.300 -0.086 -0.057 -0.058 -0.092 -0.090 -0.200
A3 -0.027 0.026 0.064 -0.011 -0.045 0.031 -0.112 -0.088 -0.075 -0.115 -0.153 -0.184 -0.174 -0.072 -0.059 -0.086 -0.041 -0.115
0.007 -0.023 -0.192 -0.035 -0.021 0.075 -0.130 -0.098 -0.075 -0.089 -0.156 -0.228 -0.056 -0.028 -0.096 -0.064 -0.079 -0.150
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 = Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang
48
c. Hasil uji statistik total asam buah salak pondoh selama penyimpanan
Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F tabel Keterangan
Kematangan (K) 0.01554 2 0.00777 74.47 4.303 *
Dosis (A) 0.00389 2 0.00194 9.07 2.571 *
Jenis dan kondisi
0.00473 5 0.00094 18.65 4.303 *
kemasan (B)
A*B 0.00180 10 0.00180 1.73 2.228
Error 0.00918 88
Total 0.03515 107
Keterangan : jika F hitung > dari F tabel makan berbeda nyata (*)

DOSIS (A)

Perlakuan Rata-rata Keterangan

A1 -0.0076 A
A3 -0.0194 B
A2 -0.0210 B
Keterangan : rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

JENIS DAN KONDISI KEMASAN (B)

Perlakuan Rata-rata Keterangan

B1 -0.0102 A
B2 -0.0110 A
B5 -0.0118 A
B4 -0.0128 A
B6 -0.0228 B
B3 -0.0274 B
Keterangan : rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

49
Lampiran 6. Analisis Vitamin C buah salak pondoh selama penyimpanan
a. Data perubahan Vitamin C buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Hari Dosis B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6
10 1.04 1.273 1.302 0.94 1.03 1.22 0.95 1.09 0.898 1.031 1.23 1.06 0.84 0.9 1.09 1.29 1.28 1.45 0.92 1.03 0.84 0.78 0.92 0.88 1.32 1.217 1.21 1.08 1.29 1.08 1.09 1.289 1.03 1.07 1.53 1.25
14 1.21 1.027 1.02 1.2 1.21 1.04 0.87 0.883 0.798 0.878 0.89 0.786 0.52 0.67 0.67 0.76 0.78 0.83 0.76 0.82 0.67 0.71 0.87 0.8 0.9 0.856 0.68 0.72 1.02 0.78 0.93 1.03 1.23 1.52 0.93 0.79
17 0.83 0.78 0.978 0.9 0.86 0.82 0.87 0.786 0.897 0.98 0.9 0.798 0.42 0.43 0.4 0.49 0.565 0.47 0.69 0.72 0.76 0.67 0.88 0.78 0.68 0.822 0.9 0.92 0.87 0.92 0.9 0.787 0.87 0.79 0.87 0.78
20 A1
22
25
27
0 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6
10 0.7 0.962 1.051 0.88 0.96 0.97 1.22 0.876 0.962 1.051 0.79 0.877 0.96 1.58 1.31 0.79 0.968 0.97 0.96 0.88 0.96 0.88 0.97 0.88 1.4 1.139 1.41 0.87 1.49 1.49 1.584 1.76 1.66 1.76 1.13
14 0.96 0.786 0.792 1.58 0.788 1.315 0.96 0.97 1.31 0.79 0.79 0.79 0.79 0.7 0.61 1.05 1.404 0.88 1.05 0.88 1.94 1.05 1.315 0.88 1.06 1.14
17 1.58 1.048 2.362 0.88 1.58 1.924 1.669 3.331 2.28 4.03 1.31 1.32 1.14 1.31 1.22 1.05 1.05 1.311 1.23 1.4 2.01 1.49 1.22 1.231 1.05 1.31
A2
20 2.37 1.926 2.268 1.84 1.66 1.495 1.928 1.4 1.31 1.58 1.58 2.36 1.14 1.67 2.2 0.96 1.226 0.7 0.97 0.79 1.05 1.05 1.48
22 1.57 2.183 2.006 4.9 2.1 2.81 1.23 1.67 1.84 1.4 1.05 0.97 1.05 1.228 1.05 1.22 1.49
25 3.93 1.225 2.11 2.19 2.46 2.18 2.35 0.79 0.965 1.13 0.87
27 2.02 2.1 2.21
0 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 1.76 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6
10 0.88 0.88 1.135 0.88 0.97 0.97 1.05 1.401 0.701 1.052 1.13 1.226 0.87 0.96 0.88 1.142 0.79 0.88 0.88 0.79 1.23 0.79 0.7 1.14 1.052 1.22 1.05 1.32 1.4 1.05 1.134 1.4 1.23 1.94 1.4
14 0.7 0.614 0.175 0.88 1.5 1.135 0.966 0.88 0.698 0.79 0.61 0.7 0.87 5.121 0.88 0.88 0.53 0.88 0.87 0.875 0.96 0.87 0.88 2.27 1.13 1.32 1.05 1.05 1.14
17 1.41 1.833 1.23 1.22 1.14 1.231 2.983 4.738 2.1 1.41 0.62 1.22 1.05 1.23 1.05 1.49 1.22 1.05 0.7 1.23 1.228 1.05 1.49 1.31 0.96 1.398 0.26 1.22
A3
20 1.84 2.447 4.4 5.17 2.98 1.222 1.57 3.32 1.58 3.95 0.97 1.93 1.58 1.93 1.14 1.14 1.14 1.22 2.46 1.05
22 2.63 1.402 1.31 1.58 3.065 1.93 0.96 1.67 1.48 1.05 2.79 1.4 1.22 0.877 1.14 0.88 0.88 0.96
25 3.14 2.884 3.05 2.18 1.05 3.43 0.96 2.36 0.96 1.31 1.05 1.05 1.31
27 1.581 2.53 1.05 1.05 1.75
b. Data laju Vitamin C buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Dosis
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
A1 -0.065 -0.063 -0.063 -0.070 -0.071 -0.069 -0.122 -0.119 -0.110 -0.105 -0.104 -0.095 -0.116 -0.111 -0.105 -0.106 -0.100 -0.107
-0.071 -0.062 -0.069 -0.074 -0.066 -0.075 -0.118 -0.114 -0.113 -0.103 -0.107 -0.100 -0.110 -0.109 -0.108 -0.108 -0.097 -0.114
A2 0.068 0.012 -0.080 0.082 -0.006 -0.097 0.024 0.016 -0.079 0.028 0.010 -0.052 -0.037 -0.031 -0.062 -0.088 -0.086 -0.101
0.016 -0.010 -0.079 -0.014 0.037 -0.088 0.043 0.026 -0.079 -0.016 -0.005 -0.083 -0.055 -0.055 -0.060 -0.078 -0.052 -0.147
A3 0.059 0.041 -0.030 0.021 0.047 -0.005 0.037 0.025 0.182 -0.028 0.025 -0.003 -0.054 -0.055 -0.090 -0.057 -0.045 -0.097
0.023 0.071 -0.079 -0.031 0.105 -0.072 -0.012 0.014 -0.097 0.028 -0.018 -0.065 -0.052 -0.065 -0.042 -0.076 -0.070 -0.120
Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 = Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang
50
c. Hasil uji statistik Vitamin C buah salak pondoh selama penyimpanan
Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F tabel Keterangan
Kematangan (K) 0.06797 2 0.03398 24.99 4.303 *
Dosis (A) 0.12397 2 0.09168 45.59 2.571 *
Jenis dan kondisi
0.04085 5 0.00817 6.01 4.303 *
kemasan (B)
A*B 0.03088 10 0.00308 2.27 2.228 *
Error 0.11966 88
Total 0.38334 107
Keterangan : jika F hitung > dari F tabel makan berbeda nyata (*)

DOSIS (A)

Perlakuan Rata-rata Keterangan

A3 -0.0163 A
A2 -0.0326 A
A1 -0.0949 B
Keterangan : rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

JENIS DAN KONDISI KEMASAN (B)

Perlakuan Rata-rata Keterangan

B1 -0.030 A
B2 -0.032 A
B5 -0.033 A
B4 -0.044 AB
B3 -0.064 BC
B6 -0.082 C
Keterangan : rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

51
INTERAKSI ANTARA DOSIS DENGAN JENIS DAN KONDISI KEMASAN (A*B)

Perlakuan Rata-rata Keterangan

A2B1 0.0096 A
A3B5 0.0074 A
A3B2 0.0049 A
A3B1 0.0014 A
A2B2 -0.0069 AB
A2B4 -0.0140 ABC
A2B5 -0.0169 ABC
A3B4 -0.0240 ABC
A3B3 -0.0261 ABC
A3B6 -0.0602 BCD
A2B3 -0.0732 CD
A1B5 -0.0906 D
A1B6 -0.0935 D
A1B4 -0.0942 D
A2B6 -0.0946 D
Keterangan : rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

52
Lampiran 7. Analisis total padatan terlarut buah salak pondoh selama penyimpanan
a. Data perubahan total padatan terlarut buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Hari Dosis B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
0 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17
10 15 14 15 14 14 14,5 14 14,5 15 14 14 14 15 14 15 15 15 15 15 16 16 15 15 15,5 15 14 16 15 16 16,5 16 15 16 16 16 16
14 13 14 14 13,5 14 14 14,5 14 13 14 14 14 14 13,5 15 14 13 14 14 14 14 14 14 14 14 14 15 15 16 15 15 15 16 15 15 15
17 13 13 14 14 14 14 13 14 13 13 14 15 13 13 13 13 13 13,5 14 14 15 14 14 13 15 15 15 14 14 14 15 14 15 15 15 16
A1
20
22
25
27
0 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17
10 14,8 16 15,5 17 15 15 16,5 14,5 17,5 15 17,5 12 16 15,5 16 15 15,5 15,5 16 15 15 15,5 14 15 17 17,5 16 15 15,5 18 17 15 15 15 15
14 17 17 15 15 11 16,5 16,5 15 16 14 14,5 16 15 16,2 16,5 16 17,5 16,5 16,5
17 17 16,5 14,5 17 15,5 15,5 16 17 15,5 14 15 13 15,5 13,5 14 14 17 15 16 16 15 16 17 16 16 15
A2
20 15,5 14,5 16,8 15,2 16,5 15,5 16 14,5 13 14,5 12,8 15 14,5 16,2 10,5 13,5 15 17 13 15 13 15 14 15
22 14,5 14 14 13 13 15 15 14 14 14 14 14 10 10 13 14 15,5 16 12,5 14,5 15
25 16,5 15 15 15 16,5 15 15 15 15 15 15 14 14 16
27 15,5 13 13 15 14 13 14 16 13
0 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17
10 17 15 16,5 16,5 14 16 15,5 15 15 15,5 14 15,5 15 15 15 15 15 15,5 15 15 16 15 16,5 15 15 17 15,5 15,5 15 15 17 15,5 15,5 15,5 15,5
14 14,5 14 15 15 15,5 12 16 13,5 15 13,5 15 15 16 15 15,5 13 15,5 15 17 16 15,5 16 14,5 16,5 15,5
17 16,5 17 16 16 15 16 15,5 15 16,5 15 14,5 16 13,5 17 17 15 16,5 16,5 13,5 15 13,5 17 16 13,3 17 15,5 15,5 16 15,5 15
A3
20 13,5 15,5 15,2 16 16,5 14,5 14,5 15 16 16 16 13,5 15,2 14,5 14,5 15,5 15,2 14 14 14 16 16 16 15 15
22 13 15 15 14 15 12,5 14 13 13 15 14 14 15 10 13 16 14 16,5 16 15 15,5
25 16,5 15 16 15 15 16 15 15 14 16 16 16 15 10 16 15 14 16,5
27 15 15 15,5 15 14 16 16
b. Data laju total padatan terlarut buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Dosis
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
A1 -0,127 -0,064 -0,062 -0,092 -0,127 -0,062 -0,291 -0,269 -0,314 -0,250 -0,211 -0,250 -0,147 -0,126 -0,144 -0,126 -0,103 -0,126
-0,103 -0,074 -0,063 -0,063 -0,103 -0,021 -0,301 -0,291 -0,271 -0,252 -0,250 -0,292 -0,146 -0,165 -0,168 -0,165 -0,126 -0,085
A2 0,030 -0,053 0,000 -0,044 -0,029 -0,013 -0,161 -0,167 -0,250 -0,273 -0,277 -0,400 -0,069 -0,159 -0,125 -0,142 -0,094 -0,067
-0,029 -0,053 0,000 0,021 -0,042 0,029 -0,139 -0,123 -0,250 -0,249 -0,200 -0,300 -0,086 -0,057 -0,058 -0,092 -0,090 -0,200
A3 -0,027 0,026 0,064 -0,011 -0,045 0,031 -0,112 -0,088 -0,075 -0,115 -0,153 -0,184 -0,174 -0,072 -0,059 -0,086 -0,041 -0,115
0,007 -0,023 -0,192 -0,035 -0,021 0,075 -0,130 -0,098 -0,075 -0,089 -0,156 -0,228 -0,056 -0,028 -0,096 -0,064 -0,079 -0,150

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 = Polietilen normal
A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

53
c. Hasil uji statistik total padatan terlarut buah salak pondoh selama penyimpanan
Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F tabel Keterangan
Kematangan (K) 0.5456 2 0.272 102.88 4.303 *
Dosis (A) 0.1384 2 0.069 26.10 2.571 *
Jenis dan kondisi
0.0065 5 0.001 0.49 4.303
kemasan (B)
A*B 0.0324 10 0.003 1.22 2.228
Error 0.2333 88
Total 0.9564 107
Keterangan : jika F hitung > dari F tabel makan berbeda nyata (*)

DOSIS (A)

Perlakuan Rata-rata Keterangan

A3 -0.0743 A
A2 -0.1170 B
A1 -0.1620 C
Keterangan : rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 0.05

54
Lampiran 1. Data uji hedonik tekstur buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Perlakuan Hari ke-10 Hari ke-21 Hari ke-10 Hari ke-21 Hari ke-10 Hari ke-21
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
A1B1 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 20 40 40 0 0 0 0 0 0
A1B2 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A1B3 0 0 10 40 50 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 20 30 50 0 0 0 0 0 0
A1B4 0 0 10 70 20 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 20 50 30 0 0 0 0 0 0
A1B5 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 40 20 40 0 0 0 0 0 0
A1B6 0 0 20 50 30 0 0 0 0 0 0 0 20 50 30 0 0 0 0 0 0 30 50 20 0 0 0 0 0 0
A2B1 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0 0 40 20 40 0 0 0 0 0 0 10 40 50 0 0 0 0 0 0
A2B2 0 0 20 70 10 0 50 10 40 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 10 60 40 0 10 40 30 20 0
A2B3 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 20 30 50 0 0 0 0 0 0
A2B4 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 10 40 30 20 0 0 10 60 30 0 0 0 0 0 0
A2B5 0 0 50 50 0 40 40 0 20 0 0 0 20 80 0 0 50 30 20 0 0 20 40 40 0 0 50 20 30 0
A2B6 0 0 30 70 0 10 40 20 20 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 20 40 30 0 0 0 0 0 0
A3B1 0 0 40 60 0 20 50 20 10 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B2 0 0 40 60 0 20 60 0 40 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 10 50 10 30 0
A3B3 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B4 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 50 40 10 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B5 0 0 40 60 0 10 50 30 10 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 50 20 30 0
A3B6 0 0 40 60 0 10 30 40 20 0 0 0 50 50 0 0 30 50 20 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0

Keterangan : A1 = Dosis zeolit 0% B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = Dosis zeolit 5% B2 = Polipropilen normal B5 = Polietilen normal
A3 = Dosis zeolit 10% B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

55
Lampiran 2. Data uji hedonik aroma buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Perlakuan Hari ke-10 Hari ke-21 Hari ke-10 Hari ke-21 Hari ke-10 Hari ke-21
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
A1B1 0 0 10 70 20 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 30 40 30 0 0 0 0 0 0
A1B2 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 10 40 50 0 0 0 0 0 0
A1B3 0 0 10 60 30 0 0 0 0 0 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 20 10 49 30 0 0 0 0 0 0
A1B4 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 40 40 20 0 0 0 0 0 0
A1B6 0 0 20 80 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 50 40 10 0 0 0 0 0 0
A1B5 0 0 20 80 0 0 0 0 0 0 0 0 40 50 0 0 0 0 0 0 0 40 40 20 0 0 0 0 0 0
A2B1 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 20 20 40 20 0 40 50 0 10 0
A2B2 0 0 10 70 20 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 20 50 30 0 20 40 20 20 0
A2B3 0 0 20 50 30 0 0 0 0 0 0 0 20 60 20 0 0 0 0 0 0 40 20 40 0 0 0 0 0 0
A2B4 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0 0 40 30 30 10 40 30 20 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0
A2B5 0 0 20 70 10 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 10 40 20 20 0 0 10 60 50 0 10 10 40 40 0
A2B6 0 0 30 70 0 30 40 20 20 0 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0 30 40 30 0 0 0 0 0 0
A3B1 0 0 50 50 0 40 50 0 10 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B2 0 0 50 50 0 20 40 20 20 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 10 40 10 40 0
A3B3 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B4 0 0 50 50 0 10 50 10 30 0 0 0 50 50 0 30 50 10 10 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B5 0 0 50 50 0 20 40 20 20 0 0 0 50 50 0 30 40 20 10 0 0 0 40 60 0 20 40 20 20 0
A3B6 0 0 50 50 0 0 40 30 30 0 0 0 50 50 0 10 30 40 20 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0

Keterangan : A1 = Dosis zeolit 0% B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = Dosis zeolit 5% B2 = Polipropilen normal B5 = Polietilen normal
A3 = Dosis zeolit 10% B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

56
Lampiran 3. Data uji hedonik rasa buah salak pondoh selama penyimpanan
80 90 Campuran
Perlakuan Hari ke-10 Hari ke-21 Hari ke-10 Hari ke-21 Hari ke-10 Hari ke-21
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
A1B1 0 0 20 70 `0 0 0 0 0 0 0 0 20 50 30 0 0 0 0 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0
A1B2 0 0 20 70 10 0 0 0 0 0 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0 10 50 40 0 0 0 0 0 0
A1B3 0 0 10 80 10 0 0 0 0 0 0 0 20 70 10 0 0 0 0 0 0 20 60 20 0 0 0 0 0 0
A1B4 0 0 20 60 20 0 0 0 0 0 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 30 50 20 0 0 0 0 0 0
A1B5 0 0 30 50 20 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 40 40 20 0 0 0 0 0 0
A1B6 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 50 30 20 0 0 0 0 0 0
A2B1 0 0 30 60 10 30 40 10 20 0 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 0 60 40 0 40 40 10 10 0
A2B2 0 0 20 70 10 20 50 20 10 0 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 20 70 10 0 10 40 20 30 0
A2B3 0 0 20 80 0 0 0 0 0 0 0 0 40 50 10 0 0 0 0 0 0 20 50 20 0 0 0 0 0 0
A2B4 0 0 30 30 40 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 10 60 30 0 0 0 0 0 0
A2B5 0 0 10 80 10 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 10 30 30 30 0 0 0 40 60 0 0 30 50 20 0
A2B6 0 0 30 60 10 0 20 40 40 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 30 40 30 0 0 0 0 0 0
A3B1 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 70 20 10 0
A3B2 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 40 20 40 0
A3B3 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B4 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 0 60 30 10 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B5 0 0 60 40 0 30 30 30 10 0 0 0 50 50 0 0 50 30 20 0 0 0 40 60 0 10 60 0 30 0
A3B6 0 0 60 40 0 0 10 50 40 0 0 0 50 50 0 0 20 50 30 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0

Keterangan : A1 = Dosis zeolit 0% B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = Dosis zeolit 5% B2 = Polipropilen normal B5 = Polietilen normal
A3 = Dosis zeolit 10% B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

57
Lampiran 4. Data uji hedonik penerimaan umum buah salak pondoh selama penyimpanan

80 90 Campuran
Perlakuan Hari ke-10 Hari ke-21 Hari ke-10 Hari ke-21 Hari ke-10 Hari ke-21
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
A1B1 0 0 20 60 10 0 0 0 0 0 0 0 50 40 10 0 0 0 0 0 10 30 50 10 0 0 0 0 0 0
A1B2 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 0 50 40 10 0 0 0 0 0 0 40 50 10 0 0 0 0 0 0
A1B3 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0 10 50 30 10 0 0 0 0 0 0
A1B4 0 0 0 70 30 0 0 0 0 0 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 10 70 20 0 0 0 0 0 0
A1B5 0 0 30 50 20 0 0 0 0 0 0 0 20 70 10 0 0 0 0 0 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0
A1B6 0 0 30 70 0 0 0 0 0 0 0 0 40 50 10 0 0 0 0 0 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0
A2B1 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0 0 30 70 0 30 30 20 20 0 0 20 40 40 0 0 0 0 0 0
A2B2 0 0 20 60 20 40 40 10 10 0 0 0 30 60 10 0 0 0 0 0 0 10 40 50 0 30 40 10 10 0
A2B3 0 0 10 80 10 0 20 40 40 0 0 0 50 50 0 10 60 0 30 0 0 20 50 30 0 0 0 0 0 0
A2B4 0 0 20 70 10 0 0 0 0 0 0 0 30 70 0 40 50 0 10 0 0 10 50 40 0 0 0 0 0 0
A2B5 0 0 50 50 0 10 50 30 10 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 0 10 40 40 10 0
A2B6 0 0 50 50 0 0 30 30 40 0 0 0 50 50 0 0 0 0 0 0 0 20 50 30 0 0 0 0 0 0
A3B1 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0 0 0 60 40 0 10 30 30 30 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B2 0 0 60 40 0 10 40 0 50 0 0 0 60 40 0 0 50 40 10 0 0 0 40 60 0 40 40 10 10 0
A3B3 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0 0 0 60 40 0 10 50 30 10 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B4 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0 0 0 60 40 0 0 50 40 10 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0
A3B5 0 0 60 40 0 0 60 0 40 0 0 0 60 40 0 0 0 0 0 0 0 0 40 60 0 0 40 50 10 0
A3B6 0 0 60 40 0 0 30 50 20 0 0 0 60 40 0 0 20 40 30 0 0 0 40 60 0 0 0 0 0 0

Keterangan : A1 = Dosis zeolit 0% B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum


A2 = Dosis zeolit 5% B2 = Polipropilen normal B5 = Polietilen normal
A3 = Dosis zeolit 10% B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

58

You might also like