You are on page 1of 10

Quran Surah Al-Baqarah ayat 284-286

) (








) (



)(
Terjemah:

284. Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu nyatakan apa
yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang
perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia
kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

285. Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al Quran) dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), "Kami tidak membeda-
bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya." Dan mereka berkata, "Kami dengar dan kami taat.
Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali."

286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat
(pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang
diperbuatnya. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban
yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah
kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami
menghadapi orang-orang kafir."

Isi kandungan surat Al-Baqarah ; 284-286


Allah Taala mengabarkan bahwa seluruh yang ada di langit dan di bumi adalah milik-Nya, Dia
yang menciptakan, memiliki dan mengatur-Nya. Oleh karenanya barangsiapa yang
menampakkan atau menyembunyikan apa yang ada di dalam dirinya, baik berupa kebaikan
ataupun keburukan, maka semua itu akan di-hisab oleh Allah Taala. Kemudian setelah itu Allah
akan mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki dari kalangan orang-orang yang beriman dan
bertakwa, dan Dia akan menyiksa siapa saja yang Dia kehendaki dari kalangan orang-orang yang
berbuat syirik dan maksiat. Bagi-Nya kesempurnaan pengaturan, karena semua adalah makhluk-
Nya, milik-Nya dan hamba-Nya. (Aisaru at-Tafasir)

Sungguh setelah itu Allah Taala memuliakan kaum muslimin di mana Dia memaafkan apa saja
yang terlintas di dalam hati selagi bisikan hati itu tidak diikuti dengan ucapan atau amal
perbuatan, sebagaimana hal ini ada di dalam hadist yaitu hadist yang diriwayatkan oleh al-
Jamaah dalam kutub as-Sittah dari jalur Qatadah, dari Zurarah bin Aufa dari Abu Hurairah, dia
berkata, Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda, Allah mengampuni bagi umatku,
yaitu apa yang dibisikkan oleh hatinya, selagi hal itu tidak diucapkan atau diamalkan [Bukhari
(5269), Muslim (127), Abu Dawud (2209), Tirmidzi (1183), Nasai (6/156), Ibnu Majah (2040)].
(Tafsir al-Muyassar)

Imam Ibnu Katsir berkata :

Pada ayat tersebut Allah Taala mengabarkan adanya tambahan atas ilmuNya, yaitu Dia meng-
hisab hal itu. Oleh karena itu ketika ayat ini turun, para shahabat semoga Allah meridhai
mereka semua- merasa berat dan merasa khawatir darinya, yaitu dari hisab Allah Taala atas
perbuatan mereka, baik yang besar maupun yang kecil. Perasaan itu muncul dari besarnya
keimanan dan keyakinan mereka.

Imam Ahmad berkata, Affan menceritakan kepada kami : Abdurrahman bin Ibrahim
menceritakan kepada kami, :Abu Abdirrahman yaitu alAla- menceritakan kepadaku, dari
bapaknya, dari Abu Hurairah, dia berkata : ketika turun kepada Rasulullah shallallohu alaihi wa
sallam ayat :

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan
membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa
yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu

Maka yang demikian itu terasa berat oleh para shahabat Rasulullah shallallohu alaihi wa
sallam. Kemudian mereka mendatangi beliau dan berkata, Wahai Rasulullah, kami telah
dibebani dengan amalan yang kami mampu, seperti shalat, puasa, jihad dan sedekah. Dan
sungguh telah turun kepada engkau ayat ini, namun kami tidak mampu mengembannya. Maka
Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda, Apakah kalian hendak mengatakan apa yang
dikatakan oleh dua ahlul kitab sebelum kalian : kami mendengar dan kami mendurhukainya?
Akan tetapi ucapkanlah : kami mendengar dan kami mentaatinya. Ampunilah kami ya Tuhan
kami dan kepada Engkaulah tempat kembali! Ketika para shahabat mengiyakan dan lisan mereka
menurutinya, maka Allah menurunkan ayat :

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya, dan mereka mengatakan: Kami dengar
dan kami taat. (Mereka berdoa): Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah
tempat kembali. [al-Baqarah : 285]. (Tafsir al-Quran al-Adhim)

Maka di saat para shahabat sudah melakukan hal itu, Allah Taala me-nasakh (menghapus) dan
menurunkan ayat :

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat


pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap
kaum yang kafir. [al-Baqarah : 286]

Orang-orang yang beriman mengimani bahwasannya Allah Shubhanahu wa taalla adalah satu
dan esa, sendiri tidak beranak pianak, yang tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan diri -
Nya, yang tidak ada Rabb selain diri -Nya. Begitu pula mereka mempercayai dengan seluruh
para Nabi dan para Rasul, selanjutnya mengimani dengan kitab-kitab suci yang diturunkan oleh
Allah ta'ala dari langit kepada para hamba -Nya dari kalangan para Rasul dan Nabi. Mereka tidak
membedakan antara satu rasul dengan yang lainnya. Sehingga beriman kepada sebagian lalu
mengingkari sebagian yang lain, akan tetapi bagi mereka semuanya sama, benar adanya,
mengajak kepada kebaikan, yang memperoleh petunjuk, serta memberi petunjuk kepada jalan
kebenaran, walaupun ada diantara mereka yang menghapus syari'at yang lainnya, namun,
tentunya dengan izin -Nya. Sampai akhirnya, semua dihapus dengan syari'at Nabi Muhammad
Shalallahu 'alaihi wa sallam, sebagai penutup para Nabi dan Rasul hingga tegak hari kiamat,
syari'at ini berada pada agamanya. Dan senantiasa akan tetap ada sekelompok dari umatnya yang
berada diatas kebenaran".


)(
"Dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami ta'at." (QS al-Baqarah: 285).

Maksudnya kami mendengar firman -Mu wahai Rabb kami, dan kami memahaminya, lalu kami
mengerjakan serta mentaati dengan mengamalkan isi yang terkandung dalam firman -Mu.
)(


"Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (QS al-Baqarah: 285).

Mereka memohon kepada Allah Shubhanahu wa taalla ampunan, rahmat serta kasih saying -
Nya. Dan tempat kembali itu hanya kepada -Mu kelak pada hari pembalasan.

Kemudian Allah Shubhanahu wa taalla mengatakan:



"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". (QS al-Baqarah:
286).

Tatkala Allah ta'ala menurunkan firman -Nya yang bunyinya:




"Kepunyaan Allah -lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi". (QS al-Baqarah:
284). Sampai akhir ayat.

Maka para sahabat merasa keberatan akan hal tersebut, sehingga mereka mendatangi Rasulallah
Shalallahu alaihi wa sallam kemudian mereka menderum diatas tunggangannya. Lalu berkata:

"Wahai Rasulallah Shalallahu alaihi wa sallam, kami telah dibebani dengan amalan yang kami
masih sanggup mengerjakannya, seperti sholat, puasa, jihad, dan sedekah. Dan sungguh telah
diturunkan kepadamu ayat ini yang kami tidak sanggup untuk mengerjakannya.

Maka Rasulallah Shalallahu alaihi wa sallam menjawab: "Apakah kalian hendak meniru ucapan
seperti yang dulu pernah diucapkan oleh ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) sebelum kalian, yang
mengatakan: 'Kami mendengar dan kami ingkari? Akan tetapi, ucapkanlah: 'Kami mendengar
dan kami taat, ampunilah kami wahai Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".

Lantas para sahabat mengatakan: "Kami mendengar dan taat, ampunilah kami wahai Rabb kami
dan kepada Engkaulah tempat kembali". Dan manakala hal tersebut baru saja mereka lakukan,
sampai kiranya belum kering lisan-lisan mereka, Allah ta'ala menurunkan setelah ayat tersebut,
firman -Nya:







)(
"Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat -Nya, kitab-
kitab -Nya dan rasul-rasul -Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara
seorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar
dan Kami ta'at." (mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah
tempat kembali." (QS al-Baqarah: 285).

Ketika mereka mematuhi dan mengerjakan hal tersebut, maka Allah menghapus dengan
menurunkan ayat berikutnya:






"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami tersalah". (QS al Baqarah: 286).

Selanjutnya dijawab oleh Allah ta'ala: 'Ia'. Selanjutnya mereka berdo'a:


"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami". (QS al Baqarah: 286).

Allah ta'ala menjawab: 'Ya'.

Lalu mereka berdo'a kembali:



"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya". (QS al-Baqarah: 286).

Allah ta'ala menjawab: 'Ya'.

Kemudian mereka menutup do'anya:


)(


"Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS alBaqarah: 286).

Allah menjawab: 'Ya'.


(HR Muslim no: 125).

Didalam firmannya Allah tabaraka wa ta'ala:



"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". (QS al-Baqarah:
286).

Maksudnya Allah Shubhanahu wa taalla tidak membebani seseorang diluar batas


kemampuannya. Ini menunjukan tentang kasih sayangnya Allah ta'ala kepada para makhluk -
Nya, serta kebaikan yang diberikan pada mereka.

Kemudian Allah Shubhanahu wa taalla berfirman:



"Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan)
yang dikerjakannya". (QS al-Baqarah: 286).

Artinya ia akan memperoleh pahala dari kebaikan yang dulu pernah dilakukan, begitu pula akan
mendapat siksa atas perbuatan jeleknya. Dan semua itu, masih masuk pada kisaran amalan yang
dibebankan pada mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Nabi Muhammad
Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah mengampuni atas umatku dari perkara yang baru timbul dalam
hatinya selagi belum ia kerjakan atau bicarakan". HR Bukhari no: 5269. Muslim no: 127.

Selanjutnya Allah ta'ala berfirman menjelaskan keadaan orang-orang yang beriman tersebut:




"(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
tersalah". (QS al-Baqarah: 286).

Maksudnya apabila kami meninggalkan kewajiban disebabkan karena lupa, atau jika kami
mengerjakan perkara yang haram dalam keadaan lupa. Atau ketika kami keliru, sehingga salah
dalam mengerjakannya, tidak sesuai dengan apa yang disyari'atkan disebabkan kebodohan kami.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau
berkata:

"Rasulallah Shalallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:


"Sesungguhnya Allah memberi keringanan atas umatku ketika salah, lupa dan perkara yang
dipaksakan atas mereka". HR Ibnu Majah no: 2043. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam
Shahih Ibni Majah 1/347 no: 1662.

Kemudian Allah Shubhanahu wa taalla melanjutkan firman -Nya:


"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami". (QS alBaqarah: 286).

Artinya Ya Allah janganlah kami dibebani dengan amalan amalan yang berat, sekalipun kami
masih mampu untuk melakukannya, sebagaimana Engkau syari'atkan pada umat-umat terdahulu
sebelum kami dengan dibelenggu dan diikat. Sebagaimana Engkau mengutus Nabi -Mu
Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, Nabi pembawa rahmat, yang telah Engkau jadikan
sebagai ciri yang menonjol dalam syari'atnya, sebagaimana Engkau telah mengutusnya dengan
membawa agama yang lurus, yang penuh dengan kemudahan dan toleransi.

Selanjutnya Allah Shubhanahu wa taalla berfirman:



"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya". (QS al-Baqarah: 286).

Maksudnya dari beban kewajiban-kewajiban, musibah serta bencana. Janganlah Engkau beri
kami musibah atau bencana dari perkara yang kami tidak sanggup menanggungnya.

Berikutnya Allah ta'ala berfirman:




"Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami". (QS al-Baqarah: 286).

Artinya ma'afkanlah kami dari dosa yang kami lakukan kepada -Mu, dari perkara yang Engkau
telah mengetahuinya disebabkan kekurangan serta kekhilafan kami. Lalu ampunilah kami dari
dosa yang kami kerjakan antara kami dan hamba -Mu. Janganlah Engkau perlihatkan atas
mereka perbuatan buruk kami. Kemudian rahmatilah kami dari perkara yang akan datang, dan
jangan Engkau cabut taufik -Mu disebabkan dosa yang lainnya.

Lalu Allah ta'ala berfirman:


)(

"Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS al-Baqarah:
286).

Artinya Engkaulah tempat kembali dan sebagai penolong kami, hanya kepada -Mu kami
bersandar, tempat memohon pertolongan, bertawakal, yang tidak ada daya serta kekuatan
melainkan diri -Mu. Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. Yang mengingkari agama -
Mu, serta mengingkari ke Esaan Dirimu dan risalah yang dibawa oleh Nabi -Mu. Yang mana
justru mereka menyembah kepada selain Dirimu dan menyekutukan -Mu didalam ibadah
bersama yang lainnya. Maka tolonglah kami atas mereka, jangan jadikan kemenangan atas
mereka di dunia dan diakhirat [Tafsir Ibnu Katsir 2 / 521-528]

Quran Surat Al-Ikhlas ayat 1-3

)( ) ( ) (

1. Katakanlah: "Dialah Allah Yang Maha Esa".
2. Allah tempat kita (sekalian makhluk) bermohon.
3. Ia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.

Isi kandungan surat Al-Ikhlas: 1-3

)(

Katakanlah: Dia-lah Allh, yang Maha Esa.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, Yakni: Dia Yang pertama dan Esa, tidak ada tandingan
dan pembantu, tidak ada yang setara dan tidak ada yang menyerupai-Nya, dan tidak ada yang
sebanding (dengan-Nya). Kata ini tidak digunakan untuk menetapkan pada siapapun selain pada
Allh Subhanahu wa Taala , karena Dia Maha Sempurna dalam seluruh sifat-sifat-Nya dan
perbuatan-perbuatan-Nya. [Tafsir Ibnu Katsir]

Para Ulama penyusun Tafsir al-Muyassar berkata, Katakanlah wahai Rasul, Dia-lah Allh
Yang Esa dengan ulhiyah (hak diibadahi), rubbiyah (mengatur seluruh makhluk), asma was
shifat (nama-nama dan sifat-sifat-Nya), tidak ada satupun yang menyekutui-Nya dalam perkara-
perkara itu. [Tafsir al-Muyassar, 11/96]
)(


Allh adalah ash-Shamad.

Ash-Shamad adalah satu nama di antara Asmaul Husna yang dimiliki Allh Azza wa Jalla .
Penjelasan para Ulama Salaf tentang makna ash-Shamad berbeda-beda, tetapi semua perbedaan
itu bisa diterima, karena maknanya tidak kontradiksi, bahkan saling melengkapi. Oleh karena itu
semua arti itu dapat ditetapkan pada diri Allh Subhanahu wa Taala . Inilah keterangan para
Ulama tentang makna ash-Shamad:

(Rabb) yang segala sesuatu menghadap kepada-Nya dalam memenuhi semua kebutuhan dan
permintaan mereka. Ini pendapat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dari riwayat Ikrimah.

As-Sayyid (Penguasa) yang kekuasaan-Nya sempurna; as-Syarf (Maha Mulia) yang kemuliaan-
Nya sempurna; al-Azhm (Maha Agung) yang keagungan-Nya sempurna; al-Halm (Maha
Sabar) yang kesabaran-Nya sempurna; al-Alm (Mengetahui) yang ilmu-Nya sempurna; al-
Hakm (Yang Bijaksana) yang kebijaksanaan-Nya sempurna. Dia adalah Yang Maha Sempurna
dalam seluruh sifat kemuliaan dan kekuasaan, dan Dia adalah Allh Yang Maha Suci. Sifat-Nya
ini tidak layak kecuali bagiNya, tidak ada bagi-Nya tandingan dan tidak ada sesuatupun yang
menyamai-Nya. Maha Suci Allh Yang Maha Esa dan Maha Perkasa. Ini pendapat Ibnu Abbs
Radhiyallahu anhu dari riwayat Ali bin Abi Thalhah Radhiyallahu anhu.

Yang Maha Kekal setelah semua makhluk-Nya binasa. Ini pendapat al-Hasan dan Qat Al-
Hayyu al-Qayym (Yang Maha Hidup, Maha berdiri sendiri dan mengurusi yang lain), yang
tidak akan binasa. Ini pendapat al-Hasan.

Tidak ada sesuatupun yang keluar dari-Nya dan Dia tidak makan. Ini pendapat Ikrimah. Ash-
Shamad adalah yang tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Ini pendapat ar-Rabi bin Anas.
Yang tidak berongga. Ini adalah pendapat Ibnu Masud, Ibnu Abbas, Said bin Musayyib,
Mujahid, Abdullah bin Buraidah, Ikrimah, Said bin Jubair, Atha bin Abi Rabbah, Athiyah al-
Aufi, adh-Dhahhak, dan as-Suddi.

Yang tidak memakan makanan dan tidak minum minuman. Ini pendapat asy-Syabi.

Cahaya yang bersinar. Ini pendapat Abdullah bin Buraidah

Imam Thabarani rahimahullah berkata, Semua makna ini benar, dan ini semua merupakan sifat
Penguasa kita Azza wa Jalla. Dia adalah tempat menghadap di dalam memenuhi semua
kebutuhan, Dia adalah yang kekuasaan-Nya sempurna, Dia adalah ash-Shamad, yang tidak
berongga, dia tidak makan dan tidak minum, Dia adalah Yang Maha Kekal setelah makhlukNya
(binasa).

Syaikh Musaid ath-Thayyr hafizhahullah menyebutkan lima makna ash-Shamad, lalu berkata,
Perselisihan ini termasuk ikhtilaf tanawwu (perselisihan jenis) dalam ungkapan, bukan
perselisihan dalam makna. Karena semua pendapat ini kembali kepada satu makna, yaitu sifat
Allh yang tidak membutuhkan perkara yang dibutuhkan oleh makhluk-Nya, karena
kesempurnaan kekuasaan-Nya. Dan janganlah merisaukanmu pengingkaran sebagian khalaf
terhadap sebagian makna-makna yang diriwayatkan dari Salaf ini, demikian juga anggapan
mereka (khalaf) bahwa perkataan-perkataan Salaf ini tidak didukung oleh lughah (bahasa Arab).
Karena itu adalah perkataan orang yang tidak memahami (kedudukan-pen) tafsir Salaf, dan dia
tidak mengambil faedah ketetapan makna-makna lafazh lughah (bahasa Arab) dari tafsir salaf,
Wallahu alam. [Tafsir Juz Amma, 1/201, Syaikh Musaid ath-Thayyr]

)(
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

Syaikh Musaid ath-Thayyr hafizhahullah berkata, Yaitu: (Allah) ini Yang berhak diibadahi,
Dia tidak dilahirkan sehingga akan binasa. Dia juga bukan suatu yang baru yang didahului oleh
tidak ada lalu menjadi ada. Bahkan Dia adalah al-Awwal yang tidak ada sesuatupun sebelum-
Nya, dan al-khir yang tidak ada sesuatupun setelah-Nya. [Tafsir Juz Amma, 1/77, Syaikh
Musaid ath-Thayyaar]

Referensi:

https://almanhaj.or.id/5402-tafsir-surat-alikhlas.html

Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi. Tafsir penutup Surat Al- Baqarah. Diterjemahkan oleh
Abu Umamah Arif Hidayatullah.
https://d1.islamhouse.com/data/id/ih_articles/single2/id_Tafsir_Penutup_Surat_al-Baqarah.pdf
diakses pada 9 Mei 2017 pukul 23.30

kitab Aisarut Tafsr, surat al-Ikhls, 1-5, karya Syaikh Abu Bakar al-Jazairi

Aisaru at-Tafasir

Tafsir al-Muyassar

Tafsir al-Quran al-Adhim

You might also like