Professional Documents
Culture Documents
02 Tahun 2010
Rice bran for people deemed to have low social value and is only used as animal feed ingredients.
Rice bran contains high protein, can be used as food that is safe and cheap. Use of rice bran to increase the
quality or value-added of the biscuit. General aim of this study to determine the effect of adding rice bran to
protein content and organoleptic characteristic. Protein analysis by the method mikrokjeldhal. Results of
analysis of protein content in rice bran biscuit with the addition of 0% (9.34 g%), 5% (10.06 g%), 10%
(10.74 g%), 15% (11.6 gr%) and 20 % (13.66 g%). statistical test results show that there are differences in
levels of protein biscuits in a variety of additional rice brand. Favorite level of texture, color, aroma, and
taste showed that the highest value on the addition of bran 0% and 5%.
Key Words : rice brand, biscuit, protein, organoleptic
PENDAHULUAN
suatu produk yang dimungkinkan dapat
Bekatul dinilai sebagai bahan kurang
mengatasi masalah kurang gizi. Selain memiliki
bermanfaat karena bekatul merupakan limbah
kandungan protein yang cukup tinggi bekatul
dalam proses pengolahan gabah menjadi beras.
juga tergolong sebagai bahan makanan yang
Sisa dari penumbukkan atau penggilingan padi
aman untuk dikonsumsi.
ini dinamakan bekatul. Sejak dulu bekatul hanya
Proses penambahan bekatul pada
dikenal masyarakat sebagai bahan pakan ternak
pembuatan produk bertujuan untuk
dengan mutu yang rendah. Untuk lebih
meningkatkan kandungan gizi terutama protein
meningkatkan manfaat bekatul yang jumlahnya
pada produk tersebut, sehingga dapat
berlimpah di masyarakat, memiliki daya jual
memberikan nilai tambah tersendiri bagi
murah atau nilai ekonomis yang rendah, maka
bekatul. Kelebihan dari penambahan bekatul ini
bekatul dapat digunakan sebagai bahan makanan
bisa meningkatkan kualitas dari suatu produk,
campuran pada produk makanan.
karena bekatul memiliki kandungan lysine yang
Kandungan zat gizi yang dimiliki bekatul
cukup tinggi. Dalam proses pembuatan produk
yaitu protein 13,11 17,19 persen, lemak 2,52
yang memiliki kandungan gizi yang rendah,
5,05 persen, karbohidrat 67,58 72,74 persen,
karena adanya asam amino pembatas lysine,
dan serat kasar 370,91 -387,3 kalori serta kaya
maka penambahan bekatul dapat meningkatkan
akan vitamin B, terutama vitamin B1 (thiamin).
nilai gizi dari produk tersebut.
Berdasarkan sumbernya, protein yang terdapat
Melihat hal-hal di atas kiranya dapat
dalam bekatul dapat dimanfaatkan untuk dibuat
dibuat sebuah produk yang praktis, mudah
dikonsumsi dan banyak diminati dalam bentuk
55
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
biskuit yang berasal dari proses penambahan volum, Bekker glass, statif, Corong, pemanas,
bekatul yang dicampur dengan tepung terigu, Selang + Alongan dan Pipet tetes.
telur, margarine, dan susu. Bahan yang digunakan untuk uji
Biskuit adalah jenis kue kering yang organoleptik adalah biskuit bekatul. Sedangkan
mempunyai rasa manis, berbentuk kecil dan alat yang digunakan adalah piring penghidang,
diperoleh dari proses pengovenan dengan bahan gelas, dan formulir uji organoleptik.
dasar tepung terigu, margarine, gula halus dan Prosedur Penelitian
kuning telur. Tujuan dari penelitian ini adalah Penelitian Pendahuluan
menciptakan biskuit dengan subsitusi bekatul , Pada penelitian pendahuluan ini membuat
menganalisis pengaruh penambahan bekatul biskuit dengan berbagai variasi penambahan
terhadap kadar protein dan sifat organoleptik bekatul, yang bertujuan untuk memanfaatkan
biscuit. bekatul yang semula hanya sebagai limbah,
METODOLOGI kemudian dibuat menjadi biskuit . Dalam
Tempat pembuatan biscuit, analisa kadar tepung terigu sebagai bahan dasar dan bekatul
dan uji organoleptik dilakukan di laboratorium diteliti terlebih dahulu kandungan proteinnya
teknologi pangan D III Gizi Fakultas Ilmu dengan mikrokjedahl didapatkan 14,34 gr%,
Keperawatan dan Kesehatan Universitas sedangkan kandungan protein tepung terigu 8,9
Bahan yang digunakan dalam pembuatan 100 gr yang menghasilkan biskuit dengan cita
biskuit adalah tepung terigu ( merk roda biru), rasa pahit, aroma khas biskuit, tekstur padat,
bekatul dengan jenis IR 64, margarine ( merk warna coklat kekuningan. Sehingga untuk
blue band), susu bubuk ( merk dancow), gula mengurangi ini biskuit dibuat dengan
halus, kuning telur. Sedangkan alat yang menurunkan konsentrasi bekatul dari 25%
digunakan adalah baskom, ralling, mixer, oven, menjadi 20%. Karena batas daya terima
Bahan yang digunakan untuk analisa kadar penambahan bekatul 20%, maka variasi
protein adalah H2SO4 pekat, HgO, K2SO4, penambahan bekatul dibuat dengan konsentrasi
NaOH 40%, asam borat 2%, indikator BCG,HCI 0 %, 5 %, 10 %, 20 % dari total tepung 100 gr.
0,02 N, dan Indikator PP. Sedangkan alat yang Prosedur Pembuatan Biskuit
digunakan adalah labu destruksi, labu destilasi, Margarine, susu bubuk, gula halus
Buret + penjepit, Erlenmeyer, Gelas ukur, Pipet dicampur dan diaduk dengan menggunakan
mixer dalam waktu lima menit. Kuning telur
dimasukkan dan diaduk dengan mixer dengan
56
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Pencetakan
BISKUIT
57
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
58
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
melibatkan panelis sebanyak 25 orang dengan Hasil dari grafik diatas diketahui bahwa,
kriteria agak terlatih. Pada tahap penilaian, panelis antara biskuit dengan penambahan bekatul 0%
ini mengisi formulir penilaian organoleptik, dan biskuit dengan penambahan bekatul 5% ada
kemudian hasil tersebut dihitung. perbedaan, karena pada biskuit 0% mempunyai
Tekstur tekstur yang lebih renyah daripada biskuit 5%.
Tekstur biskuit ini dapat dipengaruhi oleh Biskuit dengan penambahan 15% tingkat
bahan dasar, ketebalan cetakan dan suhu oven kesukaan terhadap tekstur lebih tinggi, hal ini
yang terlalu tinggi. Bahan dasar pembuatan dikarenakan pada proses pencampuran bahan yang
biskuit yang menggunakan gandum keras (hard menggunakan tepung terigu sebagai bahan dasar
wheat) dan memiliki kandungan protein yang dan ditambah bekatul, sehingga mendapatkan
tinggi, sehingga pengaruh pengerasannya sangat hasil biskuit dengan tekstur yang renyah dan lebih
besar. Selain itu pada biskuit yang ditambahkan disukai dari pada biskuit dengan penambahan
bekatul juga memiliki kandungan protein yang bekatul 10 % . Hasil uji statistik diperoleh, P value
cukup tinggi dan berpengaruh pada tekstur biskuit. < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
Pada proses pencampuran bahan, perbedaan pada setiap penambahan bekatul dari
pencetakan dan pemanggangan juga berpengaruh segi tekstur.
terhadap tekstur biskuit. Biskuit dicetak dengan Warna
ukuran 0,5 cm dengan suhu pemanggangan 180oC Warna biskuit dengan berbagai variasi
selama 15 menit. Dengan penambahan gula juga penambahan bekatul mempunyai jenis penilaian
akan mempengaruhi proses pengempukan. warna antara lain : putih kekuningan, kuning,
krem, coklat muda, dan coklat. Untuk biskuit
dengan penambahan 0% mempunyai warna putih
kekuningan, 5% mempunyai warna kuning, 10%
mempunyai warna krem, 15% mempunyai warna
coklat muda, dan 20% mempunyai warna coklat.
59
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Gambar 3. Tingkat kesukaan terhadap warna Gambar 4. Tingkat kesukaan terhadap aroma
Pada grafik di atas diketahui, bahwa Dengan melihat grafik di atas diketahui,
biskuit dengan warna putih kekuningan paling bahwa aroma biskuit bekatul 0% menunjukkan
disukai karena pada penambahan bekatul 0% tidak perbedaan dengan biskuit bekatul 5%, Sedangkan
menggunakan bekatul sebagai bahan tingkat kesukaan aroma pada biskuit dengan
tambahannya, sehingga diperoleh warna biskuit penambahan bekatul 15% menunjukkan nilai yang
yang menarik. Jika biskuit dengan penambahan lebih tinggi dari biskuit bekatul 10%. Hal ini
bekatul 5%, 10%, 15% , dan 20% menunjukkan, dikarenakan pada proses pencampuran bahan
bahwa semakin besar persentase penambahan biskuit bekatul 15% aroma khas bekatul lebih
bekatulnya akan menyebabkan turunnya tingkat disukai panelis dari pada biskuit bekatul 10%.
kesukaan terhadap biskuit. Hasil uji statistik Hasil uji statistik diperoleh, P value < 0,05. Ini
diperoleh, P value < 0,05, berarti ada perbedaan berarti ada perbedaan pada setiap penambahan
pada setiap penambahan bekatul. bekatul terhadap biskuit.
Rasa
Aroma Rasa manis pada biskuit diperoleh dari
Aroma biskuit dengan berbagai penambahan gula, selain itu dengan penambahan
penambahan bekatul menunjukkan perbedaan susu dan margarine juga dapat digunakan sebagai
pada setiap penambahan bekatul. pembangkit rasa pada biskuit.
60
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
61
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
2. Hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa Anonim. 1999. Pengkajian dan Pengembangan
Produk Pangan Olahan dari Serealia dan
biskuit yang paling disukai adalah biskuit
Umbi-Umbian. IPB, Bogor.
dengan penambahan bekatul 0% setekah itu Anonim. 1996. Pengembangan Produk Pangan
biskuit dengan penambahan bekatul 5%. Hal Fabrikasi Pusat Studi Pangan dan Gizi.
IPB, Bogor.
ini terlihat dari penilaian organoleptik biskuit
Nurmala, T. 1998, Serealia : Sumber Karbohidrat
0% sebesar 4,34, sedangkan pada biskuit Utama. Rineka Cipta, Jakarta.
bekatul 5% tingkat kesukaannya bsebesar Sediaotama, AD. 1988. Ilmu Gizi. Dian Rakyat,
3,89. Jakarta.
3. Berdasarkan uji statistik kadar protein pada Soekarno, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik
untuk Industri Pangan dan Hasil
biskuit menunjukkan bahwa ada perbedaan Pertanian. Bharatara Karya Aksara,
antara variasi penambahan bekatul. Jakarta.
4. Hasil uji statistik biskuit berdasarkan sifat Suparyono dan Agus Setyono. 1997. Mengatasi
Permasalahan Bididaya Padi. Penebar
organoleptik menunjukkan bahwa ada Swadaya, Jakarta.
perbedaan antara variasi penambahan bekatul Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT
pada perlakuan 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Almamatsier, S. 2001. Prinsip dasar Ilmu Gizi.
PT. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta.
Associates, Us Wheat. 1981. Pedoman pembuatan
Roti dan Kue. Djambatan, Jakarta.
Buckle, K.A et.al diterjemahkan oleh Hari
Purnomo dan Adiono, 1987. Ilmu Pangan,
UI-Press, Jakarta.
Desrosier, Norman W diterjemahkan oleh Muchji
Muljohardjo. 1988. Teknologi Pengawetan
Pangan, UI-Press. Jakarta.
62