You are on page 1of 9

Jurnal LDMPL 2011

DIVERSITY IN VARIOUS TYPES AMPHIBIANS HABITAT IN TAMAN


NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
Achmad A.*, Ambarwati M, Fajarani F, Tobias P, Gugum P, dan Dessy W.

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Negeri Jakarta Jl. Pemuda 10, Rawamangun Jakarta13220. Telp/Fax
(021)4894909
*
email : ahmad_zerman@yahoo.co.id

Abstract

Amphibian is one of ecosystem compiler component having a real important role,


both ecological and economical. Research about amphibian in Indonesia is still
very limited. The study was implemented at three habitat types including forests,
river and field. The data was collected by Visual Encounter Survey. That data was
analyzed descriptively as well as statistically to calculate species dominance (D),
diversity (H) and similarities. There were 37 species recorded (Order Anura),
consisting of 5 families: Bufonidae (1 species), Megophryidae (2 species),
Microhylidae (1 species), Ranidae (7 species) and Rhacophoridae (1 species). The
highest species diversity was in forest habitat (7 species), while the lowest species
diversity in field habitat (5 species). The highest H value was in forest habitat
(H = 1.61) while the lowest was in field habitat (H = 1.24). The highest
similarity was between forest habitat and river (IS=31%), and the lowest was
between field habitat and river (IS=9%)

Keywords: Diversity, amphibians,


KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI BERBAGAI TIPE HABITAT
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

Achmad A.*, Ambarwati M, Fajarani F, Tobias P, Gugum P, dan Dessy W.

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Negeri Jakarta Jl. Pemuda 10, Rawamangun Jakarta13220. Telp/Fax
(021)4894909
*
email : ahmad_zerman@yahoo.co.id

Abstrak

Amfibi adalah salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

peranan yang sangat penting, baik ekologi dan ekonomis. Penelitian tentang

amfibi di Indonesia masih sangat terbatas. Penelitian dilakukan di tiga jenis

habitat termasuk hutan, sungai dan sawah. Data yang dikumpulkan oleh Survei

Visual Encounter. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan statistik untuk

menghitung dominasi spesies (D), keragaman (H ') dan kesamaan. Ditemukan

sebanyak 12 spesies yang dicatat (Ordo Anura), terdiri dari lima family :

Bufonidae (1 spesies), Megophryidae (2 spesies), Microhylidae (1 spesies),

Ranidae (7 spesies) dan Rhacophoridae (1 spesies). Keragaman spesies tertinggi

di habitat hutan (tujuh spesies), sementara keragaman spesies terendah di habitat

sawah (5 spesies). Nilai keanekaragaman tertinggi di habitat hutan (H' = 1.61)

sedangkan terendah di habitat sawah (H '= 1,24). Kesamaan tertinggi antara

habitat hutan dan sungai (IS = 31%), dan terendah adalah antara bidang habitat

dan ri

Kata Kunci : Keanekaragaman, Amfibi,


PENDAHULUAN

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang terletak di Jawa

Barat merupakan kawasan konservasi dengan luas 113.357 ha. Kawasan

meupakan daerah penting penting karena melindungi hutan hujan dataran rendah

yang terluas di daerah ini, dan sebagai wilayah tangkapan air bagi kabupaten-

kabupaten di sekelilingnya. Dengan iklim yang basah, Taman Nasional ini

merupakan sumber mata air dari beberapa sungai yang alirannya tidak pernah

kering sepanjang tahun, dan delapan buah air terjun (Hartono, 2007). Banyaknya

aliran sungai yang ada merupakan habitat yang tepat bagi satwa amfibi. Karena

sebagian besar amfibi memerlukan air untuk berkembangbiak.

Beberapa penelitian mengenai keanekaragaman amfibi di daerah TNGHS

menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman di wilayah ini cukup tinggi. Pada

penelitian yang dilakukan di bulan Oktober 2001 (Liem,1973) ditemukan dua

puluh jenis amfibi, yang terdiri dari dua jenis dari suku Megophryidae, empat

jenis dari suku Bufonidae, satu jenis dari suku Microhylidae, sepuluh jenis dari

suku Ranidae, dan lima jenis dari suku Rhacophoridae.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis amfibi

di berbagai tipe habitat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dengan

mengetahui seberapa besar tingkat keanekaragaman jenis amfibi di TNGHS maka

diharapkan dapat membantu upaya konservasi terhadap amfibi di TNGHS.


METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7-9 Juli 2011 di kawasan hutan,

Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan observasi langsung

secara Visual Encounter Survei.

Peralatan yang digunakan untuk kegiatan penelitian amfibi di kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) antara lain:Senter, kantong

spesimen, jangka sorong, meteran, weathermeter, biopori/linggis,

paralon/trashbag, lembar pengamatan, kamera digital Sony 12,1 MP

PEMBAHASAN

Lokasi penelitian pertama merupakan habitat hutan yang terletak pada

ketinggian 950-1100 m dpl dengan kondisi kerapatan penutupan tajuk terhadap

permukaan tanah tidak begitu rapat, sedangkan kondisi vegetasinya memiliki

stratifikasi yang cukup tinggi tajuk mulai dari tumbuhan bawah (rumput dan

semak) hingga tingkat pohon. Lokasi penelitian kedua yaitu habitat sungai, secara

umum topografi habitat ini adalah datar dengan substrat sungai yaitu bebatuan,

habitat sungai yang peneliti gunakan ada dua lokasi yaitu sungai yang terdapat di

dalam hutan dan sungai yang terdapat di sekitar areal persawahan. Lokasi

penelitian ketiga yaitu habitat persawahan, topografi dari habitat ini juga datar

dengan vegetasi yang sangat minimal yaitu tanaman padi.

Kondisi fisik yang diambil dari tiap habitat yaitu suhu, kelembaban dan
O
derajat kelembaban, dengan kisaran suhu 20-22 C, sedangkan kelembaban

berkisar antara 75-89%. Jumlah jenis amfibi yang ditemukan pada seluruh lokasi
penelitian di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yaitu 12 jenis amfibi. Dari

12 jenis amfibi yang ditemukan memiliki komposisi sebagai berikut: 7 jenis dari

suku Ranidae, 2 jenis dari suku Megophrydae, 1 jenis dari suku Microhylidae, 1

jenis dari suku Rhacophoridae, dan 1 jenis dari suku Bufonidae. Jenis yang

memiliki individu terbanyak adalah Rana calconata (20 individu) dan

Limnonectes kuhlii (12 individu), sedangkan jenis yang memiliki individu

terendah adalah Rana erythrea (1 individu).

Jenis yang ditemukan di lantai hutan lebih banyak (10) dibandingkan jenis

yang ditemukan di perairan (2). Sebaran jenis anura yang ditemukan sangat

bervariasi, misalnya jenis Limnonectes kuhlii lebih sering dijumpai di sekitar

aliran sungai, diatas batu ditepi sungai, sedangkan jenis-jenis Rana lebih sering

dijumpai pada tangkai pohon atau diatas dedaunan. Jenis dari suku Megophrydae

yaitu Megophrys montana dan Leptobrachium haseltii lebih sering dijumpai di

lantai hutan, hal ini karena M.montana dan L.haseltii merupakan jenis katak

terestrial yang hidup di serasah untuk bertahan hidup.

Berdasarkan tabel keanekaragaman (H) di atas, maka nilai H tertinggi dari

tiga tipe habitat terdapat pada tipe habitat hutan (1,61) dengan 7 jenis, sedangkan

terendah pada tipe habitat sungai (1,52) dengan 6 jenis. Nilai keanekaragaman di

habitat hutan dan sungai tergolong sedang karena menurut margalef (1972) dalam

magurran (1988) menyatakan bahwa tingkat kelimpahan jenis yang tinggi

ditunjukkan dengan nilai Indeks Shannon-Wienner lebih dari 3,5; digolongkan

sedang bila nilai indeks 1,5 sampai 3,5 serta rendah bila kurang dari 1,5.
Menurut Primack et al. (1998) bahwa satwa liar akan semakin beranekaragam

bila struktur habitatnya juga beranekaragam. Ada enam faktor yang saling

berkaitan yang menentukan naik turunnya keragaman jenis suatu komunitas,

yaitu: waktu, heterogenitas, ruang, persaingan, pemangsaan, kestabilan

lingkungan dan produktivitas (Krebs 1978), sedangkan menurut Goin & Goin

(1971) kecocokan terhadap suhu dan kelembaban, penutupan tajuk dan formasi

tanah merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman. Heterogenitas

habitat pada daerah tropis memiliki ketidakseragaman lingkungan yang lebih

besar, memungkinkan keanekaragaman yang lebih besar pada jenis tumbuhan

untuk membentuk dasar sumberdaya bagi komunitas hewan yang sangat

beranekaragam (Campbell 2004b).

Dari perhitungan yang dilakukan menggunakan rumus Sorensen (Odum,

1993) untuk menghitung indeks kesamaan dari berbagai tipe habitat yang

diamati. Didapatkan bahwa tipe habitat hutan dan sungai memiliki persamaan

yang terbesar, yaitu sebesar 31%. Sedangkan sawah dan sungai memiliki

persamaan terkecil sebesar 9%. Pada tipe habitat hutan dan sawah memiliki

persamaan 16%.

Besarnya persentase persamaan tersebut disebabkan jenis amfibi yang

ada dihabitat tersebut tidak terlalu berbeda. Pada hutan dan sungai ini disebabkan

oleh struktur habitat di kedua tempat ini tidak terlalu berbeda karena lokasi sungai

yang peneliti amati merupakan sungai yang terletak di dalam jalur hutan,

sedangkan sungai yang terletak di pinggir sawah tidak kami temukan katak sama

sekali, hal ini karena aliran sungai yang cukup deras. Sehingga ini menyebabkan
jenis-jenis yang ada tidak terlalu beragam. Pada sungai dan sawah persamaan

jenis yang ada kecil ini disebakan struktur habitat yang berbeda.

KESIMPULAN

Jumlah jenis katak yang ditemukan sebanyak 12 jenis. Keanekaragaman

yang terdapat pada habitat sawah lebih rendah dibandingkan pada habitat hutan

dan sungai sedangkan dominansi pada habitat sawah merupakan dominansi yang

paling tinggi dibandingkan habitat lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

keanekaragaman yang terdapat pada tiga tipe habitat tidaklah begitu berbeda, pada

habitat hutan dan sungai memiliki keanekaragaman jenis amfibi yang tergolong

sedang dan pada habitat sawah memiliki keanekaragaman jenis amfibi yang

tergolong rendah.

Pada indeks kesamaan pada tiga tipe habitat yang berbeda didapatkan bahwa

tipe habitat hutan dan sungai memiliki persamaan yang terbesar, yaitu sebesar

31%. Sedangkan sawah dan sungai memiliki persamaan terkecil sebesar 9%.

Pada tipe habitat hutan dan sawah memiliki persamaan 16%.


DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, D.T. 1998. Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi-LIPI: Bogor.

Kusrini, Mirza D. 2009. Pedoman Penelitian dan Survei Amfibi di Alam. Pustaka
Media Konservasi: Bogor.

Hartono, T., H. Kobayashi, H. Widjaya, M. Suparmo. 2007. Taman Nasional


Gunung Halimun Salak. Edisi revisi. JICA-BTNGHS-Puslit Biologi
LIPI-PHKA.Pp 48+vi

Indrawan, M., R. B. Primack & J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi Edisi


Revisi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Fajri, Maria. 2009. Perbandingan keanekaragaman jenis amfibia di hutan kota


srengseng dan cibubur. UNJ: Jakarta

Frost, D. R. Et. All. 2006. The Amfibin Tree of life. Bulletin of The American
Museum of Natural History, New York No.297:370 hlm.

Duellman, W. E. & L. Trueb. 1986. Biology of Amfibins. USA: Mcgraw-hill, Inc


Tugas

HERPETOLOGI

Keanekaragaman Amfibia di berbagai Daerah di Indonesia

OLEH

HUSNA

FID1 15 043

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017

You might also like