You are on page 1of 6

Selasa, 16 Desember 2014

Telaah Jurnal Retradasi Mental Format Picot

TERAPI BERMAIN : COOPERATIVE PLAY DENGAN PUZZLE MENINGKATKAN


KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK RETARDASI MENTAL

A. ABSTRACT
Introduction: Children with mental retardation have IQ score less than 70. This have
caused them to have limitations in cognitive skills, verbal skills, motoric skills, and socialization
skills. One of the ways to improve their socialization skills was play theraphy: cooperative play
with puzzle. Method: Design used in this study was quasy experimental design. The population
were the first to the fourth grade of the elementary students of SLB Al Hidayah, Mejayan. The
samples were gathered by using purposive sampling method consisted of 12 respondents based
on the inclusion criteria which were divided into control and experimental groups. The
independent variable was play theraphy: cooperative play with puzzle and the dependent
variable was socialization skills of children with mental retardation. The data observation was
collected and analyzed by using Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney U Test with
significance of = 0.05. Result: Results showed that there was a difference of socialization
skills before and after the intervention on the experimental group (p = 0.027). However, there
was no significant difference on socialization skills before and after the intervention in children
with mental retardation on the control group (p = 0.102), which can be meant that play therapy
using cooperative play with puzzle can improve the socilazation skills in children with mental
retardation (p = 0.036). Discussion: It can be concluded that play theraphy: cooperative play
with puzzle can improve socialization skills in children with mental retardation. For further
research can be given play theraphy: cooperative play with puzzle in regularly and continuosly
way in smaller groups.
Key Words : play theraphy, cooperative play, puzzle, socialization skills, children with mental retardation.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Anak tuna grahita atau disebut juga retardasi mental (RM) mempunyai fungsi intelektual
dibawah rata rata (70) yang muncul bersamaan dengan kurangnya perilaku adaptif,
ketidakmampuan beradaptasi dengan kehidupan sosial sesuai tingkat perkembangan dan budaya,
awitannya sebelum usia 18 tahun (Wong 2004). Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi
dikarenakan tingkat intellegensianya yang rendah, sehingga cukup sulit untuk mempelajari
informasi dan keterampilan keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan (Soetjiningsih
1998).

C. ANALISIS PICOT
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah anak retardasi mental (RM) kelas 1 - 4 Sekolah Dasar
(SD) yang menjalani pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Al Hidayah, desa Mejayan
berjumlah 21 anak.
2. Intervensi
Desain penelitian yang digunakan adalah quasy experiment. Variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan terapi bermain : cooperative play dengan
puzzle dan variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan sosialisasi
anak retardasi mental. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi
milik Delphie (2006) yang telah dimodifikasi oleh peneliti dan melakukan observasi terhadap
kelompok perlakuan dan kontrol untuk mengetahui dan mengukur kemampuan sosialisasi
sebelum dan setelah perlakuan. Data yang terkumpul dianalisis untuk mengetahui perbedaan
kemampuan sosialisasi pada anak RM sebelum dan setelah diberikan terapi bermain :
cooperative play dengan puzzle dan membuktikan apakah ada pengaruh antara terapi bermain :
cooperative play dengan puzzle terhadap peningkatan kemampuan sosialisasi anak RM. Analisis
data ini dilakukan dengan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dan Mann Whitney U Test
dengan tingkat kemaknaan = 0.05.
3. Comparation
Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain,
hanya ada satu jurnal saja.
4. Out Come
Nilai kemampuan sosialisasi pada anak RM sebelum diberikan terapi bermain :
cooperative play dengan puzzle dapat dilihat bahwa pada kelompok perlakuan sebelum di beri
terapi bermain : cooperative play dengan puzzle yang memiliki nilai prosentase yang baik adalah
kemampuan sosialisasi point ke-1 (kontak mata), point ke-2 (membalas senyuman), point ke-3
(menjawab pertanyaan), point ke-5 (bermain dengan teman sebaya), dan point ke-7 (tetap
bermain dengan teman walaupun tidak ada guru / pengasuh disaat jam istirahat. Sedangkan pada
kelompok kontrol kemampuan sosialisasi yang memiliki nilai prosentase baik adalah
kemampuan sosialisasi point ke-1 (kontak mata), point ke-3 (menjawab pertanyaan), point ke-5
(bermain dengan teman sebaya), point ke-7 (tetap bermain dengan teman walaupun tidak ada
guru / pengasuh di saat jam istirahat.
Nilai kemampuan sosialisasi pada anak RM setelah diberikan terapi bermain : cooperative
play dengan puzzle dapat dilihat pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan hampir di
semua kemampuan sosialisasi, sedangkan pada kelompok kontrol hanya sebagian item saja yang
mengalami peningkatan, meliputi kemampuan sosialisasi point ke-1 (kontak mata), point ke-5
(bermain dengan teman sebaya), point ke-7 (tetap bermain dengan teman walaupun tidak ada
guru / pengasuh disaat jam istirahat), point ke-8 ( berpartisipasi aktif dalam kegiatan), dan point
ke-10 ( bekerja sama dalam kegiatan).
5. Time
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai 31 Mei 2012 di SLB Al
Hidayah, desa Mejayan, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun.

D. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian sebelum dilakukan intervensi terapi bermain : cooperative
play dengan puzzle dapat diketahui bahwa sebagian besar responden baik pada kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol memiliki kemampuan sosialisasi yang kurang. Hal ini
dipengaruhi oleh : Intelligence Quotient (IQ), stimulasi yang kurang, peran aktif anak, dan
pendidikan orang tua.
Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi dikarenakan tingkat intellegensianya yang rendah
(Soetjiningsih 1998). Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungannya sangat dipengaruhi
oleh kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan anak RM berada dibawah normal, maka dalam
kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan (Amin 1995). Anak yang IQ-nya lebih tinggi
menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari pada anak yang IQ-nya normal atau dibawah
normal (Hurlock 2005).

E. MANFAAT DAN KEKURANGAN


1. Manfaat
Setelah dilakukan terapi bermain : cooperative play dengan puzzle, pada kelompok
perlakuan terjadi peningkatan kemampuan sosialisasi pada anak RM. Hal ini dikarenakan pada
kelompok perlakuan mendapatkan stimulasi secara rutin dan berkelanjutan, sehingga
menstimulasi anak untuk berperan aktif dalam kegiatan, yang dapat meningkatkan kemampuan
sosialisasinya.
2. Kekurangan
Awalnya anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi di karenakan tingkat intelegensinya
dan pendidikan orang tua juga mempengaruhi perkembangan kemampuan sosialisasi anak RM.

F. SIMPULAN DAN SARAN


1. Simpulan
Kemampuan sosialisasi pada anak RM sebelum diberikan terapi bermain : cooperative play
dengan puzzle sebagian besar kurang. Hal ini dikarenakan tingkat intellegensianya yang rendah,
stimulasi yang kurang, peran aktif yang rendah, dan tingkat pendidikan orang tua yang rendah,
sehingga kemampuan penyesuaian diri dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan.
Setelah dilakukan terapi bermain : cooperative play dengan puzzle, pada kelompok
perlakuan terjadi peningkatan kemampuan sosialisasi pada anak RM. Hal ini dikarenakan pada
kelompok perlakuan mendapatkan stimulasi secara rutin dan berkelanjutan, sehingga
menstimulasi anak untuk berperan aktif dalam kegiatan, yang dapat meningkatkan kemampuan
sosialisasinya.
Terapi bermain : cooperative play dengan puzzle dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi
pada anak RM.

2. B. Saran
Saran yang dapat diberikan antara lain bagi perawat khususnya perawat jiwa anak agar
lebih memperhatikan perkembangan kemampuan sosialisasi anak RM, dan memberikan kegiatan
kegiatan untuk menstimulasi kemampuan sosialisasinya. Bagi orang tua hendaknya
menstimulasi anak dengan memberikan alat permainan yang dapat dimainkan secara
berkelompok, misalnya puzzle secara rutin dan berkelanjutan, sehingga memfasilitasi anak di
rumah untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi anak RM. Bagi para pendidik di sekolah luar
biasa khususnya jurusan C sebaiknya menerapkan metode pembelajaran terapi bermain :
cooperative play dengan puzzle dengan rutin dan berkelanjutan dalam kelompok kelompok
kecil untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi anak retardasi mental, serta perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut tentang metode latihan sosialisasi lain seperti bermain ular tangga yang
ditujukan untuk meningkatkan kemmapuan sosialisasi anak RM.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M 1995, Ortopedagogik Anak Tuna Grahita, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dirjen Dikti, hal : 11, 16, 19, 21-24, 34-49, 62, 66-70
Astuti, N. K 2010, Asas Pengajaran untuk Anak Tunagrahita, diakses hari Sabtu 13 Maret 2012 pukul
19.55 WIB, http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?
module=detailberitaminggu&kid=13&id=32524.
Delphie, B 2006, Pembelajaran Anak Tunagrahita, Rafika Aditama, Bandung. Hal: 62 66.
Departemen Kesehatan RI, 2009, Tunagrahita Berhak Dapat Jamkesmas, diakses hari Rabu 14
Desember 2011 pukul 05.00 WIB,
http://www.kabarbisnis.com/umum/288162TunagrahitaberhakdapatJamkesmas.html.
Efendi, M 2006, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Bumi Aksara, Jakarta. Hal : 90 91,
99 102, 106 108.
Ekawati, M 2010, Sosialisasi Anak Anak Tunagrahita (Studi Deskriptif tentang Sosialisasi Anak
Anak Tunagrahita pada Keluarga Miskin di SLB Siswa Budhi Surabaya), diakses hari Sabtu 13
Maret 2012 pukul 19. 50 WIB, Library@lib.unair.ac.id.
Hidayat, A.A 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1, Salemba Medika, Jakarta. Hal. 55-61.

Hurlock, E. B, 2005, Perkembangan Anak Jilid 1 Edisi Keenam, Erlangga. Hal: 154, 156, 157.
Hurlock, E. B, 2005, Perkembangan Anak Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Hal 256.
Hutomi, L 2011, Sosialisasi Sebuah Pengantar Sosiologi, media release 9 Juni, diakses hari Senin 19
Maret 2012 pukul 20.00 WIB, uthfihutomi.blogspot.com/.../sosialisasi-sebuah-pengantar-
sosiologi....
Ifladi, 2009, Pendidikan Inklusi (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus), diakses hari
Sabtu 13 Maret 2012 pukul 19.48 WIB, smanj.sch.id/.../115-pendidikan-inklusi-pendidikan-
terhadap-anakLaksitadevi, R 2010, Pengaruh Terapi Bermain : Skill Play terhadap Kemampuan
Perawatan Diri pada Anak Retardasi Mental di SLB / C Kumala II Surabaya, PSIK FKP
UNAIR. Skripsi tidak dipublikasikan.
Lala, 2011, Peran Terapi Permainan untuk Tunagrahita, media release, 29 April, diakses hari Rabu
14 Desember 2011 pukul 05.00WIB, tunagrahita.com/2011/04/terapi-permainan-untuk-
tunagrahita/.
Linwood, A 2009, Play, diakses hari Sabtu 13 Maret 2012 pukul 19. 57 WIB,
http://www.education.com/reference/article/play/..
Maramis, 2004, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya. Hal. 385
Marasaoly, S 2009, Pengaruh Terapi Bermain Puzzle, diakses hari Senin 5 Maret 2012 pukul 20.10
WIB, www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/.../abstrac.pdf.
Marc Bekoff, 2001, Social Play Behaviour Cooperation, Fairness, Trust, and the evolution of
Morality, diakses hari Sabtu 12 November pukul 20.00 WIB, http//:www.imprint.co.uk/pdf/.
Maslim, R, 2007, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa-Rujukan Ringkas, PPDGJ-III, Jakarta. Hal:
119-121.
Missuanita, 2008, Efektifitas Terapi Bermain Sosial untuk Peningkatan Kemampuan dan
Keterampilan Sosial Anak, diakses hari Sabtu 12 November 2011 pukul 20.00 WIB,
http//missuanita.wordpress.com..
Notoatmodjo, S 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakrta, hal : 37 39.

You might also like