You are on page 1of 19

Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No.

10 (2013)

IMPLEMENTASI TAX PLANNING PAJAK PENGHASILAN BADAN


PT. INDOJAYA MANDIRI

Nurul Ifadhoh
ifadhohnurul@gmail.com
Lailatul Amanah
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

ABSTRACT
The tax payers has full responsibility for counting, depositing and reporting by themselves the amount of tax payable
and tax liability. This research is meant to analyze maximisation of tax saving. The effort for tax saving is often done
by tax payer which is known as tax planning. Descriptive research is applied by the researcher in order to discuss the
implementation of tax planning at PT Indojaya Mandiri. The taking of companys internal data is performed by the
researcher as a support for the validity of this thesis. The implementation of tax planning as management instrument
in income tax saving is carried out in various ways which do not violate the prevailing tax provisions. The
implementation of tax planning which is performed by the PT Indojaya Mandiri has not maximize yet. By
implementing tax planning there is a corporate income tax saving as much as Rp 26,627,299. Therefore, a company
will be avoided from tax waste and will be able to fulfill their tax liability when they implement proper tax planning.

Keywords: Tax Planning, Tax Saving, Income Tax.

ABSTRAK
Wajib pajak mempunyai tanggung jawab penuh untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri
jumlah pajak yang terutang dan jumlah kewajiban perpajakannya. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis maximalisasi Tax saving. Upaya untuk penghematan pajak sering dilakukan oleh Wajib
pajak yang disebut dengan Tax Planning. Jenis penelitian deskriptif yang diambil peneliti untuk
membahas penerapan Tax Planning di PT. Indojaya Mandiri. Pengambilan data internal perusahaan
sebagai penunjang untuk keabsahan skripsi ini. Penerapan Tax Planning sebagai alat manajemen untuk
penghematan pajak penghasilan dilakukan dengan berbagai cara yang tidak melanggar ketentuan
perpajakan yang berlaku. Penerapan Tax Planning yang dilakukan oleh PT. Indojaya Mandiri masih
belum maksimal. Dengan penerapan Tax Planning terdapat penghematan pajak penghasilan badan
sebesar Rp.26.627.299. sehingga menerapkan Tax Planning yang baik maka perusahaan akan terhindar
dari pemborosan pajak dan tetap memenuhi kewajiban perpajakannya.
Kata Kunci: Tax Planning, penghematan pajak, Pajak penghasilan

PENDAHULUAN
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Negara menerapkan sistem pajak
Self Assessment, dimana setiap Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri,
menghitung hutang pajaknya sendiri, dan melaporkan hasil perhitungan pajaknya ke Kantor
Pelayanan Pajak. Dalam hal ini Wajib Pajak dianggap paling tahu mengenai besarnya pajak
terutang karena Wajib Pajak tentu lebih memahami penghasilannya sendiri. Pada Pasal 12 ayat
(1) UU KUP yang menyebutkan, Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak, dan Pasal 12 ayat (2) yang menyebutkan,
Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
2

adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sehingga aparat pajak hanya mengawasi saja, melakukan pelayanan, dan penyuluhan kepada
Wajib Pajak. yang bertujuan untuk melindungi dan mengurangi kesenjangan yang ada di
masyarakat.
Pada dasarnya pajak merupakan hak dan kewajiban wajib pajak untuk mematuhinya,
namun para pengusaha dan hampir seluruh wajib pajak berasumsi membayar pajak itu
mengurangi aset yang mereka miliki, oleh karena itu banyak manajemen suatu perusahan
melakukan tindakan-tindakan terhadap kondisi keuangan pada laporan keuangan diolah
sedemikian rupa agar hasil dari rekayasa laporan keuangan memberikan dampak terhadap
perpajakan supaya perusahaan membayar pajak serendah-rendahnya. Tidak terlepas dengan
hal ini banyak perusahaan melakukan kecurangan tehadap undang-undang perpajakan baik
disengaja atau tidak. Dalam peraturan perpajakan apabila diketahui seorang wajib pajak baik
orang pribadi atau badan apabila terbukti melakukan kecurangan terkait dengan pajak maka
sanksi tegas akan dikenakan terhadap wajib pajak tersebut. Yang tentunya akan membawa
suatu kerugian yang cukup signifikan terhadap aset ekonomis wajib pajak baik pribadi atau
badan. Rekayasa perpajakan sebenarnya bisa dilakukan dengan tanpa melanggar undang-
undang perpajakan yaitu dengan melakukan tax planning yang tentunya wajib pajak pribadi
atau badan harus mengetahui tentang detail suatu undang-undang terkait dengan perpajakan
sesuai dengan usaha wajib pajak pribadi atau badan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi perencanaan pajak (tax planning)
pada PT. Indojaya Mandiri sehingga dapat meminimalkan pajak penghasilan badan yang
dilakukan secara legal agar tidak merugikan negara dan menguntungkan bagi perusahaan.

TINJAUAN TEORETIS DAN SATUAN KAJIAN


Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditujukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum(Resmi, 2008:1),
sedangkan(waluyo, 2010:3) menjelaskan pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang
dapat ditujukan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
Bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari
penduduk atau barang untuk menutup belanja pemerintah merupakan definisi pajak(Purwono,
2010:6), selanjutnya(Priantara, 2012:2) menjelaskan pajak adalah adanya aliran dari sektor privat
ke sektor publik secara dipaksakan yang dipungut berdasarkan keuntungan ekonomi tertentu
dari nilai setara dalam rangka pemenuhan kebutuhan negara dan objek-objek sosial.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada
pengertian pajak, adalah :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya
dapat dipaksakan
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah
3. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya (sumber daya) dari sektor swasta ke sektor
negara
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
3

4. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum sehubungan dengan pengeluaran


pemerintah

Fungsi Pajak
Menurut Waluyo (2011:6) pajak yang dipungut pemerintah memiliki 2 fungsi, antara lain :
1. Fungsi penerimaan (Budgeter)Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan
bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Contoh : dinasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri
2. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.
Contoh : dikenakan pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan.

Asas-asas Pemungutan Pajak


Waluyo (2011:13) menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu
memegang teguh asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga
terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi
yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu.
Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam pajak penghasilan, adalah
sebagai berikut :
1. Asas Tempat
2. Asas Kebangsaan
3. Asas Sumber

Pengelompokan Pajak
Menurut Waluyo (2011:14) Pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, adalah
sebagai berikut :
1. Menurut Golongannya: a. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang
bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang
pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain.Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
2. Menurut sifatnya: a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan
dari Wajib Pajak.Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak Objektif, adalah pajak yang
berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib
Pajak.Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungutannya:a. Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.Contoh : Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi
dan Bangunan, dan Bea Materai. b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintahan daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas : 1. Pajak propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 2. Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak
Restoran, dan Pajak Hiburan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
4

Sistem Pemungutan Pajak


Waluyo (2011:17) mengungkapkan bahwa Pada saat pajak terutang akan dipungut,
terdapat 3 sistem pemungutan pajak yang akan digunakan oleh Wajib Pajak, yaitu:
a.Sistem Official Assessment
b.Sistem Self Assessment
c.Sistem Withholding

Tarif Pajak
Menurut Priantara (2012:14) menyatakan struktur tarif yang berhubungan dengan pola
persentase tarif pajak dikenal 4 (empat) macam tarif, adalah sebagai berikut :
1. Tarif Pajak Tetap
2. Tarif proporsional
3. Tarif degresif
Tabel 1
Tarif Degresif

No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak

1 s.d Rp 50.000.000 30%


2 >Rp 50.000.000 s.d Rp 200.000.000 20%
3 >Rp 200.000.000 s.d Rp 500.000.000 10%
4 >Rp 500.000.000 5%
Sumber : Priantara (20012:14)

4. Tarif progresif
Tarif progresif terdapat 3 jenis, antara lain :
a. Tarif progresif proporsional
b. Tarif progresif progresif:
c. Tarif progresif degresif
Tarif pajak yang digunakan sebagai tarif pemotongan atas penghasilan yang terutang Pajak
Penghasilan Pasal 21 yaitu tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-undang
pajak penghasilan, kecuali ditetapkan lain dengan peraturan pemerintah, misalnya: besar tarif PPh
pasal 21 yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) menjadi lebih tinggi 20% daripada tarif yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang
dapat menunjukkan NPWP. Kepemilikan NPWP dapat dibuktikan dengan cara menunjukkan
kartu NPWP.

Subjek Pajak
Priantara (2012:179) mengemukakan bahwa pajak penghasilan jenis pajak subjektif,
dimana dalam pengenaan pajaknya harus dilihat terlebih dahulu subjeknya baru kemudian
melihat objeknya. Menurut Undang-undang PPh tidak semua orang atau badan yang
berkedudukan di Indonesia dikenakan pajak walaupun menerima atau memperoleh
penghasilan yang merupakan objek pajak.
Pasal 1 Undang-undang PPh menyebutkan bahwa PPh dikenakan terhadap subjek pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak.
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah :
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
5

a. Orang Pribadi;
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
c. Badan;

Wajib Pajak
Wajib pajak menurut pasal 1 undang-undang nomor 28 tahu 2007 tentang perubahan
ketiga undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan,
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Tabel 2
Perbedaan wajib pajak dalam negeri dan luar negeri

Wajib pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri


Bertempat tinggal/berada di Tidak bertempat tinggal/berada di Indonesia <183 hari dalam
Indonesia >183 hari dalam waktu 12 bulan
waktu 12 bulan, berniat tinggal
di Indonesia
Badan yang Badan yang tidak didirikan/berkedudukan di Indonesia yang
didirikan/berkedudukan di menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia baik dari
Indonesia melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia maupun
bukan dari menjalankan usaha
Warisan belum terbagi
Sumber : Priantara (2012:179)
Tabel 3
Perbedaan kewajiban pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri

Kewajiban Dalam Negeri Kewajiban Luar Negeri


Dikenakan pajak atas penghasilan Dikenakan pajak atas penghasilan dari Indonesia
dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia
Berdasarkan penghasilan neto Berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif sepadan
dengan tarif umum
Wajib menyampaikan Surat Tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pemberitahuan Tahunan ( SPT ) ( SPT )
Sumber : Purwono (2010:89)

Objek Pajak
Menurut Priantara (2012:186) yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Manajemen Pajak
Suandy (2011:6) mengungkapkan bahwa upaya dalam melakukan penghematan pajak
secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak, namun perlu diingat bahwa legalitas
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
6

manajemen pajak tergantung dari instrument yang di pakai.Suandy (2008:6), tujuan dari
manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari:
1. Perencanaan Pajak (Tax Planning)
2. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation)
3. Pengendalian Pajak (Tax Control)

Formula Umum Pajak Penghasilan


Sasaran pembuatan tax planning adalah meminimalkan pajak terutang untuk mencapai
income after tax yang optimal. Untuk mengetahui komponen-komponen dalam tax planning,
maka harus diperhatikan formula umum dalam tax planning.
Formula umum adalah formula perhitungan pajak yang digunakan untuk mendesain
perencanaan pajak dengan mendasarkan pada pajak penghasilan terutang atas penghasilan
kena pajak (PKP). Formula ini dapat digunakan untuk mengetahui hal-hal yang dapat
dilakukan untuk meminimalkan jumlah penghasilan kena pajak. Adapun formula umum
adalah sebagai berikut
Tabel 4
Formula Umum Pajak Penghasilan
1 Jumlah seluruh penghasilan Pasal 4 ayat (1)
2 (-) Penghasilan tidak objek pajak penghasilan Pasal 4 ayat (3)
3 (=) Penghasilan bruto ( 1-2 )
4 (-) Biaya fiskal boleh dikurangkan Pasal 6 ayat (1)
Pasal 11
Pasal 11 A
Koreksi biaya fiscal tidak boleh dikurangkan Pasal 9 ayat (1) dan
ayat (2)
5 (=) Penghasilan neto (3-4)
6 (-) Kompensasi kerugian Pasal 6 ayat (2)
7 (-) Penghasilan tidak kena pajak (WP orang pribadi) Pasal 7 ayat (1)
8 (=) Penghasilan kena pajak (5-6-7)
9 (x) Tarif Pasal 17
10 (=) Pajak penghasilan terutang (8x9)
11 (-) Kredit pajak Pasal 21 (WP orang
pribadi) pasal
22,23,24,25
12 (=) Pajak penghasilan kurang bayar/lebih bayar/nihil (10-11) pasal 28,28A,29
bayar
Sumber: Zain (2007:79)

Tax Planning Pajak Penghasilan


Menurut Suandy (2011:10) Pajak penghasilan merupakan salah satu jenis pajak yang
berkaitan erat dengan laba. Pengelolaan pajak diperlukan agar perolehan laba yang dicapai
dapat dioptimalkan. Pengelolaan pajak ini dapat dilakukan dengan manajemen pajak yang baik.
Salah satu unsur manajemen pajak adalah tax planning.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
7

Pengertian Pajak Penghasilan


Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, diuraikan dalam Undang-undang
No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (1) adalah sebagai berikut : Penghasilan
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun.

Penghasilan Yang Merupakan Objek Pajak


Bedasarkan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 pasal 4 ayat (1), penghasilan yang
termasuk objek pajak adalah :
a. Penggantian atau imbalan berkenan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjamgam, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang, sekutu, atau anggota;
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau
pengambilalihan usaha;
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan;
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. Royalty;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilain kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
8

Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak


Berdasarkan pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, penghasilan yang
dikecualikan dari objek pajak adalah:
1.a. Bantuan atas sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau pengusaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
2. Warisan;
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti penyertaan
modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara
final atau wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (demand profit);
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
6. Deviden atau bagian laba yang diterima perseroan terbatas dengan sebagian wajib pajak
dalam negeri, koperasi, badan usaha milik Negara, atau badan usaha milik daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat :
a. Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima deviden, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah modal yang disetor.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan (MK), baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension sebagaimana dimaksud pada
huruf g, dalam bidang tertentu yang ditetapkan dengan Menteri Keuangan;
9. Bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
10 Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan menteri keuangan; dan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
11 Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan peraturan menteri keuangan;
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
9

12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada
wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
peraturan menteri keuangan.

Biaya Yang boleh Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto ( Deductable Expense )


Suandy (2011:128) mengemukakan bahwa secara akuntansi yang diterapkan perusahaan,
seluruh beban dapat diperhitungkan sebagai pengurangan penghasilan, sedangkan secara fiskal
tidak semua beban dapat diakui.
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 6, besarnya Pengusaha Kena Pajak
(PKP) bagi Wajib Pajak (WP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan
penghasilan bruto dikurang biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk :
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1. Biaya pembelian bahan;
2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. Bunga, sewa, dan royalty;
4. Biaya perjalanan;
5. Biaya pengelolan limbah;
6. Premi asuransi;
7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan peraturan menteri keuangan;
8. Biaya administrasi;
9. Pajak, kecuali pajak penghasilan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
labih dari 1 (satu) tahun;
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan olek Menteri Keuangan (MK);
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. Biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia;
g. Biaya beasiswa, magamg dan pelatihan;
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat;
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada direktorat
jendral pajak; dan
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang Negara, atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah uang tertentu;
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
10

4. Syarat bagaimana dimaksud pada angka 3 telah berlaku untuk penghapusan piutang tak
tertagih debitur kecil.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur
dengan peraturan perpajakan;
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangannya yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan peraturan perpajakan;
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan
perpajakan;
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan perpajakan;
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan peraturan
perpajakan;
n. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun).

Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan Dari penghasilan Bruto (Non Deductable Expanse)
Menurut Suandy (2011:129) Biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan
menurut fiskal pada dasarnya meliputi pengeluaran yang sifatnya untuk keperluan pribadi,
atau yang jumlahnya melebihi kewajaran. Sedangkan biaya yang diperbolehkan adalah yang
secara langsung mempunyai hubungan dengan kegiatan usaha untuk 3M (mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan).
Biaya yang tidak diperbolehkan bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT, sesuai dengan
Undang-undang No.36 Tahun 2008 pasal 9 ayat (1), adalah:
a. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti deviden, termasuk deviden yang
dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang saham polis, dan pembagian sisa hasil
koperasi;
b. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. Pembentukan dana cadangan, kecuali:
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang;
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
badan penyelenggara jaminan sosial;
3. Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan;
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
usaha pengelolaan limbah industri,
d. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan beasiswa, yang dibayar oleh wajib
pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung
sebagai penghasilan wajib pajak yang bersangkutan;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan peraturan menteri keuangan;
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan;
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
11

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan (dalam pasal 4 ayat (3) huruf
a dan b Undang-undang PPh) kecuali sumbangan (dalam pasal 6 ayat (1) huruf i sampai m
serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan
pemerintah;
h. Pajak penghasilan;
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya;
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham;
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal


Menurut Suandy (2011:87) mengungkapkan bahwa perbedaan pengakuan penghasilan
dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung
besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan
antara akuntansi komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi yaitu
penandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya terkait, sedangkan dari segi fiskal tujuan
utamanya adalah penerimaan negara. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, wajib pajak
harus mengacu kepada peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang dibuat
berdasarkan Standart Akuntansi Keuangan (SAK) harus disesuaikan atau dibuat koreksi
fiskalnya terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan
antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat dikelompokkan
menjadi dua, antara lain :

1. Perbedaan Waktu (timing differences)


Perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan
penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan standart akuntansi
keuangan.perbedaan waktu dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Perbedaan waktu positif apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari
pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan untuk tujuan pajak lebih
lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi.
b. Perbedaan waktu negatif terjadi jika ketentuan perpajakan mangakui beban lebih lambat
dari pengakuan beban akuntansi komersial atau akuntansi mengakui penghasilan lebih
lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak.
2. Perbedaan Tetap/Permanen (permanent differences)
Perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan
perhitungan laba menurut standart akuntansi keuangan tanpa ada koreksi dikemudian hari,
perbedaan tetap terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Perbedaan tetap positif apabila ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan
perpajakan dan pembebasan pajak;
b. Perbedaan tetap negatif disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi
yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
12

Rerangka Pemikiran
Rerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui bagan alur berikut :

PT. INDOJAYA MANDIRI

Penghasilan Wajib Pajak Badan

Penerapan Perencanaan Pajak

PPh pasal 29 Wajib Pajak Badan

Gambar 1
Rerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan :
Penghasilan wajib pajak badan PT. Indojaya Mandiri dikenakan pajak sesuai dengan tarif yang
berlaku. Untuk meminimalkan pajaknya, maka PT. Indojaya Mandiri menerapkan perencanaan
PPh badan pasal 29 sehingga diperoleh pajak yang masih harus dibayar dapat ditekan.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian dan Gambaran Populasi
penelitian kualitatif deskriptif adalah memberikan gambaran secara sistematis, aktual, dan
akurat menganai fakta-fakta yang ada, sifat dan karakter, serta hubungan antara fenomena yang
diteliti, yaitu implementasi tax planning pajak penghasilan badan PT. Indojaya Mandiri.
Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis atau teori, tetapi hanya
menerapkan pengamatan dan penelitian yang memberikan penjelasan terhadap suatu keadaan
kemudian berusaha untuk memberikan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan
tersebut.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dengan jalan mempelajari secara langsung pada objek
penelitian untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Adapun
cara memperoleh data pada teknik tersebut yaitu sebagai berikut :
a. Dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan bukti-bukti atau keterangan
tertulis yang dimiliki perusahaan sesuai dengan tujuan untuk penelitian ini
Data yang dikumpulkan berupa antara lain mengenai sejarah berdirinya perusahaan, visi
dan misi perusahaan, pengembangan perusahaan, struktur keorganisasian, dan tugas-tugas
atau tanggung jawab tiap-tiap divisi serta laporan laba rugi 2011, perhitungan pajak,
perincian biaya-biaya serta hasil perhitungan rekonsiliasi fiskal.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
13

b. Wawancara
Yaitu dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang
terkait dalam perusahaan maupun pejabat yang berwenang dalam pengambilan data yang
diperlukan serta yang berhubungan langsung dengan masalah yang diteliti.

Satuan Kajian
Yin (2006:30) mengemukakan bahwa unit analisis secara fundamental berkaitan dengan
masalah penentuan apa yang dimaksud dengan kasus dalam penelitian yang bersangkutan.
Berkaitan dengan implementasi tax planning, maka satuan kajiannya berupa :
1. Perencanaan pajak yang telah dilakukan oleh PT. Indojaya Mandiri.
2. Kebijakan manajemen PT. Indojaya Mandiri yang digunakan pada penelitian ini adalah
kebijakan yang terkait dengan aspek perpajakan, pemberian tunjangan, pemberian fasilitas
dan pemberian natura.

Teknik Analisis Data


Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara sistematis untuk
menentukan upaya tax planning sehingga dapat membantu perusahaan dalam mengurangi
pemborosan sumber daya keuangan.
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori yang berkaitan.
Seluruh data tersebut diolah dan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi upaya tax planning yang telah dilakukan oleh perusahaan
2. Menganalisis kebijakan manajemen perusahaan untuk mengetahui langkah-langkah tax
planning lain yang dapat dilakukan;
3. Merinci langkah-langkah tax planning dan pada masing-masing langkah tersebut dilakukan:
a. Penyajian perbandingan antara perhitungan laba/rugi dengan menggunakan tax
planning dan tanpa menggunakan tax planning;
b. Perhitungan penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan terutang dengan
menggunakan tax planning dan tanpa menggunakan tax planning;
c. Perhitungan tax saving dengan cara membandingkan besarnya pajak penghasilan yang
harus dibayar sebelum dan setelah dilakukan tax planning.
4. Menarik kesimpulan serta memberikan saran kepada PT.Indojaya Mandiri atas upaya tax
planning lain yang dapat dilakukan sehingga pengelolaan pajak perusahaan lebih optimal.

ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN

Tax Planning yang dilakukan oleh perusahaan


Perusahan ini tidak banyak mengenal tentang tax planning, hal ini disimpulkan dari
pertanyaan yang saya ajukan kepada internal kontrol yaitu apa dan bagaimana perusahaan ini
melakukan tax planning untuk memaximalkan tax saving? Jawabnya: perusahaan hanya
menginginkan pembayaran pajak seminim mungkin tentang bagaimana caranya agar tercapai
tujuan tersebut hanya menilai nominal yang dibayarkan artinya perusahaan tersebut memang
masih belum menerapkan tax planning. Dibawah ini akan disajikan laporan L/R dan
perhitungan PPh Badan PT. Indojaya Mandiri
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
14

Tabel 5
PT. INDOJAYA
Laporan Laba Rugi
Periode 1 Januari 31 Desember 2011

Penjualan Rp 34,518,176,334.00
Hpp Rp (30,319,392,731.00)
Laba Bruto Rp 4,198,783,603.00

Biaya-biaya
B. Gaji karyawan/Bonus/THR Rp 473,400,000.00
B. Alat tulis & keperluan kantor Rp 1,346,700.00
B. Listrik Rp 6,609,278.00
B. PDAM Rp 1,416,700.00
B. Telepon Rp 13,844,723.00
B. Konsumsi Rp 96,000,000.00
B. Premi asuransi Rp 9,468,000.00
B. Transportasi Rp 9,000,000.00
B. Sewa kantor Rp 10,000,000.00
B. Administrasi bank Rp 2,331,466.00
B. Import Rp 99,234,217.00
B. Penyusutan Rp 32,654,844.00
Jumlah Biaya-biaya Rp (755,305,928.00)

Laba Bersih Operasional Rp 3,443,477,674.00


Pendapatan jasa giro/bunga Rp 2,870,667.00
Pendapatan selisih kurs Rp 170,922,290.00
Pendapatan lain-lain Rp 63,323.00
Biaya selisih kurs Rp (97,911,380.00)
Pajak bunga bank Rp (568,933.00)
Rp (98,480,313.00)
Laba Bersih sebelum pajak Rp 3,518,853,641.00
Sumber: Data intern PT. Indojaya Mandiri
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
15

Tabel 6
PT. INDOJAYA MANDIRI
PAJAK PENGHASILAN BADAN SEBELUM TAX PLANNING
Laba Bersih Sebelum Pajak Rp 3,518,853,641

Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal positif


Biaya Konsumsi Rp 96,000,000
Biaya Premi Asuransi Rp 9,468,000
Biaya Transportasi Rp 9,000,000
Pajak Bunga Bank Rp 568,933
Jumlah Koreksi Fiskal Positif Rp 115,036,933

Koreksi Fisakal Negatif


Pendapatan jasa giro/Bunga Rp (2,870,667)

Penghasilan Kena Pajak Rp 3,631,019,907

Perhitungan Pajak Penghasilan


PKP Dengan Fasilitas 50% X 25% Rp 504,919,362 Rp 63,114,920
PKP Tanpa Fasilitas 25% Rp 3,126,100,545 Rp 781,525,136
Pajak Terutang Rp 844,640,056

PPH Pasal 22 import Rp (787,729,000)


PPH Pasal 25 Badan Rp (8,844,048)
Jumlah Kredit Pajak Rp (796,573,048)

PPH Pasal 29 Tahun 2011 Rp 48,067,008

Sumber: Data intern PT. Indojaya Mandiri

Dari tabel 6 diatas sebelum tax planning terdapat koreksi fiskal positif sejumlah Rp
115.036.933,00. Dari jumlah tersebut terdapat biaya-biaya yang diberikan dalam bentuk
kenikmatan untuk kesejahteraan karyawan sebesar Rp 114.468.000,00
Biaya kesejahteraan karyawan terkena koreksi fiskal positif merupakan biaya konsumsi, biaya
premi asuransi dan biaya tranportasi. Adanya koreksi fiskal positif yang dikeluarkan
perusahaan tersebut diatas menyebabkan penghasilan kena pajak perusahaan akan lebih besar
sehingga pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan juga ikut lebih besar.

Pembahasan
Evaluasi Tax Planning
Dari hasil evaluasi tax planning yang diterapkan oleh perusahaan, peneliti menguraikan
kebijakan-kebijakan yang secara tidak langsung sudah dapat termasuk dalam aktivitas suatu tax
planning, yaitu terkait dengan laporan keuangan yang tentunya akan ada kaitannya dengan
kebijakan manajemen ataupun keputusan manajemen dalam menentukan prosedur bagaimana
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
16

suatu laporan keuangan fiskal tersebut disusun. Berikut beberapa biaya yang dapat dijadikan
tax saving PT. Indojaya Mandiri, antara lain adalah:

a. Biaya konsumsi
PT. Indojaya Mandiri memberikan konsumsi setiap hari pada karyawan dalam bentuk
tunjangan uang makan dan air mineral kepada semua karyawan, terkait dengan hal ini
kebijakan perusahaan yaitu dengan memberikan uang tunai setiap hari kepada para pegawai,
dan tidak terakumulasi untuk diakui sebagai penghasilan karyawan terkait dengan PPh pasal
21, sehingga perusahaan secara akuntansi kas keluar tersebut tidak dapat dibebankan dalam
laporan pajak dan dikoreksi fiskal positif.
Dalam Undang-undang no. 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat (1) huruf e tentang penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai dan pengganti atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura di daerah tertentu dan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan peraturan menteri keuangan.
Dengan memperhatikan Undang-undang no.36 tahun 2008 sebaiknya perusahaan tidak
memberikan atau menyediakan makanan atau minuman dalam bentuk natura tetapi diakui
sebagai tunjangan makan terkait dengan PPh pasal 21, sehingga menurut peraturan perpajakan
atas kas keluar tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan tidak terkena koreksi
fiskal positif.

b. Biaya Premi Asuransi


PT. Indojaya Mandiri membayar premi asuransi jiwa atas pegawai sehingga biaya premi
asuransi dikoreksi fiskal positif karena hal ini tertuang dalam UU no. 36 tahun 2008 pasal 9 ayat
(1) huruf d tentang premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan beasiswa, yang
dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi
tersebut dihitung sebagai penghasilan wajib pajak yang bersangkutan.
Dengan memperhatikan Undang-undang no.36 tahun 2008 sebaiknya perusahaan
membebankan premi asuransi di dalam penghasilan karyawan/Wajib pajak yang diberikan
berupa tunjangan premi asuransi karyawan, sehingga biaya premi asuransi tersebut dapat
mengurangi penghasilan bruto perusahaan dan tidak dikoreksi fiskal positif.

c. Biaya Transportasi
PT. Indojaya Mandiri mengeluarkan biaya penggantian parkir dan bensin kendaraan bagi
karyawan tertentu, maka sesuai Undang-undang no 36 thn 2008, pasal 9 pada huruf i, terkait
dengan biaya yang diakui oleh perusahaan dimana transaksi tersebut tergolong objek atau
pengeluaran yang harus dijadikan koreksi fiskal positif, karena tergolong pada biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan pribadi wajib pajak atau keperluan orang tertentu yang
ditanggung perusahaan.
Perusahaan sebaiknya dalam memberi penggantian bensin dan parkir diberikan dalam bentuk
tunjangan transportasi yang masuk dalam penghasilan karyawan, sehingga penggantian bensin
dan parkir tersebut dapat mengurangi penghasilan bruto dan tidak dikoreksi fiskal positif.
Dibawah ini akan disajikan perhitungan Pajak Penghasilan Badan setelah dilakukan tax
planning.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
17

Tabel 7
PT. INDOJAYA MANDIRI
PAJAK PENGHASILAN BADAN SETELAH TAX PLANNING
Tahun 2011

Laba Bersih Sebelum Pajak Rp 3,518,853,641

Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal positif


Pajak Bunga Bank Rp 568,933
Jumlah Koreksi Fiskal Positif Rp 568,933

Koreksi Fisakal Negatif


Pendapatan jasa giro/Bunga Rp (2,870,667)
Penghasilan Kena Pajak Rp 3,516,551,907

Perhitungan Pajak Penghasilan


PKP Dengan Fasilitas 50% X 25% Rp 489,001,765 Rp 61,125,221
PKP Tanpa Fasilitas 25% Rp 3,027,550,142 Rp 756,887,536
Pajak Terutang Rp 818,012,757

PPH Pasal 22 import Rp (787,729,000)


PPH Pasal 25 Badan Rp (8,844,048)
Rp (796,573,048)

PPH Pasal 29 Tahun 2011 Rp 21,439,709


Sumber: Data diolah oleh Penulis

Tabel 8
REKAPITULASI PAJAK PENGHASILAN BADAN SEBELUM TAX PLANNING DAN
SESUDAH TAX PLANNING

Pajak penghasilan (sebelum Pajak penghasilan (setelah tax


tax planning) planning)
Laba sebelum pajak Rp 3,518,853,641 Rp 3,518,853,641
Koreksi fiskal positif Rp 115,036,933 Rp 568,933
Koreksi fiskal negatif Rp 2,870,667 Rp 2,870,667
Penghasilan kena pajak Rp 3,631,019,907 Rp 3,516,551,907
PPh terutang Rp 844,640,056 Rp 818,012,757
Kredit pajak Rp 796,573,048 Rp 796,573,048
Pajak kurang/lebih bayar Rp 48,067,008 Rp 21,439,709

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa setelah dilakukan tax planning maka terdapat
penghematan pajak yang dapat dilakukan oleh PT.Indojaya Mandiri sebesar Rp 26.627.299
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
18

Penghematan pajak ini karena perusahaan memberikan biaya konsumsi sebesar Rp.
96.000.000 tidak dalam bentuk natura dan kenikmatan tetapi diakui sebagai tunjangan makan,
dan biaya premi asuransi sebesar Rp. 9.468.000 membebankan didalam penghasilan wajib pajak
yang bersangkutan berupa tunjangan premi karyawan, dan biaya transportasi sebesar Rp.
9.000.000 diberikan dalam bentuk tunjangan transportasi yang masuk ke dalam penghasilan
karyawan. Dalam penerapan tax planning ini penulis menyarankan sebaiknya diberlakukan
kepada karyawan baru sehingga tidak akan terjadi ketimpangan antar karyawan.
Hasil dari penerapan tax planning pada PT. Indojaya Mandiri mampu menerapkan
perhitungan pajak penghasilan badan yang sesuai dengan undangan-undangan perpajakan
yang berlaku dan dapat memanfaatkan tax saving yang sudah ada dalam laporan keungan
PT.Indojaya Mandiri, antara lain :
a. Biaya Konsumsi diberikan tidak dalam bentuk natura tetapi diakui sebagai tunjangan makan
b. Biaya Premi Karyawan yang dibebankan dalam penghasilan karyawan berupa tunjangan
premi karyawan.
c. Biaya Transportasi yang diberikan dalam bentuk tunjangan transportasi yang masuk dalam
penghasilan karyawan.
Dengan adanya penerapan tax planning ini diharapkan PT. Indojaya Mandiri lebih patuh
dalam melaksanakan pembayaran pajak penghasilan badan yang menerapkan sistem pajak Self
Assessment. Penerapan tax planning ini negara tidak akan dirugikan karena perusahaan tetap
memberikan kontribusinya kepada negara dengan cara selalu patuh dalam melakukan
pembayaran pajak penghasilan badan yang sesuai dengan peraturan undang-undang pajak
yang berlaku.

SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN

Simpulan
Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : PT.Indojaya Mandiri belum
memaksimalkan penerapan tax planning sehingga ditemukan beberapa biaya-biaya yang
dikoreksi fiskal, perusahaan hanya menginginkan pembayaran pajak seminim mungkin tentang
bagaimana caranya agar tercapai tujuan tersebut hanya menilai nominal yang dibayarkan.
Pada laporan perhitungan pajak penghasilan badan tahun 2011 terdapat koreksi fiskal positif
Rp. 114.468.000,00 biaya-biaya yang diberikan dalam bentuk kenikmatan untuk kesejahteraan
karyawan, biaya-biaya tersebut yaitu: biaya konsumsi, biaya premi karyawan dan biaya
transportasi, perusahaan kurang memanfaatkan Undang-undang perpajakan nomor 36 tahun
2008 pasal 9 ayat (1), setelah dilakukan penerapan tax planning maka PT. Indojaya Mandiri
tersebut terdapat penghematan pajak sebesar Rp. 26.627.299. sehingga pajak terutang yang
semula Rp. 844.640.056 menjadi Rp. 818.012.757

Saran
Saran hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : (1) Biaya konsumsi sebaiknya
perusahaan tidak memberikan atau menyediakan makanan atau minuman dalam bentuk natura
tetapi diakui sebagai tunjangan makan terkait dengan PPh pasal 21, sehingga menurut
peraturan perpajakan atas kas keluar tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan
tidak dikoreksi fiskal positif; (2) Biaya premi asuransi sebaiknya perusahaan membebankan
didalam penghasilan karyawan/Wajib pajak yang diberikan berupa tunjangan premi asuransi
karyawan, sehingga biaya premi asuransi tersebut dapat mengurangi penghasilan bruto
perusahaan dan tidak dikoreksi fiskal positif; (3) Biaya transportasi sebaiknya perusahaan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
19

dalam memberi penggantian bensin dan parkir diberikan dalam bentuk tunjangan transportasi
yang masuk dalam penghasilan karyawan, sehingga penggantian bensin dan parkir tersebut
dapat mengurangi penghasilan bruto dan tidak dikoreksi fiskal positif.

Keterbatasan
Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah objek penelitian hanya
membahas tentang pajak penghasilan badan saja, Pada penelitian yang selanjutnya diharapkan
menggunakan objek penelitian yang lebih kompleks dalam perpajakan yang dihadapi sehingga
memberikan alternatif untuk memilih sistem atau manajemen tax planning yang dapat
memberikan manfaat ekonomis yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Priantara, D. 2012. Perpajakan Indonesia. Mitra Wacana Media. Jakarta.
Purwono, H. 2010. Dasar-dasar perpajakan dan akuntansi pajak. Erlangga. Jakarta.
Resmi, S. 2008. Perpajakan : Teori dan Kasus. Edisi 4. Salemba Empat. Yogyakarta.
Suandy, E. 2011. Perencanaan Pajak. Edisi 5. Salemba Empat. Yogyakarta.
_______. 2008. Hukum Pajak. Salemba Empat. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan.
_______. Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia. Edisi 9. Salemba Empat. Jakarta.
Yin, R. K. 2006. Studi Kasus: Desain dan Metode. Edisi Revisi. Terjemahan. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Zain, M. 2007. Manajemen Perpajakan. Edisi Ketiga. Salemba Empat. Jakarta.

You might also like