You are on page 1of 9

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

ANALISIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL PADA INSTALASI


RAWAT JALAN DI RSUD KOTA SEMARANG
)
Sinta Indi Astuti *), Septo Pawelas Arso **), Putri Asmita Wigati **) * Mahasiswa
)
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro ** Dosen Bagian
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UNDIP

ABSTRACT
In order to improve the quality of hospital services in Indonesia, one of the
government's efforts is to engage a system for the Public Service Board (PSB).
RSUD Semarang that has changed its status to become Regional Public Service
Board (RPSB) in 2007 have an obligation to implement the Minimum Service
Standards (MSS) in their service but until now RSUD Semarang have never
assessing SPM on the outpatient Installation so it is necessary to investigate the
SPM monitoring and compliance efforts at the outpatient installation in RSUD
Semarang. The method used is qualitative method with cross sectional approach,
analysis of data using content analysis. From the survey results revealed that the
monitoring in fulfillment of MSS at outpatient installation in RSUD Semarang has
not gone well and also the SPM evaluation and assessment has not been carried
out. For the indicator at a specialist clinic providers already met supported by the
specialist in accordance with the specialty. Indicator of the availability of the
service has been fulfilled which medical personnel, administrative personnel and
other health facilities are already available. Indicator of the opening hours of
service have not been met due to delays in the arrival of the doctor because of
their visit schedule is at the same time with the opening hours of outpatient, so
doctors come late to outpatient polyclinic. Indicators of service waiting time is
unmet because the doctor came in late for reason above, the shortage of specialist
doctor where the number of specialist doctor in some clinic only one person so
that when that doctor performed emergency measures then the outpatient patient
cannot be serviced. The delay of medical record file delivery due to the
narrowness of the patient's medical record file storage area and the lack of human
resources in outpatient registers lead the search process of old patient files
become slowly. Indicator of customer satisfaction is unmet because of the long
waiting time and inhospitable nurses, but it is also due to the lounge facilities are
less comfortable and less clean toilets. Indicator of TB diagnosis enforcement
through microscopic examination and recording, reporting of TB cases are met
with the facilities and capabilities of the laboratory personnel, in addition, also
because of the availability of a complete TB form and laptops provided by the
Department of Health to assist the process of TB recording and reporting.
Suggestions that need to be done to evaluate MSS periodically, adding space and
patients file storage rack, improve hospitality personnel, increasing the number of
specialists, make regulations in doing visit hours and practice hours of polyclinic
doctor.

Keyword :Regional Public Service Board, Minimum Service Standard, Outpatient

103
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

PENDAHULUAN pemerintah tertentu supaya lebih bebas


Kesehatan merupakan salah satu merancang kebijakan keuangan lebih
hak asasi manusia yang dimiliki oleh sehat dan mandiri di bidang
manusia di dunia. Negara Republik operasional dan manajemen serta
Indonesia menjamin kesehatan sebagai meningkatkan produktivitas.
salah satu hak bagi setiap warga Berdasarkan hal tersebut pemerintah
negaranya, seperti yang dicantumkan telah mengeluarkan peraturan tentang
dalam Undang-Undang Dasar Negara pengelolaan rumah sakit pemerintah
Republik Indonesia tahun 1945. yang lebih sesuai dengan kebutuhan
Dengan demikian, setiap warga negara dan perkembangan rumah sakit yang
memiliki hak untuk memperoleh tertuang dalam Peraturan Pemerintah
pelayanan kesehatan untuk mencapai No. 23 tahun 2005 tentang Pola
derajat kesehatan yang setinggi- Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
1
tingginya. Umum (PPKBLU).
Rumah sakit merupakan salah Salah satu syarat administratif
satu sarana pelayanan kesehatan untuk menjadi BLU adalah dengan
masyarakat memiliki peran yang sangat adanya Standar Pelayanan Minimal
penting dalam meningkatkan derajat (SPM), hal ini menjadi penting supaya
kesehatan masyarakat. Rumah sakit rumah sakit juga dapat memberikan
menurut Undang-Undang Republik pelayanan yang bermutu serta dapat
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menjalankan pelayanan secara
adalah sarana kesehatan yang akuntabel, bisa dipertanggungjawabkan
menyelenggarakan pelayanan 3
dan berkinerja tinggi.
kesehatan perorangan yang meliputi Azwar (1996) dalam Nila
pelayanan promotif, preventif, kuratif Hidayati (2008) menyatakan bahwa
dan rehabilitatif yang menyediakan mutu atau kualitas adalah kepatuhan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan terhadap standar yang telah ditetapkan
2
gawat darurat. atau sesuai dengan persyaratan. Standar
Agar dapat membantu pelayanan minimal rumah sakit
meningkatkan derajat kesehatan merupakan suatu ketentuan-ketentuan
masyarakat, rumah sakit harus mampu bagi rumah sakit yang dikeluarkan oleh
memberikan pelayanan yang bermutu menteri kesehatan Republik Indonesia
secara terus menerus kepada setiap dalam rangka usaha pemerintah untuk
pasien. Selain itu dengan semakin menjamin mutu pelayanan rumah sakit.
bertambahnya rumah sakit secara tidak SPM ini dapat digunakan sebagai
langsung setiap rumah sakit dituntut pedoman mutu pelayanan bagi setiap
untuk dapat memberikan pelayanan rumah sakit di Indonesia dimana setiap
yang baik dan bermutu agar terus dapat rumah sakit wajib untuk melakukan
bertahan dan bersaing dengan rumah penilaian dan memberikan pelayanan
sakit lainnya. sesuai dengan Standar Pelayanan
4
Dalam rangka melaksanakan Minimal tersebut.
Good Coporate Governance (GCG) Pada 18 Juni 2007 Pemerintah
pada rumah sakit pemerintah, Kota Semarang mengeluarkan SK
pemerintah membentuk Badan layanan Walikota Semarang No. 445/0174/2007
Umum (BLU) untuk dapat melepas tentang Perubahan RSUD Kota
birokrasi di lembaga-lembaga Semarang menjadi Badan
104
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Layanan Umum Daerah, dimana RSUD ditemukan ketidakpuasan yang cukup


Kota Semarang bertugas memberikan tinggi dilihat dari keluhan dari
pelayanan kepada masyarakat berupa beberapa pasien yakni waktu tunggu
penyediaan barang dan atau jasa yang pelayanan yang cukup lama lebih dari
dijual tanpa mengutamakan mencari 60 menit, terkadang bahkan mereka
keuntungan dan dalam melakukan harus menunggu sampai 2 jam untuk
kegiatannya didasarkan pada prinsip mendapatkan pelayanan.
4
efisiensi dan produktivitas. RSUD Menurut keterangan kepala
Kota Semarang yang juga merupakan instalasi rawat jalan RSUD Kota
RSUD pertama di Jawa Tengah yang Semarang, pelaksanaan SPM pada
berhasil menerapkan Pola Pengelolaan instalasi Rawat Jalan memang masih
Keuangan BLUD tentu memiliki SPM belum berjalan secara optimal dan
yang harus diterapkan pada masih belum bisa mencapai target,
pelayanannya sebagai salah syarat dimana waktu tunggu pelayanan di
administratif yang harus dipenuhi untuk beberapa poli memang masih belum
5
menjadi BLUD. dapat mencapai 60 menit, hal itu
Namun sampai saat ini RSUD disebabkan karena kurangnya jumlah
Kota Semarang belum pernah dokter dimana beberapa poli spesialis
melakukan penilaian mutu berdasarkan hanya memiliki satu orang dokter dan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) lamanya pengiriman berkas pasien
Rumah Sakit kususnya bidang Rawat sehingga waktu tunggu pelayanan
Jalan. Pelayananan rawat jalan menjadi lama.
merupakan salah satu unit yang penting
karena dapat menentukan mutu suatu METODE PENELITIAN
rumah sakit. Hampir seluruh rumah Penelitian ini merupakan
sakit di negara maju kini meningkatkan penelitian kualitatif, dengan
mutu pelayanan terhadap pasien rawat pendekatan cross sectional dan
jalan, hal ini disebabkan adanya jumlah observasional menggunakan metode
pasien rawat jalan yang jauh lebih besar deskriptif analitik terhadap data yang
6
dari pasien rawat inap. Depkes RI dihimpun. Peneltian kualitatif
(2013) mengemukakan pada tahun merupakan suatu metode penelitian
2012 jumlah pasien rawat jalan di yang menggunakan metode berpikir
Indonesia sebanyak 5.685.221 orang induktif yang dimulai dengan
sedangkan jumlah pasien rawat inap di mengumpulkan data, selanjutnya
7 ditarik kesimpulan secara umum. Ciri
Indonesia sebanyak 1.230.377 orang.
Sehingga pasien rawat jalan merupakan khusus metode kualitatif adalah
sumber pangsa pasar yang besar dan mengungkapkan fenomena tanpa harus
merupakan faktor kunci di dalam menyajikan penjelasan kuantitatif.
peningkatkan finansial rumah sakit Penelitian ini mengacu kepada
yang berguna untuk kelangsungan paradigma naturalistik yang dapat
operasional jangka panjang rumah berarti berusaha memahami suatu
sakit. fenomena atau kejadian secara alamiah
Dari survei awal yang dilakukan dan mengamati suatu kejadian yang
penulis pada instalasi rawat jalan terjadi secara alamiah (muncul kejadian
RSUD Kota Semarang dengan bertanya tersebut bukan oleh karena manipulasi
8
langsung kepada pasien peneliti).
105
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Penentuan informan dilakukan ditujukan untuk melihat sebagian-


secara purposive yaitu dengan sebagian kegagalan suatu kebijakan
mengambil orang-orang yang terpilih dan untuk mengetahui apakah
betul oleh peneliti dan banyak memiliki kebijakan telah dirumuskan dan
informasi yang sesuai tujuan penelitian, dilaksanakan dapat menghasilkan
9
antara lain pihak yang terlibat dalam dampak yang diinginkan.
upaya pemantauan Standar Pelayanan
Minimal dan pemenuhannya pada B. Pemenuhan SPM
Instalasi Rawat Jalan di RSUD Kota Indikator Pemberi Pelayanan di
Semarang. Jumlah informan ada 7 Klinik Spesialis
informan yang terdiri dari informan inti Berdasarkan penilaian SPM
1 orang yaitu kepala bidang pelayanan, rawat jalan yang dilakukan oleh BPKP,
kemudian 6 orang informan triangulasi indikator pemberi pelayanan di klinik
yaitu 1 orang kepala instalasi rawat spesialis sudah tercapai 100%. Hal itu
jalan, 1 orang staf register rawat jalan, sesuai dengan hasil wawancara dengan
1 orang staf penanggungjawab TB dan informan inti dan triangulasi dimana
3 orang pasien rawat jalan. pelayanan di klinik spesialis dilakukan
oleh dokter spesialis didukung dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN adanya dokter spesialis yang sesuai
A. Pemantauan SPM dengan spesialisasinya sehingga klinik
Berdasarkan pernyataan dari spesialis dapat dilayani oleh dokter
informan inti, secara umum spesialis sesuai bidang keilmuannya,
pemantauan SPM rawat jalan belum dimana hal tersebut meningkatkan
dilakukan secara berkala, hanya kepercayaan pasien dalam memilih
dilakukan pemantauan jika diperlukan pelayanan kesehatan karena merasa
saja. Hal itu disebabkan karena belum aman terhadap keprofesionalan
adanya tim kerja yang memiliki tugas pelayanan yang diberikan, selain itu
yang jelas untuk memantau dan menilai kemampuan dokter dalam memberikan
SPM, sehingga SPM rawat jalan RSUD pelayanan yang profesional juga akan
Kota Semarang selama ini belum meningkatkan kunjungan ulang pasien.
pernah dilakukan evaluasi. Adapun Hanafiah menyatakan dalam
evaluasi SPM yang pernah dilakukan upaya memelihara kesehatan pasien,
adalah merupakan penilaian yang seorang dokter berhak untuk bekerja
dilakukan oleh Badan Pengawasan sesuai dengan standar (ukuran)
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) profesionalnya sehingga ia dipercaya
pada tahun 2014. dan diyakini oleh masyarakat, bahwa
Setiap rumah sakit diwajibkan dokter bekerja secara profesional dan
untuk melakukan evaluasi dan dokter berhak menolak pasien yang
penilaian SPM secara berkala untuk bukan bidang spesialisasinya kecuali
10
dapat memperbaiki kinerja organisasi pada kondisi darurat.
dan mengetahui apakah pelaksanaan
sudah sesuai standar atau tidak. Indikator Ketersediaan Pelayanan
Menurut Lester dan Stewart yang Indikator ketersediaan pelayanan
dikutip oleh Leo Agustino dalam rawat jalan di RSUD Kota Semarang
bukunya yang berjudul Dasar-Dasar menurut penilaian oleh BPKP sudah
Kebijakan Publik bahwa evaluasi terpenuhi berdasarkan SPM hal
106
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

tersebut sesuai dengan hasil penelitian, 08.00-13.00 setiap hari kerja kecuali
dari hasil wawancara dengan informan hari jumat yaitu pukul 08.00-11.00
inti dan triangulasi serta observasi yang masih mengalami keterlambatan
dilakukan penulis, ketersediaan dimana sebagaian pelayanan baru
pelayanan medik dasar (pelayanan dimulai setelah diatas jam delapan, hal
klinik anak, penyakit dalam, kebidanan itu disebabkan keterlambatan
dan klinik bedah) sudah tersedia di kedatangan dokter ke poli rawat jalan
RSUD Kota Semarang yang melakukan dikarenakan dokter harus melakukan
pelayanan setiap hari kerja mulai pukul visite terlebih dahulu.
08.00 sampai selesai. Parasuraman, dkk menyatakan
Faktor yang mendukung bahwa pelayanan yang diberikan dapat
pemenuhan indikator ketersediaan diandalkan apabila sesuai dengan
pelayanan adalah adanya petugas keinginan konsumen berkaitan dengan
kesehatan seperti dokter dan perawat, kecepatan waktu pelayanan serta
petugas administrasi, sebagai petugas keakuratan dalam memberikan
yang melayani pasien di rawat jalan, pelayanan yang akhirnya akan
kemudian tersedianya fasilitas berdampak pada tercapainya kepuasan
12
kesehatan seperti gedung dan ruangan konsumen.
pelayanan, alat-alat kesehatan yang Namun berdasarkan kebijakan
membantu proses pelayanan kesehatan RSUD Kota Semarang waktu tutup
kepada pasien. Dengan tersedianya pelayanan rawat jalan bisa menjadi
pelayanan di rumah sakit diharapkan lebih lama dari SPM, dimana
meningkatkan kepercayaan pasien, pelayanan akan tutup jika pasien telah
Sebagaimana Sarafino menjelaskan habis sehingga untuk poli dengan
bahwa kepercayaan adalah faktor jumlah pasien yang banyak biasanya
penting yang mempengaruhi pasien baru ditutup setelah jam 13.00 bahkan
11
dalam memilih pelayanan medis. bisa sampai jam 14.00. dalam hal ini
RSUD Kota Semarang yang dibatsi adalah waktu pendaftaran
merupakan rumah sakit dengan pasien yaitu maksimal pasien
klaisifikasi kelas B, setelah dilakukan mendaftar jam 12.00 kecuali hari jumat
pengamatan dan obeservasi yaitu pukul 11.00.
katersediaan pelayanan di RSUD Kota
Semarang sesuai dengan standar Indikator Waktu Tunggu Pelayanan
menurut Permenkes No. Indikator waktu tunggu di rawat jalan
340/MENKES/PER/III/2010 tentang berdasarkan penilaian SPM oleh
Klasifikasi RS tipe B. BPKP menunjukkan pencapaian yang
belum sesuai SPM, hal tersebut
Indikator Jam Buka Pelayanan diperkuat dengan hasil wawancara
Indikator jam buka pelayanan mendalam dengan informan inti dan
menurut penilaian SPM oleh BPKP triangulasi yang memberikan
menunjukkan pencapaian 100%, namun pernyataan bahwa secara umum waktu
berdasarkan observasi peneliti dan hasil tunggu di rawat jalan belum sesuai
wawancara dengan informan SPM dimana masih ada sebagian poli
inti dan triangulasi didapatkan waktu tunggu pelayanannya lebih dari
informasi bahwa jam buka pelayanan enam puluh menit. Hal itu disebabkan
yang minimal dilaksanakan pukul karena keterlambatan kedatangan
107
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

dokter karena harus visite pasien rawat Indikator Kepuasan pelanggan


inap, kurangnya jumlah dokter spesialis Kepuasan pelanggan instalasi
dimana untuk beberapa poli spesialis rawat jalan di RSUD Kota Semarang
hanya memiliki dokter tetap satu orang. masih belum sesuai standar dimana
Sedangkan tugas dokter spesialis selain menurut hasil evaluasi BPKP hanya
bertugas melayani pasien poli rawat 76,63% saja yang tercapai yang
jalan, juga melayani pasien rawat inap seharusnya dicapai adalah 90%, hal itu
yaitu visite dan melakukan tindakan- didukung oleh pernyataan dari
tindakan yang bersifat darurat. informan inti dan triangulasi yang
Sehingga jika dokter yang bertugas di menyatakan bahwa pasien sering
poli rawat jalan hanya satu orang dan mengeluh dengan pelayanan di RSUD
dokter melakukan tugas atau tindakan Kota Semarang seperti waktu tunggu
kedaruratan seperti operasi besar maka yang lama, kemudian tidak ada
pasien poli rawat jalan yang sudah kepastian waktu pemeriksaan bahkan
mendaftar dan menunggu untuk pasien yang sudah menunggu disuruh
dilayani tidak mendapatkan pelayanan pulang dikarenakan dokter sedang
dan disuruh pulang karena tidak ada melakukan operasi besar sehingga
yang dokter yang yang menggantikan pasien rawat jalan tidak dapat dilayani,
atau yang bertugas. kemudian lamanya dan sikap perawat yang dirasa sebagian
proses pencarian dan pengriman berkas pasien kurang ramah.
pasien juga mempengaruhi waktu Menurut Dutton dkk, dalam
tunggu dimana jika berkas pasien Suryo Supraptono ukuran kepuasan
belum dikirim ke masing-masing poli masyarakat yang tinggi mencakup
maka pasien belum dapat dilayani. kecakapan petugas, keramahan
Lamanya pengiriman berkas tersebut pelayanan, suasana lingkungan yang
disebabkan karena sempitnya tempat nyaman, waktu tunggu yang singkat,
14
penyimpanan berkas rekam medis dan aspek pelayanan lainnya.
pasien dan kurangnya jumlah SDM
register rawat jalan sehingga proses Indikator Pnegakan Diagnosa TB
pencarian berkas menjadi lama. melalui Pemeriksaan Mikroskopis
Padahal waktu tunggu yang lama dan Pencatatan, Pelaporan Kasus
tidak hanya memberikan efek TB
ketidakpuasan bagi para pasien tetapi Penegakan diagnosa TB
juga memberikan efek buruk bagi dilakukan dengan mengumpulkan
keselamatan pasien dimana hal ini dahak pasien dan diperiksa secara
sangat mempengaruhi outcome klinis mikroskopis dilaboratorium, hal itu
pasien terutama pada pasien yang dilakukan agar dapat memprioritaskan
mengalami keadaan kritis, Wijono pada penemuan pasien TB dengan BTA
menyatakan Waktu tunggu identik positif, dimana pelaksanaan
dengan kebosanan, kecemasan, stress pemeriksaan TB melalui pemeriksaan
dan bahkan dapat menunjukan kualitas mikroskopis sudah sesuai dengn SPM.
hidup serta harapan-harapan hidup. Faktor pendukungnya adalah adanya
Waktu tunggu yang lama berisiko fasilitas laboratorium yang memadai
13
menurunkan kepuasan pasien. (seperti mikroskop, pot dahak, kaca
sediaan dan termasuk obat anti
tuberkulosis), sikap dan kemampuan
108
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

petugas laboratorium dalam melakukan memberi rujukan, hal tersebut untuk


pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) menghindari double data dimana
yang bermutu sehingga terhindar dari penegakan diagnosa TB dan
penularan TB dan mendapatkan hasil pencatatan, pelaporan TB ini
pemeriksaan yang berkualitas. merupakan program pemerintah dan
Penularan TB terjadi karena percikan secara serius dilakukan diseluruh
dahak infeksius di udara terhirup orang pemberi pelayanan kesehatan baik
lain. Pemeriksaan dahak yang pemerintah maupun swasta di
dilakukan sesuai prosedur standar oleh indonesia.
petugas laboratorium menjamin tidak Berdasarkan wawancara yang
15 dilakukan dengan informan inti dan
akan berisiko penularan TB.
Laboratorium merupakan kunci triangulasi menyatakan bahwa
utama dalam mendiagnosa pasien TB, penegakan diagnosa TB dan pencatatan
hal ini ditegaskan pada komponen TB telah dilaksanakan 100% sesuai
kedua strategi DOTS, yaitu penegakan peraturan dari pemerintah sedangkan
diagnosis menggunakan pemeriksaan pelaporan juga rutin dilakukan setiap
mikroskopis, diagnosis ditegakkan tiga bulan sekali yang dilakukan oleh
melalui pemeriksaan dahak secara penanggungjawab TB rumah sakit
mikroskopis langsung yang diambil kepada penanggungjawab TB di Dinas
tiga kali berturut-turut atau disebut Kesehatan Kota Semarang.
15
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
Secara umum untuk pencatatan KESIMPULAN
dan pelaporan program pengendalian 1. Pemantauan dalam pemenuhan
TB sudah menggunakan format yang SPM rawat jalan di RSUD Kota
baku dengan cara manual dan semarang belum berjalan dengan
komputerisasi yaitu menggunakan baik evaluasi dan penilaian SPM
formulir yang disediakan Dinas juga belum pernah dilakukan,
Kesehatan dan menggunakan Sistem sebab belum adanya tim kerja yang
Informasi TB Terpadu (SITT) yang memiliki tugas yang jelas untuk
digunakan secara online diseluruh memantau dan menilai SPM.
Indonesia, sistem tersebut sudah sesuai 2. Standar Pelayanan Minimal rawat
dengan standar pelayanan minimal, jalan di RSUD Kota Semarang
meskipun berdasarkan hasil evaluasi indikator pemberi pelayanan di
SPM dari BPKP pencapaiannya adalah klinik spesialis sudah terpenuhi
93,6% hal tersebut dikarenakan pasien dengan adanya dokter spesialis
yang melakukan pemeriksaan TB di yang sesuai dengan spesialisasinya
RSUD Kota Semarang sebagian sehingga pelayanan di klinik
merupakan pasien rujukan dari spesialis dapat dilayani oleh dokter
puskesmas atau pemberi pelayanan spesialis.
kesehatan lain yang datanya sudah 3. Standar Pelayanan Minimal rawat
dicatat terlebih dahulu sehingga rumah jalan di RSUD Kota Semarang
sakit tidak dapat mencatat ulang pasien indikator ketersediaan pelayanan
tersebut namun hanya melakukan sudah terpenuhi, dimana petugas
proses diagnosa yang dibutuhkan kesehatan, petugas administrasi
sedangkan yang mencatat adalah dan fasilitas kesehatan lainnya
pemberi pelayanan kesehatan yang sudah tersedia.
109
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

4. Standar Pelayanan Minimal rawat sudah terpenuhi dengan adanya


jalan di RSUD Kota Semarang fasilitas laboratorium yang
indikator jam buka pelayanan memadai (seperti mikroskop, pot
belum terpenuhi disebabkan dahak, kaca sediaan dan termasuk
keterlambatan kedatangan dokter obat anti tuberkulosis) dan
karena harus melakukan visite kemampuan petugas laboratorium
yang menggunakan waktu pada dalam melakukan pemeriksaan
saat pelayanan rawat jalan buka, BTA (Basil Tahan Asam) yang
sehingga dokter telambat datang ke bermutu. Selain itu juga karena
poli rawat jalan. tersedianya formulir TB yang
5. Standar Pelayanan Minimal rawat lengkap dan laptop yang
jalan di RSUD Kota Semarang disediakan oleh Dinas Kesehatan
indikator waktu tunggu pelayanan untuk membantu proses pencatatan
belum terpenuhi sebab dokter dan pelaporan TB.
datang terlambat karena harus
visite pasien rawat inap, kurangnya SARAN
jumlah dokter spesialis dimana Saran yang bisa diberikan kepada pihak
jumlah dokter spesialis di beberapa RSUD Kota Semarang diantaranya
poliklinik hanya saru orang adalah:
sehingga ketika dokter melakukan 1. Melakukan evaluasi SPM secara
tindakan kedaruratan maka pasien berkala dengan bekerjasama
rawat jalan tidak dapat dilayani. dengan unit-unit yang terkait agar
Keterlambatan pengiriman berkas dapat mengetahui kinerja yang
rekam medis pasien karena selama ini telah dilaksanakan.
sempitnya tempat penyimpanan 2. Menambah ruang dan rak
berkas rekam medis dan kurangnya penyimpanan berkas pasien agar
jumlah SDM register rawat jalan proses pencarian dan pengiriman
menyebabkan proses pencarian berkas dapat lebih cepat.
berkas pasien menjadi lama 3. Petugas kesehatan di Instalasi
sehingga pasien belum dapat RawatJalanRSUDKota
dilayani jika berkas belum sampai Semarang diharapkan lebih
ke poliklinik yang dituju. meningkatkan keramahan petugas
6. Standar Pelayanan Minimal rawat dengan cara saling mengingatkan
jalan di RSUD Kota Semarang sesama petugas kesehatan untuk
indikator kepuasan pelanggan melakukan pelayanan yang ramah.
belum terpenuhi sebab waktu 4. Sebaiknya pihak rumah sakit perlu
tunggu yang lama, dan meninjau kembali kebutuhan
ketidakramahan perawat pada saat jumlah dokter spesialis terhadap
melayani pasien. Selain itu juga jumlah pasien di rawat jalan dan
disebabkan karena fasilitas ruang tugas dokter selain di poli rawat
tunggu yang kurang nyaman dan jalan, khususnya untuk klinik
toilet kurang bersih. spesialis yang hanya memiliki
7. Standar Pelayanan Minimal rawat dokter spesialis hanya satu orang
jalan di RSUD Kota Semarang dokter. Mengingat banyaknya
indikator penegakan diagnosa TB pasien yang berobat sehingga jika
dan pencatatan, pelaporan TB ada pasien darurat yang lebih
110
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

membutuhkan tindakan dokter, 9. Agustino Leo. Dasar-dasar


pasien yang sudah mendaftar di Kebijakan Publik. Bandung:
rawat jalan tetap dapat dilayani Alfabeta, 2008.
oleh dokter yang lainnya. 10. Hanafiah dan Amri Amir. Etika
5. Hendaknya manajemen RSUD Kedokteran dan Hukum
Kota Semarang lebih Kesehatan. Jakarta: EGC, 1999.
meningkatkan tingkat kepatuhan 11. Sarafino, E.P. Health Psychology
th
dokter dalam melakukan jam visite 5 Edition. United State of
dan jam praktek poliklinik dengan Amerika: GTS Companies, 2006.
membuat peraturan yang tegas 12. Parasuraman, A. dkk. Servqual : A
dengan sistem reward dan Multiple-Item Scale for
punishment dari Direktur dengan Measuring. Consumer Perception
berkoordinasi dengan Kepala of Service Quality. Journal of
Bagian SDM dan Komite Medik. Retailing, Vol. 64. 1988. pp 12-40.
13. Wijono, Djoko. Manajemen Mutu
DAFTAR PUSTAKA Pelayanan Kesehatan. Teori,
1. Undang–Undang Dasar Negara Strategi dan Aplikasi. Surabaya:
Republik Indonesia Tahun 1945. Airlangga University Press, 2000.
2. Undang-Undang Republik 14. Suryo Supraptono. Analisis
Indonesia No. 44 Tahun 2009 Kualitas Pelayanan dan Kepuasan
tentang Rumah Sakit. Pasien Rawat Inap RSUD Dr.
3. Peraturan Pemerintah Republik MURJANI. Tesis Universitas Gajah
Indonesia Nomor 23 Tahun 2005. Mada, 1998.
Tentang Pengelolaan Keuangan 15. Departemen Kesehatan Republik
Badan Layanan Umum. Indonesia. Pedoman Pemeriksaan
4. Nila Hidayati. Analisis Kepuasan Mikroskopis Tuberkulosis. Jakarta,
Pasien Rawat Jalan Terhadap 2006.
Kualitas Pelayanan Di Instalasi
Farmasi RSUD DR Moewardi
Surakarta. Skripsi, Surakarta:
Program Sarjana UMS, 2008.
5. Profil RSUD Kota Semarang
Tahun 2013.
6. Yoseph. Karakteristik Pasien dan
Dimensi Mutu yang Berpengaruh
Terhadap Persepsi Mutu Pelayanan
Rawat Jalan di RS Panti Wilasa Dr
Cipto Semarang. Tesis Magister
Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Semarang: Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, 2001.
7. Profil Kesehatan Indonesia 2012.
Jakarta: Depkes RI, 2013.
8. Utarini A. Metode Penelitian
Kualitatif Materi Kuliah Pasca
Sarjana UGM, 2004.
111

You might also like