You are on page 1of 5

Dwipa Nusantara Al-Farisi (8)

16081478

Xi. Archimedes

Persahabatan Dalam Islam

‫ض ّل لَهُ َو َم ْن‬ ِ ‫ت أ َ ْع َما ِلنَا َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم‬ ُ ‫إِ ّن ْال َح ْمدَ ِهللِ نَحْ َمدُهُ َو َن ْست َ ِع ْينُهُ َونَ ْست َ ْغ ِف ُرهُ َونَعُ ْوذُ بِاهللِ ِم ْن‬
َ ‫ش ُر ْو ِر أ َ ْنفُ ِسنَا َو‬
ِ ‫س ّيئ َا‬
َ‫س ْولُهُ يَاأَيّ َها الّذَيْنَ آ َمنُ ْوا اتّقُوا هللاَ َح ّق تُقَاتِ ِه َوال‬ ُ ‫ِي لَهُ أ َ ْش َهدُ أ َ ْن الَ ِإلهَ ِإالّ هللاُ َوأَ ْش َهدُ أ َ ّن ُم َح ّمدًا َع ْبدُهُ َو َر‬ َ ‫ض ِل ْل فَالَ هَاد‬ ْ ُ‫ي‬
ً‫ث ِم ْن ُه َما ِر َجاال‬ ّ ‫احدَةٍ َو َخلَقَ ِم ْن َها زَ ْو َج َها َو َب‬ ِ ‫َاس اتّقُ ْوا َربّ ُك ُم الّذِي َخ َلقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف ٍس َو‬ ُ ‫ت َ ُم ْوت ُ ّن ِإالّ َوأَ ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ُم ْونَ َياأَيّ َها الن‬
ً‫سا ًء َواتّقُوا هللاَ الَذِي تَ َسا َءلُ ْونَ بِ ِه َواْأل َ ْر َحام َ إِ ّن هللاَ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َر ِق ْيبًا يَاأَيّ َها الّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا اتّقُوا هللاَ َوقُ ْولُ ْوا قَ ْوال‬ َ ‫َكثِي ًْرا َو ِن‬
‫ث‬ ْ
ِ ‫صدَقَ ال َح ِد ْي‬ َ َ
ْ ‫ فَأ ِّن أ‬... ُ‫ أ ّما بَ ْعد‬،‫س ْولَهُ فَقَ ْد فَازَ فَ ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬ ُ َ
ُ ‫صلِحْ لَ ُك ْم أ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغ ِف ْرلَ ُك ْم ذنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن ي ُِطعِ هللاَ َو َر‬ْ ُ‫س ِد ْيدًا ي‬
َ
،ً‫ضالَلَة‬ ُ
َ ‫ َو ُك ّل ُمحْ دَثَ ٍة ِب ْد َعةٌ َو ُك ّل ِب ْد َع ٍة‬،‫ َوش َّر اْأل ُم ْو ِر ُمحْ دَثَات ُ َها‬،‫س ّل َم‬ َ ‫صلّى هللا َع َل ْي ِه َو‬ َ ‫ى ُم َح ّم ٍد‬ ُ ‫ْى َه ْد‬ ِ ‫ َو َخي َْر ْال َهد‬،ِ‫َاب هللا‬ ُ ‫ِكت‬
.‫ار‬ِ ّ‫ضالَلَ ِة فِي الن‬ َ ‫َو ُك ّل‬

Sidang shalat Jum’at rahimakumullah,

Secara umum, orang merasa senang dengan banyak teman. Manusia memang tidak
bisa hidup sendiri, sehingga disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti,
bahwa seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang menurut selera
nafsunya. Sebab, teman adalah personifikasi diri. Manusia selalu memilih teman yang
mirip dengannya dalam hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran. Karena itu, Islam
memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan.

Teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Rasulullah bersabda, "Seseorang itu
tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa
temannya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Makna hadits di atas adalah seseorang akan berbicara dan berperilaku seperti
kebiasaan kawannya. Karena itu beliau Shalallaahu alaihi wasalam mengingatkan agar
kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali kualitas beragama dan akhlak kawan
kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh kita temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang
buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama, kita harus menjauhinya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Jangan berteman, kecuali
dengan orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang
bertakwa." (HR. Ahmad dihasankan oleh al-Albani)

Termasuk dalam larangan di atas adalah berteman dengan pelaku dosa-dosa besar
dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman dengan orang-orang kafir dan munafik.

Khathabi berkata, “Yang dimaksud dengan jangan memakan makananmu, kecuali


orang yang bertakwa adalah dengan cara mengundang mereka dalam suatu jamuan
makan. Sebab jamuan makan bisa melahirkan rasa kasih sayang dan cinta di antara yang
hadir”. Adapun makanan yang memang dibutuhkan oleh mereka, maka tidak apa-apa
diberikan.

Allah berfirman, artinya, "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya


kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan." (QS. Al-Insan: 8).

Dan yang ditawan bisa saja adalah orang-orang kafir.

Demikian juga dalam pergaulan yang sifatnya umum seperti bertetangga, jual beli
dan sebagainya, maka hukumnya masuk dalam hukum muamalah, di mana kita boleh
bermuamalah dengan siapa saja, muslim maupun non muslim.

Sidang shalat Jum’at rahimakumullah, Persahabatan yang paling agung adalah


persahabatan yang dijalin di jalan Allah dan karena Allah, bukan untuk mendapatkan
manfaat dunia, materi, jabatan atau sejenisnya. Persahabatan yang dijalin untuk saling
mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut
telah sirna, maka persahabatan pun putus.

Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah, tidak ada tujuan apa pun
dalam persahabatan mereka, selain untuk mendapatkan ridha Allah. Orang yang semacam
inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Sesungguhnya Allah pada Hari


Kiamat berseru, 'Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku?
Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada
perlindungan, kecuali perlindungan-Ku." (HR. Muslim)

Dari Mu'adz bin Jabal berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, "Wajib untuk mendapatkan
kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung
karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku." (HR. Ahmad).
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah,
diceritakan, "Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya)
di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Ke mana anda hendak pergi? Saya akan
mengunjungi teman saya di desa ini', jawabnya, 'Adakah suatu kenikmatan yang anda
harap darinya?' 'Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla',
jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, "Sesungguhnya saya ini adalah
utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu
sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia."

Sidang shalat Jum’at rahimakumullah,

Anas Radhiallaahu anhu meriwayatkan, "Ada seorang laki-laki di sisi Nabi


Shalallaahu alaihi wasalam. Tiba-tiba ada sahabat lain yang berlalu. Laki-laki tersebut
lalu berkata, “Ya Rasulullah, sungguh saya mencintai orang itu (karena Allah)”. Maka
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bertanya “Apakah engkau telah memberitahukan
kepadanya?” “Belum”, jawab laki-laki itu. Nabi bersabda, “Maka bangkit dan
beritahukanlah padanya, niscaya akan mengokohkan kasih sayang di antara kalian.” Lalu
ia bangkit dan memberitahukan, “Sungguh saya mencintai anda karena Allah.” Maka
orang ini berkata, “Semoga Allah mencintaimu, yang engkau mencintaiku karena-Nya."
(HR. Ahmad).

Hal yang harus diperhatikan oleh orang yang saling mencintai karena Allah adalah
untuk terus melakukan evaluasi diri dari waktu ke waktu. Adakah sesuatu yang
mengotori kecintaan tersebut dari berbagai kepentingan duniawi?

Sidang shalat Jum’at rahimakumullah,

Paling tidak, saat bertemu dengan teman hendaknya kita selalu dalam keadaan
wajah berseri-seri dan menyungging senyum. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda,"Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjumpai
saudaramu dengan wajah berseri-seri." (HR. Muslim dan Tirmidzi). Dalam sebuah hadis
riwayat Aisyah Radhiallaahu anha disebutkan, bahwasanya "Allah mencintai kelemah-
lembutan dalam segala sesuatu." (HR. al-Bukhari).

Dalam hadis lain riwayat Muslim disebutkan “Bahwa Allah itu Maha Lemah-
Lembut, senang kepada kelembut-an. Ia memberikan kepada kelembutan sesuatu yang
tidak diberikan-Nya kepada kekerasan, juga tidak diberikan kepada selainnya."

Termasuk yang membantu langgengnya cinta dan kasih sayang adalah saling
memberi hadiah di antara sesama teman. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda, "Saling berjabat tanganlah kalian, niscaya akan hilang kedengkian. Saling
memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian saling mencintai dan hilang (dari kalian)
kebencian." (HR. Imam Malik).

ِ ‫سائِ ِر ْال ُم ْس ِل ِميْنَ َو ْال ُم ْس ِل َما‬


ّ ‫ت فَا ْست َ ْغ ِف ُر ْوهُ ِإنّهُ ُه َو اْلغَفُ ْو ُر‬
‫الر ِح ْي ُم‬ َ ‫أَقُ ْو ُل قَ ْو ِلي َهذَا أ َ ْست َ ْغ ِف ُر هللا ِلي َولَ ُك ْم َو ِل‬
Khutbah Kedua

ُ‫ض َّل لَه‬ ِ ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه هللاُ َفالَ ُم‬،‫ت أ َ ْع َما ِلنَا‬ ُ ‫ِإ َّن ْال َح ْمدَ ِ َّّلِلِ نَحْ َمدُهُ َونَ ْست َ ِع ْينُهُ َونَ ْست َ ْغ ِف ُر ْه َونَعُوذُ ِباهللِ ِم ْن‬
َ ‫ش ُر ْو ِر أ َ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن‬
ِ ‫س ِيّئ َا‬
‫صلَّى هللاُ َعلَى نَ ِبيِّنَا‬ َ ُ‫س ْولُه‬ ُ ‫ أ َ ْش َهدُ أ َ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َوحْ دَهُ الَ ش َِريْكَ لَهُ َوأ َ ْش َهدُ أ َ َّن ُم َح َّمدًا َع ْبدُهُ َو َر‬.ُ‫ِي لَه‬ َ ‫ض ِل ْل فَالَ هَاد‬ ْ ُ‫َو َم ْن ي‬
َّ
.‫سل َم تَ ْس ِل ْي ًما َكثِي ًْرا‬ َ ‫ص َحا ِب ِه َو‬ َ
ْ ‫ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ِه َوأ‬

Dalam Islam, prinsip menolong teman adalah bukan berdasar permintaan dan
keinginan hawa nafsu teman. Tetapi prinsip menolong teman adalah keinginan untuk
menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran dan tidak menipu serta
berbasa-basi dengan mereka dalam urusan agama Allah. Termasuk di dalamnya adalah
amar ma'ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan dengan keinginan teman.

Adapun mengikuti kemauan teman yang keliru dengan alasan solidaritas, atau
berbasa-basi dengan mereka atas nama persahabatan, supaya mereka tidak lari dan
meninggalkan kita, maka yang demikian ini bukanlah tuntunan Islam.

Salah satu sifat utama penebar kedamaian dan perekat ikatan persaudaraan adalah
lapang dada. Orang yang berlapang dada adalah orang yang pandai memahami berbagai
keadaan dan sikap orang lain, baik yang menyenangkan maupun yang menjengkelkan. Ia
tidak membalas kejahatan dan kezhaliman dengan kejahatan dan kezhaliman yang
sejenis, juga tidak iri dan dengki kepada orang lain. Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda, "Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk kejahatan dan selalu
(berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang maksiat) adalah orang yang bersiasat
untuk kejahatan dan buruk akhlaknya." (HR. HR. Tirmidzi)

Karena itu Nabi Shalallaahu alaihi wasalam mengajarkan agar kita berdo’a
dengan: "Dan lucutilah kedengkian dalam hatiku." (HR. Abu Daud)

Termasuk bumbu pergaulan dan persaudaraan adalah berbaik sangka kepada


sesama teman, yaitu selalu berfikir positif dan memaknai setiap sikap dan ucapan orang
lain dengan persepsi dan gambaran yang baik, tidak ditafsirkan negatif. Nabi Shalallaahu
alaihi wasalam bersabda, “Jauhilah oleh kalian berburuk sangka, karena buruk sangka
adalah pembicaraan yang paling dusta” (HR.Bukhari dan Muslim).
Menurut penjelasan Ulama apa yang dimaksud dengan berburuk sangka di sini
adalah dugaan yang tanpa dasar.

Sidang shalat Jum’at rahimakumullah, Setiap orang punya rahasia. Biasa-nya,


rahasia itu disampaikan kepada teman terdekat atau yang dipercayainya. Anas
Radhiallaahu anhu pernah diberi tahu tentang suatu rahasia oleh Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam.

Anas Radhiallaahu anhu berkata, " Nabi Shalallaahu alaihi wasalam merahasiakan
kepadaku suatu rahasia. Saya tidak menceritakan tentang rahasia itu kepada seorang pun
setelah beliau (wafat). Ummu Sulaim pernah menanyakannya, tetapi aku tidak
memberitahukannya." (HR. Al-Bukhari).

Teman dan saudara sejati adalah teman yang bisa menjaga rahasia temannya.
Orang yang membeberkan rahasia temannya adalah seorang pengkhianat terhadap
amanat. Berkhianat terhadap amanat adalah termasuk salah satu sifat orang munafik.

Persahabatan yang dijalin karena kepentingan duniawi tidak mungkin bisa


langgeng. Bila manfaat duniawi sudah tidak diperoleh biasanya mereka dengan
sendirinya berpisah bahkan mungkin saling bermusuhan. Berbeda dengan persahabatan
yang dijalin karena Allah, mereka akan menjadi saudara yang saling mengasihi dan
saling membantu, dan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri Akhirat.
Allah berfirman, artinya, "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh
bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. Az-Zukhruf:
67) “Ya Allah, anugerahilah kami hati yang bisa mencintai teman-teman kami hanya
karena mengharap keridhaan-Mu. Amin. (Ibnu Umar)

َ‫ ِإ َّنكَ َح ِم ْيدٌ َم ِج ْيدٌ اَللّ ُه ّم ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُم ْس ِل ِميْن‬،‫ص َّليْتَ َعلَى ِإب َْرا ِهي َْم َو َعلَى آ ِل ِإب َْرا ِهي َْم‬ َ ‫ص ِّل َع َلى ُم َح َّم ٍد َو َع َلى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ َ ‫الل ُه َّم‬
‫ت َربّنَ ََ ا الَت ً َؤ ِخ ْذنَا إِ ْن َن ِس ْينَا أ َ ْو‬ ِ ‫ْب الدّ َع َوا‬ َ َ‫ت ِإنّك‬
ُ ‫س ِم ْي ٌع ُم ِجي‬ ِ ‫اء ِم ْن ُه ْم َواأل َ ْم َوا‬
ِ َ‫ت اَألَحْ ي‬ ِ ‫ت َو ْال ُمؤْ ِمنِيْنَ َو ْال ُمؤْ ِمنًا‬
ِ ‫َواْل ُم ْس ِل َما‬
‫ْف َعنّا َوا ْغ ِف ْر َلنَا‬ ُ ‫طاقَةَ لَنَا بِ ِه َواع‬ َ َ‫لى ّال ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِلنَا َربّنَا َوالَ ت ُ َح ّم ْلنَا َماال‬
َ ‫ص ًرا َك َما َح َم ْلتَهُ َع‬ ْ ‫طأْنَا َر ّبنَا َوالَ تَحْ ِم ْل َعلَ ْينَا ِإ‬ َ ‫أ َ ْخ‬
ُ‫ َو ْال َح ْمد‬.‫ار‬ ِ ّ‫اب الن‬ َ َ‫س َنةً َوقِنَا َعذ‬ َ ‫ َربّنَا آ ِتنَا فِي الدّ ْن َيا َح َسنَةً َو فِي اْأل َ ِخ َرةِ َح‬. َ‫لى ْالقَ ْو ِم ْالكَافِ ِريْن‬ َ ‫ص ْرنَا َع‬ ُ ‫ار َح ْمنَا أ َ ْنتَ َم ْولَنَا فَا ْن‬ْ ‫َو‬
َ‫هلل َربّ ْالعَالَ ِميْن‬

You might also like