You are on page 1of 41

LAPORAN PRAKTIKUM

MEKANIKA FLUIDA II - TL 2201

MODUL 03

LONCATAN HIDROLIS

Nama Praktikan : Salma Maziyyah Munawaroh


NIM : 15316050
Kelompok / Shift : 4B / 12.30-14.00
Tanggal Praktikum : 15 Februari 2018
Tanggal Pengumpulan : 22 Februari 2018
PJ Modul : Siti Fatimah (15314029)
Steven Gunawan (15315012)
Asisten yang Bertugas : Dwi Sari Oktaviani (15314078)
Kinanti Aldhia (15315004)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018
I. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Menentukan debit aktual (Qaktual) serta pengaruhnya terhadap loncatan


hidrolis

2. Menentukan nilai bilangan froude (Fr) untuk mengetahui regim aliran kritis,
super kritis, atau subkritis.

3. Menentukan nilai energi spesifik (Es) untuk mengetahui profil perubahan


energi spesifik

4. Menentukan nilai efisiensi loncatan (Es6/Es2) untuk menentukan dampak


loncatan hirdolis terhadap kehilangan energi.

II. DATA AWAL


Berikut hasil pengukuran massa beban, suhu awal, suhu akhir, lebar saluran,
densitas dan volume saluran saat praktikum sebagai berikut :
Tabel 2.1 Pengukuran Massa, Suhu, dan Lebar Saluran

Data Awal
Massa beban (kg) 2,5
Suhu awal (C) 26,5
Suhu akhir (C) 27
Suhu rata2 (C) 26,75
Massa Air (kg) 7,5
Lebar Saluran (m) 0,075
Densitas (kg/m3) 996,1649
Slope
gravitasi 9,81
Sumber : Data Percobaan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C
Lantai 5
Berikut hasil pengukuran waktu dan kedalaman aliran fluida pada saat
praktikum sebagai berikut :

Tabel 2.2 Pengukuran Jarak Hulu dan Jarak Hilir

Variasi Waktu (sec) Kedalaman (m)


t1 t2 t3 t rata- y1 y2 y3 y4 y5 y6
rata
1 21,02 20,75 21,03 20,933 0,0326 0,0077 0,0091 0,0127 0,0255 0,0165
2 18,83 17,96 18,22 18,337 0,041 0,0078 0,0097 0,0121 0,0315 0,0245
3 13,56 14,1 13,96 13,873 0,0652 0,0073 0,0113 0,0131 0,0355 0,0295
4 11,43 11,74 11,83 11,667 0,0837 0,007 0,0117 0,0134 0,0335 0,0315
5 11,23 11,22 11,48 11,31 0,092 0,0073 0,0155 0,0195 0,0295 0,0285
Sumber : Data Percobaan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C
Lantai 5
Tabel 2.3 Tinggi Loncatan dan Panjang Loncatan Pada Saluran Fluida

Variasi Hi L

(tinggi (panjang
loncatan) loncatan)
1. 0,0088 0,16
2. 0,0167 0,085
3. 0,0222 0,125
4. 0,0245 0,06
5. 0,0212 0,04
Sumber : Data Percobaan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C
Lantai 5
Berikut hasil pengukuran jarak antar titik pada saluran fluida sebagai
berikut:

Tabel 2.4 Jarak Antar Titik Pada Saluran Fluida

Variasi Waktu (sec) Jarak Titik (m)


t1 t2 t3 t rata- x1 x2 x3 x4 x5 x6
rata
1 21,02 20,75 21,03 20,933 0,75 0,97 1,06 1,085 1,22 3,58
2 18,83 17,96 18,22 18,337 0,75 0,97 1,26 1,29 1,345 3,58
3 13,56 14,1 13,96 13,873 0,75 0,97 1,78 1,87 1,905 3,58
4 11,43 11,74 11,83 11,667 0,75 0,97 2,275 2,295 2,335 3,58
5 11,23 11,22 11,48 11,31 0,75 0,97 2,47 2,49 2,51 3,58
Sumber : Data Percobaan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C
Lantai 5
Berikut data suhu terhadap viskositas kinematis fluida yang didapatkan dari
literatur sebagai berikut :

Tabel 2.5 Suhu Terhadap Densitas Air

Suhu Massa Jenis


(kg/m3)
0 999.9
5 1000
10 999.7
15 999.1
20 998.2
30 995.7
40 992.2
50 988.1
60 983.2

70 977.8
80 971.8
90 965.3
100 958.4
Sumber : (Finnemore, 2003)
1005
1000
995

Densitas (kg/m3)
990
985
980
975 Series1
970 Poly. (Series1)
965
y = -0,0036x2 - 0,0675x + 1000,6
960
R² = 0,9993
955
0 20 40 60 80 100 120
Suhu (◦C)

Gambar 1.1 Suhu Terhadap Densitas Air

Berikut meruapakan tabel suhu terhadap viskositas kinematis yang didapatkan


dari literatur sebagai berikut :

Tabel 2.6 Suhu Terhadap Viskositas Kinematis

Suhu Viskositas Kinematis (m2/s)


0 0.000001785
5 0.000001519
10 0.000001306
15 0.000001139
20 0.000001003
25 0.000000893
30 0.0000008
40 0.000000658
50 0.000000553

60 0.000000474
70 0.000000413
80 0.000000364
90 0.000000326
100 0.000000294
Sumber : Finnemore, 2017
0.000002
0.0000018
0.0000016
Viskositas Kinematis

0.0000014
y = 0.0000000002x2 - 0.0000000325x + 0.0000016484
0.0000012 R² = 0.9802674582
0.000001
0.0000008
0.0000006
0.0000004
0.0000002
0
0 20 40 60 80 100 120
Suhu (0C)

Gambar 1.2 Suhu Terhadap Viskositas Kinematis

III. PENGOLAHAN DATA


3.1 Menentukan Densitas Air
Untuk menghitung densitas air dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut:
y = -0,0036x2 – 0,0695x + 1000,6 ........... (1)
Dengan mensubtitusi nilai x dengan nilai suhu rata – rata, maka:
y = -0,0036(26,75)2 – 0,0695(26,75) + 1000,6

= 996,1649 kg/m3
Sehingga didapat nilai densitas air adalah 996,1649 kg/m3

3.2 Menentukan Volume Air


Untuk menentukan volume air dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut :
𝑚
V= ..................... (2)
𝜌

Dengan menggunakan data massa beban pada tabel 1.1, sehingga dapat
dihitung nilai volume airnya :
7.5
V = 996,1649

= 0,0075 m3
Jadi nilai volume air adalah 0,0075m3

3.3 Menentukan Panjang Loncatan Aliran Fluida

Untuk menentukan panjang loncatan aliran fluida dapat menggunakan


persamaan sebagai berikut :

L = x5 - x3 ............... (3)

Dengan menggunakan data posisi aliran fluida variasi 1 pada tabel 2.3,
sehingga dapat dihitung nilai Panjang loncatannya sebagai berikut :

L1.1 =1,22 - 1,06

L1.1 = 0,16 m

Jadi nilai Panjang loncatan aliran fluida untuk variasi 1 titik 1 adalah 0,16
m. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang
sama. Sehingga didapati L (m) untuk setiap titik di setiap variasi.

3.4 Menentukan Keliling Basah Saluran


Untuk menentukan keliling basah saluran dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut :
P = b + 2y .................................................. (4)
Dengan menggunakan data pada tabel 2.1 untuk nilai lebar saluran dan data
titik 1 variasi 1 pada tabel 2.2 untuk ketinggian pada titik 1, maka didapatkan nilai
keliling basah saluran sebagai berikut :

P1.1 = 0.075 + 2(0.0326)

= 0,1402 m

Maka didapatkan nilai keliling basah untuk variasi 1 titik 1 yaitu 0,1402 m.
Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang
sama. Sehingga didapati P (m) untuk setiap titik di setiap variasi.
3.5 Menentukan Luas Penampang Saluran

Untuk menentukan luas penampang saluran dapat menggunakan persamaan


sebagai berikut :
A = lebar saluran x Ytiap titik .......................... (5)

Dengan menggunakan data lebar saluran pada tabel 2.1 dan data kedalaman
titik 1 untuk variasi 1 pada tabel 2.2, maka didapatkan nilai luas penampang saluran
sebagai berikut :

A1.1 = 0.075 x 0.0326

A1.1 = 0,002445 m2

Sehingga nilai luas penampang titik 1 variasi 1 pada saluran adalah


0,002445 m2. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan
formula yang sama. Sehingga didapati A (m2) untuk setiap titik di setiap
variasi.

A2.1 = 0,003075; A3.1 = 0,00489; A4.1= 0,0062775; A5.1= 0,0069

Dan lakukan formula yang sama untuk variasi titik lainnya.

3.6 Menentukan Debit Aktual Air


Untuk menentukan debit aktual air dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut :

𝑉
Q = 𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 ........................................................ (6)

Dengan menggunakan data volume pada tabel 2.1 variasi 1, dan data waktu
rata-rata pada tabel 2.2 maka didapatkan nilai debit aktual adalah :

0.0075
Q1.1 = 20,93333333

= 0,00035966 m3/s
Jadi nilai debit aktual air variasi 1 adalah 0,0004 m3/s . Begitu pun dengan
variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga
didapati Q (m3/s) :

Q2.1 = 0,000410591; Q3.1= 0,000542687; Q4.1= 0,000645332; Q5.1 = 0,000665683


Begitu pun dengan variasi titik lainnya.

3.7 Menentukan Jari – Jari Hidrolis Saluran


Untuk menentukan jari - jari hidrolis saluran dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut :

𝐴
R = 𝑃 .................................................................. (7)

Dengan menggunakan data titik 1 untuk variasi 1 pada tabel 4.1, maka
didapatkan nilai jari – jari hidrolis saluran :

0,002445
R1.1= 0.1402

R1.2= 0,017439372 m

Jadi nilai jari – jari hidrolis saluran adalah 0,017439372. Begitu pun
dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama.
Sehingga didapati R (m2) untuk setiap variasi di setiap titik.

Menentukan Energi Spesifik


Untuk menentukan energi spesifik dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut :

𝑣𝑖 2
Es = yi + ............................................. (8)
2𝑔

Dengan menggunakan data titik 1 untuk variasi pada tabel 4.1 dan data pada
tabel 2.2, maka didapatkan nilai energi spesifik sebagai berikut :

0,1471000422
Es1.1= 0.0326 + 2(9.81)

Es1.1 = 0,033702876 m

Maka didapatkan nilai energi spesifik titik 1 untuk variasi 1 adalah


0,033702876 m. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan
formula yang sama. Sehingga didapati Es (m) untuk setiap variasi di setiap
titik.

3.8 Menentukan Kecepatan Aliran Air


Untuk menentukan kecepatan aliran dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut :

𝑄
v = 𝐴 ................................................. (8)

Dengan menggunakan data titik 1 pada variasi 1 pada tabel 4.1, dapat
dilakukan perhitungan sebagai berikut :

0,00035966
v= 0,002445

v = 0,147100042 m/s

Jadi nilai kecepatan aliran air adalah 0,147100042 m/s. Begitu pun dengan
variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga
didapati v (m/s) untuk setiap variasi di setiap titik.

Menentukan Bilangan Froude


Untuk menentukan bilangan Froude dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut :
𝑣
Fr = ......................................... (10)
√𝑔 𝑥 𝑦𝑖

Dengan menggunakan data kecepatan titik 1 variasi 1 pada tabel 4.1 dan
kedalaman pada tabel 2.2, maka dapat ditentukan sebagai berikut :

0.1471
Fr1.1 =
√9.81 𝑥 0.0326

Fr1.1 = 0,260117454

Fr21.1 = 0,06766109

Jadi nilai bilangan Froude titik 1 pada variasi 1 adalah 0,06766109. Cara ini
berlaku sama untuk setiap titik pada variasi bilangan Froude lainnya. Begitu pun
dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama.
Sehingga didapati Fr untuk setiap variasi di setiap titik.

3.9 Menentukan Kedalaman Kritis


Untuk menentukan kedalaman kritis dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut :
3 𝑄2
Yc = √𝑏2 𝑔

Dengan menggunakan data debit titik 1 variasi 1 pada tabel 4.1 dan
lebar saluran pada tabel 2.1, maka dapat dihitung :
3 0,000359662
Yc = √0.0752 𝑥 9.81

Yc = 0,0132841 m
Maka didapatkan nilai kedalaman kritis titik 1 variasi 1 adalah 0,0132841
m. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula
yang sama. Sehingga didapati Yc (m) untuk setiap variasi di setiap titik.

Menentukan Efektivitas Loncatan Aktual

Untuk menentukan y6/y2 aktual dapat secara langsung dilakukan


perhitungan sebagai berikut :
𝑦6 0.0165
= 0.0077
𝑦2

= 2,1428571
Sehingga nilai y6/y2 aktualnya adalah 2,1428571. Cara ini berlaku sama untuk
variasi y6/y2 aktualnya lainnya. Begitu pun dengan variasi lainnya,
digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati Y6/Y2 untuk
setiap variasi di setiap titik.

3.10 Menentukan Tinggi Loncatan Aktual


Untuk menentukan tinggi loncatan dapat menggunakan rumus
sebagai berikut :

𝐻𝑖 = 𝑦6 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑦2 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 ......................... (11)

Dengan menggunakan data pada tabel 4.2, maka dapat dilakukan


perhitungan sebagai berikut :

Hi = 0,0165- 0.007

= 0.0088 m

Maka didapatkan nilai tinggi loncatan 0.0088 m. Begitu pun dengan variasi
lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati Hi
untuk setiap variasi.

3.11 Menentukan Efisiensi Energi Aktual

Untuk menentukan efisien energi aktual dapat langsung dengan


menggunakan data pada tabel 4.1 dan perhitungan sebagai berikut :

ES6/ES2 = 0,020805/0,0274688 .................. (12)

= 0,7574047

Maka nilai efisiensi energi aktual variasi 1 adalah 0,7574047. Begitu pun
dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama.
Sehingga didapati ES6/ES2 untuk setiap variasi.
3.12 Menentukan Efektivitas Loncatan Teoritis

Untuk menentukan efektivitas loncatan teoritis dapat menggunakan


persamaan rumus sebagai berikut :

𝑦6
= 0.5(√1 + 8𝐹𝑟22 − 1 ......................................... (13)
𝑦2

Dengan menggunakan data pada tabel 4.6 untuk nilai pangkat 2 dari
bilangan Froude dapat dilakukan perhitungan :

𝑦6
= 0.5(√1 + 8(0,06766)2 − 1
𝑦2

= 2,142857143

Jadi nilai efektivitas loncatan teoritis untuk variasi 1 adalah 2,142857143.


Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang
sama. Sehingga didapati y6/y2 untuk setiap variasi.

3.13 Menentukan Efisiensi Energi Teoritis

Untuk menentukan efisien energi teoritis dapat menggunakan


persamaan rumus sebagai berikut :

3/2
𝐸𝑠6 (8𝐹𝑟22 +1) −4𝐹𝑟22 −1
= ................................. (14)
𝐸𝑠2 8𝐹𝑟22 (2+𝐹𝑟22 )

Dengan menggunakan data pada tabel 4.6 untuk nilai pangkat 2 dari
bilangan Froude dapat dilakukan perhitungan :

𝐸𝑠6 (8(0,06766)2 + 1)3/2 − 4(0,06766)2 − 1


=
𝐸𝑠2 8(0,06766)2 (2 + (0,06766)2 )

= 0,37333

Jadi nilai efisiensi energi teoritis untuk variasi 1 adalah 0,37333.


Cara ini berlaku sama untuk variasi efisiensi energi teoritis lainnya.
3.14 Menentukan Kehilangan Energi

Untuk menentukan kehilangan energi dapat menggunakan


persamaan rumus sebagai berikut :

∆Es = Es2 – Es6 ..................................... (15)

Dengan menggunakan data pada tabel 4.7 untuk nilai energi spesifik
dapat dilakukan perhitungan :

∆Es = Es2 – Es6

= 0,027468802 - 0,020805206

= 0,006663596

Jadi nilai kehilangan energi untuk variasi 1 adalah 0,006663596.


Cara ini berlaku sama untuk variasi kehilangan energi lainnya.

IV. DATA AKHIR

Setelah dilakukan pengolahan data pada bab sebelumnya, maka didapatkan


hasil perhitungannya sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Data Akhir Untuk Volume, Debit dan Luas

Variasi Volume Q Luas (m2)


(m3) (m3/s) A1 A2 A3 A4 A5 A6
1 0,0075 0,00035966 0,002445 0,000578 0,000683 0,000953 0,00191 0,001238
2 0,0075 0,00041059 0,003075 0,000585 0,000728 0,000908 0,00236 0,001838
3 0,0075 0,00054269 0,00489 0,000548 0,000848 0,000983 0,00266 0,002213
4 0,0075 0,00064533 0,006278 0,000525 0,000878 0,001005 0,00251 0,002363
5 0,0075 0,00066568 0,0069 0,000548 0,001163 0,001463 0,00221 0,002138
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX
C Lantai 5
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Data Akhir Untuk Keliling Basah

Variasi Keliling Basah


1 P1 P2 P3 P4 P5 P6
0,1402 0,0904 0,0932 0,1004 0,126 0,108
2 0,157 0,0906 0,0944 0,0992 0,138 0,124
3 0,2054 0,0896 0,0976 0,1012 0,146 0,134
Variasi Keliling Basah
4 0,2424 0,089 0,0984 0,1018 0,142 0,138
5 0,259 0,0896 0,106 0,114 0,134 0,132
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX
C Lantai 5

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Data Akhir Jari-Jari Hidrolis di Setiap Titik dan
Setiap Variasi

Variasi Jari-jari hidrolis (m)


R1 R2 R3 R4 R5 R6
1 0,0174 0,00638827 0,007323 0,009487 0,015179 0,011458
2 0,0196 0,00645695 0,007707 0,009148 0,01712 0,014819
3 0,0238 0,00611049 0,008683 0,009708 0,018236 0,016511
4 0,0259 0,00589888 0,008918 0,009872 0,017694 0,01712
5 0,0266 0,00611049 0,010967 0,012829 0,016511 0,016193

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Data Akhir Kecepatan Aliran di Setiap Variasi di
Setiap Titik.

Variasi Kecepatan Aliran (m/s)


v1 v2 v3 v4 v5 v6
1 0,1471 0,622787 0,5269738 0,3775954 0,188057 0,29063
2 0,13353 0,701865 0,5643866 0,4524421 0,173795 0,22345
3 0,11098 0,991209 0,6403384 0,5523529 0,203826 0,24528
4 0,1028 1,229204 0,7354212 0,6421215 0,256849 0,27316
5 0,09648 1,215859 0,5726305 0,4551678 0,300874 0,31143
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX
C Lantai 5
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Data Akhir Fr Untuk Setiap Variasi di Setiap Titik

Variasi Fr
1 2 3 4 5 6
1 0,2601 2,26599948 1,763737 1,06977 0,375998 0,722387
2 0,2105 2,53730099 1,829601 1,313215 0,312643 0,45579
3 0,1388 3,70398459 1,92325 1,540801 0,345391 0,455953
4 0,1134 4,69072997 2,170744 1,771048 0,448044 0,491385
5 0,1016 4,5434671 1,468501 1,040686 0,559292 0,588985
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX
C Lantai 5

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Data Akhir untuk Fr2 Setiap Variasi di Setiap Titik

Variasi Fr^2
1 2 3 4 5 6
1 0,06766 5,134754 3,1107679 1,1444073 0,141375 0,52184
2 0,04433 6,437896 3,3474383 1,7245337 0,097745 0,20774
3 0,01926 13,7195 3,6988915 2,3740674 0,119295 0,20789
4 0,01287 22,00295 4,7121315 3,1366105 0,200743 0,24146
5 0,01031 20,64309 2,156494 1,0830276 0,312808 0,3469
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX
C Lantai 5

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Data Akhir Es setiap Variasi di Setiap Titik

Variasi Es
1 2 3 4 5 6
1 0,0337 0,0274688 0,023254 0,019967 0,027303 0,020805
2 0,0419 0,0329078 0,025935 0,022533 0,033039 0,027045
3 0,0658 0,05737618 0,032199 0,02865 0,037617 0,032566
4 0,0842 0,08401032 0,039266 0,034415 0,036862 0,035303
5 0,0925 0,08264729 0,032213 0,03006 0,034114 0,033443
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX
C Lantai 5
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Data Akhir ∆Es, Es6/Es2, Yc, y6/y2 aktual dan y6/y2
teoritis setiap Variasi di Setiap Titik

kehilangan Efisiensi Y kritis y6/y2 y6/y2


Variasi energi (m) energi aktual teoritis
(Es 6/ Es
2)
1 0,00666 0,757412 0,0132841 2,1428571 2,743379
2 0,00586 0,821838 0,0145103 3,1410256 3,122954
3 0,02481 0,567595 0,0174757 4,0410959 4,762034
4 0,04871 0,420222 0,0196152 4,5 6,15251
5 0,0492 0,404652 0,0200254 3,9041096 5,944857

V. ANALISIS A
 Analisis Cara Kerja

Dalam praktikum “Loncatan Hidrolis”, langkah pertama yang


dilakukan adalah mengukur temperatur air pada awal percobaan setelah
hydraulic bench dinyalakan. Hal ini bertujuan untuk menentukan massa
jenis dari fluida tersebut, dilihat dari data tabel massa jenis fluida terhadap
suhunya. Serta mempengaruhi perhitungan karena adanya kemungkinan
untuk terjadinya proses penguapan pada fluida tersebut. Selanjutnya
mengoperasikan hydraulic bench dengan beban tertentu, catat beban yang
digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menaikkan beban agar kita
dapat menentukan nilai debit aktual aliran air tersebut. Kemudian
mengkalibrasi alat pengukur kedalaman aliran air, hal ini bertujuan agar saat
pengukuran ketinggian permukaan aliran air lebih akurat dan
menghindarkan kesalahan perhitungan saat mengukur ketinggian tersebut.
Selanjutnya mengukur lebar saluran terbuka. Kemudian dilanjutkan dengan
menempatkan sluice gate kurang lebih 90 cm dari inlet untuk membentuk
loncatan hidrolis. Setelah itu, mengukur Panjang loncatan dan kedalaman
aliran di 6 titik sepanjang saluran dengan menggunakan alat pengukur
kedalaman yang telah di kalibrasi. Mencatat posisi ditiap titik tersebut. Hal
ini bertujuan untuk menentukan nilai jari – jari hidrolisis saluran. Percobaan
ini dilakukan dengan 5 variasi, agar didapatkan data yang akurat. Dan
terakhir, mengukur temperatur air pada akhir percobaan. Suhu fluida akhir
juga sama pentingnya dengan suhu fluida awal karena nanti akan di
interpolasikan untuk digunakan pada perhitungan densitas air.

 Analisis Grafik
a) Grafik y6/y2 terhadap Fr22
5
4.5
y6/y2 thdp Fr^2 titik 2
4
3.5
3 y = 1.2926x0.3993
y6/y2

2.5 R² = 0.8198

2
1.5
1
0.5
0
0 5 10 15 20 25
Fr^2 titik 2

Gambar 5.1 Grafik y6/y2 terhadap Fr22


Dapat dilihat gambar 5.1 Grafik y6/y2 terhadap Fr22, plot data pada grafik
tersebut membentuk garis linier meningkat. Berdasarkan gambar 5.1 nilai
koefisien determinasi R² = 0,8198. Koefisien determinasi menunjukkan plot
variabel dalam grafik tersebut mewakili keadaan ideal jika mendekati satu. Kedaan
ideal yang dimaksud ini adalah menunjukan bahwa ukuran proporsi keragaman
total nilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai peubah X melalui hubungan
pada grafik ini. Dilihat dari nilai R2 =0,8198, maka pada grafik tersebut plot
variabel mewakili keadaan ideal karena hampir mendekati angka 1.
Hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0,905428 (dengan menngunakan
converter R), dengan nilai yang hampir mendekati satu berarti hubungan antar
variabel saling berkaitan.tersebut diperoleh hubungan antar variabel dilihat dari
nilai R = 0,905428 , dengan nilai yang hampir mendekati satu berarti hubungan
antar variabel juga saling keterkaitan.
Pada gambar 5.1 tersebut juga dapat dicari nilai galat dengan persamaan
sebagai berikut :
𝑦6
= 0,5 𝑥 (√1 + 8𝐹𝑟22 − 1)
𝑦2
Maka dilihat dari rumus diatas, dapat disimpulkan :
𝑦6
≈ (𝐹𝑟22 )0,5 , bahwa y6/y2 berbanding lurus dengan Fr22
𝑦2

Sehingga, untuk mencari nilai galatnya, dapat membandingkan nilai pangkat


dari bilangan Froude dengan nilai pangkat persamaan garis yaitu y = 1,5481x0.2997
yang terdapat pada grafik sebagai berikut :
0.5 − 0.3993
%𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑥 100%
0.5
%𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = 20,14%
Dengan hasil galat adalah 20,14%, maka faktor kesalahan saat melakukan
praktikum cukup besar. Hal ini bisa disebabkan berbagai faktor yaitu diantaranya
kurang telitinya praktikan atau pengukuran yang kurang akurat.

b) Grafik Es6/Es2 terhadap 𝐹𝑟 2


0.9
0.8 Es6/Es2 thdp Fr^2 titik 2
0.7
y = 1.8083x-0.472
0.6 R² = 0.9332

Es6/Es2
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25
Fr^2 titik 2

Gambar 5.2 Grafik Es6/Es2 terhadap 𝐹𝑟 2

Dapat dilihat gambar 5.2 Grafik Es6/Es2 terhadap Fr2, plot data pada grafik
tersebut membentuk garis linier menurun. Berdasarkan gambar 5.2 tersebut
diperoleh hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0.977 , dengan nilai yang
hampir mendekati satu berarti hubungan antar variabel juga saling keterkaitan.
Pada gambar 5.1 tersebut juga dapat dicari nilai galat dengan persamaan
sebagai berikut :
3
𝐸𝑠6 ( 8𝐹𝑟 2 +1 )2 −4𝐹𝑟 2 −1
=
𝐸𝑠2 8𝐹𝑟 2 ( 2+𝐹𝑟 2 )

Maka dilihat dari rumus diatas, dapat dilakukan penyederhanaan dengan


dibagi bilangan Froude pangkat terendah asumsi Fr2 = x
3 1 1
𝐸𝑆6 𝑥2+ 𝑥 𝑥2+ 1 𝑥2
~ 𝑥+ 𝑥 2 ~ dibagi x = 1+ 𝑥 1 = = 𝑥 −0,5
𝐸𝑆2 𝑥1

Sehingga, untuk mencari nilai galatnya, dapat membandingkan nilai


pangkat dari 𝐹𝑟 2 adalah -0,5 dan nilai pangkat persamaan garis yaitu y = 6.5798x-
0.866
yang terdapat pada grafik sebagai berikut :

Galat = | ( nilai aktual – nilai teoritis ) × 100%|

nilai aktual

−0,5−−0,00035966
Galat = | × 100%| = 49,96%
−0,5
Dengan hasil galat adalah 49,96 %, maka faktor kesalahan saat melakukan
praktikum sangat besar.

c) Grafik Hi terhadap 𝐹𝑟 2

0.03
Hi thdp Fr^2 titik 2
0.025

0.02

0.015
Hi

y = 0.0047x0.5355
0.01 R² = 0.7499

0.005

0
0 5 10 15 20 25
Fr^2 titik 2

Gambar 5.3 Grafik Hi terhadap 𝐹𝑟 2

Dapat dilihat gambar 5.3 Grafik Hi terhadap 𝐹𝑟 2 , plot data pada grafik tersebut
membentuk garis linier meningkat. Berdasarkan gambar 5.3 tersebut diperoleh
hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0.912 , dengan nilai yang hampir
mendekati satu berarti hubungan antar variabel juga saling keterkaitan.
Pada gambar 5.3 juga didapatkan nilai dari pangkat persamaan garis adalah
y = 0.0118x0.1608. Ini merupakan nilai pangkat dari variable 𝐹𝑟2 2 berdasarkan
grafik. Maka, secara aktual hubungan antara Hi dengan 𝐹𝑟2 2 sebagai berikut :

𝐻𝑖 = 𝑦6 - 𝑦2
𝑦2 = 𝑦6 - Hi
𝑉22
𝐹𝑟2 2 = 𝑔(𝑦
6 − Hi )

𝑉22
(𝑦6 − Hi ) = 𝑔( 𝐹𝑟 2
2 )

𝑉22
Hi = 𝑦6 - 𝑔( 𝐹𝑟 2
2 )
1
Hi ~ ( 𝐹𝑟 2
2 )
Sehingga didapatkan persamaan dari nilai pangkat dari 𝐹𝑟 2 adalah -1
sehingga galat nilai pangkat secara aktual dan teoritis dapat ditentukan sebagai
berikut :

Galat = |( nilai aktual – nilai teoritis ) × 100%|

|nilai aktual|

−0,535−1
Galat = × 100% = 44,5 %
−1

Dengan hasil galat adalah 44,5%, maka faktor kesalahan saat melakukan
praktikum cukup besar.

d) Grafik L terhadap y6/y2

0.18
0.16
L thdp y6/y2
0.14
Panjang Loncatan (m)

0.12
y = 0.3817x-1.231
0.1 R² = 0.4243
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 1 2 3 4 5
y6/y2
Gambar 5.4 Grafik L terhadap y6/y2

Dapat dilihat gambar 5.4 Grafik L terhadap y6/y2, plot data pada grafik tersebut
membentuk garis linier meningkat. Berdasarkan gambar 5.4 tersebut diperoleh
hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0,6513, dengan nilai yang jauh dari
satu berarti hubungan antar variabel tidak saling keterkatian.
e) Grafik L terhadap Q

0.18
0.16
L thdp Q aktual
y = 4E-07x-1.603
Panjang Loncatan (m)

0.14
0.12 R² = 0.622

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005 0.0006 0.0007
Debit Aliran (m^3/s)

Gambar 5.5 Grafik L terhadap Q

Dapat dilihat gambar 5.5 Grafik L terhadap Q, plot data pada grafik tersebut
membentuk garis linier meningkat. Berdasarkan gambar 5.5 tersebut diperoleh
hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0,7886, dengan nilai yang jauh dari
satu berarti hubungan antar variabel tidak saling keterkatian.
Pada dasarnya, hubungan antara debit ( Q ) dan Panjang loncatan (L) bisa
dikaitkan dengan daerah superkritis. Jika debitnya besar, daerah superkritis juga
akan membesar karena energi potensial semakin menurun dapat dilihat pada titik 5
dan titik 3, titik 5 dan 3 merupakan titik dimana aliran bersifat superkritis. Jika
daerah superkritis membesar maka otomatis jarak antara titik dan 3 semakin
membesar pula. Hal ini menyebabkan nilai L juga akan membesar karena secara
matematis nilai L = X5 – X3 dan juga berdampak memperbesar nilai bilangan
Froude aliran. Hal tersebut dapat diamati dari hubungan debit dan kecepatan
dimana debit memiliki hubungan yang sebanding dengan kecepatan (v). Maka
dapat disimpulkan jika debit semakin besar maka bilangan froude akan semakin
membesar dan semakin besar bilangan Froude akan semakin kritis suatu aliran yang
terbentu

f) Grafik y terhadap Es
1. Variasi 1

Gambar 5.6 Grafik y terhadap Es Variasi 1


Berdasarkan gambar 5.6, diperoleh titik kedalaman kritis (Yc) sebesar
0.01329. Nilai titik kedalaman secara teoritis atau hasil perhitungan yang dilakukan
dapat dilihat pada tabel 4.1 yaitu sebesar 0,017. Sehingga dapat ditentukan nilai
galat hasil percobaan dan perhitungan sebagai berikut :
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = | | 𝑥 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

0.01328 − 0,017
𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = | | 𝑥 100%
0.01328

= 14.17 %

Jadi nilai galatnya adalah 14.17 % yang merupakan faktor kesalahan pada
saat hasil pembuatan grafik ataupun perhitungannya. Kemudian untuk aliran
subkritis berada di posisi titik 6, 5 dan yang berimpitan dengan garis y = Es yaitu
posisi titik 1. Tetapi galat yang diperolwh tidak terlalu besar maka bisa mulai
dijadikan perbandingan.
2. Variasi 2

Gambar 5.7 Grafik y terhadap Es Variasi 2

Berdasarkan gambar 5.7, diperoleh titik kedalaman kritis (Yc) sebesar


0.0145103 yang merupakan nilai dari Es minimum. Nilai titik kedalaman secara
teoritis atau hasil perhitungan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.2 yaitu
sebesar 0.0125. Sehingga dapat ditentukan nilai galat hasil percobaan dan
perhitungan sebagai berikut :

𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = | | 𝑥 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

0.0145103 − 0.0125
𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = | | 𝑥 100%
0.0145103

= 13,854 %

Jadi nilai galatnya adalah 13,854% yang merupakan faktor kesalahan pada
saat hasil pembuatan grafik ataupun perhitungannya. Kemudian untuk aliran
subkritis berada di posisi titik 6, 5 dan yang berimpitan dengan garis y = Es yaitu
posisi titik 1.

3. Variasi 3
Gambar 5.8 Grafik y terhadap Es Variasi 3

Berdasarkan gambar 5.8, diperoleh titik kedalaman kritis (Yc) sebesar


0.017457. Nilai titik kedalaman secara teoritis atau hasil perhitungan yang
dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.3 yaitu sebesar 0.015. Sehingga dapat
ditentukan nilai galat hasil percobaan dan perhitungan sebagai berikut :

𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = | | 𝑥 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

0.017457 − 0.015
𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = | | 𝑥 100%
0.017457

= 14,07%

Jadi nilai galatnya adalah 14,07% yang merupakan faktor kesalahan pada
saat hasil pembuatan grafik ataupun perhitungannya. Kemudian untuk aliran
subkritis berada di posisi titik 6, 5 dan posisi titik 1.

4. Variasi 4
Gambar 5.9 Grafik y terhadap Es Variasi 4

Berdasarkan gambar 5.9, diperoleh titik kedalaman kritis (Yc) sebesar .


Nilai titik kedalaman secara teoritis atau hasil perhitungan yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel 4.4 yaitu sebesar 0.019652. Sehingga dapat ditentukan nilai galat
hasil percobaan dan perhitungan sebagai berikut :

𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = | | 𝑥 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

0.018 − 0.021971107
𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = | | 𝑥 100%
0,021971107

= 18.07 %

Jadi nilai galatnya adalah 18,07% yang merupakan faktor kesalahan pada
saat hasil pembuatan grafik ataupun perhitungannya. Selain itu untuk titik
superkritisnya dapat dilihat dari posisi titik 2 dan 3 dan yang membentuk sudut
lancip yaitu posisi titik 4. Kemudian untuk aliran subkritis berada di posisi titik 6,
5 yang berpotongan dengan garis y = 2/3 Es dan posisi titik 1 yang berhimpitan
dengan garis y = Es

5. Variasi 5

Gambar 5.10 Grafik y terhadap Es Variasi 5

Berdasarkan gambar 5.10, diperoleh titik kedalaman kritis (Yc) sebesar


0.025 yang merupakan nilai dari Es minimum. Nilai titik kedalaman secara teoritis
atau hasil perhitungan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.5 yaitu sebesar
0,020025396. Sehingga dapat ditentukan nilai galat hasil percobaan dan
perhitungan sebagai berikut :

𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = | | 𝑥 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

0.025 − 0.020053
𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = | | 𝑥 100%
0.025

= 0,4947 %

Jadi nilai galatnya adalah 0,4947 % yang merupakan faktor kesalahan pada
saat hasil pembuatan grafik ataupun perhitungannya.. Kemudian untuk aliran
subkritis berada di posisi titik 6, 5 dan posisi titik 1.
 Analisis Literatur
a) Penurunan rumus
1. Y6/Y2

Lj

garis energi
EL

Vb 2
2g
Va 2
2g
Ea Eb

Wsin  yb
Pb
Wcos  W
Pa ya
Fs

aliran superkritis loncatan air aliran subkritis


a b

Gambar 5.7 Loncatan air.

Berdasarkan gambar 5.7, dapat dilihat daerah dibatasi oleh penampang (a)
dan penampang (b). Dengan menerapkan persamaan Momentum pada kedua
penampang tersebut, maka

 Fx  M b  M a
Pa  Pb  FS  W sin   M b  M a

dimana :

Pa  1
2  b ya 2  gaya hidrostatis pada penampang (a)
Pb  1
2  b yb 2  gaya hidrostatis pada penampang (b)
Fs  gaya geser antara badan saluran dengan air yang mengalir
W  berat air pada control volume yang dibatasi oleh penampang (a) dan (b)
M a  flux momentum aliran pada penampang (a)   a  Q Va
M b  flux momentum aliran pada penampang (b)  b  Q Vb
Sedangkan dasar saluran horizontal ,   0, maka W sin   0 dan Fs  0
sehingga persamaan momentum di atas menjadi sebagai berikut :

1
2  b y a 2  1 2  b yb 2   a  Q Va   b  Q Vb

Diasumsikan distribusi kecepatan merata di penampang (a) maupun


penampang (b), maka  a   b  1 , dan dengan menggunakan prinsip persamaan

kontinuitas bahwa debit persatuan lebar saluran q  Va y a  Vb yb , sehingga :

1
2  y a 2  1 2  yb 2   q Va   q Vb
2 q2  1 1 
( yb 2  y a 2 )    
g  y a yb 
2 q2
y a yb ( y a  yb )   2 yc
3
g
yb  y  2 q2
1  b   3
 2 Fra
2
ya  ya  g ya

Va
dimana Fra = bilangan Froude pada penampang (a) sama dengan Fra 
g ya

sehingga didapat hubungan antara ya (kedaman awal loncatan) dan yb (kedalaman


akhir loncatan), sebagai berikut :

yb
 1   1  1  8Fra 2  atau :
ya
2
 
y𝑦6
a   1  1  8Fr 2 
=1 20.5(
 √1 + 8𝐹𝑟2 −
2 b 1
y𝑦2
b 

2. Es6/Es2
Untuk penurunan rumus efisiensi energi adalah sebagai berikut :
𝑞2
Es = 𝑌𝑖 + 2𝑔𝑦 2

2
𝐸𝑠 𝑑2 1 𝑣2 1
=1+ 2
= 1 + ( ) = 1 + 𝐹𝑟 2
𝑦1 2𝑔𝑦 2 √𝑔𝑦 2
Sehingga dapat dimodifikasi kembali sebagai berikut :

𝑣2 𝑣2 (𝑌2−𝑌1)2
∆𝐸 = (𝑌1 + 2𝑔) − ( 𝑌2 + 2𝑔) = 4𝑌1.𝑌2
2
∆𝐸 (𝑌2−𝑌1)2 (−3+ √1+8𝐹𝑟12 )
= =
𝑦1 4𝑌1.𝑌2 16 (−6+ √1+8𝐹𝑟12 )
2
𝐸2 ∆𝐸 (−3+ √1+8𝐹𝑟12 )
= 1− = 1− =
𝐸1 𝑦1 16 (−6+ √1+8𝐹𝑟12 )

(1+8 𝐹𝑟1)2 −4𝐹𝑟12 +1


8𝐹𝑟12 ( 2+ 𝐹𝑟1)2

b) Mengapa tidak ada titik di atas garis y = x (y – ES)


Karena dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut :
𝑄2
S 𝐸𝑆 = 𝑦 + 2𝑔𝐴2 , apabila y=0, maka

𝑄2
𝐸𝑆 = 𝑦 + 2𝑔𝐴2 = ∞

𝑄2
𝐸𝑆 = 𝑦 + 2𝑔𝐴2 , apabila y=E, maka

𝑄2 𝑄2
𝑦 = 𝑦 + 2𝑔𝐴2 atau 2𝑔𝐴2 =0, ini berarti y=∞

Dalam hal ini sumbu ES asymptot dari lengkung dan ES hanya merupakan
fungsi dari y saja ( ES= f(y) ). Oleh karena itu garis lenkung yang bagian bawah
tidak akan enyentuk sumbu x (ES) dan yang bagian atas tidak akan menyentuh garis
y= x (y= ES)

 Analisis Jenis Loncatan Hidrolis


Loncatan air pada dasar saluran horizontal, terdiri dari beberapa tipe
yang dibedakan berdasarkan nilai bilangan Froude (Fr) aliran di awal
loncatan, sebagai berikut :
1) Loncatan berombak, untuk Fr = 1 – 1.7
2) Loncatan lemah, untuk Fr = 1.7 – 2.5
3) Loncatan berisolasi, untuk Fr = 2.5 – 4.5
4) Loncatan tetap, untuk Fr = 4.5 – 9
5) Loncatan kuat, untuk Fr > 9
Berdasarkan hasil pengolahan data akhir, didapatkan nilai rata – rata
bilangan Froude dari seluruh variasi adalah 1.662504, maka termasuk jenis
loncatan hidrolis berombak.

 Analisis Kesalahan
Dalam praktikum dan perhitungan kali ini, adanya kemungkinan kesalahan
yang dilakukan oleh praktikan contohnya seperti memulai dan mengakhiri
stopwatch. Adanya kesalahan dalam memulai dan mengakhiri Stopwatch seperti
tidak sigapnya seseorang yang menggunakan stopwatch-nya, sehingga dapat
mengubah hasil perhitungan Qaktual . Hal ini tentu jelas memberi dampak pada
perhitungan dan perbandingan lainnya. Selanjutnya terdapat juga kesalahan saat
peletakan beban. Peletakan beban harus dilakukan tepat pada saat beban mulai
terangkat. Hal inilah yang sering kali menimbulkan ketidakakuratan, sebab
kesigapan dan kecepatan praktikan sangat berpengaruh dalam memperhitungkan
waktu ketika lengan hydraulic bench mulai terangkat. Kesalahan pembacaan alat
sangat mungkin terjadi dan biasanya disebabkan oleh skala alat yang terlalu kecil
untuk dilihat mata atau saat mengalibrasi alat yang tidak tepat, sehingga
menimbulkan kebingungan bagi praktikan saat membaca alat dan menyebabkan
hasil percobaan menjadi kurang akurat. Lalu tidak tepatnya jarum pengukur
kedalaman aliran fluida (air) tepat di permukaan aliran tersebut, sehingga
berpengaruh juga dalam pembacaan dan perhitungan data. Dan juga tidak tepatnya
saat menentukan skala antar titik Panjang loncatan dan kedalaman aliran yang
terbagi – bagi menjadi 6 titik sepanjang saluran.

VI. ANALISIS B
1. Aerasi Limbah Industri
Secara umum, aerasi merupakan proses yang bertujuan untuk
meningkatkan kontak antara udara dengan air. Pada prakteknya, proses
aerasi terutama bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam
air limbah. Peningkatan konsentrasi oksigen di dalam air ini akan
memberikan berbagai manfaat dalam pengolahan limbah. Proses aerasi
sangat penting terutama pada pengolahan limbah yang proses pengolahan
biologinya memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob adalah kelompok
bakteri yang mutlak memerlukan oksigen bebas untuk proses
metabolismenya. Dengan tersedianya oksigen yang mencukupi selama
proses biologi, maka bakteri-bakteri tersebut dapat bekerja dengan optimal.
Hal ini akan bermanfaat dalam penurunan konsentrasi zat organik di dalam
air limbah. Selain diperlukan untuk proses metabolisme bakteri aerob,
kehadiran oksigen juga bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-senyawa
kimia di dalam air limbah serta untuk menghilangkan bau. Aerasi dapat
dilakukan secara alami, difusi, maupun mekanik. Pada aerasi secara difusi,
sejumlah udara dialirkan ke dalam air limbah melalui diffuser. Udara yang
masuk ke dalam air limbah nantinya akan berbentuk gelembung-gelembung
(bubbles). Gelembung yang terbentuk dapat berupa gelembung halus (fine
bubbles) atau kasar (coarse bubbles). Hal ini tergantung dari
jenis diffuser yang digunakan.

Gambar 6.1 Proses Aerasi dengan Metode Terjunan

(Sumber : Agus, 2011)


Gambar 6.2 Proses Aerasi dengan Metode Difusi

(Sumber : Deu.Edu, 2010)

2. Pembuatan Kolam Olakan

Loncatan air sangat berguna sebagai sebagai peredam energi pada


aliran superkritis. Pereda mini sangat berguna untuk mencegah erosi yang
mungkin terjadi pada saluran pelimpah, saluran curam, dan pintu geser
vertical, dengan cara memperkecil kecepatan aliran pada lapisan pelindung
hingga pada suatu titik dimana aliran tidak mempunyai kemampuan untuk
mengkikis dasar saluran di bagian hilir. Loncatan air yang dipergunakan
sebagai peredam energi, biasanya meliputi sebagian atau seluruh kolam
kanal saluran yang dinamakan kolam olakan. Kolam olak adalah suatu
bangunan yang berfungsi untuk meredam energi yang timbul di dalam tipe
air superkritis yang melewati pelimpah. Dalam sebuah konstruksi bendung
dibangun pada aliran sungai baik pada palung maupun pada sodetan, maka
pada sebelah hilir bendung akan terjadi loncatan air. Kecepatan pada daerah
itu masih tinggi, hal ini akan menimbulkan gerusan setempat (local
scauring). Untuk meredam kecepatan yang tinggi itu, dibuat suatu
konstruksi peredam energi. Bentuk hidrolisnya adalah merupakan suatu
bentuk pertemuan antara penampang miring, penampang lengkung, dan
penampang lurus. Tipe kolam olak yang akan direncana di sebelah hilir
bangunan bergantung pada energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan
bilangan Froude, dan pada bahan konstruksi kolam olak. Pada umumnya,
jarang sekali kolam olakan dirancang untuk menahan seluruh Panjang
loncata bebas, karena kolam olakan demikian sangat mahal biayanya.
Akibatnya, peralatan – peralatan untuk mengontrol loncatan biasanya
dipasang pada kolam olakan. Kegunaan utama perlatan control ini adalah
memperpendek selang terjadinya loncatan, sehingga akan memperkecil
ukuran dan biaya kolam olakan. Pengontrolan mempunyai beberapa
keuntungan, yakni memperbaiki fungsi peredam kolam olakan,
menstabilkan gerakan loncat, dan pada beberapa kasus juga memperbesar
faktor keamanan.

Gambar 6.3 Kolam Olakan pada Sebuah Bendungan

(Sumber : Haryani, 2014)


Gambar 6.4 Struktur Kolam Olakan

(Sumber : knowledgia, 2009)

1. 3. Perencanaan Bendungan

Sebuah bendung konstruksinya dibuat melintang sungai dan fungsi


utamanya adalah untuk membendung aliran sungai dan menaikkan level atau
tingkat muka air di bagian hulu. Sebelum membangun sebuah konstruksi bendung,
terlebih dahulu ditentukan lokasi atau di bagian sungai mana bendung tersebut akan
dibangun. Ini terkait dengan wilayah atau luas petak-petak sawah yang aliran air
irigasinya akan dibantu oleh adanya konstruksi bendung tersebut. Untuk keperluan
perencanaan dan pembangunan suatu konstruksi bendung, diperlukan pula data-
data yang nanti akan dipergunakan untuk menentukan dimensi, luasan, dan bagian-
bagian bendung yang perlu dibangun. Data-data tersebut, misalnya data topografi,
data hidrologi, data morfologi, data geologi, data mekanika tanah, standar
perencanaan (PBI, PKKI, PMI, dll), data lingkungan, dan data ekologi.
Gambar 5.3 Konstruksi Bendungan Kotulampa
(Sumber : Tribunnews.com, 2012)

VII. KESIMPULAN
1. Nilai Debit Aktual (Qaktual)
Berikut hasil pengolahan data nilai debit aktual sebagai berikut :
Tabel 7.1 Hasil Akhir Nilai Debit Aktual

Variasi Qaktual
(m3/s)

1 0,00035966

2 0,000410591
3 0,000542687
4 0,000645332

5 0,000665683

Semakin besar nilai debit aktualnya, maka loncatan hidrolisnya pun


semakin tinggi
2. Nilai bilangan Froude (Fr)
Berikut hasil pengolahan data nilai bilangan froude sebagai berikut :
Tabel 7.2 Hasil Akhir Nilai Bilangan Froude Aliran Fluida
Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3 Variasi 4 Variasi 5
Titik Fr Titik Fr Titik Fr Titik Fr Titik Fr
1 0,260117454 1 0,210541691 1 0,13876568 1 0,113448643 1 0,10155234

2 0,260117454 2 0,210541691 2 0,13876568 2 0,113448643 2 0,10155234


3 0,260117454 3 0,210541691 3 0,13876568 3 0,113448643 3 0,10155234
4 0,260117454 4 0,210541691 4 0,13876568 4 0,113448643 4 0,10155234
5 0,260117454 5 0,210541691 5 0,13876568 5 0,113448643 5 0,10155234

6 0,260117454 6 0,210541691 6 0,13876568 6 0,113448643 6 0,10155234


Sehingga dapat diketahui nilai regim aliran secara pada setiap titik variasi.

3. Nilai Energi Spesifik (Es)


Berikut hasil pengolahan data nilai energi spesifik pada aliran fluida
sebagai berikut :

Tabel 7.3 Hasil Akhir Nilai Energi Spesifik Aliran Fluida

Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3 Variasi 4 Variasi 5

Titik ES(m) Titik ES(m) Titik ES(m) Titik ES(m) Titik ES(m)

1 0,033702876 1 0,04190872 1 0,065827743 1 0,084238634 1 0,092474392

2 0,033702876 2 0,04190872 2 0,065827743 2 0,084238634 2 0,092474392

3 0,033702876 3 0,04190872 3 0,065827743 3 0,084238634 3 0,092474392

4 0,033702876 4 0,04190872 4 0,065827743 4 0,084238634 4 0,092474392

5 0,033702876 5 0,04190872 5 0,065827743 5 0,084238634 5 0,092474392

6 0,033702876 6 0,04190872 6 0,065827743 6 0,084238634 6 0,092474392

4. Nilai Efisiensi Loncatan (Es6/Es2)


Berikut hasil pengolahan data nilai efisiensi loncatan pada aliran fluida
sebagai berikut :
Tabel 7.4 Hasil Akhir Nilai Efisiensi Loncatan Aliran Fluida
Variasi ES6/ES2
1 0,757412209
2 0,821837793
3 0.5675949
4 0.420221943
5 0.4046519
Dampak terhadap kehilangan energi adalah semakin besar nilai loncatan
hidrolis maka kehilangan energi pun semakin besar

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Finnemore, E.John and Joseph B. Franzini. 2002. Fluid Mechanics with


Engineering Application. California : The McGraw Companies.

Akan, Osman. 2006. Open Channel Hydraulics. Burlington : Elsevier


Companies.
French, Richard. H, 1985, Open-Channel Hydraolics, Mc Graw Hill Book
Company, New York.
Raju, Rangga, K. G, 1986, Aliran Melalui Saluran Terbuka, Erlangga,
Jakarta.
Triatmodjo, Bambang, 1993, Hidrolika Jilid 1, Beta offset, Yogyakarta
IX. LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Tabel Suhu terhadap Viskositas Air

Lampiran 1.2 Tabel Densitas Air

You might also like