Professional Documents
Culture Documents
Korespondensi :
Landia Setiawati
Divisi Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya
Jl. Mayjen Prof Moestopo 6-8 Surabaya
Telp. 031-5018934, 031-5501697 Fax 031-5501748
E mail: Lucialandia@yahoo.com
ABSTRACT
Bronchiolitis is the most common lower respiratory tract infection in children less
than 2 years of age and is the most frequent cause of hospitalization in infants
under 6 months of age. It is not only a considerable cause of morbidity, but also
leads to death in severe cases due to respiratory failure. Mortality is higher in
children with underlying congenital heart disease, chronic lung disease or
immunodeficiency.
The only non controversial part of the treatment is supportive. Children with mild
bronchiolitis, which form the large majority of cases, are treated at home.
Antipyretics and adequate fluid intake are most often sufficient. Parents are
however informed about monitoring of features of progressive worsening of
respiratory distress and danger signs signaling need for hospitalization.
Treatment for infants with bronchiolitis includes correction of hypoxia with
oxygen, minimal handling and carefull non invasive monitoring for apnea and
respiratory failure. Fluid and adequate nutrition therapy is needed to prevent
dehydration. Prevention strategies include washing hands, cleaning environment
surfaces, isolation infants and children with RSV. Inhaled beta2 agonist, the
anticholinergic agent ipratropium bromide and nebulized epinephrine may have
some benefit. Corticosteroids may be effective in cases of moderate to severe
RSV. Antiviral therapy may be used for high risk and severely ill patients.
Prophylaxis with RSV immunoglobulin can reduce hospitalization rates in high
risk patients.
ABSTRAK
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
Bronkiolitis merupakan penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah yang sering
terjadi pada bayi dan anak yang berusia dibawah dua tahun. Di RS Dr. Soetomo
Surabaya, proporsi penderita bronkiolitis adalah terbesar kedua setelah
pneumonia dari seluruh penderita ISPA yang rawat inap.
BATASAN
Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus
yang pada umumnya disebabkan oleh virus, sehingga menyebabkan gejala–
gejala obstruksi bronkiolus. Bronkiolitis ditandai oleh batuk, pilek, panas,
wheezing pada saat ekspirasi, takipnea, retraksi, dan air trapping/hiperaerasi
paru pada foto dada.1
EPIDEMIOLOGI
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
terjadinya penyakit yang lebih berat.1,3-5 Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU
Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan 2003 didapatkan lebih dari 50%
penderita bronkiolitis berusia 6 bulan ke bawah.6
Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis
berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki.1,3,4 Di RSU Dr. Soetomo penderita laki-
Iaki lebih banyak seperti terlihat pada gambar 1.6 Faktor resiko terjadinya
bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah
anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak
atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap
RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu.1-5
90
80
70
60
50 Laki-laki
40 Perempuan
30
20
10
0
Januari April Juli Oktober
Gambar 1. Jumlah kasus bronkiolitis berdasarkan jenis kelamin di Instalasi Rawat Inap lKA RSU
6
Dr. Soetomo tahun 2003.
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-
350nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang
merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G
(attachment protein )yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang
menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua
protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala
yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele.1,2,4,5
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
Gambar 2. Perubahan umur dengan respon imun adaptif terhadap infeksi RSV. Dikutip dari Holt
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
PG.,Sly PD. Interaction between RSV infection, asthma, and atopy: Unraveling the
14
Complexities. J.Exp.Med, November 2002;196:1271-5.
Gb.3. Respon inflamasi selular pada infeksi virus saluran napas. Dikutip dari: Gern JE. Virus induces
nd
inflamation in airways. Dalam: Mellins, Chernick. Basic mechanism of pediatric respiratory disease, 2 ed.
7
Hamilton London: BC Decker Inc., 2002; 518-27
RESPIRATORY IRRITANTS
ALLERGENS
SYNCYTIAL â EPITHELIUM MEDIATORS
VIRUS
ä
NGF SENSORY NERVES
ä
NK 1
RECEPTORS SUBSTANCE P
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
INFLAMMATION
Gambar 4. Interaksi neuroinflamasi dan ‘neural remodeling’ pada saluran jalan nafas yang terinfeksi
8
RSV .Dikutip dari Piedemonte 2002
MANIFESTASI KLINIS
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang
encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai
demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang
ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi
rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah
kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran
nafas atas yang ringan.1-5
Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan
bahkan ada yang mengalami hipotermi. Terjadi distres nafas dengan frekuensi
nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga
biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya
hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang
memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop,
serta terdapat crackles. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma
karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering terjadi hipoksia dengan
saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien dengan
bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.2-5,7
Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena
adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide).
Karakteristiknya: gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa
minggu atau bulan dengan episode atelektasis, pneumonia dan wheezing yang
berulang. Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit paru kronis.
Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi
dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus
tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis. 15
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
DIAGNOSIS
Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan berguna untuk
menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen < 95% merupakan tanda
terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi untuk rawat inap.3-5
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Pada
pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk
batang.1,3,5 Kim dkk (2003) mendapatkan bahwa ada subgrup penderita
bronkiolitis dengan eosinofilia.17 Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya
hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.1,9,10
Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan.
Umumnya terlihat paru-paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan
bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau
pneumonia (patchy infiltrates). Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang
bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada,
dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang
menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter
anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal,
pembuluh darah paru tampak tersebar.1,3-5
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
ASMA BRONKIOLITIS
TATA LAKSANA
Prinsip dasar penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif: oksigenasi,
pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi, dan nutrisi yang adekuat.
Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral
yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap.
Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3
bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis,
defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapi
suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian
antivirus. 3-5,18,19
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
rhDNAse
Terapi Oksigen
Oksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali untuk kasus-
kasus yang sangat ringan. Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan afinitas
hemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen dapat diberikan melalui
nasal prongs (2 liter/menit) , masker (minimum 4 liter/menit) atau head box.
Terapi oksigen dihentikan bila pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse
oximetry (SaO2) pada suhu ruangan stabil diatas 94%. Pemberian oksigen pada
saat masuk sangat berpengaruh pada skor beratnya penyakit dan lama
perawatan di rumah sakit. 1,3-5,18
Penderita bronkiolitis kadang-kadang membutuhkan ventilasi mekanik,
yaitu pada kasus gagal napas, serta apnea berulang. CPAP biasa digunakan
untuk mempertahankan tekanan positif paru. CPAP mungkin memberi
keuntungan dengan cara membuka saluran napas kecil , mencegah air trapping
dan obstruksi. Bayi dengan hipoksemia berat yang tidak membaik dengan
ventilasi konvensional membutuhkan ventilasi dengan high-frequency jet
ventilation atau extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). 4,5,11,18
Terapi cairan
Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan infus dan
diet sonde/nasogastrik). Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan,
kenaikan suhu dan status hidrasi. Cairan intravena diberikan bila pasien muntah
dan tidak dapat minum, panas, distres napas untuk mencegah terjadinya
dehidrasi. Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan
rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH
(Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone). Selanjutnya perlu dilakukan
koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.
4,5,18,20,21
Antibiotika
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
Antivirus (Ribavirin)
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
Bronkodilator
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
Kortikosteroid
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
PENCEGAHAN
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
DAFTAR PUSTAKA
1. Orenstein DM. Bronchiolitis. In: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM eds.
Nelson’s Textbook of pediatrics; 17th ed.Philadelphia: WB Saunders, 2004; 1285-7.
2. Hayden FG, Ison MG. Respiratory Viral Infections. ACP Medicine.Infectious
Disease XXV 2004:1-16.
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV
PERTANYAAN
Tatalaksana Bronkiolitis
Makmuri MS, dr., SpA(K)