You are on page 1of 11

EFEKTIFITAS SENAM KAKI DIABETES MELITUS DENGAN KORAN

TERHADAP TINGKAT SENSITIVITAS KAKI PADA PASIEN DM TIPE 2

1Eko Endriyanto, 2Yesi Hasneli, 3Yulia Irvani Dewi

endriyantoe@yahoo.com

Program Studi Ilmu Keperawatan


Universitas Riau
Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia
Abstract

The purpose of this research is to analize the effect of diabetes mellitus foot exercises using
newspaper on the level of foot sensitivity in DM patients type 2. The research used quasy
experiment design with non-equivalent control group which divided into experimental group
and control group. Sample of this research is 30 people divided into 15 people as the
experimental group and 15 people as a control group. Sample in this research taken using
purposive sampling techniques by considering inclusion criteria. Instruments of this research
using monofilament in both groups to measuring respondent foot sensitivity. The
experimental group were given interventions with DM foot exercises using newspaper
everyday with in 1 week. Analysis that was used is univariate and bivariate analysis with
dependent sample t test and independent sample t test. The result of the reearch showed that
mean level of foot sensitivity before diabetic foot exercises with coconut shells was 4,35
points and mean level of foot sensitivity after interventions was 4,85 which mean an increase
in the foot sensitivity after given intervention with p value 0,000 (<0,05). Conclusion DM
foot exercises using newspaper can help to increasing the foot sensitivity in patients with
diabetes mellitus type 2. The result is expected to be one of the nursing intervention to
improve the foot sensitivity for patients with diabetes mellitus type 2.

Keywords: diabetes mellitus, diabetes mellitus foot exercises, foot sensitivity.


Reference: 42 (2001-2012)

PENDAHULUAN akibat kekurangan insulin baik absolut


Diabetes Mellitus (DM) secara luas maupun relatif (Bustan, 2007).
diartikan sebagai gangguan metabolisme Menurut World Health Organization
kronis yang ditandai dengan metabolisme (WHO) dari 3,8 milyar penduduk dunia
karbohidrat, protein, dan lemak yang menderita DM dan diperkirakan tahun
abnormal akibat kegagalan sekresi insulin, 2010 menjadi 279,3 juta orang dan pada
kerja insulin, atau keduanya (Chang, Daly, tahun 2025 diperkirakan meningkat
& Elliot, 2010). Penyakit DM merupakan menjadi 333 juta jiwa, dan akan meningkat
penyakit degeneratif yang memerlukan pada tahun 2030 menjadi 366 juta jiwa.
upaya penanganan tepat dan serius. Suatu Menurut WHO, Indonesia saat ini berada
penyakit menahun yang timbul pada di peringkat keempat negara dengan
seseorang disebabkan karena adanya jumlah penderita DM terbesar di dunia
peningkatan kadar gula atau glukosa darah setelah China, India, dan Amerika
(Kemenkes, 2007). Total penderita DM di
Indonesia berdasarkan data WHO saat ini charcot). Terjadinya
sekitar 8 juta jiwa, dan diperkirakan neuropati perifer menyebabkan pasien DM
jumlahnya melebihi 21 juta jiwa pada berisiko mengalami injuri pada
tahun 2025 mendatang (Bustan, 2007). daerah perifer khususnya kaki. Akibat
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan yang paling sering terjadi adalah terjadinya
Kota Pekanbaru, terjadi peningkatan ulkus gangrene pada kaki akibat trauma
jumlah penderita DM dari tahun ke tahun, karena proses neuropati perifer. Jika
yaitu tahun 2010 triwulan 1 sebanyak kondisi ini terjadi maka pasien DM akan
1.957 jiwa atau sekitar 0,24%, sedangkan mengalami perawatan luka dalam jangka
tahun 2011 sebanyak 2.720 jiwa atau waktu yang lama dan dengan biaya yang
sekitar 1,02%, dan Triwulan I tahun 2012 relatife menambah beban keuangan pasien.
terdapat 2.897 jiwa penderita DM Jika sudah sampai tahapan terjadi infeksi
(Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan ke tulang (osteomielitis) maka pasien
Kota Pekanbaru, 2012). berisiko dilakukan amputasi kaki. Jika hal
Komplikasi Diabetes merupakan ini terjadi maka akan sangat
faktor yang membahayakan jiwa penderita. mempengaruhi kualitas hidup pasien,
Akan tetapi dengan harapan hidup sehingga pengurangan gejala neuropati
penderita yang lebih panjang sulit perifer sebagai pencegahannya penting
dihindarkan terjadinya komplikasi kronik, dilakukan (Smeltzer & Bare, 2002).
yaitu: diabetes retinopati, penyakit jantung, Berdasarkan data dari Rekam Medik
nephropati diabetes, luka kaki diabetes, Instalasi Rawat Inap RSUD Arifin
dan impotensi. Kaki diabetes adalah salah Achmad Pekanbaru pada tahun 2011
satu komplikasi kronik DM yang paling tercatat sebanyak 208 jiwa yang menderita
ditakuti. Ada tiga alasan mengapa orang DM dan dirawat di ruang rawat inap. Data
dengan diabetes lebih tinggi resikonya jumlah penderita DM pada tahun 2012 dari
mengalami masalah kaki yaitu: sirkulasi bulan Januari sampai bulan Juli sebanyak
darah dari kaki ke tungkai yang menurun 534 orang menderita DM di ruang rawat
(gangguan pembuluh darah), berkurangnya jalan dan 66 orang dirawat di ruang inap
perasaan pada kedua kaki (gangguan RSUD (Rekam medik RSUD Arifin
saraf), berkurangnya daya tahan tubuh Achmad, 2012). Angka kejadian ulkus
terhadap infeksi (Misnadiarly, 2006). kaki di provinsi Riau terutama kota
Neuropati merupakan salah satu Pekanbaru dan khususnya di RSUD Arifin
komplikasi jangka panjang dari DM pada Achmad tidak diketahui karena ulkus kaki
pembuluh darah kecil (mikroangiopati). tidak masuk dalam catatan rekam medis.
Neuropati terdiri dari: neuropati perifer, Komplikasi Diabetes merupakan
otonom,proksimal dan fokal. Neuropati faktor yang membahayakan jiwa penderita.
dapat bersifat polineuropati dan mono Akan tetapi dengan harapan hidup
neuropati. Gejala umum penderita yang lebih panjang sulit
neuropati perifer meliputi: distal arastesia, dihindarkan terjadinya komplikasi kronik,
nyeri seperti kesakitan/terbakar, atau yaitu: diabetes retinopati, penyakit jantung,
seperti tertusuk, dan kaki terasa dingin. nephropati diabetes, luka kaki diabetes,
Manifestasi lain meliputi: berkurangnya dan impotensi. Kaki diabetes adalah salah
sensasi proteksi: nyeri, suhu, sentuhan satu komplikasi kronik DM yang paling
getaran. Gejala ini akan lebih dirasakan ditakuti. Ada tiga alasan mengapa orang
pasien terutama pada malam hari (Kohnle, dengan diabetes lebih tinggi resikonya
2008). Dampak dari kehilangan sensasi mengalami masalah kaki yaitu: sirkulasi
proteksi pada kaki meliputi: stress yang darah dari kaki ke tungkai yang menurun
berulang, injuri yang tidak diketahui, (gangguan pembuluh darah), berkurangnya
deformitas struktur kaki (hammertoes, perasaan pada kedua kaki (gangguan
bunions, metatarsal deformitas atau
saraf), berkurangnya daya tahan tubuh mengeluarkan air), serta tahan terhadap
terhadap infeksi (Misnadiarly, 2006). asam alkali (SNI, 2007).
Menurut Nasution (2010) dalam Jenis-jenis kertas diantaranya ada
penelitiannya “Pengaruh senam kaki kertas yang tidak berlapis (uncoated
terhadap peningkatan sirkulasi darah kaki paper), yaitu kertas yang permukaannya
pada pasien diabetes mellitus di RSUD tidak berlapis dan mempunyai 2 sisi
Haji Adam Malik“ menyimpulkan bahwa permukaan yaitu sisi halus dan sisi kasar.
senam kaki dapat membantu memperbaiki Misalnya: kertas cetak (HVO), kertas tulis
otot-otot kecil kaki pada pasien diabetes (HVS), kertas HHI , kertas koran. Ada
dengan neuropati. Instrument penelitian kertas berlapis (coated paper), yaitu kertas
menggunakan sphygmanometer dan yang permukaanya diberi lapisan pigmen
stetoskop. Berdasarkan hasil analisa data dan bahan perekat. Kertas berlapis ini
diketahui bahwa ada perbedaan sirkulasi mempunyai sifat permukaan yang halus
darah sebelum dan sesudah dilakukan dan hampis tidak mempunyai pori-pori.
senam kaki yang menunjukkan bahwa ada Misalnya: Art paper, kunsdruk, chrome
perbedaan peningkatan sirkulasi darah coated, ,achine coated. Ukuran kertas
antara kelompok intervensi dan kelompok koran menurut standar SNI adalah 610 mm
kontrol. X 900 mm dan ada juga yang berukuran
Penelitian lain adalah penelitian 550 mm X 750 mm (SNI, 2007).
Sihombing (2012) tentang “Gambaran Peneliti menggunakan kertas koran
perawatan kaki dan sensasi sensorik kaki sebagai bahan untuk penelitian
pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di dikarenakan kertas koran sangat mudah
Poliklinik DM RSUD”. Hasil penelitian ini didapat dan kebanyakan orang setelah
yaitu kelompok yang tidak melakukan membaca koran selalu membuangnya,
perawatan kaki 13 kali lebih besar risiko ditambah lagi dengan ukuran kertas koran
terjadinya ulkus diabetik dibandingkan yang lebih besar dari kertas lainnya, jadi
kelompok yang melakukan perawatan kaki peneliti berinisiatif untuk memanfaatkan
secara teratur. barang yang sudah tidak terpakai sebagai
Hasneli (2010) dalam penelitiannya bahan dalam penelitian.
“Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap Berdasarkan studi pendahuluan yang
klien diabetes melitus terhadap perawatan dilakukan peneliti dengan mewawancarai
kaki diabetes” mengatakan bahwa terdapat 10 orang pasien DM yang berada di RSUD
hubungan yang bermakna antara tingkat Arifin Achmad ruang Murai dan Poli pada
pengetahuan dengan tingkat perawatan tanggal 29 Januari 2013, 8 dari 10 diantara
kaki diabetes. Orang yang memiliki tingkat mereka ada yang mengatakan tidak
pengetahuan dengan kategori baik mampu mengetahui komplikasi dari DM yang
melakukan perawatan kaki diabetes yang dapat menyebabkan ulkus kaki dan mereka
baik. juga tidak mengetahui adanya senam kaki
Kertas adalah lembaran tipis yang yang dapat meningkatkan sensitivitas kaki
merupakan anyaman serat-serat selulose pada pasien DM (Komunikasi personal,
dengan jalinan yang tidak teratur serta 2012).
ditambahkan bahan-bahan penolong untuk Berdasarkan latar belakang diatas,
mendapatkan sifat-sifat tertentu, misalnya maka peneliti tertarik untuk melakukan
agar kertas itu dapat ditulis, dicetak atau penelitian pada penderita DM dengan
dijadikan pembungkus. Koran atau surat judul “Efektifitas senam kaki diabetes
kabar adalah suatu penerbitan yang ringan mellitus dengan koran terhadap tingkat
dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2”.
kertas berbiaya rendah. Serat selulose
merupakan bahan yang transparan,
hygroskopis (mudah menyerap dan
METODOLOGI PENELITIAN setelah dilakukan uji homogenitas
Penelitian ini menggunakan desain menggunakan uji Fisher karena tabel 2x2
penelitian Quasy Experimen dengan tidak layak untuk diuji dengan uji Chi-
rancangan Non-equivalent control group Square karena sel yang nilai expected-nya
(Nursalam, 2003). Penelitian dilaksanakan kurang dari lima ada 50% dan didapatkan
di wilayah kerja RSUD Arifin Achmad p value jenis kelamin 1.000 menunjukan
Pekanbaru kepada pasien DM tipe 2 yang nilai yang lebih besar dari 0.05 berarti
berobat di RSUD Arifin Achmad. karakteristik responden jenis kelamin pada
Kegiatan penelitian dilaksanakan dari kelompok eksperimen dan kelompok
bulan Oktober 2012 hingga Juli 2013. kontrol adalah homogen.
Analisa data yang digunakan yaitu Umur responden mayoritas adalah
analisa univariat dan analisa bivariat 46-50 tahun (46.7%), yang berpendidikan
mengguakan uji t dependent dan t terakhir SD (40.0%) dan IRT (70.0%).
independent. Berdasarkan karakeristik umur,
pendidikan, dan pekerjaan responden
HASIL PENELITIAN setelah dilakukan uji homogenitas karena
Berdasarkan penelitian didapatkan tidak memenuhi syarat uji Chi-Square,
hasil sebagai berikut: maka menggunakan uji Kolmogorov-
Tabel 4 Smirnov, didapatkan hasil p value
Tabel karakteristik responden dan uji responden pada kelompok umur adalah
homogenitas 0.079, p value untuk pendidikan adalah
1.000 dan p value pekerjaan adalah 1.000
Karakteristik Kelompok eksperimen p value
Kelompok kontrol
(p>0.05) berarti karakteristik responden
umur, pendidikan, dan pekerjaan pada
Uji Fisher dan kelompok eksperimen dan kelompok
N % Kolmogorov-
smirnov
kontrol adalah homogen.

Jenis Kelamin 1.000 Tabel 5


Laki-laki 8 26,7
Perempuan 22 73,3
Distribusi hasil pengukuran sensitivitas
kaki pada kelompok eksperimen dan
Umur 0.076 kelompok kontrol sebelum dilakukan
40-45 6 20
46-50 14 46,7
senam kaki DM dengan koran
51-55 7 23,3
56-60 2 6,7 Variabel
61-65 1 3,3 Sensitivitas kaki
sebelum
N Mean Min Max SD
Pendidikan Terakhir 1.000 dilakukan senam
SD 12 40,0 kaki DM
SMP 7 23,3
SMA 10 33,3
PT 1 3,3 - Kelompok 15 3.07 1 6 1.71
eksperimen
Pekerjaan 1.000 15 3.73 1 8 1.79
IRT 21 70 - Kelompok
Swasta 3 10 kontrol
Wiraswasta 5 16,7
Pensiunan PNS 1 3.3

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat


Berdasarkan tabel 4 diatas
mean sensitivitas kaki sebelum diberikan
menunjukkan bahwa mayoritas responden
senam kaki DM dengan koran pada
pada kelompok eksperimen dan kelompok
kelompok kontrol lebih besar (3.73)
kontrol adalah perempuan (73.3%).
dengan standar deviasi 1.79, nilai
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
minimumnya 1 dan nilai maksimumnya 8,
daripada kelompok eksperimen (3.07) dengan koran dapat berpengaruh terhadap
dengan standar deviasi 1.71 dengan nilai peningkatan sensitivitas kaki pasien DM.
minimum 1 dan nilai maksimum 6. Senam kaki DM dengan koran dikatakan
ada pengaruh atau efektif terhadap
Grafik 1 peningkatan sensitivitas kaki pasien DM
Distribusi sensitivitas kaki pada kelompok jika hasil ukur menunjukkan p value < α
eksperimen sesudah dilakukan senam kaki (0,05). Penelitian ini menggunakan uji t
DM dengan Koran dan kelompok kontrol karena variabel yang diujikan terdiri dari
yang tidak diberi perlakuan berdasarkan kategorik dan numerik. Berdasarkan hasil
nilai rata-rata pengolahan data dengan menggunakan
komputer diperoleh hasil sebagai berikut:
Grafik sensitivitas kaki kelompok
eksperimen yang diberikan senam kaki
Tabel 6
DM dengan koran dengan kelompok Tabel uji homogenitas karakteristik pretest
kontrol yang tidak diberi perlakuan pada kelompok eksperimen dan kontrol
10
9 Varibel N Mean SD p value
8
7
6
5 - Kelompok 15 3.07 1.71
4 eksperimen
3 0.306
2 - Kelompok
1 kontrol 15 3.73 1.79
0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7

Eksperimen Kontrol Berdasarkan tabel 6 diatas, dapat


dilihat mean pretest pada kelompok
kontrol lebih tinggi yaitu 3.73 daripada
Berdasarkan grafik 1 dapat dilihat kelompok eksperimen yaitu 3.07. Hasil
mean sensitivitas kaki sesudah diberikan analisa bivariat dengan menggunakan uji t
senam kaki DM dengan koran pada independent diperoleh p value= 0.306
kelompok eksperimen mengalami lebih besar dari 0.05, berarti sensitivitas
peningkatan mulai hari kedua yaitu 3.20 kaki pada kelompok eksperimen dan
hingga hari ketujuh 6.73 dan nilai rata-rata kelompok kontrol sebelum dilakukan
minimumnya adalah 3.07 sedangkan nilai senam kaki DM dengan koran adalah
rata-rata maksimumnya adalah 6,73, homogen.
sedangkan mean sensitivitas kaki pada
kelompok kontrol pada hari pertama Perbedaan sensitivitas kaki sebelum
adalah 3.67 dan pada hari ketujuh (pretest) dan sesudah (posttest) diberikan
mengalami penurunan 3.47 dan nilai senam kaki DM dengan koran pada
minimumnya adalah 3,33 sedangkan nilai kelompok eksperimen dan pretest posttest
maksimumnya adalah 3,80. pada kelompok kontrol yang tidak diberi
perlakuan
A. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk Per
melihat perbedaan peningkatan sensitivitas Pretest Posttest bed
P
Variabel hari hari aan
kaki pasien DM pada kelompok value
pertama ketujuh Mea
eksperimen dan kontrol serta melihat n
efektivitas melakukan senam kaki DM Kelompok 3.07 6.73 3.66 0.000
Eksperimen signifikan rata-rata sensitivitas kaki
Kelompok
Kontrol
3.73 3.47 0.26 0.164 sesudah dilakukan senam kaki DM antara
Berdasarkan uji statistik pada tabel 7 kelompok eksperimen dengan kelompok
didapatkan mean sensitivitas kaki pada kontrol.
kelompok eksperimen sebelum dilakukan
senam kaki DM dengan koran adalah 3.07. PEMBAHASAN
Rata-rata sensitivfitas kaki setelah Analisa data univariat adalah analisa
dilakukan senam kaki DM dengan koran data yang digunakan untuk mendapatkan
pada hari ketujuh 6.73, dengan perbedaan gambaran masing-masing variabel yang
mean 3.66. Dari hasil analisi diperoleh p terdiri dari karakteristik responden,
value = 0,000 lebih kecil dari dengan α 5% meliputi jenis kelamin, umur, tingkat
(p< 0,05), berarti ada perbedaan yang pendidikan, dan jenis pekerjaan responden
signifikan rata-rata sensitivitas kaki serta pembahasan tentang tingkat
sebelum dan sesudah dilakukan senam sensitivitas kaki sebelum dan sesudah
kaki DM dengan koran pada kelompok dilakukan senam kaki DM dengan koran
eksperimen. Sedangkan pada kelompok terhadap kelompok eksperimen maupun
kontrol rata-rata sensitivitas pretest adalah kelompok kontrol. Univariat digunakan
3,73, dan posttest pada hari ketujuh adalah untuk memberikan gambaran masing-
3,47 dengan perbedaan mean 0,26. Dari masing variabel yang terdiri dari
hasil analisis didapatkan p value=0.164 karakteristik responden yaitu jenis
lebih besar dari nilai α 5% (p>0,05), kelamin, umur, pekerjaan, dan pendidikan
berarti tidak ada perbedaan yang signifikan responden. Analisa bivariat digunakan
rata-rata sensitivitas kaki pada kelompok untuk melihat untuk melihat perbedaan
kontrol yang tidak mendapat perlakuan. peningkatan sensitivitas kaki pada
kelompok eksperimen dan kontrol serta
Tabel 8 melihat efektivitas melakukan senam kaki
Perbedaan tingkat sensitivitas kaki diabetes melitus dengan koran terhadap
posttest pada kelompok eksperimen dan peningkatan sensitivitas kaki pada pasien
kelompok kontrol sesudah dilakukan DM tipe 2.
senam kaki DM dengan koran pada hari 1. Karakteristik responden
ketujuh a. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang
Variabel N Mean SD p value dilakukan terhadap 30 orang responden,
diperoleh responden yang berjenis kelamin
perempuan yaitu berjumlah 22 orang atau
Kelompok 15 6.73 1.79
Eksperimen 73.3%, sedangkan untuk responden yang
0.000
Kelompok 15 3.33 1.83 berjenis kelamin laki-laki hanya 8 orang
Kontrol atau 26.7%. Menurut Lueckenotte (2004),
kejadian DM lebih tinggi pada wanita
dibanding pria terutama pada DM tipe 2.
Berdasarkan tabel 8 diatas, dari hasil Hal ini disebabkan oleh penurunan hormon
uji statistik didapatkan mean sensitivitas estrogen akibat menopause. Estrogen pada
kaki pada kelompok eksperimen sesudah dasarnya berfungsi untuk menjaga
dilakukan senam kaki DM dengan koran keseimbangan kadar gula darah dan
pda hari ketujuh adalah 6.73 dengan meningkatkan penyimpanan lemak, serta
standar deviasi 1.79 , pada kelompok progesteron yang berfungsi untuk
kontrol adalah 3.33 dengan standar menormalkan kadar gula darah dan
deviasi 1.83. Hasil analisis diperoleh p membantu menggunakan lemak sebagai
value = 0.000 lebih kecil dari nilai α 5% (p energi (Taylor, 2008).
>0,05), berarti ada perbedaan yang
Mekanisme respon saraf pada kulit Seiring bertambahnya usia sel menjadi
diawali dari turgor reseptor yang terdapat semakin resisten terhadap insulin,
pada lapisan dermis. Reseptor sensorik menurunkan kemampuan lansia untuk
kulit dapat merespon impuls mekanik, memetabolisme glukosa. Selanjutnya,
suhu, dan kimia. Selanjutnya impuls yang pengeluaran insulin dari sel beta pankreas
diterima oleh reseptor tersebut akan menurun dan terhambat. Hasil dari
diteruskan menuju neuron sensorik untuk kombinasi kedua hal inilah terjadi
dikirimkan ke otak dan spinal cord (CNS). hipoglikemia (Andrews, Jhonson &
Saraf sensorik tersebut akan mengubah Weinstock, 2005).
energi mekanik, kimia dan suhu menjadi c. Pekerjaan
sinyal elektrik. Otak menerima informasi Penelitian pada 30 orang masyarakat
mengenai jenis rangsang (tekanan, yang menderita DM tipe 2 di wilayah kerja
sentuhan, panas, dan dingin). Setelah RSUD Arifin Achmad menunjukkan
menerima informasi tersebut, kemudian bahwa mayoritas responden ibu rumah
impuls diteruskan ke neuron motorik tangga atau tidak memiliki aktivitas yang
hingga akhirnya dapat mengetahui tetap yaitu sebanyak 15 orang atau 50%
rangsang apa yang sedang diterima dan paling sedikit berprofesi sebagai
(Campbell, 2005). Faktor-faktor yang pegawai swasta yaitu sebanyak 3 orang
mempengaruhi kulit terhadap rangsang atau 26,7%. Aktifitas fisik yang dilakukan
antara lain jenis kelamin, dimana wanita oleh responden yang tidak bekerja atau ibu
memiliki tingkat sensitivitas yang lebih rumah tangga kemungkinan besar lebih
tinggi dibandingkan laki-laki. Selain itu sedikit dibanding orang yang memiliki
juga dipengaruhi oleh ketebalan kulit serta aktivitas pekerjaan di luar rumah. Menurut
pengalaman indrawi (Bullock, 2001). Black dan Hawks (2005), bahwa aktifitas
b. Umur fisik dapat meningkatkan sensitivitas
Penelitian terhadap 30 orang insulin dan memiliki efek langsung
responden menunjukkan hasil bahwa terhadap penurunan kadar glukosa darah.
mayoritas responden berumur antara 46-50 Hal ini sejalan dengan pernyataan oleh
tahun sebanyak 14 orang atau sebesar American Diabetes Association (2011)
46,7%. Penelitian yang dilakukan Sunjaya yang menyatakan bahwa aktivitas fisik
(2009) menemukan bahwa kelompok umur memiliki manfaat yang besar karena kadar
yang paling banyak menderita DM adalah glukosa dapat terkontrol melalui aktivitas
kelompok umur 45-52 (47,5%). fisik serta mencegah terjadi komplikasi
Peningkatan resiko diabetes sesuai dengan lainnya.
umur, khususnya pada usia lebih dari 40 d. Pendidikan
tahun, disebabkan karena pada usia Secara umum distribusi responden
tersebut mulai terjadi peningkatan berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak
intoleransi glukosa. Adanya proses dari 30 responden memiliki tingkat
penuaan menyebabkan berkurangnya pendidikan SD sebanyak 12 orang (40%)
kemampuan sel β pankreas dalam dan paling sedikit dengan tingkat
memproduksi insulin (Sunjaya, 2009). pendidikan PT sebanyak 1 orang (3,3%).
Menurut Black dan Hawks (2005) DM tipe Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
2 sering terdiagnosa pada umur dewasa kemampuan dan pengetahuan seseorang
dan suku bangsa tertentu. DM tipe 2 dalam menerapkan perilaku hidup sehat,
merupakan tipe dari penyakit DM yang terutama mencegah kejadian diabetes
tidak bergantung pada insulin, penyakit ini melitus. Semakin tinggi tingkat pendidikan
sering terdiagnosa pada orang dewasa maka semakin tinggi pula kemampuan
berumur lebih dari 40 tahun serta DM tipe seseorang dalam menjaga pola hidupnya
2 ini lebih umum terjadi pada orang agar tetap sehat. Selain itu, tingginya
dewasa dengan suku bangsa tertentu. kejadian hiperglikemia pada responden
yang memiliki tingkat pendidikan yang dilakukan pada telapak kaki terutama di
rendah menunjukkan bahwa kurangnya area organ yang bermasalah, akan
pengetahuan tentang penyakit memberikan rangsangan pada titik-titik
menyebabkan kadar gula darah tidak saraf yang berhubungan dengan pankreas
terkontrol (Riyadi, 2004). agar menjadi aktif sehingga menghasilkan
insulin melalui titik-titik saraf yang berada
1. Efektifitas senam kaki DM dengan koran di telapak kaki (Mangoenprasodjio &
terhadap peningkatan sensitivitas kaki Hidayati, 2005).
pasien DM tipe 2
Upaya penanganan pada pasien DM
Berdasarkan hasil penelitian yang yang sekaligus juga pencegahan terjadinya
telah dilakukan pada 30 responden yang komplikasi adalah teraturnya pasien DM
dibagi ke dalam 2 kelompok, kelompok dalam melakukan aktifitas
eksperimen dan kelompok kontrol. Pada fisik/berolahraga. Dengan berolahraga
kedua kelompok tingkat sensitivitas diukur diharapkan terjaganya kebugaran tubuh,
dengan menggunakan monofilament. menurunkan berat badan dan memperbaiki
Kelompok eksperimen dilakukan senam sensitivitas insulin, sehingga dapat
kaki DM dengan koran 1kali sehari setiap memperbaiki kadar gula dalam darah.
hari selama 7 hari , sedangkan kelompok Aktifitas fisik yang juga dianjurkan untuk
kontrol tidak diberikan perlakuan seperti dilakukan secara rutin oleh pasien DM
kelompok eksperimen. adalah gerakan senam kaki diabetes.
Hasil uji t independent diperoleh p Senam kaki diabetes yang dilakukan
value= 0,000 daripada nilai alpha (0,05). secara rutin diharapkan komplikasi yang
Hal ini berarti terdapat perbedaan ataupun sering terjadi pada kaki-kaki pasien DM
pengaruh yang signifikan antara mean seperti luka infeksi yang tidak sembuh dan
sensitivitas kaki pada kelompok menyebar luas tidak terjadi. Gerakan
eksperimen dan kelompok kontrol sesudah senam kaki diabetes ini sangatlah mudah
dilakukan senam kaki DM dengan koran untuk dilakukan (dapat di dalam atau di
sehingga dapat disimpulkan bahwa luar ruangan) dan tidak memerlukan waktu
melakukan senam kaki DM dengan koran yang lama (hanya sekitar 15-30 menit)
dapat membantu meningkatkan sensitivitas (Setiawan, 2011).
kaki pada pasien DM. Hal ini sejalan dengan penelitian
Berdasarkan hasil uji t dependent Nasution (2010) tentang “Pengaruh senam
diperoleh p value= 0,000 lebih kecil kaki terhadap peningkatan sirkulasi darah
daripada nilai alpha (p< 0,05). Hal ini kaki pada pasien penderita Diabetes
berarti ada pengaruh yang signifikan Melitus di RSUD Haji Adam Malik”, dari
antara mean sensitivitas kaki pada hasil penelitian yang dilakukan bahwa
kelompok eksperimen sebelum dan sirkulasi darah kaki setelah melakukan
sesudah dilakukan senam kaki DM dengan senam kaki meningkat secara signifikan
koran sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan p=0,002 berarti p<0,05.
bahwa melakukan senam kaki DM dengan Sedangkan pada kelompok kontrol
koran efektif dalam meningkatkan p=0,903 (p>0,05). Sehingga praktek
sensitivitas kaki. senam kaki berpengaruh memperbaiki
Rangsangan yang diberikan dari sesi keadaan kaki, dimana akral yang dingin
refleksiologi yang baik akan membuat meningkat menjadi lebih hangat, kaki yang
rileks dan melancarkan peredaran darah. kaku menjadi lentur, kaki kebas menjadi
Lancarnya peredaran darah karena dipijat, tidak kebas, dan kaki yang atrofi perlahan-
memungkinkan darah mengantar lebih lahan kembali normal. Berdasarkan uji
banyak oksigen dan gizi ke sel-sel tubuh, statistik didapat bahwa senam kaki dapat
sekaligus membawa lebih banyak racun membantu memperbaiki otot-otot kecil
untuk dikeluarkan. Pijat refleksi yang
kaki pada pasien diabetes dengan melakukan aktivitas fisik yang tidak
neuropati. Selain itu dapat memperkuat berlebihan yang dapat melukai kaki, dan
otot betis dan otot paha, mengatasi menggunakan sepatu yang tidak sempit
keterbatasan gerak sendi dan mencegah merupakan kunci keberhasilan dalam
terjadinya deformitas. Keterbatasan jumlah meningkatkan sensitivitas kaki pada pasien
insulin pada penderita DM mengakibatkan DM tipe 2.
kadar gula dalam darah meningkat hal ini Dengan demikian pada penelitian ini
menyebabkan rusaknya pembuluh darah, dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik
saraf, dan struktur internal lainnya mampu meningkatkan sensitivitas kaki
sehingga pasokan darah ke kaki semakin seperti senam kaki diabetes melitus dengan
terhambat, akibatnya pasien DM akan koran, karena dapat memperbanyak
mengalami gangguan sirkulasi darah pada sirkulasi darah, memperkuat otot-otot
kakinya. kecil, mencegah terjadinya kelainan
Hasil penelitian ini sesuai dengan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot
penelitian yang dilakukan oleh Sihombing betis dan paha, mengatasi keterbatasan
(2012) yang meneliti tentang “Gambaran gerak sendi, dan meningkatkan kebugaran
perawatan kaki dan sensasi sensorik kaki klien DM. Oleh karena itu, melakukan
pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di senam kaki diabetes melitus dengan koran
Poliklinik DM RSUD”. Hasil penelitian ini efektif untuk membantu meningkatkan
yaitu kelompok yang tidak melakukan sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2.
perawatan kaki 13 kali lebih besar risiko
terjadinya ulkus diabetika dibandingkan KESIMPULAN
kelompok yang melakukan perawatan kaki Hasil penelitian didapatkan
secara teratur. Oleh karena itu, perawatan responden rata-rata berusia 40-65 tahun
kaki yang baik dapat mencegah terjadinya dan paling banyak berpendidikan SD
kaki diabetik, karena perawatan kaki dengan status ibu rumah tangga. Selain itu,
merupakan salah satu faktor dari hasil pengukuran diperoleh nilai rata-
penanggulangan cepat untuk mencegah rata sensitivitas kaki pada kelompok
terjadinya masalah pada kaki yang dapat eksperimen sebelum lakukan senam kaki
menyebabkan ulkus kaki. Praktek yang DM dengan koran sebesar 4,35 dan pada
lebih baik dalam melakukan perawatan kelompok kontrol sebesar 3.56. Setelah
kaki akan mengurangi risiko terkena kaki diberikan perlakuan dengan melakukan
diabetik. senam kaki DM dengan koran selama 7
Berdasarkan hasil analisis hari berturut-turut, pada kelompok
didapatkan p value lebih kecil dari nilai α eksperimen terjadi peningkatan rata-rata
5% atau 0,05, hasil yang didapat sensitivitas sebesar 4.85, sedangkan pada
merupakan hasil dari kepatuhan responden kelompok kontrol yang tidak diberikan
dalam melakukan senam kaki DM dengan perlakuan tetap yaitu sebesar 3.56. Hasil
koran ini, pada hari pertama peneliti penelitian ini menunjukkan adanya
mendapatkan responden mengalami peningkatan sensitivitas kaki yang
kesulitan pada saat melakukan senam kaki signifikan pada kelompok eksperimen
dengan koran dikarenakan klien susah setelah diberikan perlakuan dengan hasil
dalam merobek koran, namun pada hari uji statistik p < 0.05. Dapat disimpulkan
selanjutnya dengan usaha yang baik dan bahwa melakukan senam kaki diabetes
kepatuhan yang baik saat melakukan melitus dengan koran dapat meningkatkan
senam kaki ini sesuai dengan prosedur sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2.
yang telah di ajarkan responden berhasil
SARAN
melakukannya dengan baik dan
1. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
mendapatkan hasil yang baik. Pasien yang
Bagi perkembangan ilmu
patuh dengan pola makan yang baik dan
keperawatan khususnya tenaga pengajar
dan pelajar disarankan untuk dapat Maternitas Program Studi Ilmu
memakai hasil penelitian ini sebagai Keperawatan Universitas Riau
salah satu sumber informasi mengenai
efektifitas senam kaki diabetes melitus
dengan koran terhadap tingkat
DAFTAR PUSTAKA
sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2
sehingga dapat dijadikan sebagai
Andrews, M., Johnson, P.H., &
evidence based untuk masa datang.
Weinstock, D. (2005). Handbook of
2. Bagi masyarakat
geriatric nursing care. Pennsylvania:
Hasil penelitian ini agar dapat
Springhouse Corporation.
diaplikasikan oleh responden dan
keluarga dalam membantu Black, J.M., & Hawks, J.H. (2005).
meningkatkan sensitivitas kaki secara Medical surgical nursing: clinical
efisien dan efektif. selain itu, management for positive outcomes.
masyarakat diharapkan lebih berhati- (7th). Philadelphia: Elsevier
hati dalam melakukan aktivitas fisik Saunders.
lainnya dan ada baiknya mencoba
senam kaki sebagai pilihan dalam Campbell N. A., Jane, E., dan Lawrence,
pencegahan komplikasi akibat penyakit G. (2005). Biologi. (Edisi kelima
diabetes melitus. Jilid III). Jakarta: Erlangga.
3. Bagi Pihak Rumah Sakit
Bagi Pihak kesehatan di RSUD Chang, dkk,. (2010). Patofisiologi aplikasi
terutama perawat di poliklinik penyakit pada praktik keperawatan. Jakarta:
dalam hendaknya melakukan tindakan EGC.
secara dini terhadap pasien diabetes
melitus. Tindakan tersebut bertujuan Hasneli, Y., Amir, F., Utomo, W. (2010).
untuk mencegah terjadinya komplikasi Hubungan tingkat pengetahuan dan
diabetes melitus terutama pada kaki. sikap klien diabetes melitus terhadap
4. Bagi peneliti lainnya perawatan kaki diabetes. Jurnal
Hasil penelitian ini dapat Keperawatan Profesional Indonesia.
dijadikan sebagai evidence based dan Vol. 2, No.2 Pekanbaru.
tambahan informasi untuk
mengembangkan penelitian lebih lanjut Mangoenprasodjo, A. S. & Hidayati, S. M.
tentang manfaat lain dari senam kaki (2005). Terapi alternatif dan gaya
diabetes melitus terhadap kesehatan hidup sehat. Yogyakarta: Pradipta
dengan jumlah sampel yang lebih Publishing.
banyak, alat ukur yang berbeda dan Misnadiarly. (2006). Diabetes melitus,
teknik penelitian yang lebih baik. gangren & ulcer. Jakarta: Pustaka
1Eko
Populer Obor.
Endriyanto, S.Kep: Mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Nasution, Juliani. (2010). Pengaruh Senam
Universitas Riau Kaki Terhadap Peningkatan
Sirkulasi Darah Kaki Pada Pasien
2Yesi Hasneli N, S.kp, MNS: Dosen Penderita Diabetes Melitus Di RSUP
Departemen Keperawatan Medikal Bedah Haji Adam Malik dalam
Program Studi Ilmu Keperawatan http://repository.usu.ac.id/bitstream/
Universitas Riau 123456789/20590/7/Cover.pdf
3Yulia
diakses pada tanggal 29 Oktober
Irvani Dewi, M.Kep, Sp.Mat: 2012 pukul 21:00 WIB.
Dosen Departemen Keperawatan
Nursalam. (2003). Konsep & penerapan Sensorik Kaki pada Pasien Diabetes
metodologi penelitian ilmu Melitus Tipe 2 Di Poliklinik DM
keperawatan: Pedoman skripsi, tesis, RSUD dalam
dan instrumen penelitian http://journals.unpad.ac.id/ejournal/
keperawatan. Jakarta: Salemba article/view/677 diakses pada
Medika. tanggal 5 Oktober 2012 pukul 19:07
Riyadi. (2004). Tingkat pengetahuan WIB.
dengan deteksi diabetes melitus. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002).
Diperoleh tanggal 22 Juni 2013 dari Keperawatan medikal bedah (A.
http://digilib.unimus.ac.id/download. Waluyo, et al., Terj.). Jakarta: EGC.
php?id=4685.
Setiawan, Y. (2011). Senam kaki untuk Standar Nasional Indonesia, (2007). Kertas
penderita diabetes mellitus. Koran. Diperoleh tanggal 31 Maret
Diperoleh tanggal 2 Januari 2013 2013 pukul 22.00 WIB dalam
dari http://sisni.bsn.go.id.
http://www.lkc.or.id/2011/10/26/sen
am-kaki-untuk-penderita-diabetes- Taylor, C., Lillis, C., & Lemone, P.
mellitus/. (2005). Fundamental of nursing.
(5th). Philadelphia: Lippincott
Sihombing, D. (2012). Gambaran Williams & Wilkins.
Perawatan Kaki dan Sensasi

You might also like