You are on page 1of 4

RESUME JURNAL

TINGKAT KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN


PEMANFAATANNYA DI INDONESIA
M. Ridhwan**
Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X

Keanekaragaman hayati merupakan varasi atau perbedaan bentuk-bentuk makhluk hidup,


meliputi perbedaan pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, materi genetik yang di kandungnya,
serta bentuk-bentuk ekosistem tempat hidup suatu makhluk hidup. Kata keanekaragaman
menggambarkan keadaan bermacam-macam suatu benda, yang dapat terjadi akibat adanya perbedaan
dalam hal ukuran, bentuk, tekstur ataupun jumlah. Sedangkan kata “Hayati” menunjukkan sesuatu yang
hidup. Jadi keanekaragaman hayati menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup (organisme)
penghuni biosfer. Keanekaragaman hayati disebut juga “Biodiversitas”.
Pada masyarakat Sumatra Barat (Minangkabau), Bali, Banjar (Kalimantan) dikenal juga dengan
ritual upacara-upacara adat. Jenis tanaman yang banyak dipergunakan dalam upacara adat ini adalah
padi, kelapa, jeruk, kapur barus, pinang dan tebu. Budaya nyekar di Daerah Istimewa Yogyakarta
merupakan upacara mengirim doa pada leluhur. Upacara ini juga menggunakan berbagai jenis
tumbuhan bunga yaitu mawar, kenanga, kantil, dan selasih.
Aneka tanaman yang dipergunakan untuk upacara memandikan keris di Yogyakarta adalah
jeruk nipis, pace, nanas, kelapa, cendana, mawar, melati, kenanga, dan kemenyan Selain melekat pada
upacara adat, kekayaan sumber daya hayati Indonesia tampak pada hasil-hasil kerajinan daerah dan
kawasan. Misalnya kerajinan mutiara, dan kerang-kerangan di Nusa Tenggara dan Ambon, kerajinan
kenari di daerah Bogor. Guna Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Pangan di Indonesia.
Kebutuhan karbohidrat masyarakat Indonesia terutama tergantung pada beras. Selain tanaman pangan
yang telah dibudidaya, sebenarnya Indonesia mempunyai 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis
tanaman penghasil sayuran, 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman
rempah rempah.
Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Sandang dan Papan. Rumah adat di Indonesia hampir
semuanya memerlukan kayu sebagai bahan utama. Semula kayu jati, kayu nangka dan pokok
kelapa (glugu) dipergunakan sebagai bahan bangunan. Penduduk Pulau Timor dan Pulau Alor
menggunakan lontar (Borassus sundaicus) dan gewang (Corypha gebanga) sebagai atap dan didinding
rumah. Beberapa jenis palem seperi Nypa fruticas, Oncosperma horridum, Oncossperma tigillarium
dimanfaatkan oleh penduduk Sumatera, Kalimantan dan Jawa untuk bahan bangunan rumah.
Indonesia merupakan salah satu dari tiga Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi. Dua negara lainnya adalah Brazil dan Zaire. Tetapi dibandingkan dengan Brazil dan Zaire,
Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Keunikannya adalah disamping memiliki keanekragaman
hayati yang tinggi, Indonesia mempunyai areal tipe Indomalaya yang luas, juga tipe Oriental,
Australia, dan peralihannya. Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai
macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem
padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air laut, ekosistem
savanna, dan lain-lain. Masing-masing ekosistem ini memiliki keaneragaman hayati tersendiri.
Tumbuhan (flora) di Indonesia merupakan bagian dari geografi tumbuhan Indo-Malaya. Hutan
di daerah flora Malesiana memiliki kurang lebih 248.000 species tumbuhan tinggi, didominasi oleh
pohon dari familia Dipterocarpaceae, yaitu pohon-pohon yang menghasilkan biji bersayap.
Drybalanops aromatica). Hutan di Indonesia merupakan bioma hutan hujan tropis atau hutan basah,
dicirikan dengan kanopi yang rapat dan banyak tumbuhan liana (tumbuhan yang memanjat), seperti
rotan. Di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa terdapat tumbuhan endemik Rafflesia. Tumbuhan ini tumbuh
di akar atau batang tumbuhan pemanjat sejenis anggur liar, yaitu Tetrastigma.
Indonesia bagian timur, tipe hutannya agak berbeda. Mulai dari Sulawesi sampai Irian Jaya
(Papua) terdapat hutan non-Dipterocarpaceae. Hutan ini memiliki pohon-pohon sedang, diantaranya
beringin (Ficus sp), dan matoa (Pometia pinnata). Pohon matoa merupakan tumbuhan
endemik di Irian.
Hewan-hewan di Indonesia memiliki tipe Oriental (Kawasan Barat Indonesia) dan Australia
(Kawasan Timur Indonesia) serta peralihan. Irian Jaya (Papua) memiliki hewan mamalia berkantung,
misalnya: kanguru (Dendrolagus ursinus), kuskus (Spiloeus maculatus). Papua juga memiliki kolek si
burung terbanyak, dan yang paling terkenal adalah burung Cenderawasih (Paradiseae sp). Di Nusa
Tenggara, terutama di pulau Komodo, terdapat reptilian terbesar yaitu komodo (Varanus komodoensis).
Sedangkan daerah peralihan meliputi daerah di sekitar garis Wallace yang terbentang dari Sulawesi
sampai kepulauan Maluku, jenis hewannya antara lain tarsius (Tarsius bancanus), maleo
(Macrocephalon maleo), anoa, dan babi rusa (Babyrousa babyrussa).

Sumber Jurnal :
Ridhwan, M. (2012). Tingkat Keanekaragaman Hayati dan Pemanfaatannya di Indonesia. Jurnal
Biology Education. Vol. 1 No. 1. Pp 01-04
RESUME JURNAL

PENCADANGAN DAN PELESTARIAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT


DI KABUPATEN NAGAN RAYA
Zulfikar Irhas
Kasie Tata Pemerintahan Setcam Darul Makmur
SYAH KUALA LAW JOURNAL
Volume 1(3) Desember 2017, pp.106-118

Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah
membusuk oleh sebab itu kandungan bahan organiknya tinggi.1 Bahan organik penyusun tanah gambut
terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan penuh air
dan miskin hara, lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah
cekungan yang drainasenya buruk.2 Kawasan rawa Indonesia diperkirakan seluas 39,4 juta Ha,
sebahagian besar tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, dan dari luasan tersebut hanya
9,4 juta Ha yang sesuai untuk usaha pertanian.

Kabupaten Nagan Raya salah satu kabupaten di Aceh yang memiliki kawasan bergambut
sebagaimana disebutkan dalam Lampiran Qanun Nomor 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Aceh Tahun 2013-2033 yang memiliki luas 15.410 Ha (Nagan Raya dan Aceh Jaya). Pasal 25
Qanun Kabupaten Nagan Raya Nomor 11 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Nagan Raya menyebutkan bahwa rencana pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 huruf b yaitu kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya. Praktiknya,
ekosistem gambut yang ada mulai dimanfaatkan agar bernilai ekonomis dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup tanpa memperhitungkan dampak lingkungan yang ditimbulkan,
sehingga fungsi dari kawasan tersebut telah beralih.

Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah untuk mengetahui dan menganalisis upaya
pencadangan ekosistem gambut di Kabupaten Nagan Raya dan untuk mengetahui dan menganalisis
upaya pelestarian fungsi ekosistem gambut di Kabupaten Nagan Raya, sehingga hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

Metode Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang membahas efektivitas berlakunya
hukum dalam masyarakat.5 Adapun data yang digunakan berupa data primer dan data skunder. Data
primer merupakan data yang diperoleh dari pengamatan/observasi dan wawancara secara langsung
terhadap sampel yang ditentukan dengan teknik purposive sampling. Data sekunder adalah sumber data
yang akan diperoleh melalui kajian pustaka. Spesifikasi penelitian yang ditetapkan adalah deskriptif
analitis.

Upaya pencadangan ekosistem gambut secara administrasi pemerintah Kabupaten Nagan Raya
sudah melakukan dengan mengakomodir ekosistem gambut dengan fungsi lindung seluas 11.380,71 Ha
yang berada dalam wilayah gampong Babah Lueng, Sumber Bakti, Pulo Kruet dan Kuala Seumanyam
kedalan Qanun RTRW Kabupaten Nagan Raya, meskipun dinilai sangat lambat dan kurang responsif
seharusnya penetapan zonasi melalui Qanun RTRW sudah dilakukan pada awal-awal terbentuknya
Kabupaten Nagan Raya pada tahun 2002 sehingga pemanfaatan ekosistem gambut yang memenuhi
kriteria untuk dilindungi dapat dicadangkan sebagai langkah atau upaya pemeliharaan ekosistem
gambut, disamping itu juga terdapat beberapa kejanggalan dan inkonsistensi mengingat ekosistem
gambut dengan fungsi lindung sudah dimanfaatkan jauh sebelum Qanun RTRW Kabupaten Nagan
Raya dibuat sehingga telah beralih fungsi.
Upaya pelestarian fungsi ekosistem gambut sebagai pengendali dampak perubahan iklim yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Nagan Raya dinilai kurang maksimal dalam melakukan upaya
pelestarian fungsi ekosistem gambut, disamping itu juga ada beberapa faktor lain yang ikut menghambat
upaya pelestarian fungsi ekosistem gambut, pertama, lemahnya penegakan hukum sehingga muncul
rasa ketidak-adilan di dalam masyarakat, Kedua, gaya hidup masyarakat yang konsumtif, Ketiga,
tingkat kepedulian pemerintah Kabupaten Nagan Raya dalam menjaga ekosistem gambut ternyata
masih sangat kurang, hal ini dapat kita lihat dari dana yang dianggarkan untuk program-program
pelestarian lingkungan hidup.

Sumber Jurnal :

Irhas, Z. (2017). Pencadangan dan Pelestarian Fungsi Ekosistem Gambut di Kabupaten Nagan Raya.
Syah Kuala Law Journal. Volume 1(3) pp.106-118

You might also like