You are on page 1of 11

TUGAS MATA KULIAH

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Oleh:

Nama : Tati Yusantiana


Nim : ACD 115 037
Kelas : B

DosenPengampu: Dr. YULA MIRANDA, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PALANGKARAYA

TAHUN 2017

Soal
7. Menjelaskan landasan teoritik dan empirik pembelajaran berdasarkan masalah
(John Dewey, Piaget, Vigotsky,dan konstruktivisme, serta Bruner dalam
pembelajaran penemuan)
8. Merancang Pembelajaran biologi di SMA yang berorientasi pembelajaran
berdasarkan masalah.
9. Apa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan menurut Bell ?
10. Strategi-strategi apa saja yang digunakan dalam pembelajaran dengan
penemuan ?

Jawab
7. landasan teoritik dan empirik pembelajaran berdasarkan masalah

(John Dewey, Piaget, Vigotsky,dan konstruktivisme, serta Bruner dalam


pembelajaran penemuan) Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa
InggrisProblem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah
itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning/PBL) adalah


konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran
yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi
peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar
yang lebih realistik (nyata).

Berikut akan dijelaskan landasan teoritik dan empirik pembelajaran berdasarkan


masalah menurut para ahli.

Landasan Teoritik Dan Empirik


Pembelajaran berdasarkan masalah di lain pihak berlandaskan pada psikologi
kognitif sebagai pendukung teoritisnya. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada
apa yang sednag dilakukan siswa melainkan kepada apa yang mereka pikirkan pada
saatn mereka melakukan kegiatan tersebut. Walau peran guru pada pelajrana
berdasarkan masalah kadang melibatkan presentasi dan penjelasan sesuatu hal
namun yang lazim guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator.

Melatih siswa berpikir , memecahkan masalah, dan menjadi pebelajar yang mandiri
bukan hal yang baru lagi. Metode sokratik, menekankan pentingnya penalaran
induktif dan dialog dalam proses belajar mengajar. John Dewey (1993)
memberikan pentingnya apa yang disebut berpikir reflektif, dan proses yang
seharusnya digunakan guru untuk membantu siswa menerapkan berpikir produktif
dan keterampilan proses. Jerome Bruner (1962) menekankan pentingnya
pembelajaran discovery dan bagaimana guru membantu siswa menjadi
“pembangun” pengetahuan mereka sendiri.
a. Dewey dan Kelas Demokratis
Pembelajaran berdasarkan masalah menemukan akar intelektualnya pada
penelitian John Dewey. Dalam Demokrasi dan Pendidikan (1916), Dewey
menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan yang mana sekolah
seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan laboratorium untuk
pemecahan masalah kehidupan yang nyata. Ilmu mendidik Dewey
menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas
berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah
intelektual dan sosial. Dewey dan sahabatnya seperti Kill (1918)
mengemukakan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki
manfaat dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan
siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk meyelesaikan proyek yang
menarik dan pilihan mereka sendiri. Visi pembelajaran berdaya guna atau
berpusat pada masalah digerakkkan oleh keinginan bawaaan siswa untuk
menyelidiki secara pribadi situasi yang bermakna secar jelas.
b. Piaget, Vygotsky, dan Kontruktivisme
Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dsan Lev Vygotsky merupakan tokoh
pengembang konsep konstruktivisme. Jean Piaget (1886-1980) seorang ahli
psikologi Swiss, beliau mempelajari bagaimana anak berpikir dan proses-proses
yang berkaitan dengan perkembangan intelektual. Piaget menegaskan bahwa
anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus-menerus berusaha
memahami dunia dan sekitarnya. Rasa ingin tahu menurut Piaget, memotivasi
mereka untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang
lingkungan yang mereka hayati.
Pandangan konstruktivis-kognitif di mana PBI dikembangakan didasarkan pada
teori Piaget yang mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif
terlibat dalm proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka
sendiri. Meurut Piaget, pedagogi yang baik harus melibatkan pemberian anak
dengan sitausi-situasi di mana anak itu mandiri melakukan eksperimen, dalam
arti paling luas dari istilah itu mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang
terjadi, memanipulasai tanda-tanda, memanipulasi simbol, mengajukan
pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ia
temukan pada saat yang lain, membandingkan temuannya dengan temuan anak
lain (Duckworth, 1964, p.2)

Lev Vygotsky (1896-1934) seorang ahli psikologi Rusia, Vygotsky percaya


bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan
pengalaman baru dan menantang dan ketika mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini. Piaget
memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui oleh
semua individu tanpa memandnag latar konteks sosial dan budaya, sedangkan
Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial pembelajaran.
Vygotsky percya bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.

Satu ide kunci yang berkembang dari ide Vygotsky tentang aspek sosial belajar
adalah konsepnya tentang Zone of proximal development. Menurutnya, siswa
mempunyai dua tingkat perkembangan yaitu perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial.
Tingkat perkembangan aktual didefinisikan sebagai pemfungsian intelektual
individu saat ini dan kemampuan untuk belajar sesuatu yang khusus atas
kemampuannya sendiri.
Tingkat perkembangan potensi didefinisikan sebagai tingkat seseorang individu
dapat memfungsikan atau mencapai tingkat itu dnegan bantuan orang lain,
seperti guru, orang tua atau teman sebaya.
Zona antara tingkat perkembangan aktuala dan tingkat perkembangan potensi
disebut Zona perkembangan terdekat. Zona perkembangan terdekat adalah
tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini.
Vygotsky lebih jauh yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada
umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama anatar individu sebelum
fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

c. Bruner dan Pembelajaran Penemauan


Era 1950-an dan 1960-an menunjukkan reformasi kurikulum yang berarti di
Amerika Serikat yang dimulai dengan matematika dan IPA yang meluaskanke
sejarah dan ilmu-ilmu sosial. Para reformis berusaha untuk menggeser
kurikulum yang telah ada dari kurikulum yang memusatkan pada penyampaian
isi akademik yang sudah mapan ke kurikulum yang memusatkan pada proses-
proses penyelidikan. Pedagogi dari kurikulum baru meliputi pengajaran
berdasarkan dari aktivitas siswa yang diharapkan menggunakan pengalaman
dan observasi langsung mereka sendiri untuk memperoleh informasi dan
memecahkan masalah-masalah ilmiah.

Jerome Bruner, seorang ahli psikologi Harvard adalah salah satu pelopor dalam
era reformasi kurikulum. Beliau menyediakan teori pendukung penting yang
dikenal sebagai pembelajaran penemuan, suatu model pengajaran yang
menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktru atau ide kunci
dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa katif terlibat dalam proses
pembelajaran, dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya
terjadi melalui penemuan pribadi.

Ketika pembelajaran penemuan diterapkan dalam sains dan ilmu sosial,


pembelajaran ini menekankan penalaran induktif dan proses-proses inkuiri
yang merupakan ciri metode ilmiah. Richard Suchman (1962) mengembangkan
suatu pendekatan yang disebut latihan inkuiri. Di mana guru menyajikan siswa
situasi atau kejadian-kejadian yang tak terduga yang dimaksudkan untuk
memancing rasa ingin tahu dan memotivasi penyelidikan.

Edwin Fenton (1967) mengembangkan apa yang disebut pendekatan induktif


untuk digunakan pada pelajaran sejarah. Fenton menekankan pentingnya siswa
menanyakan jenis pertanyaan yang sama yang diajukan oleh ahli sejarah dan
menguji inferensi dan teori berdasarkan rekaman sejarah.

Pembelajaran berdasarkan masalah juga bergantung pada konsep laian dari


Bruner, yaitu Scaffolding. Bruner menjelaskan scaffolding sebagai suatu proses
di mana seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui
kapasitas perkembangannya melalui bantuan (scaffolding) dari seorang guru
atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih. Konsep Scaffolding Bruner
mirip dengan konsep zona perkembangan terdekat Vygotsky.

Peran dialog sosial dalam proses pembelajaran juga penting bagi Bruner. Ia
yakin bahwa interaksi sosial di dalam dan di luar sekolah berpengaruh pada
perolehan bahasa dan perilaku pemecahan masalah anak. Kaitan inetelektual
antara pembelajaran penemuan dan pembelajaran berdasarkan masalah sangat
jelas. Pada kedua model ini, guru menekankan keterlibatan siswa secara aktif,
orientasi induktif lebih ditekanakan daripada deduktif, dan siswa menemukan
atau mengkonstruksi pengetahuan mereka snediri.

Sementara itu, belajar penemuan dan PBI berbeda dalam beberapa hal penting.
Pelajaran-pelajaran pembelajaran penemuan, untuk bagian terbesar, didasrkan
pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin, dan penyelidikan siswa
berlangsung di bwah bimbingan guru terbatas dalam lingkup kelas. Di lain
pihak, pembelajaran berdasarkan masalah, dimulai dengan masalah kehidupan
nyata yang bermakna di mana siswa mempunyai kesempatan dalam memilih
dan melakukan penyelidikan apapun baik di dalam dan di luar sekolah sejauh
itu diperlukan untuk memecahkan maslah. Karena masalah itu merupakan
masalah kehidupan nyata, pemecahannya memerlukan peneyelidikan antar
disiplin.
8. Rancang Pembelajaran biologi di SMA yang berorientasi pembelajaran berdasarkan
masalah, yaitu sebagai berikut.

Fase 1: Mengorientasikan peserta didik pada masalah

 Meminta peserta didik untuk menghayati dan merenungkan kembali apa-apa


yang yang telah disampaikan pada tahap pendahuluan.

 Meminta kepada peserta didik untuk memperhatikan suatu kasus sebagai


berikut: ”Pencermaran Lingkungan”

 Dengan memperhatikan kasus tersebut peserta didik diharapkan dapat


menyusun masalah dan memecahkannya, serta mengembangkannya.
 Pemecahan masalah diselasaikan melalui forum diskusi kelompok (kecil dan
kelas) pada fase selanjutnya.

Fase 2 : Mengorganisir peserta didik untuk belajar

 Meminta siswa untuk membagi diri dalam beberapa kelompok (penentuan


kelompok ditetapkan oleh guru. Tiap kelompok terdiri 4–5 orang.

 Membagikan bahan bacaan tambahan kepada peserta didik untuk bahan


diskusi.

 Meminta peserta didik mencermati bahan bacaan (yang dibagikan, hasil


informasi, dan dari buku/modul ajar yang ada).

Fase 3 : Membantu mahasiswa memecahkan masalah

Pada fase ini dosen berkeliling dan terkadang masuk ke dalam kelompok
secara bergiliran dengan:

 Meminta peserta didik memahami isi wacana dalam bahan bacaan, hand-
out, buku ajar, dan lainnya.

 Memotivasi/mendorong peserta didik untuk diskusi dalam kelompoknya


tentang apa-apa yang diharapkan.

 Meminta setiap kelompok untuk menuliskan hasil pekerjaanya pada catatan

 Guru memantau jalannya diskusi

 Meminta kepada masing-masing kelompok untuk mengumpulkan hasil-


hasil diskusinya yang telah dituliskan untuk digunakan sebagai bahan pada
fase berikutnya

Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil pemecahan masalah

 Meminta perwakilan kelompok untuk menyajikan/mempresentasikan hasil-


hasil diskusi di depan kelas
 Meminta peserta didik untuk memperhatikan sajian/paparan hasil diskusi
dari kelompok yang mempresentasikan, mencermati, dan membandingkan
dengan hasil dari kelompoknya sendiri.

 Membimbing peserta didik untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

 Membimbing peserta didik untuk melakukan diskusi kelas

 Mencatat hal-hal yang menyimpang atau tumpang tindih atau “unik” antara
kelompok yang satu dengan yang lain.

 Menilai keaktifan peserta didik (individu dan kelompok) dalam kelas saat
presentasi berlangsung.

Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

 Guru membantu peserta didik mengkaji ulang proses/hasil pemecahan


masalah

 Guru memberikan penjelasan mengenai hal yang tumpang tindih atau


“unik” dan mengulas hal yang baru dan berbeda pada tiap kelompok.

 Mengamati jalannya pembelajaran

Penutup

 Guru bersama peserta didik menyimpulkan apa yang telah dipelajari secara
bersama tentang “PENCEMARAN LINGKUNGAN”

9. Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan


penemuan, yaitu sebagai berikut:
a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi siswa dalam
pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam
situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate)
informasi tambahan yang diberikan
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam
menemukan.
d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja
bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan,
konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih
bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa
kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam
situasi belajar yang baru.

10. Dalam Di dalam model penemuan ini, guru dapat menggunakan strategi penemuan
yaitu secara induktif, deduktif atau keduanya. Berikut adalah penjelasan strategi
induktif dan deduktif.
a. Strategi Induktif
Strategi ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus
dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat
digunakan sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan.
Mengambil kesimpulan (penemuan) dengan menggunakan strategi induktif
ini selalu mengandung resiko, apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak.
Karenanya kesimpulan yang ditemukan dengan strategi induktif sebaiknya
selalu mengguankan perkataan “barangkali” atau “mungkin”.
Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang pertama terdiri dari
pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan dan yang
kedua bagian dari argumentasi itu (Cooney dan Davis, 1975: 143).
Kesimpulan dari suatu argumentasi induktif tidak perlu mengikuti fakta
yang mendukungnya. Fakta mungkin membuat lebih dipercaya, tergantung
sifatnya, tetapi itu tidak bisa membuktikan dalil untuk mendukung.
Karenanya, suatu kesimpulan yang dicapai oleh induksi harus berhati-hati
karena hal seperti itu nampak layak dan hampir bisa dipastikan atau
mungkin terjadi. Sebuah argumentasi dengan induktif dapat ditandai
sebagai suatu kesimpulan dari yang diuji ke tidak diuji. Bukti yang diuji
terdiri dari kejadian atau contoh pokok-pokok.
b. Strategi deduktif
Dalam matematika metode deduktif memegang peranan penting dalam hal
pembuktian. Karena matematika berisi argumentasi deduktif yang saling
berkaitan, maka metode deduktif memegang peranan penting dalam
pengajaran matematika. Dari konsep matematika yang bersifat umum yang
sudah diketahui siswa sebelumnya, siswa dapat diarahkan untuk menemukan
konsep-konsep lain yang belum ia ketahui sebelumnya. Sebagai contoh, untuk
menentukan rumus luas lingkaran, siswa dapat diarahkan untuk membagi
kertas berbentuk lingkaran menjadi n buah sector yang sama besar, kemudian
menyusunnya sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti persegi panjang dan
rumus keliling lingkaran yang sudah diketahui sebelumnya, siswa akan dapat
menemukan bahwa luas lingkaran adalah.
c. Proses induktif-deduktif
Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep
matematika. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman suatu konsep
dapat diawali secara induktif melalui peristiwa nyata atau intuisi. Kegiatan
dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat
daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang
diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian,
cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan
penting dalam mempelajari matematika. Dengan penjelasan di atas metode
penemuan yang dipandu oleh guru ini kemudian dikembangkan dalam suatu
model pembelajaran yang sering disebut model pembelajaran dengan
penemuan terbimbing. Pembelajaran dengan model ini dapat
diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model ini sangat
bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik
matematika tersebut. Guru membimbing siswa jika diperlukan dan siswa
didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum
berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh
siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang
dipelajari.
Dengan model penemuan terbimbing ini siswa dihadapkan kepada situasi
dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi
dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai
penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan
ketrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan
yang baru. Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran
siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi
pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk
kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya.
Pemecahan masalah merupakan suatu tahap yang penting dan menentukan.
Ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Dengan
membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dapat diharapkan
akan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal
matematika, karena siswa dilibatkan dalam berpikir matematika pada saat
manipulasi, eksperimen, dan menyelesaikan masalah.
.

You might also like