You are on page 1of 16

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pakan alami merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

keberhasilan usaha budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami ikan adalah plankton

yaitu fitoplankton dan zooplankton. Pakan alami untuk larva atau benih ikan

mempunyai beberapa kelebihan yaitu ukurannya relatif kecil serta sesuai dengan

bukaan mulut larva dan benih ikan, nilai nutrisinya tinggi, mudah dibudidayakan,

gerakannya dapat merangsang ikan untuk memangsanya, dapat berkembang biak

dengan cepat sehingga ketersediaanya dapat terjamin serta biaya pembudidayaannya

relatif murah. Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan

kelangsungan hidup ikan. Berikut ini ada beberapa pakan alami diantaranya :

Artemia
Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha
budidaya ikan dan udang, di indonesia belum ditemukan adanya artemia, sehingga
sampai saat ini Indonesia masih mangimpor artemia sebanyak 50 ton/tahun.
Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil dikembangkan dan cukup
tersedia untuk larva ikan dan udang, namun artemia masih tetap merupakan bagian
yang esensial sebagai pakan larva ikan dan udang di unit pembenihan. Keberhasilan
pembenihan ikan bandeng, kakap dan kerapu juga memerlukan ketersediaan artemia
sebagai pakan alami esensialnya, serta dengan adanya kenyataan bahwa kebutuhan
artemia untuk larva ikan kakap dan kerapu 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan
larva udang, maka kebutuhan kista atemia akan semakin meningkat (Daulay, 1998).
Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan
laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena artemia
2

memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut hampir
seluruh jenis larva ikan (Djarijah, 2003).
Waktu normal penetasan kista artemia dalam air laut adalah 24-36 jam pada
suhu 25oC. Penetasan kista (telur) artemia harus dilakukan dalam waktu yang lebih
singkat dan dalam jumlah yang besar. Sehingga dibutuhkan teknologi terapan yang
dapat memenuhi kebutuhan tersebut, teknologi yang telah berkembang untuk
menjawab tantangan tersebut adalah dekapsulasi kista artemia (Bougias, 2008).
Kutu Air

Kutu air adalah udang-udangan renik yang termasuk kedalam phylm


Arthropoda, kelas Crustacea, sub kelas Eutomastraca, ordo Phylpoda, sub ordo
Cladosera. Contoh yang paling banyak dikenal adalah Daphnia dan Moina.
Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di
alam. Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah
subtropis.
Moina sp merupakan makanan alami yang potensial bagi benih ikan air tawar,
karena nilai gizinya yang tinggi, mudah dicerna serta mempunyai daya reproduksi
yang tinggi, yaitucepat berkembangbiak dan mudah dikembang- kan serta memiliki
ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Moina sp merupakan zooplankton air
tawar, dapat hidup di sungai, parit, rawa-rawa dan air tergenang.
Moina sp merupakan makanan alami yang potensial bagi benih ikan air tawar,
karena nilai gizinya yang tinggi, mudah dicerna serta mempunyai daya reproduksi
yang tinggi, yaitu cepat berkembangbiak dan mudah dikembang- kan serta memiliki
ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Moina sp merupakan zooplankton air
tawar, dapat hidup di sungai, parit, rawa-rawa dan air tergenang yang tercemar bahan
organik.
Cacing Tubifex (Cacing Sutra)

Cacing sutra merupakan hewan tingkat rendah, karena memiliki tulang


belakang yang disebut invertebrata. Termasuk kedalam phylum Annelida, kelas
Oligochaeta, subkelas Haplotaksida, Famili Tubiidae dan Genus Tubifex.
3

Brinkhurst et al., (2000) Cacing Tubifex sp umumnya ditemukan pada daerah


air perbatasan seperti daerah yang terjadi polusi zat organik secar berat, daerah
endapan sedimen dan perairan oligotropis. Ditambahkan bahwa spesies Cacing
Tubifex sp ini bisa mentolelir perairan dengan salinitas dengan 10 ppt. Kemudian
oleh Cartwright (2004), dikatakan bahwa dua faktor yang mendukung habitat hidup
Cacing Tubifex sp ialah endapan lumpur dan tumpukan bahan organik yang banyak.
1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan pelaksanaan praktikum ini adalah agar setiap mahasiswa dapat

memahami jenis-jenis pakan alami serta mengetahui teknik pengkulturannya dalam

skala laboratorium sehingga nantinya setiap mahasiswa lebih mengerti tentang

bagaimana mengkultur pakan alami dengan baik dan benar. Sedangkan manfaatnya

adalah Agar mahasiswa dapat dengan mudah mengkultur pakan alami saat

dilapangan. Tingkat keberhasilannya tinggi.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Artemia

Artemia sp merupakan udang renik yang tergolong udang primitif. Zooplankton ini
hidup secara planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi yakni antara 15–300
permil. Sebagai plankton, Artemia sp tidak dapat mempertahankan diri terhadap
pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk membela diri
(Mudjiman, 2007).
Artemia sp merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan
ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena Artemia
sp memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut hampir
seluruh jenis larva ikan (Djarijah, 2003).

Gambar 1. Artemia sp

Menurut Linnaeus (1758) klasifikasi Artemia sp adalah sebagai berikut :


Kingdom: Animalia, Phylum: Arthropoda, Subphylum: Crustacea, Class:
Branchiopoda, Order: Anostraca, Family: Artemiidae, Genus : Artemia, Species:
Artemia sp.
Kista Artemia sp berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan
bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang
5

yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio
terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan
mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008).
Artemia sp dewasa memiliki ukuran antara 10-20 mm dengan berat sekitar 10
mg. Bagian kepalanya lebih besar dan kemudian mengecil hingga bagian ekor.
Mempunyai sepasang mata dan sepasang antenulla yang terletak pada bagian kepala.
Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki yang disebut thoracopoda. Alat
kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling belakang. Salah satu antena
Artemia sp jantan berkembang menjadi alat penjepit, sedangkan pada betina antena
berfungsi sebagai alat sensor. Jika kandungan oksigen optimal, maka Artemia sp akan
berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan
apabila mereka banyak mengkonsumsi mikroalga. Pada kondisi yang ideal seperti ini,
Artemia sp akan tumbuh dengan cepat (Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).
Artemia sp secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 25-30oC,
berbeda dengan kista Artemia kering yang dapat tahan pada suhu -273 hingga 100oC
(Mudjiman 1989).
Artemia sp dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi yang biasa
disebut dengan brain shrimp. Kultur biomassa Artemia sp yang baik pada kadar
garam antara 30-50 ppt. Untuk Artemia sp yang mampu menghasilkan kista
membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
Kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan agar Artemia sp dapat tumbuh dengan
baik ialah sekitar 3 ppm. Media untuk penetasan kista, diperlukan air yang pH-nya
lebih dari 8, jika pH kurang dari 8 maka efisiensi penetasan akan menurun atau waktu
penetasan menjadi lebih panjang (Mudjiman 1989).
2.2. Kutu Air (Daphnia sp dan Moina sp)

Kutu air adalah udang-udangan renik yang termasuk kedalam phylm


Arthropoda, kelas Crustacea, sub kelas Eutomastraca, ordo Phylpoda, sub ordo
Cladosera. Contoh yang paling banyak dikenal adalah Daphnia dan Moina
(Mudjiman 1989).
6

Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di
alam. Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah
subtropis (Mudjiman 1989).
Moina sp merupakan makanan alami yang potensial bagi benih ikan air tawar,
karena nilai gizinya yang tinggi, mudah dicerna serta mempunyai daya reproduksi
yang tinggi, yaitucepat berkembangbiak dan mudah dikembang- kan serta memiliki
ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Moina sp merupakan zooplankton air
tawar, dapat hidup di sungai, parit, rawa-rawa dan air tergenang (Mudjiman 1989).

Gambar 2. Daphnia sp dan Moina sp

Menurut Pennak (1989) klasifikasi Daphnia sp. adalah sebagai berikut :

Filum: Arthropoda, Kelas: Crustacea, Sub kelas: Branchiopoda, Divisi:

Oligobranchiopoda, Ordo: Cladocera, Sub ordo: Eucladocera, Famili: Daphnidae,

Genus: Daphnia, Spesies: Daphnia sp.

Mudjiman (2008), mengklasifikasikan Moina sp adalah sebagai berikut

Kingdom: Animalia, Phylum: Arthropoda, Subphylum: Crustacea, Class:

Branchiopoda, Ordo: Cladocera, Family: Moinidae, Genus: Moina, Spesies: Moina

sp.

Menurut Suwignyo & Krisanti (1997) Daphnia sp. biasanya berukuran 0,25-3 mm,

sedangkan menurut Pennak (1989) 1-3 mm. Bentuk tubuh Daphnia sp. adalah
7

lonjong, pipih secara lateral dan memiliki ruas-ruas tubuh walaupun tidak terlihat

dengan jelas. Bagian tubuh sampai ekor ditutupi oleh cangkang transparan yang

mengandung khitin. Cangkang pada bagian kepala menyatu dengan punggung

sedangkan pada bagian perut berongga menutupi lima pasang kaki yang disebut kaki

toraks (Balcer et al. 1984).

Pada bagian kepala terdapat sebuah mata majemuk (ocellus) dan lima pasang

alat tambahan, yang pertama disebut antena pertama, yang kedua disebut antena

kedua yang mempunyai fungsi utama sebagai alat gerak. Tiga pasang yang terakhir

adalah bagian-bagian dari mulut (Mokoginta 2003). Umumnya cara berenang

Daphnia sp. berupa hentakan-hentakan, tetapi ada beberapa spesies yang tidak bisa

berenang dan bergerak dengan merayap karena telah beradaptasi untuk hidup di

lumut dan sampah daun-daun yang berasal dari dalam hutan tropik (Suwignyo 1989

dalam Casmuji 2002).

Daphnia sp adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar, mendiami


kolam atau danau. Daphnia sp dapat tumbuh optimum pada suhu perairan sekitar 21
°C dan pH antara 6,5 – 8,5. Jenis makanan yang baik untuk pertumbuhan Daphnia sp
adalah bakteri, fitoplankton dan detritus.Kebiasaan makannya dengan cara membuat
aliran pada media, yaitu dengan menggerakan alat tambahan yang ada di mulut,
sehingga makanan masuk ke dalam mulutnya (Menurut Pennak, 1989).

Moina sp biasa hidup pada perairan yang tercemar bahan organik, seperti pada
kolam dan rawa. Pada perairan yang banyak terdapat kayu busuk dan kotoran hewan,
Moina sp akan tumbuh dengan baik pada perairan yang mempunyai kisaran suhu
antara 14-30 ° C dan pH antara 6,5 – 9. Jenis makanan yang baik untuk pertumbuhan
Moina sp adalah bakteri. Untuk menangkap mangsa, Moina sp akan menggerakan
8

alat tambahan pada bagian mulut, yang menyebabkan makanan terbawa bersama
aliran air ke dalam mulut (Menurut Pennak, 1989).
2.3. Tubifex sp

Cacing sutra merupakan hewan tingkat rendah, karena memiliki tulang


belakang yang disebut invertebrata. Termasuk kedalam phylum Annelida, kelas
Oligochaeta, subkelas Haplotaksida, Famili Tubiidae dan Genus Tubifex Gusrina
(2008).

Gambar 3. Cacing sutera (Tubifex sp)


Cacing Tubifex sp sering disebut dengan cacing sutera, klasifikasi cacing sutra
menurut Gusrina (2008) adalah :Filum: Annelida, Kelas: Oligochaeta, Ordo:
Haplotaxida, Famili: Tubifisidae, Genus: Tubifex, Spesies: Tubifex sp.
Cacing Tubifex sp memiliki beberapa nama sesuai dengan ciri yang
dimilikinya. Misalnya cacing ini disebut cacing merah atau cacing rambut atau cacing
sutera. Disebut cacing merah karena sekujur tubuhnya berwarna merah, disebut
cacing rambut karena bentuknya menyerupai rambut dengan panjang 2-3 cm,
meskipun pernah ditemukan yang panjangnya 20 cm, dan dikenal sebagai cacing
sutera mungkin karena selembut sutera (Laila dan Gandis, 2011).
Tubuh cacing Tubifex sp beruas-ruas. Cacing ini memiliki saluran pencernaan.
Mulutnya berupa celah kecil, terletak di daerah terminal. Saluran pencernaannya
berujung pada anus yang terletak pada bagian sub-terminal (Laila dan Gandis, 2011).
Cacing Tubifex sp banyak hidup di perairan tawar yang airnya jernih dan
sedikit mengalir. Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengandung
9

bahan organik. Makanan utamanya adalah bahan-bahan organik yang telah terurai
dan mengendap di dasar perairan. Cacing ini akan membenamkan kepalanya masuk
ke dalam lumpur untuk mencari makanan. Sementara ujung ekornya akan
disembulkan di atas permukaan dasar untuk bernafas. Perairan yang banyak dihuni
oleh cacing ini sepintas tampak seperti koloni lumut merah yang melambai-lambai
(Waluyo, 2007).
Cacing Tubifex sp tumbuh optimal pada suhu 18 - 20 °C. Pada suhu di atas
35°C cacing ini mati dan pada suhu dibawah 5°C dalam keadaan tidak aktif. Seperti
biota air lain, cacing Tubifex sp membutuhkan oksigen untuk pernafasannya. Oksigen
optimum untuk hidup dan berkembang biak adalah 3-8 ppm. Cacing Tubifex sp
adalah hewan air tawar sehingga sangat peka terhadap perubahan salinitas. Cacing
Tubifex sp tidak menyukai sinar, sehingga mudah ditemukan pada tempat-tempat
yang teduh (Waluyo, 2007).
10

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Adapun waktu pelaksanaan praktikum Kultur Pakan Alami ini ialah pada tanggal

13-21 Desember 2017 yang berlangsung di Laboratorium Pembenihan dan Pemuliaan

ikan Ikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

3.2. Bahan dan Alat

1. Artemia
Tabel 1. Alat-alat yang digunakan untuk mengkultur Artemia
No. Nama Alat Fungsi/kegunaan
1. Botol aqua Sebagai media penetasan kista artemia
Aerator serta Mengoptimalkan oksigen terlarut dan
2.
perlengkapannya mengaduk kista artemia
Lem pipa Untuk melengketkan selang infus pada tutup
3.
aqua
Termometer dan Timbangan Mengukur suhu dan menimbang kista
4.
artemia
Gelas ukur dan Cawan petri Untuk mengukur air dan untuk memudahkan
5.
saat menimbang kista artemia
Selang infus Untuk memudahkan saat pemanenan
6.
artemia

Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengkultur Artemia


No. Nama Bahan Jumlah
1. Garam 30 g
2. Air 1 ltr
3. Cysta artemia 10 gr
4. Kertas pH meter Secukupnya
2. Kutu Air (Daphnia sp dan Moina sp)
Tabel 3. Alat-alat yang digunakan untuk mengkultur Kutu Air
No. Nama Alat Fungsi/Kegunaan
1. Baskom kapasitas 5 ltr Sebagai media kultur kutu air
2. Kain saringan Sebagai wadah pupuk
3. Aerator dan perlengkapannya Mengoptimalkan oksigen terlarut
Cawan petri Untuk memudahkan saat menimbang pupuk
4.
dan bungkil kelapa
11

5. Gelas ukur Untuk mengukur air


6. Thermometer dan kertas pH Untuk mengukur suhu dan mengukur pH
Mikroskop dan Timbangan Untuk mengamati air sampel dan
7.
menimbang pupuk & bungkil kelapa

Tabel 4. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengkultur Kutu Air


No. Nama Bahan Jumlah
1. Pupuk kandang 800 gr
2. Bungkil kelapa 20 gr
3. Bibit Dapnia dan Moina Secukupnya
4. Air 4 liter

3. Kultur Tubifex sp

Tabel 5. Alat-alat yang digunakan untuk mengkultur Cacing Tubifex


No. Nama Alat Fungsi/Kegunaan
1. Kain Untuk memotong terpal
2. Baskom Sebagai wadah kultur Cacing Tubifex
3. Tali Untuk menggantung ikatan sampel
4. Patok Sebagai alat pengikat
5. Aerator Mengoptimalkan oksigen terlarut

Tabel 6. Bahan-bahan yanng digunakan untuk mengkultur Cacing Tubifex


No. Nama Bahan Jumlah
1. Lumpur Secukupnya
2. Kotoram sapi 0.5 kg
3. Lumpur 1 ember
4. Air Secukupnya

3.3. Metode Praktikum

Adapun prosedur kerja untuk mengkultur pakan alami adalah sebagai berikut :
A. Kultur Artemia
 Siapkan wadah untuk kultur (botol aqua) yang berukuran 1.5 liter yang telah
dibersihkan
 Siapkan air 1 liter, kemudian tambahkan garam 30 gram untuk untuk membuat
salinitas air menjadi 30 ppt.
12

 Masukan 10 gram Cysta kedalam botol yang telah berisi air laut buatan sebanyak 1
liter dan biarkan selama 24 jam.
 Wadah didekatkan dengan lampu supaya suhu tetap stabil
 Penyampingan dilakkukan pada hari kedua setelah penetasan, pada saat
penyamplilngan/pemanenan aerator dimatikan.
B. Kultur Kutu Air
· Mula-mula ambil 1 kg kotoran sapi kering dan campurkan dengan 250 gr ampas
tahu, kemudian campur dengan dedak 500 gram, kemudian masukkan kedalam kain
filter.
· Kemudian campuran tersebut di gantung pada wadah kultur yang berisi 4 liter air
dan di aerasi selama 4 hari.
· Setelah 4 hari masukkan Dhapnia dan Moina.
· Selanjutnya pemupukan ulang yaitu pada hari ke-4 setelah Dhania atau Moina kita
masukkan sebanyak ½ dosis awal.
· Penyamplingan dilakukan setelah 1 minggu setelah Dhapnia atau Moina
dimasukkan.
C. Kultur Cacing Tubifex
· Kotoran sapi sebanyak 2 kg dihaluskan dan dikeringkan lalu dicamur dengan
lumpur dengan perbandingan 1:1 ketinggian lumpur dengan 2.5 cm kotoran ayam
sebanyak 250 gram , dari dasar wadah. Setelah semuanya tercampur aduk tambahkan
EM4 guna proses penyerapan atau persediaan unsur hara di dalam tanah.
· Alirkan air terus menerus kedalam wadah, setelah 7 hari Tubifex sp dimasukkan
kedalam wadah dan pada saat tubifex dimasukkan kedalam wadah, aliran dimatikan.
Setelah itu dihidupkan kembali. Padat penebaran 1 ekor/10cm2.
· Penambahan pupuk selanjutnya setiap 4 hari sekali setengah dosis awal.
13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Pakan alami merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi


keberhasilan usaha budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami ikan adalah plankton
yaitu fitoplankton dan zooplankton. Berikut ini ada beberapa pakan alami
diantaranya:
Artemia sp merupakan udang renik yang tergolong udang primitif.
Zooplankton ini hidup secara planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi
yakni antara 15–300 permil. Sebagai plankton, Artemia sp tidak dapat
mempertahankan diri terhadap pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun
cara untuk membela diri (Mudjiman, 2007).
Artemia sp merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan
ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena Artemia
sp memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut hampir
seluruh jenis larva ikan (Djarijah, 2003).
Kutu air adalah udang-udangan renik yang termasuk kedalam phylm
Arthropoda, kelas Crustacea, sub kelas Eutomastraca, ordo Phylpoda, sub ordo
Cladosera. Contoh yang paling banyak dikenal adalah Daphnia dan Moina
(Mudjiman 1989).
Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di
alam. Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah
subtropis (Mudjiman 1989).
Moina sp merupakan makanan alami yang potensial bagi benih ikan air tawar,
karena nilai gizinya yang tinggi, mudah dicerna serta mempunyai daya reproduksi
yang tinggi, yaitucepat berkembangbiak dan mudah dikembang- kan serta memiliki
ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Moina sp merupakan zooplankton air
tawar, dapat hidup di sungai, parit, rawa-rawa dan air tergenang (Mudjiman 1989).
14

Cacing sutra merupakan hewan tingkat rendah, karena memiliki tulang


belakang yang disebut invertebrata. Termasuk kedalam phylum Annelida, kelas
Oligochaeta, subkelas Haplotaksida, Famili Tubiidae dan Genus Tubifex Gusrina
(2008).
Infusoria adalah salah satu kelas dari philum Protozoa. Berdasarkan alat
geraknya, infusoria dibedakan menjadi 2 yaitu ciliata dan flagellata. Ciliata (latin,
cilia = rambut kecil) atau Ciliophora/Infosoria bergerak dengan cilia (rambut getar)
atau infusoria yang bergerak menggunakan rambut getar (cilia) (Winarsih, et al,
2011).
15

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Untuk dosis bahan dan perlengkapan diusahakan lebih tepat

2. Dosis yang digunakan pada Kultur Kutur Air (Daphnia .sp) yaitu kotoran ayam 1 kg,

dedak 500 gram, dan ampas tahu 250 gram.

3. Dosis yang digunakan pada Kultur Kutu Air (Moina .sp) kotoran sapi 2 kg dan

lumpur secukupnya dengan perbandingan 1:1 pada ketinggian 2,5 cm.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat saya berikan yaitu sebaiknya bahan dan dosis yang

digunakan dalam kultur pakan alami harus tepat.


16

DAFTAR PUSTAKA

Ambas, Zaldi. 2010.Pakan Alami : Artemia Klasifikasi


https://sonibp2010.wordpress.com/2011/12/19/makalah-planktonologi-zooplankton-
artemia-salina/
Binding Characteristics of Three Extracellular Haemoglobins of Artemiasalina.
University of Antwerp: Belgium
Thariq et al. 2002. Biologi Zooplankton. Seri Budidaya Laut No.9. Balai Budidaya
Laut Lampung, Lampung.
Priyambodo dan Wahyuningsih, Tri. 2003. Budidaya Pakan Alami Untuk
Ikan. Jakarta :Penebar
Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Bougias, 2008. Pakan Ikan Alami. Kanisius, Yogyakarta
Campbell, N.A., J.B Reece & L.G. Mitchell. 2005. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Avertebrata. Bandung: Alfabeta.
Erlina, A. Hastuti W.S. 1965. Kultur Plankton. Jaringan Informasi Perikanan
Indonesia, Jakarta
Medicafarma.blogspot. 2009. bahan kul mikrobiologi. http://pharcell.com/
lofiversion/ndex.php?t2617.html
Aquaculture Hydrobiologia 186/187: 387 – 400. Mantjoro, E. 1978. Pengantar
planktonologi. Fakultas Perikanan Universitas Samratulangi. Manado
Khairuman, Amri K, dan Sihombing T. 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing
Sutra. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Chumaidi dan Djajadireja, 1982. Kultur Massal Daphnia sp.
di Dalam Kolam Dengan Menggunakan Pupuk Kotoran Ayam. Bull. Pen.
PD.1.3(2) : 17 – 20

You might also like