Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
keberhasilan usaha budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami ikan adalah plankton
yaitu fitoplankton dan zooplankton. Pakan alami untuk larva atau benih ikan
mempunyai beberapa kelebihan yaitu ukurannya relatif kecil serta sesuai dengan
bukaan mulut larva dan benih ikan, nilai nutrisinya tinggi, mudah dibudidayakan,
relatif murah. Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan. Berikut ini ada beberapa pakan alami diantaranya :
Artemia
Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha
budidaya ikan dan udang, di indonesia belum ditemukan adanya artemia, sehingga
sampai saat ini Indonesia masih mangimpor artemia sebanyak 50 ton/tahun.
Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil dikembangkan dan cukup
tersedia untuk larva ikan dan udang, namun artemia masih tetap merupakan bagian
yang esensial sebagai pakan larva ikan dan udang di unit pembenihan. Keberhasilan
pembenihan ikan bandeng, kakap dan kerapu juga memerlukan ketersediaan artemia
sebagai pakan alami esensialnya, serta dengan adanya kenyataan bahwa kebutuhan
artemia untuk larva ikan kakap dan kerapu 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan
larva udang, maka kebutuhan kista atemia akan semakin meningkat (Daulay, 1998).
Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan
laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena artemia
2
memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut hampir
seluruh jenis larva ikan (Djarijah, 2003).
Waktu normal penetasan kista artemia dalam air laut adalah 24-36 jam pada
suhu 25oC. Penetasan kista (telur) artemia harus dilakukan dalam waktu yang lebih
singkat dan dalam jumlah yang besar. Sehingga dibutuhkan teknologi terapan yang
dapat memenuhi kebutuhan tersebut, teknologi yang telah berkembang untuk
menjawab tantangan tersebut adalah dekapsulasi kista artemia (Bougias, 2008).
Kutu Air
bagaimana mengkultur pakan alami dengan baik dan benar. Sedangkan manfaatnya
adalah Agar mahasiswa dapat dengan mudah mengkultur pakan alami saat
2.1. Artemia
Artemia sp merupakan udang renik yang tergolong udang primitif. Zooplankton ini
hidup secara planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi yakni antara 15–300
permil. Sebagai plankton, Artemia sp tidak dapat mempertahankan diri terhadap
pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk membela diri
(Mudjiman, 2007).
Artemia sp merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan
ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena Artemia
sp memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut hampir
seluruh jenis larva ikan (Djarijah, 2003).
Gambar 1. Artemia sp
yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio
terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan
mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008).
Artemia sp dewasa memiliki ukuran antara 10-20 mm dengan berat sekitar 10
mg. Bagian kepalanya lebih besar dan kemudian mengecil hingga bagian ekor.
Mempunyai sepasang mata dan sepasang antenulla yang terletak pada bagian kepala.
Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki yang disebut thoracopoda. Alat
kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling belakang. Salah satu antena
Artemia sp jantan berkembang menjadi alat penjepit, sedangkan pada betina antena
berfungsi sebagai alat sensor. Jika kandungan oksigen optimal, maka Artemia sp akan
berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan
apabila mereka banyak mengkonsumsi mikroalga. Pada kondisi yang ideal seperti ini,
Artemia sp akan tumbuh dengan cepat (Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).
Artemia sp secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 25-30oC,
berbeda dengan kista Artemia kering yang dapat tahan pada suhu -273 hingga 100oC
(Mudjiman 1989).
Artemia sp dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi yang biasa
disebut dengan brain shrimp. Kultur biomassa Artemia sp yang baik pada kadar
garam antara 30-50 ppt. Untuk Artemia sp yang mampu menghasilkan kista
membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
Kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan agar Artemia sp dapat tumbuh dengan
baik ialah sekitar 3 ppm. Media untuk penetasan kista, diperlukan air yang pH-nya
lebih dari 8, jika pH kurang dari 8 maka efisiensi penetasan akan menurun atau waktu
penetasan menjadi lebih panjang (Mudjiman 1989).
2.2. Kutu Air (Daphnia sp dan Moina sp)
Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di
alam. Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah
subtropis (Mudjiman 1989).
Moina sp merupakan makanan alami yang potensial bagi benih ikan air tawar,
karena nilai gizinya yang tinggi, mudah dicerna serta mempunyai daya reproduksi
yang tinggi, yaitucepat berkembangbiak dan mudah dikembang- kan serta memiliki
ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Moina sp merupakan zooplankton air
tawar, dapat hidup di sungai, parit, rawa-rawa dan air tergenang (Mudjiman 1989).
sp.
Menurut Suwignyo & Krisanti (1997) Daphnia sp. biasanya berukuran 0,25-3 mm,
sedangkan menurut Pennak (1989) 1-3 mm. Bentuk tubuh Daphnia sp. adalah
7
lonjong, pipih secara lateral dan memiliki ruas-ruas tubuh walaupun tidak terlihat
dengan jelas. Bagian tubuh sampai ekor ditutupi oleh cangkang transparan yang
sedangkan pada bagian perut berongga menutupi lima pasang kaki yang disebut kaki
Pada bagian kepala terdapat sebuah mata majemuk (ocellus) dan lima pasang
alat tambahan, yang pertama disebut antena pertama, yang kedua disebut antena
kedua yang mempunyai fungsi utama sebagai alat gerak. Tiga pasang yang terakhir
Daphnia sp. berupa hentakan-hentakan, tetapi ada beberapa spesies yang tidak bisa
berenang dan bergerak dengan merayap karena telah beradaptasi untuk hidup di
lumut dan sampah daun-daun yang berasal dari dalam hutan tropik (Suwignyo 1989
Moina sp biasa hidup pada perairan yang tercemar bahan organik, seperti pada
kolam dan rawa. Pada perairan yang banyak terdapat kayu busuk dan kotoran hewan,
Moina sp akan tumbuh dengan baik pada perairan yang mempunyai kisaran suhu
antara 14-30 ° C dan pH antara 6,5 – 9. Jenis makanan yang baik untuk pertumbuhan
Moina sp adalah bakteri. Untuk menangkap mangsa, Moina sp akan menggerakan
8
alat tambahan pada bagian mulut, yang menyebabkan makanan terbawa bersama
aliran air ke dalam mulut (Menurut Pennak, 1989).
2.3. Tubifex sp
bahan organik. Makanan utamanya adalah bahan-bahan organik yang telah terurai
dan mengendap di dasar perairan. Cacing ini akan membenamkan kepalanya masuk
ke dalam lumpur untuk mencari makanan. Sementara ujung ekornya akan
disembulkan di atas permukaan dasar untuk bernafas. Perairan yang banyak dihuni
oleh cacing ini sepintas tampak seperti koloni lumut merah yang melambai-lambai
(Waluyo, 2007).
Cacing Tubifex sp tumbuh optimal pada suhu 18 - 20 °C. Pada suhu di atas
35°C cacing ini mati dan pada suhu dibawah 5°C dalam keadaan tidak aktif. Seperti
biota air lain, cacing Tubifex sp membutuhkan oksigen untuk pernafasannya. Oksigen
optimum untuk hidup dan berkembang biak adalah 3-8 ppm. Cacing Tubifex sp
adalah hewan air tawar sehingga sangat peka terhadap perubahan salinitas. Cacing
Tubifex sp tidak menyukai sinar, sehingga mudah ditemukan pada tempat-tempat
yang teduh (Waluyo, 2007).
10
Adapun waktu pelaksanaan praktikum Kultur Pakan Alami ini ialah pada tanggal
1. Artemia
Tabel 1. Alat-alat yang digunakan untuk mengkultur Artemia
No. Nama Alat Fungsi/kegunaan
1. Botol aqua Sebagai media penetasan kista artemia
Aerator serta Mengoptimalkan oksigen terlarut dan
2.
perlengkapannya mengaduk kista artemia
Lem pipa Untuk melengketkan selang infus pada tutup
3.
aqua
Termometer dan Timbangan Mengukur suhu dan menimbang kista
4.
artemia
Gelas ukur dan Cawan petri Untuk mengukur air dan untuk memudahkan
5.
saat menimbang kista artemia
Selang infus Untuk memudahkan saat pemanenan
6.
artemia
3. Kultur Tubifex sp
Adapun prosedur kerja untuk mengkultur pakan alami adalah sebagai berikut :
A. Kultur Artemia
Siapkan wadah untuk kultur (botol aqua) yang berukuran 1.5 liter yang telah
dibersihkan
Siapkan air 1 liter, kemudian tambahkan garam 30 gram untuk untuk membuat
salinitas air menjadi 30 ppt.
12
Masukan 10 gram Cysta kedalam botol yang telah berisi air laut buatan sebanyak 1
liter dan biarkan selama 24 jam.
Wadah didekatkan dengan lampu supaya suhu tetap stabil
Penyampingan dilakkukan pada hari kedua setelah penetasan, pada saat
penyamplilngan/pemanenan aerator dimatikan.
B. Kultur Kutu Air
· Mula-mula ambil 1 kg kotoran sapi kering dan campurkan dengan 250 gr ampas
tahu, kemudian campur dengan dedak 500 gram, kemudian masukkan kedalam kain
filter.
· Kemudian campuran tersebut di gantung pada wadah kultur yang berisi 4 liter air
dan di aerasi selama 4 hari.
· Setelah 4 hari masukkan Dhapnia dan Moina.
· Selanjutnya pemupukan ulang yaitu pada hari ke-4 setelah Dhania atau Moina kita
masukkan sebanyak ½ dosis awal.
· Penyamplingan dilakukan setelah 1 minggu setelah Dhapnia atau Moina
dimasukkan.
C. Kultur Cacing Tubifex
· Kotoran sapi sebanyak 2 kg dihaluskan dan dikeringkan lalu dicamur dengan
lumpur dengan perbandingan 1:1 ketinggian lumpur dengan 2.5 cm kotoran ayam
sebanyak 250 gram , dari dasar wadah. Setelah semuanya tercampur aduk tambahkan
EM4 guna proses penyerapan atau persediaan unsur hara di dalam tanah.
· Alirkan air terus menerus kedalam wadah, setelah 7 hari Tubifex sp dimasukkan
kedalam wadah dan pada saat tubifex dimasukkan kedalam wadah, aliran dimatikan.
Setelah itu dihidupkan kembali. Padat penebaran 1 ekor/10cm2.
· Penambahan pupuk selanjutnya setiap 4 hari sekali setengah dosis awal.
13
4.1. Hasil
5.1. Kesimpulan
2. Dosis yang digunakan pada Kultur Kutur Air (Daphnia .sp) yaitu kotoran ayam 1 kg,
3. Dosis yang digunakan pada Kultur Kutu Air (Moina .sp) kotoran sapi 2 kg dan
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat saya berikan yaitu sebaiknya bahan dan dosis yang
DAFTAR PUSTAKA