Professional Documents
Culture Documents
SHAPING A VISION
Dosen Pengampu :
Dr. Erna Widodo, MM
Disusun Oleh :
Sri Mulyani 1609037071
Thurpa Dupi Oktari 1609037067
Muqtadir Nafad 1609037081
1
BAB IV
SHAPING A VISION
1. Eksternal Shaping
Jika kita menghendaki seseorang melakukan sebuah respon
tertentu, misalnya menekan pengumpil untuk memperoleh makanan,
2
maka lingkungan dapat diatur sedemikian rupa sehingga respon ini
kemungkinan besar dilakukan. Dalam bahasa skinner, respon-respon
dalam conditional klasik dibentuk secara tidak begitu kaku, sedang
respon-respon instrumental dibentuk secara tidak begitu kaku tetapi
masih tetap berada dibawah penguasaan kondisi luar.
2. Internal Shaping
Internal shaping dapat terjadi dalam lingkungan yang sangat bebas
dan sangat tidak berstruktur. Diberi nama internal shaping karena
tekanan konstan terhadap tingkah laku datangnya dari dalam organisme,
bukan dari lingkungan fisik. Skinner (1951) bahwa proses internal
shaping dapat dilukiskan dengan cukup obyektif, tetapi pelaksanaannya
memerlukan kecerdasan, akal, dan keahlian yang besar dari orang yang
melakukan shaping.
Proses shaping akan sangat berjalan dengan sangat cepat dan
efektif bila reinforcement tepat bersamaan waktu dengan respon. Dalam
shaping ada tahapan-tahapan dalam menuju perilaku akhir, meskipun
belum sampai pada perilaku akhir yang diharapkan, apabila seseorang itu
telah berubah atau membentuk perilaku baru maka diberikan
reinforcement.
2. Jumlah
Pembentukan perilaku yang dilakukan dengan peningkatan
jumlah. Contoh; seorang anak yang belajar berjalan, pada mulanya
3
dia hanya bisa berjalan beberapa langkah saja, namun lama kelamaan
karena diperkuat akhirnya anak dapat berjalan dengan mulus tanpa
tertatih.
4
untuk membentuk perilaku, dengan memperkuat titik awal ke final
yang diinginkan meskipun titik awal mungkin sama sekali berbeda
dengan perilaku terminal.
5
c. Jika kehilangan suatu perilaku karena anda bergeerak terlalu
cepat atau terlalu besar mengambil langkah, kembali ke
langkah awal dimana anda dapat mengambil perilaku lagi.
d. Item a dan b memberutahukan untuk tidak berjalan terlalu
cepat, dan butir c menyatakan bagaimana untuk mengoreksi
efek buruk berjalan terlalu cepat. Hal ini juga penting, agar
perkembangannya tidak terlambat. Jika salah satu langkah
diterapkan begitu lama maka akan menjadi sangat kuat,
kemugkinan untuk mencapai terminal akan kecil.
6
memberikan Reinforcer begitu dengan yang dijalankan. Jangan
menuju ke langkah berikutnya sebelum siswa berhasil melakukan
tugas dengan sempurna. Berikan Reinforcer secukupnya jangan
berlebihan atau terlalu pelit. Jika anak mogok, dengan kemungkinan
tugas yang terlalu berat atau langkah yang terlalu cepat, atau
Reinforcer tidak efektif.
7
maupun oleh lembaga-lembaga swasta (domestik dan asing) yang
bergerak di bidang pendidikan.(Anonim; 2010)
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional
mendefinikan SBI sebagai satuan pendidikan yang diselenggarakan
dengan menggunakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya
dengan standar salah satu Negara anggota OECD dan atau negara maju
lainnya (X), yang dirumuskan :
SNP + X
Organisation for Economic Co-Operation and Development yang
selanjutnya disingkat OECD adalah organisasi internasional yang
tujuannya membantu pemerintahan negara anggotanya untuk
menghadapi tantangan globalisasi ekonomi. Sedangkan negara maju
lainnya adalah negara yang tidak termasuk dalam keanggotaan OECD
tetapi memiliki keunggulan dalam bidang pendidikan tertentu. (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah).
Walapun berbagai peraturan terkait SBI telah diterbitkan, namun
belum ada panduan operasional yang jelas untuk mencapai standar
tersebut. Dibangunnya faktor ’X’ oleh masing-masing SBI yang ada di
Indonesia mengakibatkan sistem dan model yang dianut oleh masing-
masing sekolah jadi berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya,
yang akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan dan lulusan yang
tidak seragam.
Saat ini di seluruh Indonesia sudah terdapat puluhan bahkan
ratusan sekolah bertaraf internasional dengan menggunakan sistem yang
berbeda-beda. Kurang lebih ada 3 (tiga) sistem yang paling banyak
digunakan oleh sekolah-sekolah bertaraf internasional di Indonesia yaitu
Internasional Baccalaureate (IB), Cambridge, dan Australian
Curriculum. (Anonim; 2010).
4.2.2 Badan Hukum Program Sekolah Bertaraf Internasional
8
a. UU No. 20/2003 (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 50 ayat 3,
yakni: “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan
sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang
pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
bertaraf internasional”.
b. UU No. 32/2004 (Pemerintahan Daerah).
c. PP No.19/2005 (Standar Nasional Pendidikan).
d. PP No 38/2007 (Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota).
e. PP No. 48/2008 (Pendanaan Pendidikan).
f. PP No. 17/2010 (Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan).
g. Permendiknas No. 63/2009 (Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan).
h. Permendiknas No. 78/2009 (Penyelenggaraan SBI pada Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah)
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas: 2009)
9
Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan
Dasar Dan Menengah adalah untuk menghasilkan lulusan yang
memiliki:
a. Kompetensi sesuai standar kompetensi lulusan dan diperkaya dengan
standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara
anggota OECD ataun negara maju lainnya.
b. Daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan kemampuan
menampilkan keunggulan lokal ditingkat internasional.
c. Kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional yang
dibuktikan dengan perolehan medali emas, perak, perunggu dan
bentuk penghargaan internasional lainnya.
d. Kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan
sekolah menengah kejuruan.
e. Kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris (skor TOEFL Test
> 7,5) dalam skala internet based test bagi SMA, skor TOEIC 450
bagi SMK), dan/atau bahasa asing lainnya.
f. Kemampuan berperan aktif secara internasional dalam menjaga
kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif
ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup.
g. Kemampuan menggunakan dan mengembangkan teknologi
komunikasi dan informasi secara professional.
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78
Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional
Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 2)
10
Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
Standar sarana dan prasarana;
Standar pengelolaan;
Standar pembiayaan; dan
Standar penilaian pendidikan
b. Sekolah yang memenuhi standar minimal SNP diberikan
pendampingan, pembimbingan, penguatan, dalam bentuk Rintisan
SBI (RSBI)
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas: 2009)
11
12. Pembiayaan APBN, APBD dan boleh memungut biaya dari
masyarakat atas dasar RAPBS
yang akuntabel
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas: 2009
VISION
Sekolah berbasis Sekolah berbasis Bentuk ideal
internasional internasional kondisi sekolah di
mempunyai cita- berkomitmen masa depan adalah
cita untuk untuk mewujudkan sekolah memiliki
menciptakan kualitas sekolah mutu dan program
sebuah lingkungan yang memadai, yang sangat baik,
sekolah maupun berteknologi sarana dan
kondisi sekolah canggih dan prasarana baik segi
yang memiliki meningkatkan bentuk bangunan
mutu, program, mutu keluaran. sekolah, gedung,
SEKOLAH sarana, dan ruang kelas, taman,
BERBASIS prasarana yang ruang praktek dan
INTERNATIONAL bertaraf library memadai
internasional, serta dan berteknologi
mampu berdaya tinggi, system
saing nasional pembelajaraan
baik internasional, yang rapih dan
dan memiliki tertata, kualitas
lulusan yang siswa yang selalu
memiliki kualitas siap disaingkan
terbaik. secara
international.
12
4.3.2 D
e SPESIFIKASI SEKOLAH
s CREATIVE ATRACTIVE POSITIVE
a SMART LEADER SMART EXCELLENT
i OUTPUT
n INTELLIGENT BETTER INNOVATION
SEKOLAH OUTPUT VISION AND
L BERBASIS MISSION
INTERNASIONAL GOOD TEACHER BETTER GRADE
e
LEARNING
a
SYSTEM
d
HIGH GOOD ACHIEVEMENT
i
TECHNOLOGY FACILITIES
n
BE NUMBER ONE MOTIVATION UNIQUE
g
Change
Referensi:
Martin, Gery., Pear, Joseph, 1992, Behavior Modification, Prentice-hall
International Editions.
http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=105/
http://sambasalim.com/pendidikan/kualitas-proses-pembelajaran.html
13