Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki manusia adakalanya bersumber dari
pengalaman dan adakalanya dari pikiran. pengetahuan yang bersumber
dari pengalaman meliputi semua hal yang dialami baik oleh panca indra,
intuisi, ataupun kata hati. Adapun yang bersumber dari pikiran adalah
pengetahuan yang diperoleh melalui proses penalaran. Pengetahuan yang
bersumber dari pengalaman sering kali dicerna melalui pikiran. proses
pencernaan itu ada yang bersifat sederhana seperti mencerna informasi
yang bersifat verbal, atau yang lebih kompleks seperti memecahkan
masalah atau melakukan strategi kognitif. Dapat pula dikatakan bahwa
pikiran merupakan muara bagi sumber-sumber pengetahuan (Ali,2007)
Pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu pengetahuan
prosedural (procedural knowledge), pengetahuan deklaratif (declarative
knowledge), dan pengetahuan tacit (tacit knowledge). Pengetahuan
prosedural lebih menekankan pada bagaimana melakukan sesuatu.
Pengetahuan deklaratif menjawab pertanyaan apakah sesuatu bernilai
salah atau benar. Sedangkan pengetahuan tacit merupakan pengetahuan
yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa (Kusrini, 2006)
b. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan yang dicakup di dalam
kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
6
7
3. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai
yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya
dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespons. Contoh poin 1 di atas, ibu itu
mendiskusikan antenatal care dengan suaminya, atau bahkan
mengajak tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan antenatal
care.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus
berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan
atau adanya risiko lain. Contoh tersebut di atas, ibu yang sudah mau
mengikuti peyuluhan antenatal care, ia harus berani untuk
mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya,
atau diomeli oleh mertuanya karena meninggalkan rumah dan
sebagainya (Notoatmodjo S, 2005).
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Azwar (2013) dalam Astuti S, 2013, menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap adalah :
1. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk
dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek
psikologis.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara
komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang
12
3. Tindakan
a. Pengertian
Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul
dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu
tindakan.Tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu :
a. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek
yang akan dilakukan.
b. Respon terpimpin yaitu melakukan segala sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar.
c. Mekanisme yaitu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis
d. Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang yang sudah
berkembang dan dilakukan dengan baik (Notoatmodjo, 2007).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tindakan
Faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors)
Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi
terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi
perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin
adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku
kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat
pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga,
makanan bergizi, uang dan sebagainya.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu
berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya (Notoatmodjo S, 2005).
14
4. HIV/AIDS
a. Pengertian HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia dan kemudian
menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah
putih yang bertugas mencegah infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk
Limfosit yang disebut ‘sel T-4’ atau ‘sel T-penolong’ (T-helper) atau
disebut juga ‘sel CD-4 (Harti et al., 2014).
HIV adalah retrovirus, anggota genus lentivirus. Karakteristik
morfologi HIV yang unik adalah nukleoiberbentuk silinder yang matur.
Nukleoid yang berbentuk batang yang merupakan tanda diagnostik
terlihat dengan penggunaan mikroskop elektron didalam partikel
ekstraseluler (Jawetz et al., 2008).
b. Pengertian AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupaka suatu
penyakit relatif baru yang terdapat yang ditandai dengan adanya kelainan
yang kompleks dari sistem pertahanan seluler tubuh dan menyebabkan
korban menjadi sangat peka terhadap mikroorganisme oportunistik
(Jawetz et al., 2008).
Penyakit AIDS adalah sekumpulan gejala atau infeksi yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV dapat memperlemah
kekebalan tubuh manusia (Kalalo, 2012).
c. Epidemiologi
Data epidemic AIDS Global (UNAIDS 2012) bahwa terdapat 34 juta
orang dengan HIV di seluruh dunia. Sebanyak 50% diantaranya
perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Di Asia
Tenggara terdapat kurang lebih 4 juta orang dengan HIV. Menurut
laporan Perkembangan HIV/ AIDS Searo 2011 sekitar 1,3 juta orang
(37%) perempuan terinfeksi HIV (Fatimah & Hilmiyah, 2014).
15
Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut
Simian Imunodefiency Virus (SIV). SIV dapat menginfeksi CD4+ dan
monosit pada mukosa vagina. Virus dibawa oleh antigen-presenting cells
ke kelenjar getah bening regional. Pada model ini, virus dideteksi pada
kelenjar getah bening dalam 5 hari selama inokulasi. Sel individu
dikelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat dideteksi
dengan hibridisasi in situ dalam 7 sampai 14 hari setelah inokulasi.
Viremia SIV dideteksi 7-21 hari setelah infeksi. Puncak jumlah sel yang
mengekspresikan SIV dikelenjar getah bening berhubungan dengan
puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus di
jaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan dihubungkan
sementara dengan pembentukan respons imun spesifik. Koinsiden
dengan menghilangnya viremia adalah peningkatan sel limfosit CD8.
Walaupun demikian tidak dapat dikatakan bahwa respon sel limfosit
CD8+ menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi HIV. Replikasi
HIV berada pada keadaan ‘steady-state’ beberapa bulan setelah infeksi.
Kondisi ini bertahan relatif stabil selama beberapa tahun, namun
lamanya sangat bervariasi. Faktor yang mempengaruhi tingkat replikasi
HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh
penjamu, adalah heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan
heterogeneitas intrinsik penjamu (Djoerban & Djauzi, 2009).
Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi,
namun secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus
telah menurun sampai ke level ‘steady state’. Walaupun antibodi ini
umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan infeksi virus,
namun ternyata tidak dapat mematikan virus. Virus dapat menghindar
dari netralisasi oleh antibodi dengan melakukan adaptasi pada amplop-
nya, termasuk kemampuan mengubah situs glikosilasi-nya, akibatnya
konfigurasi 3 dimensinya berubah sehingga netralisasi yang diperantarai
antibodi tidak dapat terjadi (Djoerban & Djauzi, 2009).
17
f. Cara Penularan
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak
langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran
darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air
mani, cairan vagina, cairan presemmal, dan air susu ibu. Penularan dapat
terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi
darah, jarum suntikyang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan
cairan-cairan tubuh tersebut (Sudikno et al., 2011).
g. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala dan tanda klinis yang dapat diduga infeksi HIV, adalah
sebagai berikut :
Tabel 1. Gejala mayor dan minor pada pasien HIV/AIDS
Gejala Karakteristik
yang lama tidak lagi digunakan, entah karena profil keamanannya yang
tidak optimal atau potensi antivirus yang lemah (Safrin, 2010).
NRTI bekerja melalui inhibisi kompetitif reverse transcriptase HIV-1
dan juga dapat bergabung dengan rantai DNA virus yang sedang
bertumbuh untuk menyebabkan terminasinya. Setiap NRTI
membutuhkan aktivasi intrasitoplasmik melalui fosforilasi oleh enzim
sel untuk menjadi bentuk trifosfatnya. Kebanyakan aktif terhadap HIV-2
serta HIV-1. Agen yang dianjurkan dari golongan NRTI adalah
zidovudine dan lamivudine (Safrin, 2010).
NNRTI berikatan langsung dengan reverse transcriptase HIV-1 dan
menyebabkan blokade DNA polimerase yang bergantung-RNA dan –
DNA. Tempat ikatan NNRTI berada dekat dengan tempat ikatan NRTI,
tetapi tetap berbeda. Tidak seperti agen NRTI, NNRTI tidak
berkompetisi dengan nukleosida trifosfat atau membutuhkan fosforilasi
agar menjadi aktif. Agen yang dianjurkan dari golongan NNRTI adalah
nevirapine (Safrin, 2010).
Pada tahap akhir siklus pertumbuhan HIV, produk gen Gag dan Gag-
Pol ditranslasi menjadi poliprotein, yang selanjutnya menjadi partikel
imatur yang menonjol (budding). Protease bertannggung jawab
membelah molekul prekursor ini untuk menghasilkan protein struktural
akhir inti virion yang matang. Dengan mencegah pembelahan poliprotein
Gag-Pol, penghambat protease (PI) menghasilkan virus imatur yang
tidak menular. Sayangnya, perubahan genotipik tertentu yang
menghasilkan resistensi fenotipik cukup sering dijumpai pada
penggunaan agen-agen ini sehingga monoterapi menjadi kotraindikasi.
Agen yang dianjurkan dari penghambat protease adalah nelfinavir dan
saquinafir-S (Safrin, 2010).
j. Prognosis
Infeksi HIV pada umumnya berjalan progresif akibat belum
ditemukannya cara yang efektif untuk menanggulanginya, maka pada
22
B. Kerangka Teori
Pendidikan Pengalaman
Informasi Pengaruh
orang Luar
Lingkungan Tindakan
Media Massa
Pengalaman
Budaya
: Fasilitas
Kepercayaaan
Kesehatan Keluarga Teman Petugas
Kesehatan
Sebaya
Keterangan :
: Variabel diteliti
: Variabel tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka Teori (Ali, 2007; Astuti, 2013; Azwar, 2007; Kusrini,
2006; Notoadmodjo S, 2005; Notoadmodjo S, 2007).
24
C. Kerangka Konsep
Pengetahuan Tindakan
Pencegahan
Sikap HIV/AIDS
D. Landasan Teori
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo S, 2005).
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas mencegah
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk Limfosit yang disebut ‘sel T-4’ atau ‘sel
T-penolong’ (T-helper) atau disebut juga ‘sel CD-4 (Harti et al., 2014).
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) mengungkapkan bahwa kasus HIV dan
AIDS sampai dengan bulan Agusrus 2010 dari semua kelompok umur sejumlah
21.770 orang, termasuk remaja (KPA, 2010).
HIV dapat ditemukan dalam darah, produk darah, semen, saliva, air mata,
otak, dan kelenjar limfe. Virus AIDS dalam bahan tersebut dapat bertahan hidup
sampai tujuh hari pada suhu kamar (Jawetz et al., 2008).
Survei siswa Sekolah Menengah Atas di enam kota selama kurun waktu 2007-
2009 menunjukkan rendahnya angka penggunaan kondom secara konsisten (di
bawah 20 persen), meskipun lebih dari setengah responden dapat mengidentifikasi
kondom sebagai alat untuk mencegah infeksi HIV. Pada tahun 2011, di antara
siswa Sekolah Menengah Atas yang mengaku telah melakukan hubungan seksual,
25
E. Hipotesis
1. Ada hubungan antara tingkat Pengetahuan siswa SMA Negeri 5 Palu dengan
tindakan pencegahan HIV/ AIDS.
2. Ada hubungan antara sikap siswa SMA Negeri 5 Palu dengan tindakan
pencegahan HIV/AIDS.
3. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan siswa SMA Negeri 5
Palu dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS.
4. Tidak terdapat hubungan antara sikap siswa SMA Negeri 5 Palu dengan
tindakan pencegahan HIV/AIDS.