You are on page 1of 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” pengindraan manusia terhadap suatu

obyek tertentu. Proses pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni

indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (over behaviour) (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan adalah sebagai ingatan atas bahan-bahan yang telah dipelajari

dan mungkin ini menyangkut tentang mengikat kembali sekumpulan bahan yang

luas dari hal-hal terperinci oleh teori, tetapi apa yang diberikan menggunakan

ingatan akan keterangan yang sesuai (Ngatimin, 2008). Pengetahuan adalah kesan

didalam fikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya (Soekanto,

2008).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), dalam domain kognitif berkaitan dengan

pengetahuan yang bersifat intelektual (cara berpikir, berinteraksi, analisa,

memecahkan masalah dan lain-lain) yang berjenjang sebagai berikut:

a. Tahu (Knowledge)

Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya.

Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau mengingat


8

kembali hal-hal atau keterangan yang pernah berhasil dihimpun atau dikenali

(recall of facts).

b. Memahami (Compreshension)

Pemahaman diartikan dicapainya pengertian (understanding) tentang hal

yang sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal yang bersangkutan maka

juga sudah mampu mengenali hal tadi meskipun diberi bentuk lain. Termasuk

dalam jenjang kognitif ini misalnya kemampuan menerjemahkan,

menginterpretasikan, menafsirkan, meramalkan dan mengeksplorasikan.

c. Menerapkan (Aplication)

Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan hal yang sudah

dipahami ke dalam situasi dan kondisi yang sesuai.

d. Analisa (Analysis)

Analisis adalah kemamuan untuk menguraikan hal tadi menjadi rincian

yang terdiri unsur-unsur atau komponen-komponen yang berhubungan antara

yang satu degnan lainnya dalam suatu bentuk susunan berarti.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun kembali bagianbagian

atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang mengandung arti tertentu.
9

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal yang

bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya, sehingga diperoleh kesan

yang lengkap dan menyeluruh tentang hal yang sedang dinilainya.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa cara untuk memperoleh

pengetahuan, yaitu:

a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba

dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba

kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dipecahkan.

Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau

salah) atau metode coba-salah cobacoba.

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaankebiasaan

dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran apakah yang

dilakukan tersebut baik atau tidak.

Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi

ke generasi berikutnya, dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh

berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah,


10

otoritas pemimpin agama, maupun ahli-ahli ilmu pengetahuan. Prinsip ini adalah,

orang lain menerima pendapat uang dikemukakan oleh orang yang mempunyai

otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik

berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini

disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa

yang dikemukakannya adalah benar.

c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah, pepatah ini

mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan,

atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.

d. Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir manusia pun

ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya

dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh

kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik

melalui induksi maupun deduksi.

e. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau

lebih populer disebut metodologi penelitian (research mothodology).


11

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan secara umum

adalah:

a. Umur

Semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan

mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses

perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun.

b. Intelegensi

Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berpikir

abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar.

Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berpikir dan

mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga mampu menguasai

lingkungan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi

dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan.

c. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi

seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-

hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang

akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berpikir

seseorang.
12

d. Sosial budaya

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain,

karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh

suatu pengetahuan.

e. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk

mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran

pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan

mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka

peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik

pula pengetahuannya.

f. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat

diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu,

pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh

pengetahuan.

5. Cara Ukur Pengetahuan

Berdasarkan Pengetahuan maka pengukuran pengetahuan dapat diketahui

dengan cara orang yang bersangkutan hal-hal yang diketahui dalam menentukan
13

bukti dan jawaban baik lisan maupun tulisan. Pengukuran Pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman Pengetahuan

yang ingin kita ketahui atau ukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat

tersebut diatas. Pertanyaan yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran

pengetahuan secara umum ada 2 jenis, yaitu pertanyaan subyektif (pertanyaan

essay) dan pertanyaan obyektif (misalnya pilihan ganda) (Notoatmodjo, 2010).

Kelompok Tingkat Pengetahuan (Notoatmodjo, 2010) yaitu :

a. Baik : Jika persentase jawaban 76% - 100%

b. Cukup baik : Jika persentase jawaban 56% - 76%

c. Kurang baik : Jika persentase jawaban 40 % - 55 %

d. Tidak baik : Jika persentase jawaban < 40 %

B. Balita

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya.

Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita

akibat kekurangan zat gizi karena masih dalam taraf perkembangan dan kualitas

hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama 2008).


14

C. Toilet training

1. Pengertian Toilet training ( Pelatihan Buang Air )

Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu

mengontrol dalam melakukan buang air kecil ( BAK) dan buang air besar ( BAB)

( Hidayat, 2008). Toilet training merupakan proses pengajaran untuk mengontrol

buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) secara benar dan teratur

(Zaivera, 2008). Toilet training adalah sebuah pembiasaan pelatihan buang air (

Koraag, 2007).

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan definisi toilet

training adalah sebuah usaha pembiasaan mengontrol buang air kecil ( BAK) dan

buang air besar (BAB) secara benar dan teratur. Latihan ini termasuk dalam

perkembangan psikomotorik, karena latihan ini membutuhkan kematangan otot –

otot pada daerah pembuangan kotoran ( anus dan saluran kemih). Latihan ini

hendaknya dimulai pada waktu anak berusia 15 bulan dan kurang bijaksana bila

anak pada usia kurang dari 15 bulan dilatih karena dapat menimbulkan

pengalaman pengalaman traumatik. Toilet training merupakan latihan moral yang

pertama kali diterima anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral

anak selanjutnya ( Suherman, 2000).

2. Tahapan Toilet training

Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan

seperti membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan

membiasakan anak masuk ke dalam WC anak akan cepat lebih adaptasi. Anak

juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan
15

jelaskan kepada anak kegunaan toilet. Lakukan secara rutin kepada anak ketika

anak terlihat ingin buang air. Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu – waktu

tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan, ini

bertujuan agar anak dibiasakan dengan jadwal buang airnya. Anak sesekali

enkopresis (mengompol) dalam masa toilet training itu merupakan hal yang

normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet training maka orang tua dapat

memberikan pujian dan jangan menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan

dengan baik ( Pambudi, 2006).

Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat

kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri:

a. Melihat kesiapan anak

Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu

yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak patokan

umur anak yang tepat dan baku untuk toilet training karena setiap anak

mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses biologisnya. Orang tua harus

mengetahui kapan waktu yang tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan

benar. Para ahli menganjurkan untuk melihat beberapa tanda kesiapan anak itu

sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet

training. Bukan orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses

toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet

training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang tidak diinginkan

seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma melihat toilet.
16

b. Persiapan dan perencanaan

Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal yang

perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut gunakan istilah yang mudah

dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku buang air besar (BAB) / buang

air kecil (BAK) misalnya poopoo untuk buang air besar (BAB) dan peepee untuk

buang air kecil (BAK).

Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab pada

usia ini anak cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang tua hendaknya segera

mungkin mengganti celana anak bila basah karena enkopresis (mengompol) atau

terkena kotoran, sehingga anak akan merasa risih bila memakai celana yang basah

dan kotor. Meminta pada untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya

apabila ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dan bila anak

mampu mengendalikan dorongan buang air maka jangan lupa berikan pujian pada

anak (Farida, 2008).

Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang lain seperti:

a. Mendiskusikan tentang toilet training dengan anak

Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil

memakai popok dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang tua

juga bisa membacakan cerita tentang cara yang benar dan tepat ketika

buang air.

b. Menunjukkan penggunaan toilet

Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak ( ayah dengan

anak laki – laki dan ibu dengan anak perempuan). Orang tua juga bisa

meminta kakaknya untuk menunjukkan pada adiknya bagaimana


17

menggunakan toilet dengan benar ( disesuaikan juga dengan jenis

kelamin).

c. Membeli pispot yang sesuai dengan kenyamanan anak

Pispot ini digunakan untuk melatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa

untuk duduk di toilet. Anak bila langsung menggunakan toilet orang

dewasa, ada kemungkinan anak akan takut karena lebar dan terlalu tinggi

untuk anak atau tidak merasa nyaman. Pispot disesuai dengan kebutuhan

anak, diharapkan dia akan terbiasa dulu buang air di pispotnya baru

kemudian diarahkan ke toilet sebenarnya. Orang tua saat hendak membeli

pispot usahakan untuk melibatkan anak sehingga dia bisa menyesuaikan

dudukan pispotnya atau bisa memilih warna, gambar atau bentuk yang ia

sukai.

d. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak

Suatu proses panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini, seringkali

dibutuhkan suatu bentuk reward atau reinforcement yang bisa

menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak dengan sistem

reward yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa

melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah terjadi

tuntutan untuknya sehingga hal ini akan menambah rasa mandiri dan

percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta serta pujian di

depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan sesuatu

atau mungkin orang tua bisa menggunakan system stiker / bintang yang

ditempelkan dibagian ” keberhasilan” anak. Ketika orang tua sudah

melakukan 2 langkah di atas maka bisa masuk ke langkah selanjutnya


18

yaitu toilet training. Proses toilet training ada beberapa hal yang perlu

dilakukan yaitu Membuat jadwal untuk anak Orang tua bisa menyusun

jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu dengan tepat kapan anaknya

biasa buang air besar (BAB) atau buang air kecil ( BAK). Orang tua bisa

memilih waktu selama 4 kali dalam sehari untuk melatih anak yaitu pagi,

siang, sore dan malam bila orang tua tidak mengetahui jadwal yang pasti

BAK ( buang air kecil ) atau BAB ( buang air besar) anak.

e. Melatih anak untuk duduk di pispotnya

Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan segera

menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang air disitu.

Awalnya anak dibiasakan dulu untuk duduk di pispotnya dan ceritakan

padanya bahwa pispot itu digunakan sebagai tempat membuang kotoran.

Orang tua bisa memulai memberikan rewardnya ketika anak bisa duduk

dipispotnya selama 2 – 3 menit misalnya ketika anak bias menggunakan

pispotnya untuk BAK maka reward yang diberikan oleh orang tua harus

lebih bermakna dari pada yang sebelumnya.

f. Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang

diperlihatkan oleh anak Misalnya anak hari ini pukul 09.00 pagi anak

buang air kecil (BAK) di popoknya maka esok harinya orang tua

sebaiknya membawa anak ke pispotnya pada pukul 08.30 atau bila orang

tua melihat bahwa beberapa jam setelah buang air kecil (BAK) yang

terakhir anak tetap kering, bawalah dia ke pispot untuk buang air kecil

(BAK). Hal yang terpenting adalah orang tua harus menjadi pihak yang

pro aktif membawa anak ke pispotnya jangan terlalu berharap anak akan
19

langsung mengatakan pada orang tua ketika dia ingin buang air besar

(BAB) atau buang air kecil ( BAK).

g. Buatlah bagan untuk anak supaya dia bisa melihat sejauh mana kemajuan

yang bisa dicapainya dengan stiker yang lucu dan warna – warni, orang

tua bias meminta anaknya untuk menempelkan stiker tersebut di bagan itu.

Anak akan tahu bahwa sudah banyak kemajuan yang dia buat dan orang

tua bisa mengatakan padanya orang tua bangga dengan usaha yang telah

dilakukan anak (Dr Sears, 2006).

Berdasarkan dari uraian tentang tahapan melatih toilet training dapat

disimpulkan sebagai berikut orang tua selayaknya melihat kesiapan anak untuk

toilet training terlebih dahulu kemudian mendiskusikan tentang toilet training

dengan anak agar anak tidak merasa terpaksa melakukannya. Membiasakan anak

menggunakan toilet untuk buang air, ini agar anak beradaptasi terlebih dahulu dan

orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet untuk menarik perhatian anak

terhadap toilet. Meminta pada anak untuk memberitahukan bahasa tubuhnya

apabila anak ingin buang air dan menggunakan istilah seperti poopoo untuk buang

air besar ( BAB) dan peepee untuk buang air kecil ( BAK), bila anak berhasil

melakukan buang air dengan benar berikan pujian pada anak.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Toilet training

Faktor – faktor yang mempengaruhi kesiapan toilet training anak

yaitu:
20

a. Minat

Suatu minat telah diterangkan sebagai sesuatu dengan apa anak

mengidentifikasi kebenaran pribadinya. Minat tumbuh dari tiga jenis pengalaman

belajar. Pertama, ketika anak-anak menemukan sesuatu yang menarik perhatian

mereka. Kedua, mereka belajar melalui identifikasi dengan orang yang dicintai

atau dikagumi atau anak-anak mengambil operminat orang lain itu dan juga pola

perilaku mereka. Ketiga, mungkin berkembang melalui bimbingan dan

pengarahan seseorang yang mahir menilai kemampuan anak. Perkembangan

kemampuan intelektual memungkinkan anak menangkap perubahanperubahan

pada tubuhnya sendiri dan perbedaan antara tubuhnya dengan tubuh teman sebaya

dengan orang dewasa, sehingga dengan adanya bimbingan dan pengarahan dari

orang tua maka sangatlah mungkin seorang anak dapat melakukan toilet training

sesuai dengan apa yang diharapkan (Hidayat, 2008 ).

b. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengalaman yang telah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2003).

c. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap

pembentukan dan perkembangan perilaku individu baik lingkungan fisik maupun

lingkungan sosio-psikologis termasuk didalamnya adalah belajar. (Sudrajat, 2008)


21

4. Hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam latihan toilet training

Menurut Imam (2003) hal yang penting perlu diperhatikan dalam toilet

training adalah

a. Berikan penghargaan

Anak bila berhasil menahan buang air besar atau buang air kecil, berilah

penghargaan pada anak. Anak akan memahami tujuan dari toilet training yang

sedang dilaksanakannya.

b. Jangan marah atau memberi hujatan pada anak

Orang tua jangan marah bila anak belum bisa menahan kencing atau

enkopresis (mengompol). Terkadang orang tua terlalu memaksakan anak agar

dapat segera buang air dengan benar.

c. Jelaskan pada anak tentang toilet training

Orang tua perlu menjelaskan kepada anak bahwa apada umur dia

sekarang sudah harus dapat buang air di tempatnya dengan benar dan tidak

memerlukan lagi popok sekali pakai ( diapers).

d. Perhatikan siklus buang air

Orang tua memperhatikan siklus buang air anak dengan begitu pelatihan

buang air dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada pemaksaan dari orang

tua. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hal yang harus

perhatikan dalam melakukan toilet traning yaitu pemberiaan penghargaan atau

reward pada anak bila anak dapat menahan kencing dan berhasil melakukan

buang air dengan benar. Orang tua juga tidak perlu marah bila anak belum

berhasil melakukan buang air dengan benar karena pada umur 2 tahun anak belum

mampu mengontrol kandung kemih dan sfingter ani yang dengan baik, wajar bila
22

anak masih enkopresis (mengompol). Perlu juga orang tua menjelaskan tentang

toilet training, agar anak paham apa yang akan orang tua lakukan pada dia dan

menangani tidak terjadi penolakan. Orang tua juga perlu memperhatikan siklus

buang air anak agar mempermudah dalam melakukan toilet training.

5. Dampak latihan toilet training

Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya

perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat

mengganggu kepribadian anak yang cenderung bersifat retentive di mana anak

cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh orang

tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil atau

melarang anak saat bepergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan

dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian eksprensif

dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara – gara, emosional

dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari – hari ( Hidayat, 2008).

Berdasarkan uraian tentang dampak latihan toilet training diatas maka dapat

disimpulkan toilet training pada anak usia 18 – 36 bulan mempunyai pengaruh

terhadap pekembangan selanjutnya dan kepribadian anak.

6. Kemampuan Toilet training

Anak – anak yang telah mampu melakukan toilet training dapat dilihat dari

kemampuan psikologi, kemampuan fisik dan kemampuan kognitif. Kemampuan

psikologi anak mampu melakukan toilet training sebagai berikut anak tampak

kooperatif, anak memiliki waktu kering periodenya antara 3 – 4 jam, anak buang
23

air kecil dalam jumlah yang banyak, anak sudah menunjukkan keinginan untuk

buang air besar dan buang air kecil dan waktu untuk buang air besar dan kecil

sudah dapat diperkirakan dan teratur. Kemampuan fisik dalam melakukan toilet

training yaitu anak dapat duduk atau jongkok tenang kurang lebih 2 – 5 menit,

anak dapat berjalan dengan baik, anak sudah dapat menaikkan dan menurunkan

celananya sendiri, anak merasakan tidak nyaman bila mengenakan popok sekali

pakai yang basah atau kotor, anak menunjukkan keinginan dan perhatian terhadap

kebiasaan ke kamar mandi, anak dapat memberitahu bila ingin buang air besar

atau kecil, menunjukkan sikap kemandirian, anak sudah memulai proses imitasi

atau meniru segala tindakan orang, kemampuan atau ketrampilan dapat

mencontoh atau mengikuti orang tua atau saudaranya dan anak tidak menolak dan

dapat bekerjasama saat orang tua mengajari buang air. Kemampuan kogitif anak

bila anak sudah mampu melakukan toilet training seperti dapat mengikuti dan

menuruti instruksi sederhana, memiliki bahasa sendiri seperti peepee untuk buang

air kecil dan poopoo untuk buang air besar dan anak dapat mengerti reaksi

tubuhnya bila ia ingin buang air kecil atau besar dan dapat memberitahukan bila

ingin buang air ( Nadira, 2006).

E. Praktik Toilet training Ibu

Praktik toilet training yang dilakukan oleh ibu sebagai berikut:

a. Praktik Lisan

Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan instruksi pada anak

dengan kata – kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan besar. Cara ini

merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita
24

perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam

memberikan rangsangan untuk buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB)

dimana dengan lisan ini persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan

akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil (BAK)

dan buang air besar (BAB).

b. Praktik memberi contoh

Usaha melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara meniru

untuk buang air besar atau memberikan contoh. Cara ini juga dapat dilakukan

dengan memberikan contoh – contoh buang air kecil (BAK) dan buang air besar

(BAB) atau membiasakan buang air kecil (BAK) dan besar secara benar. Teknik

memberi contoh ini dapat dilakukan dengan cara seperti anak mengamati orangtua

dengan jenis kelamin yang sama atau saudaranya yang sedang buang air (

Hidayat, 2008).

Selain dapat menggunakan metode praktik yang diatas ibu juga dapat

menggunakan metode praktik pengaturan jadwal dan menggunakan alat bantu

seperti boneka.

c. Praktik pengaturan jadwal

Anak yang telah menampakkan tanda kesiapan secara bertahap diminta

duduk diatas kloset sebentar dalam keadaan berpakaian lengkap. Anak diminta

untuk melepaskan pakaian dalamnya sendiri dan duduk di kloset selama 5 – 10

menit. Ibu memberikan pujian pada anak bila anak dapat melakukan dengan baik.
25

Metode ini efektif untuk anak – anak yang memiliki jadwal buang air besar

(BAB) atau buang air kecil kecil (BAK) yang teratur.

d. Praktik menggunakan alat bantu

Anak telah menunjukkan tanda kesiapan untuk latihan buang air, kemudian

anak diajrkan toilet training menggunakan boneka sebagai model. Orang tua

memberikan contoh lewat boneka kemudian orang tua meminta anak untuk

menirukan proses toilet training dengan boneka secara berulang – ulang dan anak

diajarkan untuk member pujian pada boneka ( Apotik Online, 2008).

D. Kerangka Teori

Gambar 2.10
Kerangka Teori
Faktor predisposisi
- Pengetahuan
- Sikap
- Kepercayaan
- Keyakinan
- Nilai-nilai

Faktor pendukung
- Lingkungan Perilaku Kesehatan
- Sarana dan (Praktek toilet training
pada anak)
prasarana

Faktor pendorong
- Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
perilaku kesehatan

Sumber : Laurence Green dalam Notoatmodjo (2010)


26

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.11

Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan Ibu tentang


toilet training, yang meliputi:
- Pengertian toilet training
- Tahapan toilet training
- Praktek toilet training
pada anak

You might also like