You are on page 1of 13

CASE REPORT

REHABILITASI MEDIK PADA SEORANG WANITA USIA 59 TAHUN


DENGAN PARAPARESE INFERIOR ET CAUSA SPONDILITIS
TUBERKULOSIS

Pembimbing:
dr. Siswarni Sp.KFR

Oleh:

Denny Eka Putri P., S.Ked J 510170018


Canny Nur Chastity, S.Ked J 510170059

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN


REHABILITASI MEDIK
RUMAH SAKIT ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

CASE REPORT

REHABILITASI MEDIK PADA SEORANG WANITA USIA 59 TAHUN


DENGAN PARAPARESE INFERIOR ET CAUSA SPONDILITIS
TUBERKULOSIS

Diajukan Oleh :
Denny Eka Putri P., S.Ked J 510170018
Canny Nur Chastity, S.Ked J 510170059

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pada hari tanggal

Pembimbing:
dr. Siswarni Sp.KFR (...............................)

Dipresentasikan dihadapan:
dr. Siswarni Sp.KFR (...............................)

Disaahkan Ka. Progdi Profesi:


dr. Flora Ramona S.P., Sp.KK (..............................)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN


REHABILITASI MEDIK
RUMAH SAKIT ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

BAB I
PENDAHULUAN

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan


nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis
merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang
lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini. Penyakit
ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang
menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan
kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil
tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga
etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.
Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang
dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, terutama berusia 3 – 5 tahun.
Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini
mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering
terkena dibandingkan anak-anak. Terapi konservatif yang diberikan pada pasien
tuberkulosa tulang belakang sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada
kasus – kasus tertentu diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang
harus dilakukan dengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani
tindakan operatif.
Penanganan medis pada penderita spondilitis tuberkulosa dengan
komplikasi paraplegia melibatkan tim medis yang terdiri dari ahli saraf, ahli bedah
saraf, ahli bedah ortopedi, ahli penyakit dalam, psikiater, dan dokter rehabilitasi
medik. Sedangkan tim rehabilitasi medik selain dokter juga terdiri dari
fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, psikolog, pekerja sosial medik, dan
perawat rehabilitasi medik (Zhang H., et al. 2012).

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama Pasien : Ny. S
2. Umur : 59 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Bojonegoro
5. Pekerjaan : Tukang Pijat Panggilan
6. Agama : Islam
7. Suku : Jawa
8. Tanggal Masuk RD : 27 Agustus 2017
9. Tanggal Pemeriksaan : 30 Agustus 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri Punggung dan kelemahan AGB
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan berusia 59 tahun mengeluh nyeri pada bagian
punggung yang tidak menjalar. Nyeri dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun
ini dan memberat sejak 2,5 bulan terakhir. Selain nyeri pada punggung yang
semakin memberat, sejak 2,5 bulan ini pasien juga mengaku mengalami
kelemahan pada kakinya, terutama pada kaki bagian kiri yang sering
mengalami kesemutan dan sulit digerakkan. Hal tersebut menyebabkan pasien
hanya dapat terbaring di tempat tidur dan tidak dapat beraktivitas seperti
biasa.
Pasien mengaku memiliki benjolan pada bagian tulang belakangnya.
Benjolan tersebut sudah muncul sejak 5 tahun ini, tidak membesar dengan
cepat dan sekarang ini berdiameter kurang lebih 2,5 cm, tidak terasa nyeri
bila tertekan.
Pasien mengaku mengalami demam dan tidak enak badan, berat badan
menurun 5kg, keringat dingin (+), batuk (+). Selain itu pasien merasakan
kakinya terasa kaku dan berat. Nafsu makan menurun (+), pasien mengatakan
BAB dan BAK 2,5 bulan terakhir tidak lancar. Untuk BAB pasien sering
meminum obat pencahar untuk memudahkannya, sedangkan untuk BAK,
pasien sering merasa kesulitan, sehingga 2,5 bulan terakhir pasien terkadang
memakai kateter.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat pengobatan dengan OAT : disangkal
b. Riwayat TB Paru : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat mondok di rumah sakit : disangkal
f. Riwayat DM : diakui
g. Riwayat penyakit jantung : disangkal
h. Riwayat trauma : diakui
4. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat minum alkohol : disangkal
c. Riwayat konsumsi jamu : disangkal
d. Riwayat sering keluar malam : diakui
e. Riwayat tidur larut malam : diakui
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat DM : disangkal
b. Riwayat TB Paru : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat pengobatan TB Paru : disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merantau bekerja di Jakarta dan tinggal di rumah kontrakan bersama
temannya. Jarak antar rumah dikontrakannya berdekatan dengan lingkungan
yang kurang bersih. Pasien mengaku memiliki tetangga kontrakan yang
sering batuk-batuk namun tidak diketahui riwayat TBCnya.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan


a. Adanya penderita batuk lama, sesak napas, dan batuk darah di sekitar
rumah pasien.
b. Tidak adanya anggota keluarga dengan keluhan serupa.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum: nampak kesakitan, compos mentis
2. Kepala
a. Konjungtiva anemis (-/-)
b. Sklera ikterik (-/-)
3. Leher
a. Pembesaran kelenjar limfe regional tidak ditemukan.
b. JVP dalam batas normal.
4. Extremitas Superior : tak ada kelainan
5. Extremitas Inferior : Status Lokalis

Status Lokalis
Trunkus :
Inspeksi : Tanda radang (-), terdapat gibus pada regio thorakalis VI,
skoliosis (-)
Palpasi : Nyeri tekan pada paravertebrae (+), spasme otot – otot para
vertebrae (+), nyeri pada perabaan di regio Thorakalis
Gerak : Terbatas pada sisi sinistra

Extremitas Inferior Dextra Sinistra


Deformitas (-) (-)
Tanda Radang (-) (-)
Gerak N Terbatas
Tonus N Meningkat
Trofi Eutrofi Eutrofi
Kekuatan
Fleksor paha 3 3
Ekstensor lutut 3 4
Dorsofleksor kaki 4 3
Dorsofleksor ibu jari kaki 4 3
Plantar fleksor kaki 4 3
Sensibilitas
Sensorik Menurun Menurun
Reflek Fisiologis N Meningkat
Reflek Patologis
Babinski - +
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaefer - -

ASIA SCALE

RIGHT LEFT
Motor Sensory Motor Sensory
Light Pin Light Pin
Touch Prick Touch Prick
C2 2 2 2 2
C3 2 2 2 2
C4 2 2 2 2
C5 5 2 2 5 2 2
C6 5 2 2 5 2 2
C8 5 2 2 5 2 2
T1 5 2 2 5 2 2
T2 2 2 2 2
T3 2 2 2 2
T4 2 2 2 2
T5 2 2 2 0
T6 2 2 2 0
T7 2 2 2 0
T8 2 0 1 0
T9 2 0 1 0
T10 1 0 1 0
T11 1 0 1 0
T12 1 0 1 0
L1 1 0 1 2
L2 3 1 0 3 2 2
L3 3 1 0 4 2 0
L4 4 1 0 3 1 2
L5 4 1 2 3 1 2
S1 4 1 0 3 2 2
S2 1 0 1 0
S3 2 2 2 2
S4-5 2 2 2 2
TOTA 43 47 33 41 47 36
L
DAP=YES VAC=YES

SENSORY R = T7 MOTOR R = L2
L = T4 L = L2
NEUROLOGICAL LEVEL OF INJURY = T4
AIS: PARAPLEGIA ASIA D NEUROLOGIK LEVEL T4

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto MRI
Regio Thoracalis : Kesan Spondilitis TB
Post Operasi Laminektomi dan stabilisasi vertebra thoracalis IV-V.

2. Pemeriksaan Hematologi
Hasil NilaiRujukan Keterangan
Leukosit 16.5 3.6-11.0 /Ul H
Eritrosit 3.2 3.80-5.20 L
juta/Ul
Hemoglobin 9.6 11.7-15.5 g/dl L
Hematokrit 31 35-47 % L
Trombosit 48.000 150.000-500000 N
/Ul
LED J1 91 < 15 mm/jam H
LED J2 97 < 20 mm/jam H
GDS 128 <120 mg/dl H

E. DIAGNOSIS
Paraparese Inferior et causa Spondilitis Tuberkulosis Vertebrae Thorakalis IV-V

F. TERAPI
1. Masalah Rehabilitasi Medik

a. Paraparese inferior
b. Gangguan mobilisasi
c. Gangguan AKS (Aktifitas kehidupan sehari-hari)
d. Gangguan vegetatif (BAK dan BAB)
e. Komplikasi tirah baring yang lama

2. Tujuan Rehabilitasi Medik


a. Tujuan Jangka Pendek
- Meningkatkan endurance
- Meningkatkan kekuatan anggota gerak
- Mempertahankan ROM anggota gerak atas dan bawah
- Mencegah terjadinya decubitus
- Mencegah terjadinya kontraktur sendi
b. Tujuan Jangka Panjang
- Pasien dapat melakukan aktifitas fungsional secara mandiri
- Mampu dan terampil mobilisasi dan transfer
- Mencegah komplikasi lebih lanjut

3. Program Terapi
a. Terapi Medikamentosa
- Rifampicin 1 x 300 mg
- INH 1 x 300 mg
- Pirazinamid 1 x 2 / hari
- Etambutol 1 x 11/2 per hari

b. Program Rehabilitasi Medik


- Edukasi
 Anjuran melakukan turning position setiap 2 jam untuk
mencegah terjadinya dekubitus
 Anjuran melakukan latihan ROM secara mandiri sedini mungkin
untuk mencegah terjadinya kontraktur sendi dan spastisitas serta
mempertahankan ROM yang masih baik
 Anjuran penggunaan TLSO untuk membantu dalam imobilisasi
 Memotivasi pasien dan keluarga untuk melakukan bladder
retraining dengan kateterisasi berkala/ intermittent
catheterization dan juga bowel retraining secara mandiri
 Anjuran untuk melakukan mobilisasi bertahap (tidur-duduk-
berdiri-ambulasi)
- Fisioterapi
Program:
 General ROM exercise
 Isometric back exercise
 Mobilisasi bertahap
 Strengthening exercise

- Okupasi Terapi
 Latihan ADL (Activity Daily Living)
 Bladder retraining (intermittent catheterization)
 Bowel retraining

- Ortotik Prostetik
Program:
 Pemakaian TLSO

- Psikologi
Program:
 Psikoterapi
F. Prognosis
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad bonam
3. Quo ad functionam : dubia ad bonam

ANALISIS MASALAH

Telah dikemukakan kasus mengenai seorang perempuan berusia 59 tahun


dengan spondilitis tuberkulosa VTh IV-V.
Diagnosis spondilitis tuberkulosa ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan nyeri
punggung, kelemahan kedua tungkai sehingga pasien sulit untuk berdiri dan
berjalan, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, batuk dan demam,
pasien mengaku BAB dan BAB mengalami kesulitan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan paraplegi inferior, gibus pada vertebra


thorakalis VI, hasil foto rontgen dan MRI kesan spondilitis TB.

Penanganan komprehensif pasien paraplegi e.c spondilitis tuberkulosa


meliputi pemberian medikamentosa (OAT), penanganan rehabilitasi medik.
Medikamentosa yang diberikan bertujuan untuk mengendalikan infeksi,
memperbaiki keadaan umum.

Penanganan rehabilitasi harus melibatkan seluruh tim rehabilitasi medik,


pasien, dan keluarga, terutama perawatan rehabilitasi yang intensif sangat
diperlukan untuk mencegah komplikasi tirah baring lama. Pada kasus ini,
penderita dan keluarga perlu diberikan informasi secara umum mengenai
perjalanan penyakit yang dapat menimbulkan kecacatan permanen.

Dari bagian Rehabilitasi Medik diberikan program fisioterapi berupa general


ROM exercise, isometric back exercise, strength exercise, mobilisasi duduk
bertahap dengan memakai TLSO, yang semuanya merupakan latihan untuk
meningkatkan fungsi tubuh agar dapat melakukan aktifitas sehari-hari.

Pada penderita juga dibuatkan ortose TLSO yang bertujuan untuk


immobilisasi vertebra, mengurangi nyeri, mencegah deformitas menjadi lebih
berat dan untuk mobilisasi bertahap (duduk). Psikoterapi diberikan untuk
memberikan motivasi dan pengertian pada pasien untuk melakukan terapi dengan
teratur dan tidak putus asa ataupun bosan.

You might also like