Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
4
pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk
menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu
adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. (PPDGJ III, 1993)
GEJALA :
5
4. Nyeri
C. RENTANG RESPON
1. Respon adaptif Respon maladaptif
2. Alarm resistens kelelahan
3. Reaksi alarm
4. Respon langsung terhadap stressor yang belum disingkirkan.
5. Meksnisme respons adrenokortikal digerakan sehingga menimbulkan
perilaku yang berkaitan dengan respon menyerang atau menghindar
(fight-or-flight).
6. Tahap resistens Pada tahap ini terjadi beberapa resistens terhadap
stressor. Tubuh beradaptasi pada tingkat fungsi yang rendah sehingga
memerlukan pengeluaran energi yang lebih besar dari biasnya untuk
dapat bertahan hidup.
7. Tahap kelelahan
8. Mekanisme adaptif menjadi melemah dan gagal pada tahap ini. Akibat
negative dari stressor menyebar keseluruh organisme. Apabila stressor
tidak dihilangkan atau dilawan, dapat terjadi kematian.
D. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor biologi
Emosi dikaitkan dengan bangkitan sistem neuroindokrin melalui
pelepasan kortikosteroid, aksi sistem neurotransmiter, dan perubahan
reseptor pascasinaptik dalam berespon terhadap stres. umpan balik
pengaturan gangguan stres yang relevan, terutama aktivasi kekebalan
dan peradangan, dapat, pada gilirannya, memberikan kontribusi untuk
patologi stres yang terkait, termasuk perubahan dalam perilaku,
sensitivitas insulin, metabolisme tulang, dan diperoleh respon imun
teori genetik menunjukkan bahwa stres berkepanjangan dapat
6
menyebabkan perubahan fisiologis, yang mengakibatkan gangguan
fisik, penyakit jantung, gangguan pencernaan, dan iritasi kulit.
2. Faktor psikologis
Kepribadian tipe A mewakili hubungan tipe kepribadian dengan
gangguan fisiologis, dalam hal ini penyakit jantung. Penyakit fisik
dapat terjadi tanpa disertai kerusakan organic optimis tampaknya
memiliki gejala fisik lebih sedikit dan dapat menunjukkan pemulihan
lebih cepat dari penyakit percaya pada kendali pribadi, atau self-
efficacy focuse peningkatan pada peran pelindung negara emosional
yang positif. satu gagasan tentang sifat-sifat ini adalah bahwa
kepribadian penyembuhan diri, yang dicirikan oleh antusiasme.
3. Faktor sosiokultural
Keparahan gejala pada individu dipengaruhi oleh aspek lingkungan
sosial dan budaya pengalaman subjektif stres dapat ditingkatkan atau
dikurangi dengan sifat dan jumlah masalah dalam dunia orang tersebut,
perubahan iklim dunia yang emosional, dan dengan kehidupan sosial
orang yang sakit itu. menjadi sakit adalah peran sosial akan sebagai
kondisi dan masyarakat ditempatkan keyakinan tertentu dan harapan
pada orang yang jatuh sakit.
E. FAKTOR PRESIPITASI
1. Faktor biologis
- Penyakit psikofisiologis diakibatkan akumulasi kejadian kecil yang
menimbulkan stres.
2. Faktor Psikologis
- Sulit mengenali satu atau lebih stressor yang menyeababkan masalah.
3. Faktor sosiokultural
- pola bekerja terlalu berat dan berlebih-lebihan
7
F. KLASIFIKASI
1. Gangguan Somatisasi
Definisi Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan
dengan keluhan somatik yang beragam dan berulang yang bermula
sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia remaja, dan
berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya
yang berarti dalam memenuhi peran sosial. Keluhan-keluhan yang
diutarakan biasanya mencakup sistem-sistem organ yang berbeda
seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan problem
menstruasi/seksual.
Orgasme terhambat penyakit-penyakit neurologic,gastrointestinal,
genitourinaria, kardiopulmonar pergantian status kesadaran yang sulit
ditandai dan lain sebagainya. Orang yang sangat sering memanfaatkan
pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh
penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu
masalah fisik yang diketahui. Keluhan tersebut juga tampak
meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali menerima
perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.
8
b) Prognosis
Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada
gejala yang lebih dominan.
3. Gangguan Hipokondriasis
Hipokondriasis adalah keterpakuan (PREOKUPASI) pada
ketakutan menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki
penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis untuk
keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan somatisasi
dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya
yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka
pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat
karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa
simtomfisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu
penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah
jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis
bahwa ketakutan itu tidakberdasar. Gangguan ini paling sering muncul
antara usia 20 dan 30 tahun,meski dapat terjadi di usia berapa pun.
Tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya. Mereka
9
umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik. Seringkali melibatkan
sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Orang
dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli
pada simtom dan hal-halyang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringandalam
sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit
sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simtom fisik dapat
menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan
dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut
kekhawatiran akan kesehatan, lebihbanyak simtom psikiatrik, dan
memersepsikan kesehatan yang lebih burukdaripada orang lain.
Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain,terutama
depresi mayor dan gangguan kecemasan.
a) Etiologi masih belum jelas
b) Epidemiologi
Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria
sama
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus
ada:
1) Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu
penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya,
meskipun pemeriksaanyang berulang-ulang tidak menunjang
adanya alasan fisik yang memadai,ataupun adanya preokupasi
yang menetap kemungkinan deformitas atauperubahan bentuk
penampakan fisiknya (tidak sampai waham)
2) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari
beberapadokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau
abnormalitas fisik yangmelandasi keluhan-keluhannya.
10
- Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa
ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi
keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
- Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis
yang tepat
- Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran
tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan
kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
panik,gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan
somatoform lain.
d) Prognosis
10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut manjadi kronik dengan
onset yang berfluktuasi, 25 % prognosisinya buruk.
11
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata
berhubungandengan faktor psikologis atau secara bermakna
dieksaserbasi oleh faktorpsikologis.
a) Ciri-ciri:
Pasien sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang
penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya secara tiba-tiba
biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari
atau berlangsungbertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit
organik yang walaupun demikiantidak dapat menerangkan secara
adekuat keparahan nyerinya (Tomb, 2004). Individu yang
merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa
nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail
dalammemberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang
dialaminya, danmenjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang
dirasakan menjadi lebih sakit ataulebih berkurang (Adler et al.,
dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
b) Etiologi, tidak diketahui
c) Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang
dengan keluhan nyeri punggung.
d) Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
- Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis
- Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lain.
- Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam
onset,
kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
- Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau
dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
12
- Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood,
kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi
kriteria dispareunia.
e) Prognosis : jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika
gejala terjadi > 6 bulan, cenderung buruk (cenderung menjadi
kronik).
G. MEKANISME KOPING
Diagnosa Kemampuan personal Aset materi Dukungan sosial Keyakinan
positif :
- Nyeri kronis b.d. beban kerja
1. Tidak bisa mengontrol perasaannya/ halusinasinya
2. Tidak bisa membedakan stresor nyata dan tidak nyata Ada biaya untuk
berobat, transportasi Dokter yang memeriksa, Keluarga, Saudara Klien
berkeyakinan dengan datang keklinik penyakit dalam dia akan sembuh.
13
d) pembicaraan: bisa dengan detail dan sungguh-sungguh
menceritakan keluhannya
e) sikap terhadap pemeriksa: kooperatif
2. keadaan afektif
a) mood: sulit dinilai
b) afek: tumpul
c) empati: tidak dapat dirabarasakan
4. proses berfikir
a) arus pikiran
b) produktifitas: ada
c) isi pikiran
d) gangguan pikiran: delusion of influence merasa nyeri pinggang,
nyeri perut
14
I. PENANGANAN
1. Farmakologi
- Obat transquilizer dan psikotropika
- Obat ansietas
- Obat anti depresan
2. Non Farmakologis
- Gangguan dismorfik tubuh : terapi perilaku kognitif membantu pasien
mengidentifikasi dan menantang gangguan persepsi tubuh dan
gangguan berfikir kritis, terutama menghadapi pemajanan yang terarah
dan pencegahan respon.
- Gangguan hipokondriasis : terapi perilaku kognitif terbukti bermanfaat
dalam mengoreksi informasi yang salah dan keyakinan yang
berlebihan, juga menunjukan proses kognitif yang mempertahankan
rasa sakit akan penyakit pada hipokondria.
15