You are on page 1of 17

1.

METODOLOGI FEASIBILITY STUDY

Pengumpulan data

Lalulintas Topografi Geologi & Hidrologi & Lingkungan &


Geoteknik Drainase Keselamatan

1.1. Ketentuan Teknis


1.1.1. Kajian Tentang Kebijakan dan sasaran Perencanaan

Kajian ini berisikan tentang:

1. Kebijakan dan sasaran perencanaan umum dari proyek perlu


diinformulasikan kembali dengan memperhatikan hasil dari pra
studi kelayakan.
2. Atas dasar kebijakan dan sasaran perencanaan perlu ditetapkan
fungsi dan kelas jalan, serta ketentuan parameter perencanaan
jalan, seperti kecepatan rencana, tingkat kinerja (level of
performance) arus lalulintas, dan pembebanan jembatan.
3. Dengan adanya ketidakpastian dan resiko yang tinggi, dapat
diusulkan untuk melaksanakan pembangunan secara bertahap,
dengan demikian ada peluang untuk memodifikasi ketentuan
perencanaan di paruh waktu.
4. Awal suatu proyek biasanya dapat meningkatkan suatu manfaat
proyek dalam perhitungan kelayakan ekonomi.

1.1.2. Kajian Tentang Lingkungan dan tata ruang

Kajian ini berisikan tentang:

1. Jalan dan lalulintas yang melewatinya, harus dapat diterima oleh


lingkungan di sekitarnya, baik pada waktu pengoprasian, maupun
pada waktu pembangunan dan pemeliharaan, misalnya:
a. alternatif rute tidak melalui daerah konservasi
b. alternatif rute tidak menimbulkan dampak yang besar pada
lingkungan sekitarnya;
c. dampak sosial dan pengadaan tanah perlu untuk diantisipasi;
d. identifikasi keperluan penyusunan AMDAL dan UKL-UPL, serta
menyiapkan kerangka acuan kerja (KAK)
e. mendukunng tata ruang dari wilayah studi
2. berbagai aspek lingkungan akibat pelaksanaan jalan dan jembatan
telah teridentifikasi pada pra studi kelayakan, hasilnya perlu
diformulasikan kembali secara lebih teliti atas dasar analisis data
primet yang lebih rinci.
3. Biaya yang diperlukan untuk menanggulangi masalah lingkungan
perlu diidentifikasi dan rinci, karena akan menjadi salah satu
komponen biaya pada analisis ekonomi.
4. Kaji ulang tata ruang merupakan penilaian atas kesesuaian lahan
dan tata guna lahan serta rencana pengembangan wilayah, harus
dipenuhi dalam upaya menghasilkan rekomendasi dan keputusan
pembangunan jalan dan jembatan, selain itu, kaitannya dengan
pengadaan tanah yang tidak dapat terlepas dari adanya
pertimbangan kesesuaian lahan/tanah dan tata guna lahan/tanah
yang telah dituangkan dan titetapkan dalam rencana umum tata
ruang (RUTR).
5. Peran dari jalan harus mendukung tata guna lahan/tanah dari
Kawasan studi secara efisien, dimana:
a. jalan merupakan bagian dari sistem jaringan jalan yang tersusun
dalam suatu tingkatan hirarki;
b. sistem jaringan jalan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari system transportasi di wilayah studi;
c. sistem jaringan jalan dan tata guna lahan/tanah dari wilayah
studi membentuk satu sistem transportasi dan tata guna
lahan/tanah yang efisien.
1.1.3. Kajian tentang pengadaan tanah
1. Pengadaan tanah merupakan langkah awal kegiatan pelaksanaan
konstruksi jalan dan jembatan, dalam pelaksanaannya tidak mudah
dan membutuhkan waktu, serta pelaksanaannya seringkali sangat
merugikan masyarakat.
2. Lahan/tanah harus dapat dibebaskan sesuai dengan kebutuhan akan
Rumija pada alternatif solusi yang terpilih. Dalam pelaksanaannya,
pengadaan tanah seringkali melebihi Rumija yang direncanakan,
karena adanya sedikit sisa lahan/tanah yang terpaksa harus
dibebaskan juga.
3. Luas Rumija yang dibutuhkan dan estimasi biaya pengadaan tanah
menurut klasifikasi lahan/tanah dan bangunan perlu dihitung,
karena akan menjadi salah satu komponen bagi perhitungan biaya
proyek.
4. Pengadaan tanah harus sudah selesai pada tahap awal pelaksanaan
konstruksi, sehingga serah terima lapangan (site handover) kepada
pihak kontraktor dapat dilaksanakan.
5. Tanah yang diperuntukkan bagi proyek jalan dan jembatan
dibebaskan melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku dengan mempertimbangkan
kriteria/faktor tata guna lahan/tanah dan kesesuaian lahan/tanah.

Estimasi biaya pengadaan tanah disesuaikan dengan Keppres Nomor


55/1993 dan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Nomor 01/1994, serta kebijakan pemukiman kembali yang
didasarkan pada kepadatan penduduk, luas pengadaan tanah serta
prosentasi keluarga yang setuju untuk dipindahkan, atau mengikuti
pedoman pengadaan tanah untuk pembangunan jalan yang
dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

6. Kegiatan yang berpengaruh besar terhadap pengadaan tanah,


meliputi:
a. penetapan tanggal permulaan yang tepat untuk pekerjaan-
pekerjaan konstruksi;
b. penetapan dan perhitungan biaya-biaya proyek;
c. kebijakan dan regulasi pemerintah kaitannya dengan
pertanahan dan pengadaan tanah.

1.1.4. Formulasi alternatif solusi


1. Beberapa alternatif solusi yang potensial dari hasil pra studi
kelayakan diformulasikan, untuk dilakukan studi secara lebih teliti.
Alternatif solusi tersebut harus sudah memenuhi kebijakan dan
sasaran perencanaan dari proyek, dapat dilaksanakan secara teknis,
dan dalam aspek lingkungan tidak ada kendala.
2. Alternatif solusi harus sudah memperhatikan karakteristik
rancangan geometri, sesuai dengan fungsi dan kelas jalan yang
diusulkan, misalnya sehubungan dengan kelandaian alinyemen dan
jari-jari tikungan minimum.
3. Alternatif solusi yang baik secara ekonomi adalah yang mempunyai
biaya transportasi total yang minimal, artinya bahwa total biaya
pelaksanaan, pemeliharaan dan pengoperasian dari jalan dan
jembatan adalah sekecil mungkin, misalnya :
a. rute lebih pendek dengan biaya pelaksanaan tinggi dapat
menjadi alternatif yang layak secara ekonomis;
b. rute panjang dengan biaya pelaksanaan yang lebih rendah
belum tentu merupakan alternatif yang paling layak secara
ekonomis;
c. rute yang lebih pendek dengan jembatan yang panjang pada
alinyemen yang datar, dapat menjadi alternatif yang lebih
layak daripada rute yang lebih panjang, untuk memaksakan
jembatan dengan bentang yang pendek;
d. rute yang melalui daerah yang labil secara geologi, atau yang
melalui patahan atau siar, dapat membutuhkan biaya
pemeliharaan yang tinggi, dan mempunyai keandalan operasi
yang rendah.
4. Untuk pembangunan yang bertahap, alinyemen horisontal dan
vertikal jalan sudah harus sesuai dengan kelas jalan dan kecepatan
rencana yang diinginkan. Adalah sulit untuk merubah alinyemen di
kemudian hari. Untuk pembangunan bertahap, tahap awal dapat
berupa badan jalan yang lebih sempit, atau tebal perkerasan yang
belum mencakup pembebanan sampai akhir umur rencana.

1.2. Pengumpulan data

Pengumpulan data untuk studi kelayakan terdiri dari data-data


sebagai berikut:

1. Lalu Lintas
2. Topografi
3. Geologi & Geoteknik
4. Hidrologi & drainase
5. Lingkungan dan Keselamatan

1.2.1. Lalulintas
1. Untuk perancangan geometri dan evaluasi manfaat ekonomi perlu
diketahui besarnya volume lalulintas sekarang dan prakiraan
lalulintas masa depan. Untuk perancangan tebal perkerasan perlu
keterangan tambahan mengenai jumlah dan berat dari berbagai
jenis kendaraan berat yang ada dalam arus lalulintas tersebut.
2. Ada beberapa jenis lalulintas yang mungkin terjadi di jalan yang
sedang ditinjau, yaitu lalulintas normal (normal traffic), lalulintas
teralih (diverted traffic), lalulintas alih moda, lalulintas terbangkit
(generated traffic), lalulintas yang merubah tujuan, dan lalulintas
yang terpendam (suppressed traffic).
a. Lalulintas normal adalah lalulintas yang diharapkan tumbuh
secara normal di wilayah studi yang tidak dipengaruhi dengan
adanya proyek.
b. Lalulintas teralih merupakan pertambahan lalulintas akibat
beralihnya lalulintas dari rute lain yang paralel. Asal dan tujuan
dari perjalanan tidak berubah. Alihan ini terjadi karena alasan
ekonomis, dimana para pelaku perjalanan akan memperoleh
manfaat dari berkurangnya biaya perjalanan akibat
memanfaatkan proyek.
c. Lalulintas moda alih merupakan lalulintas tambahan yang
terjadi akibat beralihnya perjalanan dari moda lain ke moda
jalan. Asal dan tujuan dari perjalanan tidak berubah, hanya
modanya saja yang berubah. Alihan ini terjadi karena alasan
ekonomis, dimana para pelaku perjalanan akan memperoleh
manfaat dari mengalihkan moda perjalanan akibat adanya
proyek.
d. Lalulintas terbangkit merupakan lalulintas baru yang belum ada
sebelumnya. Bangkitnya perjalanan ini terjadi karena turunnya
biaya perjalanan akibat adanya proyek. Perjalanan yang
sebelumnya tidak layak secara ekonomis menjadi layak untuk
dilaksanakan.
e. Lalulintas yang merubah tujuan merupakan lalulintas yang
merubah tujuan perjalanan akibat adanya proyek. Maksud dari
perjalanan tidak berubah, hanya tujuan yang berubah karena
alasan ekonomis, dimana pada tujuan yang baru maksud
perjalanannya terpenuhi secara lebih ekonomis. Perjalanan
untuk berbelanja, berpariwisata, ataupun memperoleh bahan
baku merupakan contoh perjalanan yang dapat berubah
tujuannya.
f. Lalulintas yang terpendam merupakan lalulintas yang
sebelumnya tidak dapat terjadi karena pelaku perjalanan
kekurangan waktu. Akibat adanya proyek, maka waktu
perjalanan berkurang, dan sisa waktunya dipergunakan untuk
perjalanan baru.
3. Pertumbuhan lalulintas dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan.
Prakiraan pertumbuhan lalulintas di awal periode rencana
merupakan kombinasi dari pertumbuhan normal dengan satu atau
lebih jenis pertumbuhan lainnya. Setelah suatu periode awal,
keseluruhan lalulintas akan tumbuh dengan suatu nilai
pertumbuhan normal yang baru, yang besarnya dapat saja lebih
besar dari pertumbuhan normal sebelumnya.
4. Analisis lalulintas menghasilkan LHR tahunan, baik untuk tahun
dasar maupun untuk tahun-tahun berikutnya selama umur rencana.
LHR tahunan merupakan lalulintas harian rata-rata untuk waktu
satu tahun; nilai ini dapat berbeda jauh dari LHR hari kerja di
daerah perkotaan, atau LHR akhir minggu di jalan antar kota yang
melayani lalulintas pariwisata. LHR pada tahun dasar diperoleh dari
pencacahan lalulintas selama beberapa hari penuh. Pencacahan
lalulintas dapat dilakukan secara manual atau secara semi otomatik
dengan penggunaan detektor kendaraan, atau secara otomatik
penuh dengan alat pencacah elektronik. Kecukupan data survai
akan menentukan akurasi dari LHR tahun dasar yang dicari. Metoda
penentuan LHR diatur dalam pedoman pencacahan lalulintas yang
diterbitkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor Pd.T-19-2004-B.
5. Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diwakili dengan
suatu faktor k. Nilai k ini tergantung pada karakteristik fluktuasi
dalam waktu dari arus lalulintas di wilayah studi, dan besarnya
resiko yang diambil untuk terlampauinya prakiraan nilai rencana di
tahun rencana. Nilai k diperoleh dari analisis data volume lalulintas
per jam. Untuk pedoman umum besarnya faktor k dapat dilihat
pada pedoman yang berlaku. Volume jam perencanaan (VJP) untuk
volume lalulintas dua arah diperoleh dari hubungan empiris sebagai
berikut:

𝐕𝐉𝐏 = 𝐤 × 𝐋𝐇𝐑

dengan pengertian:

VJP volume jam perencanaan;

k faktor volume lalulintas pada jam sibuk (% terhadap LHRT);

LHR lalulintas harian rata-rata pada tahun rencana.

6. Lalulintas dalam arah sibuk pada jam sibuk turut menentukan


geometri dari penampang jalan. Distribusi dalam jurusan sibuk
dinyatakan dengan faktor SP yang diperoleh dari analisis data
volume lalulintas. Untuk nilai patokan faktor SP dapat dilihat pada
pedoman yang berlaku.

𝐕𝐉𝐏 × 𝐒𝐏
𝐕𝐉𝐏 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐚𝐫𝐚𝐡 𝐬𝐢𝐛𝐮𝐤 =
𝟏𝟎𝟎

dengan pengertian:

VJP volume jam perencanaan;

SP distribusi dalam jurusan sibuk (directional split), %.

7. Prakiraan lalulintas pada tahun-tahun berikutnya setelah tahun


dasar diperoleh melalui suatu model prakiraan. Model prakiraan
tersebut dapat merupakan suatu ekstrapolasi dari data historis,
atau merupakan hasil proses perencanaan transportasi yang lebih
komprehensif. Proses perencanaan transportasi tersebut setidaknya
mengikuti kaidah yang lazim dalam teori perencanaan transportasi
yang terdiri atas :
a. Model bangkitan perjalanan (trip generation);
b. Model distribusi perjalanan (trip distribution);
c. Model pemilihan moda transportasi (modal split);
d. Model pembebanan lalulintas (traffic assignment);
e. Pemodelan kebutuhan transportasi di wilayah studi, atau
dengan menurunkan kebutuhan akan transportasi dari suatu
skenario masa depan.

1.2.2. Topografi
1. Peta topografi diperlukan dalam penentuan rute dan prakiraan
biaya proyek, yang berkaitan dengan kondisi eksisting,
kemungkinan pengadaan tanah, realokasi penduduk, kondisi
topografi (datar, berbukit atau pegunungan), jenis bangunan
pelengkap, jembatan dan lain-lain.
2. Rancangan dari alternatif jalan digambar pada peta topografi
dengan skala paling kecil sebesar 1:5000 untuk jalan antar kota,
dan skala 1:1000 untuk jalan perkotaan. Peta ini dibuat khusus
untuk keperluan studi dan berisi segala informasi yang diperlukan
seperti garis tinggi, jalan air, penggunaan lahan/tanah dan patok-
patok pengukuran.
3. Peta topografi untuk pekerjaan jalan antar kota berupa suatu peta
jalur yang mencakup suatu daerah minimum selebar 100 meter; bila
ada pekerjaan pendukung khusus, maka peta jalur ini harus
diperluas seperlunya.
4. Untuk daerah perkotaan, lebar jalur cakupan peta ini dapat
dikurangi sampai seluruh ruang pengawasan jalan saja. Khusus pada
daerah persimpangan, peta harus mencakup kaki persimpangan.

1.2.3. Geometri
1. Nilai rancangan dari elemen-elemen geometri jalan ditentukan oleh
suatu kecepatan rencana. Kecepatan rencana ini ditentukan
berdasarkan peran dari jalan yang sedang ditinjau, dan kelas jalan
yang dipilih.
2. Untuk memudahkan perancangan geometri dari jalan dikenal
beberapa kelas jalan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalulintas jalan pasal
11 dan pasal 80. Adanya kelas jalan ini mengurangi jumlah
alternatif geometri jalan yang dapat dipertimbangkan.
3. Penampang jalan tergantung pada volume lalulintas yang
diperkirakan akan melewatinya, dan tingkat kinerja yang ingin
dicapai dalam operasi. Untuk prakiraan dari kinerja lalulintas
selama operasi, harus mengacu pada metoda yang diberikan dalam
pedoman yang berlaku.
4. Bila menurut prakiraan akan terdapat banyak kendaraan lambat
dan/atau kendaraan tidak bermotor dalam koridor yang ditinjau,
maka dapat dipertimbangkan untuk menambah lebar jalan,
ataupun menyediakan jalur khusus untuk kendaraan tidak
bermotor/jalur lambat.
5. Jenis persimpangan jalan dan metoda pengendaliannya ditetapkan
sesuai dengan hirarki jalan dan volume lalulintas rencana yang
melewatinya. Jenis pengendalian persimpangan dapat berupa
pengendalian tanpa rambu, dengan rambu hak utama, dengan alat
pemberi isyarat lalulintas (APILL), dengan jalan layang (flyover) dan
underpass, atau dengan persimpangan tak sebidang lainnya.
Perhitungan tentang persimpangan didasarkan pada pedoman
perencanaan persimpangan sebidang maupun tak sebidang dan
pedoman lain yang berlaku.
6. Elevasi rencana jalan juga dipengaruhi oleh tinggi rencana banjir
sepanjang rute yang ditinjau.
7. Seluruh jalan dan jaringannya harus dilengkapi dengan marka dan
rambu yang baku seperti telah diatur dalam pedoman yang berlaku.

1.2.4. Geologi dan geoteknik


1. Konstruksi jalan dan jembatan meneruskan beban ke tanah.
Sepanjang suatu koridor jalan kondisi geologi dan geoteknik dapat
bervariasi. Jenis tanah dasar dapat dikelompokkan menurut
karakteristik geologi agar penyelidikan geoteknik dapat dilakukan
secara terstruktur dan efisien. Dengan demikian ruas jalan terbagi
atas beberapa segmen yang homogen secara geoteknik.
2. Masing-masing jenis tanah perlu diteliti daya dukungnya. Bila
konstruksi jalan akan berada pada galian, maka daya dukung tanah
yang dipakai adalah yang berada pada elevasi rencana. Bila
konstruksi akan berada pada timbunan, maka daya dukung dari
tanah timbunan perlu ditentukan sesuai jenis tanah timbunan yang
diusulkan.
3. Untuk jalan antar kota yang baru, analisis geologi dan geoteknik
perlu dilakukan lebih mendalam sehubungan dengan kondisi geologi
kawasan, pekerjaan tanah, lokasi jembatan, ketersediaan bahan
bangunan (quarry), dan pertimbangan lainnya, yang akan
mempengaruhi aspek biaya pembangunan dan/atau pemeliharaan
jalan.
4. Tanah dasar yang lembek mungkin perlu penanganan khusus berupa
stabilisasi dengan bahan tambahan, atau melalui konsolidasi
dengan mengeluarkan air tanah. Tanah lembek dalam jumlah
terbatas dapat dibuang dan diganti dengan tanah urugan yang lebih
baik. Pemilihan penanganan tergantung pada aspek pembiayaan.
Secara keseluruhan biaya pekerjaan tanah dapat merupakan bagian
yang signifikan dari biaya konstruksi total.
5. Untuk jalan perkotaan, analisis geologi tidak terlalu menentukan
lagi karena kondisinya sudah dikenal.
6. Daya dukung tanah dasar untuk keperluan perhitungan konstruksi
perkerasan dinyatakan dalam nilai CBR. Penyelidikan untuk nilai
CBR harus dilakukan dalam jumlah yang cukup, sehingga mewakili
masing-masing segmen homogen secara signifikan.
7. Untuk keperluan perhitungan pondasi jembatan, penyelidikan
tanah perlu dilakukan ke arah bawah sampai mencapai tanah keras.
1.2.5. Perkerasan jalan
1. Perkerasan jalan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan
beban lalulintas ke tanah dasar secara ekonomis.
2. Jenis konstruksi jalan meliputi perkerasan lentur dan pekerasan
kaku. Penentuan jenis konstruksi disesuaikan dengan kondisi
eksisting dan memperhatikan aspek ekonomis, dan merupakan
konstruksi terbaik yang mungkin dilaksanakan, dan tidak perlu
merupakan konstruksi terbaik secara teknis.
3. Perancangan kekuatan konstruksi perkerasan jalan terutama
dipengaruhi oleh beban lalulintas yang melewatinya selama umur
rencana, daya dukung tanah dasar, serta kondisi lingkungan di
sekitarnya.
4. Untuk jenis perkerasan lentur, beban lalulintas pada lajur yang
dibebani paling besar menentukan kekuatan konstruksi dari
keseluruhan konstruksi perkerasan. Berat gandar yang bervariasi
dari lalulintas dikonversikan ke suatu beban gandar standar sebesar
8,16 ton/equivalent standard axle load (ESAL). Dengan demikian
umur konstruksi perkerasan sebenarnya adalah dalam kemampuan
melewatkan sejumlah total (jutaan) ESAL selama umur rencana.
Untuk perhitungan perkerasan lentur menggunakan metoda analisis
komponen, yang mengacu pada pedoman perencanaan tebal
perkerasan lentur Nomor Pt.T-01-2002-B.
5. Pembangunan bertahap dari konstruksi perkerasan dapat
merupakan alternatif yang ekonomis. Suatu pembangunan bertahap
akan menyebabkan elevasi permukaan jalan meninggi dan hal ini
perlu diantisipasi sehubungan dengan keterkaitannya dengan
prasarana sekelilingnya dan berubahnya ruang bebas di atas
permukaan jalan.
1.2.6. Hidrologi dan drainase
1. Data hujan dapat diperoleh dari rekaman stasiun pengamatan
hujan. Data hujan yang hilang atau tak terekam dapat diperkirakan
dengan metoda perkiraan. Hasil analisis merupakan keterangan
mengenai intensitas curah hujan.
2. Daerah aliran sungai merupakan daerah yang seluruh air hujannya
akan mengalir lewat permukaan ke satu sungai tertentu. Konstruksi
jalan sebaiknya tidak mengganggu pengaliran air ini.
3. Pola drainase konstruksi jalan sejauh mungkin harus berusaha untuk
mempertahankan penyerapan air ke dalam tanah seperti kondisi
sebelumnya. Sasaran utama bukan lagi merupakan pengaliran air
permukaan ke badan jalan terdekat dengan secepatnya.
4. Sasaran dari suatu sistem drainase jalan yang baik adalah :
a. mengalirkan air hujan yang jatuh pada permukaan jalan ke arah
luar;
b. mengendalikan tinggi muka air tanah di bawah konstruksi jalan;
c. mencegah air tanah dan air permukaan yang mengarah ke
konstruksi jalan;
d. mengalirkan air yang melintas melintang jalur jalan secara
terkendali.
e. Data hujan juga diperlukan untuk menentukan koreksi faktor
regional pada perhitungan tebal perkerasan lentur dengan
metoda analisis komponen. Dalam perhitungan dimensi saluran,
salurannya dianggap sebagai saluran terbuka (open channel).
5. Data banjir didapatkan dari data yang ada pada tahun-tahun
sebelumnya. Konstruksi jalan pada dasarnya tidak boleh terendam
banjir. Melalui analisis statistik dapat ditentukan tinggi banjir
rencana yang akan terjadi di sungai. Periode ulang untuk
perhitungan banjir adalah 5 tahun untuk konstruksi jalan, dan 50
tahun untuk konstruksi jembatan.
6. Dalam perencanaan drainase dapat mengikuti pedoman teknis
perencanaan drainase jalan yang diterbitkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum.

1.2.7. Aspek lingkungan dan keselamatan


1. Lingkungan biologi
a. Pengaruh terhadap flora

Rencana pembangunan prasarana pada suatu lokasi harus


memperhatikan kemungkinan adanya vegetasi asli dan vegetasi
langka yang dilindungi pada rencana lokasi pembangunan ataupun
wilayah pengaruhnya. Keberadaan vegetasi-vegetasi semacam ini
dapat menjadi kendala bagi kelanjutan pembangunan apabila
diperkirakan akan timbul gangguan dari dampak pembangunan
terhadap kelangsungan keberadaan vegetasi-vegetasi tersebut dan
tidak tersedianya alternatif untuk mempertahankan keberadaan
vegetasi tersebut. Informasi mengenai keberadaan vegetasi asli
atau langka tersebut biasanya tersedia pada Balai Konservasi
Sumber Daya Alam terdekat atau Dinas Kehutanan.

Selain keberadaan vegetasi langka dan vegetasi asli, rencana


pembangunan prasarana harus memperhitungkan dampak lain
terhadap vegetasi, seperti terjadinya perubahan kerapatan dan
keragaman vegetasi. Konsultasi dengan ahli biologi dan konservasi
kehutanan sangat disarankan apabila dampak ini diperkirakan akan
terjadi.

b. Pengaruh terhadap fauna

Pembangunan prasarana baru akan berpengaruh terhadap fauna


yang ada di sekitar lokasi pembangunan. Pelaksanaan pembangunan
maupun operasional infrastruktur dapat mengganggu habitat fauna
tertentu karena jalan dapat menjadi pembatas pergerakan
binatang sehingga wilayah jelajah binatang tertentu berkurang.
Selain itu, jalan dapat membahayakan migrasi beberapa hewan
melata ataupun burung-burung yang mungkin akan mempengaruhi
populasi hewan-hewan tersebut. Pemrakarsa kegiatan harus
melakukan identifikasi secara akurat terhadap keberadaan dan
perilaku hewan tersebut sehingga dapat memberikan rekomendasi
bagi alternatif solusi yang diusulkan dalam pembangunan prasarana
transportasi.

2. Lingkungan fisika – kimia


a. Tanah

Penelitian terhadap tanah yang meliputi kesuburan tanah dan tata


guna lahan/tanah, juga harus dilakukan dalam rencana
pembangunan prasarana baru. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana perubahan struktur tanah terhadap pemanfaatan
lahan/tanah di sekitar lokasi pembangunan tersebut.

b. Kualitas air

Air merupakan komponen lingkungan yang sangat penting bagi


kehidupan. Adanya perubahan terhadap kualitas air akan
menimbulkan dampak negatif terhadap habitat dan lingkungan
disekitarnya. Rencana pembangunan prasarana baru harus
memperhatikan kualitas air yang ada di sekitar lokasi
pembangunan, baik air permukaan maupun air tanah, karena akan
berpengaruh terhadap konstruksi dari jalan yang akan dibangun
tersebut.

c. Polusi udara

Penilaian penetapan prakiraan dampak penting dan nilai ambang


kualitas udara mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 45/10/1997 mengenai standar polusi udara dan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 35/10/1993 mengenai buangan
dari kendaraan bermotor, serta Peraturan Pemerintah Nomor 41
tahun 1999 tentang baku mutu udara.
d. Kebisingan dan vibrasi

Penilaian penetapan prakiraan dampak penting dan nilai ambang


kebisingan mengacu pada pedoman teknis prediksi kebisingan
akibat lalu lintas Nomor Pd. T-10-2004-B dan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 48/11/1996 mengenai bunyi di
lingkungan. Sedangkan untuk penilaian prakiraan dampak penting
dan nilai ambang getaran/vibrasi mengacu pada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 49/11/1996 mengenai getaran.

3. Lingkungan sosial, ekonomi dan budaya


e. Kependudukan

Penilaian penetapan prakiraan dampak penting


kependudukan/sosial mengacu pada pedoman teknis metode
identifikasi dan analisis komponen sosial pada pekerjaan konstruksi
jalan, yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan
Keputusan Ketua Bapedal Nomor 229/11/1996 mengenai pedoman
teknis kajian aspek sosial dalam penyusunan AMDAL;

1) Perubahan mata pencaharian;


2) Pengaruh terhadap kekerabatan;
3) Ganti kerugian dalam pengadaan tanah;
4) Keamanan;
5) Kesehatan masyarakat;
6) Pendidikan;
7) Cagar budaya dan peninggalan sejarah;
8) Estetika visual;
9) Perubahan pola interaksi.
4. Keselamatan jalan
a. Audit keselamatan lalulintas merupakan suatu kegiatan oleh
badan yang independen untuk menghasilkan usulan-usulan
perbaikan rancangan. Perbaikan ini diharapkan akan
meningkatkan keselamatan lalulintas pada alternatif solusi
proyek jalan dan jembatan yang distudi. Usulan perbaikan ini
harus diakomodasi dalam rancangan aspek teknis yang relevan
seperti tersebut di atas. Untuk memastikan faktor-faktor yang
perlu diperbaiki berkaitan dengan keselamatan, dapat merujuk
pada pedoman audit keselamatan yang berlaku.
b. Rancangan proyek yang baik diharapkan meningkatkan
keselamatan lalulintas, dan dapat meliputi aspek sebagai
berikut:
1) interaksi lalulintas kendaraan dengan lingkungan sepanjang
jalan yang terkendali;
2) pemisahan kendaraan lambat dari kendaraan cepat;
3) menciptakan arus lalulintas dengan kecepatan yang
seragam, sehingga konflik internal menjadi minimal;
4) pengendalian konflik antara pejalan kaki dengan lalulintas
kendaraan;
5) pengendalian persimpangan jalan yang sesuai dengan
hirarki dari jalan yang berpotongan;
6) ketersediaan rambu dan marka yang lengkap untuk
memandu para pengguna jalan.
c. Kelengkapan rambu dan marka akan mendukung keselamatan
lalulintas. Biaya rambu dan marka menjadi komponen biaya
konstruksi, dan dari biaya pemeliharaan jalan dan jembatan
sepanjang umur rencana.
d. Biaya kecelakaan lalulintas merupakan komponen dari biaya
proyek selama umur rencana. Pengurangan biaya kecelakaan
akan menjadi manfaat dari proyek. Biaya kecelakaan dihitung
sebagai hasil perkalian jumlah kecelakaan dengan biaya satuan
kecelakaan, menurut klasifikasi dari kecelakaan. Dapat dilihat
pada pedoman perhitungan biaya kecelakaan yang berlaku.

You might also like