You are on page 1of 2

BUDAYA SENYUM, SALAM, SAPA, SOPAN, SANTUN

PERLU DIJAGA

Pada jaman globalisasi ini manusia mulai menggunakan teknologi dalam kehidupan
seahari-hari contohnya dalam kehidupan sosialnya sering kali manusia hanya menggunakan media
sosial untuk bersosialisasi dalam kesehariannya tanpa melakukan interaksi secara langsung dengan
orang tersebut, hal itu membuat pola hidup atau kebiasan masyarakat mulai berubah secara
perlahan contohnya budaya yang kita miliki yaitu 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun)
dimana budaya ini begitu melekat dalam kehidupan kita dahulu sebelum mulai maraknya media
sosial yang hanya mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Ironi memang melihat
budaya yang mempersatukan bangsa ini lambat laun akan punah karena media sosial, dulu kita
dikenal sebagai negara yang ramah terhadap pendatang dan hal itu mengundang para wisatawan
mancanegara untuk datang berkunjung ke Indonesia apakah kita hanya akan mengingat itu sebagai
sejarah budaya kita saja? Atau kita akan menjaga budaya tersebut selamanya sebagi identitas
bangsa indonesa yang ramah terhadap siapapun. Setelah mengerti budaya ramah yang harus kita
jaga ini kita akan membedah apa itu 5S yang dimaksud berikut keterangannya (diambil dari
beberapa sumber:)
1. Senyum
Menggarakkan sedikit raut muka serta bibir agar orang lain atau lawan bicara merasa
nyeman melihat kita ketika berjumpa. Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum
dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan
senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus.
Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang
menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain?
Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Mengapa kita
begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?

2. Salam
Salam yang dilakukan dengan ketulusan mampu mencairkan suasana kaku, salam dalam
hal ini bukan hanya berararti berjabat tangan saja, namun seperti megucapkan salam menurut
agama dan kepercayaan masing-masing. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan
keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-
buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan
untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun.

3. Sapa
Tegur sapa ramah yang kita ucapkan membuat suasana menjadi akrab dan hangat, sehingga
lawan bicara kita merasa hargai. “apa kabar hari ini ? / ada yang bisa saya bantu”, atau dengan kata
hangat dan akrab lainnya. Dengan kita menyapa orang lain maka orang itu akan merasa dihargai.
Di dalam salam dan sapa akan memebrikan nuansa tersendiri. Mari kita teliti diri kita kalau kita
disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Mengapa kita enggan
menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang
hadir bersamaan dengan sapaan kita?

4. Sopan
Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang
tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika
duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur
tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan
bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita
bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.

5. Santun
Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di
angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang
mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah
pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh
mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana
kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang
yang kurang baik?

You might also like