You are on page 1of 5

Judul : Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

Jurnal : Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan

Halaman : 25 Halaman

Tahun : Maret 1999

Penulis : Lepi T. Tarmidi

Reveiwer : Galang Ihsan Ramadhan (165020101111059)

Kelas : Ekonomi Moneter II AC

Abstraksi

Krisis moneter yang melanda Asia terutama Indonesia pada awal Juli 1997
mengakibatkan timbulnya permasalahan yang cukup besar bagi perekonomian yang berubah
menjadi krisis ekonomi 1998 yaitu lumpuhnya kegiatan ekonomi karena banyak perusahaan
yang tutup dan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang menganggur. Terdapat beberapa
indikator utama yang menyebabkan fundamental ekonomi Indonesia yang kuat diantaranya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran rendah, neraca
pembayaran yang cenderung stabil dan terkendali, cadangan devisa yang cukup besar dan
realisasi anggaran. Meskipun secara fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang
cukup kuat oleh Bank Dunia, namun krisis moneter 1997 masih tetap mempengaruhi sistem
keuangan serta perekonomian yang ada di Indonesia sehingga dalam indikator fundamental
ekonomi indoesia yang kuat masih ada beberapa kelemahan struktural seperti peraturan
perdagangan domestik yang kaku, adanya monopoli impor dan kurangnya transparansi informasi
sehingga timbul adanya ketidakpastian dalam hal investasi berkurang dan banyakya sektor
swasta yang meminjam dana luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge (pembatasan).
Sehingga konsekuensi dari krisis moneter yaitu membiarkan nilai tukar rupiah berfluktuasi
secara bebas.

Faktor Penyebab Krisis Moneter

Sebenarnya penyebab dari krisis moneter bukan dari lemahnya fundamental ekonomi
Indonesia pada masa lalu dalam menghadapi perubahan dalam perekonomian, akan tetapi faktor
utama penyebabnya karena utang luar negeri terutama pihak swasta yang mencapai jumlah yang
besar, sehingga mengakibatkan nilai tukar dollar sebagai mata uang yang kuat mengalami
overshooting yang tinggi dari nilai nyatanya. Krisis moneter ini akhirnya berkepanjangan akibat
dari spekulasi terhadap dollar AS tinggi dan jatuh tempo utang luar negeri yang besar. Akan
tetapi, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi krisis moneter ini diantaranya :
1. Dianutnya sistem devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan sehingga
emungkinkan arus modal dan valuta asing dapat mengalir keluar masuk secara bebas
tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat bebas
membuka rekening valuta asing di dalam negeri maupun luar negeri dan valuta asing juga
bisa diperdagangkan baik di dalam negeri maupun luar negeri.
2. Tingkat depresiasi rupiah yang relative rendah berkisar antara 2,4% hingga 5,8% mulai
tahun 1991- 1998 yang berada di bawah nilai tukar nyata sehingga menyebabkan nilai
rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Dengan adanya overvalued rupiah akan
melemah terhadap dollar AS dan mengakibatkan produk dalam negeri akan lebih mahal
dibandingkan dengan produk luar negeri yang relative murah.
3. Utang luar negeri swasta dalam jangka waktu pendek dan menengah sehingga nilai tukar
rupiah mengalami tekanan karena ketersediaan cadangan devisa yang sedikit untuk
membayar utang yang telah jatuh tempo.
4. Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing atau disebut juga hedge funds secara
rasional tidak mungkin dapat di dihentikan dengan melepas cadangan devisa yang dimilki
karena adanya praktek margin funding atau penyedia dana yang memungkinkan dengan
modal relative sedikit namun memilki jumlah saham saham yang cukup besar.
5. Kebijakan fiscal dan moneter yang tidak konsisten dalam suatu sistem nilai tukar dengan
batasan intervensi.
6. Defisit neraca pembayaran yang semakin membesar. Hal tersebut terjadi karena laju
impor barang dan jasa yang relative meningkat dibandingkan dengan jumlah ekspor serta
melonjaknya pembayaran bunga pinjaman
7. Penanaman modal asing akibat dari adanya ketidak stabilan sistem moneter Indonesia
sehingga banyak investor asing menarik dananya/sahamnya keluar dari Indonesia dengan
jumlah yang cukup besar.
8. IMF (International Monetary Funds) tidak membantu sepenuhnya untuk memperbaiki
sistem moneter Indonesia serta cenderung menunda pengalokasian dana bantuan
keuangan dengan alas an pemerintah Indonesia tidak mensepakati 50 butir perjanjian
dengan baik.
9. Adanya permainan spekulan domestik dengan menggunakan dana dari pihak lain di luar
domestik, akan tetapi juga meminjam dana dari sistem perbankan.
10. Timbul krisis kepercayaan dan kepanikan masyarakat akan krisis moneter sehingga
masyarakat luas berbondong-bondong untuk membeli dollar AS agar nilai aset/kekayaan
yang dimiliki tidak merosot dan bisa menarik keutungan dari adanya depresiasi rupiah
terhadap dollar.
11. Meningkatnya daya saing negara Asia Timur terutama Jepang untuk berinvestasi dalam
jumlah besar yang menimbulkan mata uang yen mengalami penguatan terhadap dollar
AS. Namun tidak lama kemudian dollar AS kembali menguat sementara utang negara
jepang meningkat karena meminjam dalam mata uang yen.
Dampak dari Krisis

Semua permasalahan dalam krisis ekonomi pastinya berhubungan dengan kurs/


nilai tukar valas, khususnya dollar AS yang melambung tinggi. Kemudian dampak dari
kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam secara umum dapat kita ketahui sebagai berikut:

a. Kesulitan menutup APBN karena cadangan devisa yang dimilki Indonesia sedikit
akan
b. Harga barang kebutuhan pokok juga akan naik,
c. Utang luar negeri dalam rupiah melonjak.
d. Ketika harga barang kebutuhan pokok naik maka tarif listrik, tarif BBM,dan tarif
angkutan akan naik juga.
e. Krisis akan membuat perusahaan menjadi collapse/bangkrut atau mengurangi
produksinya karena tidak bisa menjual barangnya dan beban/biaya yang harus
dikeluarkan akan semakin tinggi, sehingga akan menimbulkan PHK di mana-mana.
f. Tingkat Investasi akan menurun karena daya beli produk domestik rendah
dibandingakan dengan impor
g. Laju inflasi semakin tinggi

Peran IMF terhadap Reformasi Moneter Indonesia

Menurut IMF, krisis ekonomi yang melanda Indonesia disebabkan karena pemerintah
meminta bantuan IMF disaat kondisi nilai tukar rupiah sudah sangat terdepresiasi. Karena secara
garis besarnya IMF dapat memulihkan kembali kepercayaan tehadap mata uang telah
terdepresiasi. Oleh karena itu IMF memberikan Program bantuan pertama yang ditanda-tangani
pada tanggal 31 Oktober 1997. Program ini diberi nama Program reformasi ekonomi yang
disarankan IMF yang mencakup empat bidang:

a. Penyehatan sektor keuangan;


b. Kebijakan fiskal;
c. Kebijakan moneter;
d. Penyesuaian struktural.

Untuk menunjang program ini, IMF mengalokasikan stand-by credit sekitar US$
11,3 milyar selama tiga hingga lima tahun masa program ini berlaku. Sejumlah US$ 3,04 milyar
dicairkan segera, jumlah yang sama disediakan setelah 15 Maret 1998 bila program
penyehatannya telah dijalankan sesuai persetujuan, dan sisanya akan dicairkan secara bertahap
sesuai kemajuan dalam pelaksanaan program. Dari jumlah total pinjaman tersebut, Indonesia
sendiri mempunyai kuota di IMF sebesar US$ 2,07 milyar yang bisa dimanfaatkan. (IMF,
1997: 1). Karena dalam program-program reformasi ekonomi pertama terdapat beberapa hal
yang diprasyaratkan IMF, maka dilakukanlah negosiasi kedua yang menghasilkan persetujuan
mengenai reformasi ekonomi (letter of intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari
1998, yang mengandung 50 butir. Saran-saran IMF diharapkan akan mengembalikan
kepercayaan masyarakat dengan cepat dan kurs nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil (butir 17
persetujuan IMF 15 Januari 1998). Pokok dari program IMF adalah sebagai berikut:

A. Kebijakan makro-ekonomi
- Kebijakan fiskal
- Kebijakan moneter dan nilai tukar
B. Restrukturisasi sektor keuangan
- Program restrukturisasi bank
- Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan
C. Reformasi struktural
- Perdagangan luar negeri dan investasi
- Deregulasi dan swastanisasi
- Social safety net
- Lingkungan hidup.

Dari pokok bahasan diatas dapat dinyatakan bahwa prioritas utama dari program IMF
adalah 1) Menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia, 2)
merestrukturisasi sistem perbankan, 3) Memperkuat implementasi reformasi struktural untuk
ekonomi yang efisien dan berdaya saing, 4) Menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang
pihak swasta, 5) Mengembalikan kestabilan perdagangan terutama ekspor.

Kritik Terhadap IMF

Pada implementasi yang sebenarnya program yang telah diberikan oleh IMF
menimbulkan sebuah permasalahan baru bagi sistem moneter serta regulasi yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah agar kestabilan dan tingkat efisiensi ekonomi Indonesia bisa
kembali seperti semula. Terdapat 2 kritik pokok terhadap program yang telah diberikan oleh IMF
diantaranya : (1) program IMF terlalu seragam, padahal masalah yang dihadapi tiap negara tidak
seluruhnya sama; dan (2) program IMF terlalu banyak mencampuri kedaulatan negara yang
dibantu (Fischer, 1998b). Terdapat beberapa saran IMF yang telah diberikan kepada pemerintah
Indonesia seperti adanya sistem liquidasi bank, kemudian kebijakan uang ketat, dan adanya
standar IMF menuntut surplus anggaran. Akan tetapi dengan adanya beberapa kebijakan yang
diberikan IMF kepada Indonesia ternyata membuat ketidakseimbangan dengan sistem
perekonomian yang telah dianut Indonesia selama orde lama hingga krisis menghampiri
Indonesia.
Prospek Indonesia dan Cara mengatasi terjadinya Krisis

Diharapkan dari adanya krisis ekonomi 1997-1998, untuk melangkah kedepannya


perekonomian Indonesia bisa belajar dari krisis tersebut. Karena prospek Indonesia selanjutnya
ingin mengembalikan perekonomian yang sejahtera, adil, dan makmur sesuai dengan ideologi
negara Indonesia dengan cepat. Karena prasarana dasar untuk pembangunan sudah tersedia,
tenaga terlatih, pabrik, mesin-mesin sudah ada, sehingga yang diperlukan adalah pulihnya
kepercayaan masyarakat dan masuknya modal baru secara bertahap dan berkelanjutan. Oleh
karena itu dibutuhkan cara agar krisis ekonomi tidak terjadi lagi diantaranya :

A. Karena Indonesia telah menanda-tangani persetujuan program reformasi struktural


ekonomi dengan IMF, maka pemerintah juga harus melaksanakannya dengan konsekuen,
terlebih lagi karena bantuan IMF ini terkait dengan bantuan negara-negara donor lainnya
yang jumlahnya sangat besar. Namun pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan
dan Bank Indonesia, harus bertindak proaktif menghadapi IMF dengan mengajukan
saran-sarannya sendiri dan menolak program-program yang tidak relevan dan cenderung
merugikan Indonesia.
B. Membentuk kabinet baru yang terdiri atas teknokrat untuk mengembalikan kepercayaan
masyarakat Indonesia maupun luar negeri akan kesungguhan program reformasi. Dengan
adanya kepercayaan ini, termasuk program reformasi IMF, diharapkan akan terjadi arus
balik devisa dan masuknya modal luar negeri.
C. Mengusahakan penundaan pembayaran utang resmi pemerintah berupa pembayaran
cicilan pokok dan bunga selama misalnya dua tahun melalui Paris Club.
D. Menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang riil, artinya tidak lagi overvalued
ketika regim managed floating, bahkan bisa dipertimbangkan untuk membiarkannya
sedikit undervalued untuk meningkatkan daya saing secara internasional dan merangsang
produksi dalam negeri dan ekspor.
E. Mengadakan negosiasi ulang utang luar negeri swasta Indonesia dengan para kreditor
untuk meminta penundaan pembayaran, yang sekarang sedang diusahakan oleh Tim
Penanggulangan Utang Luar Negeri Swasta (PULNS) atau Indonesian Debt
Restructuring Agency (INDRA).
F. Mengembalikan stabilitas sosial dan politik dan rasa aman secepatnya sehingga bisa
memulihkan kepercayaan pemilik modal dalam dan luar negeri.
G. Untuk mengembalikan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di dalam
negeri, pemerintah bisa mempertimbangkan melakukan operasi swap, apalagi didukung
oleh cadangan devisa pemerintah yang semakin membesar.
H. Menghalangi kemungkinan kegiatan spekulasi valas besar-besaran dengan mempelajari
kemungkinan melakukan pengawasan devisa secara terbatas tanpa melepas prinsip regim
devisa bebas atau melanggar kesepakatan dengan IMF, misalnya transfer pribadi
didibatasi sampai jumlah tertentu, US$ 10.000.

You might also like