Professional Documents
Culture Documents
An Nahdhah Vol 10 Edisi Januari Juni 2016
An Nahdhah Vol 10 Edisi Januari Juni 2016
An-Nahdhah
Jurnal Pe ndidikan dan Hukum
MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN
Konsep Teori dan Aplikasi
Kasful Anwar.Us
Alamat Redaksi
JL. KH. A. Hasyim Asy’ari No. 33 Jambi 36125
Telp. (0741) 23854 - 32934
Kasful Anwar.Us
DAFTAR ISI
H. Kasful Anwar.Us.
Abstrak
1999), hlm. 1.
2Ibid.
3Edward Sallis, Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu Pendidikan,
alih bahasa, Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurozi, (Yogyakarya: IRCiSoD, 2008), hlm. 31.
5Edward Sallis, Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu…, hlm. 32.
6Hari Suderajat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), (Bandung:
Cipta Cekas Grafika, 2005), hlm. 1.
9Edward Sallis, Total Quality Management In Education: Manajemen Mutu…, hlm. 73.
10Nasution. M. N. Manajemen Mutu Terpadu, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 18.
11Ibid.
12Edward Sallis, Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu…, hlm. 13.
13Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan; Konsep, Strategi, dan
Aplikasi, (Jakarta: PT Grasindo, 2002).
sekolah dan memberikan peta jalan atau arah bagi perusahaan, menolong
kita untuk bekerja sebagai teman dalam kelompok kerja, bukan sebagai
musuh, mengupayakan suatu program yang akan mengusahakan bukan
hanya penanganan satu aspek saja dari pendidikan, tetapi menjadi
pendekatan yang holistik dan menyebabkan semua unsur sekolah
mengubah cara yang mengarahkan drinya, mengarahkan para orang tua
dan pelajar untuk memberikan saran untuk memajukan keadaan sekolah,
mengarahkan dan mengendalikan pengaruh segala sesuatu yang kita
lakukan dan cara kita mengendalikan
3. Kepemimpinan untuk Mutu Pendidikan
Kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi pada saat ini
tergantung pada kemampuannya dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan eksternal. Dalam konteks ini, organisasi harus memiliki
pimpinan yang efektif dalam menjalankan manajemen untuk mengelola
perubahan yang ada dan berkelanjutan. Tantangan bagi seorang manajer
pendidikan (kepala sekolah/madrasah, pimpinan pesantren, rektor atau
direktur) adalah bagaimana menjadi pendorong atau pelopor perubahan
lembaga pendidikan yang dipimpinnya.
Upaya memperbaiki kualitas suatu organisasi sangat ditentukan oleh
mutu kepemimpinan dan manajemen yang efektif. Dukungan dari
bawahan hanya akan muncul secara berkelanjutan ketika pimpinannya
benar-benar berkualitas dan unggul. Yang dimaksud dengan pemimpin
dalam pendidikan adalah semua orang yang bertanggung jawab dalam
proses perbaikan yang berada pada semua level kelembagaan
pendidikan. Para pemimpin pendidikan harus memiliki komitmen
terhadap perbaikan mutu dalam fungsi utamanya. Oleh karena itu, fungsi
dari kepemimpinan pendidikan haruslah tertuju pada mutu belajar serta
semua staf lain yang mendukungnya.14
Menurut Edwin A. Locke (1997), fungsi utama pemimpin adalah
menetapkan sebuah visi untuk organisasi dan mengkomunikasikannya
14Ibid.
15Edward Sallis, Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu…, hlm. 15.
D. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dituliskan pada pembahasan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa manajemen mutu terpadu
merupakan suatu teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan
organisasi dan personelnya untuk melakukan program perbaikan mutu
secara berkelanjutan yang terfokus pada pencapaian kepuasan dari para
pelanggan.
Keuntungan yang dicapai dengan menerapkan manajemen mutu
terpadu dalam pendidikan di antaranya adalah (1) Memperkuat
organisasi sekolah dan memberikan peta jalan atau arah bagi
perusahaan; (2) Menolong kita untuk bekerja sebagai teman dalam
kelompok kerja, bukan sebagai musuh; (3) Mengupayakan suatu
program yang akan mengusahakan bukan hanya penanganan satu aspek
saja dari pendidikan, tetapi menjadi pendekatan yang holistik dan
DAFTAR PUSTAKA
Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999.
Nasution. M. N. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Ghalia Indonesia,
2004.
Sallis, Edward. Total Quality Management in Education: Manajemen
Mutu Pendidikan, alih bahasa, Ahmad Ali Riyadi dan
Fahrurozi, Yogyakarya: IRCiSoD, 2008.
Suderajat, Hari. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS), Bandung: Cipta Cekas Grafika, 2005.
Sukirman, (dkk). Administrasi dan Supervisi. Yogyakarta: UNY Press.
Suwarno. Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992.
Syafaruddin. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan; Konsep,
Strategi, dan Aplikasi, Jakarta: PT Grasindo, 2002.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia,
Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2008.
Abstraks
Bahasa Arab dikenal dengan bahasa yang memiliki keunggulan di-
bandingkan dengan bahasa-bahasa lain yang ada di dunia ini.
Keunggulan bahasa ini salah satunya dari segi kekayaan kosa kata
yang dimilikinya. Salah satu faktor yang menyebabkan kosa kata
bahasa Arab kaya adalah pengembangan kosa kata yang sangat
luwes. Proses pengembangan kosa bahasa Arab dalam ilmu bahasa
Arab disebut dengan al-isytiqoq. Tulisan ini akan memaparkan
hakikat dan proses perkembangan bahasa Arab dengan al-isytiqoq
Kata Kunci : Pengembangan, kosa kata, al-isytiqoq
A. Pendahuluan
Bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Sebagai makhluk social bahasa menjadi kebutuhan mutlak
yang digunakan untuk berintraksi dengan orang lain. Bahasa digunakan
untuk mengungkapkan isi hati seseorang kepada orang lain. Tanpa
bahasa, hubungan antara sesame manusia tidak akan berjalan lancar.
Dalam suatu ungkapan disebutkan“ Bahasa menunjukkan bangsa”.
Ini menunjukkan bahwa bahasa adalah cerminan dan potret dari
kebudayaan suatu bangsa. Bahasa yang digunakan suatu bangsa
mencermikan peradaban, bentuk sosial, masyarakat, kekayaan,
kepandaian dan lain sebagainya bangsa tersebut.
Bahasa Arab mempunyai karakteristik yang membedakannya
dengan bahasa yang lain. Salah satu kekhususan bahasa Arab itu terletak
pada pembentukan kosa kata yang dimilikinya. Pembentukan kosa kata
dalam bahasa Arab sangat jelas dan elastis. Elastisitas pembentukan kosa
kata ini dinilai sebagai keunggulan dan keistimewaan yang dimilikinya.
B. Pengertian al-Isytiqoq
Istilah al-isytiqoq adalah istilah bahasa Arab yang merupakan
bentuk mashdar dari kata isytaqqo, yasytaqqu. Secara etimologi,
isytiqoq berarti 2 اخذ شق الشيئmengambil satu bagian dari sesuatu yang
lain. Secara terminologi ditemukan sejumlah definisi dari para ahli,
antara lain adalah :
1 Moh. Matsna HS, Kajian Arab Klasik dan Kontemporer, ( Jakarta : Prenadamedia, 2016),
hlm. 181
2 Emil Badi’ Ya’qub, Fiqh al-Lugah al-Arabiyah wa Khashaishuha, (Beirut : Dar ats-
1. Emil Badi’ Ya’qub, : Mengambil satu kata dari kata yang lain
dengan proses perubahan lafal, namun tetap memiliki hubungan
makna”. 3
2. Amin Ali Sayyid mengartikan al-isytiqoq sebagai pengambilan
suatu kata dari kata lain karena adanya persamaan makna, meskipun
terjadi perubahan pada lafalnya.4
3. Muhammad As’ad an-Nadiri, hakikat al-isytiqoq adalah proses
melahirkan suatu kata dari kata yang lain yang berasal dari satu kata
tertentu5.
Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa al-isytiqoq
sebuah proses pembentukan kata yang dapat melahirkan beberapa kata
yang baru (mufrodah al-jadidah). Meskipun proses al-isytiqoq
menghasilkan kata yang baru, akan tetapi antara beberapa kata yang
dihasilkan melalui proses pembentukan tersebut tetap memiliki makna
yang mirip dengan makna kata dasarnya. Misalnya kata ذهابyang
berarti kepergian, bisa melahirkan kata ذهبberarti telah pergi, يذهب
yang berarti sedang atau akan pergi, ذاهبyang berarti orang yang pergi,
dll.
Dari beberapa pengertian al-isytiqoq di atas, maka sebagaian penulis
merumuskan beberapa persyaratan al-isytiqoq, yaitu sebagai berikut :
a. Kata yang lahir dari proses al-isytiqoq harus memiliki kata asal
3Ibid , hlm.186-187
4Defenisi di atas mengakomodir pengertian yang al-isytiqoq menurut ulama Nahu (an-
Nuhah), ulama Sharf (ash-Sharfiyun), dan ulama bahasa (ulama’ al-lughah). Ulama Nahu
membatasi al-isytiqoq dengan kata yang berbentuk kata benda dan kata sifat yang terdiri dari
isim fa’il, isim maf’ul, ash-shifah al-musyabbahah dan af’al at-tafdhil. Sementara itu, menurut
ulama Sharf, ruang lingkup al-isytiqoq menurut mereka lebih luas dari pada pendapat ulama
nahu. Menurut mereka, istiqoq itu selain dari aspek-aspek yang dikemukakan oleh ulama nahu
tersebut, mereka menambahkan dengan isim zaman, isim makan, dan isim alah, fi’il madhi,
mudhari’ dan amar. Ahli bahasa memberikan ruang lingkup yang lebih luas tentang al-isytiqoq
bila dibandingkan dengan kedua pendapat di atas. Menurut linguist, isytiqoq mencakup segala
kata yang menjadi turunan dari kata yang lain, meskipun berbeda urutan hurufnya dengan kata
asalnyaseperti halama, malaha, lahama, Amin Ali Sayyid, Fi ‘llmi Ash-Sarf, (Mesir : Dar al-
Ma’rifah, 1976), hlm. 18-19
5 Muhammad As’ad an-Nadiri, Fiqh al-Lugah Manahi wa Masailuh, (Beirut : al-Maktabah
6 Muhamammd As-‘ad an-Nadiri, 257. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh at-
mengenai isytiqaq ini adalah Ibn Jinni. Setelah itu, ahli bahasa modern
mulai mengkaji pula al-isytiqoq al-kubbar.11
E. Jenis-jenis al-Isytiqaq
Di kalangan penulis, ada perbedaan pendapat dalam membagi
jenis-jenis al-isytiqoq. Emil Badi’ Ya’qub membagi al-isytiqoq kepada
dua bagian, yaitu al-isytiqoq shagir atau ashgor dan al-isytiqoq kabir
atau akbar12. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ibn Jinni,
seperti dikutip oleh Matsna.13 Berbeda dengan itu, Muhammad As’ad
membagi al-isytiqoq kepada empat macam, yaitu : al-istiqioq ash-shagir
atau ashgor, al-isytiqoq kabir atau al-qolb, al-isytiqoq al-akbar atau al-
ibdal dan al-isytiqoq al-kubbar atau an-naht14 Subhi ash-Shalih dalam
kitab Dirosat fi Fi Fiqh al-Lughah. Ia mengelompokkan isytiqoq kepada
empat jenis, yaitu al-isytiqoq shagir, al-isytiqoq kabir al-isytiqoq akbar,
dan al-isytiqoq al-kubbar. Sementara itu, Abd Waid al-Wafi membagi
al-Isytiqoq kepada tiga macam, yatiu istiqoq al-‘am, al-isytiqoq ash-
shagir, dan al-istiqoq al-kabir.15 Berikut penjelasan dari jenis-jenis al-
isytiqoq
1. Al-Isytiqaq al-Shagir ()اإلشتقاق الصغير
Istilah lain bagi jenis al-isytiqoq ini adalah al- Isytiqoq al-‘am atau
Isytiqoq al- Ashgar.16 Pembentukan kata dengan Istiqoq ini adalah yang
paling strategis karena paling banyak digunakan. Jika ada istilah al-
isytiqoq tanpa mengaitkannya dengan yang lain, maka maksudnya
adalah al-isytiqoq shagir.17 Al-Isytiqoq shagir adalah proses
pembentukan suatu kata yang berasal dari kata yang lain, dengan syarat
Artinya: “Dua kata yang memiliki persamaan pada lafaz dan makna,
tanpa memperhatikan urutan huruf .”
18 Ibid., Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Matsna. Menurutnya al -isytiqoq
ash-shagir adalah suku kata yang telah mengalami perubahan bentuk yang urutan hurufnya tidak
mengalami pergeseran tempat
19 Ulama Bashrah dan Kufah berbeda pendapat tentang Asal pengambilan kata dalam
bahasa Arab (ashlu al-Musytaqqot). ulama Kufah sepakat bahwa asal isytiqoq itu adalah fi’il
madhi tsulatsi mujarrod sedangkan ulama Bashrah asal dari al-isytiqoq adalah mashdar. Ada
lima alasan bagi ulama Kufah mengatakan bahwa asal mustaqqot adalah fiil madhi . Pertama,
masdar bergantung pada kata fi’il. Apabila kata fiil mu’tal maka mashdar pun akan mu’tal dan
apabila ia shahih, maka ia pun shahih seperti pada kata قاوم قواما.dan قام قياماKedua, Fi’il
memfungsikan mashdar seperti pada kalimat ضربت ضرباKetiga kata mashdar berfungsi
menguatkan kata fi’il. Kedudukan yang mengutkan tentunya lebih pantas dari pada yang
dikuatkan. Keempat, Ada sejumlah fi’il yang tidak memiliki kata mashdar seperti kata ليس
Kelima, mashdar tidak tergambar maknanya selama kata fi’ilnya. Oleh karena itu, fi’il pantas
menjadi asal bagi kata yang musytaqqot. mashdar menunjukkan satu peristiwa sedangkan kata
fi’il mengandung beberapa makna peristiwa. Satu adalah sumber bagi dua. Karena itu, maka
masdar adalah sumber tempat pengambilan fi’il. Kelima, masdar hanya satu sedangkan fi’il lebih
dari satu. Karena itu, maka mashdar adalah sumber bagi fi’il. Keenam,Makna Kata fi’il sesuai
dengan makna masdar. Karena itu kata fiil merupakan turunan dari mashdar. Ketuju, Kalau saja
mashdar berasal dari kata fi’il, maka masdar kan terbentu dengan jalan analogi. Emil, hlm.192-
193
20 Emil, hlm.198
dengan pada pada kata صام, قام,سار,dll. Ulama sharf sangat konsen dengan pembahasan pertukaran
huruf dalam bahasa Arab. Mereka berbeda pendapat tentang jumlah huruf yang mengalami
pertukaran. Ada yang berpendapat Sembilan huruf, ada yang mengatakan sebelas huruf dan ada
juga yang dua belas huruf. Kedua al-ibdal al-Lughawi cakupannya lebih luas daripada al-ibdal
ash-sarfi karena huruf-huruf yang dibisa diganti dengan yang lain lebih banyak dari pada huruf-
huruf yang ada pada ibdal ash-sharfi. Berkaitan dengan huruf-huruf yang bias diganti pada al-
ibdal al-lugowi para ulama berbeda pendapat. Ada berpendapat seluruh huruf hijaiyah dan
pendapat lain mengatakan harus huruf yang mirip (mutaqoribah) antara huruf yang mengganti
dan huruf yang diganti. Emil, hlm. 206
23Ibid., hlm. 205.
F. Kesimpulan
Di Ketahui bahwasanya para ulama terdahulu banyak berpendapat
tentang makna dari isytiqaq itu sendiri, di antaranya Menurut Ya’qub,
yaitu membentuk kata dari kata yang lain dengan berbagai perubahan,
namun tetap memiliki hubungan makna.
Menurut Syahin, yaitu membuat bentuk kata dari kata yang lain dan
terjadi perubahan pada bentuk dan makna.”
a. Macam-macam Isytiqaq
1.) Al-Isytiqaqu al-Shagir
2.) Al-Isytiqaqu al-Kabir
3.) Al-Isytiqaqu al-Akbar
b. Beberapa Pandangan Mengenai Isytiqaq yaitu :
1.) Menurut Tamam Hasan isytiqaq
2.) Al-Jurjani dalam karyanya al-Ta’rifat
3.) Muhammad al-Tunji
c. Hubungan Isytiqaq dengan Bahasa
Isytiqaq sangat mempengaruhi dalam membuat syair. Ketika ada
syi`ir yang diperkirakan qafiyahnya tidak serasi maka ahli bahasa
mempunyai kesempatan untuk merubah yaitu dengan cara isytiqâq dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, isytiqâq merupakan salah satu yang
sangat membantu dan mempengaruhi proses berjalannya bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghalayani, Mustofa. Jamiudurus al-‘arabiyah, Beirut Libanon :
Darul Fikr, 1987.
An-Nadiri, Muhammad As’ad. Fiqh al-Lugah Manahi wa Masailuh,
Beirut : al-Maktabah al-‘Ashriyah, 2009.
At-Tawwab, Ramadhan Abd. Fushul fi Fiqh al-Lughah, Kairo:
Maktabah Khanji, 1999.
HS, Moh. Matsna. Kajian Arab Klasik dan Kontemporer, Jakarta :
Prenadamedia, 2016.
Ma’lûf, Louwis. al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam, cet. Ke- 32, Beirût:
Dar al- Masyriq, 1992.
Sayyid, Amin Ali. Fi ‘llmi Ash-Sarf, Mesir : Dar al-Ma’rifah, 1976.
Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1998.
Syâhîn, Taufîq Muhammad. ‘Awâmil al-Tanmiyah li Al-Lugah al-
:Arabiyah, Kairo: Maktabah Wahbah, 1980 M/1400 H.
Ya’qub, Emil Badi’. Fiqh al-Lugah al-Arabiyah wa Khashaishuha,
Beirut : Dar ats-Tsaqofah al-Islamiyah, tth.
Abstrak
Permasalahan dan solusi otonomi pendidikan. Otonomi pendidikan
memiliki dampak positif dan negatif, dampak negatifnya yaitu
kecenderungan setiap pemerintah lebih egois untuk mementingkan
daerahnya sendiri tanpa menyadari harus selalu berinteraksi
dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya. Salah
satunya adalah bidang pendidikan dengan penerapan manajemen
berbasis sekolah masih mengalami banyak kendala.
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-
undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah,
memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen
pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih
luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi
berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang
berkualitas dan mandiri. Kebijakan Desentralisasi akan
berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan.
Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan
desentralisasi pendidiikan, yaiitu : 1) Peningkatan Mutu, yaitu
dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih
leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang
dimiliki; 2) Efisiensi Keuangan, hal ini dapat dicapai dengan
memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya
operasional; 3) Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata
rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur
yang bertingkat-tingkat; 4) Perluasaan dan pemerataan, membuka
peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga
terjadi perluasaan dan pemerataan pendidikan. Bidang pendidikan,
otonomi akan memberdayakan aparat tingkat daerah dan lokal
sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Dibidang pendidikan
sendiri otonomi diberikan sampai pada tingkat sekolah.
Kata Kunci: Problematika, Solusi dan Otonomi Pendidikan
A. Pendahuluan
Desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuat landasan dasar
pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan
partisipasi masyarakat daerah.1 Pendidikan merupakan faktor penentu
keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi
sebagai pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan.
Melalui pendidikan aspek mental, rasionalitas, martabat, etika dan
estetika dapat ditanamkan. Namun, sistem desentralisasi pendidikan ini
belum segala-galanya apabila tidak diikuti usaha-usaha perbaikan
diberbagai bidang (Tilaar, 2000), karena pendidikan di Indonesia
menghadapi sejumlah tantangan yang timbul akibat proses globalisasi,
dan adanya krisis multi dimensi yang berakibat pada perubahan
perencanaan, kebijakan, manajemen, dan lain-lain.
Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan, yaitu
Dekonsentrasi, Delegasi dan Devolusi (Florestal, 1997). Dekonsentrasi
adalah proses pelimpahan sebagian kewenangan kepada pemerintahan
atau lembaga yang lebih rendah dengan supervisi dari pusat. Sementara
Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang
penuh sehingga tidak lagi memerlukan supervisi dari pemerintah pusat.
Pada Tingkat Devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila
memenuhi 4 ciri, yaitu: 1) terpisahnya peraturan perundangan yang
mengatur pendidikan di daerah dan di pusat; 2) kebebasan lembaga
daerah dalam mengelola pendidikan; 3) lepas dari supervisi hirarkhis
dari pusat dan 4) kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan
perundangan. Berdasrakan ciri-ciri tersebut, proses desentralisasi
pendidikan di Indonesia berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 lebih
menjurus kepada Devolusi, yang peraturan pelaksanaannya tertuang
pada Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, seluruh urusan
pendidikan dengan jelas menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota, kecuali Pendidikan Tinggi. Kewenangan Pemerintah
B. Pembahasan
1. Konsep Otonomi Pendidikan
Menurut Dressel, otonomi berkenaan dengan “kemandirian”
(independensi) atau pemerintahan sendiri (Autonomy refers to
independence of to selft government). Sedangkan Berdhal,
sebagaimana dikutip oleh Dressel, membedakan aspek-aspek
otonomi ke dalam dua (2) hal, yaitu: 1) substantive, dan 2)
Prosedural.
6 Muh. Tasrif Azkari, dkk, The Forest Policy Of Regional Autonomy Era And Implications
Revenue (Pad) And Forest Conservation In Gowa Regency (Makassar: Program Pasca Sarjana
UNHAS, Dowload Pdf 2015), hal. 1.
7 George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara),
2005, hal. 1.
8 Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah (Jakarta: Bumi
political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada
peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan
maju. Sebaliknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang
baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan
mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan
masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat
momentum yang baik untuk berkembang. Otonomi pendidikan
harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang
merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka
otonomi tersebut. Di bidang pendidikan, DPRD harus
mempunyai peran yang kuat dalam membangun pradigma dan
visi pendidikan di daerahnya.
Salah satu wujud kemauan politik pemerintah daerah otonomi
adalah lahirnya peraturan daerah (Perda) tentang pendidikan
sebagai payung pembangunan pendidikan yang berbasis lokal,
bervisi nasional dan global. Oleh karena itu, badan legislatif
harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu
menjadi mitra yang baik. Kepala pemerintahan daerah/ kota
diberikan masukan secara sistematis dan berkelanjutan dalam
membangun daerah.
4. Otonomi Daerah Sebagai Solusi
Rondinelli dalam Zamrud Utami menggambarkan secara jelas
bahwa desentralisasi perlu dipilih dalam penyelenggaraan
pemerintahan pembangunan karena akan dapat meningkatkan
efektivitas dalam membuat kebijakan nasional. Yaitu dengan cara
mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada para
pejabat tingkat lokal untuk merancang proyek-proyek pembangunan
agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat.10
Semakin meningkatnya tuntutan pelayanan kemasyarakatan
yang mampu menjangkau seluruh pelosok terpencil yang hanya bisa
11 Ibid.
C. Kesimpulan
Desentralisasi pendidikan menempatkan sekolah sebagai garis
depan dalam berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi
juga memberikan apresiasi terhadap perbedaan kemampuan dan
keberanekaragaman kondisi daerah dan rakyatnya. Perubahan paradigma
sistem pendidikan membutuhkan masa transisi. Reformasi pendidikan
merupakan realitas yang harus dilaksanakan, sehingga diharapkan para
pelaku maupun penyelenggara pendidikan harus proaktif, kritis dan mau
berubah.
Belajar dari pengalaman sebelumnya yang sentralistik dan kurang
demokratis membuat bangsa ini menjadi terpuruk. Marilah kita melihat
kepentingan bangsa dalam arti luas dari pada kepentingan pribadi atau
golongan atau kepentingan pemerintah pusat semata dengan
menyelenggarakan otonomi pendidikan sepenuh hati dan konsisten
dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa dan masyarakat
yang berbudaya dan berdaya saing tinggi sehingga bangsa ini duduk
sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia.
Prinsip otonomi daerah Eksternalitas (Spill-over), yaitu siapa yang
kena dampak, merekalah yang berwenang mengurus, Akuntabilitas,
yaitu yang berwenang mengurus adalah tingkatan pemerintahan yang
paling dekat dengan dampak tersebut (sesuai prinsip demokrasi),
Efisiensi, dimana otonomi daerah harus mampu menciptakan pelayanan
publik yang efisien dan mencegah high cost economy.
Desentralisasi perlu dipilih dalam penyelenggaraan pemerintahan
pembangunan karena akan dapat meningkatkan efektivitas dalam
membuat kebijakan nasional. Yaitu dengan cara mendelegasikan
tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat tingkat lokal untuk
merancang proyek-proyek pembangunan agar sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Maryani
Abstrak
Wewenang dan tanggung jawab sangat diperlukan dan merupakan
hal yang sangat penting dalam keberlangsungan organisasi. Jika hal
ini tidak ada maka akan hancurlah sebuah organisasi, dalam
makalah ini akan dibahas mengenai mengembangkan dan
memadukan develop and integrated (mengembangkan dan
terintegrasi) keilmuan manajemen pendidikan sub topik wewenang
dan tanggung jawab. Disini akan menggunakan pendekatan
Interkonektif serta akan dikonsultasikan dan di komunikasikan
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Sebagai wujud kesempurnaannya, manusia diciptakan oleh Allah
setidaknya memiliki dua tugas dan tanggung jawab besar. Pertama,
sebagai seorang hamba yang berkewajiban untuk memperbanyak
ibadah kepada Nya sebagai bentuk tanggung jawab
'ubudiyyah terhadap Tuhan yang telah menciptakannya. Kedua,
sebagai khalifah yang memiliki jabatan ilahiyah sebagai pengganti
Allah dalam mengurus seluruh alam. Dengan kata lain, manusia
sebagai khalifah berkewajiban untuk menciptakan kedamaian,
melakukan perbaikan, dan tidak membuat kerusakan, baik untuk
dirinya maupun untuk makhluk yang lain.
Kata Kunci: Wewenang, Tanggung Jawab, dalam Al-Qur’an
Dan Hadits
A. Latar Belakang
Islam memenuhi tuntutan kebutuhan manusia di mana saja berada
sebagai pedoman hidup baik bagi kehidupan duniawi maupun bagi
kehidupan sesudah mati. Dimensi ajaran Islam memberikan aturan
bagaimana caranya berhubungan dengan khalik Nya, serta aturan
bagaimana caranya berhubungan dengan sesama makhluk, termasuk di
1 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hal 262.
2Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), (Jakarta: PT Indeks, 2007), hal. 8
3Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op. Cit, hal. 260
4 Amin Abdullah, Membangun Paradigma Keilmuan Interkonektif Islamic Studies di
5 Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Surabaya: CV. Haji Mas Agung, 1997), hal.
78.
6 Rachmat Ramadhana al-Banjari, Prophetic Leadership, (Yogyakarta: DIVA Press, 2008),
hal. 21.
7 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014, Tentang Kepala
Madrasah
8 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan guru
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh"(Al-
Ahzab: 72).
Ibn 'Abbas sebagaimana dikutip oleh Ibn Kasir dalam
tafsirnya10 "menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan amanat pada
ayat di atas adalah ketaatan dan penghambaan atau ketekunan
beribadah. Ada juga yang memaknai kata amanah sebagai al-taklif atau
pembebanan, karena orang yang tidak sanggup memenuhinya berarti
membuat utang atas dirinya. Adapun orang yang melaksanakannya akan
memperoleh kemuliaan.
َ َُ َ ََُ َ َ ْ َ َ َ َ َ َِّ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ ْ ْ َ ِّ ُ َ
ِإذا ض ِيعت اْلمانة فانت ِظر الساعة قال كيف ِإضاعتها يا رسول
َ َ َِّ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ
ِ اَّلل َِ قال ِإذا أس ِند اْلمر ِإَل غ
ْي أه ِل ِه فانت ِظر الساعة
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan,
tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat
bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan? ‘Nabi
10 'Imad al-Din Abu al-Fida' Isma'il ibn Kasir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur'an al-Azim,
(Kairo: Muassasah Qurtubah, 2000), Jil. XI, hal. 25
أن رسول اَّلل صىل اَّلل:عن عبد اَّلل بن عمر ريض اَّلل عنهما
أال لككم راع ولككم مسؤول عن رعيته:عليه و سلم قال
فاإلمام االعظم اذلي ىلع انلاس راع وهو مسؤول عن رعيته
والرجل راع ىلع أهل بيته وهو مسؤول عن رعيته واملرأة راعية
ىلع أهل بيت زوجها وودله ويه مسؤولة عنهم وعبد الرجل راع
ىلع مال سيده وهو مسؤول عنه أال فلككم راع ولككم مسؤول
عن رعيته
Artinya: "Abdullah bin Umar RA berkata bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda, “Ketahuilah: kalian semua adalah pemimpin
(pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya.
Pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya tentang
rakyat yang dipimpinnya. Suami adalah pemimpin bagi
keluarganya dan akan dimintai pertanggung jawabannya
tentang keluarga yang dipimpinnya. Isteri adalah pemelihara
rumah suami dan anak-anaknya. Budak adalah pemelihara
harta tuannya dan ia bertanggung jawab mengenai hal itu.
Maka camkanlah bahwa kalian semua adalah pemimpin dan
akan dituntut (diminta pertanggung jawaban) tentang hal yang
dipimpinnya”11
Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari pada kalimat seperti dibawah
12
ini:
11 Abu 'Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, al Jami' al-Sahih al-Musnad min
Hadis Rasulillah Sallallahu 'alaihi wa Sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi, Jilid. III (Kairo: al-
Matba'ah al-Salafiyyah, 1403 H), hal. 328.
12 Ahmad Sunarta dan Syamsuddin Noor, Himpunan Hadits Shahih Bukhari, (Jakarta: An-
عن اعئشة ريض اَّلل عنها أن قريشا أهمتهم شأن املرأة املخزومية
، من يكلم فيها رسول اللهصلياللهعليهوسلم:اليت رسقت فقالوا
ومن جيرتيء عليه إال أسامة بن زيد حب رسول:فقالوا
رسول اَّلل صىل اَّلل: فقال، فلكمه أسامة، اللهصلياللهعليهوسلم
: فقال، أتشفع يف حد من حدود اَّلل ثم قام فاختطب:عليه وسلم
إنما أهلك اذلين قبلكم أنهم اكنوا إذا رسق فيهم:أيها انلاس
وايم. وإذا رسق فيهم الضعيف أقاموا عليه احلد،الرشيف تركوه
14
رواه ابلخاري.اَّلل لو أن فاطمة بنت حممد رسقت لقطعت يدها
Artinya: “Dari Aisyah RA bahwa orang-orang Quraisy dibuat susah oleh
urusan seorang wanita Makhzumiyah yang mencuri. Mereka
berkata:”Siapa yang mau berbicara dengan Rasulullah SAW
untuk memintakan keringanan baginya?, Mereka berkata, siapa
lagi yang berani melakukannya selain dari Usamah bin Zaid,
kesayangan Rasulullah? Maka Usamah berbicara dengan
beliau, lalu beliau bersabda, Adakah engkau memintakan
syafa’at dalam salah satu hukum-hukum Allah? Kemudian
beliau berdiri dan menyampaikan pidato, seraya bersabda:
“Sesungguhnya telah binasalah orang-orang sebelum
kalian,karena jika orang yang terpandang di antara mereka
mencuri, mereka membiarkannya, dan sekiranya yang mencuri
itu orang lemah di antara mereka, maka mereka menegakkan
hukuman atas dirinya. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti
Al-‘Asqalani, Syihab al-Din Abu al-Fadl Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar. Nuzhat al-Nazr
13
Syarh} Nukhbah. (Mesir. al-Munawwarah. t.th. Ibn Hajar al-'Asqalani), Jilid. XIII, hal. 113.
14 Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam,Taisirul-Allam Syarh Umdatul-
15 Ibid. 889.
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar
mereka mengabdi kepada Ku”.
Istilah kata Abdi dan pengabdian merupakan kata-kata yang biasa
dipergunakan sehari-hari. Tetapi dalam konteks Al-Qur’an
kata ‘abd yang darinya bahasa Indonesia abdi dan pengabdian itu
mengandung pengertian yang luas secara baik secara teologis maupun
filosofis. Abdi maksudnya adalah ketundukan hati, merendahkan diri di
hadapan Allah SWT. Dalam surat At-Tahrim ayat 6:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.
16 Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 132
وإنها أمانة وإنها يوم القيامة خزي وندامة إال من أخذها حبقها
وأدى اذلي عليه فيها
Artinya: "Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, dan
sesungguhnya pada hari kiamat akan mendapatkan malu dan
penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan hak
dan melaksanakan tugas kewajibannya dengan baik".18
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab kepemimpinannya,
seorang kepala sekolah harus dapat memahami, menghayati, dan
menyelami kondisi jiwa yang berbeda-beda. Rakyat memiliki kapasitas
dan kapabilitas tersendiri, sehingga pemimpin harus terus menggali dan
25 George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal. 100
26 http://kbbi.web.id/tanggung+jawab
27
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), hal.73
30 Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), cet. I, juz XXII, hal. 112.
31 Ibid, hal. 346
32 Ibid, hal. 332.
36http://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.differencebetween.info
41JonathanWallacedalamhttp://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.
spectacle.org/1098/leader.html&prev=search
Durasi Jangka waktu lebih lama Itu akan selesai dengan selesainya
Waktu dibandingkan dengan tanggung tugas sehingga memiliki waktu yang
jawab. lebih singkat.
Delegasi Hal ini dapat didelegasikan kepada Hal ini tidak dapat didelegasikan.
orang lain.
G. Kesimpulan
Manajemen dalam sebuah organisasi pada dasarnya dimaksudkan
sebagai suatu proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan
organisasi melalui wewenang dan tanggung jawab dalam penggunaan
sumber daya organisasi. Wewenang adalah hak dan kekuasaan untuk
DAFTAR PUSTAKA
Abu 'Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, al Jami' al-Sahih al-
Musnad min Hadis Rasulillah Sallallahu 'alaihi wa Sallam wa
Sunanihi wa Ayyamihi, Jilid. III Kairo: al-Matba'ah al-
Salafiyyah, 1403 H.
Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam,Taisirul-Allam Syarh
Umdatul-Ahkam, Jeddah: Maktabah As-SAWady Lit-
Tauzi’,1412/1992
Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, CV Pustaka Setia, Bandung 1999
Ahmad Sunarta dan Syamsuddin Noor, Himpunan Hadits Shahih
Bukhari, Jakarta: An Nur, 2009
Al-‘Asqalani, Syihab al-Din Abu al-Fadl Ahmad ibn ‘Ali ibn
Hajar. Nuzhat al-Nazr Syarh Nukhbah. Mesir. al-
Munawwarah. t.th. Ibn Hajar al-'Asqalani
Abstrak
الصػادة دليًٓ ٌيو إىل. وجلييٓا الةد ةاتلػيً و الرياطث.إن ليٍرء لكّ إرادة شػادة احلياة
ٌَ ويٍؾَ أن يخٔب، كادرة ىلع اتلأمو، بصيطث يف احلياة، ىطيؿ يف اجلٍػيث،َادلي
. واخرتام وٌػارشةةاملػروفهل الزوج لزوجخّ الةد هل إطػام وكصاء.ّأخطائ
ٌَ وممخِث ليطؿ، اطاغث هل الزوجة لزوجّالةد هلا اىزتام ليدفاظ ىلع رشـّ و
واجتات اآلةاء ألطفاهلً يه ان يػطيّ اشً ا جًيال و ىلٍث اىػيض و حؾريٍا.زوجٓا
غييٓا أن يػاجلٓا وغِدٌا يؾٔن ِْاك رصاع يف األرسة جيب.ّوحػييٍا هل وحزوجخ
احلهٍث والرطيدة ةٔشييث ثالث وىه "حػفٔا وحصفدٔا وحؾفروا" والصرب والصالة ويف
ب
شٔف يخً خو،وكج الخق يف الصجدة األخرية يف الصالة يصٌل ٌَ أجو ةػٔن اهلل
.املظلكث الصػتث كريتا اهلل والرصاع يصخهٍو كريتا
A. Pendahuluan
Fitrah makhluk hidup di alam dunia adalah hidup selalu berpasang-
pasangan. Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, ada pria ada
juga wanita, keduanya diciptakan untuk saling melengkapi karena
keduanya saling membutuhkan. Kehadiran keduanya akan saling
menolong dan saling menentramkan. Tanpa wanita, pria akan
kesepian,begitu juga sebaliknya. Pria membutuhkan wanita sebagai
perhiasan kehidupan danwanita memerlukan pria karena memberikan
perlindungan.
Ada daya tarik menarik yang sangat kuat antara pria dan wanita,ini
adalah sunnatullah. Pria sangat menginginkan wanita,, wanita pun sangat
mendambakan pria. Hanya saja keduanya memiliki sifat dan karakter
yang berbeda.Masing-masing mempunyai kelebihan tersendiri.Bagi pria,
wanita adalah makhluk yang paling menarik hati. Allah menjelaskan hal
ini dalam AI-Quran;
1
Anonim, Al Qur‟an dan Terjemahannya; Edisi Baru Revisi, ( Semarang : CV Thaha
Putra, 1989), hal. 73
3
Saparinah Sadli, Berbeda Tetapi Setara; Pemikiran Tentang Kajian Perempuan ,(Jakarta :
Kompas Media Nusantara, 2010), hal. 170.
suami dan istri, dan baiknya suami dan istri adalahdiawalidari karakter-
karakter yang ada pada mereka.4
Menurut Hasan Basri dalam Merawat Cinta Kasih ia mengatakan
bahwa keluarga bahagia yaitu keluarga yang rukun, tertib, disiplin,
saling menghargai, penuh pemaaf, tolong menolong dalam kebajikan,
memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling menghormati,
taat mengerjakan ibadah, berbakti pada yang lebih tua, mencintai ilmu
pengetahuan dan memanfaatkan waktu luang dengan hal yang positif
dan mampu memenuhi dasar keluarga.5
Membangun keluarga dengan benar menetentraman hati bagi
pelakunya, sehingga Nabi SAW memerintahkan orang bila sudah
mampu, untuk segera nikah agar hatinya tentram dan hidupnya terarah,
sebagaimana sabdanya;
ٌَ كال رشٔل اهلل صًل اهلل غييّ وآهل وشيً يا ٌػرش الظتاب
َاشخطاع ٌِؾً ابلاءة ـييزتوج ـإُّ أؽض ليترص وأخص
. ليفرج وٌَ لً يصخطع ـػييّ ةالصٔم ـإُّ هل وجاء
Rasulullah SAW telah bersabda,“Wahai para pemuda, siapa di
antara kalian yang telah memperoleh kemampuan (menghidupi rumah
tangga), menikahlah,karena sesungguhnya, perhikahan itu lebih mampu
menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan,dan barangsiapa
belum mampu melaksanakannya, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu
akan meredakan gejolak hasrat seksual”.
Ketentraman hidup terwujud bila kebutuhan hidup terpenuhi.
Kebutuhan hidup bisa terpenuhi hanya melalui pernikahan karena itu
4
Arif, Arif Ali, dkk, Masailu Ma‟ashiratin fi Al Fiqhi Al Islamy, (Kuala Lumpur : Fajar
Ulung, 2014), hal. 149.
5
Hasan Basri, Merawat Cinta Kasih, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal 111.
6
Muhammad Bin Futuh Al Hamidy, Al Jam‟u Baina Al Shahihaini Al Bukhory wa Muslim,
(Bairut : Dar Al Nasyr, 2002, Cet. II, Juz I), hal. 110.
Thalhah bin Mathraf dalam Tafsir Al Siraj Al Munir memberi fatwa agar
manusia mau menikah.
7
Muhammad Bin Ahmad Al Syarabaini, Tafsir Al Siraj Al Munir, (Bairut : Dar Al Kutub
Al „Ilmiah, 1979, Juz II), hal. 488.
8
Jalaluddin Abdurrahman Bin Aby Bakrin Al Suyuthy,Al Fath Al Kabir fi Dhommi Al
Ziyadah ila Al Jami‟i Al Shaghiri, (Bairut : Dar Al Nasyr, 2003, Juz I), hal. 69.
do‟a dalam setiap gerak dan langkahnya bahkan sampai tidurnya suami
istri pun diiringi dengan do‟a sehingga ketika lahir seorang anak, anak
tersebut sudah berada dalam lindungan Allah SWT lantaran do‟a kedua
orang tuanya.
Orang tua yang taat beribadah akan dilihat oleh anak-anaknya
sehingga dengan kecenderungan anak biasanya ia pun menirukan apa
yang dilakukan orang tuanya.Ketika kebiasaan ini berlangsung, dengan
hidayah Allah SWT, anak tersebut akan manjadi anak yang taat juga dan
bisa menghormati orang tuanya. Terbentuknya jiwa tawadhu‟,diawali
dari ketaatan kedua orang tua,dan sikap lemah lembut dalam pergaulan,
baik pergaulan keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Berangkat dari keta‟atan yang membentuk sifat tawadhu‟
memunculkan kesederhanaan dalam hidup, karena keluarga yang ta‟at
mengerti indahnya kesederhanaan hidup dan ia berhati-hatiterhadap
bujuk rayu setan karena ia memahami firman Allah SWT;
9
Anonim, Al Qur‟an dan Terjemahannya, hal. 426.
ّغَ أنس ريض اهلل غِّ كال كال رشٔل اهلل صًل اهلل غيي
.وشيٍطٔىب ملَ طؾيّ غيتّ غَ غئب اجلاس
Dari Anas r.a. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “beruntunglah
orang yang sibuk terhadap aibnya sendiri dari pada aib orang lain”.
Keluarga bahagia memiliki kecenderungan kepada agama, yang
muda menghormati yang tua, lemah lembut dalam pergaulau, sederhana
dalam hidup, dan mampu introspeksi diri maka keluarga seperti ini
mudah menyadari kesalahan bila ia melakukan kesalahan.Perintah Allah
SWT,
10
Muhammad Bin Ismail Al Amir Al Kahlany Al Shan‟any, Subulu Al Salam, (Bandung :
Dahlan, tt, Juz IV), hal. 200.
11
Anonim, Al Qur‟an dan Terjemahannya, hal. 94.
12
Shahrin Harahap, Islam Dinamis: Menegakkan Nilai-Nilai Ajaran al-Qur‟an dalam
Kehidupan Modern Di Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), hal. 164.
13
Ala Al Din Ali Bin Hisam Al Din Al Muttaqy Al Hindy Al Burhany Faury, Kanzu Al
„Amal fi Sunan Al Aqwal wa Al Af‟al, (Bairut : Mu‟assasah Al Risalah, 1981, Juz XI), hal. 93.
14
Muhammad Bin Jarir Bin Yazid Bin Katsir Bin Ghalib Al Amaly, Abu Ja‟far Al
Thabary,Jami‟ Al Bayan fi Ta‟wil Al Qur‟an,(Bairut : Mu‟assasah Al Risalah, 2000, Juz VIII),
hal. 309.
ّروى مصيً غَ أيب ْريرة كال كال رشٔل اهلل صًل اهلل غيي
ٌ
ديِار أُفلخّ يف شبيو اهلل وديِار أُفلخّ يف ركتث وديِار ًوشي
حصدكج ةّ ىلع مصهني وديِار أُفلخّ ىلع أْيم أغظٍٓا
ً
.أجرا اذلي أُفلخّ ىلع أْيم
Imam Muslim meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata,
Rasulullah SAW bersabda,“Satu dinar yang kamu belanjakan di jalan
Allah, satu dinar yang kamu belanjakan untuk memerdekakan budak,
satu dinar yang kamu belanjakan untuk orang miskin, dan satu dinar
yang kamu belanjakan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya
adalah satu dinar yang kamu belanjakanuntuk keluargamu”.
Memberi nafkah kepada keluarga termasuk di dalamnya adalah istri
dengan cara memberi makan, pakaian, dan kebutuhan hidup lainnya
merupakan kewajiban suami. Dan menafkahi keluarga membuahkan
pahala yang cukup besar. Untuk itu suami yang mengerti tentang buah
dari menafkahi keluarga, dia akan menjadi orang yang dihormati dalam
keluarga tersebut dan menjadi pemimpin keluarga yang keberadaannya
dirindukan keluarganya.
Membangun keluarga bahagia, suami harus bisa menghindari
kekerasan. Kekerasan dalam keluarga hanya menimbulkan kebencian,
dan kebencian menimbulkan keretakan. Untuk itu suami harus tahu
bahwa suami yang paling baik adalah suami yang paling baik pada
keluarganya. Abu Al Hasan Ali Bin Khalf Bin Abd Al Malik Bin Bathal
Al Bakry Al Qurthuby dalam Syarh Shahih Bukhary meriwayatkan hadis
dari Hisam Bin Urwah,
15
Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Abi Bakr Bin Farh Al Anshary Al Khazrajy
Syamsu Al Din Al Qurthuby, Al Jami‟ Li Ahkam Al Qur‟an, (Al Riyadh : Dar Ilm Al Kutub,
2003, Juz I), hal. 179.
" إذا/ ً كال رشٔل اهلل صًل اهلل غييّ و شي/ غَ أنس كال
صيج املرأة مخصٓا وصاٌج طٓرْا وخفظج ـرجٓا وأطاغج
.زوجٓا دخيج اجلِث
Dari Anas Bin Malik r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda,
“Apabila seorang perempuan telah menjalankan shalat lima waktu,
puasa bulan ramadhan, menjaga kemaluannya, dan menta‟ati suaminya
niscaya ia masuk surga”.
Dalam riwayat lain Rasulullah SAW menjelaskan sebagaimana yang
dikatakan Muhammad Bin Thahir Al Muqaddasy dalam kitab Dzakhirah
16
Abu Al Hasan Ali Bin Khalf Bin Abd Al Malik Bin Bathal Al Bakry Al Qurthuby, Syarh
Shahih Bukhary, (Al Riyadh : Maktabah Al Rusyd, 2003, Juz VII), hal. 309.
17
Abd Al Rahman Bin Al Kamal Jalal Al Din Al Suyuthy, Al Dar Al Mantsur, (Bairut : Dar
Al Fikr, 1993, Juz II), hal. 516.
18
Muhammad Bin Thahir Al Muqaddasy,Dzakhirah Al Khuffadh, (Al Riyadh : Dar Al
Salaf, 1996, Juz V), hal. 2740.
19
Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, (Yokyakarta : Narasi, 2010), hal.
160.
كال شٍػج رشٔل اهلل صًل اهلل غييّ و شيً يلٔل أكرمٔا
.ًٓأوالدؽً وأخصِٔا آداة
Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Muliakanlah anak-
anakmu dan perbaikilah adabnya”.
Memberi nama adalah kewajiban orang tua, untuk itu orang tua
harus pandai memilih nama yang baik untuk anaknya karena nama yang
melekat pada anak merupakan do‟a bagi dirinya. Memberi nama dengan
nama yang buruk dilarang oleh Islam, sebagai mana yang diungkapkan
Muhammad Bin Futuh Al Hamidy dalam Al Jami‟ Baina Al Shahihain
Al Bukhary wa Muslim, riwayat dari Al Rabi‟ Bin Amilah dari Samrah ia
berkata, Rasulullah SAW bersabda;
غَ الربيع ةَ غٍييث غَ شٍرة كال كال رشٔل اهلل صًل اهلل
غييّ وشيً أخب الالكم إىل اهلل أربع شتدان اهلل واحلٍد هلل
وال هلإ إال اهلل واهلل أكرب ال يرضك ةأيَٓ ةدأت وال تصٍني
ً ً ً
ًؽالمم يصارا وال رباخا وال جنيدا وال أـيح ـإُم حلٔل أث
.... ْٔ ـال يؾٔن ـيلٔل ال
Dari Al Rabi‟ Bin Amilah dari Samrah ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda: Ucapan yang paling disukai Allah SWT ada empat yaitu, (1)
Subhanallah, (2) Al Hamdulillah, (3) La ilaha illallah, (4) Allahu Akbar,
tidak akan membahayakanmu dari manapun kamu memulainya, dan
janganlah kalian menamai anak dengan nama Yasar, Ribah, Najih, dan
Aflah, karena sesungguhnya jika engkau menanyakannya, apakah ia
memang demikian, jangan sampai ada yang menjawab tidak.
20
Muhammad Bin Salamah Bin Ja‟far Abu Abdullah Al Qadha‟iy, Musnad Al Syihab,
(Bairut : Muassasah Al Risalah, 1986, Juz I), hal. 109.
21
Muhammad Bin Futuh Al Hamidy,Al Jami‟ Baina Al Shahihain Al Bukhary wa Muslim,
(Lubnan : Dar Al Nasyr, 2002, Juz IV), hal. 445.
صدق اةَ مصػٔد زوجم/ ًـلال هل اجليب صًل اهلل غييّ و شي
.ًٓو ودلك أخق ٌَ حصدكج ةّ غيي
Maka Nabi SAW bersabda, “Benar apa yang dikatakan Ibnu
Mas‟ud, istrimu dan anakmu adalah orang yang paling berhak kamu beri
nafkah”.
Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al Bukhary Al Ja‟fy dalam Al
Adab Al Mufrad mengemukakan riwayat Hayawah Bin Syarih,
22
Muhammad Bin Ishaq Bin Khuzaimah Abu Bakr Al Sulamy Al Naisabury, Shahih Ibnu
Khuzaimah, (Bairut : Al Maktab Al Islamy, 1970, Juz IV), hal. 107.
23
Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al Bukhary Al Ja‟fy,Al Adab Al Mufrad, (Bairut :
Dar Al Basyair Al Islamiyah), hal.42.
ً كال رشٔل اهلل صًل اهلل غييّ و شي/ غَ جاةر ةَ شٍرة كال
.ألن يؤدب الرجو ودله خري ٌَ أن يخصدق ةصاع
Dari Jabir Bin Samurah ia berkata Rasulullah SAW bersabda, “
Sungguh, orang tua yang mendidik anaknya lebih baik dari bersedekah
satu shaa‟”.
Orang tua setelah mendidik anaknya kewajiban akhirnya adalah
menikahkannya. Menikah merupakan salah satu hak yang diterima anak
dari orang tuanya, Jalaluddin Abdurrahman Bin Aby Bakrin Al Suyuthy
dalam Al Fath Al Kabir fi Dhommi Al Ziyadah ila Al Jami‟i Al Shaghir,
menjelaskan riwayat Abi Hurairah r.a.,
ُ ْ َ ِّ َ ُ ْ َ َ ُ َ ِّ َ ُ ْ َ َ ِّ ْ ّ
ٍَّ اش َهخاةث وأن حيص ِ ِ دل ىلع َو
ِ ادلهِ أن يػيٍّ ال ِ ٔال إن ٌَِ خق
ََ ُ ْ
. اةَ اجلجار غَ أيب ْريرة. وأن يُ َز ِّو َجّ إذا ةَيؼ
Sesungguhnya salah satu hak anak terhadap orang tuanya adalah
orang tua mengajarinya menulis, memberi nama yang bagus, dan
menikahkannya bila sudah waktunya. Hadis dari Ibn Al Najjar dari Abi
Hurairah r.a.
Anak juga memiliki kewajiban terhadap orang tuanya. Hak dan
kewajiban mereka saling mendukung antara satu sama lain. Rasulullah
24
Abu Al Ula Muhammad Abd Al Rahman Bin Abd Al Rahim Al Mubarakfury, Tuhfah Al
Ahwadzy Bi Syarh Jami‟ Al Tirmidzy, (Al Qahirah : Dar Al Hadis, 2001, Juz V), hal.364.
25
Jalaluddin Abdurrahman Bin Aby Bakrin Al Suyuthy,Al Fath Al Kabir fi Dhommi Al
Ziyadah ila Al Jami‟i Al Shaghir, Juz I, hal. 390.
SAW sangat senang bila ada keserasian hidup antara orang tua dan anak,
sehingga dalam riwayat Abdullah Bin Amr disebutkan,
َ َ ُ ْ َ َ َّ َ ُ َ ْ ُ َ َ َّ َ ْ َ ْ ُّ َ َ َ َّ َ
يح
ٍ جن ِ اهلل َّ خدثِا شفيان خدثِا ابَ أ ِيب ِ ٌل ب َُ عت ِد ِ خدثِا غ
يب َّ ِّ هلل َّ ةَْ َع ٍْرو َيتْيُ ُؼ ة
َّ اجل ا د َْع َْ َعتْد اهلل َّ ةَْ َاعمر َع َْ َعت
ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ٍِ ِ ِ ِ
َّريَُا َو َي ْػر ْف َخقَ هلل َّ َغيَيّْ َو َشيَّ ًَ كَ َال ٌَ َْ ل َ ًْ يَ ْر َخ ًْ َصؾ
ُ َص ًَّل ا
ِ ِ ِ
َّ ََْ َ َ
.ريُا ـيي َس ٌِِا ِ ن ِت
Ali Bin Abdillah telah berbicara kepada kami, Sufyan telah
berbicara kepada kami, Ibn Aby Najih telah berbicara kepada kami dari
Abdillah Bin Amir dari Abdillah Bin Amr dan sampai kepada Nabi
SAW beliau bersabda, “Orang tua yang tidak menyayangi anaknya dan
anak tidak yang tidak tahu hak orang tuanya, menghormatinya, bukanlah
golongan kami”.
5. Mendidik Kerukunan Keluarga.
Laki-laki menikah menginginkan bahagia bersama wanita yang
dicintainya demikian juga wanita. Tetapi sayangnya keluarga bahagia,
membangunnya tidak semudah membayangkannya. Konflik terkadang
muncul ditengah-tengah perjalanan hidup mereka. Konflik ini terjadi
diantaranya karena secara hukum istri harus taat kepada suaminya,
sedangkan suami harus merawat orangtuanya atau sebaliknya. Belum
lagi masalah yang terjadi pada anak-anak mereka.
Kondisi seperti ini sebenarnya sudah disetel oleh Allah SWT,
firmanNya,
26
Ahmad Bin Hambal, Musnad Al Imam Ahmad Bin Hambal, (Bairut : Muassasah Al
Risalah, 1999, Juz XI), hal. 644.
27
Anonim, Al Qur‟an dan Terjemahannya; Edisi Baru Revisi, hal. 930.
28
Anonim, Al Qur‟an dan Terjemahannya; Edisi Baru Revisi, hal. 12.
yang sedang marah hatinya keras, sulit untuk dinasehati, ibarat tanah,
seperti tanah kering, kalau ingin menanam sesuatupada tanah kering,
jangan langsung dicangkul, bisa mental dan berbalik mengenai dirinya
sendiri, kalau ingin mencangkulnya, tanah itu harus digemburkan
terlebih dahulu, disiram dengan air. Oleh karena itu bila seseorang ingin
menasehati salah satu anggota keluarga yang sedang marah haruslah
dilunakkan hatinya dulu baru dinasehati.
Cara melunakkan hati yang sedang keras Al Syaikh Muhammad Al
Thahir Bin „Asyur dalam Al Tahrir wa Tanwir menjelaskan, wa in ta‟fuu
wa tashfahuu wa taghfiruu fa innallaha ghafurun rahimun. Ta‟fuu
artinya memaafkan dan belum bisa bertemu, tashfahuu artinya
memaafkan dan sudah bisa bertemu, dan taghfiruu artinya memaafkan
dan sudah bisa bertemu serta melupakan semua kesalahannya sehingga
muncul sifat kasih dan sayangnya. Orang tidak akan berhasil menasehati
orang yang lain ketika belum mampu melakukan tiga hal tersebut.29
Setelah tiga hal tersebut dilakukan langkah selanjutnya minta tolong
kepada Allah SWT dengan cara sabar dan shalat. Dengan cara sabar
artinya bergerak mencari jalan keluar dan dengan cara shalat artinya
berdo‟a. Rasululla SAW menjelaskan dalam riwayatkan Abi Hurairah,
غَ أيب ْريرة أن رشٔل اهلل صًل اهلل غييّ وشيً كاألكرب ٌا
. ـأكرثوا ادلاعء،يؾٔن اىػتد ٌَ ربّ ؤْ شاجد
Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah SAW bersabda, “Saat yang paling
dekat bagi seorang hamba terhadap Tuhannya adalah saat orang sedang
sujud, maka perbanyaklah do‟a”.
Ta‟fuu, tashfahuu, taghfiruu, bersabar, kemudian shalat dan
dalam sujud terakhir saat shalat berdo‟a mohon pertolongan Allah SWT,
29
Al Syaikh Muhammad Al Thahir Bin „Asyur,Al Tahrir wa Tanwir, (Tunis : Dar Suhnun,
1997, Juz 28), hal. 285.
30
Abu Al Fida‟ Ismail Bin Umar Bin Katsir Al Qarsyy Al Dimisyqy, Tafsir Al Qur‟an Al
Adhim, (Al Riyadh : Dar Thaybah, 1999, Juz VIII), hal. 440.
maka permasalahan yang sulit segera diatasi Allah SWT dan konflik
segera selesai. Dengan demikian membentuk keluarga bahagia,
menggunakan cara seperti ini insya Allah bisa tercapai, karena ijabah
Allah terhadap do‟a seseorang yang sering sujud dan dalam sujudnya ia
memperbanyak do‟a kepadaNya.
Do‟a saat sujud cepat diijabah lantaran sujud adalah saat
diampunkannya dosa orang yang sujud tersebut, karena Abdullah Bin
Umar r.a melihat seseorang yang ruku‟ dan sujudnya lama lalu ia
menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
رشٔل اهلل صًل اهلل غييّ و شيً يلٔل إذا كام اىػتد يصًل أىت
ةذُٔبّ ـجػيج ىلع رأشّ واعحليّ ـلكٍا ركع أو شجد
.ِّتصاكطج غ
Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang hamba berdiri
melakukan shalat dosanya didatangkan dan diletakkan di atas kepala dan
pundaknya, setiap kali ruku‟ atau sujud dosa-dosa itu berguguran
darinya. Itulah sebabnya maka kenapa orang shaleh do‟anya mustajab.
C. Kesimpulan
Keluarga bahagia adalah keluarga yang rukun antara suami istri,
yang tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang tua.
Ciri-cirinya mereka memiliki kecenderungan kepada agama, lemah
lembut dalam pergaulau, sederhana dalam hidup, mampu introspeksi diri
dan dapat bertobat dari kesalahan-kesalahannya.
Kewajiban suami terhadap istri memberi makan dan pakaian
kepadanya, menghormatinya, dan memperlakukanya dengan baik.
Kewajiban istri terhadap suami menjaga kehormatannya, dan
menta‟atinya, dan berterima kasih atas kebaikan suaminya.
31
Ahmad Bin Muhammad Bin Salamah Bin Abd Al Malik Bin Salamah Abu Ja‟far Al
Thahawy, Syarh Ma‟any Al Atsar, (Bairut : Dar Al Kutub Al Ilmiyah, 1399 H., Juz I), hal. 477.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Al Qur‟an dan Terjemahannya; Edisi Baru Revisi, Semarang :
CV Thaha Putra, 1989.
Abdul Rachman Hussein, Seri Membangun Keluarga Sakinah; Kado
Terindah Untuk Istriku Tercinta, Jakarta : Gramedia, 2009.
Abd Al Rahman Bin Al Kamal Jalal Al Din Al Suyuthy, Al Dar Al
Mantsur, Bairut : Dar Al Fikr, 1993, Juz II.
Abu Al Fida‟ Ismail Bin Umar Bin Katsir Al Qarsyy Al Dimisyqy,
Tafsir Al Qur‟an Al Adhim, Al Riyadh : Dar Thaybah, 1999,
Juz VIII.
Ala Al Din Ali Bin Hisam Al Din Al Muttaqy Al Hindy Al Burhany
Faury, Kanzu Al „Amal fi Sunan Al Aqwal wa Al Af‟al, Bairut:
Mu‟assasah Al Risalah, 1981, Juz XI.
Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Abi Bakr Bin Farh Al
Anshary Al Khazrajy Syamsu Al Din Al Qurthuby, Al Jami‟
Li Ahkam Al Qur‟an, Al Riyadh : Dar Ilm Al Kutub, 2003, Juz
I.
Abu Al Hasan Ali Bin Khalf Bin Abd Al Malik Bin Bathal Al Bakry Al
Qurthuby, Syarh Shahih Bukhary, Al Riyadh : Maktabah Al
Rusyd, 2003, Juz VII.
Abu Al Ula Muhammad Abd Al Rahman Bin Abd Al Rahim Al
Mubarakfury, Tuhfah Al Ahwadzy Bi Syarh Jami‟ Al Tirmidzy,
Al Qahirah : Dar Al Hadis, 2001, Juz V.
Abstrak
A. Pengertian Tabarruj
Menurut Muhammad Hasan Al-Hamshi, seorang mufassir asal
Lebanon, ”tabarruj” berarti: ”Menampakkan perhiasan dan kecantikan
yang wajib ditutup”.4 Ahmad Musthafa Al-Maraghi memberikan
defenisi yang tidak berbeda, dengan redaksi sebagai berikut:
”Perempuan yang menampkkan sebagian kecantikannya yang
seharusnya ia tutupi”.5 Pengertian itu selaras dengan yang diberikan oleh
Muhammad Hasan Al-Hamshi, Qur’an Majid : Tafsir wa Bayan, (Beirut : t.t), h. 422
4
5Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Jilid VIII, (Kairo : Musthafa Al-Babi
Al-Halabi, 1963), h. 6
6 Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Jilid II, Beirut : Dar Al-Fikr, 1983, h. 180
7 Ibid
8 Abu Al-A’la Al-Maududi, Al-Hijab dan Status Wanita Islam (Terjemah Purdah and The
10 Tim Penterjemah / Pentafsir Al-Quran (TPPA) Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya.
16 Ibid. h. 672
17 Ibid. h. 671
18 Ibid. h. 671
19 ibid. h. 671-672
20 Ibid. h. 672
21Ibid.
22Ibn Thahir Al-Fairuzabadi, Tanwir Al-Migbas Min Tafsir Ibn Abbas. (Kairo : Maktabah
Musthafa Al-Babi Al-Halabi Wa Awladih, 1951), cet. Ke-2, h. 261
23 TPPA Depag RI, op. cit. h. 678
Ayat lain yang berbicara tentang masalah yang sama adalah QS Al-
Nur : 31 sebagai berikut :
”Katakanlah kepada wanita yang beriman : ”Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutup kain
kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya,
kecuali kepada suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka,
atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-
budak yang mereka miliki, atau pelayanan-pelayanan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Nur :
31).24
Adab berpakaian ternyata tidak hanya ditujukan khusus kepada
umat Islam saja, tetapi juga kepada seluruh umat manusia, sebagaimana
dinyatakan dalam QS. Al-A’raf : 26 berikut ini :
”Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik, yang
demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
mudah-mudahan mereka selalu ingat”.25
Ayat ini diperkuat dengan perintah untuk berhias ketika memasuki
masjid, sebagaimana terdapat dalam QS. Al-A’raf : 31 sebagai berikut :
24 Ibid. h. 548
25 Ibid. h. 224
26 Ibid. h. 225
Dari Amr bin Syu’ab, dari ayahnya, dari kakeknya berkata : telah
datang Umaimah binti Ruqaiqah kepada Rasulullah SAW untuk
berbai’at masuk Islam, maka Rasulullah bersabda : ”Aku membai’atmu
untuk tidak mensekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak, tidak melemparkan tuduhan dusta, tidak
meratap, dan tidak bertabarruj seperti tabarruj orang-orang Jahiliyah
dahulu”. (HR. Ahmad).27
Sementara Abu Dawud meriwayatkan hadits yang juga diriwayatkan
dengan redaksi berbeda oleh Ahmad dan Al-Nasa’i, yang menyebutkan
bahwa tabarruj tergolong ke dalam sepuluh hal yang dibenci oleh
Rasulullah SAW. Riwayatnya adalah sebagai berikut :
”Dari Abdurrahman bin Harmalah bahwa Ibn Mas’ud berkata
bahwa Rasulullah membenci sepuluh hal, yaitu : wewangian warna
kuning bernama khaluq, mengubah warna uban, memakai kain yang
dipanjangkan hingga menyeret lantai, memakai cincin emas,
menampakkan perhiasan tidak pada tempatnya, bermain dadu,
pengobatan tanpa ta’awwudz, memakai jimat, melakukan azl tidak pada
tempatnya, merusak bayi tanpa bersalah”. (HR. Abu Dawud).28
Selain itu, terdapat hadits-hadits yang tidak menyebut langsung
istilah tabarruj, tapi menyebutkan sifat-sifat tabarruj dan celaan Islam
terhadap hal itu. Diantaranya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Muslim sebagai berikut:
”Dan Suhail bin Abu Shalih, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah
berkata, bersabda Rasulullah SAW : ”Ada dua golongan ahli mereka
yang tidak mau aku lihat, yaitu : kaum yang suka memukul orang-
orang dengan cambuk yang menyerupai ekor kerbau, dan
perempuan baik berpakaian maupun telanjang yang suka berlenggak
lenggok, kepalanya bergoyang laksana punuk peramal. Kedua-
27 Ahmad Bin Hanbal, Musnad Ahmad, Dalam Syirkat Al-Barajmij Al-Islamiyah Al-
Dauliyyah, Mausu’;at Al-Hadits Al-Syarif 9Gisco, 1991-1997), Hadits No. 6554
28 Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Dalam Syirkat Al-Baramij Al-Islamiyah Al-Dauliyyah,
29 Imam Muslim, Shahih Muslim, Kitab Al-Zinat Wa Al-Libas, Dalam Syirkat Al-Baramij
Dalam Syirkat Al-Baramij Al-Islamiyyah Al-Dauliyyah, Op. Cit, Hadits No. 1421
31 Imam Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Kitab ”Fitnat At-Nisa”, Dalam Syirkat Al-Baramij
1Tim Penterjemah / Pentafsir Al-Quran (TPPA) Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya.
(Madinah : Majma Al’Malk Fahd, 1418), h. 672
2 mal Yamani (ed), Feminisme dan Islam. (Terjemah dari Islam and Feminism), (Bandung :
3 Sayyid Qutbh, Fi Zilal Al-Quran. Jilid 6 (Beirut : Dar Ihya Al-Turats Al-Arabi, 1971),
cet. Ke-7. h. 579-580
4 Ibid. h. 580
5 Sayyid Qutbh., Op. Cit. H. 584
dan Nabi Idris AS. Kedua, zaman antara Nabi Isa as. Dan Nabi
Muhammad SAW. Menurut Muhammad Ismail M :
Kaum wanita pada kedua zaman itu mengekspos tubuh mereka dan
menyalahgunakan kebebasan untuk meninggalkan rumah mereka hingga
ke suatu tahap yang belum pernah dilihat sebelum zaman itu. Akibatnya,
mereka menjadi sasaran yang dipertontonkandan diambil manfaatnya
oleh semua orang wnaita-wanita zaman itu telah menjadi tontonan
umum yang dapat digunakan oleh setiap orang kapan saja. Mereka
berjalan berlenggak-lenggok di jalanan, dihiasi dengan permata dan
wewangian, memamerkan kecantikan mereka dengan pakaian setengah
telanjang untuk menarik perhatian hidung belang.
Seringnya wanita-wanita itu berhubungan dengan lelaki selain
suaminya, menyebabkan kondisi, kadang-kadang dipakai oleh suaminya,
dan pada saat yang lain dipakai untuk menyenangkan kekasihnya. Tanpa
mengindahkan kehormatan, kesucian, dan kesopanan, wanita-wanita itu
tidak segan-segan menyenangkan lelaki ajnabi dengan perbuatan-
perbuatan yang menarik perhatian. Al-Quran menyebut perbuatan-
perbuatan fahsya seperti itu sebagai tabarruj jahiliyyah.6
Kondisi itu tidak hanya menyerang bangsa Arab Pra-Islam, tapi juga
merupakan fenomena umum yang berlangsung di seluruh dunia Pra-
Islam. Masyarakat Yunani kuno, umpamanya, memandang bahwa kaum
wanita hanya mempunyai dua fungsi, yaitu : untuk keenakan seksual
atau alat untuk kesenangan laki-laki, dan untuk melahirkan anak.7
Masyarakat Cina kuno juga memandang wanita sebagai pelayan laki-
laki, sehingga dikatakan bahwa kewajiban mereka hanyalah melayani
laki-laki dengan sebaik-baiknya dan menerima pekerjaan-pekerjaan yang
berat dan hina.8 Masyarakat Romawi Kuno memandang wanita sebagai
harta yang dimiliki kaum laki-laki, sehingga tidak dipandang sebagai
Islam dan Persoalan Wanita Modern. Solo : Ramadhani, 1988, cet. Ke-1, h. 12
8 Ibid. h. 11
9Ibid. h. 13
10 Hidayah Salim, Wanita Islam : Kepribadian dan Perjuangannya. Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1990, h. 3.
11 Sayyid Qutb, Op. Cit. H. 584
12 Ibid.
Muhammad Ali Al-Shabuni, Rawa’i Al-Bayan Tafsir Ayat Al-Ahkam. Jilid 2 (Mekkah :
13
18 Abdur Rasul Abdul Hassan Al-Ghaffar, Wanita Islam dan Gaya Hidup Modern.
(Terjemah dari Al-Mar’ah Al-M’ashirah), (Bandung : Pustaka Hidayah, 1993), cet. Ke-3, h. 91
19 Ibnu Mustafa, Op. Cit. H. 254
20 Lihat Muhammad Al-Bahay dan Lois Al-Faruqi, Islam dan Feminisme, (Jakarta :
Minaret, 1988), h. 3
21 Al-Ghaffar, op. Cit. H. 108
22 Pemikiran Mernissi Tentang Hijab Tertuang Dalam Dua Karyanya : Fatima Mernissi,
The Forgetten of Queen in Islam (Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia : Rata-Rata Islam
yang terlupakan. (Bandung : Mizan, 1994) : dan Fatima Mernissi, Islam and Democracy
(diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia : Islam dan demokrasi : antologi Ketakutan”.
(Jogyakarta : LKIS, 1994).
23 Hidayat Salim. Op. cit. h. 3-4
24 Ibid. h. 4-6
25 Ibid. h. 8-9
26 Ibid. h. 9
27 Ibid.
28 Muhammad Ismail M. Op. Cit. h. 122
29 Ibid.
30 Ibid. h. 124-125
G. Kesimpulan
Menurut pengamatan penulis sendiri, kurangnya pemahaman itu
pada dua kelompok masyarakat muslim, yaitu :
1. Kelompok Islam Abangan, yaitu kelompok umat Islam yang hanya
menjadikan Islam sebagai identitas sosial, karena faktor keturunan.
Mereka menjadi muslim karena faktor budaya dan geografis, yaitu
DAFTAR PUSTAKA
Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Jilid II, Beirut : Dar Al-Fikr, 1983, h.
180
Syamsuddin. Pendidikan Kelamin Dalam Islam. Semarang : CV.
Ramadani, 1966
Tim Penterjemah / Pentafsir Al-Quran (TPPA) Depag RI, Al-Quran dan
Terjemahnya. (Madinah : Majma al-Malk Fahd, 1418)(, h. 672
Rahmat Nasution
Abstrak
Membicarakan kepemimpinan selalu aktual untuk dibahas. Semakin
dibahas semakin kelihatan berbagai teori yang berkembang dalam
bidang kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif sudah barang
tentu dibutuhkan agar masyarakat atau bawahan yang dipimpin
dapat diarahkan menuju suatu tujuan yang diinginkan. Mungkin
sering dilupakan bahwa sesungguhnya yang berperan dalam suatu
masyarakat agar masyarakat bergerak untuk mencapai suatu cita-
cita adalah pemimpin. Tangan dingin yang dimiliki oleh seorang
pemimpin dengan mudah dapat menghantarkan masyarakat yang
dipimpinnya menuju perubahan yang lebih baik dalam segala
bidang kehidupan. Tidak terkecuali kepemimpinan dalam
pendidikan khususnya kepemimpinan kepala sekolah.
Tulisan ini mencoba memberikan uraian tentang bagaimana
sesungguhnya kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam
upaya memajukan sekolah yang dipimpinnya. Referensi yang
digunakan diambil dari berbagai literatur yang berkaitan dengan
kepemimpinan terlebih kepemimpinan kepala sekolah.
Kata kunci: kepemimpinan, kepala sekolah, efektif.
A. Pendahuluan
Terkadang mudah dilupakan siapa sebenarnya yang paling
berpengaruh dalam mengubah wajah dunia ini. Perubahan dalam
berbagai bidang mulai dari perubahan budaya, perubahan karakter,
perubahan keyakinan sampai kepada perubahan yang berkaitan dengan
fisik nyata seperti model arsitek bangunan, model kenderaan, dan model
busana. Tanpa berpikir panjang perubahan itu selalu saja diikuti walau
tanpa memikirkan kenapa terjadi perubahan, kapan perubahan itu
dimulai, dan siapa yang mempelopori perubahan itu. Setelah sedikit
mengernyitkan kening ternyata perubahan itu diawali oleh gerakan dari
B. Pembahasan
1. Dasar-dasar kepemimpinan
Membicarakan kepemimpinan tidak dapat dihindari bahwa ada
landasan atau dasar yang harus diketahui agar kepemimpinan
berjalan dengan efektif. Kalau diumpamakan dalam sebuah
perjalanan wisata maka diperlukan dasar-dasar atau hal-hal pokok
yang mesti diketahui dalam perjalanan tersebut mulai dari
persiapan, kelengkapan yang perlu dibawa, tujuan wisata sampai
kepada kenyamanan dan apa saja yang dapat dinikmati selama
dalam perjalanan tersebut. Warren Bennis dalam Boyett and
Boyett2 mengemukakan terdapat enam unsur dasar dalam
kepemimpinan. Keenam unsur dasar tersebut yang terdiri dari:
(1) guiding vision (memiliki ide dan visi, apa yang hendak
diperbuat agar tidak terjadi kegagalan),
(2) passion (kemauan yang kuat, ingin perubahan),
(3) integrity (memiliki integritas tentang pengetahuan,
keterbukaan, dan kedewasaan),
(4) trust (dipercaya),
(5) curiosity (rasa ingin tahu), dan
(6) daring (berani untuk mengambil resiko).
3 Ibid., hlm. 4
4 Ibid., hlm. 6.
9Anonim, Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia (Jakarta: Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama, 2009), hlm. 127.
10 Ibid., hlm. 130.
11 Ibid.
12
William B. Castetter, The Personnel Function in Educational Administration (New
York: Macmillan Publishing Co., Inc., 1981), hlm. 65.
214.
19
A. Dale Timpe, The Art and Science of Business Management Leadership, terj. Susanto
Budidharmo (Jakarta: Elex Media Komputindo, 1993), hlm. 122 - 123.
C. Kesimpulan
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif substansinya berada
pada bagaimana seorang kepala sekolah dapat melakukan perubahan
terhadap sekolah yang dipimpinnya. Perubahan sudah barang tentu ke
arah yang lebih baik bukan sebaliknya. Agar perubahan dapat tercapai
bagi seorang kepala sekolah diperlukan agar memiliki wawasan dan
pandangan yang luas sehingga ia dapat mempengaruhi bawahannya
untuk bersama-sama membuat program agar sekolah dapat lebih baik
dan lebih maju dari yang sebelumnya.
Sebagian dari hal-hal yang mesti diperhatikan dan dimiliki oleh
kepala sekolah adalah guiding vision (memiliki visi), passion (kemauan
yang kuat, ingin perubahan), integrity (integritas), trust (dipercaya),
curiosity (rasa ingin tahu), dan daring (berani untuk mengambil resiko).
Sudah barang tentu masih banyak hal-hal lain yang mesti diperhatikan
tetapi setidaknya dapat menjadi dasar untuk melangkah dalam
mengimplementasikan kepemimpinan lebih jauh ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Abstrak
Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk
menciptakan ketertiban dan keteraturan, keyakinan ini antara lain
tampak dalam seruan law and order atau hukum dan ketertiban.
hukum tidak dapat berjalan sendiri ia membutuhkan komponen lain
yang erat hubungannya dengan bahan atau apa yang diproses.
Lembaga-lembaga dan pranata hukum dengan sendirinya bekerja
dengan cara menumbuhkan kepercayaan masyarakat melalui
pelaksanaan peraturan perundang undangan. Keteraturan dan
ketertiban dalam masyarakat tercapai oleh karena proses-proses di
dalamnya, yaitu yang terdiri dari hubungan-hubungan serta kontak-
kontak antara para anggota masyarakat dilaksanakan menurut
suatu pola tertentu. Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan
masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan. Oleh
karena ia bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang
tingkah laku dan karena itu ia berupa norma. Lalu apakah
sesungguhnya arti hukum positif itu bagi suatu masyarakat
tertentu?.Atas pertanyaan ini telah diberikan jawaban yang sangat
berbeda-beda. Di satu pihak terdapat misalnya pemikiran, bahwa
hukum itu seolah-olah membentuk kerangka masyarakat dan
ketertiban sosial, tergantung dari pemeliharaan aturan hukum.
Keyakinan ini antara lain tampak dalam seruan law and order atau
hukum dan ketertiban. Dalam kerangka ini C.J.M. Schuyt
mengemukakan, bahwa dalam bentuknya yang paling sederhana
hukum dan ketertiban itu berdasarkan pada suatu keyakinan atas
kekuasaan hukum.
Kata Kunci: Dinamika Lembaga, Pranata Hukum
A. Pendahuluan
Ketertiban ditempatkan sebagai perpanjangan dari hukum.
Hubungan manusia dipengaruhi secara langsung dan hampir secara
1N.E. Algra, et all, Mula Hukum beberapa bab mengenai hukum dan ilmu hukum untuk
pendidikan hukum dalam pengantar ilmu hukum, Binacipta, Bandung, 1983, hlm. 378-379.
2 N.E. Algra, Ibid.
3 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 42.
B. Perumusan Masalah
Hukum beserta pranata pendukungya bukanlah suatu institusi yang
statis, ia mengalami perkembangan. Kita lihat, bahwa hukum itu berubah
dari waktu ke waktu. Konsep lembaga dan pranata hukum di Indonesia
juga mempunyai perkembangannya tersendiri, yaitu ada hubungan erat
antara hukum dengan kekuasaan dan politik sebagaimana yang terjadi
pada lembaga hukum peradilan. Bagaimanakah dinamika atau pasang
surut dari keberadaan lembaga hukum sepanjang sejarah Indonesia
merdeka hingga era reformasi, akan dicoba digambarkan melalui tulisan
ini.
C. Penegakan hukum
Penegakan hukum adalah suatu sistem, yaitu terkaitnya beberapa
sub sistem hukum dan antara sub sistem hukum tersebut saling
mempengaruhi, namun demikian merupakan satu kesatuan dalam
mencapai tujuannya. Sistem itu sendiri terdiri dari bagian-bagian atau
unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain. Ia merupakan
suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi
satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan
tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur
yuridis seperti pengertian hukum dan peraturan-peraturan hukum.
Masing-masing bagian harus dilihat dalam kaitannya dengan bagian-
bagian lain secara keseluruhannya. Di dalam kesatuan itu tidak
dikehendaki adanya konflik pertentangan atau kontradiksi antara bagian-
bagian. Bila sampai terjadi konflik maka akan diselesaikan oleh dan di
dalam sistem itu dan jawabannya terdapat dalam sistem itu sendiri.5
Hukum sebagai suatu sistem tidak hanya dalam pengertian
substance, structure dan legal culture.6 Hukum dalam berkorelasi
dengan lingkungan untuk dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah
hukum yang memiliki dasar atau alasan tertentu merupakan sesuatu yang
mungkin tidak dapat dihindari dalam melakukan usaha mengisi
kekosongan hukum. Hukum dan negara merupakan dua hal yang tidak
terpisah. Hukum tidak memiliki kemampuann untuk bertindak dan
memaksakan ditaatinya kaedah-kaedah tertentu bila tidak dalam
kerangka bernegara. Negara tanpa hukum diyakini akan cenderung
untuk sewenang-wenang dan totaliter. Hukum dan negara dianggap
sebagai dua lembaga penjelmaan kesepakatan antara rakyat dan
penguasa dalam masyarakat. Hukum merupakan produk politik,
sedangkan negara adalah perwujudan dari organisasi politik itu sendiri
yang kekuasaannya dapat dibatasi oleh hukum.
Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas
hukum (rechtsstaat), demikian diyatakan dalam Penjelasan Umum
Undang-Undang Dasar 1945 ketika menguraikan sendi-sendi Sistem
pemerintahan negara. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tidak
merinci apa unsur-unsur rechtsstaat Indonesia.
Dalam kepustakaan hukum tata negara Eropa dapat diketahui,
bahwa wawasan rechsstaat memang berkembang dari waktu ke waktu.
Menurut Zippelius, prinsip-prinsip wawasan negara berdasar atas hukum
merupakan alat untuk membatasi perluasan dan penggunaan kekuasaan
negara secara totaliter dan secara tidak terkontrol. Prinsip-prinsip itu
ialah jaminan terhadap ditegakkannya hak-hak asasi asas, adanya
pembagian kekuasaan dalam negara, penyelenggaraan pemeirntahan
yang didasarkan pada undang-undang, dan adanya pengawasan yustisial
terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara tersebut.8
Gagasan negara berdasarkan atas hukum (rechtstaats),
sebagaimana yang tertuang dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar
1945 sebelum adanya perubahan, muncul dari pendiri negara dengan
dilandasi oleh oleh prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial. Dalam
kerangka ini artinya hukum dan segala wujud nilai-nilai yang kemudian
direfleksikan ke dalam peraturan perundang-undangan tidak boleh
menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial. Hukum
dalam gagasan para pendiri negara tersebut justru seyogyanya menjadi
dasar pertama dan utama bagi nilai-nilai demokrasi dan keadilan sosial.
Dalam rentang waktu panjang kesejarahan bangsa Indonesia, negara
dan hukum yang dicita-citakan oleh para pendiri republik ini seringkali
berhadapan dengan arus perubahan dan kepentingan tertentu.
11
Daniel S Lev, Hukum dan Politik di Indonesia Kesinambungan dan perubahan,
Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi dan Soaial, Jakarta, 1990, hlm. 119.
14 Ismail Suny, Pergeseran kekuasaan Eksekutif, Aksara baru, Jakarta ,1986, hlm. 28.
15 Ibid, hlm. 29
16 Ibid.
Undang No. 14 tahun 1970 itu pun tidak cukup kuat. Sebabnya terletak
pada Undang-Undang Mahkamah Agung No. 1 tahun 1950 yang masih
berlaku. Undang-undang tersebut menetapkan kepasifan Mahkamah
Agung karena lembaga itu hanya menangani perkara atau masalah yang
disampaikan lewat pengadilan yang lebih rendah.
Dinamikan lembaga dan pranata hukum juga tergambar melalui
pertumbuhan substansi hukum yang dapat diamati melalui watak
legalitas hukum yang dibedakan atas aspek formal dan materil; dasar
penggunaanya yang terdiri dari kekuatan (force) dan legitimasi; dan dari
manfaatnya bagi masyarakat yaitu berupa ketertiban dan keadilan. 23
Seperti diketahui, proses pembuatan suatu produk hukum seringkali
berjalan dalam waktu lama. Di sepanjang Indonesia merdeka, tertangkap
gejala pengutamaan aspek formal dibanding aspek materilnya.
Perdebatan tentang UUPA di tahun limapuluhan dan enampuluhan serta
jalan pikiran yang dimenangkan, seperti juga halnya dalam perdebatan
tentang undang-undang perkawanan dan undang-undang keormasan
tahun tujuhpuluhan dan tahun 1985, menunjukan hal itu. Pandangan
yang menekankan keberlakuan dan penerimaan masyarakat terhadapnya
kurang mendapat perhatian dibanding pandangan yang menekankan
pembentukan undang-undang itu sendiri melalui prosedur resmi yang
berlaku.24
Dalam hal penggunaan hukum, memperlihatkan bahwa di masa
Demokrasi Terpimpin, kekerasan dan kekuatan sepenuhnya menjadi cara
penggunaan hukum. Sistem yang berlaku tidak begitu percaya kepada
proses hukum, kecuali revolusi. Dalam kurun waktu ini hukum
seringkali diabaikan demi revolusi yang ditandai dengan adanya campur
tangan pemerintah terhadap proses pengadilan.
Pertumbuhan substansi hukum berupa ketertiban dan keadilan
sebagai manfaat hukum bagi masyarakat dapat diamati melalui periode
sistem politik Indonesia. Masyarakat menikmati hukum sebagai
23 Ibid.
24 Ibid, hlm. 117.
J. Masa Reformasi
Bahwa reformasi di bidang hukum antara lain adalah untuk
mendukung penanggulangan krisis di bidang hukum dengan salah satu
agendanya berupa pemisahan yang tegas antar fungsi-fungsi yudikatif
dan eksekutif. Semanggat ini ditangkap oleh Ketetapan MPR No.
X/MPR/1998, yang mengamanatkan dipergunakannya prinsip
pemisahan yang tegas antar fungsi-fungsi lembaga negara yang tiga itu,
yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Implementasi dari ketentuan ini
adalah dengan mengadakan perubahan UU No. 14 tahun 1970 tentang
ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman melalui Undang-
Undang No. 35 tahun 1999, yang mengarahkan upaya pemurnian
kembali kekuasaan kehakiman yang utuh, bebas dan mandiri.
Berdasarkan ketentuan pasal 11 A UU No. 35 tahun 1999, organisasi,
administrasi dan finasial dan badan-badan peradilan yang selama ini
berada di bawah Departemen Kehakiman, menjadi berada di bawah
Mahkamah Agung. Sedang ketentuan pasal 22 menegaskan mengenai
pengalihan kewenangan dari Menteri Pertahanan Keamanan dan Menteri
Kehakiman kepada Ketua Mahkmah Agung dalam menentukan badan
peradilan yang berwenang memeriksa perkara koneksitas.
Dengan demikian lembaga hukum beserta pranata pendukungnya
kembali menjadi kekuasaan kehakiman yang mandiri sebagaimana yang
diamanatkan oleh awal mulanya diadakan konstitusi. Hal ini diperkukuh
26 Moh. Mahfud, MD, Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar di UII, Yogyakarta, 2000,
hlm. 32.
K. Kesimpulan
Salah satu yang berpengaruh terhadap perkembangan atau dinamika
lembaga dan pranata hukum adalah struktur politik dan kekuasaan. Hal
ini terlihat pada periode-periode tertentu dalam perjalanan sejarah
Bangsa Indonesia. Pada masa Demikrasi liberal, struktur kelembagaan
hukum dan supremasi hukum dianggap dapat diwujudkan, karena
penegakan hukum diserahkan kepada lembaga penegak hukum, bukan
pada aparat keamanan.
Pada era Demokrasi Terpimpin, hukum beserta pranata
pendukungnya dipaksa berpihak kepada lembaga kepresidenan, yang
ditandai dengan campur tangan eksekutif pada proses peradilan. Pada
awal Orde Baru struktur kelembagaan hukum dicoba untuk dipulihkan
DAFTAR PUSTAKA
Algra, E., et al., Mula Hukum Beberapa Bab Mengenai Hukum dan Ilmu
Hukum untuk Pendidikan Hukum dalam Pengantar Ilmu
Hukum, Binacipta, Bandung, 1983.
Attamimi, A. Hamid S., Peranan Keputusan Presiden Republik
Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara:
Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang
Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu PELITA I-PELITA
IV, Naskah Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990.
Abstrak
ALLAH SWT menurunkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw
misinya adalah untuk menghantarkan ummat manusia dari wajah
kegelapan dan kebodohan menuju cahaya atau pencerahan ummat
Islam, sehingga Muslim benar-benar menjadi ummat yang terbaik
dan Insan paripurna di muka bumi.
Ummat yang didambakan Allah swt adalah ummat yang memiliki
keistimewaan dengan karakteristik tertentu yang tidak dimiliki oleh
ummat lain. Nabi dan rasulnya juga memilki keistimewaan dengan
karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh nabi dan rasul lain.
Agama yang dianut ummat ini juga istimewa, dengan ciri khas yang
tidak ada pada agama yang lain, demikian pula kitab sucinya
memilki multi konsep dan petunjuk mengatur lalulinta kehidupan
manusia.
Ada beberapa ulama yang menulis kitab yang membahas ciri khas
agama Islam menurut kitab Al-Khasha’ish al-‘Ammah li al-Islam
karangan yusuf Qardhawi. Al-Jauzi menyebutkan ada 30 (tiga
puluh) ciri khas yang harus dimiliki ummat Islam. Hal ini bisa
dilihat karyanya Fanun al-Afnan fi Uyun ‘Ulumul al-Qur’an, dan
keistimewaan yang dimiliki Rasulullah saw yang terdapat dalam
Khasha’ish al-Kubra karya as-Suyuti.
Maka dengan demikian, bukan hal aneh, jika para ulama
memberikan perhatian khusus kepada karakteristik al-Qur’an.
Sebagian karakteristik al-Qur’an terdapat dalam karya Khasa’ish
al-Qur’an al-Karim (Rummi : 1411). Sebagian ulama lain
membahas karakteristik al-Qur’an yang menjadi inti pembahasan
mereka berkisar pada masalah Ulumul Qur’an. Sementara sebagian
yang lain lagi membahas dalam buku tersendiri. Untuk itu penulis
mencoba mengkolaborasikan dari beberapa referensi atau
kecil dan besar yang dipahami sebagian orang, tetapi suci dalam arti
luas, yaitu sebagai berikut :
1. Harus suci dari sifat kufur dan syirik, karena itu orang kafir
tidak boleh menyentuh al-Qur’an, dan mashaf al-Qur’an tidak
boleh dibawa ke negara-negara orang kafir.
2. Hati juga harus suci dari sifat riya’ (pamer) dan nifaq
(munafik), serta suci dari keinginan yang bersifat duniawi.
3. Tubuh harus suci dari hadats kecil dan besar. Bagi yang
berhadats besar harus mandi janabah, dan bagi yang berhadats
kecil disunatkan berwudhu’. Tidak ada perdebatan
berkepanjangan mengenai pendapat ini, tetapi ada sebagian
ulama yang lebih ekstrim mewajibkan untuk berwdhu’.
4. Busana harus suci, yaitu pakaian yang layak dan seharusnya
menggunakan pakaian yang suci, bersih, dan rapi, pakaian yang
terbaik, bahkan sebaiknya menggunakan parfum atau berharum-
haruman, seakan mengahadap raja.
5. Suci Mulut, artinya membersihkan mulut, bersiwak, atau
menggosok gigi, karena ia merupakan sunnah Nabi Muhammad
saw, dan dibudayakan oleh para sahabatnya. Hal ini khusus
untuk membaca al-Qur’an, bukan kitab-kitab yang lain.
f. Terpelihara Sepanjang Zaman.
Berkenaan dengan ini Allah swt telah mngeluarkan statemennya
melaui jalur firman-Nya dalam surah al-Hijr : 9
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan
sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-hijr :
9)
Sejak al-Qur’an diturunkan hingga sekarang, banyak terjadi
peristiwa-peristiwa besar, seperti peperangan, permusuhan atau
bentrok antar ummat manusia, aktivitas pembakaran mashaf al-
Qur’an, Namun seandainya hal tersebut dialami oleh kitab selain al-
Qur’an, tentu saja akan mengalami perubahan, sebagaimana yang
C. Kesimpulan
Dengan berakhirnya goresan tangan penulis di atas, tentang
Karakteristik dan Keunikan Al-qur’an sebagai sumber awal kajian dalam
studi islam dapat kami tarik kesimpulan sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’anul-Kariim
Arifin, MH, 1987, Filsafat Pendidikan Islam, jakarta, Bina Aksara
Ashraf Ali, 1989, Horison Baru Pendidikan Islam, Terj. Sayed Husen
Nashr, Jakarta, firdaus.
Azyumardi Azra, 2001, Pendidikan Islam Tradisi dan Moderniasasi
Menuju Millenium Baru, Jakarta, Kalimah
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, 2011, Cet. II, Jakrta,AMZAH
Fahd Bin Abdurrahman Ar-Rumi, 1999, Umlumul Qur’an Studi
Kompleksitas Al-qur’an, Cet.I, Yogyakarta,Titian Ilahi Press.
Sumarto
Abstrak
Keberhasilan proses konseling sangat ditentukan oleh teknik
komunikasi konseling yang dilakukan oleh konselor, karena
komunikasi dapat mengubah suasana masalah yang dihadapi oleh
konseli. Komunikasi konseling adalah teknik yang dilakukan
konselor dalam problem basic counseling. Setiap masalah dapat
diselesaikan apabila memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
Komunikasi Konseling merupakan proses konseling mengandung
pengertian suatu proses antar pribadi yang berlangsung melalui
saluran Proses verbal dan non verbal yaitu dengan menciptakan
kondisi positif seperti empati, penerimaan serta penghargaan,
keikhlasan serta kejujuran dan perhatian (facilitative conditions),
konselor memungkinkan konseli untuk merefleksikan atas diri
sendiri serta pengalaman hidupnya, memahami diri sendiri serta
situasi kehidupannya dan berdasarkan itu dapat menemukan
penyelesaian atas masalah yang dihadapi.
Keterampilan seorang konselor di dalam proses konseling ketika
merespon pernyataan konseli dan memproseskannya kembali
sangatlah diperlukan. Agar proses Proses yang dimaksud dapat
efektif dan efisien, maka konselor seyogyanya memiliki kemampuan
dan keterampilan berProses. Proses Proses konseling dalam hal ini
di fokuskan pada Proses interpersonal yaitu antara konselor dan
konselidengan penggunaan Proses interpersonal dapat lebih
memahami konseli.
Pada Saat berProses dengan konseli, konselor seharusnya
menggunakan respon yang facilitative bagi pencapaian tujuan
konseling. Secara umum, respon tersebut diklasifikasikan ke dalam
keterampilan Proses secara menyeluruh. Tampaknya, tidak cukup
bagi konselor dengan menguasai Proses saja, tetapi perlu juga
menguasai strategi intervensi sebagai teknik khusus pencapaian
A. Komunikasi Konseling
Komunikasi konseling yaitu melalui berbagai tanggapan verbal dan
aneka reaksi nonverbal, konselor memproseskan kondisi positif itu
kepada konseli. Sehingga konseli menyadari adanya pendukung dan
karenanya bersedia pula untuk berProses dengan konselor.1
Karena tujuan dari bimbingan konseling yang dilakukan agar
konseli dapat mencapai kemandirian dengan mampu memahami diri,
menerima diri, mengarahkan diri dan mengambil keputusan serta
melaksanakannya secara bertanggungjawab.2
4 Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Proses Antar Pribadi (Jakarta:
31.
7 Arni Muhammad, Proses Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm.
159.
8 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Proses (Bandung: PT. Citra Aditya
informasi diantara seorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua
orang yang dapat langsung diketahui balikannya.
10 Joseph. A. Devito, Proses antar manusia (Jakarta: Profesional books, 1997), hlm. 231.
13
Kathryn Geldrad & David Geldard, Counselling Skills in Evryday Life, Palgrafe
McMilan, terj. Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 78-85.
Gambar 2
Proses Proses konseling ketika konselor hendak mengajak konseli
Gambar 2
Proses Prosesberbicara tentang
konseling ketika masalah
konselor hendak yang dihadapinya
mengajak konseli berbicara
tentang masalah yang dihadapinya
Tindakan Konseli
Tindakan Konseli Tindakan Konselor
Tindakan Konselor
Melanjutkan
Menolak ajakan pembicaraan
2. Proses Konseling
Pada gambar 1 sudah di jelaskan bagaimana proses Proses
konseling yang terjadi antara konselor dan konseli, mulai dari
penyampaian pesan dari konselor kemudian adanya respon dari
konseli sehingga timbul yang disebut dengan feedback, tetapi perlu
di ketahui setiap proses Proses konseling yang terjadi ada yang
disebut dengan saluran yaitu proses jalannya Proses dari konselor
15Onong Uchjana Effendi, Ilmu Proses teori dan praktek (Bandung : PT.Remaja
Rosdakarya. 2006), hlm.11.
Pembinaan PTK Dimen, Materi Bimbingan Teknis Pengembangan Karir Guru BK Dikmen
(Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012), hlm. 129-130.
7. Konteks
Cara kita berProses setiap saat berbeda dipengaruhi oleh konteks.
Konteks adalah situasi yang ada hubungannya dengan kejadian.
Tiga dimensi konteks Proses adalah fisik, sosial psikologis, dan
temporal. Pada tahun 1995 Joseph A. DeVito menambahkan dua
elemen Proses interpersonal, yaitu: kompetensi dan etika.
D. Kesimpulan
Proses konseling merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan layanan konseling. Selain Proses konseling, faktor dari
konselor (kualifikasi akademik dan kompetensi), konseli (adanya
keinginan untuk merubah diri lebih baik), kelengkapan fasilitas dan
lingkungan sekitar juga menentukan keberhasilan konseling.
Proses konseling yang dilakukan juga harus memiliki karakteristik
untuk mencapai keberhasilan layanan konseling yaitu harus dengan
terbuka, memberikan dukungan kepada konseli untuk tidak mudah
menyerah, berpikir dan bersikap positif kepada konseli dan tidak
membeda-bedakan konseli yang ditangani seperti perbedaan etnis, suku,
budaya, kaya dan miskin. Proses konseling yang memiliki karakteristik
didukung dengan kualifikasi akademik dan kompetensi konselor serta
fasilitas yang memadai maka keberhasilan konseling akan dapat dicapai.
Keterampilan proses konseling perlu dikuasai oleh konselor karena
saat ini berkembang pemikiran bahwa semua layanan the helping
pofessionis mengutamakan penemuan self-healing capacity dari setiap
individu yang di layani sehingga masing-masing mampu mengatasi
masalahnya sendiri. Pada gilirannya, selain ditentukan oleh ketepatan
pilihan paradigma, kemajuran proses Proses konseling ditentukan oleh
kemampuan konselor dalam berproses yang akan mampu menjaring
kapasitas konseli (positive asset search).
Keterampilan dasar Proses konseling ada 3 yang perlu di pahami
yaitu; keterampilan memperhatikan (attending) yaitu konselor harus
memiliki kemampuan untuk memperhatikan konseli baik dalam
DAFTAR PUSTAKA
Arni Muhammad, Proses Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara,
2009.
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Proses. Jakarta: PT.RajaGrafindo
Persada 2004.
Joseph. A. Devito, Proses antar manusia. Jakarta: Profesional books,
1997.
Kathryn Geldrad & David Geldard, Counselling Skills in Evryday Life,
Palgrafe McMilan, terj. Agung Prihantoro. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Menengah
Direktorat Pembinaan PTK Dimen, Materi Bimbingan Teknis
Pengembangan Karir Guru BK Dikmen. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2012.
Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Proses Antar
Pribadi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Proses teori dan praktek. Bandung :
PT.Remaja Rosdakarya. 2006.
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Proses. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 59-61.
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis
Integrasi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Syamsul Arif
Abstrak
Al-Qur’an lewat sebaran ayatnya baik yang bersifat global maupun
spesifik mengemukakan bahwa ada tiga pilar yang merupakan
sumber ekonomi umat, yaitu SDA, kewajiban bekerja, dan
pendistribusian sumber ekonomi secara merata (zakat). Islam
sebenarnya telah memberikan kebijaksanaan yang arif dalam
pendistribusian dana zakat. Hal ini terlihat dari adanya ayat al-
Qur’an yang menerangkan siapa saja yang berhak menerima bagian
zakat (QS. At-Taubah: 60). Di samping itu, untuk lebih
mengoptimalkan peran zakat, maka perlu ditunjang oleh manajemen
pengelolaan yang transparan dan professional serta berlandaskan
pada peraturan pemerintah dan prinsip moral Islami.
Kata Kunci: Ekonomi, Zakat dan Al-Qur’an
A. Pendahuluan
Sejarah mencatat bahwa Islam pernah meraih masa-masa kejayaan
dan begitu jauh meninggalkan umat-umat lainnya (Barat) yang masih
terbelakang. Pencapaian itu dapat dilihat pada bidang pendidikan, sosial
maupun ekonomi. Misalnya, pada peristiwa staf Rasulullah SAW yang
memungut zakat di Yaman, yaitu Muadz bin Jabal tidak menemukan
seorang pun yang berhak menerima zakat (mustahik) yang dipungutnya.
Selain itu, khalifah Umar bin Khattab dan khalifah Umar bin Abdul Aziz
yang sukses menghantarkan rakyatnya menikmati kehidupan yang penuh
dengan kemakmuran dan kesejahteraan. Hal ini tidak terlepas dari
kebijaksanaannya dalam mengatur pendistribusian dana zakat.
Ironisnya, kisah indah tersebut tidak dapat lagi disaksikan saat ini
apalagi di Indonesia. Sebab selama bertahun-tahun negeri ini terpuruk
karena dilanda berbagai permasalahan, termasuk kemiskinan. Fakta telah
berbicara bahwa kelompok yang berada di bawah poverty line dari tahun
ke tahun terus bertambah. Pada tahun 1995 terdapat 27 juta jiwa yang
termasuk dalam katagori miskin (lihat Yusuf Qardhawi, 1995:5). Tahun
1998 jumlahnya membengkak menjadi 80 juta jiwa (lihat Agus Ahmad
Safei, 2001: 35). Berbagai cara telah diupayakan untuk menanggulangi
masalah tersebut, namun hasilnya tetap nihil. Angka kemiskinan
jumlahnya semakin tidak terbendung.
Agus Ahmad Safei dan Nanih Machendrawaty (2001: 41)
menyatakan bahwa Islam adalah agama pemberdayaan. Islam
menawarkan sebuah solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan yang
demikian melekat pada masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
Dengan terlebih dahulu menggali kembali sumber-sumber daya ekonomi
umat, di antaranya zakat. Sangat jelas, konsep ekonomi yang
dikemukakan al-Qur’an adalah bahwa kesejahteraan ekonomi
merupakan alat penting bagi manusia untuk memperoleh kesejahteraan
secara total. Artinya kesejahteraan tidak hanya bersifat fisik dan material
semata, namun juga bersifat psikis dan eskatologis (akhirat).
Sengaja dalam tulisan ini, penulis membatasi diri pada segmen zakat
sebagai alternatif dalam pemberdayaan ekonomi umat. Menurut hemat
penulis, zakat memiliki potensi yang sangat besar untuk membangun
perekonomian umat Islam. Karenanya zakat tidak hanya dipahami untuk
menggugurkan kewajiban saja, tetapi zakat juga berperan aktif dalam
mengentaskan kemiskinan.
Namun sungguh sayang, di tingkat kultural dan institusional, badan
amil zakat, infaq, dan shadaqah (BAZIS) yang dibentuk pemerintah
tidak berhasil mendapat kepercayaan masyarakat. Padahal, soal
pengelolaan zakat selalu berpangkal pada kepercayaan publik. Mereka
masih khawatir jika dana zakat yang mereka berikan dikorupsi atau
dikelola bukan untuk kaum miskin. Publik lebih suka menyalurkan zakat
langsung kepada individu atau lembaga zakat swasta. Tidak
mengherankan jika BAZIS yang dibentuk pemerintah kalah bersaing
dengan lembaga zakat swasta yang relatif dan modern, akuntabel dan
dipercaya.
B. Pembahasan
1. Islam dan Kemiskinan: Antara Cita dan Realita
Realitas kemiskinan merupakan fenomena ketidakberdayaan
masyarakat yang berkaitan erat dengan faktor-faktor struktural dan
kultural. Kemiskinan struktural biasanya diakibatkan oleh beberapa
struktur yang berada dalam masyarakat tidak seimbang. Misalnya
transisi, feodalisme, kapitalisme, dan perubahan teknologi yang
begitu cepat. Kemiskinan ini juga disebut kemiskinan buatan karena
adanya sikap pasrah disertai pandangan bahwa kemiskinan sudah
menjadi takdir Tuhan.
Akhirnya kemiskinan saat ini sudah menjadi sebuah budaya
(cultural of poperty). Bahkan telah menjadi way of life yang
diturunkan secara turun- temurun oleh keluarga miskin. Selain itu,
kemiskinan juga bisa disebabkan karena malas bekerja, terbatasnya
SDA dan SDM, rendahnya pendidikan dan ketidakseimbangan
dalam memeperoleh atau pemakaian SDA.
Kemiskinan bukan sesuatu yang berhenti pada angka statistik
yang naik dan turun sesuai survei. Kemiskinan adalah sebuah
realitas sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang serius diderita dan
dirasakan sebagian masyarakat. Tidak mengherankan jika ada orang
C. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat di tarik beberapa kesimpulan, di
antaranya:
1. Kemiskinan saat ini sudah menjadi sebuah budaya (cultural of
poperty). Bahkan telah menjadi way of life yang diturunkan secara
turun-temurun oleh keluarga miskin. Selai itu, kemiskinan juga bisa
disebabkan karena malas bekerja, terbatasnya SDA dan SDM,
rendahnya pendidikan dan ketidakseimbangan dalam memeperoleh
atau pemakaian SDA.
2. Al-Qur’an lewat sebaran ayatnya baik yang bersifat global maupun
spesifik mengemukakan bahwa ada tiga pilar yang merupakan
sumber ekonomi umat, yaitu SDA, kewajiban bekerja, dan
pendistribusian sumber ekonomi secara merata (zakat).
3. Islam sebenarnya telah memberikan kebijaksanaan yang arif dalam
pendistribusian dana zakat. Hal ini terlihat dari adanya ayat al-
Qur’an yang menerangkan siapa saja yang berhak menerima bagian
zakat (QS. At-Taubah: 60).
4. Di samping itu, untuk lebih mengoptimalkan peran zakat, maka
perlu ditunjang oleh manajemen pengelolaan yang transparan dan
professional serta berlandaskan pada peraturan pemerintah dan
prinsip moral islami.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Pustaka Agung
Harapan.
Abdullah Zaky Al-Kaaf, 2002, Ekonomi dalam Perspektif Islam,
Bandung: Pustaka Setia.
Agus Ahmad Safei, 2001, Manajemen Pengembangan Masyarakat
Islam, Bandung: Gerbang Masyarakat Baru Islam Press.