You are on page 1of 21

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, Allah telah izinkan penulis untuk


menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Tinea Kapitis” ini. Shalawat
dan salam bagi Rasulullah, keluarga, sahabat dan mereka yang mengikuti dan
membelanya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu
penyakit kulit dan kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Padang Sidimpuan.
Terimakasih banyak penulis ucapkan kepada dr. Novi R A., Sp.KK atas bimbingan
dan arahannya kepada penulis.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmatNya dan membalas kebaikan
semua pihak yang membantu dalam penyusunan laporan kasus ini. Penulis
menerima kritik dan saran untuk melengkapi segala kekurangan. Semoga
bermanfaat.

Padang Sidimpuan, 21 Mei 2018


Penyusun

Kartika Rosyah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Epidemiologi 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Definisi Tinea Kapitis 3
2.2. Sinonims 3
2.3. Etiologi 3
2.4. Penularan 4
2.5. Patofisiologi 5
2.6. Gejala Klinik 6
2.7. Diagnosa Banding 10
2.8. Diagnosis 12
2.9. Penatalaksanaan 14
2.10. Pencegahan 17
2.11. Komplikasi 17
BAB III KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan
oleh jamur golongan dermatofita, yaitu Tricophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton.
Berdasarkan lokasi anatomi yang terinfeksi, dermatofitosis diklasifikasikan
menjadi :
- Tinea capitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
- Tinea barbae : dermatofitosis pada dagu dan janggut
- Tinea cruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus,
bokong, dan kadang hingga perut bagian bawah
- Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan
- Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku
- Tinea corporis : dermatofitosis pada kulit tak berambut pada wajah,
lengan, badan, dan tungkai.

Tinea capitis adalah infeksi jamur dermatofita pada rambut dan kulit kepala,
alis mata, dan bulu mata. Penyakit ini sering menyerang anak-anak dan masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara karena peningkatan
insiden dan penyebaran.
Gejala tinea capitis bervariasi, mulai dari adanya rasa gatal disertai
pengelupasan kulit kepala tanpa disertai peradangan hingga menjadi bentuk
meradang yang ditandai dengan lesi kemerahan disertai nanah. Gejala-gejala
tersebut dapat berakhir dengan pembentukan jaringan parut pada kepala dan
terjadinya kebotakan yang permanen.

1.2 Epidemiologi

1
Tinea capitis tersebar di seluruh dunia, namun insiden yang pasti tidak
diketahui. Prevalensi yang tinggi terjadi di Afrika, Asia, dan Eropa Tenggara. 5
Penyakit jamur pada kepala ini banyak pada anak-anak di bawah usia 10 tahun,
sementara orang dewasa yang terkena infeksi jamur ini hanya sekitar 4,9% dari
semua kasus.
Tinea capitis banyak ditemukan pada anak berkulit hitam dan lebih sering
pada anak laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 50,6% :
49,4%.
Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa sekolah di Cleveland, Amerika
Serikat, didapatkan prevalensi tinea capitis pada anak sebesar 13% termasuk anak-
anak yang terkena infeksi subklinis.
Berdasarkan data dari RSCM, didapatkan bahwa tinea capitis merupakan
0,61 – 0,87% dari keseluruhan kasus jamur kulit. Sementara di Manado, insiden
tinea capitis mencapai 1,2 – 6% dari kasus dermatofitosis. 89,34% dari
keseluruhan kasus tinea capitis disebabkan oleh jamur antropofilik, dan sisanya
disebabkan oleh jamur zoofilik maupun geofilik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata dan
bulu mata yang disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan

2
Trichophyton. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan,
alopesia dan kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat.

2.2. Sinonims
Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes tonsurans.

2.3. Etiologi
Tinea capitis disebabkan oleh jamur golongan Dermatofita yang mempunyai
sifat mencernakan keratin. Dematofita yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit
kepala dan rambut adalah genus Tricophyton dan Microsporum. 11 Jamur penyebab
tinea capitis ini ada yang bersifat antropofilik, geofilik, dan zoofilik.11
Jamur yang bersifat antropofilik atau hanya mentransmisikan penyakit antar
manusia antara lain adalah Tricophyton violaceum yang banyak ditemukan pada
orang Afrika, Tricophyton schoenleinii, Tricophyton rubrum, Tricophyton
megninii, Trichophyton soudanense, Tricophyton yaoundei, Microsporum
audouinii, dan Microsporum ferrugineum.11
Jamur geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapat menyebabkan
radang yang moderat pada manusia. Golongan jamur ini antara lain adalah
Microsporum gypseum dan Microsporum fulvum.11,12
Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada hewan, namun dapat
mentransmisikan penyakit pada manusia. Jamur zoofilik penyebab tinea capitis
antara lain Microsporum canis yang berasal dari kucing, Microsporum nanum
yang berasal dari babi, Microsporum distortum yang merupakan varian dari
Microsporum canis, Tricophyton verrucosum yang berasal dari sapi, dan
Tricophyton mentagrophytes var. equinum yang berasal dari kuda.11

3
Gambar 2. Jamur Microsporum13

Gambar 3. Jamur Trichophyton


2.4. Penularan
Penularan infeksi jamur dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung melalui epitel kulit dan rambut yang mengandung jamur baik
dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman,
kayu, pakaian, dan barang-barang lain yang dihinggapi jamur, atau dapat juga
melalui debu dan air.12

Ada beberapa faktor yang dapat mempermudah penularan infeksi jamur :


1. Faktor virulensi dari jamur

4
Virulensi jamur tergantung dari sifatnya apakah antropofilik, zoofilik,
atau geofilik. Jamur antropofilik menyebabkan perjalanan penyakit yang
kronik dan residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan.
Sementara jamur geofilik menyebabkan gejala akut ringan sampai sedang
dan mudah sembuh.12
2. Keutuhan kulit
Kulit yang intak tanpa adanya lesi lebih sulit untuk terinfeksi jamur.12
3. Faktor suhu dan kelembapan
Kondisi tubuh yang banyak berkeringat menyebabkan lingkungan
menjadi lembap sehingga mempermudah tumbuhnya jamur.12
4. Faktor sosial ekonomi
Infeksi jamur secara umum lebih banyak menyerang masyarakat
golongan sosial ekonomi menengah ke bawah karena rendahnya kesadaran
dan kurangnya kemampuan untuk memelihara kebersihan diri dan
lingkungan.12
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Tinea capitis sering terjadi pada anak-anak dan lebih banyak ditemukan pada anak
laki-laki dibandingkan perempuan.

2.5. Patofisiologi
Infeksi dimulai pada kulit kepala, yang selanjutnya dermatofita tumbuh
kebawah mengikuti dinding keratin folikel rambut. Infeksi pada rambut
berlangsung tepat diatas akar rambut. Jamurnya akan terus tumbuh kebawah pada
batang rambut yang tumbuh keatas. Sebagian memasuki batang rambut
(endodotrix), yang dapat membuat rambut mudah patah didalam atau pada
permukaan folikel rambut.
Hifa jamur bertumbuh secara sentrifugal dari tempat inokulasi awalnya ke
dalam lapisan startum korneum, kemudian mencernakan keratin yang terdapat
pada rambut. Pertumbuhan jamur meluas seiring dengan pertumbuhan rambut.
Pada hari ke 12 – 14, mulai tampak kelainan pada kulit kepala. Rambut yang
terkena infeksi jamur menjadi rapuh dan pecah. Kerusakan rambut mulai tampak
pada minggu ketiga. Sementara rambut menjadi rapuh, infeksi pada stratum

5
korneum juga terus meluas. Pada minggu ke 8 – 10, pertumbuhan jamur pada
kulit kepala bisa mencapai diameter 3,5 – 7 cm sehingga menginfeksi bagian
rambut lain.
Berdasarkan patogenesisnya tinea kapitis dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Lesi non inflamasi; disebabkan invasi jamur ke batang rambut terutama
oleh M.audouini dan penularan dari anak ke anak melalui alat cukur
rambut, penggunaan topi dan sisir yang sama. M.canis dapat ditularkan
melalui hewan peliharaan ke anak, dan anak-anak.
2. Lesi inflamasi; disebabkan oleh T. tonsurans, M. canis, T. verrucosum ,
dan lain-lain. Spora masuk melalui celah di batang rambut atau kulit
kepala sehingga menyebabkan infeksi klinis. Trauma di kulit kepala juga
membantu inokulasi. Dermatofit awalnya menyerang stratum korneum
kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi rambut. Menyebar ke folikel
rambut lain kemudian terjadi infeksi regresi dengan atau tanpa respon
peradangan. Gejala klinis bervariasi sesuai dengan jenis invasi rambut,
imun tubuh, dan tingkat respons inflamasi. Berdasarkan invasinya infeksi
jamur dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Endothrix; infeksi di dalam batang rambut tanpa merusak kutikula,
biasanya oleh Trchophyton spp yang ditandai dengan adanya rantai spora
yang besar.
b. Exothrix; infeksi terjadi di batang rambut luar dan menyebabkan
kerusakan kutikula. Biasanya disebabkan oleh Microsporum spp.

2.6. Gejala Klinik


Pasien dengan tinea capitis umumnya mengeluh gatal pada kepala dan
terkadang juga terasa nyeri. Kulit kepala yang terinfeksi tampak kemerahan,
membengkak, dan adanya sisik yang mengelupas seperti ketombe. Rambut
menjadi rontok sehingga terjadi kebotakan yang sering menetap. Terkadang
ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
Pada beberapa kasus, gejala tidak ditemukan secara menyeluruh. Terkadang
ditemukan tinea capitis hanya dengan gejala kerontokan rambut tanpa adanya
reaksi apapun pada kulit kepala, atau bahkan hanya terjadi pengelupasan kulit

6
kepala tanpa adanya kerontokan rambut sehingga seringkali dikira sebagai
ketombe.

Dalam klinis, tinea capitis terbagi menjadi 4 bentuk :


1. Grey patch ringworm
Tinea capitis jenis ini disebabkan oleh jamur Microsporum dan
lebih sering ditemukan pada anak-anak. Gejala diawali dengan adanya
papula merah kecil di sekitar muara rambut yang melebar secara sirkular
dan membentuk bercak, kemudian menjadi pucat dan bersisik. Papula dan
perkembangannya tersebut bersifat kering dan tidak meradang.
Rambut menjadi berwarna abu-abu dan suram, mudah patah, dan
mudah dicabut tanpa rasa nyeri sehingga tampak alopesia setempat yang
terlihat sebagai grey patch.
Pemeriksaan yang cukup membantu diagnosis tinea capitis bentuk
ini adalah pemeriksaan dengan sinar Wood, di mana rambut yang sakit
tampak menunjukkan fluoresensi hijau kekuningan melampaui batas grey
patch tersebut.

Gambar . Grey Patch Ringworm

2. Kerion

7
Kerion merupakan reaksi peradangan berat pada tinea capitis
berupa bisul-bisul kecil dan pembengkakan menyerupai sarang lebah yang
nyeri disertai dengan skuamasi dan sebukan sel radang yang padat di
sekitarnya. Reaksi ini lebih sering ditemukan pada infeksi yang
disebabkan oleh Microsporum dibandingkan Tricophyton.
Kerion sering dikira sebagai abses pada kulit kepala karena adanya
pustula dan krusta. Rambut yang terinfeksi menjadi mudah putus dan
dapat meninggalkan jaringan parut sehingga mengakibatkan alopesia yang
menetap. Terkadang jaringan parut dapat membentuk suatu penonjolan.
Beberapa ahli meyakini reaksi peradangan pada kerion terjadi akibat
respon dari sistem imun yang berlebihan atau akibat terjadinya reaksi
alergi terhadap jamur. Gejala lokal pada kerion seringkali disertai gejala
sistemik berupa demam.

Gambar . Severe Inflammatory kerion on scalp

3. Black dot ringworm

8
Tinea capitis jenis ini disebabkan oleh jamur golongan
Trichophyton, terutama T.tonsurans dan T.violaceum. Gejala pada
permulaan penyakit menyerupai tinea capitis bentuk grey patch ringworm.
Rambut yang terkena infeksi menjadi sangat rapuh dan patah tepat
pada muara folikel sehingga meninggalkan ujung rambut yang penuh
spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberikan
gambaran black dot atau seperti titik-titik hitam.
Sebagai pemeriksaan penunjang dapat dibuat preparat langsung
dari rambut untuk menemukan adanya hifa atau spora jamur. Namun
terkadang ujung rambut yang patah tumbuh masuk ke bawah permukaan
kulit sehingga untuk mendapat sediaannya perlu dilakukan irisan kulit.

Gambar . Black dot ringworm

4. Tinea favosa
Bentuk tinea capitis ini jarang ditemukan, terutama disebabkan
oleh T.violaceum dan T.gypsum. Merupakan proses lanjut dari kerion
disertai penghancuran batang rambut yang sangat parah.
Kelainan pada kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil berwarna
merah kekuningan di bawah kulit yang kemudian berkembang menjadi
krusta yang berbentuk cawan atau skutula. Rambut di atas skutula ini
menjadi tidak berkilau, putus-putus, dan mudah dicabut.

9
Yang khas dari bentuk infeksi ini adalah lesinya yang berbau
seperti tikus atau sering disebut mousy odor. Bila menyembuh, lesi
meninggalkan jaringan parut dan menyebabkan alopesia yang permanen.

Gambar . Tinea favosa

2.7. Diagnosa Banding


1) Diagnosis banding tinea kapitis berskuama dan peradangan minimal:

a. Dermatitis seboroik

Peradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau


sesudah pubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar sebasia.
Tampak eritema dengan skuama diatasnya sering berminyak, rambut yang
terkena biasanya difus, tidak setempat. Rambut tidak patah. Distribusi
umumnya di kepala, leher dan daerah-daerah pelipatan. Alopesia
sementara dapat terjadi dengan penipisan rambut daerah kepala, alis mata,
bulu mata atau belakang telinga. Sering tampak pada pasien penyakit
saraf atau immunodefisiensi.

b. Dermatitis atopik

10
Dermatitis atopik yang berat dan luas mungkin mengenai kepala
dengan skuama kering putih dan halus. Khas tidak berhubungan dengan
kerontokan rambut, bila ada biasanya karena trauma sekunder karena
garukan kepala yang gatal. Disertai lesi dermatitis atopik di daerah lain.

c. Psoriasis

Psoriasis kepala khas seperti lesi psoriasis dikulit, plak eritematos


berbatas jelas dan berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya, dan
rambutrambut tidak patah. Kepadatan rambut berkurang di plak psoriasis
juga meningkatnya menyeluruh dalam kerapuhan rambut dan kecepatan
rontoknya rambut telogen. 10% psoriasis terjadi pada anak kurang 10
tahun dan 50% mengenai kepala, dan sering lesi psoriasis anak
terjadipada kepala saja, maka kelainan kuku dapat membantu diagnosis
psoriasis.
d. Pitiriasis amiantasea (Pitiriasis asbestos)

merupakan tumpukan skuama dalam masa yang kusut. Dermatitis


kepala lokalisata yang non infeksius yang tidak diketahui sebabnya.
Skuama yang putih tebal melekat sering dijumpai mengikat batang rambut
proksimal. Kepala dapat tampak beradang. Rontok rambut sementara
dapat terjadi dengan pelepasan manual skuama yang melekat. Kelainan
kulit dilain tempat yang menyertai biasanya tidak ada, namun dapat
mempunyai penyakit yang menyertai, yaitu Dermatitis atopik atau
peradangan kulit lainnya. Ada yang menganggap sebagai psoriasis dini.

2) Diagnosis banding tinea kapitis dengan alopesia jelas:

11
a. Alopesia areata

Alopesia areata mempunyai tepi yang eritematus pada stadium permulaan,


tetapi dapat berubah kembali ke kulit normal. Juga jarang ada skuama dan
rambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi mudah dicabut.
b. Trikotilomania

Khas adanya alopesia yang tidak sikatrik berbatas tidak jelas karena
pencabutan rambut oleh pasien sendiri. Umumnya panjang rambut
berukuran macam-macam pada daerah yang terkena. Tersering di kepala
atas, daerah oksipital dan parietal yang kontra lateral dengan tangan
dominannya. Kadang-kadang ada gambaran lain dari kelainan obsesif
kompulsif misalnya menggigit-gigit kuku, menghisap ibu jari atau ada
depresi atau kecemasan. Dapat disertai efek efluvium telogen yaitu berupa
tumbuhnya kembali rambut yang terlambat atau rontoknya rambut
meningkat sebelum tumbuh kembali.
c. Pseudopelade

Dari kata Pelade yang artinya alopesia areata. Pseudopelade adalah


alopesia sikatrik progresif yang pelan-pelan, umumnya sebagai sindroma
klinis sebagai hasil akhir dari satu dari banyak proses patologis yang
berbeda (yang diketahui maupun yang tidak diketahui), walaupun klinis
spesifik jenis tidak beradang selalu dijumpai misalkan karena likhen
planus, lupus eritematus stadium lanjut.

3) Diagnosis banding tinea kapitis yang inflamasi:


a. Pioderma bakteri
Infeksi kulit karena bakteri Staphylococcus aerius atau Streptococcus
pyogenes, misalkan folikulitis, furunkel atau karbunkel.
b. Folliculitis decalvans
Adalah sindroma yang klinis berupa folikulitis kronis sampai sikatrik
progresif. Folikulitis atrofik pada dermatitis seboroik.

12
4) Diagnosis banding alopesia sikatrik:
a. Diskoid Lupus eritematosus
Diskoid LE di kepala tampak alopesia dan biasanya permanent khas ada
foliculler plugging.
b. Liken planopilaris
Lesi folikular disertai skuama yang kemudian menjadi alopesia sikatrik.
2.8. Diagnosis
1) Gejala Klinis
Dipertimbangkan diagnosis tinea kapitis bila pada anak-anak dan
dewasa (lebih jarang) dengan kulit kepala berskuama, alopesia, limfadenopati
servikal posterior atau limfadenopati aurikuler posterior atau kerion. Juga
termasuk pustul atau abses, Grey patch ringworm, kerion, dissecting cellulitis
atau black dot ringworm.

2) Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Lampu Wood


Rambut yang tampak dengan jamur Microsporum canis,
Microsporum audouinii dan Microsporum ferrugineum memberikan
fluoresen warna hijau terang oleh karena adanya bahan pteridin. Jamur
lain penyebab tinea kapitis pada manusia memberikan fluoresen negatif
artinya warna tetap ungu yaitu Microsporum Gypsium dan spesies
Trichophyton (kecuali Trichophyton schoenleinii penyebab tinea favosa
memberi fluoresen hijau gelap). Bahan fluoresen diproduksi oleh jamur
yang tumbuh aktif di rambut yang terinfeksi.
b. Pemeriksaan sediaan KOH
Kepala dikerok dengan objek glas, atau skalpel no.15. Kasa basah
digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek patahan
rambut atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di objek glas selain
skuama, KOH 20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup. Hanya
potongan rambut pada kepala harus termasuk akar rambut, folikel rambut
dan skuama kulit. Skuama kulit akan terisi hifa dan artrokonidia. Yang

13
menunjukkan elemen jamur adalah artrokonidia oleh karena rambut-
rambut yang lebih panjang mungkin tidak terinfeksi jamur. Pada
pemeriksaaan mikroskop akan tampak infeksi rambut ektotrik yaitu
pecahan miselium menjadi konidia sekitar batang rambut atau tepat
dibawah kutikula rambut dengan kerusakan kutikula. Pada infeksi
endotrik, bentukan artrokonidia yang terbentuk karena pecahan miselium
didalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula rambut.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua
garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet
(artrospora) pada kelainan kulit lama dan atau sudah diobati. Pada sediaan
rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar
(makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di
dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada
sediaan rambut.
c. Kultur
Memakai swab kapas steril yang dibasahi akua steril dan
digosokkan diatas kepala yang berskuama atau dengan sikat gigi steril
dipakai untuk menggosok rambut-rambut dan skuama dari daerah luar di
kepala, atau pangkal rambut yang dicabut langsung ke media kultur.
Spesimen yang didapat dioleskan di media Mycosel atau Mycobiotic
(Sabourraud dextrose agar + khloramfenikol + sikloheksimid) atau
Dermatophyte test medium (DTM). Perlu 7 - 10 hari untuk mulai tumbuh
jamurnya. Dengan DTM ada perubahan warna merah pada hari 2-3 oleh
karena ada bahan fenol di medianya, walau belum tumbuh jamurnya
berarti jamur dematofit positif.

2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal yang mudah dilakukan dan memberikan hasil yang
cukup baik adalah dengan memotong rambut yang terkena infeksi jamur.
Pengobatan tinea capitis melalui obat-obatan dilakukan dengan pemberian terapi
sistemik maupun topikal. Anti jamur sistemik yang dapat diberikan antara lain :

14
1. Griseofulvin
Merupakan obat pilihan utama untuk tinea capitis. Griseofulvin adalah
metabolit sekunder dari jamur Penicillium griseofulvin. Obat ini menghambat
pertumbuhan dan reproduksi jamur dengan menghambat pembentukan
mikrotubula di sitoplasma.
Dosis griseofulvin untuk dewasa adalah 0,5 – 1 gram, sedangkan untuk
anak-anak diberikan 10 mg/kg BB/hari. Pada kasus tinea capitis yang
disebabkan oleh T.tonsurans, dosis dapat ditingkatkan hingga 20 mg/kg
BB/hari. Untuk mempertinggi absorpsi dalam usus, obat sebaiknya dimakan
bersama makanan yang banyak mengandung lemak. Terapi griseofulvin
membutuhkan waktu hingga 6 minggu agar obat mencapai pembuluh darah di
stratum basale dari kulit. Setelah sembuh klinis, terapi dilanjutkan selama 2
minggu agar tidak menjadi residif.
Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun pada beberapa
penderita dapat terjadi sakit kepala dan gangguan pencernaan berupa nausea,
vomitus, dan diare.

2. Ketokonazol
Ketokonazol merupakan anti jamur spektrum luas yangd apat digunakan
pada kasus infeksi jamur yang resisten terhadap griseofulvin. Dosis sebesar
200 – 400 mg per hari diberikan pada pagi hari setelah makan selama 10 hari
hingga 2 minggu.
Selama terapi dengan ketokonazol, perlu dilakukan pemeriksaan enzim
hepar secara rutin minimal sebulan sekali karena obat ini bersifat
hepatotoksik. Terapi harus segera dihentikan apabila terjadi peningkatan
SGPT hingga 2 – 3 x nilai normal. Selain bersifat hepatotoksik, ketokonazol
memberikan efek samping berupa sakit kepala, rasa mual, dan terhambatnya
sintesis hormon androgen.
Ketokonazol merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
hipersensitivitas, ibu hamil dan menyusui, serta pasien dengan gangguan
hepar.

15
3. Itrakonazol
Merupakan anti jamur derivat azol yang cukup efektif dengan efek
hepatotoksik yang lebih rendah. Obat diberikan dengan dosis 100 – 200 mg
per hari selama 2 minggu. Efek samping itrakonazol antara lain berupa
gangguan pencernaan, sakit kepala, dan terkadang ditemukan adanya
dermatitis eksfoliatif.

4. Terbinafin
Terbinafin merupakan salah satu anti jamur dari golongan alilamin yang
efektif untuk dermatofitosis. Obat ini bekerja menghambat pembentukan
skualen, yaitu suatu zat hidrokarbon tidak jenuh yang membentuk membran
sel. Beberapa ahli mengatakan terbinafin dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya relaps dari infeksi jamur.
Dosis terbinafin untuk anak-anak tergantung dari berat badannya. Pada
anak dengan berat badan di bawah 20 kg diberikan terbinafin 62,5 mg per
hari, dan pada anak dengan berat badan 20 – 40 kg diberikan 125 mg per hari.
Sementara untuk orang dewasa diberikan dosis 250 mg per hari.
Efek samping terbinafin yang tersering adalah gangguan pencernaan
berupa nausea, vomitus, nyeri lambung, serta diare atau konstipasi. Gangguan
pengecapan dan sefalgia ringan dapat terjadi namun presentasinya lebih kecil.

Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai anti inflamasi diindikasikan


pada kerion stadium dini. Dapat diberikan adalah prednison 3 x 5 mg sehari atau
prednisolon 3 x 4 mg sehari selama 2 minggu. Kortikosteroid diberikan bersama-
sama dengan griseofulvin atau terbinafin.
Di samping pengobatan secara sistemik, diperlukan pengobatan topikal
untuk membantu mempercepat penyembuhan. Mencuci rambut dengan shampo
yang mengandung selenium sulfida dapat mengurangi penyebaran infeksi pada
stadium awal karena mengurangi jumlah spora yang viabel dalam rambut.26
Obat-obatan topikal konvensional yang masih banyak digunakan sebagai
terapi tinea capitis antara ain asam salisil 2 – 4%, asam benzoat 6 – 12%, sulfur 4

16
– 6%, vioform3%, asam undesilenat 2 – 5%, dan zat warna hijau brilian 1% dalam
cat Castellani. Selain obat tersebut, kini banyak ditemukan obat topikal baru
seperti tolnaftat 2%, derivat imidazol, siklopiroksolamin, dan naftilin 1%.

2.10. Pencegahan
Untuk mencegah terkena infeksi tinea capitis dapat dilakukan dengan :
1. Menghindari kontak yang erat dengan penderita tinea capitis
2. Menjaga kebersihan diri dengan mandi setelah beraktivitas dan
berkeringat
3. Mengeringkan badan dengan baik setiap setelah mandi
4. Mencuci pakaian, sprei, dan barang-barang pribadi lainnya secara rutin
Tidak menggunakan sisir, alat cukur, dan handuk secara bersama-sama
2.11. Komplikasi
Komplikasi dari tinea kapitis yang dapat terjadi di antaranya (Paller &
Mancini, 2006) :
1. Alopesia sikatrik permanen, akibat jamur yang bersifat merusak rambut dan
struktur di sekitarnya sehingga terjadi kerusakan rambut yang parah.
2. Infeksi berulang, akibat pengobatan yang tidak adekuat.
2.12. Prognosis
Jika pengobatan telah lengkap dan penyembuhan telah tercapai, prognosis
umumnya baik.

17
BAB III
KESIMPULAN

Tinea capitis adalah infeksi jamur pada rambut dan kulit kepala, alis mata, dan
bulu mata yang disebabkan oleh jamur dermatofita spesies Tricophyton dan
Microsporum.
Penularan dapat secara langsung melalui epitel kulit dan rambut yang
mengandung jamur maupun secara tak langsung dapat melalui barang-barang
yang dihinggapi jamur, debu, dan air.
Gejala tinea capitis adalah rasa gatal dan nyeri pada kepala. Kulit kepala
tampak kemerahan, membengkak, dan mengelupas disertai dengan kerontokan
rambut. Bentuk tinea capitis secara klinis antara lain grey patch ringworm, black
dot ringworm, kerion, dan tinea favosa.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
adalah penyinaran dengan lampu Wood, serta pemeriksaan mikologik dengan
bantuan mikroskop.
Pengobatan secara sistemik dengan griseofulvin maupun anti jamur lainnya
seperti ketokonazol, itrakonazol, dan terbinafin. Pada beberapa kasus dapat
diberikan kortikosteroid. Mencuci rambut dengan sampo yang mengandung
selenium sulfida merupakan pengobatan topikal yang mempercepat
penyembuhan.
Pencegahan adalah dengan menjaga kebersihan diri melalui mandi dan
mencuci barang-barang pribadi secara rutin, serta tidak menggunakan sisir dan
alat cukur secara bersama-sama.

1
DAFTAR PUSTAKA

Aktas, E., Karakuzu A., Yigit N. 2009. Etiological agents of tinea capitis in

Erzurum,Turkey. J Medical Mycology; 19: 248–52.

Djuanda A., Hamzah M, Aisah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi V.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Gunawan G.S., Nafrialdi S.R. 2007. Farmakologi dan terapi. Departemen

Farmakologi dan Terapeutik FKUI : Jakarta.

Paller A.S., Mancini A.J. 2006. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 3rd ed.

Elsivier Saunders: Philadelphia.

Zara, I., Hawilo A, Aounallah A, Trojjet S, El Euch D, Mokni M, Osman AB.

2013. Inflammatory tinea capitis: a 12-year study and a review of the

literature. Mycoses; 56: 110–6.

You might also like