You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species


microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang
epidermis bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan rambut.
Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang
rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang
kuku.2
Salah satu pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi bagian tubuh
manusia yang diserang, salah satunya adalah Tinea Korporis yaitu
dermatofitosis yang menyerang daerah kulit tak berambut (glabrous skin) pada
wajah, badan, lengan, dan tungkai. Sedangkan dermatofitosis yang sering
ditemukan pada kulit lipat paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan
perianal disebut tinea kruris. Penamaan penyakit ini merupa kan istilah yang
tidak cocok, karena dalam bahasa Latin “kruris” berarti kaki. Penyakit ini
merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan di daerah inguinal, yaitu
sekitar 65-80% dari semua penyakit kulit di inguinal, sehingga beberapa
kepustakaan menyatakan inguinal intertrigo sebagai sinonim dari tinea kruris.2
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak
terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap bagian tubuh dan bersama-
sama dengan kelainan pada sela paha dalam hal ini disebut tiea corporis et
cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis.7
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia terutama daerah tropis. Menyerang
pria maupun wanita semua umur terutama dewasa. Kebersihan
perorangan memegang peranan penting dalam pencegahan penyakit ini. faktor
lain yang juga mempengaruhi adalah udara yang lembab, lingkungan yang
padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya,
obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika
yang tidak terkendali.3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung


zat tanduk,misalnya stratum korneum pada epidermis,rambut dan kuku
yang disebabkan jamur golongan dermatofita.1
Salah satu pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi bagian
tubuh manusia yang diserang, salah satunya adalah Tinea Korporis yaitu
dermatofitosis yang menyerang daerah kulit tak berambut (glabrous skin)
pada wajah, badan, lengan, dan tungkai.Sedangkan dermatofitosis yang
sering ditemukan pada kulit lipat paha, genitalia, daerah pubis,
perineum,perianal, daerah gluteus dan perut bagian bawah disebut tinea
kruris.1,2

II.2 Epidemiologi

Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai


didaerah tropis, Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih
umum menyebabkan tinea korporis, sekitar 47 %. Walaupun prevalensi
tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran,
Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 %
menyebabkan tinea korporis.4
Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari
infeksi manusia atau hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti
kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering kontak pada zoofilik
patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca
panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi.
Maserasi dan oklusi kulit lipatan menyebabkan peningkatan suhu dan
kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga dapat
terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau

4
tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya
handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.1,4
Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan
tetapi mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea
korporis prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea korporis
mengenai semua orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensi
nya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari
binatang umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak. 1,4
Sedangkan Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling
banyak di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang
dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak ada
kematian yang berhubungan dengan tinea cruris. Jamur ini sering
terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau
lingkungan sekitar yang kotor, lembab dan terutama pada individu
dengan obesitas atau pada individu yang sering menggunakan pakaian
ketat.1,5

II.3 Etiologi

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan


dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin.
Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga
genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton
spp.1,2,4,5,7
Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis,
penyebab yang paling umum adalah Trichophyton Rubrum dan
Trichophyton Mentagrophytes, begitupun dengan penyebab utama dari
tinea cruris yaitu Trichopyhton rubrum (90%) , Trichopyhton
tonsurans (6%), dan Trichophyton mentagrophytes (4%).3,7

II.4 Klasifikasi

Dermatofitosis dibagi oleh beberapa penulis, misalnya SIMONS dan


GOHAR (1954), menjadi dermatomikosis, trikomikosis dan onikomikosis

5
berdasarkan bagian tubuh manusia yang terserang. Pembagian yang lebih
praktis dan dianut oleh para spesialis kulit adalah yang berdasarkan lokasi.
Dengan demikian dikenal bentuk :1,2
 Tinea kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.
 Tinea barbe : dermatofitosis pada dagu dan jenggot
 Tinea kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar
anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
 Tinea pedis : dermatofitosis pada kaki.
 Tinea manus : dermatofitosis pada tangan.
 Tinea unguium: dermatofitosis pada kuku jari kaki dan tangan
 Tinea korporis : dermatofitosis pada bagian lain yang tidak
termasuk 5 bentuk tinea diatas.

Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus,
yang dianggap sebagai sinonim tinea korporis. yaitu :2

 Tinea imbrikata : dermatofitosis dengan susunan squama


yang konsentris dan disebabkan oleh trichophyton concentricum.
 Tinea favosa (favus) : dermatofitosis yang disebabkan oleh
tricophyton schoenleini, secara klinis antara lain terbentuk skutula
dan berbau seperti tikus (mousy odor)
 Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukkan daerah
kelainan
 Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif
morfologis.

Pada akhir-akhir ini dikenal nama tinea incognito, yang berarti


dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati
dengan steroid topical kuat.

6
Cara penularan jamur superfisial menurut habitat secara klinis :1
 Anthropophilik
spesies biasanya dibatasi untuk manusia dan ditularkan melalui
kontak langsung misalnya kulit yang terinfeksi atau rambut yang
terdapat dalam pakaian , sisir , topi , kaus kaki , dan handuk.
 Zoofilik
spesies ditularkan ke manusia dari hewan . Misalnya, kucing,
anjing , kelinci, babi , burung , kuda , ternak dan hewan lainnya.
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan itu
sendiri , atau tidak langsung melalui rambut hewan yang terinfeksi.
Microsporum canis adalah sering ditularkan ke manusia dari
kucing dan anjing.
 Geophilik
Ditularkan melalui kontak langsung dengan tanah.

II.5 Patogenesis

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan


dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin.
Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga
genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton
spp.1,2
Jalan masuk yang mungkin pada infeksi dermatofita adalah
kulit yang luka, jaringan parut, dan adanya luka bakar. Infeksi ini
disebabkan oleh patogen yang menginvasi lapisan kulit yang paling
atas, yaitu pada stratum korneum, lalu menghasilkan enzim keratinase dan
menginduksi reaksi inflamasi pada tempat yang terinfeksi. Inflamasi
ini dapat menghilangkan patogen dari tempat infeksi sehingga patogen
akan mecari tempat yang baru di bagian tubuh. Perpindahan organisme
inilah yang menyebabkan gambaran klinis yang khas berupa central
healing. Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama, yaitu :1

7
 Adhesi pada keratinosit
Pertama ialah perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial
harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada
jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban,
kompetisi dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi
oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar
sebasea bersifat fungistatik.
 Penetrasi
Penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi
perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum
korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses
deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase
lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi
untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur
ke jaringan. Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita
juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit.
Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan
terdalam epidermis.
 Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien
dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV
atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang
sangat penting dalam melawan dermatifita.pada pasien yang belum
pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya menyebabkan inflamasi
minimal dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi
menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen
dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T
melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi
untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi
inflamasi dan barier epidermal menjadi permaebel terhadap

8
transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi
secara spontan menjadi sembuh.Selain reaksi hipersensitivitas
tipe lambat, infeksi jamur juga dapat menginduksi reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (tipe 1). Mekanisme imun yang terlibat
di dalam patogenesis infeksi jamur masih perlu diteliti lebih
jauh lagi. Penelitian yang baru menunjukkan bahwa munculnya
respon imun berupa reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe I)
atau tipe lambat (tipe IV) terjadi pada individu yang berbeda.
Antigen dari dermatofita menstimulasi produksi IgE, yang
berperan dalam reaksi hipersensitivitas tipe cepat, terutama pada
penderita dermatofitosis kronik. Dalam prosesnya, antigen
dermatofita melekat pada antibodi IgE pada permukaan sel
mast kemudian menyebabkan cross-linking dari IgE. Hal ini
dapat menyebabkan terpicunya degranulasi sel mast dan
melepaskan histamin serta mediator proinflamasi lainnya.

II.6 Gejala Klinis

 Tinea korporis
Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun
meskipun lebih sering terjadi pada bagian yang terpapar. Pada
penyebab antropofilik biasanya terdapat di daerah yang tertutup
atau oklusif atau daerah trauma.2
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal
didapatkan lesi bulat yang berbatas tegas, pada tepi lesi tampak
tanda radang lebih aktif dan bagian tengah cenderung menyembuh.
Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau
polisiklik.2
Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema
sampai pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun
pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda

9
inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi sering menjadi
lebih luas.2
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran
tipikal, dimulai sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang
memburuk dan membesar, selanjutnya bagian tengah dari lesi akan
menjadi bentuk yang anular dan mengalami resolusi. Bentuk lesi
menjadi anular berupa skuama, krusta, vesikel, dan papul sering
berkembang, khususnya pada bagian tepinya. Kadang-kadang
terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya
merupakan bercak terpisah satu dengan yang lainnya.2,4
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai
asimptomatik atau gatal ringan. Secara obyektif tipikal lesinya
mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang menjalar dan
berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau
vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis
lebih sering pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah,
lengan dan bahu.2,4
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut
biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap
bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha.
Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris. Bentuk khas tinea
korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum disebut
tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul
berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum
korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar.
Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah,
sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris.2

10
Gambar 1. Tinea korporis

 Tinea kruris
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi
berbatas tegas. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang (central
healing). Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang
primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi
menahun, dapat berupa bercak hiperpigmentasi disertai skuama.
Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.2
Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas dan ditemukan
elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan
mikroskopis langsung memakai larutan KOH 10%.

Gambar 2. Tinea kruris 1

11
II.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis


terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan.
Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan histopatologik dan imunologik
tidak diperlukan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur
diperlukan bahan klinis yang berupa kerokan kulit.

a. Kerokan kulit dengan KOH


Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan
kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH lalu diperiksa langsung
dengan mikroskop. Pemeriksaan kerokan kulit dengan ditambahkan KOH
10 % akan dijumpai adanya hifa panjang, bersekat dan bercabang, maupun
spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit lama atau sudah diobati.
Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau
besar (makrospora). Spora dapat tersusun diluar rambut (ektotriks) atau
didalam rambut (endotriks) .

(a) (b)
Gambar 3. Gambaran Spora (a) Ektotriks (b) Endotriks1

b. Pemeriksaan dengan sinar wood


Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah
lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena
infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna kuning kehijauan.

12
Pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat dengan lebih jelas
perubaha pigmentasi yang menyertai kelainan ini.1,2,3,7

c. Pemeriksaan Biakan
Pembiakan dilakukan pada medium agar dekstrosa
Sabouraud karena dianggap merupakan media yang paling baik
untuk pertumbuhan jamur. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter,
sedikit meninggi, bulat mengkilap dan lama kelamaan akan kering
dan dibawah mikroskop terlihat yeast cell bentuk oval dengan hifa
pendek.3,7

II.8 Diagnosis Banding

1. DERMATITIS SEBOROIK
Dermatitis kronik yang terjadi pada daerah yang mempunyai banyak
kelenjar sebasea.Seperti pada muka,kepala,dada. Efloresensi : Patch / plak
eritematosa dengan skuama berwarna kekuningan berminyak dengan batas
tidak tegas.2

2. PSORIASIS
Merupakan penyakit kulit yang bersifat kronik,residif,dan tidak infeksius.
Efloresensi : plak eritematosa berbatas tegas ditutupi skuama
tebal,berlapis-lapis dan berwarna putih mengkilat.Terdapat tiga
fenomena,yaitu bila di gores dengan benda tumpul menunjukkan tanda
tetesan lilin. Kemudian bila skuama dikelupas satu demi satu sampai
dasarnya akan tampak bintik-bintik perdarahan,dikenal dengan nama
Auspitz sign.Adanya fenomena Koebner / reaksi isomorfik yaitu timbul
lesi-lesi yang sama dengan kelainan psoriasis akibat bekas trauma /
garukan.2

3. PITIRIASIS ROSEA
Merupakan keradangan kulit akut berupa lesi papuloskuamosa pada
badan,lengan atas bagian proksimal dan paha atas. Efloresensi:papul / plak

13
eritematosa berbentuk oval dengan skuama collarette(skuama halus di
pinggir).Lesi pertama (Mother patch/Herald patch) berupa bercak yang
besar,soliter,oval dan anular berdiameter dua sampai enam cm.Lesi
tersusun sesuai lipatan kulit sehingga memberikan gambaran menyerupai
pohon cemara (Christmas tree).2

14
DIAGNOSIS Tinea korporis Dermatitis Psoriasis Pitiriasis rosea
BANDING et kruris seboroik
Definisi Dermatofitosis Kelainan kulit Penyakit Penyakit kulit yang
pada glabrous yang didasari autoimun belum diketahui
skin dan sela oleh faktor bersifat penyebabnya.
paha. predisposisi. kronik
residif.
Etiologi Jamur Belum diketahui Faktor Belum diketahui
trichophyton (diduga karena genetik, (hipotesis : virus)
rubrum pityrosporum imunologik, karna penyakit self
ovale) dan faktor limiting disease.
pencetus
seperti stress
psikis, infeksi
fokal, trauma,
endokrin,
metabolik,
obat, alkohol
dan merokok
Predileksi kulit tak Diberbagai Scalp, Badan, lengan atas
berambut tempat perbatasan bagian proksimal
(glabrous skin) seboroik. daerah dan paha atas,
pada wajah, tersebut seperti pakaian
badan, lengan, dengan renang wanita
dan tungkai. muka, siku, zaman dahulu.
Serta kulit lipat lutut, dan
paha, genitalia, daerah
daerah pubis. lumbosakral.
Efloresensi Lesi bulat Macula eritema Plak eritema, Dimulai dengan
sirkumskrip, dan skuama sirkumskrip lesi pertama (herald
makula eritem, berminyak dan dan merata. patch) berbentuk
skuama bahkan agak Skuama pohon cemara
sampai erosi, kekuningan. berlapis- terbalik, berbentuk
vesikel/papul Batas kurang lapis, soliter, oval dan
di tepi dengan tegas. kasar,dan anular, serta
daerah tengah berwarna skuama halus,
nya lebih putih seperti
tenang. mika, serta
transparan.
Khas Pemeriksaan Pemeriksaan Fenomena Pemerksaan keroan
kerokan kulit sediaan tetes lilin, kulit dengan KOH
dengan KOH langsung kulit Auspitz dan

15
10% kepala koebner (+) (-)
ditemukan hifa. ditemukan
p.ovale.

II.9 Penatalaksanaan

Pada umumnya pengobatan untuk infeksi jamur dermatofitosis


secara topikal saja cukup, kecuali untuk lesi-lesi kronik dan luas serta infeksi
pada rambut dan kuku yang memerlukan pula pengobatan sistemik, oleh
karena dermatofitosis merupakan penyakit jamur superfisial.2

a) Umum3,4,5
1. Menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan
2. Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menggunakan
pakaian yang menyerap keringat dan menghindari keringat
berlebihan
3. Menghindari pemakaian handuk dan pakaian bersama dengan
anggota keluarga yang lain karena dapat menyebabkan penularan
4. Mengganti pakaian dalam dengan teratur minimal 2 kali sehari
5. Menjaga kuku agar tetap pendek

b) Khusus2,6
A.Terapi topikal
Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya
hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin
tersedia dalam berbagai formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan
terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2
minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin
menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.
Berikut obat yang sering digunakan :
 Topical azol terdiri atas :
a. Econazol 1 %

16
b. Ketoconazol 2 %
c. Clotrinazol 1%
d. Miconazol 2%.
Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-
dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.
 Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur
skualen 2,3 epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses
pembentukan ergosterol membran sel jamur. yaitu aftifine 1 %, butenafin
1% Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu
bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.
 Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat
masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi
merubah permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat
fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum
luas.
 Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada
regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya
diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi.

B. Terapi sistemik2,6
1. Griseofulvin
Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku
emas pada pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton,
Microsporum, Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat
mitosis pada stadium metafase.
2. Ketokonazol
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.
3. Flukonazol
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.

17
4. Itrakonazol
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat
fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun
jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum
bersama dengan makanan.
5. Amfosterin B
Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh
Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah
akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan
sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang
membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol.

II.10 Prognosis

Untuk dermatofitosis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik


dengan tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol
topikal atau allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik.7

18
BAB III
ILUSTRASI KASUS

III.1 Identitas Pasien

Nama : Khori Pendidikan : SMA


Umur : 52 tahun Agama : Islam
Jenis kelamin : laki-laki Suku : Melayu
Pekerjaan : petani No.MR : 150049
Alamat : Jaya pura Tanggal : 22-02-2016
Status perkawinan: Menikah
III.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama
Timbul bercak kemerahan dan keropeng disertai rasa gatal di lipat
paha sebelah kiri dan kanan, tangan kanan dan paha kiri sejak 1 minggu
yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Tengku Rafi’an Siak dengan keluhan
terdapat bercak kemerahan dan keropeng disertai rasa gatal di lipat paha
sebelah kiri dan kanan, tangan kanan dan paha kiri sejak 1 minggu yang
lalu. Awalnya timbul kemerahan pada lipat paha kanan dan terasa gatal
kemudian setelah digaruk timbul gelembung sebesar jarum pentul yang
semakin lama semakin menyebar setelah pecah membentuk keropeng dan
hingga kulit disekitarnya seperti bersisik dan timbul rasa pedih. Gatal
dirasa sama pada siang dan malam hari, hanya saja jika berkeringat lebih
gatal.
1 minggu yang lalu, pasien mengeluh bercak merah yang awalnya
timbul di lipat paha sebelah kanan melebar ke paha sebelah kiri, serta
bagian tangan kanan,paha kiri dan rasa gatal semakin hebat.
Pasien merasa bercak merah tersebut semakin melebar setiap hari
dan semakin gatal, sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke
poliklinik kulit dan kelamin RSUD Tengku Rafi’an Siak.

19
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengeluh sakit seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit kulit.
5. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke dokter umum 1 minggu yang lalu dan
diberikan obat salap dan suntik, namun tidak ada perubahan. Pasien lupa
nama obat yang diberikan.

III.3 Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalisata
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis kooperatif
1 Tanda vital
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit
c. Nafas : 22 x/menit
d. Suhu : 36,7 0C
e. Keadaan gizi : Baik
f. Pemeriksaan thorax : Tidak diperiksa
g. Pemeriksaan abdomen : Tidak diperiksa

2 Status Dermatologis
1. Regio antebrahii dextra : ditemukan plak eritema multiple teratur
dengan ukuran lentikular ditutupi skuama sedang selapis berwarna
putih disertai erosi.
2. Regio femur sinistra : ditemukan plak eritema soliter dan konfluens
teratur dengan ukuran lentikular ditutupi skuama sedang selapis
berwarna putih disertai erosi.
3. Regio inguinal dextra et sinistra : ditemukan plak eritema,
sirkumskrip, polisiklik, tidak teratur dengan ukuran plakat tampak

20
central healing dan tepi lesi aktif dengan skuama sedang selapis
berwarna putih diatasnya.

21
22
3 Kelainan mukosa : Tidak ditemukan kelainan
4 Kelainan Mata : Tidak ditemukan kelainan
5 Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan
6 Kelainan Rambut : Tidak ditemukan kelainan
7 Kelainan KGB : Tidak ditemukan pembesaran KGB
III.4 Pemeriksaan Penunjang -

III.5 Resume

Tn. K umur 52 tahun datang ke RSUD Tengku Rafi’an Siak


dengan keluhan timbul bercak kemerahan dan keropeng disertai rasa gatal
di lipat paha sebelah kiri dan kanan, tangan kanan dan paha kiri sejak 1
minggu yang lalu.
Awalnya timbul kemerahan pada lipat paha kanan dan terasa gatal
kemudian setelah digaruk timbul gelembung sebesar jarum pentul yang
semakin lama semakin menyebar setelah pecah membentuk keropeng dan
hingga kulit disekitarnya seperti bersisik dan timbul rasa pedih. Gatal
dirasa sama pada siang dan malam hari, hanya saja jika berkeringat lebih
gatal.
Pasien tidak pernah mengeluh sakkit seperti ini sebelumnya, tetapi
1 minggu lalu pasien berobat ke dokter umum dan diberikan obat salap
dan suntik, namun tidak ada perubahan.
Lokasi lesi pada Regio antebrahii dextra, region femur sinistra,
inguinal dextra et sinistra dengan distribusi Regional, Bentuk bulat hingga
tidak teratur dengan permukaan yang tidak rata dan kasar, Susunan
multiple, soliter,konfluens dan polisiklik, Batas Sirkumskrip, Ukuran
lentikular sampai plakat dengan Efloresensi Primer (plak eritema) dan
efloresensi Sekunder (skuama, dan erosi)

III.6 Diagnosis Banding

1. Dermatitis seboroik
2. Psoriasis
3. Pitiriasis rosea

23
III.7 Diagnosis kerja

Tinea korporis et kruris

III.8 Penatalaksanaan

1. Umum
a. Menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan
b. Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menggunakan
pakaian yang menyerap keringat dan menghindari keringat
berlebihan
c. Menghindari pemakaian handuk dan pakaian bersama dengan
anggota keluarga yang lain karena dapat menyebabkan penularan
d. Mengganti pakaian dalam dengan teratur minimal 2 kali sehari
e. Menjaga kuku agar tetap pendek

2. Khusus
a. Sistemik : - ketokonazol 2 x 200 mg / hari selama 2 minggu
- cetrizine 1 x 10 mg / hari jika gatal
b.Topikal : ketokonazol 2 %

III.9 Prognosis

1. Quo ad sanam : Bonam


2. Quo ad vitam : Bonam
3. Quo ad functionam : Bonam

24
BAB IV
KESIMPULAN

Diagnosis tinea korporis et kruris didapatkan melalui anamnesis,


pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh timbul bercak
berwarna kemerahan pada lipat paha sejak 1 minggu lalu, Awalnya timbul
kemerahan pada lipat paha kanan kemudian melebar ke paha sebelah kiri, serta
bagian tangan kanan dan terasa gatal kemudian setelah digaruk timbul gelembung
sebesar jarum pentul yang semakin lama semakin menyebar setelah pecah
membentuk keropeng dan hingga kulit disekitarnya seperti bersisik dan timbul
rasa pedih. Dilihat dari onset, keluhan pasien bersifat akut. Disertai rasa gatal
terutama saat berkeringat bisa mengarahkan dugaan infeksi yang disebabkan
jamur. Dalam hal ini kita bisa mendiagnosis banding dengan , tinea korporis
karena predileksinya di ekstremitas, dan dengan effloresensi plak dengan bentuk
bulat disertai tepi yang aktif dan terdapat penyembuhan di tengah. Dari temuan ini
kita bisa memikirkan diagnosis ke arah tinea korporis. Selain itu kita juga bisa
memikirkan dugaan ke arah pitiriasis rosea, dimana predileksinya sama dengan
tinea korporis, namun gambaran klinisnya sedikit berbeda, dimana pada pitiriasis
rosea didapatkan gambaran herald patch dan umumnya diawali dengan gejala
prodormal.
Penatalaksanaan pasien ini adalah dengan pemberian obat topikal dan
sistemik. Pilihan yang diberikan adalah ketoconazol cream 2%, ketokonazol 200
mg dan antihistamin cetrizine 10 mg jika gatal. Dimana ketoconazol merupakan
derivat azol yang bersifat fungistatik yang dipergunakan untuk pengobatan
dermatofitosis.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilcrhest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th. Vol 1& 2. New York;
USA: Mc Graw Hill; 2008.
2. Djuanda A, Hamzah M. Dermatitis Seboroik. In: Djuanda A, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;2011.
3. Nugroho SA. Pemeriksaan penunjang diagnosis dermatomikosis superfisialis.
In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty
S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2011.

4. No name, Tinea Corporis (emedicine), Available: http://www.emedicine.com


(Accessed: 3 Maret 2016).

5. No name, Tinea Cruris (emedicine), Available: http://www.emedicine.com


(Accessed: 3 Maret 2016).
6. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar. 2010
7. Budimulja, U. Infeksi Jamur. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI. 2009

26

You might also like