You are on page 1of 15

LAPORAN KASUS

CUTANEOUS LARVA MIGRANS

Pembimbing:

dr. Nurhasanah, Sp.KK

Disusun oleh:

Dira Adhitiya Ningrum

1102014077

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 16 APRIL 2018 – 19 MEI 2018
BAB I

PENDAHULUAN

Cutaneous Larva Migrans (CLM) atau creeping eruption merupakan infestasi


pada kulit yang disebabkan oleh larva nematoda yang menembus kulit dan berpindah-
pindah meninggalkan jejak eritema dan alur serpiginosa khas yang tampak di bawah
kulit.
CLM paling sering ditemukan di daerah beriklim hangat, lembab, dan berpasir,
seperti Amerika bagian Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Asia
Tenggara, dan daerah tropis lainnya. Infeksi terjadi apabila larva berhasil menembus
kulit.
CLM paling sering disebabkan oleh cacing tambang, terutama Ancylostoma
braziliense. Larva cacing tambang penembus kulit lainnya yang menghasilkan
penyakit serupa termasuk A. caninum, yang dibawa oleh kucing dan anjing sebagai
host hewannya. Larva tidak dapat menembus membrana basalis kulit karena tidak
memiliki kolagenase sehingga gambaran yang tampak dari larva yang berkeliaran di
bawah kulit ini disebut “creeping eruption”. Karakteristik lesinya berupa serpiginosa,
eritema, peninggian, vesikel, linear, tipis, dan lesi seperti terowongan yang
mengandung cairan serosa.
Tatalaksana medikamentosa CLM dapat dilakukan dengan pemberian
antihelmintik berupa albendazole. CLM biasanya self-limited karena manusia
merupakan dead-end host yang terinfeksi secara tidak disengaja. Umumnya larva
cacing akan mati setelah 2 sampai 4 minggu berjalan di bawah kulit manusia, dan
biasanya ruam pada kulit akan sembuh dalam waktu 4-6 minggu. Pencegahan perlu
dilakukan yaitu dengan selalu memakai alas kaki jika berjalan ke luar rumah.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Ny. I S
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sukasenang, Cilegon
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status : Sudah menikah

II. ANAMNESIS
Diperoleh secara autoanamnesis pada tanggal 18 April 2018 pukul 10.30 WIB

A. Keluhan Utama
Gatal di tungkai kanan bawah disertai alur kemerahan yang memanjang sejak 3
hari yang lalu.

B. Keluhan Tambahan
-
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Cilegon pada hari
Rabu (18/04/2018) dengan keluhan gatal di tungkai bawah kanannya sejak 3 hari
yang lalu. Pasien mengaku gatal terasa semakin meluas dan hilang timbul.
Pada lokasi yang gatal tampak luka kecil berwarna kehitaman serta
gambaran alur berwarna kemerahan yang semakin memanjang. Awalnya
gambaran alur hanya sepanjang sekitar 5 cm. Saat datang ke RS panjang alur
sudah sekitar 7 cm. Pasien mengaku pada kakinya tersebut terasa seperti ada
sesuatu yang bergerak di bawah kulitnya.

2
Menurut pasien gatal pertama kali muncul setelah ia merasa seperti digigit
serangga di kakinya saat mengantar anaknya sekolah. Untuk mengurangi rasa
gatal, pasien sering menaburinya dengan bedak.
Pasien sesekali keluar rumah tanpa memakai sandal atau alas kaki lainnya
terutama jika kakinya terasa pegal, karena menurutnya berjalan tanpa alas kaki
dapat sedikit mengurangi rasa pegal di kakinya tersebut.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat alergi, asma,
hipertensi, diabetes disangkal.

III. PEMERIKSAAN
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 68x/menit
Nafas : 16x/menit
Suhu : Afebris
BB/TB : 52 kg/150 cm
Kepala : Normocephal
Ekstremitas : Dalam batas normal

B. Status Dermatologik
1. Lokasi lesi : 1/3 inferior regio cruris anterior dextra
Distribusi : Lokalisata
Efloresensi :
- Tampak lesi kanalikuli dengan pola serpiginosa, dasar eritem, soliter,
ukuran panjang sekitar 7 cm
- Tampak krusta hiperpigmentasi, ukuran 2x1 cm, permukaan irreguler,
soliter

3
C. Pemeriksaan Penunjang : (-)

IV. RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Cilegon dengan keluhan
gatal di tungkai bawah kanannya sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku gatal terasa
semakin meluas dan hilang timbul.
Pada lokasi yang gatal tampak luka kecil berwarna kehitaman serta gambaran
alur kemerahan yang semakin memanjang. Awalnya gambaran alur hanya sepanjang
sekitar 5 cm. Saat datang ke RS panjang alur sudah sekitar 7 cm. Pasien mengaku pada
kakinya tersebut terasa seperti ada sesuatu yang bergerak di bawah kulitnya. Menurut
pasien gatal pertama kali muncul setelah ia merasa seperti digigit serangga di kakinya
saat mengantar anaknya sekolah. Untuk mengurangi rasa gatal, pasien sering
menaburinya dengan bedak.
Menurut pasien gatal pertama kali muncul setelah ia merasa seperti digigit
serangga di kakinya saat mengantar anaknya sekolah. Untuk mengurangi rasa gatal,
pasien sering menaburinya dengan bedak.
Pasien sesekali keluar rumah tanpa memakai sandal atau alas kaki lainnya
terutama jika kakinya terasa pegal, karena menurutnya berjalan tanpa alas kaki dapat
sedikit mengurangi rasa pegal di kakinya tersebut.

4
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi,
asma, hipertensi, dan diabetes disangkal.
Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak baik dengan kesadaran
komposmentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg,
denyut nadi 68x/menit, frekuensi nafas 16x/menit, suhu afebris, kepala normocephal,
dan? ekstremitas dalam batas normal. Dari pemeriksaan status dermatologis tampak
lesi serpiginosa dengan dasar eritem, soliter, dan panjang 7 cm, serta krusta
hiperpigmentasi, ukuran 2x1 cm, permukaan irreguler, soliter di 1/3 inferior regio
cruris anterior dextra.

V. DIAGNOSIS
a. Diagnosis Kerja :
Cutaneous Larva Migrans
b. Diagnosis Banding :
- Larva currens
- Scabies

VI. PENATALAKSANAAN
a. Umum
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit pasien
- Edukasi pasien dan keluarga untuk menghindari penyebabnya, salah
satunya dengan selalu memakai alas kaki jika di luar rumah
- Edukasi pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan kulit pasien dan
mengurangi intensitas garukan agar tidak terjadi infeksi sekunder
b. Khusus
- Sistemik
Albendazol tablet 1x800 mg selama 3-5 hari
Cetirizine 10 mg tablet 2x1 selama 3 hari
- Topikal
Salep racikan Albendazol 10-20% + vaselin album 12 g dioles ke lesi 3x1

5
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
Ad kosmetikan : Bonam

6
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Cutaneous Larva Migrans (CLM) adalah infestasi pada kulit yang disebabkan
oleh larva nematoda yang menembus kulit dan berpindah-pindah meninggalkan jejak
eritema dan alur serpiginosa khas yang tampak di bawah kulit.1 Cutaneous Larva
Migrans disebut juga dengan Hookworm-related Cutaneous Larva Migrans (HrCLM),
creeping eruption, creeping verminous dermatitis, sandworm eruption, plumber’s
itch, dan duck hunter’s itch.2,3

3.2. Epidemiologi
Distribusi CLM meluas di seluruh dunia, namun paling sering ditemukan di
daerah beriklim hangat, lembab, dan berpasir, seperti Amerika bagian Tenggara,
Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Asia Tenggara, dan daerah tropis lainnya.
Infeksi terjadi apabila larva berhasil menembus kulit. Oleh sebab itu biasanya penyakit
ini terjadi pada orang-orang yang berjalan tanpa alas kaki di tanah yang terkontaminasi
dengan kotoran hewan (biasanya kucing atau anjing) yang telah terinfeksi. Insidensi
pada anak-anak lebih sering terjadi dibandingkan orang dewasa.1

3.3. Etiologi
Istilah CLM atau creeping eruption sering digunakan ketika mengacu pada
penyakit yang disebabkan oleh cacing tambang. Secara teknis, CLM mengacu pada
sindrom di mana larva dari setiap hewan nematoda menginfeksi manusia yang
merupakan “dead-end host”. CLM paling sering disebabkan oleh cacing tambang,
terutama Ancylostoma braziliense. Larva cacing tambang penembus kulit lainnya yang
menghasilkan penyakit serupa termasuk A. caninum, Uncinaria stenocephala (cacing
tambang anjing Eropa), dan Bunostomum phlebotomum (cacing tambang sapi). A.
caninum menyebabkan enteritis eosinofilik serta penyakit kutaneus. Kucing dan
anjing adalah host untuk Ancylostoma ceylanicum dan A. caninum.2

3.4. Patogenesis
Dalam kasus CLM, manusia merupakan host yang tidak disengaja dan
merupakan dead-end host yang mendapat infeksi dari lingkungan melalui feses
hewan. Di dalam tubuh host definitif (anjing dan kucing), cacing tambang akan

7
menembus kulit dan menyebar melalui sistem vena dan limfatik menuju ke paru-paru,
masuk ke alveoli, berpindah ke trakea, kemudian tertelan. Cacing lalu akan dewasa di
dalam usus dan bertelur yang selanjutnya akan dikeluarkan melalui feses host definitif.
Ketika host definitif berdefekasi mengeluarkan feses yang mengandung telur, ova
cacing tambang ini akan menetas di tanah atau pasir lalu menjadi larva rhabtidiform
dalam 1 hingga 2 hari.1,6 Setelah 5 sampai 10 hari, larva akan berkembang menjadi
filariform, yaitu larva yang infektif. Larva dapat bertahan hidup di tanah selama
berminggu-minggu sampai menemukan host baru.3
Nematoda ini biasanya bukan parasit pada kulit manusia, tetapi bentuk larva
infektif anjing atau kucing cacing tambang secara tidak sengaja dapat menembus kulit
utuh dan kemudian berjalan melalui epidermis.7 Manusia adalah tuan rumah yang
tidak disengaja dan tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya. Larva mengeluarkan
protease dan hyaluronidase, yang memfasilitasi penetrasi dan migrasi melalui
epidermis.8 Larva tidak dapat menembus membrana basalis kulit karena tidak
memiliki kolagenase sehingga gambaran yang tampak dari larva yang bergerak di
bawah kulit ini disebut “creeping eruption”.4 Parasit ini akan menginduksi reaksi
peradangan eosinofil pada lokasi penetrasi yang menyebabkan timbulnya edema,
spongiosis, dan vesikel.1

Gambar 3.1. Siklus hidup A.braziliense

8
3.5. Manifestasi Klinis
Lesi kulit CLM biasanya muncul 1-5 hari setelah terpajan oleh parasit.
Karakteristik lesinya berupa serpiginosa, eritema, peninggian, vesikel, linear, tipis,
dan lesi seperti terowongan yang mengandung cairan serosa (Gambar 3.2). Lesi
vesikel atau bula kadang juga ditemukan di titik penetrasi larva pada 15% pasien
CLM. (Gambar 3.3) Lebar lesi sekitar 3 mm dan panjangnya bisa mencapai 15-20 cm.
Lesi dapat soliter ataupun multipel, pruritus lokal, dan mungkin terasa nyeri.2
Setiap larva akan menghasilkan 1 lesi (saluran), jumlah lesi yang muncul
tergantung berapa jumlah larva yang penetrasi ke kulit.3 Larva cacing dapat bertambah
panjang 1-2 cm setiap harinya. Lokasi yang paling sering adalah tungkai bawah, kaki,
tangan dan bokong, meskipun lokasi lain juga mungkin terjadi. Ekskoriasi dan
impetiginisasi jarang terjadi (hanya 10% kasus). Lesi kulit biasanya bertahan 2 sampai
8 minggu, namun pernah juga dilaporkan hingga 2 tahun. Gejala sistemik yang pernah
dilaporkan adalah urtikaria, wheezing, dan batuk kering. 3

Gambar 3.2a Gambaran lesi CLM di kaki

9
Gambar 3.2b Gambaran lesi CLM di bokong

Gambar 3.3. Gambaran lesi berupa vesikel dan bula pada CLM

3.6. Diagnosis
Diagnosis CLM didasarkan pada temuan klinis yang didapat. Pada pemeriksaan
hematologi akan didapatkan eosinofilia perifer dan biasanya terdapat peningkatan IgE
serum, terutama selama larva masih aktif bermigrasi di bawah kulit.3,9 Pada
pemeriksaan histopatologi dari biopsi (walaupun sangat jarang dilakukan) dapat
menunjukkan larva (PAS-positif) suprabasally, vesiculation intra-epidermal dan
dermal eosinophilic infiltrate, serta dapat ditemukan larva yang terperangkap ataupun
rongga yang ditinggalkan oleh parasit di saluran folikular, stratum korneum, ataupun
dermis, dan tampak gambaran spongiosis, bersamaan dengan infiltrasi eosinofil.3,9

10
Mikroskop epiluminen, reflektansi confocal microscopy dan tomografi koherensi
optik adalah alat untuk pemeriksaan diagnostik lain yang dapat digunakan.9
Diagnosis banding CLM meliputi infeksi oleh parasit cacing lain yang juga
menunjukkan gambaran migratory lesion, seperti Larva currens; impetigo bulosa,
dermatofitosis epidermal, granuloma annulare, scabies, loiasis, cercarial dermatitis,
dermatitis kontak, dan sebagainya.1,3,9 Pada Larva currens yang disebabkan oleh
parasit Cutaneous strongyloides, bentuk khasnya juga berupa larva migrans.
Gambaran lesinya berupa papula, urtikaria, dan papulovesikel. Larva currens sering
muncul di area sekitar anus, bokong, paha, punggung, bahu, dan perut (Gambar 3.4).
Pruritus lokal juga ditemukan, namun biasanya akan menghilang ketika larva
memasuki pembuluh darah dan bermigrasi ke usus.3

Gambar 3.4. Larva currens, diagnosis banding dari CLM

3.7. Tatalaksana
Tatalaksana medikamentosa CLM dapat dilakukan dengan pemberian
antihelmintik berupa albendazole dengan dosis dewasa 400-800 mg/hari selama 3-5
hari. Untuk anak-anak usia >2 tahun dosis 10-15 mg/kgbb/hari, dengan dosis
maksimum 800 mg/hari, selama 3-5 hari.5

11
Thiabendazole oral juga dapat diberikan dengan dosis 50 mg/kg/hari dibagi
dalam dua dosis, dengan dosis maksimum 3 g/hari, selama 2-5 hari. Ada pula
thiabendazole topikal, baik salep maupun larutan 10-15%, dipakai 3 kali sehari selama
minimal 15 hari.5 Pemberian thiabendazole memberikan beberapa efek samping
seperti dizziness, mual, kram, dan muntah. Pemberian kortikosteroid topikal juga
merupakan pilihan terapi yang aman sampai rasa gatal sembuh sendiri.1
Selain pemberian antihelmintik dan kortikosteroid, dapat pula dilakukan
cryosurgery atau cryotherapy, yaitu dengan menyemprotkan nitrogen cair pada ujung
liang larva, TCA, atau electrocautery, namun ini dianggap tidak efektif.1,3
Di samping pemberian terapi, sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi
parasit dengan selalu mengenakan alas kaki terutama di tanah yang lembab dan
berpasir untuk enghindari kontak dengan tanah yang terkontaminasi. Perlu
diperhatikan bahwa pengenalan dan penanganan dini membantu dalam mencegah
komplikasi.10

3.8. Komplikasi
Salah satu manifestasi klinis CLM adalah pruritus yang intens. Hal ini membuat
penderita CLM akan menggaruk lesi yang gatal sehingga kadang ditemukan infeksi
sekunder karena bekas garukan.

3.9. Prognosis
CLM biasanya self-limited karena manusia merupakan dead-end host yang
terinfeksi secara tidak disengaja. Umumnya larva cacing akan mati setelah 2 sampai 4
minggu berjalan di bawah kulit manusia, dan biasanya ruam pada kulit akan sembuh
dalam waktu 4-6 minggu, sangat jarang hingga 2 tahun.1

12
BAB IV

KESIMPULAN

Cutaneous Larva Migrans (CLM) atau disebut juga creeping eruption adalah
infestasi pada kulit yang disebabkan oleh larva nematoda yang menembus kulit dan
berpindah-pindah meninggalkan jejak eritema dan alur serpiginosa khas yang tampak
di bawah kulit karena tidak mempunyai kolagenase sehingga tidak dapat menembus
membran basalis kulit. CLM paling sering disebabkan oleh cacing tambang, terutama
Ancylostoma braziliense dan A. caninum, yang dibawa oleh kucing dan anjing sebagai
host hewannya. Tatalaksana medikamentosa CLM dapat dilakukan dengan pemberian
antihelmintik berupa albendazole. CLM biasanya self-limited karena manusia
merupakan dead-end host yang terinfeksi secara tidak disengaja. Umumnya larva
cacing akan mati setelah 2 sampai 4 minggu berjalan di bawah kulit manusia, dan
biasanya ruam pada kulit akan sembuh dalam waktu 4-6 minggu. Pencegahan yang
dapat dilakukan yaitu dengan selalu memakai alas kaki jika keluar rumah.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Kane-Mei, KS., Peter, AL., Alexander, JS., Richard, AJ. Color Atlas and Synopsis
of Pediatric Dermatology. 2nd Ed. 2002.
2. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. 2012.
3. Wolf, K., Richard, AJ. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th Ed. United States of America: McGraw-Hill. 2009.
4. Lai-Ma, D., Sergio, VG. Creeping Eruptions-Cutaneous Larva Migrans. The New
England Journal of Medicine. 2016.
5. Bolognia, JL., Joseph, LJ., Ronald, PR. Dermatology. 2nd Ed. 2008.
6. Watkins J. 2009. Cutaneous larva migrans: diagnosis and management. British
Journal of School Nursing 7: 325-7.
7. Brenner MA, Patel MB. Cutaneous larva migrans: The creeping
eruption. Cutis. 2003; 72:111–5.
8. Balfour E, Zalka A, Lazova R. Cutaneous larva migrans with parts of the larva in
the epidermis. Cutis. 2002; 69:368–70
9. Upendra Y, Mahajan VK, Mehta KS, Chauhan PS, Chander B. Cutaneous larva
migrans. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2013; 79:418–9
10. Siddalingappa, K. Et al. Cutaneous Larva Migrans in Early Infancy. Indian
Journal of Dermatology. 2015.

14

You might also like