You are on page 1of 17

Apa itu Deja Vu?

Hampir semua orang pernah mengalaminya, mungkin anda adalah salah satunya

Deja vu, yang asal katanya diambil dari Bahasa Perancis, adalah suatu perasaan ketika
seseorang mengalami sesuatu yang pernah terjadi sebelumnya. Sekelompok orang
mengasosiasikannya dengan gangguan pada otak sedangkan lainnya menghubungkan Deja vu
dengan kehidupan lain di masa lalu. Pada suatu waktu, beberapa di antara kita tentu pernah
mengalami hal ini. Apa sih sebenarnya Deja vu ini? Mari kita telusuri bersama.

Apakah anda pernah mengalami situasi di mana secara sadar anda mengenal betul situasi itu
yang menurut anda telah anda lalui sebelumnya? Apakah anda pernah mengalami suatu
situasi di mana anda bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya dan kemudian hal itu
benar-benar terjadi seperti yang anda rasakan telah anda lalui sebelumnya? Jika anda pernah
mengalami hal-hal tersebut, itulah yang dinamakan Deja vu. Apakah Deja vu itu? Deja vu
merupakan peristiwa di mana seseorang merasa yakin telah mengalami situasi baru
sebelumnya. Selama mengalami sebuah situasi baru, seseorang merasakan suatu kesamaan
dengan sesuatu yang dialami di masa lalu. Seseorang merasa telah melalui hal yang sama
baru saja terjadi di masa lalu atau telah melihat hal itu dalam mimpinya. Istilah Deja vu ini
pertama kali diperkenalkan oleh Emile Boirac yang merupakan seorang peneliti di bidang
psikologi berkebangsaan Perancis. Kebanyakan mereka yang mengalami Deja vu mengklaim
telah melihat sesatu dalam mimpi mereka atau sangat yakin telah melihat itu beberapa waktu
yang lalu.

Beberapa Jenis Deja vu

Deja Senti: perasaan ini merujuk pada sesuatu "yang sudah dirasakan". Hal itu merupakan
fenomena kejiwaan dan para peneliti meyakini bahwa sesuatu yang telah dirasakan di masa
lalu itu sangat mirip dengan yang dirasakan saat ini. Kesamaan pada kedua pengalaman
tersebut membuat seseorang merasa bahwa dia telah merasakan hal yang sama di masa lalu.

Deja Vecu: suatu perasaan bahwasanya segala sesuatu yang sedang terjadi baru saja itu
identik dengan apa yang terjadi sebelumnya serta satu gagasan tidak wajar tentang apa yang
akan terjadi berikutnya, diterminologikan sebagai Deja vecu. Seseorang yang mengalami
perasaan Deja vecu mengklaim telah mengetahui apa yang sedikit lagi akan terjadi dan
kadang kala merasa telah mengingat hal tersebut.

Deja Visite: Bentuk Deja vu ini merupakan suatu perasaan pernah mengunjungi suatu tempat
yang benar-benar baru. Seseorang yang mengalami bentuk Deja vu ini mengklaim memiliki
pengetahuan tentang sebuah tempat yang belum dikunjungi. Seseorang mengklaim
mengetahui letak geografi suatu tempat, ketika dia belum pernah ke sana dalam
kenyataannya. Deja visite dicirikhaskan dengan sebuah pengetahuan tidak wajar tentang
suatu tempat yang belum pernah dikunjungi.

Para peneliti telah lama mencari berbagai sebab di balik Deja vu. Mereka mengasosiasikan
penyakit-penyakit seperti schizophrenia, kegelisahan atau gangguan neurologi lainnya. Para
peneliti belum mencapai kesuksesan dalam membangun hubungan antara penyakit-penyakit
tersebut dengan Deja vu.

Namun, para peneliti telah menemukan bahwa Deja vu bisa saja merupakan hasil dari
kegagalan sistem kelistrikan otak. Deja vu dipercaya sebagai suatu sensasi yang salah pada
ingatan atau memori. Beberapa obat-obatan juga dipercaya sebaga salah satu faktor yang
memicu Deja vu. Obat-obatan seperti amantadine dan phenylpropanolamine telah diteliti
sebagai penyebab perasaan Deja vu. Beberapa obat-obatan bisa menyebabkan aksi
hyperdopaminergic pada area mesial temporal otak yang menyebabkan Deja vu.

Otak manusia merupakan organ yang kompleks dan sangat menarik. Sudah merupakan
kecenderungan otak untuk menarik kesimpulan dari berbagai situasi yang berbeda. Otak
seringkali mencoba untuk bereksperimen mereproduksi suatu situasi yang belum pernah
dihadapi sebelumnya. Oleh karena itu antisipasi beberapa kejadian oleh seseorang bisa
membuat orang tersebut berpikir bahwa dia telah mengalami suatu kejadian yang sama di
masa lalu.

Yang menarik di sini, bisa saja terjadi bahwa salah satu dari mata kita melihat sesuatu
sebelum mata yang lain. Satu mata merekam kejadian sebelumnya. Mata yang lainnya, yang
merekam kejadian yang sama beberapa milidetik kemudian, membuat otak merasakan
ingatan. Salah satu mata merasakan sesuatu dan otak mengartikannya. Mata lain yang
tertinggal beberapa milidetik merasakan hal yang sama dan mengirim gambar tersebut ke
otak. Begitu otak merasakan hal yang sama beberapa milidetik kemudian, orang tersebut
merasa bahwa dia telah melihat itu sebelumnya. Gagasan ini tidak dapat menjadi alasan tepat
untuk Deja vu karena orang yang hanya memiliki satu mata juga mengalami Deja vu.

Tidak semua orang percaya bahwa semua bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Beberapa
teori terkait dengan Deja vu pada kemampuan fisik tertentu yang dimiliki manusia, di lain
pihak, orang lain mengatakan bahwa perasaan Deja vu merupakan hasil dari kehidupan lain
di masa lalu. Memang benar, Deja vu memiliki sifat-sifat misterius.
Pengertian Dejavu dan Rahasia Dibalik Dejavu

Pernahkah kamu mengalami perasaan pernah melakukan kegiatan yang sama persis
sebelumnya? Merasakan sebuah kondisi yang sama perisis sebelumnya? Melihat dan
mendengar hal yang sama sebelumnya? Hal ini memang terkadang sangat membingungkan
karena pada saat itu pula kita tidak mampu mengingat kapan dan dimana pernah melakukan
kegiatan tersebut. Hal tersebut seolah-olah ada dalam mimpi namun kenapa bisa benar-benar
terjadi. Inilah misteri yang biasa disebut orang dengan Dejavu.

Berdasarkan penelitian, 70% manusia di bumi pernah merasakan déjà vu. Jadi, fenomena
psikologis tersebut adalah hal yang sangat wajar dan bukan merupakan suatu kutukan atau
karma sebagaimana banyak dipercayai orang. Déjà vu berasal dari bahasa Prancis yang
artinya "pernah lihat". Maksudnya, mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan pernah
dialami sebelumnya. Di Yunani, fenomena ini disebut dengan paramnesia yang merupakan
gabungan kata para artinya adalah "sejajar" dan mnimi artinya "ingatan".

Kenapa déjà vu bisa terjadi?

Pertanyaan yang mundul kemudian adalah mengapa déjà vu bisa terjadi? Jangan dulu
berpikiran bahwa ini adalah fenomena alam yang tidak mampu dijelaskan secara ilmiah
karena para ilmuan telah menemukan jawaban akan fenomena yang ada dalam alam pikiran
manusia tersebut. Déjà vu terjadi karena adanya gelombang yang diantarkan ke dalam otak.
Gelombang tersebut tercipta setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia. Gelombang ini
lalu diterjemahkan ke dalam bentuk impuls listrik lalu dikirim ke otak dan dibaca. Tapi ada
kalanya otak kita memiliki sensitivitas tinggi sehingga gelombang yang dibaca berupa
amplitudo dan frekuensi tertentu tergantung dari kualitas otak kita.

Contoh sederhananya suatu waktu kita dalam hati mendendangkan sebuah lagu. Lalu kita
menyalakan radio dan di radio sedang dimainkan lagu yang sedang kita pikirkan tadi.
Langsung kita berpikir “déjà vu”. Padahal, ini menunjukkan bahwa gelombang radio yang
dikirim oleh stasiun pemancar, selain diterima oleh radio kita, juga dibaca oleh otak kita
karena sifat otak kita yang super sensitive dalam menerima gelombang listrik itu tadi.Ada
lagi teori lain yang menjelaskan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh
sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang
diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu
yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama “optical pathway
delay” ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang
butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.

Déjà vu dipengaruhi usia

Ada pula yang beranggapan bahwa déjà vu ini adalah sebuah penyakit dalam ingatan
sehingga semakin tua umur seseorang maka akan semakin sering pula terjadi déjà vu.
Seorang ilmuwan asal Jepang dan juga merupakan seorang neuroscientist MIT , Susumu
Tonegawa, melakukan eksperimen terkait fenomena ini pada tikus dengan membandingkan
ingatan pribadi (episodik) dengan ingatan baru yang tercatat dalam dentate gyrus. Ia
menemukan bahwa tikus yang dentate gyrus-nya tidak berfungsi normal kemudian
mengalami kesulitan dalam membedakan dua situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini,
tambahnya, dapat menjelaskan mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring
bertambahnya usia atau munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer.
Kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus akibat kedua hal tersebut membuat kita
sulit menentukan apakah sesuatu ‘baru’ atau ‘lama’.

Macam-macam déjà vu

Déjà vu juga terjadi dalam berbagai bentuk ada yang hanya bisa mengingat secara samara-
samar, ada yang hanya mengingat lokasi kejadian, dan ada pula yang mengingat hal-hal yang
sangat mendetail. Secara garis besar, déjà vu terdiri dari empat jenis yakni:

1. Déjà Vu

Déjà vu jenis ini yang paling banyak terjadi dimana kita pernah merasakan suatu kondisi
yang sama sebelumnya dan yakin pernah terjadi di masa yang lampau dan berulang kali.
Sering kali pada saat itu individu akan diikuti oleh perasaan takut, rasa familiar yang kuat,
dan merasa aneh.

2. Déjà Vécu

Perasaan yang terjadi pada Deja Vecu lebih kuat daripada déjà vu. Deja vecu seseorang akan
merasa pernah berada dalam suatu kondisi sebelumnya dengan ingatan yang lebih detail
seperti ingat akan suara ataupun bau.

3. Déjà Senti

Déjà Senti adalah fenomena “pernah merasakan” sesuatu. Suatu ketika kamu pernah
merasakan sesuatu dan berkata “Oh iya saya ingat!” atau “Oh iya saya tahu!” namun satu dua
menit kemudian sadar bahwa sebenarnya kamu tidak pernah berbicara apa pun.

4. Jamais Vu

Jamais Vu (tidak pernah melihat/mengalami) adalah kebalikan dari déjà vu. Kalau déjà vu
mengingat hal-hal yang sebenarnya belum pernah dilakukan sebelumnya, Jamais Vu lain lagi.
Tipe déjà vu semacam ini justru tiba-tiba kehilangan memorinya dalam mengingat sesuatu
hal yang pernah terjadi dalam diri. Hal ini bisa terjadi karena kelelahan otak.

5. Déjà Visité

Déjà vu tipe ini lebih menitikberatkan pada ingatan seseorang akan sebuah tempat yang
belum pernah ia datangai sebelumnya tapi merasa pernah merasa berada pada lokasi yang
sama. Déjà Visité berkaitan dengan tempat atau geografi..

Déjà vu berasal dari salah saru kata atau frasa bahasa Perancis yang arti secara harfiahnya
adalah “pernah melihat” . Maksudnya, seseorang mengalami suatu pengalaman yang
dirasakan olehnya pernah dialami sebelumnya.
Venomena ini (Deja vu) pertama kali di temukan dan diungkapkan oleh seorang ilmuwan
Perancis yang bernama Emile Boirac yang telah mempelajarinya pada tahun (1851-1917) dan
dibukukan yang berjudul “L’Avenir des sciences Psychiques” yang ditulisnya pada saat dia
mengenyam pendidikan di University of Chicago
Definisi déjà vu secara ilmu kejiwaan, menurut Dr. Vernon Neppe MD, PhD, Direktur
Pacific Neuropsychiatric Institute (PNI), adalah pengaruh subjektif mengenai anggapan
adanya kesamaan pengalaman saat ini dengan masa lalu yang sulit dijelaskan. Sedangkan
James Lampinen, profesor psikologi dari University of Arkansas mendefinisikan déjà vu
sebagai perasaan begitu kuat mengenai adanya kesamaan global yang terjadi pada situasi
baru. Kesamaan pengalaman dalam déjà vu ini bersifat keseluruhan, hingga setiap detail
terkecil, mirip sekali dengan yang pernah dialami seseorang di masa lampau. Tapi
pengalaman ini selalu disertai dengan perasaan tidak nyata.deja-vu-brain
Pengalaman déjà vu biasanya dibarengi dengan perasaan “sudah kenal” atau “sudah tahu”
atau merasa “sudah pernah Mengalami”. Sering kali déjà vu menjadi pengalaman yang
kurang menyenangkan karena manusia seperti dipaksa secara tidak sengaja untuk
menyaksikan potongan film kehidupannya yang mungkin menyeramkan, ganjil, atau bahkan
tidak masuk akal. Biasanya pengalaman ini berhubungan dengan mimpi walaupun dibeberapa
kasus secara jelas pengalaman ini “pernah benar terjadi sebelumnya”.
Déjà vu ini memiliki beberapa variasi, yaitu:
1. Déjà vecu yang artinya pernah mengalami.
2. Déjà senti yang artinya memikirkannya.
3. Déjà visite yang artinya mengunjunginya.
Ada juga 3 tipe déjà vu, yaitu:
1. déjà vu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu)
2. déjà vu yang berkaitan dengan perasaan (sense/feeling déjà vu)
3. déjà vu yang berkaitan dengan tempat (place déjà vu)
4. Kombinasi dari ketiga gejala déjà vu tersebut, di mana seseorang merasa pernah hidup
sebagai orang lain di satu tempat dan waktu yang sama, bahkan merasakan perasaan yang
sama pula.
Dari beberapa variasi dan tipe déjà vu diatas, maka dapat ditarik hubungan bahwa:
• Déjà vecu merupakan déjà vu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu)
• Déjà senti merupakan déjà vu yang berkaitan dengan perasaan (sense/feeling déjà vu)
• Déjà visite merupakan déjà vu yang berkaitan dengan tempat (place déjà vu).
Terkadang déjà vu juga diuraikan seperti perasaan yang telah melihat atau mengalami sesuatu
sebelum ketika orang yang mengalami hal tersebut mengetahui kapan dia pernah
melakukannya. Namun déjà vu disalahgunakan sebagi suatu pengalaman precognitive,
perasaan pernah mengalami sesuatu dan mengetahui persisnya apa yang akan terjadi
berikutnya, dan itu terjadi.
Suatu hal yang penting dari déjà vu adalah mengalami sesuatu yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Sedangkan suatu hal yang penting dari precognitive adalah menunjukkan
sesuatu yang akan terjadi di masa depan, namun bukan suatu hal yang pernah dilakukan atau
dilihat di masa depan.
Déjà vu dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu:
1. Associative Déjà Vu
Tipe déjà vu yang paling umum dialami oleh orang-orang sehat normal adalah associative
secara alami di dunia ini. Manusia melihat, mendengar, membaui atau mengalami suatu
kejadian yang berkaitan dengan suatu perasaan bahwa manusia tersebut berhubungan dengan
sesuatu yang telah dilihat, didengar, dibaui, atau dialami oleh manusia tersebut. Ilmuwan
terdahulu berpikir bahwa déjà vu jenis ini adalah suatu pengalaman “ingatan dasar” dan
berasumsi bahwa pusat memori otak yang bertanggung jawab untuk itu.
2. Biological Déjà vu
Ada juga kejadian déjà vu antar orang-orang dengan epilepsi cuping sementara. Tepat
sebelum epilepsi, penderita sering mengalami atau merasa déjà vu. Dengan adanya
pengklasifiasian di atas dapat teridenfikasi bahwa isyarat otak dimana déjà vu jenis ini
dimulai. Namun, dengan alasan ini pula déjà vu jenis ini berbeda gengan tipikal déjà vu
sendiri. Orang yang mengalami déjà vu jenis ini mungkin akan mempercayai bahwa mereka
telah mengalami peristiwa atau keadaan yang sama sebelumnya, disbanding dengan perasaan
yang cepat berlalu.

Pengertian Déjà vu dari sudut pandang psikologi adalah ilusi seperti sudah kenal/ sudah akrab
dengan suatu tempat yang sama sekali asing. Timbulnya peristiwa ini diyakini orang sebagai
akibat adanya syarat yang sudah dikenali, namun ada dalam sub-ambang kesadaran. Sebagai
contoh, ketika berjalan-jalan ditengah kota, beberapa ciri tampak seperti sama dengan
penghayatan yang pernah dialami di tempat lain.

Intinya deja vu merupakan suatu fenomena aktivitas otak manusia yang berkaitan dengan
memori yang lazim disebut “pemanggilan ulang” Penjelasan ini memperkuat fakta bahwa
“penataan ulang memori” pada saat tertentu mempengaruhi keadaan alam sadar manusia
,Bannister dan Zangwill (1941) mencoba menganalisis déjà vu dengan menggunakan
hypnosis pada 10 subjek penelitian. Ternyata 3 dari 10 di antaranya mengalami déjà vu.
Cleary (2008) mengajukan hipotesis bahwa déjà vu merupakan bentuk dari sesuatu yang telah
familiar diketahui yang disebut cripyamnesia adalah susuatu yang telah dipelajari namun
tidak disimpan baik di otak, namun pada suatu waktu memori dalam “membukanya” .

Yang jelas hampir 70% manusia pernah mengalami deja vu walau tanpa mereka sadari, dan
deja vu bukan merupakan suatu penyakit psikologis maupun penyakit gangguan pada
Otak,tatepi lebih pada suatu akibat dari kegiatan otak/memori tentang suatu objek tanpa kita
sadari.
Apa itu Dejavu ?
Posted in

03.06

Pernahkah Anda mendengar istilah Dejavu ? Alright, Dejavu kerap sekali kita dengar dimasa-masa
era globalisasi seperti sekarang ini.

Mari kita simak informasi Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Hadid (57): 22: “Tidak suatu bencana
pun yang menimpa di bumi dan dirimu, kecuali sudah ada dalam kitab sebelum Kami jadikannya.”

Ketika Anda diperkenalkan dengan seseorang, pernakah terbersit dalam hati, “Rasanya saya pernah
bertemu orang ini. Dimana, ya?” Padahal, Anda belum pernah bertemu sebelumnya. Itu disebut
gejala “deja vu”. Deja vu adalah sebuah frasa Prancis dan artinya secara harfiah berarti pernah
melihat sebelumnya. Fenomena ini juga disebut istilah paramnesia dari bahasa Yunani. Deja vu
adalah suatu perasaan aneh ketika seseorang merasa pernah berada di suatu tempat sebelumnya,
padahal belum. Atau pernah mengalami suatu peristiwa yang sama persis, padahal tidak. Konon,
orang yang sering mengalami hal itu memiliki bakat spiritual yang tinggi. Menurut para pakar,
setidaknya 70 persen penduduk bumi pernah mengalami fenomena ini. Jadi, fenomena psikologi
tersebut adalah hal yang sangat wajar dan bukan merupakan suatu kutukan atau karma
sebagaimana banyak dipercayai orang.

Bagaimana penjelasan ilmu psikologi tentang deja vu? Pada awalnya beberapa ilmuan beranggapan
bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan
dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain
sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat.
Teori yang dikenal dengan nama optical pathway delay ini patah ketika ditemukan bahwa orang buta
pun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.

Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan penderita
deja vu kronis, orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peritiwa-peristiwa yang tidak
pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV
tersebut sebelumnya (padahal belum) dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk
mengobati ‘penyakit’-nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-
hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat
sebab musabab deja vu ke dalam otak dan ingatan kita.

Meskipun para skeptis menganggap itu hanya sensasi. Namun, banyak juga ahli yang percaya bahwa
hal itu memang nyata. Ada yang menyebut bahwa peristiwa yang dirasakan berlangsung pada
kehidupan silam. Ini bagi penganut paham reingkarnasi. Bagaimana bagi orang Islam? Jawaban yang
tegas disampaikan dalam Buku: “Mukjizat Sains Dalam Al-Qur’an”. Surat Al Hadid ayat 22 di atas
memberi sekilas isyarat. Bahwa segala sesuatu yang belum terjadi, sudah tertulis dalam kitab.

Semua peritiwa di bumi dan perbuatan kita memang sudah ada sejak awal. Lalu, akan terjadi satu
per satu secara berurutan. Dan pada waktunya, akan terekam dalam saraf penyimpanan di otak,
mungkin suatu ketika terjadi short-circuit, korslet di otak seseorang. Lintasan listrik di otak melompat
nyerempet sinyal ke wilayah yang belum terjadi. Maka orang merasa sudah pernah mengalami atau
melihat sesuatu. Padahal yang terjadi adalah dia “pernah” melihat, tetapi di masa depan. Selama ini
“pernah” hanya dikaitkan denganmasa lalu. Gajala deja vu memperluas makna “pernah” hanya
dikaitkan dengan masa lalu dan juga masa depan.

Contoh deja vu, dapat juga kita lihat pada artikel saya yang lalu berjudul, “Rencana Allah Atau Jaring-
Jaring Kebetulan”. Kutipannya sebagai berikut “Pada tahun 1898, jauh sebelum tenggelamnya kapal
Titanic, Morgan Robertson menulis sebuah novel berjudul futility. Kisah fiktif yang ditulisnya
memiliki kemiripan yang luar biasa dengan peristiwa tenggelamnya Titanic pada tahun 1912. Nama
kapal dan berat serta sekoci-sekocinya pun mirip sekali. Dalam novel tersebut, Morgan menamai
kapalnya Titan, sedangkan yang “asli” bernama Titanic, Berat Titan 70.000 ton, sedangkan Titanic
66.000 ton. Titan memiliki 24 sekoci, sedangkan Titanic 20, padahal yang direncanakan 40. Pemilik
Titan dilukiskan sebagai orang angkuh. Kenyataannya, pemilik Titanic pun demikian.”

Aneh? Tidak juga. Kita lihat dalam Surat Al Fath (48) ayat 27: “Sesungguhnya Allah telah
membuktikan kepada Rasul-Nya kebenaran mimpi dengan sebenarnya, bahwa kamu akan memasuki
Mesjidil Haram insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan
mengguntingnya tanpa perasaan takut. Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Dan Dia
memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat”, Allah membuka peritiwa ketika nantinya
Rasulullah Saw, memasuki Mekah dengan aman. Padahal, itu belum terjadi. Lalu Surat Ar-Ruum (30)
ayat 2-4: “Telah dikalahkan bangsa Rumawi (oleh bangsa Persia), di negeri yang terdekat (ke negeri
Arab yaitu Syria dan Palestina) dan merka sesudah kalah itu akan menang (mengalahkan bangsa
persia), dalam beberapa tahun (saja). Allah yang memutuskan (keadaan) sebelum dan sesudah
(terjadi kalah menang itu). Pada hari (kemenangan Rumawi itu) bergembiralah orang-orang yang
beriman,” yang berisikan tentang kemenangan Romawi atas Persia, padaha itu baru terjadi beberapa
tahun kemudian. Itu contoh penyingkapan terhadap peristiwa yang belum terjadi bagi siapa pun
yang membaca Al-Quran. Ternyata, selain kepada para nabi, kadang-kadang Allah memberikan
“bocoran” masa depan kepada manusia biasa juga. Masa depan memang sudah ada saat ini. Hanya
saja, kebanyakan manusia tidak bisa melihatnya. Kecuali mungkin sekilas deja vu yang dialami
segelintir orang tadi.
Misteri Deja Vu
by : Indospiritual

Kategori : Umum

Hampir semua dari kita pernah mengalami apa yang dinamakan deja vu: sebuah perasaan aneh yang
mengatakan bahwa peristiwa baru yang sedang kita rasakan sebenarnya pernah kita alami jauh
sebelumnya. Peristiwa ini bisa berupa sebuah tempat baru yang sedang dikunjungi, percakapan yang
sedang dilakukan, atau sebuah acara TV yang sedang ditonton.

Lebih anehnya lagi, kita juga seringkali tidak mampu untuk dapat benar-benar mengingat kapan dan
bagaimana pengalaman sebelumnya itu terjadi secara rinci. Yang kita tahu hanyalah adanya sensasi
misterius yang membuat kita tidak merasa asing dengan peristiwa baru itu.

Keanehan fenomena deja vu ini kemudian melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba
menjelaskan sebab musababnya. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa deja vu
sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu
kehidupan reinkarnasi sebelumnya di masa lampau. Bagaimana penjelasan ilmu psikologi sendiri?

Terkait dengan Umur dan Penyakit Degeneratif

Pada awalnya, beberapa ilmuwan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang
diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang
sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada
sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama “optical
pathway delay” ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang
butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.

Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan pula
penderita deja vu kronis: orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peristiwa-peristiwa
yang tidak pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton
acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum), dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke
dokter untuk mengobati ‘penyakit’nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat
menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para
peneliti mulai melihat sebab musabab deja vu ke dalam otak dan ingatan kita.

Baru-baru ini, sebuah eksperimen pada tikus mungkin dapat memberi pencerahan baru mengenai
asal-usul deja vu yang sebenarnya. Susumu Tonegawa, seorang neuroscientist MIT, membiakkan
sejumlah tikus yang tidak memiliki dentate gyrus, sebuah bagian kecil dari hippocampus, yang
berfungsi normal. Bagian ini sebelumnya diketahui terkait dengan ingatan episodik, yaitu ingatan
mengenai pengalaman pribadi kita. Ketika menjumpai sebuah situasi, dentate gyrus akan mencatat
tanda-tanda visual, audio, bau, waktu, dan tanda-tanda lainnya dari panca indra untuk dicocokkan
dengan ingatan episodik kita. Jika tidak ada yang cocok, situasi ini akan ‘didaftarkan’ sebagai
pengalaman baru dan dicatat untuk pembandingan di masa depan.

Menurut Tonegawa, tikus normal mempunyai kemampuan yang sama seperti manusia dalam
mencocokkan persamaan dan perbedaan antara beberapa situasi. Namun, seperti yang telah diduga,
tikus-tikus yang dentate gyrus-nya tidak berfungsi normal kemudian mengalami kesulitan dalam
membedakan dua situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini, tambahnya, dapat menjelaskan
mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring bertambahnya usia atau munculnya penyakit-
penyakit degeneratif seperti Alzheimer: kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus akibat
kedua hal tersebut membuat kita sulit menentukan apakah sesuatu ‘baru’ atau ‘lama’.

Menciptakan ‘Deja Vu’ dalam Laboratorium

Salah satu hal yang menyulitkan para peneliti dalam mengungkap misteri deja vu adalah kemunculan
alamiahnya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Seorang peneliti tidak dapat begitu saja
meminta partisipan untuk datang dan ‘menyuruh’ mereka mengalami deja vu dalam kondisi lab yang
steril. Deja vu pada umumnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana tidak mungkin bagi
peneliti untuk terus-menerus menghubungkan partisipan dengan alat pemindai otak yang besar dan
berat. Selain itu, jarangnya deja vu terjadi membuat mengikuti partisipan kemana-mana setiap saat
bukanlah hal yang efisien dan efektif untuk dilakukan. Namun beberapa peneliti telah berhasil
mensimulasikan keadaan yang mirip deja vu.

Seperti yang dilaporkan LiveScience, Kenneth Peller dari Northwestern University menemukan cara
yang sederhana untuk membuat seseorang memiliki ‘ingatan palsu’. Para partisipan diperlihatkan
sebuah gambar, namun mereka diminta untuk membayangkan sebuah gambar yang lain sama sekali
dalam benak mereka. Setelah dilakukan beberapa kali, para partisipan ini kemudian diminta untuk
memilih apakah suatu gambar tertentu benar-benar mereka lihat atau hanya dibayangkan. Ternyata
gambar-gambar yang hanya dibayangkan partisipan seringkali diklaim benar-benar mereka lihat.
Karena itu, deja vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan sebuah peristiwa yang dialami seseorang
serupa atau mirip dengan gambaran yang pernah dibayangkan.

LiveScience juga melaporkan percobaan Akira O’Connor dan Chris Moulin dari University of Leeds
dalam menciptakan sensasi deja vu melalui hipnosis. Para partisipan pertama-tama diminta untuk
mengingat sederetan daftar kata-kata. Kemudian mereka dihipnotis agar mereka ‘melupakan’ kata-
kata tersebut. Ketika para partisipan ini ditunjukkan daftar kata-kata yang sama, setengah dari
mereka melaporkan adanya sensasi yang serupa seperti dejavu, sementara separuhnya lagi sangat
yakin bahwa yang mereka alami adalah benar-benar deja vu. Menurut mereka hal ini terjadi karena
area otak yang terkait dengan familiaritas diganggu kerjanya oleh hipnosis.
10 Fenomena Aneh Dalam Otak

1. Déjà Vu

Déjà Vu adalah perasaan ketika kita yakin pernah mengalami atau menyaksikan suatu
kejadian sebelumnya, kamu merasa peristiwa itu sudah pernah terjadi dan berulang lagi. Hal
ini diikuti dengan perasaan familiar yang kuat, takut dan merasa aneh. Kadang “kejadian
sebelumnya” itu dikaitkan dengan mimpi, tapi kadang juga timbul perasaan yang mantap
kalau kejadian tersebut benar-benar terjadi di masa lalu.

2. Déjà Vécu

Déjà Vécu adalah perasaan yang lebih kuat dari Déjà Vu. kalau Déjà Vu kita merasa sudah
pernah melihat kejadian sebelumnya, tapi dalam Déjà Vécu kita akan mengetahui peristiwa
tersebut jauh lebih detail, seperti mengingat bau dan suara-suara pada kejadian tersebut.

3. Déjà Visité

Déjà Visité adalah perasaan yang tidak biasa dimana kita merasa mengenal suatu tempat
padahal sebelumnya kita tidak pernah mengunjugi tempat tersebut. Kalau Déjà vu
berhubungan dengan peristiwa, sedangkan Déjà Visité berkaitan dengan tempat atau geografi.
Nathaniel Hawthorne dalam bukunya yang berjudul “Our Old Home” bercerita saat dia
mengunjungi reruntuhan sebuah kastil, tiba-tiba merasa kalau dia sudah sangat mengenal
layout dari kastil yang baru pertama kali dia datangi itu. Belakangan dia sadar kalau
bertahun-tahun sebelumnya dia pernah membaca puisi karangan Alexander Pope yang
menggambarkan dengan detail kastil tersebut.

4. Déjà Senti

Déjà Senti adalah fenomena “pernah merasakan” sesuatu. Kejadiannya contohnya seperti ini :
“Kamu merasa pernah mengatakan sesuatu, dipikiran kamu mengatakan, “Oh iya aku ngerti!”
atau “Oh iya aku ingat!” tapi 1 atau 2 menit kemudian kamu akan sadar kalau kamu
sebenarnya tidak pernah mengatakan apa-apa”.

5. Jamais Vu

Jamais Vu (tidak pernah melihat/mengalami) adalah kebalikan dari déjà vu. Jadi kamu tidak
mengenal sebuah situasi padahal kamu yakin sekali kalau sebelumnya kamu pernah ada di
situ. Bingung? Begini gampangnya: kamu mendadak tidak mengenal orang, kata-kata, atau
tempat yang sebelumnya kamu tahu. Pada percobaan yang dilakukan Chris Moulin pada 92
orang yang disuruh menulis kata “pintu” 30 kali dalam waktu 60 detik ternyata 68 orang
mengalami gejala Jamais Vu, yaitu merasa kalau “pintu” itu bahkan bukan merupakan sebuah
kata. Ya Jamais Vu didiagnosis karena “kelelahan otak”.

6. Presque Vu

Presque Vu adalah perasaan yang kuat kalau kamu akan mengalami epiphany. Epiphany
sangat jarang terjadi. Presque Vu artinya “hampir melihat” dan sensasinya bisa sangat
membingungkan dan aneh.
7. L’esprit de l’Escalier

L’esprit de l’Escalier adalah saat kita merasa bisa melakukan sesuatu yang lebih baik pada
sebuah situasi setelah peristiwa itu terjadi. Contohnya begini: Kamu seorang pemain sepak
bola, saat tendangan penalti kamu menendang bola ke samping kiri dan ternyata berhasil
diblok kiper. Tiba-tiba pikiran kamu mengatakan, “Ahh, aku sebenernya tadi sudah yakin
kalau nendang ke kanan pasti gol!” Jadi L’esprit de l’Escalier adalah rasa penyesalan tidak
melakukan tindakan yang berlawanan dari suatu peristiwa sebelumnya.

8. Capgras Delusion

Capgras Delusion adalah fenomena dimana kita merasa yakin kalau keluarga atau teman
dekat kita sebenernya adalah orang lain yang wujudnya sama persis. Seperti cerita-cerita di
film Alien dimana tubuh manusia diambil alih oleh makhluk luar angkasa agar bisa hidup
berdampingan dengan manusia biasa. Khayalan ini biasa terjadi pada penderita schizophrenia
atau kelainan mental lain.

9. Fregoli Delusion

Fregoli Delusion adalah fenomena otak yang sangat jarang terjadi. Orang yang mengalami
Fregoli Delusion sangat percaya kalau beberapa orang yang dia kenal sebenarnya adalah satu
orang yang melakukan berbagai penyamaran. Fregoli berasal dari nama aktor Italia
“Leopoldo Fregoli” yang bisa melakukan merubah penampilan dengan cepat dalam
pertunjukannya.

10. Prosopagnosia

Prosopagnosia adalah fenomena dimana seseorang kehilangan kemampuan untuk mengenal


wajah orang atau benda lain yang seharusnya mereka kenal. Orang yang mengalami ini
biasanya menggunakan indera lain untuk mengingat orang tersebut, seperti bau parfum, gaya
bicara atau cara berjalan orang itu. Contoh yang paling terkenal dari kasus ini dipublikasikan
oleh Michael Nyman dalam bukunya yang

berjudul “The man who mistook his wife for a hat”.


Fenomena Deja Vu yang misterius
Pernahkan anda mengunjungi sebuah rumah untuk pertama kalinya dan tiba-tiba anda merasa
familiar dengan rumah tersebut ? Atau pernahkah anda berada dalam suatu peristiwa ketika
tiba-tiba anda merasa bahwa anda sudah mengalaminya walaupun anda tidak dapat mengingat
kapan terjadinya ? itulah deja vu, salah satu fenomena misterius dalam kehidupan manusia.

"Om, saya merasakan bahwa saya pernah melakukan hal yang sama, gerakan yang sama dan
lain- lain"

Suatu hari, kalimat di atas masuk ke kotak komentar di blog ini. Walaupun kalimat itu terdengar
menakutkan dan misterius, tapi untuk kasus ini sepertinya saya punya jawabannya. Inilah yang
disebut deja vu.

Banyak dari kita yang sudah pernah mendengar kata ini, tapi mungkin hanya sedikit yang
mengetahui artinya.

Definisi Deja Vu
Deja vu berasal dari kata Perancis yang berarti "telah melihat". Kata ini mempunyai beberapa
turunan dan variasi seperti deja vecu (telah mengalami), deja senti (telah memikirkan) dan deja
visite (telah mengunjungi). Nama Deja Vu ini pertama kali digunakan oleh seorang ilmuwan
Perancis bernama Emile Boirac yang mempelajari fenomena ini tahun pada 1876.

Selain deja vu, ada lagi kata Perancis yang merupakan lawan dari deja vu, yaitu Jamais Vu, yang
artinya "tidak pernah melihat". Fenomena ini muncul ketika seseorang untuk sementara waktu
tidak dapat mengingat atau mengenali peristiwa atau orang yang sudah pernah dikenal sebelumnya.
Saya rasa sebagian dari kalian juga sering mengalaminya.

Sebelum kita melihat mengenai deja vu, pertama, kita perlu mengetahui apa yang disebut dengan
"Recognition Memory", atau memori pengenal.

Recognition Memory
Recognition Memory adalah sebuah jenis memori yang menyebabkan kita menyadari bahwa apa
yang kita alami sekarang sebenarnya sudah pernah kita alami sebelumnya.

Otak kita berfluktuasi antara dua jenis Recognition Memory, yaitu Recollection dan Familiarity.
Kita menyebut sebuah ingatan sebagai Recollection (pengumpulan kembali) jika kita bisa
menyebutkan dengan tepat seketika itu juga kapan situasi yang kita alami pernah muncul
sebelumnya. Contoh, jika kita bertemu dengan seseorang di toko, maka dengan segera kita
menyadari bahwa kita sudah pernah melihatnya sebelumnya di bus.

Sedangkan ingatan yang disebut Familiarity muncul ketika kita tidak bisa menyebut dengan pasti
kapan kita melihat pria tersebut. Deja Vu adalah contoh Familiarity.

Selama terjadi Deja Vu, kita mengenali situasi yang sedang kita hadapi, namun kita tidak tahu
dimana dan kapan kita pernah menghadapinya sebelumnya.

Percaya atau tidak, 60 sampai 70 persen manusia di bumi ini paling tidak pernah mengalami deja vu
minimal sekali, apakah itu berupa pandangan, suara, rasa atau bau. Jadi, jika anda sering
mengalami deja vu, jelas anda tidak sendirian di dunia ini.

Teori-Teori Deja Vu
Walaupun Emile Boirac sudah meneliti fenomena ini sejak tahun 1876, namun ia tidak pernah
secara tuntas menyelesaikan penelitiannya. Karena itu, banyak peneliti telah mencoba untuk
memahami fenomena ini sehingga akhirnya kita mendapatkan Paling tidak 40 teori yang berbeda
mengenai deja vu, mulai dari peristiwa paranormal hingga gangguan syaraf.

Pada tulisan ini, tidak mungkin saya membahas 40 teori tersebut satu persatu. Jadi saya akan
memilih beberapa teori yang saya anggap perlu diketahui. Pertama, saya akan mulai dari teori
psikolog legendaris, Sigmund Freud. Tapi sebelum itu, saya ingin menunjukkan kepada kalian
sebuah gambar yang sangat terkenal. Ini dia :

Foto di atas adalah foto ilustrasi "Puncak gunung es" yang terkenal. Para ahli "otak" sering
menggunakan ilustrasi di atas untuk menunjukkan seperti apa pikiran kita yang sebenarnya.
Permukaan air adalah batas kesadaran kita. Pikiran Sadar kita adalah bongkahan yang muncul di
atas permukaan laut. Sedangkan pikiran bawah sadar adalah bongkahan raksasa yang ada di
dalam laut.

Menurut mereka, sesungguhnya sebagian besar informasi yang kita terima tersimpan di pikiran
bawah sadar kita dan belum muncul ke permukaan. Hanya sebagian kecil dari informasi yang kita
terima benar-benar kita ingat atau sadari. Prinsip ini adalah kunci penting untuk memahami Deja
Vu.

Gangguan akses memori


Sigmund Freud yang sering dijuluki sebagai bapak psikoanalisa pernah meneliti mengenai fenomena
ini dan ia percaya bahwa seseorang akan mengalami Deja Vu ketika ia secara spontan teringat
dengan sebuah ingatan bawah sadar. Karena ingatan itu berada pada area bawah sadar, isi ingatan
tersebut tidak muncul karena dihalangi oleh pikiran sadar, namun perasaan familiar tersebut bocor
keluar.

Teori Freud ini terbukti menjadi landasan bagi teori-teori yang muncul berikutnya.

Namun sebelum saya membahas teori-teori yang lain, saya ingin mengajak kalian untuk
mengenal satu kata ini terlebih dahulu, yaitu "Subliminal". Subliminal berasal dari kata latin, yaitu
"sub" dan "Limin atau Limen". "Sub" berarti bawah, sedangkan "Limin" berarti ambang batas. Dalam
artian psikologi, subliminal berarti beroperasi dibawah sadar.

Lagi-lagi berhubungan dengan bawah sadar. Maksud saya memperkenalkan kata ini adalah untuk
memahami teori di bawah ini.

Perhatian yang terpecah - teori ponsel


Seorang peneliti bernama Dr. Alan Brown pernah mengadakan eksperimen yang diharapkan bisa
menciptakan ulang proses deja vu. Dalam percobaannya, ia dan rekannya Elizabeth Marsh
memberikan sugesti subliminal kepada subjek penelitiannya.

Mereka menunjukkan sekumpulan foto yang menunjukkan lokasi-lokasi yang berbeda kepada
sekelompok pelajar dengan maksud bertanya kepada mereka mana yang dianggap paling familiar
bagi mereka. Dalam percobaan ini, semua pelajar yang diuji belum pernah mengunjungi lokasi-
lokasi yang ada di foto tersebut.

Namun sebelum mereka menunjukkan foto-foto itu, terlebih dahulu mereka menayangkan
sebagian foto itu di layar dengan kecepatan subliminal sekitar 10 sampai 20 milidetik.
Kecepatan itu cukup bagi otak manusia untuk menyimpan informasi itu di bawah sadar, namun
tidak cukup bagi para pelajar itu untuk menyadari dan menaruh perhatian padanya.

Dalam percobaan ini terbukti bahwa lokasi-lokasi pada foto-foto yang sudah ditayangkan dengan
kecepatan subliminal dianggap paling familiar bagi para pelajar itu.

Eksperimen serupa pernah diadakan oleh Larry Jacobi dan Kevin Whitehouse dari Washington
University. Bedanya, mereka menggunakan sekumpulan kata-kata, bukan foto. Namun hasil yang
didapat sama dengan eksperimen Dr. Alan Brown.

Berdasarkan pada hasil eksperimennya, Dr. Alan Brown kemudian mengajukan sebuah teori yang
disebut sebagai teori ponsel (atau perhatian yang terpecah).

Teori ini mengatakan bahwa ketika perhatian kita terpecah, maka, secara subliminal, otak kita
akan menyimpan informasi mengenai kondisi di sekeliling kita namun tidak benar-benar
menyadarinya. Ketika perhatian kita mulai fokus kembali, maka segala informasi mengenai
sekeliling kita yang tersimpan secara subliminal akan "terpanggil" keluar sehingga kita merasa
lebih familiar. Ini sama seperti bongkahan es di bawah permukaan air yang naik ke atas
permukaan.

Contoh, jika kita memasuki sebuah rumah sambil ngobrol dengan orang lain, maka perhatian kita
tidak akan terpaku kepada kondisi rumah itu, namun otak kita telah menyimpan informasi itu
secara subliminal di bawah sadar. Ketika kita selesai ngobrol, pikiran kita mulai fokus dan informasi
yang tersimpan di bawah sadar mulai muncul. Seketika itu juga kita mulai merasa familiar dengan
rumah itu.

Jadi, berdasarkan teori ini, deja vu tidak berhubungan dengan kejadian di masa lalu yang telah
berlangsung lama.

Memori dari sumber lain


Ada lagi teori yang lain. Teori ini percaya bahwa otak kita menyimpan banyak memori yang datang
dari berbagai aspek kehidupan kita, seperti film yang kita tonton, gambar ataupun buku yang kita
baca. Informasi-informasi ini kita simpan tanpa kita sadari. Sejalan dengan lewatnya waktu, maka
ketika kita mengalami peristiwa yang mirip dengan informasi yang pernah kita simpan, maka
memori yang tersimpan di bawah sadar kita akan bangkit kembali.

Contoh, sewaktu kecil, mungkin kita pernah menonton sebuah film yang memiliki adegan di sebuah
tugu atau monumen. Ketika dewasa, kita mengunjungi tugu ini dan tiba-tiba kita merasa familiar
walaupun kita tidak ingat dengan film tersebut.

Teori ini mirip dengan teori ponsel, tapi teori ini setuju bahwa deja vu berhubungan dengan
kejadian yang telah berlangsung lama di masa lampau.

Teori Pemrosesan Ganda (visi yang tertunda)


Dalam banyak hal, teori-teori mengenai penyebab Deja Vu tidak berbeda jauh dari yang diajukan
oleh Sigmund Freud. Namun seorang peneliti bernama Robert Efron berusaha melihat lebih jauh
kedalam mekanisme otak, bukan sekedar pikiran sadar atau tidak sadar. Walaupun sangat teknikal,
teori yang diajukannya dianggap sebagai salah satu teori Deja Vu terbaik yang pernah ada.

Teori Efron ini berhubungan dengan bagaimana cara otak kita menyimpan memori jangka panjang
dan jangka pendek. Ia menguji teori ini pada tahun 1963 di rumah sakit Veteran Boston.
Menurutnya, respon syaraf yang terlambat dapat menyebabkan deja vu. Hal ini disebabkan
karena Informasi yang masuk ke pusat pemrosesan di otak melewati lebih dari satu jalur.

Efron menemukan bahwa Lobus Temporal dari otak bagian kiri bertanggung jawab untuk mensortir
informasi yang masuk. ia juga menemukan bahwa Lobus Temporal ini menerima informasi yang
masuk dua kali dengan sedikit delay antara dua transmisi tersebut.

Informasi yang masuk pertama kali langsung menuju Lobus Temporal, sedangkan yang kedua kali
mengambil jalan berputar melewati otak sebelah kanan terlebih dahulu.

Jika delay yang terjadi sedikit lebih lama dari biasanya, maka otak akan memberikan catatan waktu
yang salah atas informasi tersebut dengan menganggap informasi tersebut sebagai memori masa
lalu.

Deja Vu - Sepertinya saya pernah menulis ini.


Tidak, saya cuma bercanda. Ini pertama kalinya saya menulis mengenai Deja Vu. Walaupun tidak
menakutkan seperti fenomena Doppelganger yang juga sering dihubungkan dengan aktifitas otak,
Deja Vu tetap dianggap sebagai fenomena yang luar biasa misteriusnya.

Tapi jika kalian bertanya mengenai pendapat saya, maka saya rasa Sigmund Freud telah
memecahkan misterinya.

(wikipedia, howstuffsworks.com, news.softpedia.com, scientificamerican.com)


Komentar Pilihan
Anonymous said...

Ini teory saya asli mas enigma (saya di merebot@gmail.com) cuma belum di coba pembuktiannya
secara klinis... coba cek sama yang bermata sebelah (maaf picak) apakah bisa mengalami de javu,
hipotesa saya selama ini adalah, mereka pasti belum merasakan de javu..

Karena de javu terjadi (mirip teori efron yang saya baru tahu detik ini di blog ini) adalah
lambatnya reaksi otak menerima informasi sebelah mata dari mata lainnya ke otak... info mata
yang lambat dianggap kejadian sebenarnya, info mata yang cepat dianggap kejadian masa lalu
yang entah kapan,... de javu tak akan sanggup memprediksi kejadian kedepan karena memang
belum masuk informasi ke depan oleh matanya. Dia hanya akan merasa, "ih kayanya pernah,... "
saya penikmat de javu. Tak pernah takut mengalaminya, bahkan enjoy

You might also like