You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

NAUFAL AFADA
I4B017051

STASE
KEPERAWATAN JIWA

EMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PENDIDIKAN PROFESI NERS
PURWOKERTO
2018
A. Definisi
Waham merupakan suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat
dan terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Budi Anna Keliat,
2006). Definisi lain terkait waham yaitu keyakinan seseorang yang
berdasarkan penilaian realitas yang salah atau suatu keyakinan tentang isi
pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan
intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, dan keyakinan tersebut
dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah. (Aziz R, 2003).
B. Proses Terjadinya Waham
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi
pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.
Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat
tinggi. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia
eksis di lingkunanya. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya
penghargaan saat tumbuh kembang ( life span history ).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara
self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah
melampaui kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak
yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self
reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi,
pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak
benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya
toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi
pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran
karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya
kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham
yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial (Yosep, 2009).

C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang
berakir dengan gangguan presepsi, klien menekankan perasaan nya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbul nya waham
c. Faktor psikologi
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan
d. Faktor biologis
Waham di yakini terjadi karena ada nya atrofi otak, pembesaran
ventrikel di otak atau perubahan pada sel kortikal dan lindik
e. Faktor genetik
Adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon biologis yang maladaptif (Keliat, 2006)
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan dengan orang yang
berarti atau di asingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di duga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasan nya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenagkan (Keliat, 2006)

D. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal
yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan
asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang
kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan.

Rentang respon neurobiologi (Keliat, 2009)

E. Manifestasi Klinis Waham


1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
2. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
3. Fungsi emosi
Afek tumpul, kurang respon emosional, afek datar, afek tidak sesuai,
reaksi berlebihan, ambivalen
4. Fungsi motorik
Imfulsif, gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik gerakan
yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang
jelas, katatonia.
5. Fungsi sosial (kesepian)
Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.
6. Dalam tatanan keperawatan jiwa respon neurobiologis yang sering
muncul adalah gangguan isi pikir, waham dan gangguan persepsi sensori,
halusinasi (Kusumawati, 2010)
Sedangkan tanda dan gejala Menurut Direja, (2011) yaitu, terbiasa
menolak makan, tidak ada perhatian pada perawatan diri, Ekspresi wajah
sedih dan ketakutan, gerakan tidak terkontrol, mudah tersinggung, isi
pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan, menghindar dari orang lain,
mendominasi pembicaraan, berbicara kasar, menjalankan kegiatan
keagamaan secara berlebihan.
F. Klasifikasi Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
1. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!”
atau, “Saya punya tambang emas.”
2. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh
saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan
kesuksesan saya.”
3. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu
agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari.”
4. Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.”
(Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-
tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
5. Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini
adalah roh-roh”.
6. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
7. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa
yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya
kepada orang tersebut
8. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya (Direja, 2011)

Kategori Waham :
1. Waham sistematis: konsisten, berdasarkan pemikiran mungkin terjadi
walaupun hanya secara teoritis.
2. Waham nonsistematis: tidak konsisten, yang secara logis dan teoritis
tidak mungkin
G. Penatalaksanaan Waham
1. Psikofarmalogi
a. Litium Karbonat
Litium Karbonat adalah jenis litium yang paling sering digunakan
untuk mengatasi gangguan bipolar, efek yang ditimbulkan hampir
serupa dengan efek mengkonsumsi banyak garam, yakni tekanan
darah tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena itu, selama
penggunaan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur untuk
menentukan kadar litium.
b. Haloperidol
Haloperidol merupakan obat antipsikotik (mayor tranquiliner)
pertama dari turunan butirofenon. Haloperidol efektif untuk
pengobatan kelainan tingkah laku berat pada anak-anak yang sering
membangkang an eksplosif. Haloperidol juga efektif untuk
pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan
aktivitas motorik berlebih disertai kelainan tingkah laku seperti :
impulsive, sulit memusatkan perhatian, agresif, suasana hati yang labil
dan tidak tahan frustasi.
c. Karbamazepin
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor,
serta neuralgia trigeminal.
2. Pasien Hiperaktif atau Agitasi Anti Psikotik Low Potensial
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk
pengamanan pasien. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat anti
psikotik untuk pasien waham. Dimana pedoman penggunaan antipsikotik
adalah:
a. Tentukan target symptom
b. Antipsikosis yang telah berhasil masa lalu sebaiknya tetap digunakan
c. Penggantian antipsikosis baru dilakukan setelah penggunaan
antipsikosis yang lama 4-6 minggu
d. Hindari polifarmasi
e. Dosis maintenans adalah dosis efektif terendah.
Contoh obat antipsikotik adalah, Antipsikosis atipikal (olanzapin,
risperidone) dan Tipikal (chlorpromazine, haloperidol),
chlorpromazine 25-100mg
3. Penarikan Diri High Potensial
Selama seseorang mengalami waham. Dia cenderung menarik diri dari
pergaulan dengan orang lain dan cenderung asyik dengan dunianya
sendiri (khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah satu
penatalaksanaan pasien waham adalah penarikan diri high potensial. Hal
ini berarti penatalaksanaannya ditekankan pada gejala dari waham itu
sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan kecanduan
morfin biasanya dialami sesaat sebelum waktu yang dijadwalkan
berikutnya, penarikan diri dari lingkungan sosial.

4. ECT Tipe Katatonik


Electro Convulsive Terapi (ECT) adalah sebuah prosedur dimana arus
listrik melewati otak untuk memicu kejang singkat. Hal ini tampaknya
menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang dapat mengurangi
gejala penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia katatonik. ECT bisa
menjadi pilihan jika gejala yang parah atau jika obat-obatan tidak
membantu meredakan katatonik episode.

5. Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham,
namun psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai
untuk semua orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat
dalam proses terapi yang memerlukan komunikasi dua arah. Yang
termasuk dalam psikoterapi adalah terapi perilaku, terapi kelompok,
terapi keluarga, terapi supportif .
H. Pohon Masalah Waham

Sumber: (Fitria, 2009, dikutip Direja, 2011)


I. Asuhan Keperawatan Waham
1. Data yang Perlu Dikaji
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada
seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak
barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri.
2). Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar
barang-barang.
b. Kerusakan komunikasi : verbal
1). Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
2). Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata kurang
c. Perubahan isi pikir : waham (..)
1). Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengkaji waham :
a) Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang
diungkapkan dan menetap?
b) Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau
apakah pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau
kesehatannya?
c) Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya
aneh dan tidak nyata?
d) Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar
tubuhnya?
e) Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang
lain?
f) Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol
oleh orang lain atau kekuatan dari luar?
g) Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca
pikirannya?
2). Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung
d. Gangguan harga diri rendah
1) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
2) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

J. Masalah Keperawatan Waham yang Mungkin Muncul


1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Kerusakan komunikasi : verbal
3. Perubahan isi pikir : waham

K. Rencana Keperawatan Waham


Diagnosa Keperawatan 1: kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
2. Tujuan khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
 Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
 Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi
ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
 Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
 Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.
b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
 Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu
dan saat ini yang realistis.
 Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.
c) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
 Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
d) Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu).
 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
 Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
e) Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
 Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat
 Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
 Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
 Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
f) Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
 Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up
obat.
 Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.

Diagnosa Keperawatan 2: Resiko mencederai diri, orang lain dan


lingkungan berhubungan dengan waham
1. Tujuan Umum:
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2. Tujuan Khusus:
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
 Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak menjawab.
b) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
 Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
 Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
 Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
c) Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
 Observasi tanda perilaku kekerasan.
 Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
d) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
 Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
 Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
 ·Tanyakan “apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?”
e) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
 Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
f) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
 Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
 Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
 Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
 Secara spiritual : berdo’a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
g) Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
 Bantu memilih cara yang paling tepat.
 Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
 Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
 Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
 Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
h) Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
i) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
 Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping)
 Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
 Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

Diagnosa Keperawatan 3: Perubahan isi pikir : waham ( …….. )


berhubungan dengan harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan
meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan :
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
 Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
d) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
 ·Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

e) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
 Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
 Beri pujian atas keberhasilan klien
 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. (2006). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa.


Jakarta : FIK, Universitas Indonesia
Aziz R, dkk. (2003). Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.
Tim Direktorat Keswa. (2000). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi 1.
Bandung: RSJP Bandung.
Kusumawati dan Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . (2005). Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Jakarta: Refika Aditama

You might also like