Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kulit sebagai bagian paling luar dari tubuh, mempunyai posisi yang strategis,
kehidupan di dalam tubuh. Kulit mempunyai fungsi utama sebagai pelindung dan
pertahanan, tidak saja yang bersifat fisik mekanis, juga biologis karena komponen
sel di dalam kulit dapat mensintesis berbagai struktur biologi seperti sitokin,
(Kariosentono 2015).
Fungsi proteksi kulit salah satunya adalah pertahanan terhadap bahaya sinar
matahari. Rangsangan sinar matahari ini dapat diatasi dengan fungsi barrier kulit.
Proteksi terhadap sinar matahari selain oleh epidermis, dapat disebabkan pula oleh
kecantikan kulit. Kulit yang dirawat secara teratur akan selalu tampak lebih cerah,
lebih sehat, dan akan terhindar dari keluhan-keluhan yang biasa dihadapi pada
kulit. Salah satu keluhan tersebut adalah hiperpigmentasi atau flek-flek hitam pada
matahari yang berlebih dan kerusakan kulit yang disebabkannya. Paparan sinar
matahari yang berlebihan akan meningkatkan jumlah melanin di kulit. Hal ini pada
akhirnya dapat mengakibatkan bintik-bintik gelap pada bagian kulit yang sering
khasiat sebagai obat. Akhir-akhir ini penggunaan tanaman sebagai obat semakin
alami sehingga efek sampingnya dapat ditekan seminimal mungkin. Salah satu
tanaman yang dapat berkhasiat sebagai obat adalah duku (Lansium domesticum
Malaysia, Thailand dan Indonesia. Pada saat musim berbuah, kulit buah duku
bahwa selain buahnya yang dapat dimakan dan bergizi, duku dapat bermanfaat
dalam banyak hal di bidang kesehatan baik sebagai bahan obat maupun pestisida
pestisida dapat dipengaruhi oleh perbedaan asal tanaman, bagian tubuh tanaman
yang diuji, kondisi daerah tanam dan jenis pelarut yang digunakan. Untuk
menjamin bahwa kualitas herbal sama pada setiap produksinya dan memenuhi
standar minimal maka harus ada penetapan standar. Produk herbal akan terjamin
mutu ekstraknya melalui mutu kadar senyawa identitas dan kadar senyawa yang
Salim, et al., (2016) membuktikan bahwa limbah dari kulit duku (Lansium
yang dilakukan oleh Redha, (2010) membuktikan bahwa flavonoid sebagai salah
satu kelompok senyawa fenolik yang banyak terdapat pada jaringan tanaman
dapat berperan sebagai antioksidan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wibowo,
fluosinolon asetonid 0,01%) pada proses anti aging kulit dengan konsetrasi asam
yang merupakan active site enzim tirosinase akibat adanya gugus hidroksil pada
cincin A dan B pada flavonoid (gugus OH pada C6 – C8 dan C4) (Chang 2009).
Posisi gugus hidroksil dan jumlah gugus OH pada cincin benzena, maka semakin
kuat dalam menghambat aktivitas enzim tirosinase, sedangkan adanya gugus
namun dari studi in-vitro diketahui plasminogen banyak terdapat di bagian basal
migrasi dan juga tentunya untuk pigementasi keratinosit, dan blokade dari efek ini
kulit bauh duku (Lansium domesticum Corr), namun kombinasinya dengan asam
traneksamat belum pernah dilakukan dalam sediaan krim sebagai pencerah kulit.
Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan formulasi sediaan krim
pencerah kulit dengan kombinasi ekstrak limbah kulit duku (Lansium domesticum
Corr) dengan variasi konsentrasi asam traneksamat yang akan diujikan secara in
yang dihasilkan memiliki nilai perlindungan sebagai pencerah kulit yang lebih
baik.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Kulit merupakan bagian tubuh paling luar dan paling banyak terpapar oleh
sebagai antioksidan.
asam traneksamat.
pencerah kulit, maka pada pembahasan kali ini akan dibatasi untuk lebih
yakni dengan melakukan skrining fitokimia ekstrak limbah kulit duku (Lansium
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kombinasi ekstrak limbah kulit duku
Dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
dengan variasi konsentrasi asam traneksamat terhadap hasil evaluasi sediaan krim
tirosinase.
kulit yang berasal dari bahan alam yaitu limbah kulit duku (Lansium
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sampai bulan juni 2018
TINJAUAN PUSTAKA
Pohon duku merupakan tumbuhan khas wilayah tropis. Duku juga dikenal
langseh, langsep, lansa (Malaysa); duku, longkong, langsa (Thailand); dan bтn-bon
(Vietnam). Tumbuhan ini memiliki penyebaran yang cukup luas di wilayah Asia
(Lim, 2012). Adanya variasi pada morfologi dari pohon, daun dan buah duku ini
beberapa ahli juga menempatkan status taksonomi tumbuhan ini ke dalam jenis yang
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Mangnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Lansium
Spesies : Lansium domesticum Corr (BPOM 2008).
2.2 Ekstraksi
2.2.1 Pengetian Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hamper semua pelarut diuapkan dan massa atau sebuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (FI ed.
IV, 1995). Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campuranya dengan
menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara
ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium
sesudah pemisahan cairan dari residu tanaman obat dinamakan “micella”. Micella ini
dapat diubah menjadi bentuk obat siap pakai, seperti ekstrak cair dan tinktura atau
sebagai produk atau bahan antara yang selanjutnya dapat diperoses menjadi ekstrak
suatu/sejumlah bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan, yaitu tanaman obat.
tanaman. Perlakuan ini umumnya dikatakan sebagai ekstraksi padat – cair, yang
diekstraksi melalui proses dari sel (tanaman) yang telah dirusak, dan pelepasan bahan
Bermacam pelarut dapat digunakan, akan tetapi pelarut toksik harus dihindari.
Pelarut yang akan digunakan dapat dilihat pada farmakope. Pelarut yang terdapat di
Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut
dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Prinsip maserasi adalah
pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like
dissolved like),penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar,
terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel.
Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan
diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa
tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel
dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian
cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya
2.3 Kulit
2.3.1 Deskripsi Kulit
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling utama yang perlu diperhatikan
dalam tata kecantikan kulit. Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit akan
segar, lembab, halus, lentur dan bersih. Kulit merupakan organ tubuh paling besar
yang melapisi seluruh bagian tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada
di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata + 2 meter persegi dengan berat 10 kg
jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16
% dari berat badan seseorang. Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari
berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi
terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi
dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen
melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari (Kalangi,
2010).
Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis berupa
jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat
selapis jaringan ikat longgar yaitu hipo-dermis, yang pada beberapa tempat terutama
2.3.3 Melanosit
Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan cabang
dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum basal dan spinosum.
Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel rambut dan sedikit dalam dermis.
Dengan pewarnaan rutin sulit dikenali. Dengan reagen DOPA (3,4-dihidroksi-
melanosom, salah satu organel sel melanosit yang mengandung asam amino (Kalangi,
2010).
Sistem pigmentasi manusia terdiri dari 2 (dua) tipe sel, yaitu melanosit dan
keratinosit beserta komponen selular yang berinteraksi membentuk hasil akhir yaitu
pigmen melanin. Melanosit yaitu suatu sel eksokrin, yang berada di lapisan basal
epidermis dan matriks bulbus rambut. Setiap melanosit lapisan basal dihubungkan
malphigi epidermis, ini yang disebut dengan unit melanin lapisan epidermal.
Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai faktor, yang terpenting adalah
jumlah pigmen melanin kulit, peredaran darah, tebal tipisnya lapisan tanduk dan
adanya zat-zat warna lain yang bukan melanin yaitu darah dan kalogen. Dalam
keadaan normal, melanin dihasilkan secara teratur oleh sel melanosit. Melanin, selain
memberi warna pada kulit, juga berfungsi melindungi kulit dari terpaan sinar
matahari yang dapat merusak struktur kulit, dan kulit menjadi gelap. Melanin sangat
2.4 Antioksidan
2.4.1 Pengertian Antioksidan
Senyawa fitokimia merupakan zat alami yang terdapat dalam tanaman yang
memberikan cita rasa, aroma dan warna yang khas pada tanaman tersebut. Beberapa
menangkal atau meredam dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara
aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat di hambat (Winarti, 2010; Sayuti, 2015).
Antioksidan dibutuhkan tubuh untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas.
Antioksidan adalah suatu senyawa atau komponen kimia yang dalam kadar atau
menghambat aktivitas enzim tirosinase dengan mengkhelat logam tembaga (Cu) yang
merupakan active site enzim tirosinase akibat adanya gugus hidroksil pada cincin A
dan B pada flavonoid (gugus OH pada C6 – C8 dan C4) (Chang 2009). Posisi gugus
hidroksil dan jumlah gugus OH pada cincin benzena, menyebabkan semakin kuatnya
konjugat pada cincin benzen dapat menurunkan aktivitas penghambatan (Kim et al.
2006).
analoglisin yang telah terbukti untuk mencegah hiperpigmentasi akibat UV. Asam
(Wibowo, 2014).
2.5.2 Kegunaan Asam Traneksamat
ataupun menghentikan pendarahan masif. Biasanya zat ini diberikan pada prosedur
pigementasi dari melasma, namun dari studi in-vitro diketahui plasminogen banyak
pertumbuhan, migrasi dan juga tentunya untuk pigementasi keratinosit, dan blokade
dari efek ini mungkin merupakan mekanisme kerja tranexamic acid dalam
2.6 Krim
2.6.1 Pengertian Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara
dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri
dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau
alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan
untuk pengguaan kosmetika dan esetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat
Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan
suhu dan komposisi, misalnya adanya penambahan salah satu fase secara berlebihan.
Pengenceran yang cocok adalah dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan
Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi krim, dapat digunakan emulgid, lemak bulu
dan sabun (Syamsuni 2004). Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya
adalah metilparaben (nipagin) 0,12 – 0,18% dan propilparaben (nipasol) 0,02 – 0,05%
(Syamsuni 2004).
2.7 Monografi Bahan
1. Asam Traneksamat
Asam traneksamat memiliki serbuk kristal berwarna putih. Larut baik dalam
air dan dalam asam asetat glasial, disimpan ditempat yang sejuk. Digunakan sebagai
2.Tokoferol Asetat
Tokoferol asetat praktis tidak berbau dan tidak berasa. Tidak larut dalam air;
sukar larut dalam larutan alkali; larut dalam etanol; dalam eter dalam aseton dan
dalam minyak nabati, sangat mudah larut dalam kloroform, simpan dalam wadah
3. Poligliseril-3-Metilglukosa distearat
dari lemak dan minyak yang dapat diubah (cair maupun padat) tergantung suhu yang
digunakan. Ester ini merupakan kombinasi asam stearat (potential irritant) dengan
perlawanan ketika ada air dan bertindak sebagai surfaktan berbasis lipid (Bowmann et
al., 2005).
4. Setil Alkohol
Setil alkohol bebas larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan meningkat
dengan meningkatnya suhu; praktis tidak larut dalam air. Setil alkohol stabil dengan
adanya asam, alkali, cahaya, dan udara, inkompatibilitas dengan oksidator kuat. Dan
disimpan pada tempat yang sejuk dan tertutup rapat (Rowe, Sheskey, and Quinn
2009).
Neopetil glikol diheptanoat merupakan ester yang ringan dan kering yang
biasanya digunakan untuk sediaan pencerah kulit, pelembab, losio wajah, foundation
bagi senyawa organic peredam UV memiliki pemerian berupa larutan yang tidak
berminyak, cepat menyebar dan tidak memiliki bau atau warna (Material Safety Data
6 .Capric Trigliserida
berminyak yang praktis tidak berbau dan tidak berasa. Mengeras pada 00C. Memiliki
keunggulan daripada trigliserida rantai panjang, yaitu memiliki daya sebar, daya
penetrasi, emolien, dan kompatibilitas yang baik serta stabilitas yang baik terhadap
oksidasi. Kelarutan pada 200C larut dalam aseton, benzen, karbon tetraklorida,
kloroform, diklorometan, etanol (95%), eter, etil asetat, petroleum eter, toluene dan
7 .Fenoksietanol
Fenoksietanol memiliki cairan agak kental yang tidak berwarna, bau yang
lemah, dan rasa terbakar (Rowe et al. 2009). Kelarutan Agak sukar larut dalam air,
larut dalam aseton, alkohol, dan gliserol; agak sukar larut dalam minyak zaitun dan
minyak kacang tanah (Martindale 36th, 2009) Dalam bahan bakunya stabil dan harus
disimpan dalam wadah tertutup baik dalam tempat sejuk serta kering (Rowe et al.
2009).
8 .Gliserin
higroskopik; serta memiliki rasa manis, kira-kira 0,6 kali lebih manis seperti sukrosa.
Gliserin dapat juga bercampur dengan air, etanol 95% P, tidak larut dalam kloroform
9 .Propilenglikol
Sifat fisik propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak
berbau dan memiliki rasa manis. Propilen glikol bersifat higroskopis sehingga harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat dingin dan kering serta terlindung dari
kalium permanganat. Sifat fisik propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna,
kental, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Propilen glikol bersifat higroskopis
sehingga harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat dingin dan kering
10. Tween 80
aroma yang khas, dan berasa pahit dan memiliki pH 6 - 8. Larut dalam air dan etanol,
tidak larut dalam minyak mineral. Kegunaan Tween 80 sebagai zat pembasah,
11 .Akrilat
Akrilat digunakan untuk formulasi sediaan emulsi skin care yang memiliki Ph
penstabil emulsi. Akrilat menunjukan kelembaban kulit yang khas, mudah digunakan
Dinatrium EDTA merupakan Serbuk hablur putih, hampir tidak larut dalam
kloroform dan eter; sedikit larut dalam etanol (95 %); larut (1:11) dengan air, yang
memiliki: pH = 4.3 – 4.7 untuk 1 % b/v larutan dalam air bebas karbon dioksida.
bahan pengkelat terutama pada konsentrasi antara 0,005 – 0,1 % b/v (Departemen
Kesehatan 1995).
13. Aqua DM
Aqua DM adalah air suling memiliki cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, tidak mempunyai rasa, disimpan dalam wadah tertutup baik. Digunakan
METOFELOGI PENELITIAN
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat blender, maserator,
3.1.2 Bahan
FeCl3, Serbuk Mg, amil alkohol, asam asetat, NaOH 2N, dan larutan Sodium
bertujuan untuk membuktikan buah Duku yang diperoleh benar-benar tumbuhan yang
akan digunakan. Buah Duku diperoleh dari pasar Singaparna, daerah Tasikmalaya.
Buah Duku yang diambil dan disortasi adalah kulitnya, berwarna kuning segar.
Kemudian kulit buah Duku di cuci bersih dan dikeringkan dibawah sinar matahari
tak langsung. Lalu kulit buah Duku dilakukan penggilingan dengan blender hingga
menjadi serbuk dan diayak dengan pengayak ukuran 60 mesh. Serbuk kulit buah
jam. Hasil maserasi disaring, pelarut diuapkan dengan rotary evaporator, kemudian
telah aktif, kemudian di tunggu hingga hasil persen kadar air tertera pada layar
alat. Pengujian dilakukan duplo (Herdiana, 2016). Kadar air simplisia yang
yaitu dengan cara timbang 2-3 gram serbuk simplisia dan gerus lalu masukan
kedalam krus yang sebelumnya sudah ditimbang dan dioven sampai konstan.
Masukan kedalam krus lalu pijarkan perlahan hingga arang habis, kemudian
dinginkan dan timbang. Bila arang tidak hilang, tambahkan air panas lalu saring
dengan kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa tadi dan kertas saring dalam krus.
Masukan filtrat ke dalam krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot konstan.
Timbang krus dan hitung kadar abu terhadap bahan yang telah di keringkan di
udara. Syarat kadar abu total untuk simplisia adalah tidak lebih dari 14%.
Uji skrining fitokimia dilakukan secara kualitatif pada ekstrak etanol kulit
flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid dan steroid dengan cara sebagai berikut:
(Rajendra, 2011).
alkaloid.
3. Uji Mayer (Kalium merkuri iodida) : beberapa tetes pereaksi Mayer ditambahkan
filtratnya. Terdapat tiga metode yang digunakan untuk uji flavonoid. Pertama,
beberapa tetes FeCl3 1% kedalam beberapa bagian ekstrak. Warna hijau kehitaman
menunjukkan adanya flavonoid. Kedua, beberapa tetes larutan asam asetat 10%
ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dari sisi tabung. Terbentuknya
Larutan dikocok kuat dan diamati adanya buih yang stabil. Ditambahkan 1 tetes
HCl 2N ke dalam buih dan dikocok kuat sampai teramati emulsi yang stabil
(Rajendra, 2011).
1. Sebanyak 0,5 g ekstrak dididihkan dalam 10 mL air dalam tabung reaksi, lalu
disaring. Filtrat Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 0,1 %. Hasil positifnya adalah
dilarutkan dengan sedikit aquadest kemudian dipanaskan diatas penangas air, lalu
diteteskan dengan larutan gelatin 1% dalam NaCl 10%. Hasil positif ditandai
hasilnya disaring kedalam pinggan porselen dan diuapkan sampai kering. Residu
ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan kedalam lempeng tetes kemudian
ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (Uji Lieberman-
Formula sediaan krim pencerah kulit yang akan dibuat adalah sebagai berikut :
Jumlah % (b/b)
Komposisi
F0 F1 F2 F3 F4
Ekstrak etanol kulit
0 10 10 10 10
duku
Asam Traneksamat 0 0 2 3 4
Tokoferol Asetat 1 1 1 1 1
Poligliserin-3-
8 8 8 8 8
metilglukosa distearat
Setil alkohol 2 2 2 2 2
Neopentil Glikol
3 3 3 3 3
Diheptanoat
Capric Trigliserida 5 5 5 5 5
Fenoksietanol 2 2 2 2 2
Gliserin 2 2 2 2 2
Propilenglikol 5 5 5 5 5
Tween 80 1 1 1 1 1
Akrilat 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75
Dinatrium EDTA 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Aqua DM Add 100 Ml
Sediaan dibuat tipe krim minyak dalam air (M/A) atau oil in water (O/W).
Untuk mempersiapkan basis, fase air yang terdiri dari tween 80, gliserin,
propilenglikol dilarutkan dalam aqua DM yang telah dipanaskan pada 500C. Pada saat
yang sama fasa minyak yang terdiri dari poligliseril-3-Metilglukosa distearat, setil
pada 800C. Setelah itu, fasa minyak ditambahkan ke dalam fasa air sedikit demi
hingga terbentuk massa krim. Ekstrak etanol kulit Duku dilarutkan dalam sebagian
aqua DM yang telah dipanaskan kemudian ditambahkan ke dalam basis krim sambil
asam traneksamat dan tokoferol asetat dengan pengadukan yang diturunkan. Untuk
membuat massa krim akrilat ditambahkan hingga diperoleh massa krim yang
homogen. Massa krim dituang pada pot krim dan disimpan untuk dievaluasi.
Uji ini dilakukan untuk menilai sifat fisik dari sediaan krim.Uji yang
dilakukan
diantaranya:
1) Organoleptis
Pemeriksaan meliputi warna yang diamati secara visual dan bau (Kurniasih,
2016).
2) Uji Homogenitas
caranya
sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain
yang cocok menghasilkan sediaan yang homogen dan tidak terlihat butiran - butiran
3) Penentuan pH
(Lubis, 2012).
4) Uji Viskositas
Uji viskositas ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekentalan dari sediaan
krim. Pada pengukuran viskositas ini di gunakan alat Viscometer Brookfield dengan
termasuk salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan krim
karena bila krim terlalu kental maka susah untuk dituang sedangkan bila terlalu encer
maka lebih tepat disebut sebagai lotion dan bukan krim (Nurdianti, 2016). Syarat
Sebanyak 0,5 gram krim hasil formulasi ditimbang dan diletakkan diatas petri
yang telah dilapisi kertas grafik diberi petri diatasnya dibiarkan 1 menit, dihitung luas
daerah yang diberikan sediaan. Selanjutnya diberi beban masing – masing 50, 100
dan 150 gram dibiarkan selama 60 detik selanjutnya dihitung luas sediaan yang
Sebanyak 0,3 gram krim dioleskan diatas gelas obyek yang sudah diketahui
luasnya. Diletakkan gelas obyek yang lain pada krim tersebut kemudian ditekan
dengan beban 1 kg selama 1 menit. Dipasang gelas obyek tersebut pada alat uji
kemudian dipasang beban seberat 80 gram dan dicatat waktu hingga kedua gelas
Uji iritasi sediaan krim dilakukan terhadap hewan uji kelinci dengan
Pada bagian punggung kelinci dibuat 6 pola menggunakan spidol, yaitu 3 bagian
disebelah kanan dan kiri berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 x 2 cm dengan
jarak antar bagian 2 cm. kemudian cukur halus (jangan sampai lecet) pola yang sudah
dibaut tersebut menggunakan gunting dan silet, lalu dibersihkan dan diolesi etanol
95% kemudian diberikan perlakuan larutan SLS 15% sebagai kontrol positif, basis
formulasi krim (F0) sebagai kontrol negative, dan formula (F1, F2, F3, dan F4)
sebagai sampel.
punggung kelinci yang telah dicukur, lalu ditutup dengan kasa steril kemudian diikat
dengan plester panjang memutari perut dan punggung selama 24 jam. Setelah 24 jam,
plester dan perban dibuka dan dibiarkan selama 1 jam, lalu diamati. Setelah diamati,
bagian tersebut kembali dengan plester yang sama dan dilakukan pengamatan
kembali setelah 72 jam. Selanjutnya untuk setiap keadaan kulit diberi nilai sebagai
berikut :
Eritema ringan =2
Eritema sedang =3
Eritema berat =4
Edema ringan =2
Edema sedang =3
Edema berat =4
Indeks iritasi dihitung dengan cara menjumlahkan nilai dari setiap kelinci
percobaan setelah 24 jam dan 72 jam pemberian sampel iritan, kemudian dibagi 4
Uji ini dilakukan oleh 5 probandus pada masing – masing formula. Kriteria
sebagai probandus diantaranya wanita berbadan sehat, Usia antara 18-30 tahun, tidak
ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi pada kulit dan bersedia
menjadi probandus dengan mengisi form kesediaan sebagai probandus. Uji sediaan
krim ini dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan krim di punggung tangan kiri
dengan luas 5x5 cm setiap pagi dan malam hari selama 2 jam. Uji ini dilakukan
selama 1 minggu dan diamati setiap 1 hari sekali. Pengamatan hasil dilakukan dengan
yang sama yang dilakukan pada ruangan dengan menggunakan pencahayaan lampu
philip. Gambar diambil pada jarak 17 cm. Tingkat kecerahan kulit juga diukur
menggunakan Skin Color Chart. Dalam uji ini punggung tangan kanan digunakan
sebagai kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. 2008. Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat Citeureup.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Kariosentono, Harijono. 2015. “Kelainan pigmentasi kulit dan penuaan dini serta
peran pendidikan kedokteran dibidang ilmu kesehatan kulit & kelamin.”
Redha, Abdi. 2010. “Flavonoid : struktur , sifat antioksidatif dan peranannya dalam
sistem biologis.” 196–202.
Salim, Milana et al. 2016. “Karakterisasi simplisia dan ekstrak kulit buah duku (
Lansium domesticum Corr ) dari provinsi sumatera selatan dan jambi.”
6(2):117–28.
Soeharto, Iman. 2004. Penyakit Jantung Koroner Dan Serangan Jantung. Kedua.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Supriyatna, Moelyono MW, Yoppi Iskandar, and R. Maya Febrianti. 2015. Prinsip
obat herbal.
Syamsuni, Haji. 2004. Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.