You are on page 1of 18

KASUS KERACUNAN MAKANAN KALENG

Keracunan makanan adalah sebuah peristiwa dimana seseorang telah

mengkonsumi suatu makanan yang tercemar oleh racun. Keracunan dapat disebut

sebagai penyakit bawaan makanan. Racun yang muncul dapat terjadi karena memang

makanannya yang mengandung bahan beracun atau tercemar kontaminasi racun dari

luar. (Ridwanaz, 2012).

Keracunan makanan adalah kondisi yang muncul akibat mengonsumsi

makanan yang telah terkontaminasi oleh organisme menular, seperti bakteri, virus,

dan parasit. Selain itu bisa karena racun yang mereka keluarkan di makanan.

Kontaminasi dapat terjadi saat makanan sedang diproses atau dimasak dengan tidak

benar.

Keracunan makanan kaleng adalah kondisi dimana bila seseorang mengalami

gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri

atau racun yang dihasilkan oleh bakteri penyakit.

Keracunan makanan adalah timbulnya penyakit yang terjadi setelah

mengkonsumsi makanan yang mengandung racun, bahan beracun yang terbentuk

akibat pembusukan makanan dan bakter. Pada dasarnya racun tersebut merusak

semua organ tubuh manusia, tetapi paling sering terganggu adalah sistem pencernaan

dan persyarafan.( arisman, 2008).


A. Kandungan Zat Makanan Kaleng

Berikut adalah beberapa zat yang terkandung dalam makanan kaleng (Kompas,

2014).

1. Botulinum

Makanan kaleng harus diwaspadai akan tumbuhnya bakteri clostridium

botulinum yang dapat menyebabkan keracunan. Bakteri ini menghasilkan

racun botulin yang jika tertelan bersama makanan akan penyebab keracunan

karena bakteri bersifat obligat anaerob, pembentuk spora, Gram positif.

Botulin bersifat neurotoksin, dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan

kematian. Toksin botulin tidak tahan pemanasan, untuk inaktivasi toksin tipe

A perlu 5 – 6 menit pada 80 oC dan Tipe B 15 menit pada 90 oC. Untuk

menghindari keracunan botulism, makanan kaleng yang potensial

mengandung botulin sebaiknya didihkan selama 15 menit sebelum

dikonsumsi.

2. Nitrat

Zat ini biasa digunakan untuk mempertahankan warna dan aroma pada

daging, ikan, berserta produk olahannya. Penelitian Harvard pada tahun 2010

membuktikan 1,8 ounce asupan daging olahan per hari dapat meningkatkan

risiko serangan jantung hingga 42 persen dan penyakit diabetes tipe 2 hingga

19 persen. Pada riset ini menggunakan hewan, peneliti membuktikan nitrat

mengakibatkan pengerasan pembuluh darah dan menurunkan toleransi pada


gula. Menurut American Cancer Society, nitrat juga diketahui sebagai

penyebab kanker pada hewan. Meski begitu, dampak buruk belum diketahui

pasti apakah juga terjadi pada manusia.

Guna menurunkan risiko terkena penyakit tersebut, sebaiknya hindari

terlalu sering mengkonsumsi daging olahan seperti sosis, bacon, burger dan

sejenisnya. Peneliti Harvard menyarankan, batasi konsumsi daging olahan

cukup sekali seminggu untuk meminimalkan risiko.

3. Merkuri

Ketakutan pada merkuri menyebabkan banyak orang menolak konsumsi

ikan laut. Padahal dengan kandungan asam lemak omega 3, hidangan ikan

tidak layak dilewatkan. Pemerintah Amerika bahkan mengeluarkan peringatan

pada kelompok berisiko, misalnya wanita hamil, menyusui, dan anak, untuk

menghindari beberapa jenis ikan dengan kadar merkuri tinggi.

Keracunan merkuri mengakibatkan kebingungan, minim koordinasi

gerakan, berkunang-kunang, lemah otot, dan mengganggu perkembangan

saraf pada anak. Environmental Protection Agency (EPA) memperingatkan,

“Derajat paparan merkuri bergantung pada jumlah dan jenis ikan yang

dimakan. Kunci penting kesehatan per individu bergantung pada pola

konsumsinya masing-masing.”

4. Bisphenol A (BPA)
BPA ditemukan dalam makanan kaleng dan berwadah plastik. Biasanya

orang terkespos BPA melalui pola makan. BPA bisa bercampur pada makanan

dan minuman, saat wadah tersebut dipanaskan.

Menurut National Institute of Environmental Health Sciences, BPA

merupakan pengganggu endokrin dan berperan penting dalam mengganggu

keseimbangan hormon, hingga menyebabkan kanker payudara dan prostat.

BPA juga berperan dalam jumlah sperma yang rendah, masalah tingkah laku,

obesitas, diabetes tipe 2, dan daya tahan tubuh yang lemah.

Menurut toksikologis Patricia Rosen, BPA menimbulkan ancaman kecil

dalam jumlah sedikit. Namun paparan yang terus menerus akan meningkatkan

faktor risiko. Sebagai pencegahan, Rosen menyarankan untuk membatasi

konsumsi makanan kalengan dan tidak memanaskan hidangan dalam wadah

plastik.

5. Arsenik

Di Amerika, arsenik ditemukan secara alami dalam air tanah. Ketika

arsenik anorganik dalam jumlah cukup besar masuk ke dalam air atau tanah

pertanian, maka air yang diminum dan tanaman yang dihasilkan berbahaya

bila dikonsumsi. Menurut juru bicara American Academy of Nutrition and

Dietetics, Heather Mangieri, arsenik dalam air sejauh ini belum menimbulkan

masalah. Biasanya arsenik juga terbawa pada makanan atau minuman dan
apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan waktu lama ia dapat

menyebabkan kanker.

6. Pewarna buatan

Riset yang dipublikasikan The Lancet pada November 2007 menemukan

adanya “efek yang merugikan” pada anak usia 3, 8, dan 9 tahun dari minuman

serta makanan yang menggunakan pewarna buatan. Riset yang dilakukan

peneliti asal Southampton University ini menemukan, kecanduan pewarna

buatan meningkatkan hiperaktivitas pada anak. Sebuah meta-analysis yang

diterbitkan American Academy of Child and Adolescent Psychology pada

Januari 2012 juga menemukan adanya hubungan, antara pewarna buatan

dengan ADHD (attention deficit hyperactivity disorder). Riset tersebut

memperkirakan 8 persen anak dengan ADHD memiliki gejala yang

berhubungan dengan pewarna makanan.

7. Pemanis buatan

Sama seperti pewarna buatan, pemanis buatan ini mengandung aneka

bahan berbahaya seperti aspartame, sucralose, saccharin, dan acesulfame

potassium yang bisa mempengaruhi kesehatan.

8. BHA

BHA atau juga disebut Butylated hydroxyanisole biasa digunakan untuk

menstabilkan rasa dan membuatnya lebih awet. Environmental Working


Group mengategorikan bahan ini sebagai bahan yang sangat berbahaya bagi

manusia karena dapat menyebabkan kanker.

B. Tanda dan Gejala Keracunan

1. Tanda dan Gejala Keracunan Makanan Kaleng

Tanda dan gejala keracunan makanan kaleng

1. Gejala dimulai 18-24 jam setelah makan makanan beracun.

2. Gangguan penglihatan (inkoordinasi otot-otot mata, penglihatan ganda)

3. Ketidak mampuan menelan

4. Kesulitan bicara

5. Tanda-tanda paralisis bulber (bulber paralisis)

6. Berjalan progresif.

7. Kematian karena paralisis pernafasan atau berhentinya jantung

8. Gejala GIT tidak menonjol

9. Tidak ada demam

10. Lelah, lesu, dan vertigo

11. Mulut kering, mata sayu

12. Diare, nyeri perut,

13. Tingkat Kesadaran pasien

Tingkat Kesadaran merupakan petunjuk penting untuk mengetahui

beratnya keracunan yang dialami oleh penderita. Derajat tingkat keracunan


didalam toksikologi dibagi dalam beberapa tingkat berdasarkan kesadaran

pasien:

 Keracunan Tingkat 1

Penderita mengantuk tetapi masih sadar dan mudah di ajak berbicara

 Keracunan Tingkat 2

Penderita dalam keadaan sopor, tetapi dapat dibangunkan dengan

rangsangan minimal seperti panggilan atau digoyangkan lengannya.

 Keracunan Tingkat 3

Penderita dalam keadaan soporkoma dan hanya bereaksi terhadap

rangsangan maksimal seperti dengan menggosok tulang dada dengan keras

menggunakan kepalan tangan.

 Keracunan Tingkat 4

Penderita dalam keadaan koma dan tidak ada reaksi sedikitpun terhadap

rangsangan seperti diatas. ini merupakan tingkat yang lebih parah dan

mengancam keselamatan jiwa.

2. Gejala Respirasi penderita keracunan/apneu

Pada banyak kasus keracunan seringkali adanya hambatan pada jalan

nafas yang dapat menyebabkan kematian, ini merupakan hal yang wajib dan

salah satu cara menolong orang keracunan yaitu dengan memastikan jalan

nafas tetap terbuka dan bersihkan/ keluarkan / bebaskan jalan nafas nya jika

memang ada hambatan.


3. Tekanan darah dan jantung/henti jantung

Syok terjadi karena depresi dan berkurangnya curah jantung dan

terkadang berhentinya denyut jantung

4. Sebagian penderita keracunan mengalami kejang

Kejang ini merupakan pertanda terhadap adanya respon dari SSP atau

medula spinalis atau hubungan saraf-saraf otot. Selain itu beberapa gejala

keracunan yang lain adalah Retensio urin, Diare, Mual-muntah dan adanya

kerusakan ginjal dan hati yang dibuktikan dengan tes laboratorium.

C. Penatalaksanaan

Penderita keracunan makanan kaleng (botulisme) harus segera dibawa ke

rumah sakit. Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil

pemeriksaan laboratorium untuk memperkuat diagnosis.

Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan (Terapi Sehat,

2009) :

1. Perangsangan muntah; mengusahakan agar penderita muntah dengan cara

menekan langit-langit tenggorokan dengan jadi melalui mulut. Setelah

muntah, beri tablet norit. Bila perlu berikan nafas buatan.

2. Pengosongan lambung melalui lavaselambung

3. Pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.


Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan. Tanda-

tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu) harus diukur

secara rutin. Jika gangguan pernafasan mulai terjadi, penderita dibawa ke ruang

intensif dan dapat digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah

mengurangi angka kematian karena botulisme, dari 90% pada awal tahun 1900

sekarang menjadi 10%. Mungkin pemberian makanan harus dilakukan melalui

infus.

Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi dapat

memperlambat atau menghentikan kerusakan fisik dan mental yang lebih lanjut,

sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan selama beberapa bulan. Antitoksin

diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian ini pada

umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah terjadinya gejala.

Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan pada bayi.

D. Pencegahan

Menurut Terapi Sehat tahun 2009, Spora sangat tahan terhadap

pemanasan dan dapat tetap hidup selama beberapa jam pada proses perebusan.

Tetapi toksinnya dapat hancur dengan pemanasan, Karena itu memasak makanan

pada suhu 80° Celsius selama 30 menit, bisa mencegah foodborne

botulism. Memasak makanan sebelum memakannya, hampir selalu dapat

mencegah terjadinya foodborne botulism. Tetapi makanan yang tidak dimasak

dengan sempurna, bisa menyebabkan botulisme jika disimpan setelah dimasak,


karena bakteri dapat menghasilkan toksin pada suhu di bawah 3° Celsius (suhu

lemari pendingin).

Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan

kaleng yang sudah rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya

penyok atau bocor, harus segera dibuang.Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya

jangan diberi madu karena mungkin ada spora di dalamnya. Toksin yang masuk

ke dalam tubuh manusia, baik melalui saluran pencernaan, udara maupun

penyerapan melalui mata atau luka di kulit, bisa menyebabkan penyakit yang

serius. Karena itu, makanan yang mungkin sudah tercemar, sebaiknya segera

dibuang. Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan segera

setelah mengolah makanan (medicastore)

E. Studi Kasus Keracunan Makanan Kaleng

Satu keluarga terdiri ibu dan tiga anak serta seorang keponakannya di

Desa Cipambuan Kecamatan Babakan Madang keracunan usai menyantap

makanan ikan dalam kemasan kaleng, Kamis (23/8). Ibu dan anak ini lalu

dilarikan ke RS PMI Bogor.

Mereka itu: Maryam, 40, bersama tiga anaknya, Cinta,10, Ratna,8,

Saniya, dan Rifal,2, sedangkan keponakannya Ratna,8. “Kini kondisi kelimanya

berangsur-angsur membaik. Mereka menyantap makanan ikan kaleng yang sudah

kadaluarsa,” ujar seorang staf medis RS PMI Bogor.


Sekitar pk.06:00, Maryam memasak sarden buat sarapan anak dan

keponakanya. Sebelumn ikan dalam kemasana itu dia beli di warung sekitar

rumahnya. Tanpa membaca batas waktu yang boleh dimakan, ibu tiga anak ini

tetap memasaknya.

“Setelah menyantap makanan itu mendadak putri bungsunya Rafil merasa

kepalanya pusing lalu disusul dengan muntah-muntah,” ujar Maman, kerabatnya

di RS PMI Bogor.

Kejadian serupa dialami ketiga kakaknya dan sepupunya kemudian Ny.

Maryam, ibunya. Beruntung saat itu sang suami Suwardi yang sebelumnya dinas

malam sudah pulang. Melihat kondisi istri, anak dan keponakannya mual-mual

dan muntah, membuat Suwardi bergegas melarikannya ke klinik terdekat.

Lantaran minimanya peralatan dan persediaan obatnya, kelima korban

keracunan ini lalu dirujuk ke RS PMI Bogor. “Alhamdulillah besok mereka

sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah berangsur membaik,” ujar

Maman. (iwan).

1. GEJALA YANG DITIMBULKAN BOTULINUM

Gejalanya terjadi tiba-tiba, biasanya 18-36 jam setelah toksin masuk,

tapi dapat terjadi 4 jam atau paling lambat 8 hari setelah toksin masuk.

Makin banyak toksin yang masuk, makin cepat seseorang akan sakit. Pada

umumnya, seseorang yang menjadi sakit dalam 24 jam setelah makan

makanan yang tercemar, akan mengalami penyakit yang sangat parah.


 Gejala pertama biasanya berupa mulut kering, penglihatan ganda,

penurunan kelopak mata dan ketidakmampuan untuk melihat secara

fokus terhadap objek yang dekat. Refleks pupil berkurang atau tidak ada

sama sekali.

 Pada beberapa penderita, gejala aawalnya adalah mual, muntah, kram

perut dan diare. Pada penderita lainnya gejala-gejala saluran pencernaan

ini tidak muncul, terutama pada penderita wound botulism.

 Penderita mengalami kesulitan untuk berbicara dan menelan.

Kesulitan menelan dapat menyebabkan terhirupnya makanan ke dalam

saluran pernafasan dan menimbulkan pneumonia aspirasi. Otot lengan,

tungkai dan otot-otot pernafasan akan melemah. Kegagalan saraf

terutama mempengaruhi kekuatan otot.

 Pada 2/3 penderita infant botulism, konstipasi (sembelit) merupakan

gejala awal. Kemudian terjadi kelumpuhan pada saraf dan otot, yang

dimulai dari wajah dan kepala, akhirnya sampai ke lengan, tungkai dan

otot-otot pernafasan.

 Kerusakan saraf bisa hanya mengenai satu sisi tubuh. Masalah yang

ditimbulkan bervariasi, mulai dari kelesuan yang ringan dan kesulitan

menelan, sampai pada kehilangan ketegangan otot yang berat dan

gangguan pernafasan.
2. MEKANISME TOKSISITAS BOTULINUM

Botulisme adalah suatu keadaan yang jarang terjadi dan bisa

berakibat fatal, yang disebabkan oleh keracunan toksin (racun) yang

diproduksi oleh Clostridium botulinum. Toksin ini adalah racun yang sangat

kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena

menyebabkan kerusakan berat pada saraf, maka racun ini disebut

neurotoksin.

Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :

a) Foodborne botulism, merupakan akibat dari mencerna makanan yang

tercemar

b) Wound botulism, disebabkan oleh luka yang tercemar

c) Infant botulism, terjadi pada anak-anak, karena mencerna makanan yang

tercemar.

Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan

memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak

berbahaya. Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan

panas juga dapat membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan

Clostridium Botulinum dalam mendapatkan Host. Toksin botulinum

mempunyai persamaan struktur dan fungsi dengan toksin tetanus. Kedua-

duanya adalah neurotoksin tetapi toksin botulinum mempengaruhi sistem

saraf periferi karena memiliki afiniti untuk neuron pada persimpangan otot
syaraf. Toksin ini disintesis sebagai rantai polipeptid tunggal (150,000

dalton) yang kurang toksik. Walau bagaimanapun setelah dipotong oleh

protease, ia menghasilkan 2 rantai: rantai ringan (subunit A, 50,00 dalton)

dan rantai berat (subunit B, 100,000 dalton) yang duhubungkan oleh ikatan

dwisulfida. Subunit A merupakan toksin paling toksik yang diketahui.

Toksin botulinum ialah sejenis endopeptidase yang menghalang pembebasan

asetilkolin pada pertemuan antara otot dengan saraf (myoneural junction). Ia

adalah spesifik untuk bagian ujung saraf tepi/periferi pada tempat di mana

neuron motor merangsang otot. Toksin ini bertindak seperti toksin tetanus

dan memecahkan synaptobrevin, mengganggu pembentukan (dan

pembebasan) vesikel yang mengandungi asetilkolin. Sel yang terpapar gagal

membebaskan neurotransmiter (asetilkolin). Apabila otot tidak menerima

isyarat daripada saraf, ia tidak akan berkontraksi (contract). Ini

menyebabkan paralisis (lumpuh) sistem motor. Selama pertumbuhan C.

Botulinum memproduksi sedikitnya tujuh racun yang berbeda, termasuk

neurotoxin, enterotoxin, dan haemotoxin, termasuk beberapa racun yang

dikenal paling berpotensial. Dalam kasus tertentu, satu strain dapat

memproduksi lebih dari satu tipe racun.


Botulinum toxin terutama mempengaruhi sekeliling sistem syaraf,

khususnya:

a) Ganglionic synapses

b) Post-ganglionic parasympathetic synapses

c) Myoneural junction, akhir syaraf dimana syaraf bergabung dengan otot

dan dimana racun memblok syaraf terminal gerak (motor nerve

terminals)

Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia

yang digunakan oleh sel – sel syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang

lain dan yang mana digunakan oleh sel sel syaraf untuk berkomunikasi

dengan otot. Racun botulism mengakibatkan characteristic flaccid paralysis

dengan memecah satu dari tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan

neurotransmitter hal ini memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan

sel-sel syaraf untuk berkomunikasi.

Dengan terblokadenya syaraf terminal oleh racun, syaraf tidak dapat

mengirim sinyal kepada otot untuk berkontraksi. Pasien mengalami

kelemahan atau kelumpuhan, biasanya dimulai dengan muka/wajah,

kemudian tenggorokan, dada dan lengan. Ketika diaphragma dan otot dada

terkena pengaruhnya, bernafas menjadi sulit, terhambat atau sepenuhnya

lumpuh. Di beberapa kasus, pasien mati akibat asphyxia /sesak dada. Racun

botulinum beraksi dengan mengikat presynaptically kepada lokasi yang


dikenal memiliki afinitas tinggi didalam terminal syaraf cholinergic dan

menurunkan pelepasan acetylcholine, menyebabkan efek blokade syaraf

otot. Mekanisme ini digunakan sebagai dasar untuk pengembangan racun ini

sebagai alat terapi.

Recovery terjadi ketika proximal axonal bertunas dan terjadi

reinnervation otot dengan pembentukan pertemuan syaraf – otot

(neuromuscular junction) yang baru. Tipe racun botulinum dan lokasi target

1. BTX-A dan BTX-E memecah synaptosome-associated protein (SNAP

25), sebuah protein membran presynaptic dibutuhkan untuk

penggabungan dari neurotranmitter yang mengandung vesikel.

2. BTX-B,BTX-D, dan BTX-F memecah vesicle-associated membrane

protein (VAMP), juga dikenal dengan synaptobrevin.

3. BTX-C beraksi dengan memecah syntaxin, sebuah target protein

membran.

3. PENATALAKSANAAN KERACUNAN

a. Pengobatan

 Penderita botulisme harus segera dibawa ke rumah sakit.

Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil

pemeriksaan laboratorium untuk memperkuat diagnosis.

 Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan:

 Perangsangan muntah
 Pengosongan lambung melalui lavase lambung

 Pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi

usus.

 Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan.

Tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan

suhu) harus diukur secara rutin.

 Jika gangguan pernafasan mulai terjadi, penderita dibawa ke ruang

intensif dan dapat digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan

intensif telah mengurangi angka kematian karena botulisme, dari

90% pada awal tahun 1900 sekarang menjadi 10%.Mungkin

pemberian makanan harus dilakukan melalui infus.

 Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi

dapat memperlambat atau menghentikan kerusakan fisik dan mental

yang lebih lanjut, sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan

selama beberapa bulan.

 Antitoksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis

ditegakkan.

Pemberian ini pada umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu

72 jam setelah terjadinya gejala. Antitoksin tidak dianjurkan untuk

diberikan pada bayi, karena efektivitasnya pada infant botulism masih

belum terbukti.
b. Pencegahan

 Spora sangat tahan terhadap pemanasan dan dapat tetap hidup

selama beberapa jam pada proses perebusan. Tetapi toksinnya dapat

hancur dengan pemanasan, Karena itu memasak makanan pada

suhu 80° Celsius selama 30 menit, bisa mencegah foodborne

botulism. Memasak makanan sebelulm memakannya, hampir selalu

dapat mencegah terjadinya foodborne botulism. Tetapi makanan

yang tidak dimasak dengan sempurna, bisa menyebabkan botulisme

jika disimpan setelah dimasak, karena bakteri dapat menghasilkan

toksin pada suhu di bawah 3° Celsius (suhu lemari pendingin).

 Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan.

Makanan kaleng yang sudah rusak bisa mematikan dan harus

dibuang. Bila kalengnya penyok atau bocor, harus segera dibuang.

Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi madu karena

mungkin ada spora di dalamnya.

 Toksin yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui saluran

pencernaan, udara maupun penyerapan melalui mata atau luka di

kulit, bisa menyebabkan penyakit yang serius. Karena itu, makanan

yang mungkin sudah tercemar, sebaiknya segera dibuang.

Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan

segera setelah mengolah makanan (medicastore)

You might also like