You are on page 1of 10

Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Perbandingan Analisis Usaha Pembesaran Ikan Lele Konsumsi Dengan


Metode Konvensional dan Metode Regulator Ekosistem Pada Skala Rumah
Tangga di Dusun Banjaran Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang
Bonifasius Soehakso Notohatmodjo
Program Studi Akuntansi, Politeknik Sawunggalih Aji
Jalan Wismo Aji No. 08 Kutoarjo, Purworejo, Telepon (0275) 642466
e-mail : boni.soehakso@polsa.ac.id

Abstract

Bonifasius Soehakso Notohatmodjo. 2013. Analysis Comparative of Consumption Catfish


Enlargement Enterprise With Conventional Methods and Methods of Ecosystem Regulators In
Household Scale in Hamlet of Banjaran subdistrict of Tempuran of Magelang regency. Konferensi
Akuakultur Indonesia 2013. Business analysis enlargement of catfish consumption has been conducted
during the period January to July 2013 in Banjaran Village, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang,
Central Java Province. To determine the feasibility of catfish consumption at household level. This study
uses a case study Rapid Rural Appraisal (RRA) and conducted interviews with farmers catfish consumption.
In this study, data relating to the topic of the technical and economical aspects of the business to guide in the
collection of primary data. Primary data analysis approach to the calculation of business profits, breakeven
analysis and investment return over a period of consumption of catfish farming is done. The results showed
that the enlargement efforts catfish consumption with conventional method and ecosystem regulator method,
have different levels of business profits, the enlargement of catfish consumption with conventional method of
business profit per period (4 cycles/year) amounted to IDR 6,376,720 (with 2 units of pools) and ecosystem
regulator method of business profit per period (4 cycles / year) amounted to IDR 14,707,720 (with 2 units of
pools). Venture investment needed for enlargement of catfish consumption amounting to IDR 7,958,000
(conventional methods) and IDR 8,058,000 (ecosystem regulator method). With the conventional method;
breakeven value is reached when the revenue of IDR 16,365,911 and crop production number of 1,309.27 kg,
then the regulator ecosystem method; grades achieved breakeven price at IDR 9,680,800 and crop production
number of 774.5 kg. Payback period of the investment with the conventional method are 15 months or 5
cycles of enlargement period and the investment payback period for ecosystem regulator method are 6
months or nearly 2 cycles enlargement period. Judging from the analysis of the feasibility of the business
enlargement decent catfish consumption for household is using ecosystem regulator

Keywords: Business analysis; Catfish; Conventional method; Household scale; Ecosystem regulator method

Abstrak
Analisis usaha pembesaran ikan lele konsumsi telah dilakukan selama periode Januari–Juli 2013 di
dusun Banjaran, Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah. Untuk mengetahui
kelayakan usaha lele konsumsi pada skala rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus
Pemahaman Cepat Kondisi Pedesaan/Rapid Rural Appraisal (RRA) dan melakukan wawancara dengan
petani lele konsumsi. Pada penelitian ini, topik data yang berhubungan dengan aspek teknis dan ekonomis
usaha menjadi panduan dalam pengumpulan data primer. Data primer yang diperoleh dilakukan analisis
dengan pendekatan perhitungan keuntungan usaha, analisis titik impas dan jangka waktu pengembalian
investasi atas budidaya lele konsumsi yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha
pembesaran lele konsumsi dengan metode konvensional dan metode regulator ekosistem memiliki tingkat
keuntungan usaha yang berbeda, pada pembesaran lele konsumsi dengan metode konvensional diperoleh
keuntungan usaha per periode (4 siklus/tahun) sebesar Rp 6.376.720 (dengan 2 unit kolam) dan metode
regulator ekosistem diperoleh keuntungan usaha per periode (4 siklus/tahun) sebesar Rp 14.707.720 (dengan 2
unit kolam). Investasi usaha pembesaran lele konsumsi yang diperlukan sejumlah Rp 7.958.000 (metode
konvensional) dan Rp 8.058.000 (metode regulator ekosistem). Dengan metode konvensional; nilai titik
impas tercapai pada saat pendapatan mencapai Rp 16.365.911 dan panen produksi sejumlah 1.309,27 kg
kemudian dengan metode regulator ekosistem; nilai titik impas tercapai pada saat pendapatan mencapai Rp
9.680.800 dan panen produksi sejumlah 774,5 kg. Jangka waktu pengembalian investasi dengan metode
konvensional adalah 15 bulan atau 5 siklus periode pembesaran dan jangka waktu pengembalian investasi
dengan metode regulator ekosistem adalah 6 bulan atau 2 siklus periode pembesaran. Ditinjau dari analisis

333
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

kelayakan usaha maka usaha pembesaran lele konsumsi yang layak untuk skala rumah tangga adalah
menggunakan metode regulator ekosistem

Kata kunci: Analisis usaha; Ikan lele; Metode konvensional; Skala rumah tangga; Metode regulator
ekosistem

Pendahuluan

Budidaya Perikanan Darat di Indonesia, khususnya Jawa Tengah merupakan salah satu
komponen yang penting di sektor perikanan. Hal ini terkait dengan menunjang persediaan pangan
nasional (ketahanan pangan), menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan dan
meningkatkan penerimaan devisa negara dari sektor ekspor perikanan. Budidaya Perikanan tersebut
secara tidak langsung mendukung pertumbuhan ekonomi pedesaan.
Kontribusi Perikanan Budidaya terhadap Total Produksi Ikan Nasional tahun 2011 sebesar
58,11% (Statistik Kelautan dan Perikanan, 2011), dimana total produksi perikanan nasional tahun
2011 sejumlah 13.643.234 Ton. Sementara itu total produksi perikanan budidaya meningkat 26,2%
dari tahun 2010 sejumlah 6.277.924 Ton menjadi 7.928.963 Ton pada tahun 2011. Peningkatan ini
terjadi karena dampak dari inovasi teknologi, pertambahan areal dan ketersediaan benih ikan yang
berkualitas (Nurjana, 2006)
Menurut Made L. Nurjana (2006), perikanan budidaya air tawar dimulai sejak jaman
penjajahan Belanda dengan penebaran benih ikan karper/ikan mas (Cyprinus carpio) di kolam
halaman rumah di Jawa Barat, pada pertengahan abad 19. Praktek perikanan budidaya ini
kemudian menyebar ke bagian lain Pulau Jawa, pada awal abad 20. Namun demikian baru
pada akhir 1970 an terjadi peningkatan produksi yang luar biasa dari budidaya ikan air tawar.
Adanya pengenalan teknologi baru dalam perikanan memberikan kontribusi pada
ketersediaan benih yang dihasilkan dan perkembangan pakan ikan.
Peningkatan produksi yang luar biasa dari budidaya ikan air tawar tentu saja berakibat pada
bertambahnya areal potensial untuk perikanan budidaya. Perikanan budidaya di perairan umum
meliputi tambak, karamba, jaring apung, sawah dan kolam. Namun yang perlu dipahami adalah
kegiatan perikanan budidaya di perairan umum haruslah ramah lingkungan, produktif dan
mempertimbangkan hal lainnya.
Salah satu jenis komoditas perikanan budidaya air tawar di Kabupaten Magelang yang paling
dominan dan berkembang pesat dalam 20 tahun terakhir ini adalah budidaya (pembenihan maupun
pembesaran) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang berasal dari Afrika dan telah
dikembangbiakan dengan perkawinan silang sehingga saat ini terdapat berbagai macam nama ikan
lele seperti lele sangkuriang, lele phyton/paiton, lele masamo dan lainnya.
Untuk menunjang kebutuhan perikanan budidaya ikan air tawar terutama kebutuhan
konsumsi ikan lele di Propinsi Jawa Tengah terutama di Kabupaten Magelang, beberapa pelaku
perikanan memanfaatkan lahan kosong di area tinggal atau sawah/ladang tidak produktif menjadi
lahan perikanan produktif. Alasan utama sebagian besar masyarakat melakukan budidaya ikan
lele antara lain adalah perputaran uang untuk usaha lebih cepat dengan rentabilitas relatif
tinggi, risiko budidaya relatif kecil, serta kecenderungan pola makan masyarakat yang
bergeser pada bahan pangan yang sehat, aman dan tidak berdampak negatif terhadap
kesehatan menjadi stimulan bagi peningkatan permintaan ikan termasuk ikan lele.
Hal tersebut merupakan suatu peluang usaha baru sehingga petani pembesaran ikan lele
skala rumah tangga pada dusun banjaran kelurahan tempurejo kecamatan tempuran memanfaatkan
sisa lahan di belakang rumah untuk menjadi usaha yang bersifat komersial kurang lebih selama 4
tahun terakhir. Usaha pembesaran ikan lele dilakukan dengan menggunakan kolam semen
berukuran 4 x 2 m dengan masa pemeliharaan sampai dengan panen rata-rata 3 bulan dimana rata-
rata setiap petani pembesaran skala rumah tangga memiliki 2 kolam semen.
Pengembangan usaha pembesaran skala rumah tangga menjadi pendapatan tambahan bagi
para petani yang beberapa diantaranya adalah petani pemilik atau pengelola sawah pertanian.
Masalah yang saat ini dihadapi oleh petani pembesaran skala rumah tangga adalah pemeliharaan
dengan metode konvensional memerlukan ketelitian dan ketepatan saat penggantian air kolam

334
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

untuk mencegah timbulnya air kolam berbau yang dapat menimbulkan penyakit pada ikan sewaktu-
waktu seringkali menyebabkan kerugian apabila tidak dapat memperhatikan dengan cermat saat
pergantian air kolam.
Sementara itu pembesaran ikan lele dengan menggunakan metode regulator ekosistem,
petani pembesaran skala rumah tangga dapat mengatur waktu sedemikian rupa dalam mencegah
timbulnya kolam berbau sehingga kesehatan ikan terjaga karena kualitas air dapat dipertahankan
dan hal ini dapat mengatasi permasalahan yang timbul sehingga tingkat kematian ikan atau
kerugian panen dapat ditekan.
Dengan adanya permasalahan yang sedang dihadapi oleh petani pembesaran tersebut perlu
dilakukan perbandingan analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele dengan metode
konvensional dan metode regulator ekosistem pada skala rumah tangga yang memberikan
keuntungan terbaik sehingga hasil analisis tersebut dapat memberikan masukan bagi pembudidaya
perikanan untuk mengoptimalkan kegiatan perikanan budidaya dengan metode pemeliharaan yang
tepat guna dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pembudidaya pembesaran ikan lele di
Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Materi dan Metode

Penelitian analisis kelayakan usaha ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus
dengan pengumpulan informasi awal dari para pembudidaya pembesaran lele pada bulan
Oktober–Desember 2012. Kemudian pengumpulan data primer dilanjutkan pada bulan
Januari–Juli 2013 diperoleh dari para pembudidaya perikanan khususnya segmentasi pembesaran
ikan lele yang terdapat di Dusun Banjaran Kelurahan Tempurejo Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang. Pengumpalan data primer ini digunakan sebagai informasi awal dan gambaran secara
umum keadaan dan wilayah pedesaan tersebut serta aktivitas yang terdapat di pedesaan tersebut
yang rata-rata terdiri dari pembudidaya pembenihan, pendederan dan pembesaran ikan lele.
Pemilihan responden dilakukan khusus untuk para pembudidaya pembesaran ikan lele.
Dimana responden yang terpilih adalah pembudidaya pembesaran ikan lele yang telah melakukan
budidaya pembesaran ikan lele minimal 2 tahun terakhir. Kemudian dari responden terpilih, kolam
yang digunakan untuk pengamatan dan pengumpulan data sebanyak 2 kolam per responden dengan
ukuran kolam panjang 4 m dan lebar 2 m, hal ini dengan maksud untuk membuat keseragaman
pengumpulan data secara manual baik dari sisi finansial maupun jumlah tebaran kepadatan ikan
lele di dalam kolam pembudidaya. Responden yang diwawancarai adalah pelaku pembudidaya
yang juga bertugas sebagai teknisi pada kolam budidaya pembesaran ikan lele. Jumlah keseluruhan
pembudidaya pembesaran lele yang memenuhi persyaratan untuk dilakukan pengumpulan data ada
sebanyak 4 orang.
Responden pembudidaya pembesaran dengan metode konvensional melakukan pola
pembesaran ikan lele dengan cara standar seperti yang biasa dilakukan pembudidaya setiap
siklusnya dengan jumlah responden sebanyak 2 orang. Sementara itu responden pembudidaya
pembesaran dengan metode regulator ekosistem melakukan pola pembesaran ikan lele dengan cara
tertentu seperti penambahan buis beton dan penambahan probiotik MKA BIO 3 dengan jumlah
responden 2 orang.
Pengumpulan data yang dilakukan merupakan kegiatan usaha pembudidaya pembesaran
untuk tahun 2013. Kemudian pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Januari sampai Juli
2013. Setelah data primer terkumpul kemudian pengolahan data dilakukan dengan cara tabulasi dan
prosentase dan dilakukan pendekatan analisis secara deskriptif. Data yang telah dikumpulkan
kemudian dipisahkan satu per satu kemudian selanjutnya hasil pengelompokan data tersebut
dipertimbangkan kemudian dianalisis untuk pengambilan kesimpulan.
Data sekunder yang dikumpulkan dari pembudidaya pembesaran terdapat dua hal, data
sekunder yang berasal dari pembudidaya dengan metode konvensional dan data sekunder yang
berasal dari pembudidaya dengan metode regulator ekosistem. Data sekunder ini mencakup
kegiatan operasional harian yang dilakukan, baik itu berupa peraturan ataupun pengaturan cara
budidaya pembesaran ikan lele, oleh karena terdapat dua metode budidaya pembesaran ikan lele,

335
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

maka hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan analisis mengenai sistem budidaya
pembesaran ikan lele yang nantinya akan diterapkan.
Panen ikan lele di dusun banjaran kelurahan tempurejo kecamatan tempuran dilakukan pada
hari ke-90 sehingga data yang digunakan adalah data dari kegiatan budidaya pembesaran yang
dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun dengan 4 kali siklus panen. Untuk hasil panen pembesaran
ikan lele selalu dibeli oleh Koperasi Trias Pilar Bhuana karena pelaku budidaya pembesaran ikan
tergabung sebagai anggota koperasi tersebut.
Menurut Sukartawi, (1995) analisis kelayakan usaha meliputi struktur penerimaan, biaya dan
pendapatan. Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual yang
dirumuskan dengan:
TR = Y x PY
Keterangan:
TR (Total Revenue) = Total penerimaan
Y = Produksi
PY = Harga Y
Kemudian untuk mengetahui total biaya budidaya perikanan merupakan penjumlahan dari
biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dirumuskan sebagai berikut:
TC = FC + VC
Keterangan:
Total Cost (TC) = Total biaya
Fixed Cost (FC) = Biaya tetap
Variable Cost (VC) = Biaya tidak tetap
Berdasarkan hal tersebut diatas maka untuk menghitung pendapatan usaha budidaya
perikanan dapat dihitung dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
KU = TR – TC
Keterangan:
KU / Profit = Keuntungan usaha
Total Revenue = Total penerimaan budidaya perikanan
Total Cost = Total biaya budidaya perikanan
Analisis Revenue Cost atau R/C ratio dilakukan dengan tujuan untuk melihat keuntungan
relatif dalam sebuah usaha budidaya perikanan yang diperoleh dalam jangka waktu 1 tahun
terhadap biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan budidaya perikanan tersebut. Pada dasarnya,
sebuah usaha dikatakan layak apabila nilai R/C lebih besar daripada 1 dikarenakan hal ini
menggambarkan semakin tinggi nilai R/C maka tingkat keuntungan suatu usaha juga akan semakin
tinggi (Hermanto, 1998), perhitungannya dengan rumus:
Revenue Cost Ratio = TR/TC
Keterangan:
Total Revenue (TR) = Total penerimaan budidaya perikanan
Total Cost (TC) = Total biaya budidaya perikanan
Penilaian R/C Ratio yang digunakan adalah :
R/C > 1, maka usaha budidaya perikanan memperoleh keuntungan
R/C < 1, maka usaha budidaya perikanan memperoleh kerugian
R/C = 1, maka usaha budidaya perikanan impas

336
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Analisis kelayakan usaha mengenai Titik Impas atau Break Event Point menurut Jumingan
(2006) dikemukakan bahwa analisis break even point diperlukan untuk mengetahui hubungan
antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, biaya lainnya baik yang
bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau rugi dirumuskan sebagai berikut:
BEP Rp = FC
1 - (VC : (Yi x Py))
Keterangan:
FC (Fixed Cost) = Biaya Tetap (Rp/Tahun)
VC (Variable Cost) = Biaya Variabel (Rp/Tahun)
Py (Price) = Harga per kg (Rp/Tahun)
Yi = Jumlah Produksi (kg/Tahun)
Kemudian Syamsuddin (1998) mengemukakan tentang jangka waktu pengembalian investasi
yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Payback Period = Initial Investment
KU
Keterangan:
Initial Investmen = Investasi Awal
KU = Keuntungan Usaha (Rp/Tahun)

Hasil dan Pembahasan

Metode budidaya pembesaran ikan lele


Ukuran ikan lele yang ditebar ke dalam kolam untuk setiap responden adalah ukuran 5-7 cm
dengan berat per ekor rata-rata 2,2 g. Dengan jumlah tebaran ikan lele per responden ukuran kolam
4 x 2 m sebanyak 5000 ekor / kolam (1 responden, 2 kolam = 10.000 ekor). Pemberian Pakan Pelet
menggunakan Pakan PF-1000, LP-1, LP-2 dan LP-3 produksi PT Matahari Sakti Mojokerto dengan
cara pemberian pakan adalah 80% x (2% x biomassa ikan),untuk memperoleh biomassa ikan maka
sampling ukuran dilakukan setiap 7 hari sekali.
Pemberian pakan pelet untuk budidaya metode konvensional adalah secara langsung setiap
hari, pakan pelet di bibis dengan air bersih yang sudah dicampur 1 sendok makan jamu herbal HRB
dan diamkan 30 menit. Pola pemberian pakan pelet untuk budidaya metode konvensional sebanyak
2x makan per hari pada pagi hari jam 08.00 dan sore hari jam 18.00. Pemberian pakan pelet
berlangsung terus setiap hari.
Namun pemberian pakan pelet untuk budidaya metode regulator ekosistem dilakukan dengan
cara yang berbeda. Untuk budidaya metode regulator ekosistem, pelet ikan di bibis lembab dan di
fermentasi dengan menggunakan air bibisan khusus (air bersih 1,3 L ditambah biang air nutrisi 100
mL) selama 12 jam kemudian setelah itu pakan pelet dapat diberikan kepada ikan. Pola pemberian
pakan pelet untuk budidaya metode konvensional sebanyak 2x makan per hari pada pagi hari jam
08.00 dan sore hari jam 18.00. Namun pemberian pakan pelet dilakukan dengan metode 2 hari
makan 1 hari puasa.
Biang air nutrisi terdiri dari 10 L air rebusan kedelai, 2 L susu sapi murni, 3 L air kelapa, 5 L
air bersih, blender halus 1 kg jambu merah, parutan rempah-rempah yang terdiri dari jahe emprit,
jahe merah, kunir dan temulawak yang masing-masing beratnya 25 g, molase/tetes tebu 250 mL
dan 200 mL MKA BIO 2. Seluruh bahan biang air nutrisi dicampurkan secara merata kemudian
tuangkan ke dalam jirigen ukuran 25 L untuk kemudian difermentasikan selama 3 x 24 jam. Pada
saat proses fermentasi biang air nutrisi, setiap 1 hari sekali tutup botol jirigen dibuka untuk
membuang gas fermentasi yang terdapat didalam jirigen tersebut, hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya ledakan karena tekanan gas di dalam jirigen tersebut.
Tinggi air kolam budidaya pembesaran ikan lele ditetapkan 100 cm. Pada pembesaran ikan
lele dengan metode konvensional dilakukan pembuangan air setinggi 85 cm setiap 4 hari sekali

337
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

untuk meminimalisir air kolam bau dan menekan tingkat kematian ikan, air kolam tanpa
penambahan probiotik.
Pada pembesaran ikan lele dengan metode regulator ekosistem terdapat penambahan 1 buis
beton panjang 1m dengan diameter 20 cm yang kedua bagian lubang buis beton ditutup dengan
kain hafa. Perlakuan air kolam pertama kali ditambahkan probiotik MKA BIO 3 sebanyak 250 mL
dan didiamkan selama 3 hari. Kemudian penambahan probiotik MKA BIO 3 berikutnya sebanyak
100 mL setiap 12 hari dan pergantian air kolam dibuang setinggi 70 cm setiap 12 hari sekali. Panen
ikan lele dilakukan pada hari ke-90 sehingga dalam 1 tahun terdapat 4 siklus produksi. Bobot ikan
lele pada saat panen berkisar 100–125 g per ekor atau 1 kg isi 8–10 ekor.
Analisis kelayakan usaha
Dalam penelitian ini, analisis kelayakan usaha budidaya pembesaran ikan lele yang
digunakan terdiri dari laba/rugi, R/C Ratio, Payback Period dan BEP dalam Rupiah dan Unit
Produksi dan analisis tersebut untuk budidaya metode konvensional dan budidaya metode regulator
ekosistem. Hal ini dimaksudkan untuk menganalisis berbagai aspek biaya tetap, biaya produksi dan
tingkat keuntungan yang diperoleh pada usaha budidaya pembesaran ikan lele dalam menentukan
metode budidaya yang paling baik.
Struktur biaya produksi dan keuntungan usaha
Budidaya dengan metode konvensional dan metode regulator ekosistem, dalam menentukan
struktur biaya produksinya tetap menggunakan aturan baku, dimana biaya produksi terdiri biaya
tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan investasi dan bunga investasi.
Biaya penyusutan investasi dihitung secara rinci yang termasuk komponen biaya investasi seperti
pada Tabel 1.1 dan 1.2. Untuk komponen biaya tetap, baik untuk metode konvensial dan metode
regulator ekosistem terdiri atas biaya penyusutan investasi dan bunga investasi. Nominal biaya
tetap untuk kedua metode tersebut berbeda karena penggunaan alat yang berbeda dapat dilihat pada
Tabel 1.1 dan 1.2. Kemudian biaya tidak tetap atau biaya operasional (biaya variabel) terdiri atas
biaya pembelian benih ikan, pakan, listrik, biaya panen dan upah tenaga kerja selama produksi
berlangsung. Untuk nominal biaya operasional tersebut berbeda karena adanya biaya operasional
tambahan yang digunakan antara metode konvensional dengan metode regulator ekosistem.
Tabel 1.1. Biaya investasi dan penyusutan pada budidaya pembesaran ikan lele skala rumah tangga dengan
metode konvensional (Rp 000).
Komponen Biaya
Satuan Investasi (Rp) Umur Ekonomis (Th) Penyusutan 12 bulan (Rp)
Investasi
A. Biaya Prasana
Kolam Semen 20 m3 5.000 5 1.000
Atap Kolam 22 m2 758 2 379
Instalasi Pipa 1 lusin 600 3 200
Total Biaya Prasarana 6.358 1.579
B. Biaya Peralatan
Pompa Air 1 unit 600 3 200
Seser Ikan 4 buah 100 2 50
Ember Sortir 1 set 300 5 60
Kotak Pakan 2 unit 300 5 60
Timbangan 1 unit 300 3 100
Total Biaya Peralatan 1.600 470
C. Total Biaya Investasi 7.958 2.049
Keterangan : Penyusutan diperhitungkan selama 4 siklus atau 12 bulan.

Tabel 1.1 untuk metode konvensional memperlihatkan bahwa investasi yang diperlukan
untuk membuat 2 unit kolam termasuk dengan prasarana dan peralatan membutuhkan dana sebesar
Rp 7.958.000. Perhitungan biaya tetap mengacu kepada biaya penyusutan per tahun sebesar
Rp 2.049.000 ditambah dengan beban bunga investasi sebesar Rp 1.273.280 maka total biaya tetap
yang dibutuhkan per tahun sebesar Rp 3.322.280.

338
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Tabel 1.2. Biaya investasi dan penyusutan pada budidaya pembesaran ikan lele skala rumah tangga dengan
metode regulator ekosistem (Rp 000).
Komponen Biaya
Satuan Investasi (Rp) Umur Ekonomis (Th) Penyusutan 12 bulan (Rp)
Investasi
A. Biaya Prasana
Kolam Semen 20 m3 5.000 5 1.000
Atap Kolam 22 m2 758 2 379
Instalasi Pipa 1 lusin 600 3 200
Total Biaya Prasarana 6.358 1.579
B. Biaya Peralatan
Pompa Air 1 unit 600 3 200
Buis Beton 2 unit 100 2 50
Seser Ikan 4 buah 100 2 50
Ember Sortir 1 set 300 5 60
Kotak Pakan 2 unit 300 5 60
Timbangan 1 unit 300 3 100
Total Biaya Peralatan 1.700 520
C. Total Biaya Investasi 8.058 2.099
Keterangan : Penyusutan diperhitungkan selama 4 siklus atau 12 bulan.

Tabel 2.1. Komponen Biaya Operasional pada budidaya pembesaran ikan lele skala rumah tangga dengan
metode konvensional (Rp 000).
Komponen Biaya Harga Biaya 1 tahun
Satuan Biaya 1 siklus (Rp)
Operasional Satuan (Rp)
A. Biaya Tenaga Kerja
Upah Pekerja 1 org/bln 150 450 1.800
Upah Panen 2 org 50 100 400
Total Biaya Tenaga Kerja 550 2.200
B. Biaya Bahan
Benih 5-7 10.000 ekor/siklus 140 1.400 5.600
Pakan PF-1000 3 zak 125 375 1.500
Pakan LP-1 4 zak 251 1.004 4.016
Pakan LP-2 20 zak 238 4.760 19.040
Pakan LP-3 3 zak 235 705 2.820
Jamu Herbal HRB 5 botol 25 125 500
Total Biaya Bahan 8.369 33.476
C. Biaya Listrik 1 bulan 100 300 1.200
D. Biaya Pemeliharaan 1 bulan 100 300 1.200
E. Total Biaya Operasional 9.519 38.076
Keterangan : Harga Pakan Pelet menurut Koperasi Trias Pilar Bhuana tahun 2013.

Kemudian Tabel 2.1 untuk metode konvensional memperlihatkan bahwa biaya varibel yang
dibutuhkan untuk produksi selama 1 tahun sebesar Rp 38.076.000. Dengan melihat hasil panen metode
konvensional pada Tabel 3.1 sejumlah Rp 47.775.000 maka keuntungan usaha yang diperoleh budidaya
pembesaran ikan lele dengan metode konvensional senilai Rp 6.376.720 untuk periode 1 tahun (4 siklus
produksi). Dengan R/C Ratio sebesar 1,15, karena R/C>1 maka layak untuk dijalankan, setiap
pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan Rp 1,15.
Tabel 2.2. Komponen Biaya Operasional pada budidaya pembesaran ikan lele skala rumah tangga dengan
metode regulator ekosistem (Rp 000).
Komponen Biaya Harga Biaya 1 tahun
Satuan Biaya 1 siklus (Rp)
Operasional Satuan (Rp)
A. Biaya Tenaga Kerja
Upah Pekerja 1 org/bln 150 450 1.800
Upah Panen 2 org 50 100 400
Total Biaya Tenaga Kerja 550 2.200
B. Biaya Bahan
Benih 5-7 10.000 ekor/siklus 140 1.400 5.600

339
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Pakan PF-1000 3 zak 125 375 1.500


Pakan LP-1 3 zak 251 753 3.012
Pakan LP-2 16 zak 238 3.808 15.232
Pakan LP-3 3 zak 235 705 2.820
MKA BIO 3 Kolam 2 botol 65 130 520
MKA BIO 2 Pakan 1 botol 65 65 260
Biang Air Nutrisi 1 jirigen 25 25 100
Total Biaya Bahan 7.261 29.004
C. Biaya Listrik 1 bulan 100 300 1.200
D. Biaya Pemeliharaan 1 bulan 100 300 1.200
E. Total Biaya Operasional 8.411 33.604
Keterangan : Harga Pakan Pelet menurut Koperasi Trias Pilar Bhuana tahun 2013.

Tabel 3.1. Struktur biaya produksi budidaya pembesaran ikan lele metode konvensional skala rumah tangga.
No Uraian/Item Nilai (Rp) Persentase
A Biaya tetap/fixed cost 3.322.280 100
- Penyusutan biaya investasi 1 tahun (4 siklus) 2.049.000 61.67
- Bunga investasi selama 1 tahun (16%/tahun) 1.273.280 38.33
B Biaya variable/variable cost 38.076.000 100
C Total biaya produksi (A+B) 41.398.280 100
D Panen Pembesaran 47.775.000 -
(91% x 10.000 ekor x 105 g) x Rp 12.500/kg x 4 siklus
E Total nilai panen pembesaran 47.775.000 -
F Keuntungan usaha total (E-C) 6.376.720 -
Keterangan :Harga beli panen berlaku di Koperasi Trias Pilar Bhuana, Magelang.

Tabel 3.2. Struktur biaya produksi budidaya pembesaran ikan lele metode regulator ekosistem skala rumah tangga
No Uraian/Item Nilai (Rp) Persentase
A Biaya tetap/fixed cost 3.388.280 100
- Penyusutan biaya investasi 1 tahun (4 siklus) 2.099.000 61.94
- Bunga investasi selama 1 tahun (16%/tahun) 1.289.280 38.06
B Biaya variable/variable cost 33.604.000 100
C Total biaya produksi (A+B) 36.992.280 100
D Panen Pembesaran 51.700.000 -
(94% x 10.000 ekor x 110 g) x Rp 12.500/kg x 4 siklus
E Total nilai panen pembesaran 51.700.000 -
F Keuntungan usaha total (E-C) 14.707.720 -
Keterangan :Harga beli panen berlaku di Koperasi Trias Pilar Bhuana, Magelang

Tabel 1.2 untuk metode regulator ekosistem memperlihatkan bahwa investasi yang
diperlukan untuk membuat 2 unit kolam termasuk dengan prasarana dan peralatan membutuhkan
dana sebesar Rp 8.058.000. Perhitungan biaya tetap mengacu kepada biaya penyusutan per tahun
sebesar Rp 2.099.000 ditambah dengan beban bunga investasi sebesar Rp 1.289.280 maka total biaya
tetap yang dibutuhkan per tahun sebesar Rp 3.388.280. Kemudian Tabel 2.2 untuk metode regulator
ekosistem memperlihatkan bahwa biaya varibel yang dibutuhkan untuk produksi selama 1 tahun sebesar
Rp 33.604.000. Dengan melihat hasil panen metode regulator ekosistem pada Tabel 3.2 sejumlah
Rp 51.700.000 maka keuntungan usaha yang diperoleh budidaya pembesaran ikan lele dengan metode
regulator ekosistem senilai Rp 14.707.720 untuk periode 1 tahun (4 siklus produksi). Dengan R/C
Ratio sebesar 1,39, karena R/C>1 maka layak untuk dijalankan, setiap pengeluaran Rp 1 akan
menghasilkan Rp 1,39
Nilai titik impas
Nilai titik impas ini menjelaskan saat dimana titik impas budidaya pembesaran ikan lele
dicapai, baik dari titik impas harga jual maupun titik impas produksi panen. Untuk budidaya
pembesaran dengan metode konvensional, titik impas dicapai pada saat pendapatan telah mencapai Rp

340
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

16.365.911 dan titik impas produksi panen dicapai pada saat telah mencapai 1.309,27 kg. Kemudian
budidaya pembesaran dengan metode regulator ekosistem, titik impas dicapai pada saat pendapatan
telah mencapai Rp 9.680.800 dan titik impas produksi panen dicapai pada saat telah mencapai 774,5 kg.
Namun demikian, titik impas ini dapat berubah apabila harga panen pada setiap siklus berbeda.

Jangka waktu pengembalian investasi


Melihat tingkat keuntungan usaha budidaya, maka pembesaran dengan metode konvensional
dan investasi sebesar Rp 7.958.000, jangka waktu pengembalian investasinya dapat dilakukan
dalam waktu 1,25 tahun atau 15 bulan. Kemudian pembesaran dengan metode regulator ekosistem
dan investasi sebesar Rp 8.058.000, jangka waktu pengembalian investasinya dapat dilakukan
dalam waktu 0,5 tahun atau 6 bulan.
Penjualan hasil panen
Responden menjelaskan bahwa penjualan hasil panen pada saat ini cenderung baik dan
mudah, karena hasil panen diterima langsung oleh Koperasi Trias Pilar Bhuana yang bertempat di
kota Magelang. Sebelumnya hasil panen biasa dibeli oleh pengepul kecil atau tengkulak dengan
harga yang tidak stabil, terkadang harga bisa mencapai titik terendah di posisi harga Rp 10.500/kg.
Sementara itu harga beli hasil panen yang dibeli koperasi selalu stabil pada harga Rp 12.500 dan
dibantu untuk mengambil hasil panen tersebut. Harga stabil tersebut karena pihak koperasi
memiliki jalur distribusi hasil panen langsung ke pasar-pasar tradisional baik itu di Magelang,
Muntilan, Temanggung, Sleman dan Yogyakarta.
Permasalahan dan pengembangan pola budidaya perikanan
Koperasi Trias Pilar Bhuana yang berkedudukan di kota Magelang memiliki segmentasi di
dalam kegiatan yang berhubungan dengan pertanian, perikanan dan peternakan. Khusus untuk
perikanan, pembudidaya perikanan sebagian besar memelihara ikan lele, dengan segmentasi mulai
dari pembenihan, pendederan dan pembesaran. Segmentasi ini menjamin kualitas benih ikan lele
dari satu segmen ke segmen lainnya terjaga dengan baik.
Terlepas dari kualitas benih ikan, permasalahan sistem budidaya perikanan yang terdapat
pada setiap anggota koperasi belum seragam dan hampir sebagian besar menganut metode
konvensional dan ada beberapa dengan sistem bioflock. Oleh karena banyaknya sistem budidaya
atau metode budidaya yang ditawarkan oleh beberapa pihak maka hal tersebut menjadi sesuatu
yang baik. Namun beberapa saat terjadi kegagalan dalam menerapkan sistem budidaya yang
ditawarkan oleh pihak lain maka akhirnya pelaku budidaya perikanan beralih ke metode
konvensional.
Penelitian terhadap metode regulator ekosistem ini mengadopsi budidaya perikanan yang
telah dilakukan oleh dr. Sugeng Hariadi. Beliau adalah seorang dokter umum yang membentuk
LKPS Bhakti Nusa di Jombang. Hasil penelitian beliau selama kurang lebih 12 tahun yang lalu
telah diluncurkan suatu produk probiotik yang sering dikenal dengan nama MKA BIO. Atas ijin
beliau maka salah satu pengurus Trias Pilar Bhuana mengikuti pelatihan di kota Jombang selama
3 hari.
Penerapan hasil pelatihan dalam melakukan budidaya perikanan metode regulator ekosistem
dibimbing melalui hubungan per telepon dengan dr. Sugeng Hariadi. Diharapkan hasil penelitian
yang telah berlangsung selama kurang lebih 7 bulan dapat segera diterapkan pada seluruh anggota
koperasi Trias Pilar Bhuana dalam rangka meningkatkan kapasistas produksi ikan lele. Hasil
penelitian ini akan segera dipublikasikan pada pertemuan anggota koperasi dalam waktu
secepatnya. Dengan demikian hasil penelitian ini ditinjau dari segi finansial maka usaha budidaya
perikanan dengan metode regulator ekosistem layak untuk dikembangkan dalam skala rumah
tangga.

341
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Kesimpulan dan Saran

Kelayakan usaha budidaya perikanan pembesaran ikan lele lebih menguntungkan dengan
metode regulator ekosistem. Secara total dalam waktu 1 tahun produksi yang terdiri dari 4 siklus
menghasilkan keuntungan usaha sebesar Rp 14.707.720 dengan menggunakan 2 kolam berukuran 4 x 2
meter dengan kondisi tebar ikan ukuran 5-7 sejumlah 10.000 ekor/siklus dipelihara dan panen ukuran
konsumsi 1 Kg isi 8-10 ekor.
Nilai Titik Impas budidaya perikanan metode regulator ekosistem dicapai pada saat pendapatan
mencapai Rp 9.680.800 atau produksi panen telah mencapai 774,5 kg. Adapun jangka waktu
pengembalian investasi dapat dicapai dalam waktu 6 bulan atau 2 siklus produksi.
Penerapan budidaya perikanan metode regulator ekosistem sangat mudah dan dapat
diterapkan kepada para pelaku budidaya perikanan tahap pemula sehingga proses pembelajaran dan
pendampingan dapat dilakukan secara bertahap hingga mampu beradaptasi dengan metode
budidaya perikanan yang menguntungkan.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada segenap pengurus Paguyuban dan Koperasi Trias
Pilar Bhuana dan warga dusun Banjaran, Kabupaten Magelang yaitu Om Cheri, Om Geri, Om Ivo
Mitaka, Bpk Suparlan, Mas Andi Pujo, Bapak Ayib dan Om Daryanto beserta Anak Buah Kolam
Mas Agus, Mas Heri dan Mas Marwan serta dr. Sugeng Hariadi

Daftar Pustaka
Made L. Nurjana dan M.L. 2006. Indonesia Aquaculture Development, RCA International
Workshop on Innovative Technologies for Echo-Friendly Fish Farm Management and
Production of Safe Aquaculture Foods, Bali, Dec. 4-8.
Jumingan, Drs., S.E., M.M., M.Si. 2006. Analisis Laporan Keuangan. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 280
hlm.
Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia Press, Jakarta, 110 hlm.
Hermanto, F. 1998. Ilmu Usaha Tani. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta, 167 hlm.
Syamsuddin, Lukman, Drs., M.A. 1998. Manajemen Keuangan Perusahaan. Rajawali Pers, Jakarta, 529 hlm.
Pusat Data, Statistik dan Informasi. 2011. Buku Statistik Kelautan dan Perikanan.

342

You might also like