You are on page 1of 59

HUBUNGAN INFESTASI PEDIKULOSIS KAPITIS DENGAN PRESTASI

BELAJAR PADA SANTRI PONDOK PESANTREN X TELUK BETUNG


UTARA, BANDAR LAMPUNG

Oleh
DESTIKA SARI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS LAMPUNG
2017
HUBUNGAN INFESTASI PEDIKULOSIS KAPITIS DENGAN PRESTASI
BELAJAR PADA SANTRI PONDOK PESANTREN X TELUK BETUNG
UTARA, BANDAR LAMPUNG

Skripsi

Oleh
DESTIKA SARI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


SARJANA KEDOKTERAN

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT

CORRELATIONS OF PEDICULOSIS CAPITIS INFESTATION TO


STUDENT ACADEMIC ACHIEVEMENT IN X ISLAMIC
BOARDING SCHOOL NORTH TELUK BETUNG,
BANDAR LAMPUNG

BY

DESTIKA SARI

Background: Pediculosis capitis is a scalp disease, commonly attack school-age


children who live in the dorm because of many contributing infestations factors,
negative effect from this disease is anemia, negative social stigma, lack quality of
sleep andproblem in the concentration of learning which will influence academic
achievement children.
Objective: To determine the correlations of pediculosis capitis infestation with
learning achievement at X Islamic Boarding School North Teluk Betung, Bandar
Lampung
Methods: This study is an observational analytic with cross-sectional, samples
used is 60 people, used primary data form of history taking, examination and
concentration level test, secondary data which is from mid semesters examination
data.
Results: The results of this study is there are 46.7% who have a strong learning
concentration, 53.3% had a weak learning concentration. Then from there are 35%
with poor learning outcomes and 65% are good learning outcomes. In the analysis
chi square correlations of pediculosis capitis infestation with the concentration of
learning obtained p value of 1,025, and the analysis of the concentration level
relations pediculosis capitis infested students with learning achievements obtained
p values of 1,001
Conclusion: The statistical analysis showe that is no correlation between
pediculosis capitis infestation with academic students achievement at X Islamic
Boarding School, North Teluk Betung, Bandar Lampung

Keywords: Academic students achievement, concentration level, pediculosis


capitis
ABSTRAK

HUBUNGAN INFESTASI PEDIKULOSIS KAPITIS DENGAN PRESTASI


BELAJAR PADA SANTRI PONDOK PESANTREN X TELUK BETUNG
UTARA, BANDAR LAMPUNG

OLEH

DESTIKA SARI

Latar Belakang : Pedikulosis kapitis merupakan penyakit kulit kepala yang


banyak menyerang anak usia sekolah yang tinggal di asrama karena banyaknya
faktor pendukung infestasi, beberapa dampak negatif dari penyakit ini adalah
Anemia, stigma sosial yang negatif, kurangnya kualitas tidur, dan gangguan
konsentrasi belajar hingga dapat mempengaruhi prestasi belajar anak.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan infestasi pedikulosis kapitis dengan
prestasi belajar pada santri Pondok Pesantren X Teluk Betung Utara, Bandar
Lampung
Metode : penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross-
sectional, jumlah sampel yang digunakan sebanyak 60 orang, data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa anamnesis, pemeriksaan
untuk menegakakkan diagnosis, pengisian soal tes tingkat konsentrasi santri serta
data sekunder berupa salinan nilai mid semester.
Hasil : Hasil penelitian ini adalah sebanyak 46,7% yang memiliki konsentrasi
belajar yang kuat sedangkan 53,3% memiliki konsentrasi belajar yang lemah. Lalu
dari sebanyak 35% dengan hasil belajar yang kurang baik dan 65% hasil belajar
yang baik. Pada analisis chi square hubungan infestasi pedikulosis kapitis dengan
konsentrasi belajar didapatkan nilai p =1,025, dan pada analisis Hubungan tingkat
konsentrasi santri yang terinfestasi pedikulosis kapitis dengan prestasi belajar
didapatkan nilai p = 1,001
Simpulan : Analisis statistik menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan
antara infestasi pedikulosis kapitis terhadap prestasi belajar santri Pondok
Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung.

Kata kunci : Konsentrasi belajar, pedikulosis kapitis, prestasi belajar,


RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi
1. Nama : Destika Sari
2. Tempat, Tanggal Lahir : Peranap Riau, 23 Desember 1995
3. Nama Orang tua
Ayah : Syahril
Ibu : Kasiah
3. Agama : Islam
4. Alamat : Jl. Sultan Jamil, Kossan Putri Laila, Kelurahan
Gedong Meneng, Kecamatan Raja Basa, Bandar
Lampung, Lampung.
5. Nomor Telepon : 085377078996

II. Riwayat Pendidikan


1. Tahun 2001-2007 : SD Negeri 010 Semelinang Darat
2. Tahun 2007-2010 : Mts Miftahul Jannah YPI Peranap
3. Tahun 2010-2013 : MA Miftahul Jannah Peranap

III. Riwayat Organisasi


1. Tahun 2008 – 2009 : Ketua OSIS Mts Miftahul Jannah YPI Peranap
2. Tahun 2011 – 2012 : Bendahara OSIS MA Miftahul Jannah Peranap
3. Tahun 2013-2015 : Anggota divisi Kaderisasi FSI Ibnu Sina FK
UNILA
4. Tahun 2013-2016 : Anggota tetap PMPATD PAKIS Rescue Team
5. Tahun 2014-2015 : Anggota Staff Informasi dan Komunikasi
PTBMMKI (Perhimpunan Tim Bantuan Medis
Mahasiswa Kedokteran Indonesia)
6. Tahun 2015-2016 : Ketua Staff Informasi dan Komunikasi
PTBMMKI (Perhimpunan Tim Bantuan Medis
Mahasiswa Kedokteran Indonesia)
Artinya: “Wahai Dzat yang
membolak-balikkan hati, teguhkanlah
hati ku di atas agama-Mu.”

[HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat
Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]
SANWACANA

Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan berkat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga karya tulis ilmiah ini
dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Karya tulis ilmiah ini disusun
sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan program studi
Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini
banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari
berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang
dihadapi tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dr.dr. Muhartono, S.Ked., M. Kes., Sp. PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung, dr. Hanna Mutiara, S.Ked., M.kes selaku dosen
pembimbing satu dr. Fitria Saftarina, S.Ked., M.Sc selaku dosen pembimbing
dua, dr. Betta Kurniawan, S.Ked., M. Kes selaku dosen penguji
dr. Ade Yonata, S.Ked., Sp.Pd selaku dosen pembimbing akademik beserta
Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung atas bimbingan selama proses belajar dan penyelesaian karya tulis
ilmiah ini.

Lalu kepada Keluarga kecil ananda, khususnya kedua orang tua, ayahanda
Syahril dan ibunda Kasiah, serta adik penulis, Meiriska Syahputri dan Muhammad
Ibnu Ramadhani ini adalah hadiah kecil atas doa dan usaha yang telah dihaturkan,
atas segala jerih payah dan kantuk ayah bunda saat mendoakan ananda dalam
sholat malamnya.

Kepada sahabat penulis yang selalu membantu dikala sulit, mengingatkan


dikala khilaf Azrie Izzatul Jannah, selalu bersama dikala suka dan duka dan
kepada sahabat – sahabat Lingkaran Surga Simas, Laras, Eka, Desi, dan Oci. Juga
teruntuk Dita Ayu, Fijay, Indah iswara, varera, Sindah, Ulima, yang selalu
mengingatkan dan memberi semangat
Kepada keluarga besar di kampung halaman. Keluarga besar ayah, alm kakek
dan alm datuk, Mak uo yus dan pak uo Jamil, pak dan mak Ocik, tuk Ingah, om
dan ante Tatik dan lainnya, kepada Kak Era, Bang Eri, Bang Dedi, Bang Septa,
Bang Robby, dan abang kakak sepupu dari keluarga ayah lainya. Kepada
Keluarga besar ibu terkhusus keluarga Sp Koto Medan, pak Dan Mak Uo Sabar,
Moman Dan Alm Amai, Alm Mak Ngah, Mak Andak, Mak Udo, Etek, Usu, Kak
Ipit, Bang Dolai, Bang Rajiz, abang dan kakak sepupu dari keluarga ibu lainnya.
Serta kepada Pak uo Isman dan Mak uo Ita. Terimakasih atas segala dukungan
dan doa yang selalu diberikan untuk ananda.

Kepada keluarga angkat di Lampung Pak de Bandi, Buk de Sulis, Mbak Lely,
Mas Boy, Om dan tante beserta keluarga serta Kak Iyen, Bang Yopi dan Mbak
Nindi yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.

Kepada Guru – guru ananda sejak dari sekolah dasar sampai Madrasah
Aliyah, terimakasih atas ilmu bermanfaaat yang telah diajarkan.

Rekan-rekan mahasiswa FK UNILA Cerebellum 2013, keluarga besar Pakis


SC 08 dan kakak adik SC Pakis yang telah memberikan pengalaman dan
dukungan selama penulis kuliah dan melakukan penilitian ini.

Dan kepada Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan
yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, baik
dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis
ilmiah ini.

Bandar Lampung, 2017


Penulis

Destika Sari
i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI....................................................................................................... i

DAFTAR TABEL............................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 6


2.1 Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 6
2.1.1 Pedikulosis Kapitis............................................................................ 6
2.1.1.1 Definisi dan Etiologi ............................................................ 6
2.1.1.2 Epidemiologi......................................................................... 6
2.1.1.3 Morfologi.............................................................................. 7
2.1.1.4 Faktor Resiko................................................. ...................... 10
2.1.1.5 Gambaran Klinis.................................................................. 11
2.1.1.6 Diagnosis.............................................................................. 13
2.1.1.7 Penatalaksanaan................................................................. 14
2.1.1.8 Pencegahan.......................................................................... 17
2.1.2 Pondok Pesantren.............................................................................. 18
2.1.2.1 Definisi................................................................................. 18
2.1.2.2 Faktor – Faktor Penyebab Pedikulosis di Pesantren............. 18
2.1.3 Prestasi Belajar .................................................................................. 19
2.1.3.1 Definisi................................................................................... 19
2.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar......................... 20
2.1.3.3 Pengukuran Prestasi Belajar.................................................. 21
2.1.3.4 Pengaruh Pedikulosis Kapitis Terhadap Prestasi
Belajar.................................................................................... 21
2.1.4 Konsentrasi Belajar............................................................................ 24
ii

2.1.4.1 Definisi................................................................................ 24
2.1.4.2 Pengukuran Konsentrasi....................................................... 24
2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 28
2.2.1 Kerangka Teori........................................................................ 28
2.2.2 Kerangka Konsep.................................................................... 29
2.2.3 Hipotesis................................................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 30


3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 30
3.2 Waktu Dan Tempat Pengambilan Sampel.............................................. 30
3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ............................................................. 30
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi..................................................................... 31
3.5 Identifikasi Variabel................................................................................ 32
3.6 Definisi Operasional................................................................................ 33
3.7 Prosedur Penelitian................................................................................ 34
3.8 Pengumpulan Data................................................................................. 35
3.9 Pengolahan Data...................................................................................... 36
3.10 Analisis Data .......................................................................................... 36
3.11 Etika Penelitian....................................................................................... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 38


4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 38
4.1.1 Gambaran Umum Penelitian.............................................................. 39
4.1.2 Analisis Univariat .............................................................................. 41
4.1.3 Analisis Bivariat................................................................................. 42
4.2 Pembahasan .............................................................................................. 44
4.2.1 Kondisi Pondok Pesantren X ............................................................. 44
4.2.2 Infestasi Pedikulosis Kapitis .............................................................. 44
4.2.3 Univariat............................................................................................. 45
4.2.3.1 Prevalensi Infestasi Pedikulosis Kapitis ……………….... 45
4.2.3.2 Konsentrasi Belajar Responden ………………………… 46
4.2.3.3 Prestasi Belajar Responden …………………………….. 47
4.2.4 Bivariat............................................................................................... 47
4.2.4.1 Deskriptif ………………………………………………… 47
4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 53
5.2 Saran ......................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 55

LAMPIRAN
iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional Penelitian ....................................................................... 33


2. Prevalensi Pedikulosis Kapitis ....................................................................... 38
3. Karakteristik Jenis Kelamin........................................................................... 39
4. Persepsi Responden terhadap faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Karakteristik jenis kelamin.............................................................................. 40
5. Frekuensi hasil diagnosis sampel.................................................................... 41
6. Frekuensi hasil tes tingkat konsentrasi santri.................................................. 41
7. Frekuensi prestasi belajar santri ...................................................................... 42
8. Analisis Hubungan Pedikulosis Kapitis terhadap tingkat konsentrasi............. 42
9. Analisis Hubungan tingkat konsentrasi santri yang
terinfestasi pedikulosis kapitis dengan prestasi belajar.................................. 43
.
iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambar Pediculus Capitis Dewasa. Betina................................................. 8


2. Gambar Telur Pediculus Capitis................................................................. 10
3. Gambar Siklus Hidup Pediculus Capitis................... ................................. 11
4. Gambar Telur Pediculus Capitis Yang Menempel Pada Bagian Rambut... 13
5. Gambar Plica Polonica dengan Dermoscope ............................................. 14
6. Gambar bentuk Plica Polonica (Plica Neuropathica)................................. 14
7. Kerangka teori penelitian ............................................................................ 29
8. Kerangka Konsep Penelitian ....................................................................... 30
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pedikulosis kapitis adalah salah satu penyakit kulit kepala yang tersebar di

seluruh dunia dan menjadi endemik baik di negara maju maupun

berkembang, prevalensinya cukup tinggi di beberapa negara seperti di Turki

69,5% (Bartosik, 2015) Libya 78,6%, Israel 55% dan Amerika Serikat 3,6-

61,4% (Moradi, 2009). Di negara berkembang, contohnya Malaysia dan

Thailand, prevalensinya masing-masing 35% dan 23,48% (Rassami, 2012).

Sementara di Indonesia diperkirakan 15% anak Indonesia mengalami

masalah kutu rambut ini (Eliska, 2015).

Angka kejadian infestasi pedikulosis kapitis cukup tinggi, namun masih

sering diabaikan, karena kelainan ini dianggap ringan dan mortalitasnya yang

rendah, terutama pada negara dimana ada prioritas - prioritas kesehatan lain

yang lebih serius. Walaupun demikian penyakit ini telah menyebabkan

morbiditas yang signifikan di antara anak-anak sekolah di seluruh dunia.

Pedikulosis kapitis akan memberikan gejala klinis gatal, kelainan kulit kepala

akan bertambah parah bila digaruk dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.

Pedikulosis kapitis di antara anak sekolah dapat menyebabkan anemia yang

mengakibatkan anak-anak menjadi lesu, mengantuk di kelas dan

mempengaruhi kinerja belajar dan fungsi kognitif, selain itu anak-anak yang
2

terinfestasi juga mengalami gangguan tidur di malam hari karena rasa gatal

dan sering menggaruk. Dari sisi psikologis, infestasi kutu kepala membuat

anak merasa malu karena diisolasi dari anak lain (Stone, 2012).

Pedikulosis kapitis banyak menyerang anak sekolah yang tinggal di

asrama karena banyaknya faktor pendukung infestasi penyakit ini seperti

kebersihan yang kurang dan kebiasaan pinjam meminjam barang. Salah satu

sekolah asrama terbanyak di Indonesia berupa pesantren. Pondok pesantren

adalah salah satu lembaga pendidikan Indonesia yang membentuk komunitas

sendiri yang anggotanya terdiri dari para santri, ustadz/guru dan keluarga

pengasuh pesantren. Mengingat banyaknya santri tentu tidak mustahil

sebagian dari mereka ada yang tidak menyadari pentingnya kesehatan, tidak

mengherankan bila suatu penyakit akan cepat menular pada anggota

masyarakat pesantren (Sulistio, 2004).

Penelitian tentang penyakit pedikulosis kapitis di Pondok Pesantren X

yang berlokasi di Teluk Betung Utara, Bandar Lampung belum pernah

dilakukan. Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan peneliti, pada bulan

Juli 2016, menurut keterangan kepala sekolah Madrasah tsanawiyah Pondok

Pesantren X, memang banyak santri yang menderita penyakit kulit, terutama

pedikulosis kapitis dan belum ada data tertulis mengenai jumlah santri yang

menderita pedikulosis kapitis, hal ini dikarenakan pondok pesantren padat

huni, hygiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik mendukung

terjadinya infestasi tungau ini. Meskipun banyak santri yang tinggal di

pondok pesantren tersebut mengalami gejala seperti pada pedikulosis kapitis,

penanganan lebih lanjut untuk mengobati pedikulosis kapitis belum pernah


3

dilakukan, karena penyakit tersebut dianggap penyakit yang wajar dan sering

terjadi pada setiap santri yang tinggal di pondok pesantren. Penyakit ini

mengikibatkan rasa gatal terutama pada malam hari dapat mengurangi

kenyamanan tidur yang dapat mengganggu konsentrasi belajar. Melihat

dampak negatif yang diakibatkan oleh infestasi parasit ini yaitu mulai dari

berkurangnya rasa percaya diri, stigma sosial yang negatif, kurangnya

kualitas tidur, dan gangguan konsentrasi belajar, oleh karena itu penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan kejadian pedikulosis

kapitis dengan prestasi belajar santri dan diharapkan dapat menghindari

faktor-faktor penyebab tersebut agar bisa mencegah terjadinya infestasi

pedikulosis kapitis serta meningkatnya kualitas belajar santri.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas disusun permasalahan penelitian sebagai

berikut :

1. Berapakah angka kejadian pedikulosis kapitis di Pondok Pesantren X,

Teluk Betung Utara, Bandar Lampung ?

2. Bagaimanakah gambaran hasil prestasi belajar santri yang terinfestasi

pedikulosis kapitis Pondok Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar

Lampung ?

3. Apakah terdapat hubungan infestasi pedikulosis kapitis dengan prestasi

belajar santri Pondok Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar

Lampung?
4

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prevalensi pedikulosis kapitis di Pondok Pesantren

X, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui gambaran hasil prestasi belajar santri yang

terinfestasi pedikulosis kapitis di Pondok Pesantren X, Teluk Betung

Utara, Bandar Lampung

3. Untuk mengetahui hubungan infestasi pedikulosis kapitis dengan

prestasi belajar santri Pondok Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar

Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi pengetahuan

Manfaat untuk ilmu pengetahuan adalah memberikan tambahan informasi

ilmu kesehatan bagian parasitologi mengenai dampak yang diakibatkan

oleh infestasi pedikulosis kapitis agar dapat dicegah dan ditatalaksana

dengan baik.

2. Manfaat bagi pelayanan kesehatan

Manfaat untuk pelayanan kesehatan adalah meningkatkan pemahaman

tentang dampak yang diakibatkan oleh infestasi pedikulosis kapitis

sehingga dapat lebih diperhatikan lagi pengelolaannya.

3. Manfaat bagi masyarakat

Memberikan informasi dan edukasi kesehatan bagi warga Pondok

Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung.


5

4. Manfaat bagi peneliti

Manfaat untuk penelitian adalah hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya mengenai pedikulosis kapitis

di lingkungan Ponpes tersebut


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pedikulosis Kapitis

2.1.1.1 Definisi dan Etiologi


Pedikulosis kapitis adalah penyakit kulit kepala akibat

infestasi ektoparasit obligat (tungau/lice) spesies Pediculus

Humanus Var. Capitis yang termasuk famili Pediculidae. Parasit

ini termasuk parasit yang menghisap darah (hemophagydea) dan

menghabiskan seluruh siklus hidupnya di manusia (natadisastra,

2005) .

2.1.1.2 Epidemiologi

Pada penelitian yang dilakukan dalam beberapa negara

didapatkan prevalensi kejadian infestasi pediculosis kapitis di

Turki 13,1% (Gulgun, 2013), Eropa 22,0% (Bartosik, 2015),

Libya 78,6%, Israel 55%, dan Yordania 26,6% (Moradi, 2009),

di negara berkembang seperti India 16,59 %, Taiwan 40%,

Malaysia 35% dan Thailand 23,48% (Rassami, 2012). Di

Indonesia belum ada angka pasti mengenai kejadian infestasi

pedikulosis kapitis. Beberapa penelitian yang dilakukan di

Indonesia menunjukan bahwa sebanyak 71,3% santri di sebuah

pesantren di Yogyakarta (Restiana, 2010) dan sebanyak 70,2%


7

santri di sebuah pesantren di Surakarta positif terinfestasi

pedikulosis kapitis (Achmad, 2013). Sementara menurut Eliska

(2015) diperkirakan 15% anak indonesia mengalami masalah

pedikulosis kapitis ini.

Pedikulosis kapitis sering menginfestasi anak-anak, terutama

usia 3-11 tahun dan paling sering terjadi pada anak perempuan

(Moradi, 2009). Anak perempuan lebih sering terserang penyakit

ini dikarenakan memiliki rambut yang panjang dan sering

memakai aksesoris rambut. Selain itu kondisi hygiene yang tidak

baik seperti jarang membersihkan rambut juga merupakan salah

satu faktor risiko penyakit ini. Penularan penyakit ini dapat

melalui kontak langsung yaitu rambut dengan rambut atau melalui

kontak tidak langsung yaitu perantara seperti topi, bantal, kasur,

sisir, dan kerudung (Rachman, 2014).

2.1.1.3 Morfologi

Pediculus capitis memiliki panjang 1 - 3mm, warnanya

bervariasi berdasarkan warna rambut hospesnya bisa berwarna

putih, keabu-abuan sampai gelap, Pediculus Capitis dapat

bertahan selama kurang lebih 30 hari di kulit manusia sedangkan

tanpa host kutu akan mati dalam waktu 1 - 2 hari (Bohl, 2015).

Berikut adalah pemaparan Morfologi dari Pediculus Capitis :

a. Kutu Rambut Dewasa

Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna

abu-abu dan menjadi kemerahan jika sudah menghisap darah.


8

Terdapat 2 jenis kelamin jantan dan betina, yang betina ukuran

panjang 1,2 - 3,2 mm dan lebarnya lebih kurang setengah dari

panjangnya, sedangkan ukuran pedikulosis jantan bekisar 2mm.

Pediculus Capitis jantan lebih kecil dan jumlahnya lebih sedikit

dibanding betina. Pediculus Capitis memiliki tubuh yang pipih

dorsoventral, memiliki tipe mulut tusuk hisap untuk menghisap

darah manusia, badannya bersegmen - segmen, memiliki 3 pasang

kaki dan berwarna kuning kecoklatan atau putih ke abu-abuan

sampai berwarna lebih gelap serta tidak memiliki sayap, (Weems,

2007). Morfologi Pediculus Capitis betina dapat dilihat pada

Gambar 1 (Gunning, 2012)

Gambar 1. Pediculus Capitis dewasa betina


(Gunning, 2012)

b. Nimfa

Setelah menetas, nimfa/kutu muda akan segera mencari

makan. Jika dalam 24 jam tidak makan, nimfa tidak akan


9

bertahan hidup. Nimfa perlu waktu 10 sampai 12 hari untuk

menjadi kutu dewasa dengan ukuran 1,8 inci (Rushton, 2003).

c. Telur

Telur kutu yang disebut nits, berbentuk silinder putih oval

(panjang 1/16 inci). Telur kutu biasanya menempel pada rambut

dekat kulit kepala. Daerah favorit bagi betina untuk meletakkan

telur mereka adalah di dekat telinga dan belakang kepala. Kutu

betina dapat memproduksi 6 – 7 telur (nits) per hari dan total 50

sampai 100 telur selama hidup mereka, normalnya telur akan

menetas dalam 7 sampai 11 hari (Weems, 2007). Bentuk dan

ukuran telur dapat dilihat pada Gambar 3 (Weems, 2007).

Gambar 2. Telur/nits Pediculus Capitis (Weems, 2007)

d. Siklus Hidup

Siklus hidup kutu rambut merupakan metamorfosis tidak

sempurna yaitu telur – nimfa - dewasa. Telur akan menetas

menjadi nimfa dalam waktu 5 – 10 hari sesudah dikeluarkan


10

oleh induknya. Setelah mengalami tiga kali pergantian kulit,

nimfa akan mejadi kutu rambut dewasa dalam waktu 7 – 12

hari, dalam keadaan cukup makanan parasit ini dapat bertahan

hidup 27 – 30 hari (Weems, 2007). Siklus hidup Pediculus

Capitis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Siklus hidup Pediculus Capitis


( CDC, 2013)
2.1.1.4 Faktor Risiko

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

pedikulosis kapitis adalah sebagai berikut:

1. Usia, terutama pada kelompok umur 3-11 tahun


11

2. Jenis kelamin, perempuan lebih sering terkena penyakit

pedikulosis kapitis karena perempuan hampir semuanya

memiliki rambut yang lebih panjang dari pada laki – laki

3. Menggunakan tempat tidur atau bantal bersama

4. Menggunakan sisir atau aksesoris rambut bersama, pada

keadaan menggunakan sisir secara bersamaan akan membuat

telur bahkan tungau dewasa menempel pada sisir maka akan

tertular, begitu juga dengan aksesoris rambut seperti

kerudung, bando dan pita

5. Panjang rambut, orang yang memiliki rambut yang lebih

panjang sulit untuk membersihkannya dibanding orang

rambut pendek

6. Frekuensi cuci rambut yang kurang

7. Ekonomi, tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan

risiko yang signifikan dengan adanya infestasi tungau, selain

itu juga dikarenakan ketidakmampuan untuk mengobati

infestas secara efektif

8. Bentuk rambut, pada orang afrika atau negro afrika-amerika

yang mempunyai rambut keriting jarang yang terinfestasi kutu

kepala karena tungau dewasa betina sulit meletakkan telurnya

pada jenis rambut tersebut (Nuqsah, 2010).

2.1.1.5 Gambaran Klinis

Pediculus capitis adalah salah satu ektoparasit penghisap

darah yang berinfestasi di kulit kepala manusia, bersifat


12

menetap, dan dapat menimbulkan berbagai masalah. Masalah

yang ditimbulkan pada manusia adalah gatal akibat saliva dan

fesesnya. Rasa gatal akan mengakibatkan orang yang

terinfestasi untuk menggaruk kepala. Kebiasaan menggaruk

yang intensif dapat menyebabkan iritasi, luka, serta infeksi

sekunder (Natadisastra, 2005).

Gambar 4. Tampak telur kutu yang menempel pada bagian


rambut (Hilma, 2014)

Garukan pada kulit kepala dapat menyebabkan terjadinya


erosi, ekskoriasi dan infeksi sekunder berupa pus dan krusta.
Bila terjadi infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal
akibat banyaknya pus dan krusta. Keadaan ini disebut plica
polonica yang dapat ditumbuhi jamur. Tungau kepala adalah
penyebab utama penyakit pioderma sekunder di kulit kepala di
seluruh dunia (Stone, 2012).
13

Gambar 5. Rambut plica polonica dengan pemeriksaan


dermoscopic tampak terjalinnya batang rambut
seperti anyaman sarang burung dan kusut
(Nishant, 2013)

Gambar 6. Plica polonica (Plica neuropathica)


(Bhushan, 2012)

2.1.1.6 Diagnosis

Diagnosis pasti pada penyakit ini adalah ditemukannya

parasit Pediculus Capitis dewasa, nimfa, atau telur di kulit dan


14

rambut kepala (Bohl, 2015). Adanya tungau dewasa

merupakan tanda bahwa sedang mengalami infeksi aktif. Cara

untuk menemukan tungau dewasa maupun nimfa dapat

dilakukan dengan penyisiran serit yang merupakan metode

yang lebih efektif dari pada inspeksi visual (Gunning, 2012).

Menurut devore (2015) Berikut cara melakukan pemeriksaan

dengan menggunakan sisir bergigi halus :

1. Basahi rambut

2. Letakkan selembar kertas polos berwarna putih atau

handuk putih dibawah kepala .

3. Sisir rambut dengan sisir bergigi halus ( jarak 0,2 mm) .

4. Amati kutu yang jatuh .

5. Penggunaan kaca pembesar dapat membantu .

6. Gunakan pencahayaan yang baik untuk mempermudah

melihat parasit dengan ukuran kecil ini .

Untuk menegakkan diagnosis, harus menemukan langsung

kutu dewasa hidup. Biasanya penemuan telur kutu sulit

dibedakan dengan ketombe, sisa hair spray atau partikel

kotoran lainnya (Gunning, 2012).

2.1.1.7 Penatalaksanaan

Metode pengobatan pedikulosis kapitis dapat dilakukan

dengan menggunakan dua metode yang mencakup metode

fisik dan metode kimiawi. Metode secara kimiawi, yaitu


15

penggunaan insektisida atau pedikulisida, secara luas telah

dipakai diseluruh dunia. Insektisida mudah dan nyaman untuk

digunakan serta hasilnya sangat efektif. Akan tetapi, terdapat

adanya efek samping yang potensial dan juga banyak

ditemukan terjadinya resistensi tungau terhadap beberapa

insektisida. Metode fisik yang dapat digunakan adalah dengan

mencukur rambut untuk mencegah infestasi dan membantu

agar obat topikal bekerja lebih baik dan tidak terhalang rambut

(Burns, 2004). Macam – macam obat yang dapat digunakan

dalam pengobatan infeksi parasit ini adalah sebagai berikut :

a. Piretrin

Piretri merupakan bahan yang berasal dari ekstrak alami

bunga Chryantheum cineraria efolium tetapi pada orang yang

alergi terhadap tanaman chryantheums atau sari tanaman yang

terkait akan mengalami sesak nafas dan dispnea. Di Amerika

Serikat, piretrin adalah satu-satunya pedikulisida yang tersedia

dipasaran dan dijual bebas yang diizinkan oleh Food and

Drug Administration (FDA). Insektisida ini tersedia dalam

bentuk lotion, shampoo, foam mousse dan krim. Produk

piretrin dioleskan pada kepala selama 10 menit lalu dibilas.

Walaupun efektifitas pediculisidae mendekati 100% pada

pertengahan tahun 1980, terdapat juga kegagalan pengobatan

sebesar 88% karena resistensi yang baru-baru ini dilaporkan

( Meinking, 2004).
16

b. Lindane

Chlorinatedhydro carbon, seperti DDT, dan kelas ini

adalah senyawa yang pada umumnya lambat membunuh.

Tersedia dalam sediaan shampoo 1% yang diaplikasikan

selama 4 menit. Para peneliti sebelumnya tidak menyarankan

menggunakan Lindane karena resistensi, efek sampingnya

yaitu bisa terjadi gangguan pada sistem saraf pusat. Obat ini

hanya dianjurkan untuk pasien yang gagal untuk respon terapi

tungau (Burns, 2004).

c. Carbaril

Carbaril Merupakan inhibitor cholinesterase. Di Inggris

dan di negara - negara lain carbaril tersedia dalam bentuk

lotion dan shampoo 0,5%. Produk ini tidak tersedia di

Amerika Serikat dan mungkin tidak disetujui FDA karena

toksisitasnya. Carbaril lebih beracun dan bersifat

karsinogenik pada pasien dan kurang mematikan tungau

(Stone, 2012).

d. Malathion

Malathion adalah inhibitor cholinesterase dan telah

digunakan selama 20 tahun untuk mengobati tungau.

Pengobatan secara topikal diantaranya dengan pemberian

malathion yang memberikan efek pedikulosid dengan cara

digunakan pada malam hari sebelum tidur setelah rambut

dicuci dengan sabun, kemudian kepala ditutup dengan kain.


17

Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun dan disisir

menggunakan sisir rapat atau serit. Pengobatan dapat diulangi

satu minggu kemudian jika masih terdapat telur (Stone,

2012).

2.1.1.7 Pencegahan

Terdapat dua metode pencegahan yaitu mencegah

penularan langsung dan tidak langsung. Pencegahan

langsung adalah dengan cara menghindari adanya kontak

langsung rambut dengan rambut ketika bermain dan

beraktivitas dirumah, sekolah, dan dimanapun. Sedangkan

metode pencegahan penularan tidak langsung adalah sebagai

berikut :

a. Tidak menggunakan pakaian seperti topi, scarf, jaket,

kerudung, kostum olahraga, ikat rambut secara bersamaan

b. Tidak menggunakan sisir, sikat, handuk secara

bersamaan. Apabila ingin memakai sisir atau sikat dari

orang yang terinfestasi dapat melakukan desinfeksi sisir

dan sikat dengan cara direndam di air panas sekitar 130F

selama 5-10 menit

c. Mencuci dan menjemur pakaian, perlengkapan tempat

tidur, karpet, dan barang-barang lain. Menyapu dan

membersihkan lantai dan perabotan lainnya (Bohl 2015)


18

2.1.2 Pondok Pesantren

2.1.2.1 Definisi

Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata ”santri” yang

mendapat imbuhan awalan ”pe” dan akhiran ”an” yang menunjukkan

tempat, maka artinya adalah tempat para santri. Terkadang pula

pesantren dianggap sebagai gabungan dari kata ”santri” (manusia

baik) dengan suku kata ”tra” (suka menolong) sehingga kata pesantren

dapat diartikan tempat pendidikan manusia baik-baik (Zarkasy, 1998).

Pengertian lain dari Pesantren, pondok pesantren, atau sering

disingkat pondok atau ponpes, adalah sebuah asrama pendidikan

tradisional, di mana para siswanya semua tinggal bersama dan belajar

di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai dan

mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut

berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk

beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya

(Rachman, 2014).

2.1.2.2 Faktor – Faktor Penyebab Pedikulosis Kapitis Di Pesantren

Faktor penyebab terjadinya infestasi pedikulosis kapitis adalah

usia 3 - 11 tahun, jenis kelamin perempuan, menggunakan tempat

tidur atau bantal bersama, menggunakan sisir atau aksesoris rambut

bersama, rambut yang panjang, frekuensi cuci rambut dan ekonomi

rendah (Nuqsah 2010). Biasanya pesantren menyediakan pondok atau

tempat tinggal yang murah biayanya bahkan gratis, biasanya para


19

santri harus tinggal bersama dalam satu kamar dengan 10-15 santri,

ada yang satu tempat tidur dan ada yang terpisah (Zarkasy, 1998).

Keadaan kamar dengan penghuni yang banyak dapat

mempermudah terjadinya penularan pedikulosis kapitis atau penyakit

kulit menular lainnya (Rachman, 2014). Ada beberapa budaya

tradisional bahwa para santri harus saling bertukar makanan, tempat

tidur, dan ilmu. Kondisi seperti ini sangat menunjang kelangsungan

daur hidup tungau dan infestasi parasit lainnya serta jamur (Ansyah,

2013).

Faktor lingkungan juga merupakan faktor yang mempengaruhi

penyebaran pedikulosis kapitis, pada lingkungan yang serba terbatas

seperti di pesantren atau asrama, penyebaran pedikulosis kapitis dapat

terjadi secara cepat dan mudah meluas. Pedikulosis kapitis dan

skabiesis merupakan penyakit tersering yang khas terjadi di pesantren,

hal ini berkaitan erat dengan lingkungan di pesantren yang padat serta

kebersihan yang biasanya kurang terjaga (Nuqsah, 2010).

2.1.3 Prestasi Belajar

2.1.3.1 Definisi

Belajar merupakan sebuah proses yang terdiri atas masukan

(input), proses (process), dan keluaran (output). Masukan (input)

berupa perilaku individu sebelum belajar, proses (process) berupa

kegiatan belajar yang terdiri dari pengalaman, praktik, dan latihan


20

sedangkan keluaran (output) berupa perubahan perilaku yang

dihasilkan setelah proses belajar dilaksanakan (Susanto, 2006)

2.1.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Hidayat (2014) secara garis besar ada 3 faktor yang

mempengaruhi proses belajar, prestasi atau hasil belajar yang

dikelompokkan dalam 3 masalah, yaitu sebagai berikut:

a. Faktor internal,

Faktor interna yang dimaksudkan disini adalah semua faktor yang

ada pada pribadi peserta didik baik jasmaniah (fisik) maupun

rohaniah (psikis). Aspek psikis yang meliputi IQ (tinggi

kecerdasan, pembawaan, keadaan emosi, kemauan, daya fantasi,

logika). Sedangkan aspek fisik meliputi keadaan alat indera,

keadaan kesehatan jasmani, keadaan anggota tubuh. Untuk dapat

belajar dengan baik, sehingga prestasi belajar akan tinggi, maka

semua bagian dari kedua aspek tersebut harus dalam kondisi baik

dan prima.

b. Faktor Eksternal

Faktor Eksternal yang dimaksudkan disini adalah semua faktor,

keadaan, kondisi, situasi diluar diri pribadi peserta didik, antara lain

cahaya atau penerangan, suara atau bunyi-bunyian, temperatur atau

iklim, situasi atau kondisi, tempat peserta didik belajar, bau-bauan,

orang orang atau benda benda disekeliling kita, situasi dan kondisi

sekitar. Kalau bagian faktor ekstern tersebut tidak berada dalam

kondisi yang menunjang belajar, maka pastilah hasil belajar tidak


21

akan baik, karena konsentrasi pikiran peserta didik tidak ditunjang

oleh situasi dan kondisi yang baik.

c) Faktor tehnik atau pendekatan belajar

Menggunakan tehnik - tehnik, metode belajar yang tepat, seperti

metode bagian, metode keseluruhan, batu loncatan, menggunakan

sistem belajar sistimatis. Metode bagian yaitu bahan pelajaran

dipelajari bagian demi bagian. Metode keseluruhan yang berarti

dipelajari secara keseluruhan. Metode gabungan yaitu

menggabungkan metode bagian dan keseluruhan.

2.1.3.3 Pengukuran Prestasi Belajar

Cara mengukur prestasi belajar yang selama ini digunakan adalah

dengan mengukur tes-tes, yang biasa disebut dengan ulangan. Tes

dibagi dua yaitu tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif adalah tes

yang diadakan sebelum atau selama pelajaran berlangsung, sedangkan

tes sumatif (ujian akhir semester) adalah tes yang diadakan pada saat

keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dapat

dioperasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai raport,

indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan, dan

semacamnya (Sudarsono, 2011).

2.1.3.4 Pengaruh Infestasi Pedikulosis Kapitis Terhadap Prestasi

Belajar

Ada banyak dampak yang dapat ditimbulkan oleh infestasi

pedikulosis kapitis ini, baik dampak kesehatan dan juga psikososial

yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang (Cohen, 2013).


22

Selain mengakibatkan efek pada kulit, menurut penelitian yang

dilakukan oleh Speare (2006) menyebutkan bahwa penderita

pedikulosis kapitis dapat mengalami anemia, rata-rata anak dengan

pedikulosis aktif akan kehilangan 0.008 ml darah per hari atau

20,8ml/bulan, gejalanya mungkin tidak terlalu terlihat pada anak

dengan asupan gizi yang baik, namun secara siginifikan terlihat pada

anak yang kurang asupan gizi atau zat besi, frekuensi pola makan kutu

pun mempengaruhi potensi anemia yang dialami oleh penderita

pedikulosis capitis (Speare, 2006).

Infestasi berat pedikulosis kapitis yang menyebabkan anemia

akan membuat anak- anak lesu, mengantuk, serta mempengaruhi

kinerja belajar dan fungsi kognitif. Pedikulosis kapitis menimbulkan

gejala klinis utama berupa rasa gatal pada kulit kepala. Rasa gatal ini

disebabkan injeksi saliva kutu ke dalam kulit kepala dan

menyebabkan reaksi alergi. Saliva Pediculus Capitis mengandung

enzim hyaluronidase yang merupakan enzim pendegradasi

hyaluronan (HA) dan bahan-bahan glikosaminoglikan lain dari

matriks ekstraseluler. Enzim ini bekerja untuk memperluas lesi

gigitan sehingga mempermudah kutu untuk menghisap darah.

Komponen lain yang terdapat dalam saliva parasit ini antara lain

antitromboksan, antiserotonin, antitrombin, penghambat faktor Xa,

enzim aphyrase, dan prostaglandin yang menghambat vasokonstriksi

pembuluh darah dan mencegah agregasi platelet dan sebagai

antikoagulan. Aktivitas komponen-komponen tersebut


23

mengakibatkan koagulasi darah terhambat sehingga memudahkan

Pediculus Capitis menghisap darah (Seblova, 2013). Aktivitas

berbagai enzim tersebut menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe

lambat dan menyebabkan reaksi gatal pada kulit kepala (Patel, 2007).

Reaksi alergi ini biasanya muncul setelah empat sampai enam minggu

setelah infestasi berkembang, rasa gatal yang berlebihan menyebabkan

gangguan tidur akibat aktivitas Pediculus Capitis yang meningkat di

malam hari (Cohen, 2013). Rasa gatal mengakibatkan gangguan tidur,

gangguan tidur yang persisten akan menimbulkan dampak negatif

berupa menurunnya daya konsentrasi, penurunan ketajaman memori,

sensorik, motorik, dan kognitif (Patel, 2007).

Hal yang sama juga terdapat pada penelitian yang dlakukan oleh

Heukelbach (2004) yang menunjukkan bahwa rasa gatal yang intens

menyebabkan gangguan tidur dan menyebabkan gangguan konsentrasi

sehingga performa pasien dalam kegiatan sehari-hari terganggu.

Misalnya, terhambatnya pencapaian prestasi yang maksimal bagi

seorang pelajar (Heukelbach, 2006)

Dari sisi psikologis, infestasi Pediculus Capitis membuat anak

merasa malu karena diisolasi dari anak lain (Stone, 2012). Anak-anak

yang menderita penyakit ini cenderung mengalami masalah psikis

yaitu merasa malu, rendah diri, merasa terisolasi, takut, bahkan

frustasi akibat stigma masyarakat yang menganggap pedikulosis

kapitis identik dengan higienitas yang buruk, kemiskinan, dan

kurangnya perhatian dari orangtua penderita (Cohen, 2013). Dampak


24

psiskis yang diakibatkan oleh penyakit ini dapat mempengaruhi

konsentrasi belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (2003)

bahwa salah satu faktor yang berperan penting pada daya konsentrasi

seseorang adalah fakor internal. Faktor internal terdiri dari faktor

jasmaniah dan rohaniah (psikis). Seseorang yang mengalami

gangguan dari salah satu atau kedua faktor tersebut akan mengalami

gangguan konsentrasi (Hakim, 2003).

2.1.4 Konsentrasi Belajar

2.1.4.1 Definisi

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan

perhatian pada sesuatu yang berkaitan dengan memori (ingatan) dan

merupakan suatu proses sentral dalam perkembangan kognitif.

Ingatan meliputi penyimpanan informasi yang terus menerus,

kecepatan dan efesiensi, pemrosesan informasi khususnya kecepatan

untuk mengidentifikasi masing-masing item. Ingatan merupakan

peramal yang sangat akurat dan merupakan aspek penting dari

kemampuan kognitif (Hakim, 2003).

2.1.4.2 Pengukuran Konsentrasi

Menurut Suwarhani (2013) ada beberapa alat ukur yang

digunakan untuk mengukur tingkat konsentrasi, antara lain :


25

a. Digit Symbol Test berupa test yang terdiri atas kotak-kotak dan

bidang-bidang yang terbagi-bagi, dalam kotak atas terdapat angka

dan kotak bawahnya terdapat simbol (Suwardhani, 2013)

b. Army Alpha adalah soal psikotes yang pertama kali dikembangkan

oleh ahli psikolog asal Amerika yaitu Arthur Sinton Otis, Ph.D

pada tahun 1917 yang tujuan awalnya untuk didedikasikan kepada

US Army dan pernah dipakai untuk merekrut 1.7 juta tentara US

pada Perang Dunia I. Sesuai dengan namanya psikotes Army Alpha

benar-benar mirip dengan kondisi tentara yaitu tes daya tangkap

dan daya konsentrasi dengan menterjemahkan perintah, yang

menjadi penilaian dalam tes army alpha intelegence ini adalah

kemampuan daya serap dalam menerima informasi dan

melaksanakan instruksi dengan cepat dan tepat (Carson, 1993).

d. Intelligenz Struktur Test (IST) merupakan alat tes inteligensi yang

dikembangkan oleh Rudolf Amthaeur di Frankfrurt Main Jerman

pada tahun 1953 dan telah diadaptasi di Indonesia. Intelligenz

Struktur Test (IST) berdasarkan pada teori inteligensi (Mangestuti,

2007) yang menyatakan bahwa inteligensi merupakan suatu gestalt

yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan secara

bermakna. Intelligenz Struktur Test (IST) memuat 9 subtes antara

lain

1. SE (Melengkapi Kalimat). Kemampuan yang diukur pada

aspek ini adalah 1) Pembentukan keputusan, mengukur

pembentukan keputusan; 2) Rasa realitas atau menilai yang


26

mendekati realitas; 3) Common sense; 4) Berpikir konkrit

praktis dalam kehidupan sehari-hari.

2. WA (Melengkapi Kata-Kata). Kemampuan yang diukur pada

aspek ini adalah 1) Intelektual, rasa bahasa, kemampaun

menghayati masalah bahasa, perasaan empati; 2) Berpikir

induktif dengan menggunakan bahasa, memahami pengertian;

3) Pada remaja, komponen intuisi; 4) Pada orang dewasa,

komponen bahasa untuk mengetahui motif tertentu; 5) Bila

skor tinggi, dapat menangkap pengertian dari suatu isi melalui/

dengan bahasa

3. AN (Persamaan Kata). Kemampuan yang diukur pada aspek ini

adalah 1) Kemampuan mengkombinasi; 2) Fleksibilitas

berpikir; 3) Berpikir logis/menggunakan pikiran sebagai dasar

berpikir (kedalaman berpikir);

4. GE (Sifat yang dimiliki bersama). Kemampuan yang diukur

pada aspek ini 1) Kemampuan abstraksi, pembentukan

pengertian; 2) Kemampuan untuk menyatakan/ pengertian

dalam bahasa; 3) Membentuk suatu pengertian atau mencari

inti persoalan; 4) Pada remaja menunjukkan kemampuan

rohaniah (gestig).

5. RA (Berhitung). Kemampuan yang diukur pada aspek ini

adalah: 1) Berpikir induktif praktis hitungan; 2) Kemampuan

berhitung; 3) Menggunakan bilangan-bilangan secara praktis

masalah hitungan.
27

6. ZR (Deret Angka). Kemampuan yang diukur pada aspek ini

adalah 1) Ada moment-moment ritmis; 2) Berpikir induktif

bilangan teoritis (dengan angka-angka); 3) Penggunaan

bilangan secara (agak) teoritis (dapat dilihat pula pada AN dan

GE); 4) Berpikir teoritis dengan hitungan

7. FA (Memilih Bentuk). Kemampuan yang diukur pada aspek ini

adalah 1) Kemampuan membayangkan; 2) Kemampuan

mengkonstruksi (sintesa dan analisa); 3) Berpikir konkrit

menyeluruh; 4) Memasukkan bagian pada suatu keseluruhan;

5) Kaya akan tanggapan; 6) Cara berpikir menyeluruh yang

konkrit, dalam sub tes ini terhadap moment-moment

konstruktif.

8. WU (Latihan Balok). Kemampuan yang diukur pada aspek ini

adalah 1) Daya bayang ruang, kemampuan tiga dimensi; 2)

Dapat disertai moment-moment analitis.

9. ME (Latihan Simbol). Kemampuan yang diukur pada aspek ini

adalah 1) Mengukur daya ingatan; 2) Dapat melihat

konsentrasi yang menetap; 3) Kemampuan konsentrasi lama;

4) Tanda ketahanan.
28

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Kerangka Teori

Berdasarkan beberapa penjelasan dari penelitian – penelitian yang

telah dilakukan para ahli, maka didapatkan kerangka teori sebagai

berikut :

Infestasi Pedikulosis Kapitis

Anemia Stigma Sosial Gejala Gatal

Gangguan Tidur
Malu, cemas, Persisten dan Rasa
Lesu mengantuk Frustasi Tidak Nyaman

Gangguan Konsentrasi Belajar

Penurunan Prestasi Belajar

Faktor Eksternal Faktor Internal


kondisi diluar diri pribadi: Fisik ((tingkat kecerdasan,
cahaya/penerangan,bunyi-bunyian, keadaan emosi, motivasi) dan
temperatur atau iklim,lingkungan Psikis (kesehatan jasmani,
belajar,bau-bauan keadaan anggota tubuh)

Gambar 8. Kerangka teori penelitian


(Speare, 2006), (Stone ,2012)
Keterangan

(Diteliti)

(Tidak diteliti)

(Perancu)
29

2.2.2 Kerangka Konsep

Penelitian ini mengkaji dua variabel yakni prestasi belajar santri

(dependent) dan Infestasi pedikulosis kapitis sebagai variabel bebas

(independent).

Infestasi Penurunan Prestasi


pedikulosis Konsentrasi Belajar Santri
kapitis Belajar di kelas

Variabel Bebas Variabel Antara Variabel Terikat


(Variabel Independent) (Variabel Dependent)

Gambar 9. Kerangka konsep penelitian

2.2.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat maka hipotesis penelitian

yang muncul adalah terdapat hubungan infestasi pedikulosis kapitis dengan

prestasi belajar pada santri Pondok Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar

Lampung, 2016.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat observasional analitik dengan

pendekatan cross-sectional. Penelitian ini dilakukan satu waktu saja untuk

mengetahui hubungan infestasi pedikulosis kapitis dengan hasil prestasi

belajar pada santri Pondok Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar

Lampung.

3.2 Waktu dan Tempat Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dan data penelitian dilakukan di Pondok Pesantren

X, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung. Sedangkan pemeriksaan sampel

dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung. Keseluruhan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 128 orang. Penarikan sampel

yang dibutuhkan menggunakan rumus Slovin (Sugiyono, 2011) yaitu sebagai

berikut :
31

Keterangan :

n = Jumlah sample

N = Jumlah populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (5 % )

Maka dapat ditentukan bahwa sampel minimal yang dibutuhkan adalah 55,17

dibulatkan menjadi 55 santri.

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Sampel yang diambil memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Santri kelas VII sampai IX Madrasah tsanawiyah Pondok Pesantren X,

Teluk Betung Utara, Bandar Lampung.

2. Santri bisa diajak berkomunikasi

3. Santri telah menandatangani form Inform Concent yang disediakan

peneliti.

Kemudian kriteria eksklusi sampel adalah sebagai berikut :

1. Santri yang menderita penyakit kulit lainnya yang menyebabkan gatal

(skabiesis,tineasis dan dermatitis).


32

2. Santri yang tidak bersedia, berhalangan hadir atau mengundurkan diri saat

pengambilan data penelitian.

3.5 Identifikasi Variabel

Variabel yang digunakan oleh penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas (independent variable) adalah angka kejadian pedikulosis

kapitis di Pondok Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung.

2. Variabel antara adalah tingkat konsentrasi belajar santri Pondok Pesantren

X, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung.

3. Variabel terikat (dependent variable) adalah hasil prestasi belajar santri

Pondok Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung.


3.6 Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi operasional penelitian
No Nama Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Prestasi Belajar Adalah hasil yang telah Melihat nilai – nilai Salinan Nilai Mid >74: Baik (Nilai rata-rata) Ordinal
dicapai dari yang telah ujian mid semester Semester Santri ≤74: Kurang Baik (Nilai rata-rata)
dilakukan, dikerjakan, dan
sebagainya (Manurung,
2013)

2 Infestasi pedikulosis kapitis Ditemukannya ektoparasit Melihat telur, nimfa  Mikroskop Ditemukan adanya telur, nimfa atau Nominal
obligat (tungau/lice) atau kutu dewasa  Preparat kutu dewasa
Pediculus Humanus Var dengan sampel 0 : Negatif
Capitis pada kulit kepala menggunakan sisir 1 : Positif
(Devore & Schutze, 2015). serit

3 Tingkat konsentrasi Adalah salah satu faktor Mengisi Kuesioner Kuesioner Tes ≥100: Kuat Ordinal
internal yang IST Memmory <100: lemah
mempengaruhi prestasi
belajar (Hidayat, 2014).
34

3.7 Prosedur Penelitian

Seminar Proposal

Pengajuan Ethical Clearance

Membuat surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Unila untuk


melakukan penelitian kepada santri di Pondok Pesantren X, Teluk Betung
Utara, Bandar Lampung

Mendapatkan izin penelitian

Memberikan kertas informed consent dan kuesioner kepada calon


responden

Setelah responden bersedia menjadi responden dalam penelitian, pengisian


kuesioner dilakukan setelah diberikan penjelasan oleh peneliti

Melakukan anamnesis dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis


pedikulosis kapitis pada responden

Melakukan tes konsentrasi, mendapatkan hasil kuesioner dan nilai ujian


tengah semester genap responden

Pengolahan dan analisis data

Kesimpulan
35

Untuk menegakkan diagnosis pedikulosis kapitis dapat dilakukkan

pemeriksaan dengan menggunakan sisir bergigi halus, dengan cara sebagai

berikut :

1. Basahi rambut

2. Letakkan selembar kertas polos berawarna putih atau handuk putih

dibawah kepala .

3. Sisir rambut dengan sisir bergigi halus ( jarak 0,2 mm) .

4. Amati kutu yang jatuh

5. Penggunaan kaca pembesar dapat membantu. Gunakan pencahayaan yang

baik untuk mempermudah melihat parasit dengan ukuran kecil ini.

Untuk mengetahui tingkat konsentrasi belajar siswa maka digunakan

kuesioner IST Me. Untuk mengetahui prestasi belajar peneliti melihat hasil

prestasi belajar siswa dari hasil UTS (Ujian Tengah Semester) tahun 2016.

3.8 Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu data primer dan

data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah data

primer yaitu anamnesis, pemeriksaan untuk menegakakkan diagnosis dan

pengisian kuesioner tes tingkat konsentrasi santri serta data sekunder berupa

salinan nilai mid semester santri kelas VII sampai dengan kelas IX Madrasah

tsanawiyah Pondok Pesantren X, Bandar Lampung pada bulan Oktober 2016.


36

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data yang meliputi pengeditan, penabulasian, dan

pengelompokan dilakukan secara manual menggunakan uji statistik dengan

menggunakan komputer.

3.10 Analisis Data

Untuk mengetahui hubungan antara infestasi pedikulus kapitis dengan

prestasi belajar pada santri Pondok Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar

Lampung, maka dilakukan analisis yang terdiri dari:

1. Analisis Deskriptif

Dilakukan dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan table silang.

2. Analisis Analitik

Analisa dengan menggunakan uji Chi Square (uji χ2) untuk

menjelaskan hubungan antara infestasi pedikulosis kapitis dangan prestasi

belajar. Syarat yang harus dipenuhi untuk uji Chi-square yaitu:

1. Tidak ada sel yang nilai observednya nol.

2. Sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari

jumlah sel. Jika data yang diperoleh tidak memenuhi syarat untuk uji

Chi square maka digunakan uji alternatifnya yaitu uji Fisher (untuk

tabel 2x2) dan penggabungan sel (untuk tabel 3x2) .


37

3.11. Etika Penelitian

Penelitian ini telah lulus kaji etik nomor 434/UN268/01/2017. Penelitian ini

dilakukan oleh tenaga ahli dan tidak melakukan kegiatan invasif sehingga

menurunkan terjadinya faktor risiko gangguan kesehatan terhadap

responden. Penelitian ini didampingi oleh dokter umum dan psikolog yang

memiliki kompetensi untuk menegakkan diagnosis, menyingkirkan

diagnosis banding dan mengukur tingkat konsentrasi sampel penelitian.

Pada penelitian ini tidak terdapat unsur paksaaan sehingga responden dapat

mengundurkan diri dalam situasi apapun.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan hasil penelitian

sebagai berikut ,

1. Prevalensi kejadian pedikulosis kapitis pada santri Pondok Pesantren X,

Teluk Betung Utara, Bandar Lampung adalah sebanyak 58,6% baik yang

hanya terinfestasi pedikulosis kapitis saja atau bersama dengan penyakit

kulit lainnya.

2. Hasil prestasi belajar santri yang terinfestasi pedikulosis kapitis banyak

yang memiliki hasil yang baik, yaitu sebanyak 65,9% memiliki prestasi

yang baik dan 34,1% orang lagi memiliki prestasi yang kurang baik.

3. Tidak terdapat hubungan antara infestasi pedikulosis kapitis terhadap

prestasi belajar santri Pondok Pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar

Lampung (p=1,001)

5.2 Saran

Adapun saran untuk hasil penelitian ini adalah :

1. Kepada warga pondok pesantren X, Teluk Betung Utara, Bandar

Lampung untuk menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan agar

mencegah terjangkitnya pedikulosis kapitis serta melakukan melakukan


54

pengobatan segera secara serempak untuk mencegah timbulnya dampak

buruk yang tidak diinginkan.

2. Untuk penelitian lebih lanjut, peneliti merekomendasikan supaya

memperluas populasi penelitian, tidak hanya terfokus pada satu tempat

saja serta memperluas cakupan variabel penelitian yang mempengaruhi

prestasi belajar seperti motivasi, pergaulan dengan teman, kondisi emosi,

gaya/tehnik belajar dan lain – lain.


DAFTAR PUSTAKA

Ansyah AN. 2013. Hubungan Personal Hygiene dengan Angka Kejadian


Pediculosis Capitis Pada Santri Putri Pondok Pesantren Modern Islam
Assalam [skripsi]. Surakarta. Unversitas Muhammadiyah Surakarta.

Bartosik K, Buczek A, Kulisz J, Zając Z. 2015. Head pediculosis in


schoolchildren in the eastern region of the European Union. AAEM.
22(4):599–603.

Bhushan M, Khopkar U. 2012. Pediculosis capitis : An Update. IJDVL.


78(4):429–38.

Bohl B. 2015. Clinical Practice Update: Pediculosis Capitis. Pediatric Nursing,


41(5):227–34.

Carson J. 1993. Army Alpha, Army Brass and the Search For Army Intelligency.
STOR. 84(2):278 – 309.

CDC, 2013. Pediculosis Humanus Capitis. Tersedia dari //www.cdc.gov/dpdx/.


Diakses pada 08 November 2016

Cohen BA. 2013. Meeting the Clinical and Psychosocial Challenges of Head Lice.
Dermatology and Pediatrics Johns Hopkins University. USA. MPR. 12(7): 1
- 15.

Devore CD, Schutze GE. 2015. Head Lice Pediatrics, 135(5):1355–1365.

Kross E. dan Darwin, A. G., 2015.Self Control Psychology Oxford Bibliographies.


Available from: http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo
diakses pada 5 desember 2016
Duckworth AL. 2011. Significance of Self-Control. Available from:
http://www.sas.upenn.edu/~duckwort/images/The%20significance%20of%20
self-control.full.pdf diakses pada 5 December 2016

Duncan RA, Waterson S, Beattie TF, Stewart K. 2006. Contact burns from hair
straighteners : a new hazard in the home. EMJ. 23(3):21

Eliska N. 2015. Pedikulosis Kapitis. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan


Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Palembang [Naskah Publikasi]. Palembang. Tersedia
dari:http://documents.tips/documents/pedikulosis-kapitis-
55f3076e6d4a3.html diakses pada 10 agustus 2016

Fatullah Z. 1998. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan dan Dakwah,


jakarta: GIP.

Gulgun M, Balci E, Karaoğlu A, Babacan O, Turker T. 2013. Pediculosis capitis:


Prevalence and its associated factors in primary school children living in
rural and urban areas in Kayseri, Turkey. CEJPH. 21(2):104–08.

Gunawan A. 2004. Genius Learning Strategi. Jakarta: Gramedia

Gunning K, Pippit K, Kiraly B, Sayler M. 2012. Pediculosis and Scabies: A


Treatment Update. AFP. 86 (6): 535–41.

Hakim T. 2003. Mengatasi Gangguan Konsentrasi. Jakarta: Puspa Swaara.

Heukelbach J. 2006. Scabies. PMID. 36(7):1767–74.

Hidayani. 2015. Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Prestasi


Belajar terhadap Hasil Belajar Mata Kuliah Askeb I. Jakarta. JIKI. 5(1): 53-
64

Hidayat S, Widyaiswara M. 2014. Psikologi Pendidikan. Tersedia dari


http://bkddiklat.ntbprov.go.id/wp-content/ploads/2014/01/phycology
pendidikan.pdf. diakses pada 18 juli 2016
Hilma U, Ghazali L. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Skabies
di Pondok Pesantren Mlangi Nogotirto Gamping Sleman Yogyakarta. JKKI.
6(3): 148-157

Mangestuti R, Azis R. 2007. Validasi Tes Inteligensi Spm Dan Ist Pada
Mahasiswa. Fakultas Psikologi. Universitas Islam Negeri Malang

Moradi AR, Zahirnia, Alipour, Eskandari Z. 2009. The Prevalence of Pediculosis


capitis in Primary School Students in Bahar, Hamadan Province, Iran. JRES.
9(1):45–9.

Muhibbin S. (2006). Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Natadisastra D, Agoes R. 2005. Parasitologi Kedokteran. Jakarta. EGC

Nishant B, Ghodake S, Thappa. 2013. Plica neuropathica (polonica): Clinical and


dermoscopic features. IJDVL. 79(2): 269.

Nuqsah. 2010. Gambaran Perilaku Personal Higiene Santri Di Pondok Pesantren


Jihadul Ukhro Turi Kecamatan Tempuran Kabupaten Karawang Tahun 2010
[skripsi]. Jakarta. Universitas isllam Negeri Syarif Hidayatullah.

Patel, Ishiuji Y, Yosipovitch. 2007. Nocturnal Itch : Why do We Itch at Night?.


PMID. 87(4):295–8.

Rassami W, Soonwera M. 2012. Epidemiology of Pediculosis Capitis Among


Schoolchildren in the Eastern Area of Bangkok, Thailand. Tersedia di
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23569868 diakses pada 15 Oktober 2015

Rachman Z. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Pediculosis Capitis Pada Santri Pesantren Rhodlotul Quran Semarang.
[skripsi]. Semarang. Fakultas kedokteran Dipenogoro.

Rukke A, Solleng H, Linsted P. 2014. Socioeconomic status, family background


and other key factors influence the management of head lice in Norway.
Parasitol Res. 113(5):1847–61.
Rushton DN. 2003. Functional Electrical Stimulation and rehabilitation—an
hypothesis. MEP. 25:75–8.

Santrock E. (2008). Perkembangan Masa Hidup (Terjemahan Diana Angela).


Jakarta: Erlangga

Seblova V, Volfova V, Dvorak V, Pruzinova K, Votyoka J, Ayshesma., et al.


2013. Phlebotomus orientalis Sand Flies from Two Geographically Distant
Ethiopian Localities : Biology, Genetic Analyses and Susceptibility to
Leishmania donovani. CEJPH. 7(4):1–8.

Speare, Canyon DV, Melrose W. 2006. Quantification of blood intake of the head
louse: Pediculus humanus capitis. BMC Dermatology. 80(6).6-15.

Stone SP. Jonathan N, Goldfarb, Rocky E. 2012. Bacelieri Scabies Other Mites an
Pediculosis. In : Freedberg IM. Dermatology in General Medicine. USA:
The Mcgraw-Hill.8(2):2573 – 8.

Sudarsono. 2011. Pengaruh Skabies Terhadap Prestasi Belajar Santri Di Sebuah


Pesantren Di Kota Medan [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Univesitas
Sumatera Utara.

Sutikno, Sobary. 2009. Peran Guru Dalam Membangkitkan Motivasi Belajar


Siswa. Jakarta: Raja Grapindo Jakarta

Sulistio A, laily I. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Susanto H. 2006. Meningkatkan Konsentrasi Siswa Melalui Optimalisasi


Modalitas Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur. 5(6):46–51.

Suwardhani FM. 2013. Perbedaan Tingkat Konsentrasi Pada Siswa Yang


Melakukan Sarapan Pagi dengan yang Tidak Melakukan Sarapan Pagi di
SDN Gondang III Kecamatan Nawangan Pacitan [skripsi]. Surakarta.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Meinking TL, Buckhart C. 2008. Infestations Pediculosis Capitis. Britain.


Dermatology volume 1. 1321 – 8.
Mulyasa, E. 2009.Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Remaja
Rosdakarya

Weems HV, Fasullo TR. 2007. Human Lice : Body Louse, Pediculus humanus
humanus Linnaeus and Head Louse. IFAS Extension.10(4):1–5.

You might also like