Professional Documents
Culture Documents
Hasanuddin University
Public Health Faculty
Nutrition Study Program
Makassar, March 2020
i
RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Ilmu Gizi
Makassar, Maret 2020
i
KATA PENGANTAR
Puja puji Ilahi zat Maha sempurna muara kerinduan bagi para pecinta yang
mengarahkan kita kepada jalan yang senantiasa di ridhai oleh Allah SWT. Tak
lupa pula kita kirimkan salam dan shalawat atas junjungan Nabi Besar kita, Nabi
Hasanuddin. Dengan sepenuh rasa cinta dan kasih sayang serta rasa hormat
terdalam penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua Orang
tua saya Drs. Sofyan Anton, M.Pd dan Almarhumah Dra. Nurdiawaty dan Ibunda
Kamria, yang selalu memberikan dukungan do’a dan motivasi, serta memberikan
cinta yang besar kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis kepada Dr. dr. Citrakesumasari,
ii
dukungannya untuk terus meningkatkan prestasi akademik dari awal semester
hormat dan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS
Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada tim penguji Ibu
Dr. Nurhaedar Jafar, Apt., M.Kes dan Bapak Dr. Abdul Salam, S.KM., M.Kes
atas segala masukan, kritik dan sarannya serta motivasi yang telah diberikan
kepada penulis. Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan banyak-
Unhas, beserta seluruh Staf dan Tata Usaha yang telah memberikan
Kesehatan Masyarakat.
ii
4. Seluruh dosen dan para staf Program Studi Ilmu Gizi FKM Unhas yang
5. Kepada Resky Fatimah, terima kasih untuk tetap ada dan merawat
FKM UNHAS.
menempa diri untuk lebih berkembang sejak dari awal bergabung sampai
9. Kepada Tri Sofiatun, Muh Iqbal, Jordan Tirto Sumule, Muh Aryadipa,
Nur fitriani, Andi Fiar Malayadi, Prasetyo, Muh Akbar Nurdin, Ade
skripsi ini.
i
10. Serta semua pihak yang telah membantu , yang tidak sempat penulis
v
DAFTAR ISI
SAMPUL
RINGKASAN...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................ix
DAFTAR TABEL....................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Identifikasi Masalah......................................................................................9
C. Batasan Masalah...........................................................................................9
D. Rumusan Masalah.......................................................................................10
E. Tujuan Penelitian........................................................................................10
F. Manfaat Penelitian......................................................................................11
D. Kerangka Teori...........................................................................................32
v
A. Dasar Pemikiran Variabel...........................................................................33
B. Kerangka Konsep........................................................................................35
D. Hipotesis Penelitian.....................................................................................38
A. Jenis Penelitian............................................................................................39
E. Instrumen Penelitian...................................................................................41
F. Pengumpulan Data......................................................................................44
G. Sumber Data................................................................................................45
I. Penyajian Data............................................................................................48
B. Hasil............................................................................................................50
C. PEMBAHASAN.........................................................................................56
A. Kesimpulan.................................................................................................64
v
B. Saran............................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................66
LAMPIRAN...........................................................................................................72
v
DAFTAR GAMBAR
i
DAFTAR TABEL
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan perkembangan,
kecerdasan (Proverawati dan Erna, 2010). Menurut Aries et al. (2012) status
gizi bayi dan balita merupakan salah satu indikator gizi masyarakat, dan telah
masyarakat. Hal ini dikarenakan kelompok bayi dan balita sangat rentan
Masalah gizi merupakan refleksi dari banyak faktor yang saling terkait,
menjelaskan bahwa masalah gizi merupakan refleksi dari faktor pola asuh,
pola makan, dan asupan zat gizi yang tidak benar karena berbagai macam
sangat menentukan status gizi dan tumbuh kembang anak-anaknya. Ibu yang
membimbing anaknya tentang cara makan yang sehat dan makanan yang
Masalah gizi oleh banyak faktor yang saling terikat secara langsung
dapat dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan gizi secara
jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang
1
Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian tentang
kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tentang konstribusi
gizi dari berbagai jenis makanan akan menimbulkan masalah gizi (Wulandari
and Indra, 2013). Hal ini disebabkan oleh keadaan stunting tidak hanya
ditentukan oleh faktor status pemberian ASI eksklusif, tetapi juga dipengaruhi
kecukupan asupan gizi yang diberikan kepada anak setiap hari, serta status
berpengaruh terhadap status gizi orang tersebut. Kurang gizi maupun gizi
gizi. Pemberian ASI eksklusif akan membuat status gizi anak bertambah baik
dalam usia 6-24 bulan dari pada anak yang tidak mendapat ASI secara
eksklusif kepada anaknya akan semakin baik status gizi anaknya jika
ini adalah masalah kurang gizi kronis yaitu dalam bentuk tubuh anak pendek
(pertumbuhan tubuh dan otak) akibat dari kekurangan gizi dalam waktu yang
lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki
2
berhubungan dengan kegagalan untuk mencapai pertumbuhan linier potensial
atau gagal mencapai tinggi badan relatif terhadap umur. Sedangkan stunting
menurut Hagos et al., (2017) merupakan ukuran kekurangan gizi kronis yang
berkembang.
tahun dalam kondisi pendek dan 90% lebih berada di Afrika dan Asia. Target
global adalah menurunkan stunting sebanyak 40% pada tahun 2025. Untuk
itu dibutuhkan penurunan 3,9% per tahun. Target global yang tercapai adalah
menurunkan stunting 39,7% dari tahun 1990 menjadi 26,7% pada tahun 2010.
Dalam jangka waktu 20 tahun tersebut dapat diturunkan 1,6% per tahun.
Sedangkan penurunan yang cukup besar terjadi di Asia (dari 49% menjadi
28%), sekitar 2,9% per tahun. Penurunan yang terbesar ada di Tiongkok, pada
tahun 1990 sebesar 30% menjadi 10% pada tahun 2011 (Trihono, dkk.,
2015).
pada anak balita merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
stunting pada anak balita. Penelitian ini sesuai dengan Depkes yang
antara lain disebabkan oleh kekurangan gizi sejak bayi, pemberian MP-ASI
terlalu dini atau terlalu lambat, MP-ASI tidak cukup gizinya sesuai kebutuhan
3
bayi atau kurang baiknya pola pemberiannya menurut usia, dan perawatan
lebih besar mengetahui pola hidup sehat dan cara menjaga tubuh tetap bugar
yang tercermin dari penerapan pola hidup sehat seperti konsumsi diet bergizi
disebabkan karena asupan makan yang kurang memadai dan penyakit yang
terjadi karena praktik pemberian makan yang tidak tepat, penyakit infeksi
yang berulang, perilaku kebersihan dan pengasuhan yang buruk. Pada intinya,
pengasuhan anak, penggunaan air yang tidak bersih, lingkungan yang tidak
4
Stunting merupakan outcome yang tidak dapat diubah, sebagian besar
kejadian stunting disebabkan oleh nutrisi yang tidak adekuat dan serangan
infeksi berulang selama 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) (WHO, 2010).
Periode seribu hari, yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada
karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat
permanen dan tidak dapat dikoreksi terhadap pertumbuhan fisik, mental, dan
ibu dan karakteristik regional. Pola asuh, sanitasi lingkungan, akses pangan
pendapatan, dan akses informasi terutama tentang gizi dan kesehatan (Ruel
pada masa ini kebutuhan zat gizi pada anak sangat tinggi yang diperlukan
5
makan pada balita di masa ini berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan
selama fase pemberian MP-ASI, adalah hal penting untuk mencegah stunting.
Konsumsi aneka ragam makanan dan konsumsi makanan dari sumber hewani
pengaruh yang dominan terhadap kejadian kurus dan pendek pada anak.
Keluarga dengan status ekonomi yang baik juga memiliki akses pelayanan
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di Ludhiana India dimana
prevalensi stunting pada anak berusia 12-59 bulan adalah sebesar 74,55%
berkembang.
Mei 2012, WHO mencanangkan enam target dunia untuk menurunkan beban
kesakitan yang disebabkan oleh malnutrisi usia dini (Meera Shekar, Jakub
prevalensi stunting sebesar 40% hingga tahun 2025 ( Shekar., dkk, 2017).
6
Upaya perbaikan status gizi balita di Indonesia dalam beberapa tahun terkahir
prevalensi gizi kurang dan buruk telah mengalami penurunan dari 13,9%
tahun 2013 menjadi 13,8% 2018, sedangkan prevalensi balita pendek terdiri
dari sangat pendek 11,5% dan pendek 19,3%. Peningkatan prevalensi terjadi
prevalensi terjadi pada balita sangat pendek dari 18,0% menjadi 11,5%.
antara 20-29%, sedang bila 30-39% dan berat bila ≥40% (WHO dalam World
Bank 2006).
pertama dan mengalami kenaikan berat badan yang cepat, berisiko tinggi
terhadap berat badan sekarang dan tekanan darah. Menurut Barker (2008)
tekanan darah pada orang dewasa memiliki hubungan negatif terhadap berat
lahir dan tekanan darah pada masa kanak-kanak memiliki hubungan terhadap
7
40,9% dan masih dipakai untuk menilai prevalensi balita stunting pada tahun
2014 dan belum mencapai target yang ditetapkan (34,5%). Angka ini
mencapai target MDGs yaitu 32%. Namun hasil Penilaian Status Gizi di
Selatan sebesar 26,7% (Dinkes SulSel, 2017), sedangkan pada tahun 2017
SulSel, 2018).
Gizi 2015 oleh Dinas Kesehatan Luwu menunjukkan bahwa jumlah kasus
stunting di Luwu sebesar 34,9 %, sedangkan pada tahun 2017 kasus stunting
43,5%.
sebesar 27,61%, untuk anak usia 1-3 tahun adalah 10,09%, dan khusus untuk
wilayah kerja puskesmas Bua prevalansi kejadian stunting sangat tinggi untuk
wilayah kerja Dinkes Kabupaten Luwu yaitu sebesar 18,64%. Angka ini
8
masih dikatakan sangat tinggi untuk wilayah kabupaten (Dinkes Luwu,
2018).
lanjut terkait “faktor kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan diwilayah
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas, penulis
berikut :
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, terfokus dan tidak meluas, penulis
9
2. Pola asuh (pemberian ASI Eksklusif) anak merupakan faktor risiko
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah faktor kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan
2. Apakah ada hubungan pola asuh (pemberian ASI eksklusif) anak dengan
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dari rumusan masalah diatas, sehingga dapat
1. Tujuan Umum
1
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian
2. Tujuan Khusus
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban dari permasalahan
1. Bagi Penulis
2. Bagi Akademis
3. Bagi Puskesmas
1
Dapat menjadi bahan masukan atau perbaikan dalam upaya
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun
atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun
(Muaris.H, 2006).
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5
tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang
tuauntuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
masa yangberlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu
2. Karakteristik Balita
usia 1–3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia
dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa balita lebih
1
yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan
dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang
dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul
mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan
“tidak” terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung
anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila
1
untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan
jemarinya.
dan lain-lain.
Pada konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta
sebagainya.
jika yang terlihat gejala penurunan ukuran, itu sinyal terjadinya gangguan
1
Cara mudah mengetahui baik tidaknya pertumbuhan bayi dan balita
usia anak, harusnya bertambah pula berat dan tinggi badannya. Cara
lainnya yaitu dengan pemantauan status gizi. Pemantauan status gizi pada
pada masa balita merupakan gejala kualitatif, artinya pada diri balita
lain-lain.
dan minuman.
1
Pada sistem tubuh lainnya di antaranya meliputi :
lain-lain.
variabel tertentu (Supariasa dkk, 2006). Menurut Almatsier (2009) status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi. Status gizi dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.
kebutuhan fisik, energi, dan zat-zat gizi lain, serta dampak fisiknya diukur
menurut WHO NCHS ada tiga yaitu dengan indeks BB/U,TB/U dan BB/TB.
1
Penilaian Status Gizi Menurut Supariasa dkk (2006), penilaian status
gizi dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian
status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu, klinis,
langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan
antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran.
antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah
air dalam tubuh. Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai
status gizi adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
yang baik untuk mengetahui kekurangan gizi pada waktu lampau, pengukuran
objektif apabila diulang memberikan hasil yang sama, peralatan dapat dibawa
paling baik untuk anak diatas dua tahun. Kelemahan TB/U yaitu, dalam
menilai hasil intervensi harus disertai indikator lain, seperti BB/U karena
1
beberapa teknik pengukuran seperti alat ukur panjang badan untuk anak umur
lebih dua tahun, lebih sulit dilakukan teliti oleh kader atau petugas yang
badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah
kurang gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan akan tampak pada waktu yang relatif lama (Supariasa dkk, 2006).
cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan (Supariasa dkk,
1. Stunting
a. Definisi
1
mulai janin masih dalamkandungan dan baru nampak saat anak berusia
dua tahun. Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-
balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting
menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang
2
dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik
1. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
2
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
1. Umur
2. Tinggi badan
2
horisontal terhadap meatus acusticus eksterna bagian dalam).
Oleh sebab itu, bila anak diatas 2 tahun diukur dalam keadaan
tinggi badan ialah: rentang lengan (arm span), panjang lengan atas
3. Lingkar Kepala
2
dalam menyediakan tampilan dinamis dari pertumbuhan global
2
C. Faktor Penyebab Stunting
Faktor-faktor penyebab stunting erat hubungannya dengan kondisi-
mempengaruhi faktor penyebab stunting terdiri atas: (1) Pendidikan (2) Pola
1. Tingkat Pendidikan
kebutuhan zat gizi. Salah satu contoh, prinsip yang dimiliki seseorang
2
dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa
seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi dalam keluarga dan
kejadian stunting, karena ibu pada umumnya pengasuh utama bagi anak,
dan tingkat pendidikan ibu yang diharapkan memiliki hubungan yang kuat
perilaku positif dalam hal memenuhi kebutuhan gizi sebagai salah satu
gizi agar ibu yang memiliki anak dapat memahami kebutuhan gizi anak
gizi kurang. Hal-hal yang sebaiknya ibu ketahui dalam hal pengetahuan
gizi yaitu kebutuhan gizi anak, pembentukan pola makan pada anak,
menu untuk anak, dan menilai kecukupan makan anak berdasarkan grafik
2
2. Pola Asuh (Pemberian ASI Ekslusif)
metode pengasuhan yang digunakan para orang tua untuk mendidik anak-
anaknya menjadi pribadi yang dewasa secara sosial. Orang tua yang
mengasuh anaknya dengan baik akan memberikan teladan yang baik juga
terhadap anaknya. Hal itu terjadi karena secara sadar atau tidak sadar,
perilaku orang tua lebih banyaknya akan ditiru oleh anaknya baik secara
langsung, maupun tidak langsung. Sosok orang tua merupakan sosok yang
paling dekat dengan anak sehingga anak akan cepat mengikuti tingkah
orang tua terhadap anak akan mempengaruhi sikap anak dan perilakunya.
Adanya pola asuh atau pengasuhan yang diberikan oleh orang tua terhadap
istilah Ikuji. Kata Ikuji terdiri dari dua kanji, yaitu 育(iku) yang artinya
2008).
mengatakan bahwa salah satu aspek kunci dalam pola asuh gizi adalah
2
praktek penyusuan dan pemberian MP-ASI. Lebih lanjut praktek
penyapihan.
berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI. IDAI merekomendasikan
Berdasarkan hasil survey dari peneliti masih banyak ibu-ibu yang berada
bayi dan hanya diganti dengan susu formula. Jika bayi mendapatkan
makanan pendamping ASI terlalu dini (sebelum enam bulan) makan akan
meningkatkan risiko penyakit diare dan infeksi lainnya. Selain itu juga
2
komposisi gizi ASI pada 6 bulan pertama sangat cocok untuk kebutuhan
pada pada anak 0-23 bulan pada tahun 2010 dan 2013, dinilai bahwa
proses menyusu kurang dari satu jam yaitu sebsesar 29,3% pada tahun
3. Status Ekonomi
dalam satu keluarga. Hal ini merupakan modal dasar menuju keluarga
uang yang dihasilkan dan jumlah uang yang akan dikeluarkan untuk
2
kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya
turut menentukan mutu makanan yang dikelola setiap harinya baik dari
dalam waktu lama dapat mengakibatkan rumah tangga tidak mampu untuk
keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang berlaku
4. Penyakit Infeksi
3
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik
seperti diare, enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi
Balita yang mengonsumsi makanan sebagai hasil dari praktik higiene yang
Penyakit infeksi ini biasa ditandai dengan gangguan nafsu makan dan
gizi kurang, stunting, hingga kejadian gizi buruk (Takanashi, dkk., 2009).
3
D. Kerangka Teori
Stunting
(malnutrisi kronik)
Konsumsi makanan Asupan Energi Asupan Protein Status Infeksi Diare ISPA
Ketersediaan dan
Pola Asuh
Pola Konsumsi Pelayanan Kesehatan
Pemberian
Rumah Tangga Status Imunisasi
ASI/MPA-ASI
Karakteristik keluarga:
Pendidikan orang tua
Pekerjaan orang tua
Status Ekonomi keluarga
3
BAB III
KERANGKA KONSEP
lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek
untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan
pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak
setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek
(severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi
dan kurang dari – 3SD (severely stunted). Penelitian faktor risiko menjadi
stunting. Namun, masih jauh dari harapan kita. Sehingga dari penelitian ini,
pendidikan yang ada pada rakyat bangsa (Muhibbin, 2007). Ibu dengan
3
2. Pola asuh (pemberian ASI Eksklusif) adalah pemberian Air Susu Ibu
pendamping ASI, lalu ASI dilanjutkan sampai dengan dua tahun atau.
kualitas manusia adalah pemberian air susu ibu (Roesli, 2008). Masih
anak kehilangan cairan serta sejumlah zat gizi. Seorang anak yang
mengalami diare akan terjadi malabsorbsi zat gizi dan hilangnya zat gizi
dan bila tidak segera ditindaklanjuti dan diimbangi dengan asupan yang
3
B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Pendidikan Ibu
Status Ekonomi
Ket :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
1. Pendidikan Ibu
3
Yang dimaksud pendidikan ibu pada penelitian ini adalah jenjang
Kriteria Objektif:
tamat SLTA
pemberian hanya ASI saja untuk bayi sejak lahir sampai dengan usia 6
bulan.
Kriteria Objektif:
3. Status Ekonomi
makanan.
Kriteria Objektif:
3
Rendah : Jika pendapatan keluarga (kuintil 1,2 dan 3) (Kemenkes,
2010)
status balita terhadap penyakit infeksi (ISPA dan Diare) selama enam
bulan terakhir.
Kriteria Objektif:
5. Stunting
seharusnya.
Kriteria Objektif:
3
D. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
3
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuantitatif
melihat efek atau akibat pada saat ini. Adapun penelitian ini untuk melihat
apakah faktor seperti pendidikan, penyakit infeksi, pola asuh dan status
Puskesmas Bua.
Luwu. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah bulan mei tahun 2020 – juni
tahun 2020.
2. Sampel
3
Besaran Sampel
a. Slovin
Keterangan:
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
242
n = 1+242(0,05)2
242
n 1+242 (0,0025)
242
n = 1+0,605
242
n = 1,605
n = 150,7
n = 151
4
dengan berdasarkan kriteria atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
Kriteria Inklusi:
Kabupaten Luwu.
Kriteria Eksklusi:
E. Instrumen Penelitian
1. Kuesioner
bila peneliti telah mengetahui dengan pasti variabel yag akan diukur
Kesehatan.
4
b. Kuesioner identitas anak yang berisi nama anak, tanggal lahir
anak, berat badan anak, tinggi badan anak, umur anak, umur
pemberian).
4
Alat ukur panjang badan (length board) untuk mengukur panjang
badan anak usia 12-24 bulan dan microtoise untuk mengukur panjang
a) Letakkan length board pada meja atau tempat yang rata. Bila tidak
ada meja, alat dapat diletakkan di atas tempat yang datar seperti
lantai.
b) Letakkan alat ukur dengan posisi panel kepala di sebelah kiri dan
kepala bayi menempel pada bagian panel yang tidak dapat digeser.
e) Rapatkan kedua kaki dan tekan lutut bayi secara perlahan sampai
lurus dan menempel pada tempat menaruh alat ukur. Tekan telapak
yang dapat digeser sampai tepat menempel pada telapak kaki bayi.
f) Bacalah panjang badan bayi pada skala ke arah yang lebih besar.
dipindahkan.
4
b) Pilih bidang vertikal yang datar (misalnya tembok atau bidang
d) Pasang penguat seperti paku dan lakban pada ujung microtoise agar
e) Mintalah pada subjek yang akan diukur untuk melepaskan alas kaki
(sepatu dan kaos kaki) dan melonggarkan ikatan rambut (bila ada).
h) Setelah itu pastikan pula kepala, punggung, bokong, betis dan tumit
F. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
1. Wawancara
4
Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan
2. Pengukuran
3. Dokumentasi
kesehatan pasien/responden.
G. Sumber Data
Data Primer
pengukuran berat badan dan tinggi badan pada anak serta hasil
Luwu.
4
Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi, yaitu
a. Editing
b. Coding
dalam katagori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam
c. Entry Data
d. Cleaning Data
yang out of range (di luar cakupan), tidak konsisten secara logika,
4
variabel yang tidak diketahui dikarenakan jawaban responden yang
membingungkan.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
uji chi-square.
4
I. Penyajian Data
Data yang telah dianalis selanjutnya akan disajikan dalam