Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
The home environment is one of the potential factors in the spread of Pulmonary Tuberculosis
incidence. This study aims to analyze the environmental risk factors of the incidence of Pulmonary
Tuberculosis in the working area Puskesmas Binanga Mamuju 2016. The study design is a case-
control study. Sample size of 93 with a comparison between case and control 1: 2. TB case sample 31
patient and control sample 62 people. TB cases are pulmonary TB patients and controls, not the lungs.
The data were collected by interview using questionnaire. Bivariate statistic test using Odds Ratio with
α = 0,05. The results showed that residential density (OR 1.969, 95% CI: 0.641 - 6.049), Ventilation
(OR 1.492, 95% CI: 0.576-3.863), and Lighting (OR 6.471, 95% CI: 0.795 - 52.6) significant to the
incidence of pulmonary TB.
75
Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602
76
Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602
satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, dari kualitas bangunan dan fasilitas yang
terutama tuberkulosis akan mudah menular tersedia. Kepadatan hunian adalah
kepada anggota keluarga lain (Notoatmodjo, perbandingan jumlah penghuni dengan luas
2007). Kepadatan hunian untuk seluruh rumah ruangan rumah yang ditempati responden dalam
biasanya dinyatakan dengan m2/orang. Luas satuan meter persegi (m2), dengan persyaratan
minimum per orang sangat relatif, tergantung minimum 8 m2/orang.
Penelitian ini menemukan bahwa upper limit mencakup nilai satu, sehingga nilai
kepadatan hunian memiliki hubungan yang 1,969 dianggap tidak bermakna secara statistik.
tidak bermakna sebagai faktor risiko kejadian Adanya hubungan yang tidak bermakna
penyakit TB Paru. Hasil analisis bivariat pada penelitian ini, karena pada kelompok
dengan uji Odds Ratio (OR) diperoleh nilai OR kasus lebih banyak yang memiliki rumah
sebesar 1,969 pada tingkat kepercayaan (CI) = dengan kondisi kepadatan hunian yang
95% dengan lower limit = 0,641 dan upper limit memenuhi syarat. Begitupun perbandingan
= 6,049. Oleh karena nilai lower limit dan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat
77
Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602
lebih banyak pada kelompok kontrol. Hal ini bermakna antara kepadatan hunian dengan
juga dimungkinkan karena jumlah sampel kasus kejadian TB paru (OR = 1, CI 95% ;0,61-
yang digunakan relatif kecil. Walaupun secara 16,568), dan Fatimah. S (2008) yang
teori dan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
mengemukakan bahwa kepadatan hunian dapat bermakna antara kepadatan hunian dengan
memiliki peran dalam penularan TB paru kejadian TB paru (OR = 0,820, CI =95%;
karena kepadatan hunian dapat menyebabkan 0,237-2,830).
infeksi silang (Cross infection) melalui udara Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
ataupun “droplet” yang berasal dari penderita penelitian Nugroho, A dkk (2009) yang
TB paru dalam rumah dengan kepadatan cukup menyatakan bahwa terdapat hubungan
tinggi. Untuk itu diperlukan suatu penelitian bermakna antara kepadatan hunian dengan
yang lebih lanjut terkait variabel kepadatan kejadian TB paru (OR = 2,429, CI=95%; 1,439
hunian dengan menggunakan sampel yang lebih – 4.058). Kepadatan hunian menjadi salah satu
besar sehingga dapat terlihat perbedaan yang resiko orang yang terpajan kuman TB paru
lebih jelas antara kelompok kasus dengan menjadi terinfeksi TB paru, untuk mencegah
kelompok kontrol. terjadinya penularan TB paru yaitu dengan
Hasil penelitian ini sejalan dengan mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial
penelitian Adnani dan Asih (2006) yang yang mempertinggi resiko terjadinya infeksi
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang seperti kepadatan hunian (Depkes, 2008).
Tabel 2. Besar Risiko TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Binanga Kabupaten Mamuju
Tahun 2016
Kejadian TB Paru
Variabel Kasus Kontrol OR 95% CI P
n % n %
Kepadatan Hunian
Tidak Memenuhi Syarat 7 22,6 8 12,9
1,969 0,641 – 6,049 0,246
Memenuhi Syarat 24 77,4 54 87,1
Ventilasi
Tidak Memenuhi Syarat 10 32,3 15 24,2
1,492 0,576 – 3,863 0,461
Memenuhi Syarat 21 67,7 47 75,8
Pencahayaaan
Tidak Memenuhi Syarat 30 96,8 51 82,3
6,471 0,795 – 52,6 0,056
Memenuhi Syarat 1 3,2 11 17,7
Sumber : Data Primer
78
Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602
sebesar 1,492 pada tingkat kepercayaan (CI) = menerangi seluruh ruangan dan memiliki
95% dengan lower limit = 0,576 dan upper limit intensitas 50 lux dan tidak menyilaukan.
= 3,863. Oleh karena nilai lower limit dan Penelitian ini menemukan bahwa
upper limit mencakup nilai satu, sehingga nilai pencahayaan memiliki hubungan yang tidak
1,492 dianggap tidak bermakna secara statistik. bermakna sebagai faktor risiko kejadian
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penyakit TB Paru. Hasil analisis bivariat
penelitian Dewi, dkk (2016) yang menyatakan dengan uji Odds Ratio (OR) diperoleh nilai OR
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna sebesar 6,471 pada tingkat kepercayaan (CI) =
antara luas ventilasi rumah dengan kejadian TB 95% dengan lower limit = 0,795 dan upper limit
paru (p value = 0,226, OR=2,212 dan 95% CI = = 52,6. Oleh karena nilai lower limit dan upper
0,718 – 6,817). limit mencakup nilai satu, sehingga nilai 6,471
Walaupun hasil penelitian ini tidak dianggap tidak bermakna secara statistik.
signifikan tetapi keberadaan ventilasi dapat Adanya hubungan yang tidak bermakna pada
menjadi faktor yang berpengaruh terhadap penelitian ini, karena pada kelompok kontrol
penularan TB paru, rumah dengan ventilasi lebih banyak yang memiliki rumah dengan
yang kurang akan berpengaruh terhadap kondisi pencahayaan yang tidak memenuhi
kejadian tuberkulosis paru (Notoatmodjo, syarat dibandingkan dengan kelompok kasus,
2007). Ventilasi rumah berfungsi untuk walaupun hampir seluruh responden pada
mengeluarkan udara yang tercemar (bakteri, kelompok kasus memiliki rumah dengan
CO2) di dalam rumah dan menggantinya kondisi pencahayaan yang tidak memenuhi
dengan udara yang segar dan bersih atau untuk syarat, hal ini juga yang kemudian
sirkulasi udara tempat masuknya cahaya ultra memungkinkan terjadinya rentang nilai CI yang
violet. Hal ini sejalan dengan penelitian terlalu lebar dan dianggap tidak bermakna
Fatimah, S (2008) yang menyatakan bahwa secara statistik. Walaupun secara teori dan
keberadaan ventilasi memiliki resiko 5,17 kali beberapa penelitian yang mengemukakan
terhadap penularan TB (OR 5,17, CI=95%; 1,55 bahwa pencahayaan dapat memiliki peran
– 17,9). Dalam penelitian ini ventilasi dalam penularan TB paru karena kuman TB
merupakan faktor risiko yang berhubungan dapat bertahan lama dalam suatu ruangan salah
dengan kejadian tuberkulosis paru. satunya bergantung pada ketersedian
Keberadaan ventilasi mampu pencahayaan alamiah yang mengandung
mengencerkan konsentrasi kuman TBC Paru ultraviolet.
dan kuman lain, terbawa keluar dan mati Dalam ruangan yang lembab dan gelap
terkena sinar ultraviolet. Ventilasi juga dapat kuman dapat tahan berhari-hari bahkan
merupakan tempat untuk memasukkan sinar berbulan-bulan. Mati apabila terkena sinar
ultraviolet. Menurut Depkes RI (2003) ventilasi matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api,
yang tidak baik dapat meyebabkan udara tidak kuman mycobacterium tuberculosa akan mati
nyaman (kepengapan, bronchitis, asma dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari; oleh
kambuh, masuk angin) dan udara kotor tinctura iodii selama 5 menit dan juga oleh
(penularan penyakit saluran pernafasan). ethanol 80% dalam waktu 2 – 10 menit serta
Suhu udara dan kelembaban ruangan mati oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam.
sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan Rumah yang tidak masuk sinar matahari
pencahayaan. Pencahayaan yang kurang atau mempunyai risiko menderita tuberkulosis 3 – 7
tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki
pengap atau sumpek dan akan menimbulkan sinar matahari. Hal ini sejalan dengan hasil
kelembaban tinggi dalam ruangan (Kepmen penelitian Kurniasari, dkk (2012) yang
Perumahan dan Prasarana Wilayah, 2002). menyatakan bahwa ada hubungan yang
Cahaya yang cukup untuk penerangan ruang bermakna antara pencahayaan dengan kejadian
dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan TB paru dengan besar risiko OR= 3,7.
manusia. Cahaya mempunyai sifat dapat
membunuh bakteri. Pencahayaan yang kurang KESIMPULAN DAN SARAN
akan menyebabkan kelembaban yang tinggi di Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dalam rumah dan sangat berpotensi bagi kepadatan hunian, ventilasi, dan pencahayaan
berkembangbiaknya kuman TB paru. tidak memiliki hubungan yang signifikan
Pencahayaan langsung maupun buatan harus terhadap kejadian TB paru. Perlu dilakukan
penelitian lanjutan dalam mengidentifikasi
79
Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602
faktor risiko lingkungan perumahan pada skala dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten
wilayah yang lebih luas dengan sampel kasus Cilacap Tahun 2008. Tesis-Universitas
yang lebih besar. Diponegoro.
Gould, D. dan Brooker (2003). Mikrobiologi
UCAPAN TERIMAKASIH Terapan untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Terima kasih disampaikan kepada Direktur Kemenkes RI. Profil Kesehatan (2015). Jakarta:
Poltekkes Kemenkes Mamuju atas pemberian Kementerian Kesehatan Republik
izin dan pembiayaan terhadap penelitian ini, Indonesia, 2016.
Dinas Kesehatan Kab. Mamuju dan Puskesmas Kurniasari, Suharto, Cahyo. (2012). Faktor
Binanga yang telah mengizinkan melakukan Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di
penelitian dan responden yang berpartisipasi Kecamatan Baturetno Kabupaten
dalam penelitian ini. Wonogiri. Jurnal Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia, Vol.11/No.2,
DAFTAR PUSTAKA Oktober 2012.
Adnani, Hariza dan Mahastuti, Asih. (2006), Lemeshow, et.al. (1997). Besar Sampel dalam
Hubungan Kondisi Rumah dengan Penelitian Kesehatan. Terjemahan oleh
Penyakit TBC Paru di Wilayah Kerja Dibyo Pramono. Gadjah Mada
Puskesmas Karangmojo II Kabupaten University Press. Yogyakarta.
Gunung Kidul tahun 2005 – 2006. Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Yogyakarta: Jurnal Kesehatan Surya RI. (2002). Keputusan Menteri
Medika. Permukiman dan Prasarana Wilayah
Antoro, D.S, dkk (2010). Hubungan Faktor Nomor: 403/KPTS/M/2002 Tentang
Lingkungan Fisik Rumah dan Respons Pedoman Teknis Pembangunan Rumah
Terhadap Praktik Pengobatan Strategi Sederhana Sehat (Rs SEHAT). Jakarta:
DOTS Dengan Penyakit Tb Paru di Kepmen Permukiman dan Prasarana.
Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan Musadad, Anwar (2006). Hubungan Faktor
Tahun 2010. Jurnal Kesehatan Lingkungan Rumah dengan Penularan
Lingkungan Indonesia Vol.11 no.1 – TB Paru Kontak Serumah. Jurnal Ekologi
April 2011. Kesehatan Vol.5 No.3: 486 – 496.
Badan Penelitian dan Pengembangan Notoatmodjo, S. (2007). Ilmu Kesehatan
Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta:
(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Rineka Cipta.
Pengembangan Kesehatan Kementerian Nugroho. A. (2009). Faktor Risiko dan Sebaran
Kesehatan RI. Tubekulosis BTA Positif di Kota Kendari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Provinsi Sulawesi Tenggara. Tesis.
(2007). Pedoman Nasional Universitas Gadjah Mada.
Penanggulangan Tuberkulosis, (online). Rusnoto; Rahmatullah, Pasihan; dan Udiono,
(http://www. tbindonesia. or.id/ pdf/ Ari. (2008). Faktor-Faktor Yang
BPN_2007. pdf, diakses 21 Maret 2016). Berhubungan Dengan Kejadian Tb Paru
Departemen Kesehatan (2003). Pedoman Pada Usia Dewasa (Studi kasus di Balai
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit
Jakarta: Departemen Kesehatan. Paru Pati), (online). (http://eprints.
Dewi, Fitria Erlin, Suhartono, Adi, Sekundarno undip.ac.id/ 5283/1/ Rusnoto.pdf,
Mateus. (2016). Hubungan Faktor diunduh 11 Maret Januari 2016).
Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB
Paru di Kota Magelang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Vol.4/No.2, April 2016.
Fatimah Siti (2008). Faktor Kesehatan
Lingkungan Rumah yang Berhubungan
80