You are on page 1of 75

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU


PADA ANAK
(STUDI DI SELURUH PUSKESMAS DI KABUPATEN MAGELANG)

Rusliana Apriliasari, Retno Hestiningsih, Martini, Ari Udiyono


Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Email: Ruslianaapriliasari@gmail.com

ABSTRACT

Tuberculosis is a disease caused by the entry of Mycobacterium tuberculosis into


the body through the respiratory cavity. Based on the Health Profile of Magelang
District, there was a significant increase of cases of pulmonary tuberculosis in
children. In 2014 there were no cases of pulmonary TB in children, while in 2015
found 81 (11%) cases of pulmonary TB in children. This study aims to analyze
related factors to the incidence of children tuberculosis in Magelang District from
January 2016-June 2017. This study was conducted using observational analytic
method with case control study. The sample used in this study were 100
respondents, consisting of 50 cases and 50 controls.. The results of statistical
tests showed that there were several factors related to pulmonary TB incidence in
children. There are contact history (p=0,018; OR=3,143; 95% CI=1,291–7,653),
floor type (p=0,031; OR=2,897, 95% CI=1,187–7,067), ventilation area (p=0,004;
OR=3,717; 95% CI=1,581–8,738), lighting level (p=0,024; OR=3,218; 95%
CI=1,248–8,299), humidity (p=0,009; OR=3,160; 95% CI=1,397–7,152), parent
income level (p=0,009; OR=3,188; 95% CI=1,403–7,241), parent education level
(p=0,009; OR=3,579; 95% CI=1,437–8,913), and parents knowledge level
(p=0,02; OR=3,020; 95% CI=1,265–7,209). It is suggested to Magelang Regency
Health Office to improve health promotion related to healthy house requirement
and improvement of clean and healthy life behavior to avoid transmission of
tuberculosis disease.

Keywords: Tuberculosis, Pulmonary Tuberculosis, 0-14 Years Old Children

PENDAHULUAN dampak di kehidupannya, baik


Tuberkulosis merupakan secara fisik, mental, maupun sosial.
penyakit yang disebabkan oleh Secara fisik, seseorang yang telah
infeksi Mycobacterium tuberkulosis. terinfeksi TB paru akan sering batuk,
Umumnya setelah masuk ke dalam sesak nafas, nyeri dada, berat
tubuh melalui rongga pernapasan, badan dan nafsu makan menurun,
bakteri ini akan menuju ke paru- serta berkeringat di malam hari.
paru. Tetapi bukan hanya di paru- Semua hal itu tentunya akan
paru, bakteri ini juga dapat menuju mengakibatkan seseorang tersebut
organ tubuh lain, seperti ginjal, menjadi lemah. Secara mental,
limpa, tulang, dan otak.1,2 seseorang yang telah terinfeksi TB
Seseorang yang terinfeksi TB paru umumnya akan merasakan
paru akan menimbulkan berbagai berbagai ketakutan di dalam dirinya,

298
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

seperti ketakutan akan kematian, dengan CNR sebesar 111 per


pengobatan, efek samping dalam 100.000 penduduk.5,6 Sementara di
melakukan pengobatan, kehilangan Kabupaten Magelang, CNR pada
pekerjaan, kemungkinan menularkan tahun 2014 sebesar 30 per 100.000
penyakit ke orang lain, serta penduduk dan tahun 2015
ketakutan akan ditolak dan meningkat menjadi 39,7 per 100.000
didiskriminasi oleh orang-orang yang penduduk.7,8
ada di sekitarnya.3,4 Data TB paru pada anak di
Di Indonesia, jumlah kasus TB Indonesia menunjukkan proporsi
BTA+ dari tahun ke tahun sangat kasus TB anak pada tahun 2013
fluktuatif. Pada tahun 2013, sebesar 7,92%, kemudian menurun
ditemukan sejumlah 196.310 kasus pada tahun 2014 menjadi 7,10%,
TB BTA+. Kasus tersebut menurun lalu meningkat pada tahun 2015
pada tahun 2014 menjadi 176.667. menjadi 8,49%.6 Proporsi kasus TB
Sementara pada tahun 2015 paru pada anak di Jawa Tengah
meningkat pesat menjadi 330.910 pada tahun 2014 tercatat sebesar
kasus. Pada tahun 2015, dilaporkan 6,63% dan meningkat pada tahun
tiga provinsi dengan jumlah kasus 2015 menjadi 7,51%. Hal ini
terbanyak adalah Jawa Barat, Jawa menunjukkan bahwa penularan
Timur, dan Jawa Tengah. Jika kasus TB paru BTA positif kepada
ditotal, jumlah kasus tuberkulosis di anak semakin besar. Berdasarkan
tiga provinsi tersebut sebesar 38% data yang diperoleh, ditemukan
dari jumlah seluruh kasus baru yang sebanyak 2.975 anak tertular TB
ada di Indonesia.5,6 paru BTA positif dari orang dewasa
Selain menggunakan jumlah di sekitarnya.7,8 Sementara di
total kasus, saat ini pemerintah Kabupaten Magelang pada tahun
melakukan perhitungan dengan 2014 tidak ditemukan sama sekali
menggunakan Case Notification kasus TB paru pada anak, namun
Rate (CNR), yaitu angka yang pada tahun 2015 terjadi peningkatan
menunjukan jumlah pasien baru yang cukup signifikan, yaitu terdapat
yang ditemukan dan tercatat di 11% kasus TB paru pada anak.9,10
antara 100.000 penduduk yang ada
di suatu wilayah tertentu. CNR untuk METODE PENELITIAN
semua kasus TB di Indonesia juga Metode yang akan digunakan
berfluktuatif dengan perbedaan yang dalam penelitian ini adalah kuantitatif
tidak terlalu banyak dari tahun ke dengan menggunakan jenis
tahun. Pada tahun 2013, CNR untuk penelitian observational analitik dan
semua kasus TB di Indonesia desain studi case control. Peneliti
sebesar 135 per 100.000 penduduk. akan melihat faktor risiko
Kemudian mengalami penurunan di tuberkulosis paru pada anak dengan
tahun 2014, menjadi 129 per menggunakan pendekatan
100.000 penduduk. Kembali retrospektif.
meningkat pada tahun 2015, Peneliti akan membandingan
menjadi 130 per 100.000 penduduk. faktor risiko yang dialami oleh
CNR tertinggi terdapat di Sulawesi kelompok kasus (anak dengan TB
utara, sebesar 238 per 100.000 paru (+)) dan kelompok kontrol (anak
penduduk. CNR terendah terdapat di dengan TB paru (-)).Faktor risiko
Bali, sebesar 70 per 100.000 tersebut, antara lain umur, jenis
penduduk. Sementara Jawa Tengah kelamin, riwayat kontak, status
berada di posisi tengah, yaitu merokok anggota keluarga, jenis

299
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

lantai, jenis dinding, luas ventilasi, sampel sebanyak 100 responden.


tingkat pencahayaan, kepadatan Dari total responden sebanyak 69%
hunian, kelembaban hunian, suhu responden merupakan balita, 53%
hunian, tingkat pendapatan merupakan laki-laki, 68% memiliki
orangtua, tingkat pendidikan riwayat kontak dengan penderita TB
orangtua, serta tingkat pengetahuan paru dewasa, 53% memiliki anggota
orangtua terkait TB Paru. keluarga dengan kebiasaan
Populasi dalam penelitian ini merokok, 69% memiliki rumah
adalah seluruh anak-anak berusia 0- dengan jenis lantai sesuai
14 tahun yang tinggal di Kabupaten persyaratan, 78% memiliki rumah
Magelang. Sampel yang akan dengan jenis dinding sesuai
digunakan dalam penelitian ini dipilih persyaratan, 61% memiliki rumah
dengan menggunakan teknik non dengan luas ventilasi yang tidak
probability sampling, yaitu sesuai persyaratan,73% memiliki
consecutive sampling, yaitu semua rumah dengan tingkat pencahayaan
subjek yang tercatat di buku register tidak memenuhi persyaratan, 65%
puskesmas dan memenuhi kriteria memiliki rumah dengan tingkat
penelitian akan dijadikan sampel kepadatan hunian memenuhi
penelitian sampai subjek yang persyaratan, 50% memiliki rumah
dibutuhkan terpenuhi. Berdasarkan dengan kelembaban hunian
hasil perhitungan, maka diperoleh memenuhi persyaratan, 72%
hasil sebanyak 100 responden, yang memiliki rumah dengan suhu hunian
terdiri dari 50 kasus dan 50 kontrol. memenuhi persyaratan, 54%
Analisis data dilakukan dengan memiliki orangtua dengan tingkat
menggunakan software SPSS 20. pendapatan ≥ UMR, 69% memiliki
Analisis univariat dilakukan untuk orangtua dengan tingkat pendidikan
mendeskripsikan distribusi frekuensi tinggi, dan 66% memiliki orangtua
masing-masing variabel. Analisis dengan tingkat pengetahuan yang
bivariat dilakukan untuk melihat baik.
hubungan variabel penelitian dengan
kejadian TB paru pada anak. Faktor-Faktor yang Berhubungan
Analisis bivariat dilakukan dengan dengan Kejadian TB Paru pada
menggunakan uji Chi Square. Anak
Dari hasil analisis bivariat
HASIL menggunakan uji chi square
Karakteristik Responden dengan interval kepercayaan
Penelitian ini dilakukan pada 95%, diperoleh hasil sebagai
anak-anak usia 0-14 tahun di berikut : (Tabel 1)
Kabupaten Magelang dengan
Tabel 1. Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian TB
Paru pada Anak Usia 0-14 Tahun di Kabupaten Magelang
No. Variabel p OR 95% CI
1. Umur
a. Balita 0,387 1,601 0,680-3,768
b. Bukan Balita
2. Jenis Kelamin
a. Laki-Laki >0,999 0,923 0,421-2,024
b. Perempuan
3. Riwayat Kontak
0,018 3,143 1,291-7,653
a. Ya

300
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

b. Tidak
4. Status Merokok Anggota
Keluarga
0,689 1,273 0,579-2,795
a. Ada
b. Tidak
5. Jenis Lantai
a. Tidak Sesuai Persyaratan 0,031 2,897 1,187-7,067
b. Sesuai Persyaratan
6. Jenis Dinding
a. Tidak Sesuai Persyaratan 0,091 2,633 0,967-7,170
b. Sesuai Persyaratan
7. Luas Ventilasi
a. Tidak Memenuhi
0,004 3,717 1,581-8,738
Persyaratan
b. Memenuhi Persyaratan
8. Tingkat Pencahayaan
a. Tidak Memenuhi
0,024 3,218 1,248-8,299
Persyaratan
b. Memenuhi Persyaratan
9. Kepadatan Hunian
a. Tidak Memenuhi
0,093 2,236 0,962-5,197
Persyaratan
b. Memenuhi Persyaratan
10. Kelembaban Hunian
a. Tidak Memenuhi
0,009 3,160 1,397-7,152
Persyaratan
b. Memenuhi Persyaratan
11. Suhu Huninan
a. Tidak Memenuhi
0,504 1,490 0,618-3,592
Persyaratan
b. Memenuhi Persyaratan
12. Tingkat Pendapatan Orangtua
a. < UMR 0,009 3,188 1,403-7,241
b. ≥ UMR
13. Tingkat Pendidikan Orangtua
a. Pendidikan Rendah 0,009 3,579 1,437-8,913
b. Pendidikan Tinggi
14. Tingkat Pengetahuan Orangtua
a. Kurang Baik 0,020 3,020 1,26- 7,209
b. Baik

Analisis bivariat dilakukan tidak terdapat hubungan dengan


untuk mengetahui hubungan kejadian TB paru pada anak.
antara variabel bebas yang Ditunjukkan dengan p value
digunakan dalam penelitian sebesar 0,387. Secara teori
dengan kejadian tuberkulosis menyatakan bahwa usia tidak
pada anak di Kabupaten berpengaruh dalam tahapan
Magelang. Hasil analisis terhadap melawan infeksi. Pada usia
variabel umur diketahui bahwa berapapun tubuh hanya dapat

301
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

melawan infeksi apabila dicukupi memiliki riwayat kontak dengan


oleh makanan yang bergizi dalam pasien TB paru dewasa. Hal itu
jumlah yang cukup. Apabila tubuh bisa saja terjadi karena sumber
tidak diberikan gizi yang cukup, penularan yang paling erat untuk
maka tubuh akan mengalami bayi dan anak-anak adalah
malnutrisi dan berkurangnya daya orangtuanya, orang yang tinggal
tahan tubuh. Hal tersebut serumah, serta orang yang sering
tentunya dapat meningkatkan berkunjung atau berinteraksi
keparahan penyakit seseorang langsung.20 Anak-anak yang
hingga dapat menimbulkan berasal dari keluarga dengan
kematian.16 BTA sputum positif memiliki risiko
Hasil analisis terhadap tinggi terkena infeksi TB.21
variabel jenis kelamin Hasil analisis terhadap
menunjukkan bahwa tidak ada variabel status merokok anggota
hubungan dengan kejadian TB keluarga menunjukkan tidak ada
paru pada anak. Hal ini hubungan dengan kejadian TB
ditunjukkan dengan p value paru pada anak, ditunjukkan
sebesar >0,999. Tidak adanya dengan p value sebesar 0,689.
hubungan antara jenis kelamin Berdasarkan hasil penelitian, dari
dengan kejadian TB paru pada 53 responden yang memiliki
anak dikarenakan proporsi antara keluarga dengan kebiasaan
laki-laki dan perempuan yang merokok, terdapat 22 responden
menjadi responden dalam yang memiliki keluarga dengan
penelitian ini hampir sama. Hal kebiasaan merokok di dekat
tersebut sejalan dengan anak-anak, sementara 31
penelitian yang telah dilakukan responden lainnya memiliki
oleh Simbolon, dimana pada keluarga yang tidak merokok di
penelitian tersebut dinyatakan dekat anak-anak. Mereka
bahwa penyakit TBC tidak mengatakan bahwa anggota
memilih untuk menyerang jenis keluarga yang merokok lebih
kelamin tertentu. Hal tersebut sering melakukannya diluar
terbukti dengan adanya hasil rumah ataupun saat malam hari,
dimana proporsi kasus pada laki- ketika anak-anak sudah tidur.
laki sedikit lebih banyak Hasil analisis terhadap
dibandingkan proporsi kasus variabel jenis lantai menunjukkan
pada perempuan, namun tidak adanya hubungan dengan
ada perbedaan yang berarti.18 kejadian TB paru pada anak,
Hasil analisis untuk dibuktikan dengan p value
variabel riwayat kontak sebesar 0,031 dan nilai OR =
menunjukkan adanya hubungan 2,897 (95% CI = 1,187 – 7,067),
dengan kejadian TB paru pada artinya responden yang memiliki
anak, hal ini ditunjukkan dengan p rumah dengan jenis lantai tidak
value sebesar 0,018 dan nilai OR sesuai persyaratan memiliki risiko
= 3,143 (95% CI = 1,291 – 7,653), 2,9 kali lebih besar untuk
artinya responden yang memiliki terinfeksi TB paru dibandingkan
riwayat kontak dengan penderita dengan responden yang memiliki
TB paru dewasa memiliki risiko rumah dengan jenis lantai sesuai
3,1 kali lebih besar untuk persyaratan. Berdasarkan hasil
terinfeksi TB paru dibandingkan observasi di rumah responden,
dengan responden yang tidak terdapat 31 responden yang

302
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

memiliki jenis lantai tidak sesuai ditentukan serta ventilasi yang


dengan persyaratan. Jenis lantai ditutup dengan kayu ataupun
yang tidak sesuai dengan kaca. Hal ini dilakukan para
persyaratan tentunya akan responden dikarenakan suhu
memudahkan seseorang untuk udara di Kabupaten Magelang
terinfeksi penyakit.23 yang cukup dingin, sehingga
Hasil analisis terhadap mereka melakukan hal tersebut
variabel jenis dinding dengan alasan untuk mengurangi
menunjukkan bahwa tidak ada hawa dingin dari udara yang
hubungan dengan kejadian TB masuk ke dalam rumah.
paru pada anak, dibuktikan Hasil analisis terhadap
dengan p value sebesar 0,091. variabel tingkat pencahayaan
Hal ini terjadi karena sebagian menunjukkan bahwa ada
besar rumah responden (78%) hubungan dengan kejadian TB
sudah sesuai dengan persyaratan paru pada anak, dibuktikan
rumah sehat, yaitu sudah banyak dengan p value sebesar 0,024
rumah yang terbuat dari tembok, dan nilai OR = 3,219 (95% CI –
bukan dari bilik bambu. Jenis 1,248 – 8,299), artinya responden
dinding rumah yang berasal dari yang memiliki rumah dengan
tembok lebih mudah untuk tingkat pencahayaan tidak sesuai
dibersihkan, sehingga bakteri persyaratan memiliki risiko 3,2
tuberkulosis tidak mudah untuk kali lebih besar untuk terinfeksi
berkembang biak. TB paru dibandingkan dengan
Hasil analisis terhadap responden yang memiliki rumah
variabel luas ventilasi dengan tingkat pencahayaan
menunjukkan bahwa ada sesuai persyaratan. Cahaya
hubungan dengan kejadian TB matahari, terutama cahaya
paru pada anak, dibuktikan matahari pagi sangat bagus untuk
dengan p value sebesar 0,004 kesehatan. Hal itu terjadi karena
dan nilai OR = 3,717 (95% CI = cahaya matahari pagi
1,581 – 8,738), artinya responden mengandung sinar ultraviolet
yang memiliki rumah dengan luas yang dapat membunuh kuman,
ventilasi tidak sesuai persyaratan sehingga banyak jenis bakteri
memiliki riisko 3,7 kali lebih besar yang dapat dimatikan apabila
untuk terinfeksi tuberkulosis terkenal sinar matahari tersebut.23
dibandingkan dengan responden Berdasarkan data yang diperoleh
yang memiliki rumah dengan luas dari hasil observasi rumah
ventilasi sesuai persyaratan. responden, ditemukan sebanyak
Berdasarkan data yang diperoleh 73 rumah responden tidak
dari hasil observasi rumah memenuhi persyaratan tingkat
responden, dapat diketahui pencahayaan yang baik. Hal ini
bahwa 61% rumah responden terjadi karena minimnya ventilasi
tidak memiliki luas ventilasi yang dan jendela di rumah responden.
sesuai dengan persyaratan. Dari Terdapat beberapa rumah
hasil pengamatan yang dilakukan, responden yang memiliki ventilasi
banyak rumah responden yang yang tertutup kayu, sehingga
memiliki luas ventilasi tidak cahaya tidak dapat masuk. Selain
sesuai persyaratan, seperti luas itu terdapat pula beberapa
ventilasi yang kurang dari responden yang enggan dan
persyaratan yang sudah malas untuk membuka jendela

303
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

rumahnya, sehingga rumah menunjukkan tidak ada hubungan


responden kurang terkena dengan kejadian TB paru pada
cahaya matahari. anak, dibuktikan dengan p value
Hasil analisis terhadap sebesar 0,504. Keadaan suhu
variabel kepadatan hunian sangat berperan dalam
menunjukkan tidak ada hubungan pertumbuhan basil
dengan kejadian TB paru pada Mycobacterium tuberculosis,
anak, dibuktikan dengan p value dimana laju pertumbuhan basil
sebesar 0,093. Berdasarkan hasil tersebut ditentukan berdasarkan
penelitian, ditemukan bahwa suhu udara yang berada di
sebagian besar responden (65%) sekitarnya. Oleh sebab itu,
sudah memiliki rumah dengan apabila seseorang memiliki suhu
kepadatan hunian yang sesuai hunian yang sesuai persyaratan,
dengan persyaratan yang ada. maka orang tersebut dapat
Rumah yang cukup luas dan tidak memperlambat bahkan
padat memiliki kemungkinan mencegah pertumbuhan basil
besar untuk tidak terdapat bakteri tersebut.29
tuberkulosis yang masuk ke Hasil analisis terhadap
dalam rumahnya.26 variabel tingkat pendapatan
Hasil analisis terhadap orangtua menunjukkan ada
variabel kelembaban hunian hubungan dengan kejadian TB
menunjukkan ada hubungan paru pada anak, dibuktikan
dengan kejadian TB paru pada dengan p value sebesar 0,009
anak, dibuktikan dengan p value dan nilai OR = 3,188 (95% CI =
sebesar 0,009 dan nilai OR = 1,403 – 7,241), artinya responden
3,160 (95% CI = 1,397 – 7,152), yang memiliki orangtua dengan
artinya responden yang memiliki penghasilan kurang dari UMR
rumah dengan tingkat memiliki risiko 3,2 kali lebih besar
kelembaban tidak sesuai untuk terinfeksi tuberkulosis
persyaratan memiliki risiko 3,2 dibandingkan dengan responden
kali lebih besar untuk terinfeksi yang memiliki orangtua dengan
TB paru dibandingkan dengan penghasilan lebih dari UMR.
responden yang memiliki rumah Status ekonomi sebuah keluarga
dengan tingkat kelembaban memiliki kontribusi yang besar
sesuai persyaratan. Hasil terhadap kejadian TB paru pada
penelitian menunjukkan bahwa anak. Tingkat pendapatan
ditemukan sebanyak 50 rumah orangtua yang rendah atau
responden yang tidak memenuhi kemiskinan akan mengarah pada
persyaratan kelembaban. Hal ini tempat tinggal di perumahan yang
tentunya berhubungan erat terlampau padat.20
dengan tingkat pencahayaan dan Hasil analisis terhadap
sirkulasi di rumah responden. variabel tingkat pendidikan
Karena masih banyak rumah orangtua menunjukkan bahwa
responden yang memiliki ventilasi ada hubungan dengan kejadian
dan tingkat pencahayaan yang TB paru pada anak, dibuktikan
buruk, hal ini berimbas pula pada dengan p value sebesar 0,009
buruknya kelembaban hunian dan nilai OR = 3,579 (95% CI =
responden. 1,437 – 8,913), artinya responden
Hasil analisis terhadap yang memiliki orangtua dengan
variabel suhu hunian tingkat pengetahuan rendah

304
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

berisiko 3,6 kali lebih besar untuk tingkat pengetahuan baik.


terinfeksi tuberkulosis Seseorang yang memiliki
dibandingkan dengn responden pengetahuan yang baik dan tinggi
yang memilliki orangtua dengan akan mampu untuk berfikir kritis
tingkat pendidikan tinggi. dalam memahami segala
Pendidikan seseorang akan sesuatu.32 Semakin rendah
mempengaruhi sikap dan perilaku pengetahuan penderita atau
seseorang. Semakin tinggi keluarganya tentang bahaya TB
pendidikan orangtua, maka akan paru, maka penderita tersebut
lebih mempermudah pemahaman memiliki kemungkinan yang lebih
mengenai kesehatan.15 besar untuk menjadi sumber
Hasil analisis terhadap penularan, baik di rumah ataupun
variabel tingkat pengetahuan di masyarakat sekitarnya.31
orangtua menunjukkan ada
hubungan dengan kejadian TB KESIMPULAN
paru pada anak, dibuktikan Dari hasil penelitian yang telah
dengan p value sebesar 0,02 dan dilakukan, diperoleh hasil bahwa
nilai OR = 3,020 (95% CI = 1,265 terdapat hubungan antara riwayat
– 7,209), artinya responden yag kontak, jenis lantai, luas ventilasi,
memiliki orangtua dengan tingkat tingkat pencahayaan, kelembaban
pengetahuan kurang baik hunian, tingkat pendapatan
memiliki risiko 3 kali lebih besar orangtua, tingkat pendidikan
untuk terinfeksi tuberkulosis orangtua, dan tingkat pengetahuan
dibandingkan dengan responden orangtua dengan kejadian TB paru
yang memiliki orangtua dengan pada anak di Kabupaten Magelang.

DAFTAR PUSTAKA Banjar. Buletin Penelitian


1. Widiyanto S. Mengenal 10 Sistem Kesehatan.
Penyakit Mematikan. 2015;18(4):407-419.
Yogyakarta: Pustaka Insani 5. Kementerian Kesehatan
Madani; 2009. Republik Indonesia. Profil
2. New South Wales Health. Kesehatan Indonesia 2014.
Tuberculosis. Sydney: New Jakarta: Kementerian
South Wales Health; 2005. Kesehatan RI; 2015.
3. Rohman WK. Faktor-Faktor doi:10.1037/0022-
yang Berhubungan dengan 3514.51.6.1173.
Kejadian TB Paru di Wilayah 6. Kementerian Kesehatan
Kerja Puskesmas Gabus II Republik Indonesia. Profil
Kabupaten Grobogan. Thesis. Kesehatan Indonesia 2015.
Fakultas Ilmu Keperawatan. Jakarta: Kementerian
Universitas Muhammadiyah Kesehatan RI; 2016.
Semarang; 2012. doi:351.077 Ind.
4. Marwansyah, Sholikhah HH. 7. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Pengaruh Pemberdayaan Tengah. Profil Kesehatan
Keluarga Penderita TB ( Provinsi Jawa Tengah Tahun
Tuberculosis) Paru Terhadap 2014. Semarang: Dinas
Kemampuan Melaksanakan Kesehatan Provinsi Jawa
Tugas Kesehatan Keluarga di Tengah; 2014.
Wilayah Puskesmas Martapura 8. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
dan Astambul Kabupaten Tengah. Profil Kesehatan

305
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Provinsi Jawa Tengah Tahun Puskesmas Pondok Pucung.


2015. Semarang: Dinas Thesis. Fakultas Kedokteran
Kesehatan Provinsi Jawa dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif
Tengah; 2015. Hidayatullah; 2013.
9. Dinas Kesehatan Kabupaten 18. Simbolon D. Faktor Risiko
Magelang. Profil Kesehatan Tuberkulosis Paru di Kabupaten
Kabupaten Magelang Tahun Lebong. Jurnal Kesehatan
2014. Magelang: Dinas Masyarakat Nasional.
Kesehatan Kabupaten 2007;5(Desember):122-129.
Magelang; 2015. doi:10.9790/0853-1510074245.
10. Dinas Kesehatan Kabupaten 19. Suwondo H. Hubungan antara
Magelang. Profil Kesehatan Riwayat Kontak, Kelembaban,
Kabupaten Magelang Tahun Pencahayaan, dan Kepadatan
2015. Magelang: Dinas Hunian dengan Kejadian
Kesehatan Kabupaten Tuberkulosis Paru pada Anak di
Magelang; 2016. Kabupaten Sukoharjo. Thesis.
11. Widyanto FC, Triwibowo C. Fakultas Kesehatan
Trend Disease “Trend Penyakit Masyarakat. Universitas
Saat Ini.” Jakarta: CV Trans Info Muhammadiyah Surakarta;
Media; 2013. 2014.
12. Long R, Schwartzman K. 20. Yulistyaningrum, Rejeki DSS.
Canadian Tuberculosis Hubungan Riwayat Kontak
Standards. In: Canadian Penderita Tuberkulosis Paru
Tuberculosis Standards, 7th (TB) dengan kejadian TB Paru
Edition 2013. 7th Editio. Anak di Balai Pengobatan
Canada: Public Health Agency Penyakit Patu-Paru (BP4)
of Canada; 2014 Purwokerto. Jurnal Kesehatan
13. Soedarto. Penyakit-Penyakit Universitas Ahmad Dhalan;
Infeksi Di Indonesia. Jakarta: 2010;4(1):43-48.
Widya Medika; 1992. 21. Nurwitasari A, Wahyuni CU.
14. Suryo J. Herbal Penyembuh Pengaruh Status Gizi dan
Gangguan Sistem Pernapasan. Riwayat Kontak terhadap
Yogyakarta: B First; 2010. Kejadian Tuberkulosis Anak di
15. Puspitasari RA, Saraswati LD, Kabupaten Jember. Jurnal
Hestiningsih R. Faktor yang Berkala Epidemiologi;
Berhubungan dengan Kejadian 2015;3(2):158-169.
Tuberkulosis pada Anak (Studi 22. Halim, Naning R, Satrio DB.
di Balai Kesehatan Paru Faktor Risiko Kejadian TB Paru
Masyarakat Semarang). Jurnal pada Anak Usia 1-5 Tahun di
Kesehatan Masyarakat. Kabupaten Kebumen. Jurnal
2015;3(1):191-197. Penelitian Universitas Jambi
16. Aditama T. Tuberkulosis Seri Sains. 2015;17(2):26-39.
Diagnosis, Terapi, Dan 23. Fatimah S. Faktor Kesehatan
Masalahnya. Jakarta: YP - IDI; Lingkungan Rumah yang
2005. Berhubungan dengan Kejadian
17. Ihram MA. Hubungan Tingkat TB Paru Di Kabupaten Cilacap
Sirkulasi Oksigen dan (Kecamatan : Sidareja, Cipari,
Karakteristik Individu dengan Kedungreja, Patimuan,
Kejadian TB Paru pada Gandrungmangu, Bantarsari)
Kelompok Usia Produktif di Tahun 2008. Jurnal Kesehatan

306
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Undip. 2008. Ekonomi dengan Kejadian


24. Syafri AK. Hubungan Kondisi Tuberkulosis Paru di
Fisik Rumah dengan Kejadian Puskesmas Kaliwungu
Tuberkulosis Paru di Wilayah Kecamatan Kaliwungu
Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Kudus. Jurnal Ilmu
Boyolali. Thesis. Universitas Keluarga dan Konsumen;
Muhammadiyah Surakarta; 2013;4(2):35-44
2015. 31. Hamidi H. Hubungan antara
25. Murtiningsih DA. Pengaruh Luas Pengetahuan, Sikap, dan
Ventilasi terhadap Kejadian TB Perilaku Ibu tentang
Paru di Wilayah Kerja Pencegahan Penyakit TB Paru
Puskesmas Sukoharjo dengan Kejadian TB Paru Anak
Kabupaten Sukoharjo. Thesis. Usia 0-14 Tahun di Balai
Fakultas Ilmu Kesehatan. Pengobatan Penyakit Paru-Paru
Universitas Muhammadiyah Kota Salatiga. Thesis. Fakultas
Surakarta; 2014. Ilmu Keolahragaan. Universitas
26. Dotulong JFJ. Hubungan Faktor Negeri Semarang; 2011
Risiko Umur, Jenis Kelamin dan 32. Habibah, Arneliwati, Indriati G.
Kepadatan Hunian dengan Hubungan Tingkat Pengetahuan
Kejadian Penyakit TB Paru di Keluarga tentang TB Paru
Desa Wori Kecamatan Wori. terhadap Perilaku Pencegahan
Thesis. Universitas Sam Penularan Penyakit TB Paru.
Ratulangi; 2015. Thesis. Fakultas Ilmu
27. Lanus IN, Suyasa IN, Sujaya IN. Keperawatan. Universitas Riau;
Hubungan antara Sanitasi 2012.
Rumah dengan Kejadian TB
Paru di Kabupaten Bangli.
Jurnal Kesehatan Lingkungan.
2014;4(2):146-151.
28. Mawardi, Indah MF. Hubungan
Kondisi Fisik Rumah dan
Kepadatan Hunian dengan
Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Dadahup
Kecamatan Dadahup
Kabupaten Kapuas. Jurnal An
Nadaa. 2014;1(1):14-20.
29. Bati HTS, Ratag BT, Umboh
JML. Analisis Hubungan Antara
Kondisi Ventilasi, Kepadatan
Hunian, kelembaban Udara,
Suhu Dan Pencahayaan Alami
Rumah Dengan kejadian
Tuberkulosis Paru Di Wilayah
kerja Puskesmas Wara Utara
Kota Palopo. Thesis. Fakultas
Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sam Ratulangi;
2013
30. Rosiana A. Hubungan Tingkat

307
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


GANGGUAN FUNGSI PARU PADA POLISI LALU LINTAS DI
SATLANTAS POLRESTABES SEMARANG

Ratu Aam Amaliyah, Onny Setiani, Hanan Lanang Dangiran


Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Email : ratuaamamaliyah@gmail.com

Abstract :

Urban air pollution is caused by the presence of particulate matter. The result of
total dust measurement in 2017 at Simpang Lima and Dr. Sutomo’s street was
136 µgr/Nm3 and 141 µgr/Nm3. Traffic policeman are proffesions that are
susceptible to lung function impairment due to frequent exposure to pollutant
substances from road dust. The purpose of this study was to know the
association between total dust, work period and use of PPE and lung function
disorder on traffic policeman Satlantas Polrestabes Semarang. The type of study
was observasional analytic with cross sectional design. The total samples were
37 respondens who spread across 5 police post. Data were collected by
interviews, measurements of total dust by using High Volume Air Sampler
(HVAS) and measurements of lung capacity by using spirometer. Data analysis
was conducted with spearman correlation test for temperature variable with total
dust variable and chi square test for total dust, work period and use of ppe with
lung function disorder. The result of study showed that there were 16 people with
lung function disorder (43,2%). There were no association between total dust
concentration and lung function disorder (p=0,255>0,05). There were no
association between work period and lung function disorder (p=0,571>0,05).
There were association between use of PPE and lung function disorder
(p=0,02<0,05). The conclusion of this study there is an association between the
usage of PPE and lung function disorder on traffic policeman Satlantas
Polrestabes Semarang.

Keywords : Total dust, working duration, use of ppe, traffic policeman, lung
function disorder

PENDAHULUAN transportasi yang menjadi


Latar Belakang penyumbang utama dalam
Pencemaran udara ambien di pencemaran udara, yaitu 44% TSP
daerah perkotaan salah satunya (Total Suspanded Particulate), 89%
disebabkan karena keberadaan Hidrokarbon dan 73% NOx. Selain
particulate matter. Sumber yang sektor transportasi, seiring dengan
menghasilkan polutan tersebut perkembangan Kota seperti
berasal dari beberapa kegiatan pembangunan fisik kota dan pusat
antara lain sektor transportasi industri juga turut serta dalam
sebesar 25%, 15% dari kegiatan penurunan kualitas udara. (1)
industri, 20% oleh pembakaran Hasil pengukuran kadar debu
biomasa, 22% dari aktivitas manusia total yang dilakukan oleh Dinas
dan 18% dari debu alami dan garam Lingkungan Hidup Kota Semarang
(1)
laut. Berbagai literatur menunjukkan hasil untuk di
mengatakan bahwa sektor Kawasan Simpang Lima pada Tahun

305
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

2015 - 2017 sebesar 412; 159; 136 gangguan pernapasan seperti batuk,
µgr/Nm3, pada jalan Dr. Sutomo flu dan gatal di tenggorokan. Selain
kadar debu total pada tahun 2015 – itu juga, satu diantaranya mengaku
2017 yaitu sebesar 664; 345; 141 merasa terganggu saat bernapas
µgr/Nm3 dan pada jalan Pandanaran atau sesak nafas. Berkaitan dengan
kadar debu total pada tahun 2015 hal tersebut, maka penulis tertarik
yaitu sebesar 664; 345; 141 untuk melakukan penelitian tentang
µgr/Nm3.(2) Menurut SK Gubernur faktor-faktor yang berhubungan
Jawa tengah Nomor 8 Tahun 2001 dengan kejadian gangguan fungsi
tentang baku mutu udara ambien di paru pada Polisi Lalu Lintas di
provinsi Jawa Tengah, baku mutu Satlantas Polrestabes Semarang.
pengukuran debu total dilakukan
selama 24 jam yaitu sebesar 230 METODE PENELITIAN
µgr/Nm3.(3) Jenis penelitian yang digunakan
Berdasarkan data dari profil adalah observasional analitik
kesehatan Kota Semarang, kasus dengan desain studi cross sectional
penyakit paru obstruktif kronis di karena peneliti hanya melakukan
Kota Semarang pada tahun 2016 pengukuran variabel pada satu saat
merupakan kasus penyakit tidak tertentu.(6) Populasi objek dalam
menular tertinggi dengan angka penelitian ini adalah udara ambien
kejadiannya yaitu 1010 kasus yang pada lingkungan pos polisi dalam
ditemukan untuk kelompok umur 45 wilayah tugas Satlantas Polrestabes
– 65 tahun.(4) Semarang yang berjumlah 8 pos
Polisi lalu lintas merupakan polisi (Simpang Lima, Pandanaran,
profesi yang rentan terhadap Bangkong, Tugu Muda, Petompon,
gangguan fungsi paru akibat Dr. Sutomo, Jatingaleh dan Milo).
seringnya terpapar oleh zat-zat Populasi subjek dalam penelitian ini
polutan yang berasal dari debu jalan yaitu semua anggota polisi lalu lintas
raya. Penelitian terdahulu yang sub unit gatur yang tersebar ke
dilakukan Oleh Ernawati tahun 2014, dalam 8 pos polisi di Satlantas
sebanyak 26,7% polisi lalu lintas di Polrestabes Semarang yang
Semarang Barat mengalami berjumlah 49 orang. Metode
gangguan fungsi paru termasuk pengambilan sampel yang
dalam kategori restriktif ringan. (5) digunakan yaitu purposive
Mekanisme penimbunan debu sampling(6), dengan sampel
dalam paru terjadi melalui proses objeknya yaitu kadar debu total pada
respirasi atau saat manusia 5 pos polisi (Simpang Lima, Tugu
bernapas menghirup udara Muda, Pandanaran, Dr. Sutomo dan
mengandung debu sehingga masuk Bangkong) dan untuk sampel subjek
dan tertimbun dalam paru. yaitu 37 anggota polisi lalu lintas sub
Mekanisme penimbunan debu dalam unit gatur di 5 pos polisi. Teknik
paru terjadi melalui proses respirasi pengumpulan data dengan metode
atau saat manusia bernapas wawancara menggunakan kuisioner,
menghirup udara mengandung debu pengukuran kadar debu total
sehingga masuk dan tertimbun menggunakan High Volume Air
dalam paru. Sampler (HVAS) dan pengukuran
Hasil wawancara peneliti kapasitas paru dengan Spirometer.
dengan 5 anggota polisi lalu lintas Analisis data menggunakan uji
yang bertugas di Pos Polisi Simpang analisis chi squre dan korelasi rank
Lima, seluruh memiliki keluhan spearman.

306
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian


Karakteristik f %
Usia Paparan Debu Total
≥ 30 Tahun 35 94,6 Diatas baku mutu 18 48,6
< 30 Tahun 2 5,4 Dibawah baku mutu 19 51,4
Status Gizi Masa Kerja
Tidak Normal 24 64,9 ≥ 10 Tahun 20 54,1
Normal 13 35,1 < 10 Tahun 17 45,9
Status Merokok Pemakaian APD
Ya 15 40,5 Tidak Memakai 19 51,4
Tidak 22 59,5 Memakai 18 48,6
Kebiasaan Olahraga Gangguan Fungsi
Tidak Rutin 21 56,8 Paru
Rutin 16 43,2 Restriktif ringan 6 16,2
Lama Kerja Restriktif sedang 8 21,6
>8 Jam 37 100 Obstruktif ringan 2 5,4
≤ 8 Jam 0 0 Normal 21 56,8
Variabel r P f
Tabel 2. Pengukuran Kadar Debu Suhu *Kadar 0,66 <0,00 3
Total Debu Total 4 01 7
Lokasi Hasil Su Kelemba Kelembaban*K - <0,00 3
(Titik) Ukur hu ban adar Debu 0,64 01 7
(µg/ (ºC) (%RH) Total 7
m3)
Pos 58,2 34, 41,3 Tabel 4. Hasil Uji Hubungan
Polisi 9 Gangguan
Simpang Fungsi Paru p-
Lima Variabel
Ada Normal value
Pos 90,2 44, 26 (%) (%)
Polisi 5 Usia
Tugu ≥30 Tahun 40 60 0,180
Muda <30 Tahun 100 0
Pos 133,8 41, 26,8 Status Gizi
Polisi 8 Tidak 29,2 70,8 0,036
Pandana normal 69,2 30,8
ran Normal
Pos 249 43, 28,3 Kebiasaan
Polisi Dr. 1 Merokok 40 60 1,000
Sutomo Ya 45,5 54,5
Pos 56,7 36, 40 Tidak
Polisi 3 Kebiasaan
Bangkon Olahraga 38,1 61,9 0,697
g Tidak Rutin 50 50
Rata- 117,8 40, 32,48 Rutin
rata 12 Kadar
Debu Total 55,6 44,4 0,255
Tabel 3. Hubungan Suhu dan Diatas 31,6 68,4
Kelembaban dengan Kadar Debu Baku Mutu
Total Dibawah
Baku Mutu

307
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Masa
Kerja 50 50 0,571
≥10 Tahun 35,3 64,7
<10 Tahun
HASIL DAN PEMBAHASAN berupa masker saat bertugas yaitu
Analisis Univariat sebanyak 18 orang (48,6%),
Data pada tabel 1 menunjukkan sedangkan yang tidak memakai
bahwa usia subjek terdiri dari sebanyak 19 orang (51,4%). Polisi
kelompok usia ≥30 Tahun sebanyak lalu lintas yang mengalami
35 orang (94,6%) dan kelompok usia gangguan fungsi paru restriktif
< 30 Tahun sebanyak 2 orang ringan sebanyak 6 orang (16,2%),
(5,4%). Semua subjek penelitian restriktif sedang sebanyak 8 orang
berjenis kelamin laki-laki. Status gizi (21,6%), obstruktif ringan sebanyak
anggota polisi lalu lintas terdiri dari 2 orang (5,4%) dan yang tidak
kelompok tidak normal sebanyak 24 mengalami gangguan fungsi paru
orang (64,9%) dan kelompok normal sebanyak 21 orang (56,8%).
sebanyak 13 orang (35,1%). Kadar Debu Total
Anggota polisi lalu lintas yang Tabel 2 menunjukkan hasil
memiliki kebiasaan merokok pengukuran kadar debu total di 5
sebanyak 15 orang (40,5%) dan pos polisi yang merupakan wilayah
yang tidak memiliki kebiasaan tugas dari anggota polisi lalu lintas di
merokok sebanyak 22 orang Satlantas Polrestabes Semarang.
(59,5%). Polisi lalu lintas yang rutin Pengukuran dilakukan selama 60
berolahraga sebanyak 16 orang menit menggunakan alat High
(43,2%) dan yang tidak rutin Volume Air Sampler (HVAS).
berolahraga sebanyak 21 orang Selama pengukuran berlangsung
(56,8%). Semua subjek memiliki suhu dan kelembaban juga diukur
masa kerja > 8 jam per hari. dengan menggunakan alat berupa
Sebanyak 18 orang (48,6%) Thermohigrometer. Baku mutu yang
menerima paparan debu total diatas digunakan untuk pengukuran kadar
baku mutu, sedangkan sebanyak 19 debu total atau Total Particle
orang (51,4%) menerima paparan Suspended (TSP) selama 60 menit
debu total dibawah baku mutu. Masa mengacu pada PP RI No. 41 Tahun
kerja anggota polisi lalu lintas di 1999, yaitu sebesar 90 µgr/m3. Maka
Satlantas Polrestabes Semarang pos polisi dengan kadar debu total
yang ≥10 Tahun sebanyak 20 orang yang melebihi baku mutu yaitu pos
(54,1%), sedangkan untuk masa polisi Tugu Muda, Pandanaran dan
kerja <10 Tahun sebanyak 17 orang Dr. Sutomo.
(45,9%). Subjek yang memakai APD
Hubungan Suhu dan Kelembaban tinggi mampu mempercepat
dengan Kadar Debu Total terjadinya perubahan kadar gas atau
Hasil pengukuran kadar debu polutan di udara. Semakin tinggi
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor suhu udara, maka partikel akan
meteorologi seperti suhu udara, menjadi semakin kering dan ringan.
(7)
kelembaban, tekanan udara, angin,
keadaan awan, sinar matahari dan Tabel 3 menunjukkan bahwa
curah hujan. Suhu udara mampu terdapat hubungan antara suhu dan
mempengaruhi konsentrasi bahan kelembaban dengan kadar debu
pencemar di udara ambien sesuai total. Menurut penelitian yang
dengan cuaca tertentu. Suhu yang dilakukan oleh Nurjazuli, suhu yang

308
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

tinggi dapat menjadikan kondisi menjadi pencemar sekunder. Nilai


permukaan tanah menjadi kering, kelembaban yang tinggi membuat
sehingga kadar debu di jalan polutan semakin mudah bereaksi
tersebut akan lebih tinggi dengan air sehingga berat jenis
dibandingkan dengan jalan polutan meningkat. Udara yang
lainnya.(8) lembab menyebabkan zat polutan
Kelembaban udara mampu berbentuk partikel dapat berikatan
mempengaruhi konsentrasi polutan dengan air di udara sehingga
di udara. Kelembaban berhubungan partikel yang terbentuk memiliki
dengan jumlah uap air yang terdapat ukuran yang lebih besar dan mudah
di udara. Kelembaban yang tinggi mengendap. Akan tetapi,
mengakibatkan kadar uap air di kelembaban yang rendah akan
udara mampu bereaksi dengan menjadi partikel debu lebih ringan
polutan udara sehingga menjadi zat dan dengan mudah dapat
lain yang tak berbahaya atau berterbangan di udara.(9)
Hubungan Usia dengan Gangguan fungsi paru. Fungsi paru akan
Fungsi Paru meningkat seiring bertambahnya
Hasil penelitian ini menunjukkan usia, nilai fungsi paru tertinggi
bahwa tidak ada hubungan yang dicapai pada usia 19-21 tahun.
signifikan antara usia polisi lalu lintas Fungsi pernapasan dan sirkulasi
dengan kejadian gangguan fungsi darah sejak masa anak-anak terus
paru (p=0,180). Penelitian ini sejalan meningkat sampai mencapai
dengan penelitian yang dilakukan optimal pada usia 20-30 tahun.(12)
oleh Afiani menunjukkan bahwa Sesudah itu akan terjadi penurunan
tidak ada hubungan antara umur sehingga difusi paru, ventilasi paru,
dengan gangguan fungsi paru pada ambilan oksigen dan semua
pekerja di unit boiler industri tekstil X parameter fungsi paru akan
Kabupaten Semarang dengan nilai menurun sesuai dengan
p=0,726 (p>0,05).(10) Akan tetapi, pertambahan usia. (34) Usia tua
penelitian ini juga tidak sejalan mempermudah terjadinya gangguan
dengan penelitian yang dilakukan fungsi paru obstruksi dikarenakan
oleh Luthfi bahwa ada hubungan pada usia tua sistem pertahanan
yang bermakna antara usia dengan paru mengalami gangguan anatomi
gangguan faal paru pada polisi lalu maupun fisiologi. Dampak yang
lintas di Wilayah Jakarta Timur muncul bergantung dari kondisi
diketahui nilai p=0,05.(11) responden dan komponden dalam
Usia memiliki kaitan yang erat bahan pencemar seperti gas, debu,
dengan proses penuaan yaitu uap, sifat kimia seperti keasaman
semakin tua maka akan terjadi dan alkalis yang mampu merusak
penurunan elastisitas paru sehingga silia dan sistem enzim.
dapat berpengaruh pada hasil tes
Hubungan Status Gizi dengan Penelitian ini sejalan dengan
Gangguan Fungsi Paru penelitian yang dilakukan oleh
Hasil penelitian ini menunjukkan Steinkamp menunjukkan bahwa
bahwa ada hubungan antara status terdapat hubungan antara status gizi
gizi dengan kejadian gangguan dengan fungsi paru yang dilihat dari
fungsi paru pada polisi lalu lintas di pasien dengan malnutrisi mengalami
Satlantas Polrestabes Semarang penurunan secara signifikan nilai
(p=0,036<0,05). rata-rata kapasitas vital, tekanan
oksigen arteri dan volume ekspirasi

309
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

paksa dalam satu detik diketahui disertai dengan batuk berdahak


bahwa p-value < 0,05.(13) Seseorang secara berulang maka akan
yang bekerja di lingkungan dengan menyebabkan terjadinya bronchitis
kualitas udara yang buruk dan kronis. Beberapa penelitian
dengan status gizi yang buruk akan menyatakan bahwa obesitas sentral
mudah terserang penyakit. Status memiliki asosiasi dengan berbagai
gizi yang buruk dapat menyebabkan gangguan pernapasan antara lain
daya tahan seseorang menurun aliran udara, pola pernapasan,
sehingga mudah terinfeksi oleh pertukaran gas, mekanika
mikroba. Bila seseorang menderita pernapasan hingga berakibat fungsi
infeksi saluran pernapasan dan paru menjadi tidak normal. (14)
Hubungan Kebiasaan Merokok menunjukkan bahwa peningkatan
dengan Gangguan Fungsi Paru jumlah rokok yang dihisap umumnya
Tidak ada hubungan antara berkaitan dengan penurunan FEV1,
kebiasaan merokok dengan kejadian sedangkan penurunan FEV1 tidak
gangguan fungsi paru pada polisi berpengaruh pada perokok baru
lalu lintas di Satlantas Polrestabes yang diobservasi dan diteliti selama
Semarang ditunjukkan dari hasil uji 5 tahun.(15)
chi square dengan nilai p=1,000 Hubungan antara rokok dengan
(p>0,05). Hasil penelitian ini sejalan gangguan fungsi paru adalah
dengan penelitian yang dilakukan hubungan dose response. Maksud
oleh Luthfi menunjukkan bahwa dari hubungan dose response
tidak terdapat hubungan yang adalah semakin banyak batang
bermakna antara riwayat merokok rokok yang dihisap setiap hari dan
dengan kelainan faal paru pada semakin lama kebiasaan merokok
polisi lalu lintas di Wilayah Jakarta tersebut makan risiko timbulnya
Timur dengan nilai p=0,19 penyakit juga lebih besar.(16) Pada
(p>0,05).(11) Penelitian lain yang penelitian ini didapatkan perokok
dilakukan oleh P. Lange tentang aktif sebanyak 15 responden
efek asap dan perubahan kebiasaan (40,5%) dengan diklasifikasikan
merokok pada penurunan FEV1 berdasarkan indeks brinkman yaitu
pada 7.764 responden yang tinggal sebanyak 12 responden merupakan
di sekitar Rumah Sakit Universitas perokok ringan (80%) dan sisanya
Kopenhagen, Rigshospitalet. Dalam (20%) merupakan perokok sedang.
hasil penelitian tersebut
Hubungan Kebiasaan Olahraga aktivitas fisik dengan fungsi paru
dengan Gangguan Fungsi Paru pada perokok dewasa.(17)
Hasil dalam penelitian ini Olahraga mampu meningkatkan
menunjukkan bahwa tidak ada aliran darah ke paru-paru sehingga
hubungan antara kebiasaan membuat oksigen dapat berdifusi ke
olahraga dengan gangguan fungsi dalam kapiler paru-paru dengan
paru pada polisi lalu lintas di volume yang lebih besar atau
Satlantas Polrestabes Semarang maksimum. Atlet biasanya memiliki
(p=0,697>0,05). Penelitian ini kapasitas vital paru yang lebih besar
sejalan dengan penelitian yang daipada orang yang tidak pernah
dilakukan oleh Barboza bahwa tidak berolahraga. Kebiasaan olahraga
ada hubungan yang signifikan antara mampu meningkatkan kapasitas
paru sebesar 30-40%. (12)
Hubungan Kadar Debu Total Hasil penelitian ini menunjukkan
dengan Gangguan Fungsi Paru bahwa tidak ada hubungan antara

310
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

kadar debu total dengan kejadian udara yang akut di perkotaan


gangguan fungsi paru pada polisi (particulate matter) dan efek
lalu lintas di Satlantas Polrestabes kesehatan jangka pendek pada
Semarang (p=0,255>0,05). pasien penyakit paru obstruktif
Penelitian ini sejalan dengan kronik. Penelitian yang dilakukan
penelitian yang dilakukan oleh oleh Sunyer merupakan review dari
Mengkidi pada tahun 2006 bahwa beberapa penelitian yang pernah
tidak ada hubungan (p-value = dilakukan tentang polusi udara
0,024>0,05) antara kadar debu perkotaan dan penyakit paru
semen dengan gangguan fungsi obstruktif kronik.
paru pada karyawan PT. Semen Salah satu dari hasil penelitian
Tonasa Pangkep.(18) tersebut menunjukkan bahwa
Penelitian ini bertentangan terdapat penurunan sebesar 6%
dengan penelitian yang dilakukan pada parameter FVC setiap 100
oleh Sunyer bahwa terdapat µgr/m3 kadar debu total.(19)
hubungan antara kenaikan polusi
Hubungan Masa Kerja dengan semakin lama orang bekerja maka
Gangguan Fungsi Paru semakin banyak pula debu yang
Hasil penelitian ini menunjukkan dapat mengendap di paru karena
bahwa tidak ada hubungan antara efek paparan debu tergantung pada
masa kerja dengan kejadian dosis atau konsentrasi, tempat dan
gangguan fungsi paru pada polisi waktu paparan.(23)
lalu lintas di Satlantas Polrestabes Hubungan Penggunaan APD
Semarang (p=0,571>0,05). dengan Gangguan Fungsi Paru
Penelitian ini sejalan dengan Hasil penelitian ini menunjukkan
penelitian yang dilakukan oleh Luthfi, bahwa ada hubungan yang
dkk tentang faktor-faktor yang signifikan antara penggunaan APD
mempengaruhi faal paru polisi lalu dengan kejadian gangguan fungsi
lintas di Wilayah Jakarta Timur paru pada polisi lalu lintas di
menunjukkan tidak ada hubungan Satlantas Polrestabes Semarang
(p>0,05) yaitu masa kerja (p- (p=0,02<0,05). Penelitian ini
value=0,42).(20) Penelitian yang didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Rofiman juga dilakukan oleh Ludyaningrum
menyatakan bahwa terdapat tentang perilaku berkendara dan
hubungan antara masa tugas jarak tempuh dengan kejadian ISPA
dengan gangguan fungsi paru pada pada Mahasiswa Universitas
polisi lalu lintas di Polres Airlangga Surabaya dengan nilai
Metropolitan Tangerang Kota p=0,008 (p<0,05)(24)
(21)
dengan nilai p=0,051 (p>0,05). Penelitian ini menunjukkan
Penelitian ini juga tidak sejalan bahwa sebanyak 19 responden
dengan penelitian yang dilakukan (51,4%) tidak memakai APD pada
oleh Nihfir, dkk menunjukkan bahwa saat bekerja. Alasan responden
berdasarkan hasil uji statistik dengan tidak memakai APD saat bekerja
nilai p=0,041 (p<0,05) berarti didapatkan dari hasil wawancara
terdapat perbedaan nilai FEV1 pada antara peneliti dengan responden,
polisi lalu lintas yang telah terpapar diketahui bahwa responden merasa
lebih dari 5 tahun. (22) Hal ini juga tidak nyaman dengan masker yang
sesuai dengan teori yang digunakan karena merasa kesulitan
menyatakan bahwa pada pekerja saat bernapas selain itu juga
dengan lingkungan berdebu, responden merasa terganggu saat

311
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

bekerja karena kesulitan untuk (56,8%) dan kesuluruhan responden


menggunakan peluit. Sebanyak 18 (100%) memiliki lama kerja lebih dari
responden (48,6%) yang memakai 8 jam/hari.
APD berupa masker, sebagian besar 2. Hasil pengukuran kadar debu
mereka menggunakan APD berupa total di pos polisi Simpang Lima
masker berbahan kain yaitu yaitu 58,2 µgr/m3; pos polisi Tugu
sebanyak 10 responden (55,6%). Muda yaitu 90,2 µgr/m3; pos polisi
Pandanaran yaitu 133,8 µgr/m3; pos
KETERBATASAN PENELITIAN polisi Dr. Sutomo yaitu 249 µgr/m3
1. Pengukuran kadar debu total dan pos polisi Bangkong yaitu 56,7
tidak dilakukan di semua Pos µgr/m3.
Polisi Satlantas Polrestabes 3. Hasil pemeriksaan kapasitas
Semarang dikarenakan fungsi paru dengan melihat nilai
keterbatasan alat dan biaya. kapasitas vital paksa dan volume
2. Pengukuran kadar debu total ekspirasi detik pertama pada 37
untuk setiap pos polisinya hanya polisi lalu lintas di Satlantas
dilakukan pada satu titik Polrestabes Semarang yaitu
sehingga peneliti sebanyak 16 responden (43,2%)
mengasumsikan bahwa paparan mengalami gangguan fungsi paru
debu total yang diterima oleh dengan 6 responden (37,5%)
polisi lalu lintas di pos polisi mengalami restriktif ringan, 8
tersebut adalah sama responden (50%%) mengalami
3. Riwayat penyakit paru restriktif sedang dan 2 responden
responden seperti penyakit (12,5%) mengalami obstruktif ringan.
asma, TBC, bronchitis dan 4. Ada hubungan antara suhu dan
penyakit paru lainnya hanya kelembaban dengan kadar debu
diketahui melalui wawancara total di lokasi penelitian dengan nilai
tanpa ada data dari pihak medis p-value keduanya masing-masing
4. Jadwal tugas atau shift saat sama sebesar p<0,001 (p<0,05).
melakukan pengaturan lalu 5. Tidak ada hubungan antara usia
lintas juga dapat mempengaruhi dengan gangguan fungsi paru pada
jumlah paparan debu total yang polisi lalu lintas di Satlantas
di terima oleh polisi lalu lintas Polrestabes Semarang dengan
p=0,180 (p>0,05)
PENUTUP 6. Ada hubungan antara status gizi
KESIMPULAN dengan gangguan fungsi paru pada
1. Kelompok usia paling banyak polisi lalu lintas di Satlantas
yaitu pada kelompok usia ≥ 30 tahun Polrestabes Semarang dengan
sebanyak 35 responden (94,6%), p=0,036 (p<0,05)
sebagian besar memiliki status gizi 7. Tidak ada hubungan antara
tidak normal yaitu sebanyak 24 kebiasaan merokok dengan
responden (64,9%), tidak memiliki gangguan fungsi paru pada polisi
kebiasaan merokok sebanyak 22 lalu lintas di Satlantas Polrestabes
responden (59,5%), tidak rutin Semarang dengan p=1,000
berolahraga sebanyak 21 responden (p>0,05).
8. Tidak ada hubungan antara 9. Tidak ada hubungan antara
kebiasaan olahraga dengan kadar debu total dengan gangguan
gangguan fungsi paru pada polisi fungsi paru pada polisi lalu lintas di
lalu lintas di Satlantas Polrestabes Satlantas Polrestabes Semarang
Semarang dengan p=0,697 (p>0,05)

312
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

dengan nilai p-value sebesar 0,255 Kualitas Udara Ambien Kota


(p>0,05). Semarang. 2017.
10. Tidak ada hubungan antara 3. Surat Keputusan Gubernur
masa kerja dengan gangguan fungsi Jawa Tengah Nomor 8. 2001.
paru pada polisi lalu lintas di 4. Dinas Kesehatan Kota
Satlantas Polrestabes Semarang Semarang. Profil kesehatan
dengan nilai p-value sebesar 0,571 kota semarang 2016.
(p>0,05) Semarang; 2016.
11. Ada hubungan antara 5. Ernawati D, Supriyono A, Eko
penggunaan APD dengan gangguan H. Kapasitas Vital Paru
fungsi paru pada polisi lalu lintas di Dengan Tingkat Kelelahan
Satlantas Polrestabes Semarang Kerja Pada Polisi Lalu Lintas
dengan nilai p-value sebesar 0,02 wilayah Semarang barat
(p<0,05). 2014. 2014;
6. Sastroasmoro S, Ismael S.
SARAN Dasar-dasar Metodologi
1. Pemakaian Alat Pelindung Diri Penelitian Klinis. Edisi 4.
(APD) berupa masker perlu Jakarta: Penerbit Sagung
digiatkan kepada seluruh anggota Seto; 2011.
polisi lalu lintas terutama bagi 7. Chandra B. Pengantar
polisi lalu lintas yang lebih sering Kesehatan Lingkungan. Edisi
melakukan kegiatan pengaturan 1. Palupi W, editor. Jakarta:
dan patroli di jalan-jalan yang Buku Kedokteran EGC; 2007.
memiliki kadar debu yang tinggi. 8. Nurjazuli, Setiani O, Fikri E.
Selain itu juga, perlu adanya Analisis Perbedaan Kapasitas
pengaturan lama kerja dan lokasi Fungsi Paru Pada Pedagang
tugas dengan kadar debu yang Kaki Lima Berdasarkan Kadar
tinggi mengingat kesehatan paru Debu Total di Jalan Nasional
polisi lalu lintas. Kota Semarang. J Kesmasy
2. Penelitian selanjutnya diharapkan Indones. 2010;6(1).
dapat menganalisis kadar debu 9. Sumantri. Kesehatan
yang terhirup oleh polisi lalu lintas Lingkungan. Jakarta: Rineka
sehingga dapat menjelaskan Cipta; 2009.
hubungan antara debu terhirup 10. Afiani E, Jayanti S, Widjasena
dengan gangguan fungsi paru B. Faktor-Faktor Yang
secara jelas. Selain itu juga, Berhubungan Dengan
peneliti selanjutnya diharapkan Gangguan Fungsi Paru Pada
dapat melakukan pemeriksaan Pekerja Di Unit Boiler Industri
toraks sehingga dapat Tekstil X Kabupaten
mendiagnosis penyakit paru Semarang. J Kesehat Masy.
responden lebih akurat. 2016;4(3):372–82.
11. Luthfi A, Yunus F, Prihartono
DAFTAR PUSTAKA J. Faktor-faktor yang
1. Wardoyo A P. Emisi Partikulat Mempengaruhi Faal Paru
Kendaraan Bermotor dan Polisi Lalu Lintas di Wilayah
Dampak Kesehatan. Malang: Jakarta Timur East Jakarta. J
Universitas Brawijaya Press; Respirologi Indones.
2016. 55 p. 2014;34(2):87–94.
2. Dinas Lingkungan Hidup Kota 12. Yunus F. Faal paru dan
Semarang. Hasil Pengukuran olahraga. J Respirologi

313
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Indones. 1997;17:100–5. Indones. 2006;5(2):59–64.


13. Steinkamp G, Wiedemann B. 19. Sunyer J. Urban Air Pollution
Relationship Between And Chronic Obstructive
Nutritional Status and Lung Pulmonary Disease : A
Function in Cystic Fibrosis: Review. Eur Respir J.
Cross Sectional and 2001;17:1024–33.
Longitudinal Analyses from 20. Luthfi A, Yunus F,
the German CF Quality Prasenohadi, Prihartono J.
Assurance (CFQA) Project. Faktor-Faktor yang
Thorax. 2002;57:596–601. Mempengaruhi Faal Paru
14. Ristianingrum I. Hubungan Polisi Lalu Lintas di Wilayah
Antara Indeks Masa Tubuh Jakarta Timur. J Respir Indor
(IMT) dengan Tes Fungsi Indo. 2014;34(2):87–94.
Paru. J Mandala Heal. 21. Rofiman, Yunus F, Taufik FF.
2010;4(2). Faal Paru pada Polisi Lalu
15. Lange P, Groth S, Nyboe J, Lintas di Polres Metropolitan
Mortensen J, Appleyard M, Tangerang Kota dan
Jensen G, et al. Effects Of Determinannya. J Respir
Smoking And Changes In Indo. 2017;37(1):1–7.
Smoking Habits On The 22. Nihfir N, Kartheepan K, Aswer
Decline Of FEV 1. E. M, Bavanandan B. Asess The
1989;2:811–6. Impact Of Effects Of Vehicular
16. Martinus G, Yunus F, Exhaust In Lung’s Functions
Antariksa B. Faal Paru pada Of Traffic Police Officers
Polisi Lalu Lintas Jakarta Working At Batticaloa Town.
Pusat dan Faktor – Faktor IntSym 2015, SEUSL.
yang Mempengaruhi. J Respir 2015;5:179–84.
Indo. 2015;35(2):97–106. 23. Irjayanti A, Nurjazuli,
17. Barboza M, Barbosa A, Spina Suwondo A. Hubungan Kadar
G, Sperandio E, Arantes R, Debu Terhirup (Respirable)
Gagliardi A. Association dengan Kapasitas Vital Paksa
between physical activity in Paru pada Pekerja Mebel
daily life and pulmonary Kayu di Kota Jayapura. J
function in adult smokers. J Kesehat Lingkung Indones.
Bras Pneumol. 2012;11(2):182–6.
2016;42(2):130–5. 24. Ludyaningrum RM. Perilaku
18. Mengkidi D, Nurjazuli, Berkendara dan Jarak
Sulistiyani. Gangguan Fungsi Tempuh dengan Kejadian
Paru dan Faktor-faktor yang ISPA pada Mahasiswa
Mempengaruhinya pada Universitas Airlangga
Karyawan PT . Semen Surabaya. J Berk Epidemiol.
Tonasa Pangkep Sulawasi 2016;4(3):371–83.
Selatan. J Kesehat Lingkung

314
Intisari Sains Medis 2018, Volume 9, Number 3: 101-105
P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN: 2089-9084

Polusi udara terkait lalu lintas dan


kesehatan respirasi

I Gusti Ngurah Bagus Artana1,2*, Ida Bagus Ngurah Rai2, I Made Bakta3

ABSTRAK

Polusi udara meningkatkan risiko menderita berbagai masalah terhadap system respirasi manusia merupakan hal yang sangat
kesehatan, terutama di bidang respirasi. Pajanan polusi udara rumit dilakukan. Secara umum dapat disimpulkan, polutan
terkait lalu lintas bersifat involunter dan mengenai manusia sejak terkait lalu lintas akan mencetuskan reaksi inflamasi yang akan
dalam kandungan hingga kematian. Polutan udara mengandung bergulir sesuai variasi individu manusia yang terpajan. Konsep
bahan-bahan seperti nitrogen dioksida, sulfur dioksida, karbon stress oksidatif akibat polutan terkait lalu lintas juga mulai banyak
monoksida, benzene, ozon, particulate matter 10 (PM10), timbal, diteliti. Hal ini memberikan harapan dalam membantu mekanisme
arsenik, cadmium, nikel, benzopyrene, dan particulate matter 2,5 anti-oksidan manusia dalam menghadapi ancaman polusi udara
(PM2.5) yang dapat mempengaruhi kesehatan paru. Menentukan yang semakin sulit dihindari.
hubungan sebab akibat berbagai polutan utama dari jalan raya

Kata Kunci: Polusi udara, Sistem respirasi, Kesehatan paru


Cite Pasal ini: Artana, I.G.N.B., Rai, I.B.N., Bakta, I.M. 2018. Polusi udara terkait lalu lintas dan kesehatan respirasi. Intisari Sains Medis
9(3): 101-105. DOI: 10.15562/ism.v9i3.303

PENDAHULUAN gas buang yang mengandung berbagai bahan


berbahaya. Sampai saat ini kendaraan bermotor
Polusi udara meningkatkan risiko menderita
telah diketahui mengeluarkan gas karbondioksida,
berbagai masalah kesehatan, terutama di bidang
karbonmonoksida, hidrokarbon, oksida nitrogen,
respirasi.1 Penelitian-penelitian terbaru mengenai
particulate matter (PM), serta berbagai bahan
tingkat polusi udara menunjukkan peningkatan
berbahaya yang dikelompokkan menjadi mobile-
yang tajam dan sangat signifikan diberbagai belahan
source air toxic (MSAT).4,5
dunia, terutama pada negara dengan populasi yang
Manusia normal menghirup 10-15 ribu liter
besar. Hal ini tentu meningkatkan angka kesakitan
udara perhari. Melalui proses inhalasi inilah
1
S3 Ilmu Kedokteran Fakultas terkait polusi udara tersebut. Pada tahun 2010,
Kedokteran, Universitas Udayana pajanan polutan dari udara terjadi pada manusia.
didapatkan lebih dari 200 ribu kematian akibat
2
Departemen Ilmu Penyakit Paru, Manusia tidak mampu memilih udara yang
kanker paru di seluruh dunia, akibat polusi udara.2
Fakultas Kedokteran, Universitas akan dimasukkan ke sistem respirasinya. Hal ini
World Health Organization (WHO) mendapatkan
Udayana menjadikan system pernafasan sebagai target utama
3
Departemen Ilmu Penyakit 3,7 juta kematian prematur (yang belum seharusnya
berbagaai bahan berbahaya dari udara. Selain
Dalam, Fakultas Kedokteran, terjadi) di seluruh dunia tahun 2012 akibat polusi
polutan utama yang telah ditetapkan berbahaya
Universitas Udayana udara.2,3
bagi kesehatan respirasi (particulate matter, ozon,
Polusi udara terkait lalu lintas serupa halnya
dan nitrogen dioksida), berbagai polutan baru
dengan asap rokok dalam menyebabkan masalah
telah diidentifikasi dari udara, yaitu polycyclic
*Corresponding: kesehatan respirasi. Tetapi berbeda halnya dengan
aromatic hydrocarbons (PAH) and volatile organic
I Gusti Ngurah Bagus Artana; merokok, polusi udara bukan merupakan pilihan
compounds (VOC). Penelitian terbaru bahkan
Departemen Ilmu Penyakit Paru, gaya hidup, sehingga sifat pajanan yang dialami
mendapatkan bahwa, kumpulan berbagai polutan
Fakultas Kedokteran, Universitas menjadi tidak dapat dihindari dan menyebabkan
akan memberikan efek yang jauh lebih merusak
Udayana; masalah kesehatan pada manusia dari dalam
bagusartana@gmail.com kesehatan dibandingkan jumlah pengarunya
kandungan hingga meninggal. Kendaraan bermotor
masing-masing pada kesehatan.3,5
merupakan sumber utama polusi udara masyarakat
Hingga saat ini kepedulian dan kewaspadaan
perkotaan. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor
kita pada polusi udara, terutama yang berkaitan
Received: 2018-08-06 di seluruh dunia semakin tahun tidak dapat
Accepted: 2018-09-01 lalu lintas masih sangat kurang. Pembangunan
dibendung. Jurnal industry otomotif dunia mencatat
Diterbitkan: 2018-12-1 dan perekonomian yang semakin berkembang
1,2 milyar kendaraan bermotor tahun 2014 di
memunculkan kota-kota padat penduduk dengan
seluruh dunia. Kendaraan bermotor mengeluarkan
jumlah kendaraan bermotor yang meningkat pula.

Open
Published
access: DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(3): 101-105 | doi: 10.15562/ism.v9i3.303
by http://isainsmedis.id/ 101
Sementara pada sisi lain, polusi udara terkait lalu polutan udara bentuk partikel terdiri dari material
lintas juga meningkat, yang akan mengancam padat atau cair yang terperangkap di atmosfer.
kesehatan respirasi secara khusus. Berikut ini Partikel ini bisa merupakan polutan udara primer
kami jelaskan mengenai polusi udara terkait lalu maupun sekunder dengan berbagai ukuran.7
lintas dan pengaruhnya pada kesehatan respirasi,
terutama pada aspek inflamasi dan stress oksidatif MEKANISME PEMBENTUKAN
yang dialami sistem respirasi. BERBAGAI POLUTAN UDARA
POLUTAN UDARA Sulfur Dioksida
Sumber utama sulfur dioksida pada udara adalah
Parlemen Uni Eropa pada tahun 2008 sisa pembakaran bahan bakar yang mengandung
mengeluarkan peraturan mengenai polusi udara, sulfur. Bahan bakar fosil mengandung 1-5 persen
yang dikenal sebagai Environmental Protection Act sulfur dari sumbernya. Saat proses pembakaran
(EPA). Dalam peraturan tersebut, negara-negara terjadi, sulfur pada bahan bakar terseebut berubah
Uni Eropa sepakat untuk melakukan pemantauan menjadi sulfur dioksida. Proses pemurnian bahan
yang ketat terhadap kualitas udaranya. EPA bakar di berbagai belahan dunia telah mulai
menetapkan 12 bahan dari udara yang diberikan mengurangi kadar sulfur pada minyak mentahnya.
tanda berbahaya bagi kesehatan. Keduabelas bahan Hal ini berkaitan dengan proses perdagangan
tersebut adalah nitrogen dioksida, sulfur dioksida, bahan bakar dan standar emisi yang sangat
karbon monoksida, benzene, ozon, particulate ketat ditetapkan di negara-negara barat sebagai
matter 10 (PM10), timbal, arsenik, cadmium, nikel, konsumen bahan bakar.8
benzopyrene, dan particulate matter 2,5 (PM2.5).4
Polutan dari udara dapat dikelompokkan Oksida Nitrogen
menjadi polutan udara primer dan polutan udara Serupa dengan proses pembentukan sulfur dioksida
sekunder berdasarkan proses pembentukannya. pada pembakaran bahan bakar, komponen nitrogen
Polutan udara primer merupakan berbagai bahan juga akan diubah menjadi oksida nitrogen pada
polutan yang dikeluarkan langsung ke atmosfer proses ini. Proses ini banyak melibatkan batu bara
dari sumbernya. Beberapa contoh polutan udara sebagai sumbernya, karena kandungan nitrogen
primer adalah asap dari pipa pembuangan pabrik pada minyak yang jauh lebih sedikit dari batu bara.
dan beberapa komponen dari gas buang kendaraan Sebagian besar oksida nitrogen yang ada pada
bermotor. Emisi polutan udara primer ini dapat udara adalah nitric oxide (NO-). Lebih dari 90%
dihitung langsung dari ujung pipa pembuangan Proses pembentukan oksida nitrogen ini terjadi
sumbernya dengan tepat. Sebaliknya pada polutan melalui reaksi kimia di atmosfer.9,10
udara sekunder, proses pembentukan bahan
berbahayanya terjadi di atmosfer. Bahan-bahan Karbon Monoksida
berbahaya tersebut merupakan hasil reaksi kimia Karbon monoksida merupakan gas yang terjadi
polutan udara primer di udara. Reaksi kimia ini akibat pembakaran tidak sempurna bahan bakar
melibatkan pula komponen alamiah atmosfer, yaitu yang mengandung karbon. Sedangkan pembakaran
oksigen dan air. Contoh polutan udara sekunder yang sempurna akan menghasilkan gas buang
yang paling popular adalah ozon yang terbentuk berupa karbon dioksida. Sebagian besar oksidasi
melalui reaksi kimia khusus yang dipengaruhi bahan bakar kendaraan bermotor di dunia hanya
berbagai faktor alamiah di atmosfer. Polutan sampai menghasilkan karbon monoksida. Inilah
udara sekunder sulit diukur kadar emisinya di yang menyebabkan kendaraan bermotor sebagai
udara,. Walaupun dapat dihitung secara kasar sumber polutan karbon monoksida utama.10
dari komponen-komponen penyusunnya. Dalam
kaitannya dengan gas buang kendaraan bermotor, Volatile organic compounds (VOC)
polutan terkait lalu lintas dapat berupa polutan Volatile organic compounds (VOC) terdiri dari
udara primer dan sekunder.5,6 berbagai jenis hidrokarbon, oksigenat, halogenat,
Hal lain yang harus ditentukan dari polutan udara dan bahan karbon lain yang ada dalam bentuk
adalah sifat fisiknya. Berdasarkan sifat fisiknya, uap di atmosfer. Sumber utama VOC ini adalah
polutan udara dapat dibagi menjadi polutan gas kebocoran system gas bertekanan (contohnya
dan polutan partikel (particulate). Polutan udara metana dan gas alam) dan penguapan bahan
gas merupakan molekul kecil berbentuk fisik gas bakar cair dari tangki kendaraan bermotor. Proses
atau uap, yang mampu melewati filter yang tidak pembakaran bahan bakar fosil juga menimbulkan
bereaksi dengannya. Polutan gas ini biasanya hanya VOC ini akibat adanya bagian bahan bakar yang
sampai saaluran nafas atas, tidak sampai masuk ke tidak terbakar atau terbakar sebagian.5,11
saluran nafas bawah dan jaringan paru. Sedangkan

102 Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(3): 101-105 | doi: 10.15562/ism.v9i3.303
Tabel 1. Jenis Polutan pada udara dan mekanisme pembentukannya sudah terlambat untuk diantisipasi. Reaksi kimia
yang mendasari pembentukan nitrogen dioksida
Jenis Polutan Mekanisme Pembentukan dari NO disebut sistem ozon. Satu hal yang sangat
diperlukan treaksi ini adalah ketersediaan sinar
Sulfur Dioksida Sisa pembakaran bahan bakar yang mengandung matahari.5,15
sulfur Ozon sebagai komponen yang sangat penting
pada system ozon tersebut merupakan polutan
Oksida Nitrogen Sisa pembakaran bahan bakar terutama bersumber
udara sekunder yang berasal dari dalam atmosfer.
dari batu bara
Sumber-sumber lokasi ozon yaitu hemisfer utara
Karbon Monoksida Diproduksi akibat pembakaran tidak sempurna bahan bumi dan pemecahan oksigen yang diperantarai
bakar yang mengandung karbon sinar matahari biasanya menyelimuti bumi di
lapisan stratosfer. Lapisan ozon pada kedua lokasi
Volatile organic Terdiri dari berbagai jenis hidrokarbon, oksigenat, tersebut melindungi kita dari pengaruh buruk sinar
compounds (VOC) halogenat, dan bahan karbon lain yang bersumber ultraviolet. Troposfer juga dapat menghasilkan
dari kebocoran system gas bertekanan (contohnya ozon dari reaksi kimia hidrokarbon reaktif. Reaksi
metana dan gas alam) dan penguapan bahan bakar ini menghasilkan peroxy radical. Pada udara yang
cair dari tangki kendaraan bermotor berpolusi (kaya NO), peroxy radical ini akan
Partikel Karbon Dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil dan bereaksi dengan NO untuk membentuk nitrogen
biomassa terdiri dari karbon dalam bentuk elemental dioksida yang sangat berbahaya bagi kesehatan
maupun organik yang memiliki volatilitas rendah manusia dan lingkungan.16
Ringkasan jenis-jenis polutan udara dan
Partikel primer Abu yang terdiri dari material mineral yang mekanisme pembentukannya disajikan pada Tabel
non-karbon dilepaskan saat pembakaran bahan bakar 1 di bawah ini.

Oksida Nitrogen/ Material buangan oksida nitrogen (nitric oxide {NO}), Polusi Udara Terkait Lalu Lintas dan Kesehatan
sistem azon yang merupakan 95% dari oksida nitrogen hasil Respirasi
pembakaran dan bereaksi dengan ozon Polusi udara terkait lalu liontas merupakan hal yang
sangat kompleks untuk dibicarakan. Polusi udara
jenis ini berasal dari emisi gas buang kendaraan
Partikel Karbon bermotor, luruhnya permukaan jalan, gesekan
Partikel-partikel yang dihasilkan dari pembakaran dari rem, kopling, dan roda kendaraan bermotor.
bahan bakar fosil dan biomassa terdiri dari karbon Berbagai hasil penelitian di berbagai negara tidak
dalam bentuk elemental maupun organik yang mendapatkan kesamaan karakteristik polusi udara
memiliki volatilitas rendah. Komponen karbon akibat lalu lintas ini. Pengukuran efek masing-
elemental bersama dengan api akan membentuk masing sumber polusi terhadap kelainan kesehatan
radikal bebas karbon dan polycyclic aromatic yang terjadi menjadi sangat sulit dilakukan.
hydrocarbons (PAH) yang sangat toksik.12,13 Beberapa penelitian toksikologi terstandar memang
telah membuktikan pengaruh masing-masing
Partikel primer non-karbon polutan pada tubuh manusia, tetapi tidak demikian
Abu yang melayang di udara merupakan sumber haklnya dengan gabungan keseluruhan proses
utama polutan ini. Abu ini terdiri dari material yang mendasari polusi udara terkait lalu lintas ini.
mineral yang dilepaskan saat pembakaran bahan Hal ini yang masih menjadi tantangan untuk bias
bakar dan terbawa ke atmosfer dan terjebak di menunjukkan hubungan sebab akibat yang jelas
dalamnya. Abu dan debu yang ada di permukaan antara pajanan dengan masalah kesehatan yang
jalan raya juga menjadi sumber dari partikel non- terjadi secara spesifik. Geris besar efek polusi udara
kabrbon ini, walaupun dalam jumlah yang tidak terhadap pernafasan ditampilkan pada Gambar
sebanyak mineral sisa pembakaran.7,14 1.3,5
Beberapa tahun terakhir, para peneliti
Oksida Nitrogen/sistem ozon memfokuskan penelitian terkait polusi udara lalu
Material buangan oksida nitrogen sebagian besar lintas pada ozon, sulfur dioksida, oksida nitrogen,
berupa nitric oxide (NO), yang merupakan 95% serta particulate matter (baik PM2.5 maupun
dari oksida nitrogen hasil pembakaran. Pada PM 10). Efek polutan-polutan tersebut diamati
kondisi ini, NO tidak memberikan efek buruk secara individual dan dalam suatu kesatuan udara.
pada kesehatan manusia. Tetapi saat NO berubah Pengaruh polutan-polutan tersebut pada kesehatan
menjadi nitrogen dioksida di atmosfer akibat reaksi respirasi paling awal dalam proses inflamasi yang
kimia NO dengan ozon, maka masalah sebenarnya terjadi di sepanjang saluran pernafasan. Pajanan

Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(3): 101-105 | doi: 10.15562/ism.v9i3.303 103
Gambar 1. Rangkuman efek polusi udara terhadap kesehatan pernafasan

ozon terukur di laboratorium sudah terbukti pajanan tersebut adalah peningkatan keluhan
meningkatkan kadar mediator inflamasi (IL-8) respirasi, penurunan peak expiratory flow, serta
hewan coba.17 Pelepasan tumor necrosis factor peningkatan respons inflamasi pada jalan nafas
α (TNF-α) dan interleukin (interleukin 8 and 6) mabusia dewasa. Pajanan polutan terkait lalu
juga dibuktikan meningkat secara signifikan pada lintas paling singkat selama 20 menit sudah dapat
saluran nafas manusia yang terpajan ozon.18 memberikan efek pada saluran nafas sukarelawan
Particulate matter (PM) yang memiliki porsi sehat, berupa peningkatan hitung netrofil,
yang sangat besar dalam mencemari udara juga exhaled nitric oxide, penurunan ringan pada peak
berdampak negative pada kesehatan respiorasi. expiratory flow, serta resistensi jalan nafas.14 Hasil
Berbagai penelitian telah membuktikan adanya penelitian oleh Costa, dkk. (2014) tidak dapat
peningkatan kadar mediator inflamasi dan sel-sel menemukan hubungan sebab akibat apabila sampel
imun tubuh setelah pajanan PM di laboratorium sukarelawan sehat diberikan pajanan polutan
maupun dari gas buang kendaraan berbahan bakar secara individual di laboratorium.15 Inkonsistensi
diesel maupun bensin.19 Pada penelitian hewan inilah yang mempersulit kita menyimpulkan akibat
coba yang dipajan dengan polusi udara lalu lintas, pajanan polutan terkait lalu lintas pada sistem
penurunan fungsi paru juga dapat dibuktikan respirasi manusia.15,16
akibat berkurangnya elastisitas dan struktur paru Beberapa penelitian terbaru mencoba masuk
akibat proses inflamasi. Inflamasi sistemik juga pada peranan stress oksidatif untuk menjelaskan
dibuktikan setelah pajanan PM dalam jangka dampak polusi udara terkait lalu lintas pada
waktu lama. Inflamasi sistemik ini berujung pada kesehatan respirasi manusia. Hal ini didasari pada
terjadinya gangguan kardiovaskuler dan saraf berbagai penelitian mengenai particulate matter
otonom hewan coba.17 (PM), yang merupakan polutan utama terkait lalu
Pajanan nitrogen dioksida dikaitkan dengan lintas. Sebagian besar penelitian mendapatkan
kerusakan sel-sel epitel saluran nafas dan paru. potensi PM dalam menghasilkan oksidan yang
Kerusakan dan kematian sel epitel pada sistem berbahaya bagi system respirasi manusia.
respirasi hewan coba masih belum jelas disebabkan Paru manusia menghirup 10 liter udara per menit
oleh proses inflamasi spesifik atau secara umum dalam keadaan normal, yang tersebar merata pada
bersama dengan pajanan polutan udara lain. 100-140 m2 area paru. Area tersebut merupakan
Beberapa penelitian yang dirangkum oleh kelompok target berbagai pajanan polusi udara dan infeksi.
studi HEI dari Amerika tidak memberikan Sistem respirasi manusia telah memiliki system
hubungan efek-penyebab yang jelas berkenaan pertahanan yang sangat rapi dan komprehensif
dengan pajanan nitrogen dioksida.11,14 Pajanan dalam menghadapi ancaman tersebut. Udara dengan
sulfur dioksida pada saluran nafas manusia dapat berbagai zat berbahaya akan dilembabkan dan
menyebabkan bronkokonstriksi dan mencetuskan disaring secara mekanis di saluran nafas atas. Sel-
inflamasi di seluruh jaringan paru. Aktivasi sitokin sel epitel pada system respirasi manusia merupakan
dan kemokin pada jaringan paru tersebut melalui barier protektif dalam mempertahankan kesehatan
reaksi yang belum sepenuhnya dapat dijelaskan.19,20 respirasi kita. Sel epitel merupakan awal pergerakan
Kelompok studi HEI pada publikasi terakhirnya sel dan sistem imunologis dalam melawan ancaman
telah menjelaskan akibat pajanan polutan terkait mikroorganisme, allergen, maupun bahan kimia
lalu lintas pada system kardiopulmonal. Efek seperti polusi udara terkait lalu lintas.17,21

104 Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(3): 101-105 | doi: 10.15562/ism.v9i3.303
Beberapa polutan terkait lalu lintas secara 6. RCP, 2016, Every breath we take: The lifelong impact of
konstan menghasilkan radikal bebas di udara air pollution, Working Party Report, Royal College of
Physicians, London, UK (https://www.rcplondon.ac.uk/
melalui berbagai reaksi kimia. Radikal bebas projects/ outputs/ every-breath-we-take-lifelong-impact
tersebut secara konstan memajan manusia. Selain air-pollution) accessed 17 July 2018.
bahan oksida eksogenik dari udara, manusia juga 7. Hendriks C, Kranenburg R, Kuenen J, et al. The origin
terpajan oleh oksida endogen akibat reaksi kimia of ambient particulate matter concentrations in the
Netherlands. Atmos Envir 2013;69:289-303.
yang berhubungan dengan proses respirasi dan 8. Héroux M-E, Anderson H T, Atkinson, R, et al.
fagositosis sel. Pada individu sehat, peranan gen Quantifying the health impacts of ambient air pollutants:
sangat penting untuk menjaga keseimbangan recommendations of a WHO/Europe project. Int J of
respons antioksidan/xenobiotic terhadap polusi Public Health 2015;60:619-627.
9. Fuzzi S, Baltensperger U, Carslaw K, et al. Particulate
udara.18 Keseimbangan ini yang mencegah matter, air quality and climate: lessons learned and future
pengaruh buruk radikal bebas pada system respirasi needs. Atmos Chem and Phys 2015;15:8217-8299.
manusia.21 10. Bernstein A, Rice M. Lungs in a warming world: climate
change and respiratory health. Chest 2013;143: 1455–1459.
11. Sierra-Vargas MP, Teran LM. Air pollution: Impact and
KESIMPULAN prevention Respirology. 2012;17: 1031-1038.
12. Marino E, Caruso M, Campagna D, et al. Impact of air
Polusi udara terkait lalu lintas merupakan faktor quality on lung health: myth or reality? Ther Adv Chronic
risiko penyakit respirasi utama di dunia. Pajanan Dis 2015;6(5):286-298.
polusi udara terkait lalu lintas bersifat involunter 13. Huang Y. Outdoor air pollution: a global perspective. J
Occup Environ Med. 2014; 56(S10):S3-S7.
dan mengenai manusia sejak dalam kandungan
14. HEI Traffic Panel (2010) Traffic-related air pollution: a
hingga kematian. Menentukan hubungan sebab critical review of the literature on emissions, exposure,
akibat berbagai polutan utama dari jalan raya and health effects. Boston, MA: Health Effects Institute.
terhadap system respirasi manusia merupakan Available at: http://pubs.healtheffects.org/view. php?id=334
(accessed 17 July 2018).
hal yang sangat rumit dilakukan. Secara umum
15. Costa S, Ferreira J, Silveira C, et al. Integrating health on air
dapat disimpulkan, polutan terkait lalu lintas akan quality assessment – review report on health risks of two
mencetuskan reaksi inflamasi yang akan bergulir major European outdoor air pollutants: PM and NO2. J
sesuai variasi individu manusia yang terpajan. Toxicol Environ Health B Crit Rev 2014;17:307-340.
16. Perez L, Rapp R, Künzli N. The Year of the Lung:
Konsep stress oksidatif akibat polutan terkait lalu
outdoor pollution and lung health. Swiss Med Wkly.
lintas juga mulai banyak diteliti. Hal ini memberikan 2010;140:w13129.
harapan dalam membantu mekanisme anti-oksidan 17. Vawda S, Mansour R, Takeda A, et al. Associations Between
manusia dalam menghadapi ancaman polusi udara Inflammatory and Immune Response Genes and Adverse
Respiratory Outcomes Following Exposure to Outdoor Air
yang semakin sulit dihindari.
Pollution: A HuGE Systematic Review Am J Epidemiol.
2014;179(4):432-442.
DAFTAR PUSTAKA 18. Minelli C, Wei I, Sagoo G, et al. Interactive effects of
antioxidant genes and air pollution on respiratory function
1. WHO, 2010, WHO guidelines for indoor air quality: and airway disease: a HuGE review. Am J Epidemiol.
Selected pollutants, World Health Organization, European 2011;173(6): 603-620.
Centre for Environment and Health, Bonn. 19. Yang IA, Fong KM, Zimmerman PV, et al. Genetic
2. WHO, 2017, ‘European detailed mortality database’, susceptibility to the respiratory effects of air pollution.
updated August 2016, WHO Regional Office for Europe, Postgrad Med J. 2009;85(1006):428-436.
Copenhagen (http://data.euro.who.int/dmdb/) accessed 17 20. Janeway CA Jr, Medzhitov R. Innate immune recognition.
July 2018. Annu Rev Immunol. 2002;20(1):197-216.
3. Lelieveld J, Evans JS, Fnais M, et al. The contribution of 21. Kelly FJ. Oxidative stress: its role in air pollution and adverse
outdoor air pollution sources to premature mortality on a health effects. Occup Environ Med. 2003;60(8):612-616.
global scale. Nature 2015;525(7569):367-371.
4. Environmental Protection Agency. Integrated Science
Assessment for Oxides of Nitrogen-Health Criteria (Final
Report). Washington, DC: Environmental Protection
Agency; 2008
5. World Health Organization. WHO Air Quality Guidelines
Global Update 2005. Report on a Working Group Meeting,
Bonn, Germany, 18-20 October 2005. Copenhagen,
Denmark: WHO Regional Office for Europe; 2005.

Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(3): 101-105 | doi: 10.15562/ism.v9i3.303 105
http://jurnal.fk.unand.ac.id 1

Artikel Penelitian

Faktor Risiko Kanker Paru pada Perempuan yang Dirawat di


Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang dan RSUD Solok:
Penelitian Case Control
Yati Ernawati1, Sabrina Ermayanti2, Deddy Herman3, Russilawati2

Abstrak
Kejadian kanker paru pada perempuan meningkat setiap tahun. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor
risiko kejadian kanker paru pada perempuan yang dirawat di Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang dan RSUD
Solok. Penelitian ini menggunakan desain penelitian case control pada 23 orang perempuan dengan kanker paru
sebagai kasus dan 46 orang perempuan bukan kanker paru sebagai kontrol yang dilakukan di Bagian Paru RSUP Dr.
M. Djamil Padang dan RSUD Solok selama tahun 2018. Sampel diambil secara nonprobabilitas dengan teknik
konsekutif. Tidak terdapat perbedaan bermakna karakteristik antara kelompok kasus dan kontrol. Terdapat hubungan
bermakna antara paparan asap rokok dari orang tua dengan kejadian kanker paru pada perempuan (OR= 13,46
CI95% 4,04-44,82; p=0,0001). Tidak terdapat perbedaan bermakna merokok (OR=2,05 CI95% 0,12-34,26; p=1,000),
paparan asap rokok suami (OR=2,97 CI95% 1,03-8,60; p=0,074), paparan asap rokok di tempat kerja (OR=2,10
CI95% 0,28-15,92; p=0,596), paparan asap biomass (OR=1,22 CI95% 0,42-3,57; p=0,928), riwayat keganasan dalam
keluarga (OR=4,29 CI95% 0,37-49,95; p=0,256) dan riwayat TB (OR=0,25 CI95%; p=0,253) dengan kejadian kanker
paru pada perempuan. Dapat disimpulkan, paparan asap rokok orang tua adalah faktor risiko utama untuk terjadinya
kaker paru pada perempuan.

Kata kunci: Faktor risiko, kanker paru, perempuan

Abstract
Incidence of lung cancer in women increase every year. The aim of this study is to determine the risk factors
for lung cancer in women treated in the Pulmonology Department of Dr. M. Djamil Padang Central Hospital and Solok
regional Hospital. Case control study designed of 23 woman with lung cancer as cases and 46 women without lung
cancer as controls were carried out in the Pulmonology Department of Dr. M. Djamil Padang central hospital and Solok
regional Hospital during 2018. Samples were taken in non-probability with consecutive techniques. There were no
significant differences in characteristics between the case and control groups. There was a significant relationship
between cigarette smoke exposure from parents with lung cancer incidence in women (OR= 13,46 CI95% 4,04-44,82;
p=0,0001). There were no significant differences of smoking (OR=2,05 CI95% 0,12-34,26; p=1,000), husband's
cigarette smoke exposure (OR=2,97 CI95% 1,03-8,60; p=0,074), cigarette smoke exposure at work (OR=2,10 CI95%
0,28-15,92; p=0,596), biomass smoke exposure (OR=1,22 CI95% 0,42-3,57; p=0,928), history of malignancy in the
family (OR=4,29 CI95% 0,37-49,95; p=0,256) and history of tuberculosis (OR=0,25 CI95%; p=0,253) to the incidence
of lung cancer in women. We can concluded, exposure of parents cigarrete smoke is the risk factors for lung cancer in
women.

Keywords: Risk factors, lung cancer, woman

Affiliasi penulis : 1. RSUD Mukomuko 2. Bagian Pulmonologi dan


Kedokteran Respirasi FK UNAND/RSUP Dr. M.Djamil Padang 3. PENDAHULUAN
Bagian Pulmonologi Kedokteran Respirasi FK UNAND/RSAM
Bukittinggi
Korespondensi : dr_yatiernawati@yahoo.com Hp: 081366928455 Kejadian kanker paru pada perempuan terus
meningkat setiap tahun.1 Banyak penelitian kanker

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 2

paru terutama ditemukan pada laki-laki perokok, kanker paru yang telah diketahui jenis selnya, usia
berusia lebih dari 40 tahun.2,3 Penelitian terbaru lebih dari 17 tahun, bersedia ikut dan menandatangani
menunjukkan adanya peningkatan angka kejadian formulir persetujuan (informed consent). Kriteria
kanker paru pada perempuan yang tidak pernah ekslusi kasus adalah metastase keganasan ke paru.
merokok.1 Identifikasi faktor risiko kanker paru pada Kriteria inklusi kontrol yaitu perempuan tidak
perempuan penting dalam upaya pencegahan dan menderita kanker paru atau kanker lainnya
diagnosis. Selain rokok, faktor risiko lain yang pernah berdasarkan klinis dan radiologis, usia disesuaikan
dilaporkan adalah paparan asap rokok lingkungan, dengan kasus, bersedia ikut penelitian serta
paparan asap biomass, paparan radon, asbes, logam menandatangani formulir persetujuan (informed
berat, infeksi, genetik dan lain-lain.4,5 consent). Semua kasus dan kontrol mengisi kuesioner
American Cancer Society (ACS) tahun 2017 yang telah diuji validitas dan reliabelitasnya untuk
memperkirakan kasus baru kanker paru pada mengetahui karakteristik dasar, status merokok,
perempuan sekitar 105.510 dengan angka kematian paparan asap rokok lingkungan, paparan asap
71.280, kemudian pada tahun 2018 mengalami biomass, riwayat keganasan dalam keluarga dan
peningkatan menjadi 112.350 kasus dengan angka riwayat TB. Pengisian kuesioner dipandu oleh peneliti.
kematian 70.500. Kanker paru pada perempuan Data diolah menggunakan program
menempati urutan kedua setelah kanker payudara komputerisasi. Analisis data dilakukan dengan analisa
serta penyebab utama kematian akibat keganasan univariat untuk melihat gambaran karakteristik umum
pada perempuan di dunia.4,5 Data Riset Kesehatan sampel yang terkait dengan variabel yang ada dalam
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 melaporkan kanker tujuan penelitian. Perbedaan karakteristik dinilai
paru pada perempuan di Indonesia menempati berdasarkan uji chi-square dengan nilai p-value
peringkat ketiga setelah kanker payudara dan kanker bermakna bila <0,05. Analisis bivariat digunakan untuk
serviks.6 melihat hubungan antara variabel dependen dengan
Perempuan perokok memiliki risiko kanker paru variabel independen. Terdapat hubungan yang
tiga kali lebih tinggi dari laki-laki perokok.7 Sementara signifikan antara variabel dependen dengan variabel
perempuan tidak merokok tetap memiliki risiko lebih independen jika p<0,05. Nilai Odds Ratio (OR)
tinggi dua kali dibandingkan laki-laki tidak merokok.5 digunakan untuk memperkirakan tingkat risiko masing-
Bruce dkk tahun 2015 melaporkan penggunaan bahan masing variabel yang diselidiki. Analisis multivariat
bakar biomass dapat meningkatkan risiko kanker paru digunakan untuk menentukan variabel independen
pada perempuan dan laki-laki (1,95%vs1,21%).8 yang paling dominan pengaruhnya terhadap variabel
Adanya riwayat kanker dalam keluarga dapat dependen.
meningkatkan risiko kanker paru pada perempuan.9
HASIL
Risiko kanker paru juga meningkat pada pasien
dengan riwayat TB (tuberkulosis) sebelumnya.10 Tabel 1 menunjukkan usia rata-rata kasus
dan kontrol adalah 55 tahun dengan variasi 13 tahun.
METODE
Sebahagian besar kasus dan kontrol bersuku minang
Desain penelitian case control berpasangan (87,0%vs84,8%), pendidikan menengah (43,5%vs
dengan perbandingan kasus dan kontrol adalah 1:2, 43,5%), menikah (91,3%vs65,2%), tidak bekerja atau
didapatkan 23 orang perempuan kanker paru sebagai ibu rumah tangga (78,3%vs78,3%) dengan status
kasus dan 46 orang perempuan bukan kanker paru ekonomi sedang (43,5%vs45,7%). Hasil uji statistik
sebagai kontrol yang dilakukan di Bagian Paru RSUP menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
Dr. M. Djamil Padang dan RSUD Solok tahun 2018. bermakna karakteristik kasus dengan kontrol p value>
Sampel diambil secara nonprobabilitas dengan teknik 0,05.
konsekutif. Kriteria inklusi kasus yaitu perempuan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 3

Tabel 1. Karakteristik Dasar Kasus dan Kontrol


Variabel Kasus Kontrol P value
n (%) n (%)

Usia (Mean ± SD)


55,30 ± 12,93 55,13 ± 12,78 0,958
Suku
Minang 20(87,0) 39(84,8) 0,286
Jawa 2(8,7) 2 (4,3)
Cina 1(4,3) 0(0)
Riau 0(0) 1(2,2)
Kerinci 0(0) 4(8,7)
Pendidikan
Tidak sekolah 3(13,0) 3 (6,5) 0,346
Pendidikan dasar 4(17,4) 16 (34,8)
Pendidikan menengah 10(43,5) 20 (43,5)
Pendidikan tinggi 6(26,1) 7(15,2)
Status pernikahan
Tidak menikah 0(0) 1(2,2) 0,065
Menikah 21(91,3) 30(65,2)
Cerai/meninggal 2(8,7) 15(32,6)
Pekerjaan
Tidak bekerja/ibu rumah tangga 18(78,3) 36(78,3) 1,000
PNS/Pegawai swasta/Wiraswasta 5(21,7) 10(21,7)
Status Ekonomi
Sangat tinggi 2(8,7) 2(4,3) 0,247
Tinggi 6(26,1) 5(10,9)
Sedang 10(43,5) 21(45,7)
Rendah 5(21,7) 18(39,1)
Total 23(100) 46 (100)

ditemukan lebih banyak dari kontrol (69,6% vs 43,5%).


Hubungan merokok dengan kanker paru pada
Perempuan yang terpapar asap rokok suami memiliki
perempuan
risiko kanker paru 2,97 kali. Namun hubungan ini tidak
Tabel 2 memperlihatkan hanya sebagian kecil bermakna secara statistik p value = 0,074. Perempuan
perempuan yang merokok pada kelompok kasus dan yang terpapar asap rokok ditempat kerja pada
kontrol (4,3% vs 2,2%). Sebagian besar kasus dan kelompok kasus dan kontrol (8,7%vs4,3%). Kelompok
kontrol tidak merokok (95,7% vs 97,8%). Perempuan ini memiliki risiko kanker paru 2,10 kali. Hubungan ini
merokok memiliki risiko 2,05 kali untuk mengalami juga tidak bermakna p value=0,596.
kanker paru. Namun hubungan ini tidak bermakna
Tabel 3. Hubungan paparan asap rokok lingkungan
secara statistik p value=1,000. dengan kanker paru pada perempuan
Variabel Kasus OR 95%CI p
Tabel 2. Hubungan merokok dengan kanker paru n(%) ntrol Lower Upper Value
pada perempuan n( %)
Variabel Kasus Kontrol OR 95%CI p Orangtua
n% n% Lower Upper Value perokok
Merokok 1(4,3) 1(2,2) Ya 17(73,9) 8(17,4) 0,0001
Ya 13,46 4,04 44,82
2,05 0,12 34,26 1,000
Tidak 6(26,1) 38(82,6)
Tidak 45(97,8)
(95,7) Suami
perokok
Ya 16(69,6) 20(43,5) 0,074
Hubungan paparan asap rokok lingkungan dengan 2,97 1,03 8,60
Tidak 7(30,4) 26 (56,5)
kanker paru pada perempuan Paparan
rokok
Sebagian besar kasus memiliki orang tua tempat
kerja
perokok (73,9%vs17,4%). Tabel 3 memperlihatkan Ada 2(8,7) 2(4,3) 0,596
2,10 0,28 15,92
perempuan yang terpapar asap rokok dari orang tua Tidak 21( 91,3) 44(95,7)
memiliki risiko kanker paru 13,46 kali. Secara statistik
terdapat hubungan yang bermakna antara paparan
asap rokok orang tua dengan kanker paru pada
perempuan p value = 0,0001. Perempuan yang
memiliki suami perokok pada kelompok kasus

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 4

Hubungan paparan bahan bakar biomass dengan Tabel 6. Hubungan riwayat TB dengan kanker paru
pada perempuan
kanker paru pada perempuan
Variabel Kasus Kontro OR 95%CI p
Tabel 4 memperlihatkan sebagian besar n(%) l Lower Upper
n(%) Value
kelompok kasus dan kontrol terpapar bahan bakar Riwayat
biomass (69,6%vs65,2%). Sampel yang terpapar TB
0,253
Pernah 1(4,3) 7(15,2) 0,2 0,0
bahan bakar biomass memiliki risiko kanker paru 1,22 2,20
Tidak 22 (95,7) 39(84,8) 5 3
kali. Hubungan ini tidak bermakna secara statistik p
value = 0,928. Faktor risiko independen kanker paru pada

Tabel 4. Hubungan paparan bahan bakar biomass perempuan


dengan kanker paru pada perempuan Analisis multivariat untuk mencari faktor risiko
Variabel Kasus Kontrol OR 95%CI p
n(%) n(%) Lower Upper Value independen yang paling berpengaruh terhadadp
Bahan kanker paru pada perempuan dalam penelitian ini
Bakar
biomass tidak bisa dilakukan, karena diantara variabel faktor
Ya 16(69,6) 30(65,2) 0,928 risiko yang diteliti hanya terdapat satu variabel yang
1,22 0,42 3,57
Tidak 7(30,4) 16(34,8) memiliki p value < 0,05 sehingga tidak bisa dianalisa.

PEMBAHASAN
Hubungan riwayat kanker dalam keluarga dengan
kanker paru pada perempuan Karakteristik Dasar Sampel

Tabel 5 menunjukkan sebagian besar Penelitian kami mendapatkan rata-rata usia

kelompok kasus dan kontrol tidak memiliki riwayat pada kelompok kasus 55,30±12,93 dengan usia

kanker dalam keluarga (91,3%vs97,8%). Adanya termuda 28 tahun dan usia tertua 76 tahun. Penelitian

riwayat kanker dalam keluarga dapat meningkatkan Chiu YL dkk di Hongkong tahun 2010 mendapatkan

risiko kanker paru 4,29 kali. Secara statistik hubungan pasien perempuan dengan kanker paru memiliki usia

ini tidak bermakna p value = 0,256. rata-rata 65,4±10,6 tahun.9 Penelitian Paulus JK dkk di
Amerika tahun 2010 melaporkan median usia kanker
Tabel 5. Hubungan riwayat keganasan dalam
keluarga dengan kanker paru pada perempuan paru pada perempuan adalah 66,2±10,8.11 Hasil
Variabel Kasus Kontrol OR 95%CI p penelitian diatas sesuai dengan teori yang
n(%) n(%) Lower Upper
Value menyatakan usia lebih dari 40 tahun merupakan salah
Riwayat
satu faktor risiko kanker paru.2
keganasan
Keluarga Risiko kanker paru meningkat dengan
Ada 2(8,7) 1(2,2) 0,256
4,29 0,37 49,95 bertambahnya usia. Kerusakan sel yang terjadi
Tidak 21(91,3)
45(97,8)
sebelumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun
untuk berkembang menjadi kanker. Semakin
Hubungan riwayat TB dengan kanker paru pada
bertambah usia maka semakin lama kemungkinan
perempuan
terpapar dengan berbagai faktor risiko untuk terjadinya
Tabel 6 memperlihatkan bahwa sebagian besar kanker paru.2
kelompok kasus dan kontrol tidak memiliki riwayat TB Penelitian kami mendapatkan bahwa sebagian
(95,7%vs84,8%). Sampel yang memiliki riwayat TB besar kasus adalah suku minang (87,0%). Hal ini
berisiko 0,25 kali lebih rendah untuk mengalami berhubungan dengan tempat dilakukan penelitian di
kanker paru. Hubungan ini tidak bermakna secara RSUP DR.M.Djamil Padang dan RSUD Solok
statistik dengan p value = 0,253. sebagian besar pasien yang datang berobat adalah
suku minang. Suku dapat mempengaruhi faktor risiko
kanker paru pada perempuan yaitu adanya kebiasaan
suku minang dalam memasak menggunakan bahan
bakar biomass pada acara kenduri atau pesta.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 5

Sebagian besar kasus memiliki pendidikan tua meningkatkan risiko kanker paru pada perempuan
menengah (43,5%). Sama dengan Penelitian sebesar 13,46 kali. Hubungan ini bermakna secara
Papadopoulos dkk di Perancis tahun 2014 melaporkan statistik. Sama dengan Vineis tahun 2005 di Inggris
sebagian besar perempuan dengan kanker paru melaporkan paparan asap rokok pada usia anak-anak
memiliki pendidikan menengah (52%).12 Pendidikan akan meningkatkan risiko kanker paru 3,6 kali lipat
dapat memberikan pengaruh besar terhadap pada usia dewasa.15 Berbeda dengan Pirie K dkk
pengetahuan tentang kanker paru. Seseorang yang tahun 2016 di Inggris melaporkan paparan asap rokok
memiliki pendidikan tinggi diharapkan dapat dari orang tua tidak meningkatkan risiko kanker paru
mengetahui faktor risiko kanker paru sehingga pada perempuan.16 Perbedaan ini bisa dipengaruhi
berupaya menghindarkan diri seperti dari paparan oleh lama paparan dan jumlah paparan asap rokok
asap rokok. yang didapatkan dari orang tua. Perempuan Indonesia
Penelitian kami mendapatkan sebagian besar terutama di pedesaan lebih banyak tinggal bersama
kasus memiliki status menikah (91,5%). Sama dengan orang tua meskipun telah berkeluarga. Orang tua yang
penelitian Chiu YL dkk tahun 2010 mendapatkan sudah tidak bekerja lebih banyak tinggal dirumah. Hal
sebagian besar dari perempuan kanker paru dengan ini akan mempengaruhi lama paparan asap rokok dari
status menikah (63,8%).9 Sebagian besar kasus dalam orang tua yang merokok. Zat karsinogenik pada asap
penelitian ini tidak bekerja atau ibu rumah tangga rokok dapat merangsang perubahan dan mutasi pada
(78,3%). Pekerjaan diluar rumah dapat meningkatkan sel.17,18 Meskipun anak-anak bukan perokok tetapi
kemungkinan paparan dengan berbagai zat iritasi kronis zat karsinogenik dari asap rokok orang
karsinogenik seperti asap rokok di tempat kerja. tua dapat menyebabkan perubahan sel yang dapat
memicu terbentuknya sel tumor ganas.18
Hubungan merokok dengan kanker paru pada
Kelompok kasus yang memiliki suami perokok
perempuan
sebanyak 69,6% dengan OR=2,97 dan p=0,074.
Penelitian kami mendapatkan sebagian besar Paparan asap rokok suami meningkatkan risiko kanker
kelompok kasus tidak merokok (95,7%). Hasil uji Chi- paru pada perempuan sebanyak 2,97 kali. Namun
Square mendapatkan bahwa merokok meningkatkan secara statistik tidak bermakna. Sama dengan
risiko kanker paru pada perempuan sebesar 2,05 kali. penelitian Pirie K dkk tahun 2016 di Inggris
Namun, secara statistik hubungan ini tidak bermakna. melaporkan tidak terdapat hubungan paparan asap
Sedangkan Chiu YL dkk tahun 2010 mendapatkan rokok suami dengan kanker paru pada perempuan.16
hubungan signifikan pada perempuan yang merokok Berbeda dengan hasil metaanalisis Megumi H dkk
dengan kejadian kanker paru (OR 2,57).9 Behera dan tahun 2016 di Jepang melaporkan dari 11 penelitian
Balamugesh di India tahun 2005 mendapatkan (OR case control, perempuan yang tidak merokok dan
4,87).13 Perbedaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh terpapar asap rokok suami berisiko kanker paru 1,28
kedua kelompok kasus dan kontrol dalam penelitian ini kali dibandingkan perempuan yang tidak terpapar.19
sebagian besar tidak merokok. Perempuan yang Hubungan faktor risiko paparan asap rokok di
merokok memiliki kerentanan yang lebih tinggi tempat kerja dengan kanker paru pada perempuan
terhadap kanker paru dibandingkan laki-laki.14 didapatkan OR=2,10 dan p=0,596, yang berarti

Hubungan paparan asap rokok lingkungan dengan paparan asap rokok ditempat kerja meningkatkan

kanker paru pada perempuan risiko kanker paru pada perempuan sebesar 2,10 kali.
Namun secara statistik tidak bermakna. Berbeda
Paparan asap rokok lingkungan mempunyai
dengan penelitian Kurahashi N dkk tahun 2008 di
peran secara alamiah terhadap etiopatogenesis
Jepang mendapatkan perempuan yang terpapar asap
kanker paru. Asap rokok lingkungan termasuk paparan
rokok ditempat kerja berisiko kanker paru 2,74 kali.20
asap dari orang tua, pasangan dan tempat kerja. Hasil
Wang dkk 2015 di Amerika melaporkan tidak ada
penelitian kami menemukan sebagian besar kasus
hubungan paparan asap rokok ditempat kerja dengan
terpapar asap rokok dari orang tua (73,9%) dengan
kanker paru pada perempuan.21
OR=13,46 dan p=0,0001. Paparan asap rokok orang

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 6

Hubungan paparan bahan bakar biomass dengan kanker paru.24 Perbedaan ini mungkin disebabkan
kanker paru pada perempuan oleh pemilihan kontrol dalam penelitian ini 15,2%
adalah penderita TB sehingga dapat terjadi bias.
Penelitian kami mendapatkan kelompok kasus
Keterbatasan yang sering ditemukan dan
yang terpapar asap bahan bakar biomass adalah
tidak dapat dihindari adalah recall bias. Meskipun telah
69,6% dengan OR1,22 dan p=0,918, yang berarti
dilakukan uji coba kuesioner, namun masih ada
risiko kanker paru pada perempuan yang terpapar
kemungkinan untuk terjadi lupa terhadap kebiasaan-
asap biomass adalah 1,22 kali dibandingkan dengan
kebiasaan yang menjadi faktor risiko kanker paru.
yang tidak terpapar. Namun secara statistik tidak
Penelitian ini memiliki kekurangan karena tidak
bermakna. Berbeda dengan penelitian Behera dan
meneliti faktor risiko lain yang mungkin berperan pada
Balamugesh di India Tahun 2005 mendapatkan risiko
perempuan seperti peggunaan kontrasepsi hormonal.
kanker kanker paru pada perempuan yang terpapar
Penelitian ini tidak menentukan derajat perokok dari
asap biomass adalah 5,33 kali. Paparan asap biomass
paparan rokok orang tua, suami dan rekan tempat
merupakan risiko yang paling berpengaruh pada
kerja karena kasus kesulitan mengingat jumlah batang
perempuan dengan kanker paru di India.13 Biomass
rokok yang terpapar.
banyak digunakan untuk bahan bakar di negara
berkembang. Partikel dan gas dari bahan bakar SIMPULAN
biomass dapat menyebabkan perubahan pada
Karakteristik dasar kasus perempuan dengan
parenkim paru. Penelitian prospektif yang dilakukan
kanker paru dalam penelitian ini adalah rata-rata
oleh Gunbatar dkk tahun 2012 di Turki
berusia 55,30±12,93. Sebahagian besar kasus suku
mengkonfirmasi bahwa paparan asap bahan bakar
minang, pendidikan menengah, status menikah, tidak
biomass memiliki efek toksik pada jaringan paru yang
bekerja atau ibu rumah tangga dan status ekonomi
mengakibatkan kanker.22
menengah. Faktor risiko kanker paru yang bermakna
Hubungan riwayat kanker dalam keluarga dengan secara statistik pada perempuan dalam penelitian ini
kanker paru pada perempuan adalah paparan asap rokok dari orang tua.

Hasil uji Chi-Square dalam penelitian ini DAFTAR PUSTAKA


didapatkan OR=4,29 dan p=0,256, yang berarti
1. Cufari ME, Proli C, Sousa PD. Increasing
perempuan yang memiliki riwayat kanker dalam
frequency of non-smoking lung cancer:
keluarga berisiko 4,29 kali lebih besar menderita
Presentation of patients with early disease to a
kanker paru. Namun tidak bermakna secara statistik.
tertiary institution in the UK. European Journal of
Pallis AG dan Syrigos KN tahun 2013 di Yunani
Cancer. 2017;84:55-9.
melaporkan perempuan yang memiliki riwayat kanker
2. Jusuf A, Wibawanto A, Icksan AG, Syahruddin E,
dalam keluarga berisiko 2,01 kali kanker paru
Juniarti, Sutjahjo E. Kanker paru jenis karsinoma
dibandingkan dengan perempuan yang tidak memiliki
bukan sel kecil. Pedoman diagnosis dan
riwayat kanker dalam keluarga.23 Perbedaan ini
penatalaksanaan di Indonesia. PDPI, Jakarta.
dipengaruhi oleh sebagian besar kelompok kasus dan
2018:7-20.
kontrol dalam penelitian ini sama-sama tidak memiliki
3. Malhotra J, Malvezzi M, Negri E , Vecchia CL,
riwayat kanker dalam keluarga.
Boffetta P. Risk factors for lung cancer
Hubungan riwayat TB dengan kanker paru pada worldwide. Eur Respir Journal. 2016; 48(3):889-
perempuan 902.

Perempuan dengan riwayat TB memiliki risiko 4. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures

0,25 kali lebih rendah untuk mengalami kanker paru 2017. Atlanta: American Cancer Society; 2017.

dibandingkan yang tidak memiliki riwayat TB. Hasil (diunduh 4-8-2017). Tersedia dari:

penelitian kami ini berbeda dengan teori yang https://www.cancer.org/cancer/cancer-facts.

menyatakan TB sebagai salah satu faktor risiko untuk

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 7

5. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures smokers in the EPIC prospective study. BMJ
2018. Atlanta: American Cancer Society; 2018. 2005;5:1-5.
(diunduh 14-11-2018). Tersedia dari: 16. Pirie K , Peto R , Green J , Reeves GK , Beral V.
https://www.cancer.org/cancer/cancer-facts . The Million Women Study Collaborators.Lung
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan cancer in never smokers in the UK Million Women
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Study . Int. J. Cancer. 2016; 139:347–54.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 17. U.S. Department of Health and Human Services.
(RISKESDAS) Nasional 2013. Jakarta: The Health Consequences of Smoking—50 Years
Departemen Kesehatan Republik Indonesia of Progress: A Report of the Surgeon General.
(diunduh 21-1-2015). Tersedia dari: Atlanta: U.S. Department of Health and Human
http://www.depkes.go.id. Services, Centers for Disease Control and
7. Gasperino J. Gender is a risk factor for lung Prevention, National Center for Chronic Disease
cancer.Med Hypotheses 2011; 76(3):328–31. Prevention and Health Promotion, Office on
8. Bruce N, Dherani M, Liu R, Hosgood HD, Sapkota Smoking and Health, 2014;2:15-35.
A, Smith KR, et al. Does household use of biomass 18. Benepal T, Matakidou A, Zee Y, Houlston R, Eisen
fuel cause lung cancer? A systematic review and T. Genetics of lung cancer: in The textbook tumors
evaluation of theevidence for the GBD 2010 study. of the chest. 2006:57-66.
BMJ. Thorax 2015;70(5):433-42. 19. Hori M, Tanaka H , Wakai K , Sasazuki S ,
9. Chiu YL, Wang XR, Qiu H, Yu IT. Risk factors for Katanoda S. Secondhand smoke exposure and
lung cancer: a case-control study in Hong Kong risk of lung cancer in Japan: a systematic review
women. Cancer Causes Control. 2010; 21(5):777- and meta-analysis of epidemiologic studies.
85. Japanese Journal of Clinical Oncology, 2016;
10. Vesna Cukic. The Association Between Lung 46(10):942–51.
Carcinoma and Tuberculosis. Med Arch. 2017 Jun; 20. Kurahashi N, Inoue M , Liu Y, Iwasaki M , Sasazuki
71(3): 212–214. S , Sobue T, et al. Passive smoking and lung
11. Paulus JK, Asomaning K, Kraft P, Johnson PE, Lin cancer in Japanese non-smoking women: A
X, Christiani DC. Parity and Risk of Lung Cancer in prospective study. Int. J. Cancer. 2008; 122:653–7.
Women. Am J Epidemiol. 2010 Mar 1; 171(5):557– 21. Wang A, Kubo J, Luo J, Desai M, Hedlin H,
63. Henderson H, et al. Active and passive smoking in
12. Papadopoulos A, Guida F, Leffondre K, Cenee S, relation to lung cancer incidence in the Women’s
Cyr D, Schmaus A, et al. Heavy smoking and lung Health Initiative Observational Study prospective
cancer: Are women at higher risk? Result of the cohort†. Annals of Oncology 2015; 26:221–30.
ICARE study. British Journal of Cancer 2014; 110: 22. Gunbatar H, Sertogullarindan B, Ozbay B, Avcu S,
1385–91. Bulut G, Kosem M. chronic effects of
13. Bahera D, Balamugesh T. Indoor Air Pollution as a environmental biomass smoke on lung
Risk Factor for Lung Cancer in Women. JAPI. histopathology in turkish non-smoking women: a
2005; 53:190-2. case series. Arh Hig Rada Toksikol 2012; 63:357-
14. Powell HA, Omofoman BI, Richard B. et al: The 65.
Association Between Smoking Quantity and Lung 23. Pallis AG, Syrigos KN. Lung cancer in never
Cancer in Man and Woman. Chest Journal, 2013; smokers: Disease characteristics and risk factors.
143:123-29. Critical Reviews in Oncology/Hematology, 2013;
15. Vineis P, Airoldi L, Veglia P, Olgiati L, Pastorelli R, 88:494-503.
Autrup H, et al. Environmental tobacco smoke and 24. Keika M, Esfahani BN. The Relationship between
risk of respiratory cancer and chronic obstructive Tuberculosis and Lung Cancer. Adv Biomed Res.
pulmonary disease in former smokers and never 2018; 7:5

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 2)


GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN 2503-5088

HUBUNGAN KEPADATAN PENGHUNI RUMAH DENGAN PENULARAN


TUBERCULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT
MAKASSAR TAHUN 2012

Deborah F. Lumenta
(STIKes Stella Maris Makassar)
Email: deborahferdinanda199@gmail.com

ABSTRAK

Perumahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit TB


paru. Rumah yang tidak memenuhi syarat berperan dalam penularan berbagai penyakit
menular berbasis lingkungan termasuk TB paru. Rumah yang sehat ialah rumah dengan
kepadatan penghuni yang tidak padat atau tidak over crowding. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi kepadatan penghuni rumah berhubungan dengan
penularan Tuberkulosis paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik yang menggunakan metode
penelitian cross sectional. Lokasi penelitian adalah di Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat Makassar di Jl. A.P. Pettarani no.43. Sampel penelitian sebanyak 81
responden dengan teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Jenis data
yang digunakan adalah data primer dengan wawancara langsung dengan penderita TB
paru dengan menggunakan instrumen kuesioner. Data yang didapatkan kemudian
dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat, pada analisis bivariat menggunakan uji
chi-square yaitu continuity correction diperoleh X hitung = 4,445 dengan perbandingan Xtabel
= 3,481. Hal ini menunjukkan bahwa X hitung>Xtabel artinya hipotesis nol (Ho) ditolak atau
hipotesis alternative (Ha) diterima yang bermakna bahwa ada hubungan kepadatan
penghuni rumah dengan penularan Tuberkulosis paru di Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat Makassar. Berdasarkan hasil penelitian disarankan bahwa perlu diberikan
juga penyuluhan tentang kondisi fisik rumah yang dapat mempengaruhi penularan
Tuberkulosis paru, yang salah satunya adalah kepadatan penghuni rumah. Hal ini agar
penderita TB Paru dan keluarga dapat bersama-sama mencegah terjadinya penularan
TB paru.
Kata kunci: Kepadatan penghuni rumah, Penularan Tuberkulosis

PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit infeksi bakteri yang telah dikenal
hampir seluruh dunia. Dimana TB paru ini juga dianggap sebagai penyakit kronis yang
dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius serta dapat
menyebabkan kematian.
Pada permulaan abad 19, insidensi penyakit tuberkulosis di Eropa dan Amerika
Serikat sangat besar. Angka kematian cukup tinggi yakni 400 per 100.000 penduduk, dan
angka kematian berkisar 15-30% dari semua kematian. Namun sejak awal abad 19,
Angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan karena program gizi dan kesehatan
lingkungan yang baik serta adanya pengobatan lain.( Sudoyo dkk, 2007)
Walaupun pengobatan TB yang sudah tersedia , namun sampai saat ini TB paru
tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB paru sebagai global health emergency. TB paru dianggap masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
Mikobakterium Tuberkulosis. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat
diseluruh dunia. (Sudoyo dkk, 2007)
Sebagian besar dari kasus TB paru (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang. Diantara mereka 75% bearada pada usia produktif
yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari

254 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN 2503-5088

65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia. (Sudoyo
dkk, 2007).
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ketiga tertinggi di dunia setelah Cina
dan India. Pada tahun 1998 dperkirakan TB di Cina, India dan Indonesia berturut-turut
1.828.000, 1.414.000 dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif
di Indonesia 266.000 tahun 1998. (Sudoyo dkk, 2007).
Hasil survey prevalensi TB paru di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB paru BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu : 1)
wilayah Sumatra angka prevalensi TB paru adalah 160 per 100.000 penduduk. 2) wilayah
jawa dan Bali angka prevalensi TB paru adalah 110 per 100.000 penduduk. 3) wilayah
Indonesia Timur angka prevalensi TB paru adalah 210 per 100.000 penduduk ( Aditama
dkk, 2008)
Laporan profil kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2008 tercatat penderita TB paru
BTA positif terbanyak di kota Makassar sebesar 1.122 kasus pada tahun 2007 dan
mengalami peningkatan menjadi 1.302 kasus pada tahun 2008. Peningkatan kejadian TB
paru di Makassar berhubungan dengan tingginya kepadatan penduduk. Kepadatan
penduduk menyebabkan semakin banyaknya perumahan yang tidak memenuhi standar
kesehatan. (Dinkes Sulawesi Selatan, 2008)
Kesehatan perumahan adalah kondisi fisik, kimia dan biologik di dalam rumah, di
lingkungan rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat
memperoleh derajat kesehatan yang optimal ( Andnani dan mahastuti, 2006). Selain itu,
perumahan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit
TB paru secara epidemiologi selain agent dan penjamu (host). Sebab rumah yang sehat
akan mendukung kelangsungan hidup serta kenyamanan bagi penghuninya, namun
sebaliknya rumah yang tidak memenuhi syarat dapat berperan dalam penularan berbagai
penyakit menular berbasis lingkungan termasuk TB Paru. (Karno, 2010)
Berdasarkan data awal yang diperoleh dari Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
di Makassar pada tahun 2010, jumlah kasus Tuberkulosis Paru adalah 4944 dan pada
tahun 2011 dari bulan januari sampai bulan november adalah 5368 kasus.
Dari semua uraian di atas tentang kasus Tuberkulosis Paru yang masih terus terjadi di
sekitar masyarakat, khususnya masyarakat di kota Makassar yang masih mengalami
peningkatan dalam kasus ini yakni Tuberkulosis Paru. Dan juga dari beberapa sumber
pada paragraf sebelumnya, yang menguraikan bahwa peningkatan Tuberkulosis Paru
terjadi karena ada hubungannya dengan kepadatan penduduk, sehingga dengan
kepadatan penduduk ini, maka banyak perumahan yang dibangun dengan tidak
memenuhi standar kesehatan. Dan dari banyaknya perumahan yang tidak memenuhi
syarat , maka perumahan tersebut berperan dalam penularan berbagai penyakit menular.
Selain itu juga, data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan Tobing
pada tahun 2008 di Medan membuktikan bahwa kepadatan hunian rumah mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap potensi penularan TB Paru, dimana p value < 0,05
dan OR sebesar 3,3 artinya potensi penularan TB Paru 3,3 kali lebih besar pada
kepadatan hunian yang padat (Tobing, 2009). Sehingga Berdasarkan uraian-uraian
diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan kepadatan penghuni
rumah dengan penularan Tuberkulosis Paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Makassar (BBKPM).

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian observasional analitik


dengan pendekatan cross sectional study untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara kepadatan penghuni rumah dengan penularan Tuberkulosis Paru. Dimana data
yang menyangkut variabel independen dan dependen akan dikumpulkan dalam waktu
yang bersamaan dan secara langsung.
Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar
(BBKPM) pada bulan Januari sampai Februari 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah

255 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN 2503-5088

semua pasien TB Paru yang datang berobat ke BBKPM. Dimana berdasarkan data bulan
januari 2011 pasien TB paru yang datang berobat berjumlah 411 orang.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara nonprobability sampling melalui
metode consecutive sampling yaitu cara pengambilan sampel yang memenuhi kriteria
penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi. Dengan
kriteria Kriteria InklusiPasien dengan diagnosa medik TB Paru dan bersedia menjadi
responden. Rata-rata jumlah pasien TB Paru yang datang berobat ke BBKPM pada bulan
januari tahun 2011 adalah 102 orang per minggu. Sehingga rumus yang dapat
digunakan:
N.Z2 .P.Q
n =
d2 (N−1) + Z2. P.Q
2
= (0,05)2102.(1,96) .0,5.0,5
∙(102−1)+ (1,96)2 .0,5.0,5
102 . 3,8416 . 0,25
=
0,0025 . 101+3,8416 . 0,25
97,9608
=
1,2129
= 80,76 = 81 orang
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Kuesioner tersebut
memuat pertanyaan yang keseluruhannya wajib dijawab oleh responden. Item-tem yang
terdapat dalam kuesioner yaitu, pada item bagian A merupakan petunjuk pengisian
kuesioner, item bagian B adalah pengisian identitas responden yang meliputi nama atau
inisial, umur, jenis kelamin dan diagnosa medik. Item C adalah pertanyaan untuk variabel
independen dengan menggunakan skala rasio yang berisi tiga pertanyaan yaitu
pertanyaan nomor 1 tentang luas rumah dan pertanyaan nomor 2 dan 3 tentang jumlah
anggota yang tinggal dalam rumah. Dan item yang terakhir yaitu item bagian D, yang
pertanyaannya untuk variabel dependen yang menggunakan skala nominal dengan satu
nomor pertanyaan, dimana dalam pertanyaan tersebut terdapat dua jawaban yaitu,
jawaban dengan skor 1 dan jawaban dengan skor 2.
Analisa data terdiri dari analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan
presentase baik variabel independen maupun variabel dependen. Dan analisis bivariat
untuk melihat hubungan antara variabel Independen dan variabel dependen. Dimana
variabel independen adalah kepadatan penghuni rumah dan variabel dependen adalah
penularan Tuberkulosis Paru. Dan analisis hubungan yang akan dilakukan dengan
menggunakan Uji Chi Square yaitu Continuity Correction, yang didahului dengan
menggunakan tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan system komputerisasi
program SPSS (Statistical Package and Social Sciences) versi 16.00 for Windows
dengan uji statistik uji Chi Square. Dengan derajat kemaknaan atau tingkat signifikasi
2 2
(α = 0,05). Dimana X hitung >X tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada
hubungan kepadatan penghuni rumah dengan penularan Tuberkulosis Paru

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Umur Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi Persen
17 – 26 18 22,2
27 – 36 14 17,3
37 – 46 19 23,5
47 – 56 10 12,3
57 – 66 16 19,8
67 – 76 4 4,9
Total 81 100

256 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN 2503-5088

Berdasarkan diatas menunjukkan data jumlah responden terbanyak berada pada


umur 37-46 yaitu 19 (23,5%) responden dan jumlah responden terkecil berada pada
umur 67-76 tahun 4 (4,9%) responden.

Jenis Kelamin

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persen


Laki-laki 51 63
Perempuan 30 37
Total 81 100

Berdasarkan diatas menunjukkan data jumlah responden terbanyak yakni pada laki-
laki yaitu 51 (63%) responden sedangkan pada perempuan sebanyak 30 (37%)
responden.

Hubungan Kepadatan Penghuni Rumah dengan Penularan Tuberkulosis Paru

Tabel 3. Analisa Hubungan Kepadatan Penghuni Rumah dengan Penularan


Tuberkulosis Paru.

Penularan Tuberkulosis Paru


Kepadatan penghuni
Rumah Menular Tidak Menular Total
f % f % n %
Padat 27 33,3 14 17,3 41 50,6
Tidak padat 16 19,8 24 29,6 40 49,4
Total 43 53,1 38 46,9 81 100
2
Berdasarkan tabel 3 dari hasil uji diperoleh nilai X hitung = 4,445 dan perbandingan
2
= 3,481 dan didukung juga oleh nilai p = 0,035 dimana nilai α = 0,05. Hal ini
X tabel
2 2
menunjukkan bahwa nilai X hitung > X tabel atau p < α artinya hipotesis nol (Ho) ditolak atau
hipotesis alternative (Ha) diterima. Dengan demikian berarti bahwa ada hubungan
kepadatan penghuni rumah dengan penularan Tuberkulosis paru di BBKPM Makassar.

PEMBAHASAN

Hasil pengujian hipotesis menggunakan uji chi-square yaitu continuity correction


2 2
diperoleh nilai X hitung = 4,445 dan perbandingan X tabel = 3,481 dan didukung juga oleh
2 2
nilai p = 0,035 dimana nilai α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai X hitung > X tabel atau
p < α artinya hipotesis nol (Ho) ditolak atau hipotesis alternative (Ha) diterima. Dengan
demikian berarti ada hubungan kepadatan penghuni rumah dengan penularan
Tuberkulosis Paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukan oleh Mubarak dan chayatin (2009) yaitu bahwa Luas bangunan
yang tidak sesuai dengan jumlah penghuni akan mengakibatkan sesak, kurang bebas,
dan akan menyebabkan tidak sehat. Jika salah satu anggota keluarga ada yang
menderita penyakit infeksi menular, maka kurangnya suplai oksigen dapat memudahkan
terjadinya penularan penyakit. Menurut asumsi peneliti bahwa penderita Tuberkulosis
paru yang memiliki kepadatan penghuni rumah yang padat dapat memudahkan terjadi
penularan Tuberkulosis paru kepada anggota yang tinggal serumah dengan penderita
Tuberkulosis paru tersebut. Hal ini disebabkan karena rumah yang ditinggali sesak,
sehingga interaksi yang terjadi antara penderita Tuberkulosis paru dengan anggota yang
tinggal serumah dengannya memiliki jarak yang dekat. Interaksi yang sering terjadi
seperti berbicara, batuk, bersin dan sebagainya yang menyebabkan kontak langsung
antara penderita tuberkulosis paru dengan anggota yang sehat yang tinggal serumah,

257 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN 2503-5088

dapat mengakibatkan kuman Mycrobacterium Tuberculosis menular dari penderita


tuberkulosis paru tersebut kepada anggota yang tinggal serumah dengan penderita. Oleh
sebab itulah, hal ini juga dapat mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara
kepadatan penghuni rumah dengan penularan tuberkulosis paru.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian yang dilaksanakan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat


(BBKPM) Makassar yang dimulai bulan Januari sampai Februari 2012. Dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan kepadatan penghuni rumah dengan penularan
tuberkulosis paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar tahun 2012.
Adapun saran kepada petugas kesehatan untuk dapat menginformasikan kepada
penderita Tuberkulosis Paru dan keluarga yang menderita Tuberkulosis Paru bahwa
rumah yang padat merupakan salah satu penyebab penularan Tuberkulosis Paru, selain
itu juga perlu memperhatikan ventilasi rumah, suhu, pencahayaan dan kelembaban
rumah. Serta para penderita Tuberkulosis paru disarankan untuk menjaga kontak
terhadap keluarga yang sehat, dengan cara mengurangi kontak dengan keluarga yang
lainnya untuk sementara selama penderita menjalani pengobatan. Hal ini guna untuk
mencegah terjadinya penularan Tuberkulosis terhadap anggota keluarga yang tinggal
serumah.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga Surya, Asik. Wantoro, Bing. Basri, Carmelia dkk. (2008),
Pedoman Penanggulangan TB di Tempat Kerja.
Adnani, Hariza dan Mahastuti, Asih. (2006), Hubungan Kondisi Rumah dengan Penyakit
TBC Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten Gunung Kidul tahun
2005-2006. Yogyakarta : Jurnal Kesehatan Surya Medika.
Chandra, Budiman, (2006), Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.
Dinkes Sulawesi Selatan, (2009), Profil Kesehatan Sulawesi Selatan Tahun 2008.
Dahlan, M. Sopiyudin, (2011), Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Fatimah, Sitti (2009), Tesis : Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan
Dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap (Kecematan: Sidareja, Cipari,
Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantasari) Tahun 2008. Semarang :
Universitas Diponegoro.
Hidayat, A. Aziz Alimul, (2009), MetodePenelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika.
Hindarto, probo, (2007), Inspirasi Rumah Sehat di Perkotaan. Yogyakarta : CV. Andi
Karno (2010), Study Tentang Keadaan Sanitasi Rumah Penderita TB Paru di Desa
Banjarejo Kecamatan Panekan Kabupaten Magertan. Surabaya : Jurnal Kesehatan
Suara Forikes.
Laban, Y. Yohannes, (2008), TBC : Penyakit dan Cara Pencegahannya. Yogyakarta :
Kanisius.
Mubarak, Wahid Iqbal dan Cahyatin, Nurul, (2009), Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori
dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
Mukono, J.H, (2006), Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Edisi Dua. Jakarta :
Universitas Indonesia.
Mutaqqin, Arif, (2008), Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. (2008), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Edisi kedua. Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia A dan Wilson Lorraine M. (2005), Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Rab, Tabrani, (2010), Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : CV. Transinfo Media

258 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN 2503-5088

Soejadi, Teddy Bambang, dkk. (2007), Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Kejadian Kasus Tuberkulosis Paru. Medan : Jurnal Ilmiah PANNMED.
Soemantri, Irman, (2008), Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Cetakan kedua. Jakarta : Salemba Medika
Sudoyo, Bambang Setiyohadi, dkk. (2006), Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Edisi
IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.
Sukandar, Elin Yulinah, dkk. (2008), ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.
Tobing, Tonny Lumban, (2009), Tesis : Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan
Kondisi Rumah terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru pada Keluarga di
Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Wicaksono, Andie A. (2009), Menciptakan Rumah Sehat. Jakarta : Penebar Swadaya.
Depkes RI, (2007), Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
(http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf), diakses pada tanggal 12 Desember
2011
Depkes RI, (2002), Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. (http://dinkes-
sulsel.go.id/images/pdf/pedoman), diakses pada tanggal 8 Maret 2012.

259 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


ANALISIS KADAR NH3, KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN KELUHAN
PERNAPASAN PEMULUNG DI TPA SAMPAH BENOWO DAN BUKAN
PEMULUNG DI SEKITAR TPA SAMPAH BENOWO SURABAYA
Analysis of NH3 Content, Individual Characteristics and Respiratory Scavenger Complaint
in Landfills Benowo Rubbish and Not Scavenger Around Landfills Benowo Surabaya

Herman Bagus Dwicahyo


Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
herman.bagus-12@fkm.unair.ac.id

Abstrak: Sampah merupakan sesuatu yang tidak digunakan atau telah dibuang, berasal dari kegiatan manusia dan
dapat mencemari lingkungan serta menjadi sumber penyakit. Salah satu kelompok yang berisiko tinggi terkena
dampak pencemaran sampah di TPA adalah pemulung, karena pemulung setiap harinya melakukan kontak langsung
dengan sampah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar NH3, karakteristik individu dan keluhan pernapasan
pada pemulung dan bukan pemulung, serta menganalisis keluhan pernapasan berdasarkan karakteristik individu.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional, berdasarkan sifat dan analisisnya termasuk penelitian deskriptif
kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah pengelolaan sampah di TPA sampah
Benowo Surabaya sudah menggunakan sistem sanitary landfill sesuai UU RI No. 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah. Kadar gas NH3 masih dibawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh Per. Gub. Jatim No. 10 tahun 2009
sebesar 113,9 μg/Nm3 di TPA dan 28,4 μg/Nm3 di Pemukiman warga. Karakteristik responden sebagian besar memiliki
umur 35–44 tahun, dengan status IMT lebih, lebih banyak yang terpapar rokok pasif dan memiliki riwayat penyakit.
Keluhan pernapasan ringan yang dialami responden pemulung sebanyak 65% dan bukan pemulung sebanyak 89%.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pengelolaan sampah di TPA sampah Benowo Surabaya sudah menggunakan sistem
Sanitary landfill, pengukuran kualitas udara ambien dengan parameter NH3 di TPA sampah dan pemukiman warga
masih dibawah baku mutu. Sebagian besar responden pemulung dan bukan pemulung masih mengalami keluhan
pernapasan ringan. Terdapat perbedaan kelompok umur antara responden yang mengalami keluhan pernapasan
ringan dan sedang, responden yang memiliki riwayat penyakit lebih banyak mengalami keluhan pernapasan sedang
dibandingkan keluhan dengan keluhan pernapasan ringan.

Kata kunci: kadar NH3, karakteristik individu, keluhan pernapasan

Abstract: Trash are things that cannot be used or have been dumped which formed by human activities and soiled
environment then became source of disease. One of high group that greater affected with trash in final disposal
is scavenger because they do some direct contact everyday. This study aims to identify NH3 contents, individual
characteristic and respiratory complaint for scavenger. Not only that, but also to analyze respiratory complaint according
to individual characteristic. This study is observational with quantitative descriptive study and cross sectional design study.
The result shows that trash management in final disposal Benowo Surabaya has been implemented a sanitary landfill
system based on Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Kadar gas NH3 under quality
standard stated by Governor Regulation East Java No.10 Tahun 2009 is 113.9 μg/Nm3 in final disposal and 28.4 μg/Nm3
in non-final disposal. Result shows that almost all respondent was about 35 to 44 years old with Body Mass Index status
is overweight, exposured to passive smokers, and had disease history. Almost 65% of total respiratory complaint was
happened with scavenger and 89% with non scavenger. The conclusion is trash management in final disposal Benowo
Surabaya has been implemented sanitary landfill system, ambient air measurement with indicator in trash final disposal
and non-trash final disposal still under quality standard. Almost all respondent who included in scavenger group and non-
scavenger group still have a low respiration complaints. There are differences group based on age between respondent
who has low and moderate respiration complaints

Keywords: NH3, individuals charateristics, respiration complaints

PENDAHULUAN atau hasil industri dan dapat mencemari


lingkungan serta dapat menjadi sumber penyakit.
Sampah merupakan sesuatu yang tidak
Sedangkan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
digunakan dan telah dibuang, berasal dari
sampah merupakan tempat dimana sampah
kegiatan manusia baik kegiatan sehari-hari

135
136 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 2 Juli 2017: 135–144

mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya menyebabkan efek seperti terbakar pada kulit,
sejak mulai muncul dari sisa kegiatan manusia, mata, tenggorokan, atau paru. Sedangkan efek
pengumpulan dari sumber sampah, pemindahan kronis pada kadar > 35 ppm dapat menimbulkan
atau pengangkutan dari tempat pengumpulan kerusakan ginjal, kerusakan paru-paru,
sementara, pengolahan sampai pembuangan mereduksi pertumbuhan dan malafungsi otak
akhir yang mana sampah itu sudah benar-benar serta penurunan nilai darah, dimana penurunan
tidak dapat digunakan. nilai darah dapat mengganggu proses fisiologis
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa manusia (Puspitasari, 2014).
TPA sampah dapat menjadi sumber pencemar Keluhan pernapasan akibat pencemaran
lingkungan serta dapat menjadi sumber dari udara dalam penelitian ini diukur menggunakan
penyakit apabila tidak dilakukan pengelolaan kuesioner dari American Thoracic Society dengan
dengan baik dan benar. Pencemaran lingkungan sistem skor, keluhan pernapasan tersebut dibagi
pertama kali akan berdampak pada populasi ke dalam tiga kategori yaitu ringan dengan skor
yang memiliki jarak paling dekat atau pada orang < 31%, sedang 31–69% dan berat dengan skor
yang sering melakukan kontak langsung dengan ≥ 70%.
sumber pencemar tersebut, salah satunya adalah Keluhan pernapasan tersebut dapat berupa:
pemulung. batuk, keluar dahak, batuk berdahak, nafas
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada berbunyi/mengi, sesak nafas, nafas berbunyi/
tanggal 23 Desember 2015 menunjukkan bahwa mengi disertai sesak nafas, sakit pada dada, flu
rata-rata keluhan kesehatan yang banyak dialami dan batuk dengan disertai flu.
oleh pemulung yaitu gangguan pernapasan Batuk merupakan gejala yang paling umum
dan keluhan pernapasan, baik berupa iritasi akibat gangguan pernapasan. Rangsangan yang
saluran pernapasan maupun responS adanya biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan
gangguan pernapasan seperti batuk, flu dan sakit mekanik dan kimia, inhalasi debu, asap dan benda
tenggorokan. asing berukuran kecil merupakan penyebab batuk
TPA sampah dalam proses dekomposisinya yang paling sering.
dapat menghasilkan gas berbahaya yang dapat Sesak nafas atau kesulitan bernafas,
mengganggu kesehatan. Gas yang dihasilkan di merupakan keadaan dimana seseorang akan
TPA sampah diantaranya ammonia (NH3), karbon merasa seperti kekurangan udara atau tidak bisa
dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), hidrogen leluasa menghirup udara sehingga frekuensi
(H2), hidrogen sulfida (H2S), metana (CH4), nitrogen nafasnya menjadi cepat, sehingga muncul rasa
(N2), dan oksida (O2)(Martono, 2006). sesak di dada.
Kadar gas berbahaya di TPA sampah Nyeri dada atau sakit dada adalah rasa nyeri,
terbanyak adalah amonia (45–60%) dan karbon sakit atau seperti tertekan yang menyerang dada.
dioksida (40–60%). Gas NH3 cukup tinggi di dalam Bagian tubuh yang terasa nyeri bisa dimulai dari
TPA karena proses penguraian sampah oleh bahu hingga ke tulang rusuk.
bakteri anaerobic (Martono, 2006). Amonia adalah Nafas berbunyi/mengi adalah suara yang
gas yang tidak berwarna dengan bau yang sangat dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran
tajam, amonia dalam sampah dihasilkan dari napas yang menyempit. Penyempitan ini dapat
penguraian asam amino dalam protein makhluk disebabkan oleh sekresi mukus yang terkurung
hidup baik dari sampah tumbuhan maupun hewan di dalam saluran napas atau penyempitan otot
oleh bakteri yang memanfaatkan sampah organik saluran napas atau pengetatan di sekitar saluran
atau sisa makhluk hidup diantaranya bakteri nitrit napas.
(Nitrosococcus), bakteri nitrat (Nitrobacter) dan Pada umumnya penyakit saluran pernafasan
jenis Clostridium (Lestari, 2010). diawali dengan keluhan-keluhan pernapasan
Amonia adalah gas yang dapat mengiritasi, dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan
kulit dan membran mukus pada manusia. Pada penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih
paparan melalui inhalasi dapat menyebabkan berat dan bila semakin berat dapat menyebabkan
cardiopulmonary resuscitation, susah bernapas kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal.
dan susah untuk mendapatkan oksigen Selain itu banyak faktor yang mempengaruhi
(OSHA, 1992). keadaan paru sehingga menimbulkan keluhan
Jika kita terpapar oleh amonia dalam pernapasan, salah satunya adalah karakteristik
konsentrasi yang tinggi, maka dapat individu diantaranya: umur, riwayat penyakit,
H B Dwicahyo, Analisis Kadar Nh3, Karakteristik Individu dan Keluhan Pernapasan Pemulung 137

paparan rokok, dan status gizi. Selain terdapat mukus yang berlebihan pada bronkus. Keadaan
faktor kerja bilamana seseorang tersebut seperti ini dapat mengurangi efektivitas mukosiler
merupakan seorang pekerja seperti masa kerja, sehingga merupakan media yang baik tumbuhnya
lama paparan setiap harinya dan pemakaian APD bakteri sehingga dapat timbul keluhan pernapasan
(Alat Pelindung Diri) ketika bekerja. seperti batuk, flu sampai keluar dahak. Selain itu
Faktor umur mempengaruhi elastisitas paru jika mukus dalam hidung rusak maka benda asing
sebagaimana jaringan lain dalam tubuh, dengan dengan mudahnya akan masuk ke dalam saluran
meningkatnya umur seseorang maka kerentanan nafas seperti debu dan bahan pencemar lain di
terhadap penyakit akan bertambah, khususnya udara.
gangguan saluran pernapasan. A l a t Pe l i n d u n g D i r i ( A P D ) d a p a t
Faktor riwayat penyakit menunjukkan bahwa mempengaruhi keluhan pernapasan pada tempat
seseorang yang mempunyai riwayat penyakit paru kerja, secara umum yang dimaksud dengan alat
akan lebih mudah dan lebih sering mengalami pelindung diri dapat diartikan sebagai seperangkat
keluhan pernapasan dibandingkan dengan alat yang digunakan untuk melindungi sebagian
seseorang yang sebelumnya tidak mempunyai atau seluruh tubuh dari potensi bahaya atau
riwayat penyakit paru. Karena anggota tubuh yang kecelakaan kerja. APD memang tidak secara
sebelumnya sudah terserang penyakit ketahanan sempurna dapat melindungi tubuh tetapi dapat
terhadap penyakit pun akan menurun, berbeda mengurangi tingkat keparahan jika terjadi
dengan anggota tubuh yang belum pernah gangguan kesehatan atau kecelakaan kerja.
terserang penyakit. Status gizi juga dapat menjadi faktor individu
Karakteristik individu yang juga menjadi faktor untuk dapat mengalami keluhan pernapasan,
terjadinya keluhan pernapasan adalah masa status gizi yang seimbang maka diharapkan
kerja dan lama paparan setiap harinya, terlebih susunan fisiologis tubuh akan bekerja secara
di tempat yang memiliki bahan berbahaya seperti maksimal. Selain itu, dengan gizi seimbang maka
pencemaran udara yang dapat menyebabkan kebutuhan energi akan terpenuhi dan daya tahan
keluhan pernapasan seperti batuk dan iritasi tubuh dapat bekerja secara optimal, sehingga
saluran pernapasan. Karena semakin lama ketika terjadi sebuah gangguan dalam fisiologi
seseorang bekerja di suatu tempat yang terpapar tubuh, antibodi kita dapat bekerja dengan
maka kapasitas paru seseorang akan semakin optimal.
menurun. Masa kerja yang cukup lama dapat Tujuan dari penelitian ini yaitu mengukur kadar
memungkinkan akumulasi bahan pencemar dalam gas NH3 di TPA sampah dan pemukiman warga,
paru-paru juga akan meningkat, karena telah lama mengidentifikasi karakteristik individu pemulung
menghirup udara yang terkontaminasi (Rachman dan bukan pemulung, mengidentifikasi keluhan
dalam Lestari, 2013). Terlebih jika sebelumnya pernapasan yang dialami pemulung dan bukan
seorang tersebut sudah memiliki riwayat penyakit, pemulung, menganalisis keluhan pernapasan
maka kecenderungan penyakit tersebut untuk berdasarkan karakteristik individu
muncul kembali juga semakin besar.
Selain itu, amonia juga merupakan bahan
METODE PENELITIAN
kimia yang ada dalam rokok, oleh karena itu
seseorang memiliki risiko lebih besar mengalami Penelitian ini dilakukan di TPA sampah Benowo
gangguan kesehatan jika menjadi perokok aktif Surabaya, tepatnya berada di Jl. Romokalisari
maupun pasif yang sekaligus terpapar gas Kelurahan Romokalisari Kecamatan Benowo
amonia dari lingkungan kerja. Seperti yang telah Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian
disebutkan oleh Padmaningrum (2007) bahwa observasional. Berdasarkan sifat dan analisisnya
rokok mengandung bahan tambahan seperti termasuk penelitian deskriptif kuantitatif, dengan
ammonia, butana, senyawa cadmium, asam desain studi cross sectional. Waktu penelitian
stearat, asam asetat, senyawa arsenat, karbon dimulai pada bulan Oktober 2015 sampai Mei
monoksida, metana, dan methanol. 2016.
Menurut Rahajoe dkk., (1994) paparan rokok Responden dalam penelitian ini adalah
sangat berbahaya bagi kesehatan baik bagi pemulung wanita di TPA sampah Benowo dan
perokok pasif maupun perokok aktif, paparan bukan pemulung yang tinggal di sekitar TPA
rokok dapat menimbulkan gangguan ventilasi paru sampah Benowo tepatnya di Dukuh Jawar
karena dapat menjadi penyebab iritasi dan sekresi Kelurahan Sumber Rejo Kecamatan Pakal Kota
138 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 2 Juli 2017: 135–144

Surabaya. Populasi pemulung dalam penelitian ini tidak bercampur dengan udara luar secara
sebanyak 59 orang sedangkan bukan pemulung langsung. Gas metan yang terperangkap dalam
sebanyak 55 orang, perhitungan sample dilakukan geomembrane cover kemudian diubah menjadi
dengan menggunakan rumus perhitungan energi listrik, sekitar ± 5 MW listrik yang dihasilkan
menurut Cochran W.G (1977) sehingga diperoleh setiap harinya.
sample pemulung sebanyak 37 dan bukan Akan tetapi tidak semua tumpukan sampah
pemulung sebanyak 36 orang. tersebut telah ditutup dengan menggunakan
Karakteristik individu dan faktor dari geomembrane cover atau dilakukan pengurukan
lingkungan kerja yang dianalisis dalam penelitian dengan tanah setiap hari, tumpukan sampah yang
ini meliputi umur, masa kerja, lama paparan, masih belum mencapai batas ketinggian maksimal
paparan rokok, penggunaan APD masker, status akan terus dibuka dan diisi dengan sampah secara
IMT (Indeks Masa Tubuh) dan riwayat penyakit. terus-menerus. Di terminal buang yang belum
Kondisi lingkungan yang diteliti dalam sempat dilakukan pengurukan dan penutupan
penelitian ini adalah kadar NH3 di TPA sampah dengan geomembrane cover itulah biasanya para
Benowo Surabaya dan di pemukiman bukan pemulung bekerja mengais sisa barang yang
pemulung sekitar TPA sampah Benowo masih bernilai jual untuk dikumpulkan.
Surabaya.
Keluhan pernafasan responden diukur Pengukuran Kadar Gas NH3 di TPA Sampah
menggunakan kuesioner dari American Thoracic dan di Pemukiman Warga
Society (ATS). Penelitian ini telah mendapat Pengukuran kualitas udara ambien di TPA
persetujuan dari Tim Komisi Etik Penelitian sampah Benowo Surabaya dilakukan di terminal
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat titik buang II B, dimana pada lokasi ini ketika
Universitas Airlangga dengan nomor sertifikat kaji dilaksanakan penelitian masih belum ditutup
etik: 154-KEPK. dengan geomembrane cover atau dilapisi
dengan tanah karena batas tinggi sampah masih
HASIL DAN PEMBAHASAN belum mencapai maksimal. Pada lokasi ini juga
masih banyak aktivitas bongkar muat sampah
Gambaran Umum TPA Sampah Benowo oleh truk sehingga banyak digunakan pemulung
Surabaya sebagai tempat memulung sisa-sisa barang yang
TPA sampah Benowo berada di Jl. Romokalisari masih bernilai ekonomi dan bisa dijual kembali.
Kelurahan Romokalisari Kecamatan Benowo Sedangkan pengukuran kualitas udara ambien di
Surabaya. Memiliki luas 38,7 Ha. 24 Ha lingkungan pemukiman warga dilakukan di Dukuh
diantaranya digunakan untuk penimbunan Jawar Kelurahan Sumber Rejo Kecamatan Pakal
sampah menggunakan sanitary landfill yang Surabaya yang berjarak 1,35 km dari TPA sampah
terdiri dari 5 terminal. Pengelolaan sampah di Benowo.
TPA Benowo, pihak pemerintah kota Surabaya Berikut ini adalah hasil pengukuran kadar gas
telah bekerja sama dengan PT. Sumber Organik di lingkungan pemulung dan lingkungan bukan
sebagai pengelola. pemulung.
Setiap bulannya hanya ada 2 terminal Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa
yang digunakan untuk kegiatan operasional kandungan gas NH 3 di TPA sampah sebesar
atau penimbunan sampah, sedangkan 113,9 μg/Nm3 dan kadar NH3 pada pemukiman
3 lainnya dilakukan perapian dan pengurukan warga sebesar 28,4 μg/Nm3, keduanya masih
menggunakan tanah. Sampah yang berada di
TPA sampah Benowo berasal dari seluruh wilayah Tabel 1.
surabaya, dengan volume sampah yang datang Pengukuran Kadar NH3 di TPA Sampah Benowo dan
di TPA sampah benowo setiap harinya ±1.500 di Pemukiman Warga
ton/hari. Kadar Terukur Per. Gub.
Sampah yang sudah mencapai batas Paramater Jatim No.
Pemukiman
ketinggian yang telah ditentukan kemudian TPA
warga 10 th 2009
dilakukan penutupan dengan menggunakan
Amonia 113,9 28,4 1360
geomembrane cover sehingga bau hasil dari
(NH3) μg/Nm3 μg/Nm3 μg/Nm3
pembusukan sampah terperangkap dan
H B Dwicahyo, Analisis Kadar Nh3, Karakteristik Individu dan Keluhan Pernapasan Pemulung 139

dibawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh dibarengi dengan kerentanan terhadap penyakit
Per. Gub. Jatim No. 10 tahun 2009 yaitu sebesar juga akan bertambah, khususnya gangguan
1360 μg/Nm3. Hasil pengukuran kadar NH3 di saluran pernapasan pada kelompok yang memiliki
udara ambien dapat dipengaruhi oleh kecepatan risiko tinggi seperti pekerja yang terpapar bahan
angin, suhu udara dan kelembapan (Dwicahyo, berbahaya secara terus menerus.
2016). Kecepatan angin yang kuat akan Dari tabel 2 juga dapat diketahui bahwa status
membawa polutan terbang ke segala arah dan IMT pemulung terbanyak berada pada status IMT
dapat mencemari daerah lain. Sebaliknya apabila lebih (51,4%), begitupun juga dengan responden
kecepatan angin lemah polutan akan diam, bukan pemulung paling banyak memiliki status
terkumpul, sehingga konsentrasinya semakin IMT lebih (75,0%).
banyak dan hanya mencemari udara lingkungan Status IMT yang seimbang atau normal maka
yang terdapat di sekitar lokasi pencemaran diharapkan susunan fisiologis tubuh akan bekerja
tersebut. secara maksimal, sebaliknya jika status IMT yang
Meskipun demikian terdapat perbedaan berlebih atau kurang maka daya tahan tubuh akan
yang sangat mencolok antara kadar gas NH3 di kurang bekerja secara optimal, sehingga tubuh
TPA dan pemukiman warga, gas di TPA sampah akan lebih mudah terserang penyakit.
memiliki kadar gas amonia yang jauh lebih tinggi Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa kedua
dibandingkan dengan kadar gas amonia di responden baik pemulung dan bukan pemulung
pemukiman warga. paling banyak mendapat paparan rokok pasif
Gas amonia pada TPA berasal dari sebesar 81,1% pada pemulung dan 75,0% pada
penguraian asam amino dalam protein makhluk bukan pemulung. Sedangkan pemulung yang
hidup baik dari sampah tumbuhan maupun hewan
oleh bakteri. Keberadaan gas amonia tersebut
berisiko untuk mengganggu kesehatan karena Tabel 2.
gas amonia adalah gas yang dapat mengiritasi Karakteristik Pemulung dan Bukan Pemulung
kulit dan membran mukus pada manusia serta di Sekitar TPA Sampah Benowo Surabaya, Mei 2016
dapat menyebabkan kesulitan bernapas.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang Karakteristik
Responden
dilakukan oleh Puspitasari (2014) bahwa kadar Total
amoniak di udara ambien pada sel aktif di TPA Variabel Bukan
Pemulung
sampah lebih besar daripada kadar gas amoniak Pemulung
di sel yang sudah tidak aktif. Begitupun juga n % n % n %
dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryoto Umur
dkk (2014) yang menyatakan bahwa semakin jauh 15–24 6 16,2 0 0,0 6 8,2
titik pengambilan sampel udara dari TPA sampah,
25–34 12 32,4 12 33,3 24 33,9
maka semakin rendah kadar gas amonia hasil
35–44 13 35,1 15 41,7 28 38,4
pengukuran.
45–54 5 13,5 7 19,4 12 16,4
Karakteristik Pemulung dan Bukan Pemulung 55–64 1 2,7 2 5,6 3 4,1
di Sekitar TPA Sampah
Status IMT
Karakteristik individu dalam penelitian ini Kurang 1 2,7 0 0,0 1 1,4
meliputi umur, status IMT, paparan rokok dan Normal 17 45,9 9 25,0 26 35,6
riwayat penyakit yang diukur melalui kuesioner.
Lebih 19 51,4 27 75,0 46 63,0
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa umur
pemulung yang menjadi responden terbanyak Paparan Rokok
berada pada rentang umur 35–44 tahun dengan Aktif 1 2,7 0 0,0 1 1,4
persentase 35,1%, demikian juga dengan Pasif 30 81,1 27 75,0 57 78,1
responden bukan pemulung sebanyak 41,7%. Tidak
Menurut Widodo (2007) penurunan kapasitas 6 16,2 9 25,0 15 20,5
Keduannya
vital paru dapat terjadi setelah usia 30 tahun, Riwayat Penyakit
dan akan semakin cepat menurun setelah umur
Ada 17 45,9 27 75,0 44 60,3
40 tahun ke atas. Mangkidi (2006) mengatakan
bahwa meningkatnya umur seseorang maka akan Tidak 20 54,1 9 25,0 29 39,7
140 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 2 Juli 2017: 135–144

tidak mendapat paparan rokok sama sekali ke keluhan pernapasan yang diderita dan tingkat
sebanyak 16,2% dan pada bukan pemulung keparahan.
sebanyak 25,0%, terdapat satu orang pemulung Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa keluhan
yang menjadi perokok aktif dan tidak ada bukan pernapasan ringan lebih banyak terjadi pada
pemulung yang menjadi perokok aktif. responden bukan pemulung (88,9%) dibandingkan
Paparan rokok ini sangat berbahaya bagi keluhan pernapasan ringan yang dialami oleh
kesehatan baik bagi perokok pasif maupun pemulung (64,9%). Keluhan pernafasan ringan
perokok aktif, paparan rokok dapat menimbulkan yang paling banyak dialami oleh pemulung dan
penurunan fungsi paru dan gangguan ventilasi bukan pemulung adalah keluar dahak, batuk,
paru (Rahajoe, 1994). Dapat diakui atau tidak batuk berdahak, dan kondisi flu. Sedangkan
merokok dapat menimbulkan banyak keluhan keluhan pernapasan sedang lebih banyak terjadi
pernapasan, mulai dari batuk, sesak napas, pada pemulung (35,1%) dibandingkan dengan
sampai penurunan fungsi paru. responden bukan pemulung (11,1%) dimana
Dari tabel 2 juga dapat diketahui bahwa keluhan pernapasan sedang ini memiliki derajat
responden pemulung lebih banyak tidak memiliki keparahan lebih tinggi.
riwayat penyakit (54,1%) dibandingkan bukan Keluhan pernapasan sedang yang dialami
pemulung yang tidak memiliki riwayat penyakit lebih banyak terjadi pada responden bukan
hanya sebesar 25,0%, dengan artian bahwa bukan pemulung karena berhubungan dengan riwayat
pemulung lebih banyak memiliki riwayat penyakit penyakit dahulu yang pernah diderita (Dwicahyo,
dengan persentase 75,0%. 2016).
Menurut Anderson et al., dalam Nugraheni Batuk merupakan gejala yang paling umum
(2004) bahwa seseorang yang pernah mengidap akibat gangguan pernapasan. Rangsangan yang
penyakit paru cenderung akan mengurangi biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan
ventilasi per fusi sehingga alveolus akan terlalu mekanik dan kimia, inhalasi debu, asap dan benda
sedikit mengalami pertukaran udara, akibatnya asing berukuran kecil.
akan menurunkan kadar oksigen dalam darah. Sesak nafas, atau kesulitan bernafas
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan merupakan keadaan dimana seseorang akan
bahwa pemulung dan bukan pemulung merasa seperti tidak bisa leluasa menghirup
sebelumnya telah memiliki beberapa riwayat udara, sesak napas dapat diakibatkan oleh
penyakit diantaranya sakit dada, pneumonia, nafas riwayat penyakit yang sebelumnya sudah pernah
berbunyi, dan sesak napas, TBC dan bronkitis diderita.
kronis. Nafas berbunyi/mengi adalah suara yang
dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran
Identifikasi Keluhan Pernapasan pada napas yang menyempit. Penyempitan ini dapat
Pemulung dan Bukan Pemulung disebabkan oleh sekresi mukus yang terkurung
Keluhan pernapasan akibat pencemaran di dalam saluran napas atau penyempitan otot
udara dalam penelitian ini diukur menggunakan saluran napas.
kuesioner dari American Thoracic Society (ATS) Gas amonia sendiri memiliki efek yang dapat
dengan sistem skor, keluhan pernapasan tersebut menyebabkan keluhan pernapasan seperti iritasi
dibagi ke dalam tiga kategori yaitu ringan dengan saluran pernapasan pada manusia, gangguan
skor < 31%, sedang 31–69% dan berat dengan fungsi dari paru, serta dapat menyebabkan
skor ≥ 70%. kesulitan bernapas.
Keluhan pernapasan pada penelitian ini
yaitu penyakit yang pernah atau sedang dialami Tabel 3.
oleh pemulung selama tiga bulan terakhir antara Keluhan Pernapasan Pemulung dan Bukan Pemulung
lain batuk, keluar dahak, batuk berdahak, nafas
Keluhan Pemulung Bukan Pemulung
berbunyi/mengi, sesak nafas, nafas berbunyi/
Pernapasan n (%) n (%)
mengi disertai sesak nafas, sakit pada dada, flu
dan batuk dengan disertai flu. Ringan 24 64,9 32 88,9
Pertanyaan dalam kuesioner ATS meliputi Sedang 13 35,1 4 11,1
pertanyaan pilihan dan deskriptif dimana setiap
Berat 0 0,0 0 0,0
pertanyaan memiliki skor, dimana bobot skor
Total 37 100 36 100
disesuaikan dengan pertanyaan yang merujuk
H B Dwicahyo, Analisis Kadar Nh3, Karakteristik Individu dan Keluhan Pernapasan Pemulung 141

Tabel 4.
Tabulasi Silang antara Karakteristik Individu Pemulung dan Bukan Pemulung dengan Keluhan Pernapasan

Keluhan Pernapasan
Total
Variabel Ringan Sedang
n % n % n %
Umur
15–24 tahun 2 33,3 4 66,7 6 100,0
25–34 tahun 21 87,5 3 12,5 24 100,0
35–44 tahun 21 75,0 7 25,0 28 100,0
45–54 tahun 10 83,3 2 16,7 12 100,0
55–64 tahun 2 66,7 1 33,3 3 100,0
IMT
Kurang 1 100,0 0 0,0 1 100,0
Normal 18 69,2 8 30,8 26 100,0
Lebih 37 80,4 9 19,6 46 100,0
Riwayat Penyakit
Ada 28 63,6 16 36,4 44 100,0
Tidak 28 96,6 1 3,4 29 100,0
Paparan Rokok
Aktif 0 0,0 1 100,0 1 100,0
Pasif 42 73,7 15 26,3 57 100,0
Tidak keduanya 14 93,3 1 6,7 15 100,0

Keberadaan gas amonia ditunjukkan dengan Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa
bau yang menyengat. Di TPA sampah Benowo keluhan pernapasan ringan paling banyak terjadi
bau menyengat terdapat di terminal bongkar muat pada responden yang berusia 25–34 tahun
sampah tempat para pemulung berkumpul, bau sebanyak 87,5%, sedangkan keluhan pernapasan
menyengat tersebut disebabkan belum ditutupnya sedang paling banyak terjadi pada responden
sampah dengan geomembrane cover karena dengan usia 15–24 tahun 66,7%.
masih berlangsung proses penambahan jumlah Hal ini tidak menunjukkan bahwa semakin
sampah. bertambahnya umur maka gangguan kesehatan
Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan semakin meningkat.
dilakukan Kumalasari (2014) bahwa keluhan Demikian juga dengan penelitian yang
gangguan kesehatan yang sering dialami oleh dilakukan oleh Kumalasari (2014) di TPA Jatibarang
pemulung adalah nyeri dada, mata pedih, Semarang, hasil penelitian menunjukkan bahwa
tenggorokan kering, tenggorokan panas, kepala keluhan gangguan kesehatan lebih banyak dialami
pusing, batuk-batuk, dan sesak nafas. oleh 43,3% pemulung wanita yang berumur < 39
tahun (usia muda) dibandingkan pemulung wanita
Distribusi Gangguan Keluhan Pernapasan yang berumur ≥ 39 tahun (usia tua).
berdasarkan Karakteristik Individu Hal ini berbeda dengan yang dikatakan oleh
Keluhan pernapasan selain dapat dipengaruhi Guyton (1994) bahwa dengan bertambahnya umur
oleh paparan gas berbahaya, juga dapat semakin bertambah pula gangguan yang terjadi
dipengaruhi oleh karakteristik dari individu sendiri karena secara fisiologis dengan bertambahnya
seperti umur, status IMT, riwayat penyakit dan umur maka kemampuan organ-organ tubuh akan
paparan rokok. Jika seseorang tersebut berada mengalami penurunan secara alamiah karena
lingkungan kerja maka lingkungan kerja tersebut adanya proses degenerasi sel-sel tubuh.
turut mempengaruhi derajat kesehatan, seperti Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa 1 orang
masa kerja, lama paparan dan penggunaan responden dengan IMT kurang memiliki keluhan
APD. pernapasan ringan. Sedangkan responden dengan
142 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 2 Juli 2017: 135–144

IMT normal mengalami keluhan pernapasan Tabel 5.


ringan 69,1% dan keluhan pernapasan sedang Tabulasi silang antara Karakteristik Individu Pemulung
30,8%. Dan untuk responden dengan IMT lebih dengan Keluhan Pernapasan
mengalami keluhan pernapasan ringan sebanyak Keluhan Pernapasan
80,4% dan keluhan pernapasan sedang sebanyak
Variabel Ringan Sedang
19,6%.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan n % n %
bahwa baik status IMT kurang, normal maupun Masa Kerja
lebih sebagian besar menunjukkan keluhan ≤ 5 tahun 9 60,0 6 40,0
pernapasan ringan. > 5 tahun 15 68,2 7 31,8
Status gizi yang kurang baik dapat
Lama paparan
mengakibatkan imunitas seseorang menurun
≤ 8 Jam 3 50,0 3 50,0
sehingga mudah terserang penyakit yang
berkaitan dengan fungsi paru. Salah satu akibat > 8 Jam 21 67,7 10 32,3
gizi kurang yaitu dapat menurunkan imunitas dan Pemakaian APD
antibodi sehingga seseorang mudah terserang Ya 13 65,0 7 35,0
infeksi seperti batuk, pilek, diare dan berkurangnya Tidak 11 64,7 6 35,3
kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi
terhadap benda asing yang masuk ke dalam
tubuh (Murray, 2006 dalam Khumaidah, 2009). kesehatan manusia. Dampak sebagai perokok
Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa responden aktif terhadap kesehatan paru-paru dapat
dengan riwayat penyakit mengalami keluhan menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi
pernapasan ringan sebanyak 63,6% dan 36,4% saluran nafas dan jaringan paru-paru. Akibat
mengalami keluhan pernapasan sedang. perubahan anatomi saluran napas pada perokok
Sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat maka akan timbul perubahan pada fungsi paru-
penyakit mengalami keluhan pernapasan ringan paru dengan segala macam gejala klinisnya.
sebanyak 96,6% dan keluhan pernapasan sedang Menurut Raj dalam Iriyana (2014) merokok
sebanyak 3,4%. dapat menyebabkan perubahan, penurunan fungsi
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dan struktur dan jaringan paru. Asap rokok yang
responden dengan riwayat penyakit dan tidak akan merangsang pengeluaran lendir sedangkan
memiliki riwayat penyakit sebagian besar masih nikotin akan melumpuhkan bulu silia disaluran
mengalami keluhan pernapasan ringan. pernapasan yang berfungsi sebagai penyaring
Adapun penyakit yang dapat mempengaruhi udara yang masuk dalam pernapasan.
kapasitas vital paru seseorang menurut Guyton Jika seseorang tersebut berada lingkungan
(1997) adalah pneumonia, Asma, Emfisema paru kerja, maka lingkungan kerja tersebut turut
kronik, Atelektasi, Tuberkulosis dan beberapa mempengaruhi derajat kesehatan seperti masa
penyakit jalan napas lain. kerja, lama paparan dan penggunaan APD.
Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa responden Tabel 5 menunjukkan bahwa masa kerja
dengan paparan rokok aktif tidak ada yang > 5 tahun lebih banyak mengalami keluhan
mengalami keluhan pernapasan ringan tetapi pernapasan ringan sebanyak 68,2% dan
mengalami 100% keluhan pernapasan sedang, pernapasan berat sebanyak 31,8%. Hal ini tidak
untuk responden dengan paparan rokok pasif menunjukkan bahwa semakin lama masa kerja
73,7% mengalami keluhan pernapasan ringan dan seseorang makin besar risiko seseorang untuk
26,3% mengalami keluhan pernapasan sedang, terkena gangguan kesehatan, karena dalam tabel
dan untuk responden yang tidak mendapat tersebut dapat dilihat bahwa pemulung dengan
paparan rokok sama sekali mengalami keluhan masa > 5 tahun lebih banyak mengalami keluhan
pernapasan ringan sebanyak 93,3% dan keluhan pernapasan ringan. Tapi tidak dengan keluhan
pernapasan sedang sebanyak 6,7%. pernapasan sedang, responden dengan masa
Menurut Khumaidah (2009) Bahan baku rokok kerja > 5 tahun memiliki keluhan pernapasan
berupa tembakau mengandung bahan berbahaya sedang lebih kecil 31,8% dibandingkan dengan
dan dapat berpengaruh terhadap kondisi pemulung dengan massa kerja ≤ 5 tahun
kesehatan karena > 2000 zat kimia, diantaranya 40,0%.
sebanyak 1200 sebagai bahan beracun bagi
H B Dwicahyo, Analisis Kadar Nh3, Karakteristik Individu dan Keluhan Pernapasan Pemulung 143

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun masa SIMPULAN DAN SARAN


kerja sudah cukup lama tapi paparan yang
TPA sampah Benowo merupakan satu satunya
diterima responden masih cukup kecil sehingga
TPA sampah yang ada di Kota Surabaya yang saat
dampak yang ditimbulkan tidak terlalu parah.
ini dikelola oleh PT. Sumber Organik. Pengelolaan
Dari tabel 5 juga dapat dilihat bahwa pemulung
TPA sampah Benowo sudah menggunakan sistem
dengan paparan > 8 tahun lebih banyak
Sanitary landfill dan memanfaatkan gas metana
mengalami keluhan pernapasan sebanyak 67,7%
menjadi sumber listrik.
dibandingkan dengan pemulung dengan paparan
Hasil pengukuran kualitas udara ambien
≤ 8 jam yang mengalami keluhan pernapasan
dengan parameter NH 3 di TPA sampah dan
ringan sebanyak 50,0%. Sedangkan untuk
pemukiman warga masih dibawah baku mutu
keluhan pernapasan sedang lebih banyak terjadi
yang telah ditetapkan oleh Per. Gub. Jatim No. 10
pada pemulung dengan paparan ≤ 8 jam (50,0%)
tahun 2009.
dibandingkan dengan pemulung dengan paparan
> 8 jam setiap harinya (32,3%). Karakteristik individu pemulung dan bukan
Paparan suatu bahan kimia atau agen pemulung sebagian besar berada pada rentang
pencemar dalam waktu yang lama tapi dengan umur 35–44 tahun. Sebagian besar status IMT
kadar rendah mungkin tidak akan menimbulkan pemulung dan bukan pemulung sama-sama
dampak secara langsung atau bahkan tidak berada pada status IMT lebih. Paparan rokok pada
memiliki dampak yang berarti, hal ini bisa kedua responden paling banyak berada pada
dikarenakan imunitas tubuh dapat menetralisis paparan rokok pasif. Sedangkan riwayat penyakit
hal tersebut sehingga pencemaran tersebut tidak untuk responden pemulung sebagian besar tidak
mempunyai efek berbahaya bagi tubuh atau memiliki riwayat penyakit, sedangkan responden
bahkan sudah hilang dari tubuh. bukan pemulung sebagian besar memiliki riwayat
Proses paparan suatu agen pencemar hingga penyakit.
dapat memberi dampak kesehatan dalam tubuh Sebagian besar responden pemulung dan
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya tingkat bukan pemulung sama-sama memiliki keluhan
toksisitas suatu bahan tersebut, kadar bahan pernapasan ringan.
pencemar atau dosis, dan lamanya orang terpapar Keluhan pernapasan sedang, dengan derajat
oleh bahan pencemar tersebut. sakit yang lebih parah dibandingkan dengan
Sedangkan untuk pemakaian APD antara keluhan pernapasan ringan, lebih banyak terjadi
pemulung yang memakai dan tidak memakai pada responden dengan usia 15–24 tahun,
memiliki persentase yang sama baik pada keluhan pernapasan sedang juga banyak
pemulung yang memiliki keluhan pernapasan terjadi pada responden dengan IMT normal,
ringan (65,0%) maupun pada pemulung yang begitupun juga pada responden yang memiliki
memiliki keluhan pernapasan sedang (35,0%). riwayat penyakit dan perokok aktif lebih banyak
Hal ini bisa dikarenakan APD masker yang mengalami keluhan pernapasan sedang.
dipakai pemulung bukan merupakan masker yang Proses paparan suatu agen pencemar hingga
diperuntukkan untuk menyaring gas pencemar dapat memberi dampak kesehatan dalam tubuh
yang bisa masuk dalam tubuh dan mengganggu selain lama paparan dan masa kerja dipengaruhi
kesehatan melainkan hanya kain seadanya yang oleh beberapa hal diantaranya tingkat toksisitas
dililitkan untuk menutupi hidung mereka. suatu bahan, kadar/dosis bahan pencemar,
Pelindung pernapasan atau respirator yang dan imunitas seseorang untuk melawan bahan
digunakan untuk melindungi saluran pernapasan pencemar tersebut.
kita dapat menggunakan respirator-disposable Disarankan kepada pemulung dan bukan
paper mask untuk melindungi dari pajanan debu pemulung yang mengalami keluhan pernapasan
yang tidak toksik/ kadar toksisitasnya rendah. baik sedang maupun ringan, sebaiknya segera
Atau menggunakan air supplying respirator, melakukan pemeriksaan lebih lanjut, agar
respirator jenis ini dipakai bila pekerja terpajan gangguan yang diderita tidak bertambah parah
bahan pencemar di udara (debu, gas, uap, fume, dan mendapatkan penanganan yang tepat.
mist, asap, fog) yang kadar toksisitasnya rendah. Bagi responden pemulung hendaknya
Prinsip kerja respirator ini adalah membersihkan memakai masker yang memang diperuntukkan
udara terkontaminasi dengan cara filtrasi, untuk menahan gas-gas berbahaya agar tidak
adsorbsi, atau absorbsi (Uhud, 2008). masuk dalam saluran pernapasan.
144 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 2 Juli 2017: 135–144

Bagi responden pemulung dan bukan Lestari, A.I., Russeng, S.S., Wahyu, A. (2013). Faktor
pemulung yang memiliki kerabat atau keluarga yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru Tenaga
Kerja di PT Eastern Pearl Flour Mills Kota Makassar.
yang mempunyai kebiasaan merokok diharapkan
Jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja, FKM
untuk merokok di luar rumah. UNHAS, Makassar. Diakses dari http://repository.
Bagi pihak pengelola TPA sampah Benowo unhas.ac.id/handle/123456789/6713.
untuk terus memantau kadar gas berbahaya yang Mangkidi, D. (2006). Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-
keluar dari proses dekomposisi sampah di TPA Faktor yang Mempengaruhinya Pada Karyawan PT.
Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. (Skripsi,
dan juga segera untuk melakukan penutupan atau
Universitas Diponegoro, Semarang). Diakses dari
recovery dengan tanah atau geomembrane cover https://core.ac.uk/download/pdf/11715503.pdf.
jika sampah sudah mencapai ketinggian yang Martono, D.J. (2006). Teknologi Pemanfaatan Gas Dari
disyaratkan untuk dilakukan penutupan. TPA. Pusat Pengkajian Teknologi Lingkungan (PTL)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Diakses dari: www.slideshare.net/OswarMungkasa/
DAFTAR PUSTAKA teknologi-pemanfaatan-gas-dari-tpa.
Nugraheni, S. (2004). Analisis Faktor Risiko Kadar
Bannet, W.L. (1997). Buku ajar Penyakit Paru. Jakarta:
Debu Organik di Udara terhadap Gangguan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Fungsi Paru pada Pekerja Industri Penggilingan
Chandra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan.
Padi di Kabupaten Demak. (Skripsi, Universitas
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Diponegoro, Semarang). Diakses dari https://core.
Cochran W.G. (1977). Sampling Techniques 3rd Edition.
ac.uk/download/pdf/11714785.pdf.
Canada: John Wiley and Sons, Inc.
OSHA. (1992). Occupational Safety and Health Guidline
Dwicahyo, H.B. (2016). Analisis Gangguan Faal Paru
For Ammonia. USA: Departement of Health Service.
dan Keluhan Pernapasan Pada Pemulung Wanita di
Diakses dari: https://www.osha.gov/dte/.../fs4-
TPA Sampah Benowo Surabaya. Skripsi, Universitas
howmuch2.pdf.
Airlangga, Surabaya.
Padmaningrum, R.T. (2007). Rokok Mengandung Zat
Guyton, A.C. (1997). Fisiologi kedokteran (Irawati
Adiktif yang Berbahaya Bagi Kesehatan (Jurdik
Setiawan, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Kimia, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta).
Haryoto. (2014). Fate Gas Amoniak Terhadap Besarnya
Diakses dari: http//staff.uny.ac.id/.../c5rokok-
Risiko Gangguan Kesehatan pada Masyarakat di
mengandung-zat-adiktifregina-tutikuny.pdf
sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
Peraturan Gubernur Jatim No. 10 tahun 2009 tentang
Putri Cempo Surakarta. Jurnal EKOSAINS,6(2).
Baku Mutu Udara Ambien dan Sumber Tidak
Diakses dari portalgaruda.org/article.php.
Bergerak di Jatim.
Iriyana, I. (2014). Pengaruh Paparan Polusi Udara dan
Puspitasari, N. (2014). Kondisi Hematologi Pemulung
Kebiasaan Merokok terhadap Fungsi Paru pada Sopir
Yang Terpapar Gas Amoniak di TPA sampah Batu
Bus diTerminal Tirtonadi Surakarta (Skripsi, Universitas
Layang Pontianak. Jurnal PROTOBIONT, 3 (3): 31–39.
Surakarta, Surakarta). Diakses dari http://eprints.ums.
Diakses dari IPI Jurnal Protobiont.
ac.id/30763/23/NASKAH_PUBLIKASI.pdf.
Rahajoe, N., Boediman, I., Said, M., Wirjodiarjo, M., dan
Khumaidah. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang
Supriyatno, B. (1994). Perkembangan dan Masalah
Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada
Pulmonology Anak Saat Ini. (Skripsi, Fakultas
Pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa Suwawal
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta). Diakses
Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara (Tesis
dari http://lib.fkm.ui.ac.id/file?file=pdf/metadata-
Universitas Diponegoro). Diakses dari: https://core.
5504.pdf.
ac.uk/download/pdf/11723855.pdf.
Uhud, A., Kurniawati., Sonya, H., Sri, R.I. (2008). Pedoman
Kumalasari, Eko, H., Roselina, J. (2014). Faktor-Faktor
untuk Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
Risiko Paparan Gas Amonia dan Hidrogen Sulfida
Kerja. Universitas Airlangga. Diakses dari: fkg.unair.
Terhadap Keluhan Gangguan Kesehatan pada
ac.id/filer/buku%20pedmn%20K3PSTKG.pdf.
Pemulung Di TPA Jatibarang Kota Semarang (Tugas
Widodo, T.A. (2007). Faktor-Faktor yang Berhubungan
Akhir, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang).
dengan K apasitas Vital Paru pada Pekerja
Diakses dari http://eprints.dinus.ac.id/6644/2/
Pembuatan Genteng (Skripsi Universitas Negeri
abstrak_13694.pdf.
Semarang). Diakses dari http://lib.unnes.
Lestari, F. (2010). Bahaya Kimia, Sampling dan
ac.id/20216/1/6450408067.pdf.
Pengukuran Kontaminan Kimia di Udara. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
EFEK OBSTRUKSI PADA SALURAN PERNAPASAN
TERHADAP DAYA KEMBANG PARU

Saminan

Abstrak. Paru dapat mengembang dan mengempis dengan terjadi pertukaran gas yairu
inspirasi pengambilan oksigen (O2) dan ekspirasi pengeluaran karbondioksida (CO2) melalui
saluran pernapasan, jika terjadi peningkatan produksi sputum dan viskositas yang sulit untuk
dibersihkan (obstruksi), juga akibat penyempitan saluran udara sehingga daya kembang paru
terganggu. Tujuan penulisan efek obstruksi saluran pernapasan terhadap daya kembang paru
supaya dapat memahami di saluran pernapasan mudah mengalami gangguan pembengkakan
dan penyempitan sehingga berefek tidak kuat melakukan ekspirasi paksa, bila lama tidak
sembuh maka mudah terjadi penyakit paru obstruksi (PPOK). Mendiagnosis daya kembang
paru berdasarkan kapasitas vital paksa dan volume udara ekspirasi paksa adalah metode yang
sangat membantuuntuk memeriksa fungsi saluran pernapasan dengan pengukuran spirometri,
pada orang normal tidak obstruksi nilai ukur Forced Expiratory Volume In One Second (FEV1)
mencapai ≥ 75%, bila ada obstruksi ≤ 75%. (JKS 2016; 1: 34-39)
Kata Kunci: Saluran Pernapasan, Obstruksi

Abstract. Lungs can inflate and deflate with the exchange of gas, the inspiration of oxygen
(02) and the expiration of carbon dioxide (C02) through the respiratory tract. If the production
of sputum and viscosity increases which is difficult to clean (obstruction) and the airways
narrows, it can hinder the expandability of lung. The purpose of writing the effects of airway
obstruction on the expandability of lung is to understand that the respiratory tract is easily
swelling and narrowing, resulting in one’s inability to perform forced expiratory. If not
immediately treated, chronic obstructive pulmonary disease (COPD) may develop. Diagnosing
the expandability of lung based on forced vital capacity and forced expiratory of air volume is
a very helpful method to check the function of the respiratory tract using spirometry
measurements. In normal people who are not obstructed, the value of Forced expiratory
volume in One Second (Fevi) is > 75%, while in those who are, the value is < 75%.
(JKS 2016; 1: 34-39)

Keywords: Respiratory, Obstruction

Pendahuluan
Sistem pernapasan atau respirasi adalah proses Saluran-saluran udara yang dilalui oleh
pengambilan oksigen (O2) dari udara bebas oksigen dan karbon dioksida, bukanlah sekadar
saat menarik napas. O2 tersebut kemudian terowongan lalu lintas udara. Saluran-saluran
melewati saluran napas (bronkus) dan sampai tersebut juga berperan sebagai salah satu front
ke dinding alveoli (kantong udara). terdepan mekanisme pertahanan tubuh. Paru-
Sesampainya di kantong udara, O2 akan paru memiliki permukaan yang terekspos pada
ditransfer ke pembuluh darah yang didalamnya dunia luar, yang wilayahnya jauh lebih luas
mengalir sel-sel darah merah untuk dibawa ke dibanding bagian tubuh yang lain, termasuk
sel-sel di berbagai organ tubuh lain sebagai kulit. Sehingga saluran pernapasan juga harus
energy dalam proses metabolisme. Setelah berfungsi mengusir kotoran, debu, tungau, dan
metabolisme, sisa-sisa metabolisme, terutama bakteri dari benda-benda asing yang
karb1ondioksida (CO2) akan dibawa darah merugikan lainnya.2,7
untuk dibuang kembali ke udara bebas melalui Mantel lender yang sudah mengental (dahak)
paru-paru pada saat membuang napas.1,10 di saluran napas maka akan mengalami
hambatan aliran udara keluar (obstruksi jalan
Saminan adalah Dosen Bagian Ilmu Fisiologi napas) yang mencakup semua penyakit saluran
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala nafas yang bercirikan penyumbatan (obstruksi)
Banda Aceh

34
Saminan efek obstruksi pada saluran pernapasan
Terhadap daya kembang paru

bronki disertai pengembangan mukosa (uden)


dan sekresi dahak (Spuntum) berlebihan.3,8
Selama bernapas biasa, sebagian kerja yang
dihasilkan oleh otot-otot respirasi digunakan
untuk mengembangkan paru. Sebagian kecil,
beberapa persen dari total work digunakan
untuk mengatasi airway resistance. Tetapi
pada pernapasan yang sangat berat, bila udara
harus mengalir melalui saluran napas dengan
kecepatan yang sangat tinggi proporsi kerja
yang lebih besar digunakan untuk mengatasi
airway resitance. Pada penyakit paru, semua
kerja yang berbeda-beda ini sering secara cepat Gambar. Saluran Pernapasan Yang Normal dan
bertambah. Compliance work dan tissue Proses Bernapas
resistance work akan dinaikkan oleh penyakit-
penyakit yang menyebabkan fibrosis paru, Udara mengalir ke dalam paru-paru melalui
sedangkan airway resistance work akan batang tenggorok (Trakea). Udara tersebut
bertambah oleh penyakit-penyakit yang kemudian melewati cabang-cabang saluran
menyebabkan makin sempitnya saluran udara yang disebut bronki, menuju sebaran
napas.2,4 ranting-ranting udara (bronkiole) hingga ke
jutaan kantong udara kecil-kecil yang disebut
Anatomi Saluran Pernapasan alveoli.6,7
Saluran pernapasan dari hidung sampai
bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa Pada trakea dan bronkus yang tidak ditempati
bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara lembaran tulang rawan, dindingnya ditempati
disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. oleh otot polos. Dinding bronkiolus hampir
Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari semuanya terdiri dari otot polos, dengan
mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks perkecualian pada bronkiolus yang saling
bertingkat, bersilia, dan ber sel goblet. terminal disebut bronkiolus respiratorius yang
Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mucus hanya mempunyai beberapa serabut otot polos.
yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar Banyak penyakit obstruktif paru yang
mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh menimbulkan penyempitan bronkiolus.5,8
rambut-rambut yang terdapat dalam lubang
hidung, sedangkan partikel yang halus akan Proses Pernapasan
terjerat dalam lapisan mucus. Gerakan silia Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu
mendorong lapisan mucus ke posterior didalam menarik napas atau inspirasi, serta
rongga hidung, dan ke superior di dalam mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu
system pernapasan bagian bawah menuju menarik napas, otot diafragma berkontraksi
faring. Dari sini partikel halus akan tertelan dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus.
atau dibatukkan keluar. Lapisan mucus Bersama dengan itu, otot-otot tulang rusukpun
memberikan air untuk kelembaban, dan berkontraksi. Akibat berkontraksi kedua otot
banyaknya jaringan pembuluh darah tersebut rongga dada mengembang sehingga
dibawahnya akan menyuplai panas ke udara tekanan dalam rongga dada berkurang dan
inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan udara masuk. Saat manusia mengeluarkan
sedemikian rupa sehingga udara yang napas, otot diafragma dan otot-otot tulang
mencapai faring hamper bebas debu, bersuhu rusuk melemas. Akibatnya, rongga dada
mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mengecil dan tekanan udara keluar, jadi udara
mencapai 100 persen.5,6 mengalir dari tempat yang bertekanan besar ke
Saluran pernapasan atau tractus respiratorius tempat yang bertekanan lebih kecil. 1,4,9
adalah bagian tubuh manusia yang berfungsi
sebagai tempat lintasan dan tempat pertukaran Berdasarkan organ yang terlibat dalam
gas yang diperlukan untuk proses pernapasan. peristiwa inspirasi dan ekspirasi, pernapasan
Saluran pernapasan terdiri dari hidung, faring, dibagi menjadi dua, 9,10 yaitu:
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus.6,10 a. Pernapasan Dada

35
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 16 Nomor 1 April 2016

Pernapasan dada terjadi karena otot antar b. Kapasitas Paru


tulang rusuk berkontraksi sehingga rusuk 1. Kapasitas paru total (KPT) yaitu jumlah
terangkat, akibatnya volume rongga dada total udara dalam paru setelah inspirasi
membesar. Pengembangan rongga dada maksimal atau merupakan penjumlahan
membuat tekanan dalam rongga dada keempat volume utama paru. Pada orang
mengecil dan paru-paru mengembang. dewasa dengan berat badan 70 kg
Pada saat paru-paru mengembang tekanan besarnya sekitar 6 liter.
udara diluar lebih besar daripada didalam 2. Kapasitas vital (KV) yaitu jumlah udara
paru-paru, akibatnya udara masuk. yang dapat diekspirasi maksimal setelah
Sebaliknya saat otot antar tulang rusuk inspirasi maksimal atau merupakan
berelaksasi tulang rusuk turun, akibatnya penjumlahan VT, VCI, dan VCE. Pada
volume rongga dada mengecil, sehingga orang dewasa normal dengan berat badan
tekanan didalamnya membesar pada 70 kg besarnya sekitar 5 liter.
keadaan ini paru-paru mengempis 3. Kapasitas inspirasi (KI) yaitu jumlah
sehingga udara keluar. udara maksimal yang dapat masuk ke
b. Pernapasan Perut dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa
Pernapasan perut terjadi karena gerakan atau merupakan penjumlahan VT dan
diafragma, jika otot diafragma VCI. Pada orang dewasa normal dengan
berkonstruksi rongga dada membesar dan berat badan 70 kg besarnya sekitar 4 liter.
paru-paru mengembang. Akibatnya, udara 4. Kapasitas residu fungsional (KRF) yaitu
masuk kedalam paru-paru, saat otot jumlah udara dalam paru pada akhir
diafragma relaksasi diafragma kembali ekspirasi biasa atau merupakan
kekeadaan semula, rongga dada penjumlahan VCE dan VR. Pada orang
menyempit mendorong paru-paru dewasa normal dengan berat badan 70 kg
mengempis, sehingga udara dari paru- besarnya sekitar 2,5 liter.
paru akan keluar.
Nilai normal untuk setiap volume dan
Volume Dan Kapasitas Paru kapasitas paru sangat bervariasi dan
Ada empat volume paru utama dan 4 kapasiti dipengaruhi oleh usia, tinggi badan, jenis
paru utama yang merupakan penjumlahan 2 kelamin, suku, berat badan dan bentuk
atau lebih volume paru adalah sebagai berikut: tubuh.1,4,10
a. Volume Paru
Obstruksi Pada Jalan Pernapasan
1. Volume tidal (VT) yaitu jumlah udara a. Dahak
yang masuk ke dalam dan ke luar dari Dahak atau sputum ialah materi yang
paru pada pernapasan biasa. Pada orang diekspetorasi dari saluran napas bawah oleh
normal dengan berat badan 70 kg dalam batuk, yang tercampur bersama ludah. Sekresi
keadaan istirahat biasanya mempunyai VT bronkus yang normal tak cukup banyak untuk
sebesar 500 ml. diekspetorasi, biasanya di alirkan ke laring
2. Volume cadangan inspirasi (VCI)yaitu oleh aksi silia lalu ditelan. Dalam keadaan
jumlah udara yang masih dapat masuk ke normal, saluran pernapasan membentuk sekitar
dalam paru pada saat inspirasi maksimal 100 ml secret seharinya. Pada keadaan sakit
setelah inspirasi biasa. Pada orang dewasa seperti pada pasien asma dan bronchitis,
dengan berat badan 70 kg besarnya sekitar produksi dahak bertambah, begitu pula
3 liter. kekentalan meningkat sehingga sukar
3. Volume cadangan ekspirasi (VCE) yaitu dikeluarkan.11,12
jumlah udara yang dikeluarkan secara Dahak bronki terdiri dari larutan dalam air
aktif dari dalam paru setelah ekspirasi suatu persenyawaan kompleks
biasa. Pada orang dewasa dengan berat 70 mucupolisakarida dan glikoprotein, yang
kg besarnya sekitar 1,5 liter. saling terikat melalui jembatan sulfur.
4. Volume residu (VR) yaitu jumlah udara Kekentalan dan keliatan dahak tergantung pada
yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi jumlah air dan jembatan-S tersebut.
maksimal. Pada orang dewasa dengan Pengeluaran dahak dapat dipersulit oleh
berat badan 70 kg besarnya 1 liter. terganggunya fungsi bulu getar (silia) atau

36
Saminan efek obstruksi pada saluran pernapasan
Terhadap daya kembang paru

karena pengeringan dan peningkatan Penilaian Fungsi Sistem Pernapasan


viskositasnya. 3,12 Pemeriksaan spirometri merupakan sebagian
dari pemeriksaan faal paru, yaitu pemeriksaan
Pada penderita chronic obstructive pulmonary terhadap fungsi ventilasi. Untuk pemeriksaan
desease (COPD) terdapatnhiperreaktivitas ini digunakan alat spirometer yang mengukur
bronki (HBR) adalah meningkatnya kepekaan arus udara dalam satuan isi dan waktu.
bronki, dibandingkan saluran napas normal, Spirometer dapat mencatat nilai pada waktu
terhadap zat-zat yang meransang tak-spesifik inspirasi dan ekspirasi, yang lebih umum
yang dihirup dari udara.13 pencatatan pada waktu ekspirasi.14, 15
Penyakit saluran napas kronik diakibatkan Pemekrisaan faal paru dengan spirometri dapat
kelainan reversible dan ireversibel pada menentukan derajat penyempitan saluran
bronkus sehingga terjadi pembatasan aliran nafas. Pasien harus melakukan maneuver
udara kronik dan ditandai obstruksi pada sederhana dengan menarik napas semaksimal
fungsi paru. Fungsi paru obstruktif ditandai mungkin kemudian mengeluarkan udara
dengan berkurangnya kapasitas vital atau vital ekspirasi secepat mungkin ke dalam tabung
capacity (VC), berkurangnya rasio volume spirometer, sehingga dapat menggambarkan
ekspirasi paksa dalam 1 detik pertama atau fungsi saluran napas yang menampilkan FEV1,
forced expired volume in one second (FEV1) parameter ini sering dipakai sebagai
per VC dan berkurangnya aliran ekspirasi pengukuran tunggal terbaik untuk fungsi
puncak atau peak expiratory flow rate (PEFR). paru.15,16
Fungsi paru obstruktif dapat terjadi pada
bronchitis kronik dan emfisema serta asma.10 Nilai kapasitas vital paru berdasarkan umur,
tinggi badan dan jenis kelamin penting
b. Batuk diketahui untuk menentukan kondisi ventilasi
Berbagai faktor dan keadaan dapat paru, biasanya perlu ditentukan pula besarnya
menimbulkan batuk, faktor tersebut bisa nilai kemampuan ekspirasi paksa pada satu
berasal dari luar maupun dari dalam tubuh. detik pertama (FEV1), dengan dua data
Inhalasi zat tertentu, populasi udara dan tersebut dapat ditentukan jenis dan tingkat
penutupan oleh lendir adalah beberapa keadaan gangguan ventilasi paru.14,15
yang dapat menimbulkan batuk. Batuk lebih Adanya suatu obstruksi dari jalan pernapasan
mudah terjadi pada orang yang mempunyai biasanya diketahui dari pemeriksaan ekspirasi
kelainan saluran napas, seperti radang yang kuat dan cepat melalui spirometer yang
tenggorok, asma bronkial dan infeksi paru.5,13 dikenal dengan nama Tiffeneau test. Hasil dari
Bronkus dan trakea begitu peka terhadap pemeriksaan ini biasanya dinyatakan dalam
sentuhan ringan, sehingga bila ada benda asing satu waktu tertentu yaitu 1 detik yang disebut
yang berlebihan atau penyebab lain apapun volume ekspirasi maksimal 1 detik (Forced
yang bersifat iritatif akan menginisasi Ekspiratory Volume 1 Sec – FEV1). Pada orang
timbulnya reflek batuk. Laring dan karina normal tidak obstruksi pada jalan pernapasan
(bagian trakea yang bercabang menjadi dua FEV1 ini biasanya mencapai ≥ 75% dari
bronkus) merupakan bagian khusus yang besarnya kapasitas vital, bila ada obstruksi dari
sangat peka terhadap rangsang semacam ini, jalan pernapasan menghasilkan angka FEV1
sementara bronkiolus terminalis dan alveolus lebih rendah.14,15
adalah bagian yang sangat peka terhadap Uji fungsi paru terbagi atas dua kategori, yaitu
rangsangan kimia yang bersifat korosif seperti uji yang berhubungan dengan ventilasi paru
gas sulfurdioksida dan klorin.5,12,13 dan dinding dada, serta uji yang berhubungan
Obstruksi jalan napas akibat tertimbun dahak dengan pertukaran gas. Uji fungsi ventilasi
yang berlebihan sehingga tubuh mengeluarkan termasuk pengukuran volume paru-paru dalam
dahak batuk. Menjelaskan Cronic Aspesifik keadaan statis atau dinamis. Uji fungsi paru ini
Respiratory Affections (CARA) mencakup dapat memberikan informasi yang berharga
semua penyakit saluran pernapasan yang mengenai keadaan paru, walaupun tidak ada
bercirikan penyumbatan (obstruksi) bronki uji fungsi paru yang dapat mengukur semua
disertai pengembangan mukosa (udema) dan kemungkinan yang ada. Metode sederhana
sekresi dahak (sputum) berlebihan.3,12,13 untuk meneliti ventilasi paru adalah merekam
volume pergerakan udara yang masuk dan
keluar dari paru, dengan proses yang

37
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 16 Nomor 1 April 2016

dinamakan spirometri, dengan menggunakan pleura negative pada saat inspirasi akan
spirometer. Dari spirometri didapatkan dua menarik jalan napas sehingga membuka pada
istilah yaitu volume dan kapasitas paru.14,15,16 saat yang sama dengan pengembangan alveoli,
Volume dan kapasitas pernapasan merupakan oleh karena itu udara cenderung untuk lebih
gambaran fungsi ventilasi system pernapasan. mudah memasuki paru tetapi kemudian
Dengan mengetahui besarnya volume dan terperangkap di dalamnya, bila hal itu terjadi
kapasitas pernapasan dapat diketahui besarnya selama berbulan atau bertahun-tahun efek ini
kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya akan menaikkan kapasitas total paru dan
kelainan fungsi ventilasi pada seseorang.1,4,14 volume residu, jika obstruksi jalan napas lebih
Cara yang dilakukan uktuk mengukur mudah saluran napas kolaps maka aliran
kapasitas vital paru yaitu dengan menggunakan ekspirasi maksimum jauh berkurang.11,12
spirometer. Untuk melakukan pengukuran Pada corak obstruksi ciri-ciri utama adalah
kapasitas vital paru pertama-tama subjek harus penurunan kecepatan aliran ekspirasi
meniup udara sebanyak-banyaknya sampai (expiratory flow).11 Pasien penyakit obstruksi
subjek tidak lagi mampu menarik napas, mengalami kesulitan mengosongkan paru
kemudian subjek disuruh mengeluarkan napas mereka daripada mengisinya, oleh karena itu
ke dalam spirometer melalui mulut piece kapasitas paru total (KPT) pada dasarnya
secepat-cepatnya dengan usaha yang normal, tetapi kapasitas residual fungsional
maksimum. Dengan adanya dahak (KRF) dan volume residual (VR) meningkat
kemungkinan besar akan berpengaruh pada akibat bertambahnya udara yang terperangkap
kemampuan system pernapasan dalam hal di dalam paru setelah ekspirasi karena VR
pengambilan dan pengeluaran udara, hal ini meningkat, kapasitas vital (KV) berkurang.
dapat diuji melalui pengukuran kapasitas Dengan lebih banyak udara yang tertinggal
paru.13 dalam paru, KPT yang tersedia untuk
pertukaran gas antara udara dan atmosfer
Fungsi paru menurun diklasifikasi menjadi 2 berkurang. Hal lain yang sering ditemukan
yaitu restriktif dan obstruktif. Restriktif adalah penurunan mencolok FEV1, karena laju
merupakan kelainan pada proses inspirasi yang (kecepatan) aliran udara berkurang akibat
dapat diartikan jumlah udara dalam paru obstruksi saluran pernapasan. Walaupun baik
terbatas sehingga volume paru dan kapasitas KV maupun FEV1 lebih besar dibandingkan
paru menurun. Obstruktif merupakan kelainan KV. Akibatnya perbandingan FEV1 terhadap
pada proses ekspirasi yang dapat di artikan KV jauh lebih rendah dari pada nilai normal
udara dalam paru sulit dikeluarkan pada waktu sebesar 80% yaitu, jumlah yang dapat
ekspirasi karena sumbatan pada saluran naps dihembuskan ke luar selama detik pertama
sehingga volume dan kapasitas paru jauh lebih kecil daripada 80% KV.10,11,12
meningkat.9 Interprestasi pemeriksaan fungsi
paru dapat diklasifikasi menjadi 3 yaitu Tabel. Derajat Obstruksi
obstruktif, restriktif dan campuran antara Derajat VEP1 Rasio
restriktif dan obstruktif.10 (%) VEP1/KVP
Adapun tujuan penulisan efek obstruksi (%)
saluran pernapasan terhadap daya kembang 0(normal) >75% ≥80
paru supaya dapat memahami disaluran 1 (ringan) 60-70 60-79
pernapasan mudah mengalami gangguan 2 (sedang) 40-60 50-59
pembengkakan dan penyempitan sehingga 3 (berat) <40 <40
berefek tidak kuat melakukan ekspirasi paksa, 4 (sangat Berat) <20
bila lama tidak sembuh maka mudah terjadi Sumber: ATS (American Thoracic Society)
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).
Kesimpulan Dan Saran
Diskusi Saluran pernapasan berfungsi sebagai tempat
Penyakit-penyakit paru dengan obstruksi lintasan dan tempat pertukaran gas yang
saluran napas biasanya jauh lebih sukar diperlukan untuk proses pernapasan, secara
melakukan ekspirasi daripada inspirasi karena fungsional saluran napas dibedakan menjadi
kencenderungan menutupnya jalan napas dua bagian, yaitu zona konduksi berguna untuk
sangat bertambah dengan tekanan positif pada lalu lintas udara pernapasan dimulai dari trakea
dada selama ekspirasi, sementara tekanan dan berakhir pada saluran yang terkecil yaitu

38
Saminan efek obstruksi pada saluran pernapasan
Terhadap daya kembang paru

bronkiolus terminalis dan zona respiratorik 8. Pellegrino, R., Viegi, G., Brusasco, V.,
yang terdiri dari bronkioli respiratorik berguna Crapo, R.O., Burgos, F., Casaburi, R.,
untuk pertukaran gas. Coates, A., Grinten, C.P.M.v.d.,
Sesorang dianggap mempunyai gangguan Gustafsson, P., Hankinson, J., Jensen,
aliran udara pada saluran pernapasan maka R., Johson, D.C., Macintyre, N.,
orang tersebut tidak mampu bernapas dengan
normal adanya suatu obstruksi jalan
McKay, R., Miller, R.M., Navajas, D.,
pernapasan hasil ukur dengan spirometer nilai Pedersen, O.F., dan Wanger, J. 2005.
FEV1 kurang 75%. Interpretative strategis for lung
Dengan adanya gejala gangguan paru yang function test. European Respiratory
menunjukkan pernapasan tidak kuat Journal, 26: 948-968.
melakukan ekspirasi paksa, maka dihindari 9. Levivztky, M.G. 2003. Pulmonary
tidak merokok atau asap rokok dan kamar Physiologi. Edisi 6. New York:
selalu bersih dan rapi, sehingga daya kembang Mcgraw-Hill Companies.
paru normal. Bila mengalami obstruksi saluran 10. Sherwood, L.2001. Fisiologi manusia;
pernapasan bereaksi dengan cara menyempit Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC.
dan menghalangi udara keluar. Penyempitan
Jakarta.
atau hambatan bisa mengakibatkan salah satu
gabungan dari berbagai gejala mulai dari
11. Djaja-surya-A. 1990. Manual Ilmu
batuk, sesak, napas pendek, tersengal- sengal, Penyakit Paru. Binarupa Aksara.
hingga napas yang berbunyi “ngik-ngik”. Jakarta.
12. Alsagaf H, Mukty HA. 1995. TB Paru
Daftar Pustaka Dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
1. Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Paru. 73-109.
Gangguan Sistem Pernapasan. 13. Yunus, F. 1993. Penatalaksanaan
Bentang Pustaka. Yogyakarta. Batuk dalam Praktek Sehari-hari.
2. Hadibroto, I dan Alam, S. 2005. Asma. Cermin Dunia Kedokteran. 84: 13-18.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 14. Syamsiah, A dan Yunus F. 1997.
3. Tjay, T.H. & Raharja, K. 2002. Obat- Pemekrisaan spirometri Collis. Jurnal
obatan penting. Penerbit PT Elex Respiratori Indonesia. 17 (1) : 46-51.
Media Komputindo Kelompok 15. Surjadhana, A. 2004. Laju Puncak
Gramedia. Jakarta. Ekspirasi pada Mahasiswa Pria Sehat.
4. Imron, A., 1993. Respirasi. Dalam Majalah Ilmu Faal Indonesia. 3 (3):
buku Monograf Fisiologi manusia, 158-164.
suwono (ed). Pusat Antar Universitas 16. Darmawan, M.T.S. Naning, R. dan
UGM. Yogvakarta. Sadjimin, T. 2001. Nilai Faal Paru
5. Price, S.A., Wilson, L.M. 1995. Penderita Asma Siswa Sekolah
Fisiologi proses-proses penyakit. Lanjutan Tingkat Pertama di
EGC. Jakarta. kotamadya Yogyakarta. Berkala Ilmu
6. Wibowo DS. 2008. Anatomi Tubuh Kedokteran. 33 (1): 33-42.
Manusia. Grasindo. Jakarta.
7. Guyton, Hall. 1996. Text Book of
Medical Physiologi. New York. W B
Saunders Company.

39
http://jurnal.fk.unand.ac.id 618

Laporan Kasus

Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Ganas Laring

Dolly Irfandy, Sukri Rahman

Abstrak
Laring berperan dalam koordinasi fungsi saluran aerodigestif atas seperti bernafas, berbicara dan menelan.
Laring terbagi tiga yaitu supraglotis, glotis dan subglotis. Laring merupakan daerah tersering kedua untuk kasus
karsinoma sel skuamosa kepala-leher, biasanya berhubungan dengan tembakau dan alkohol. Lebih dari 95% kasus
tumor ganas laring adalah karsinoma sel skuamosa. Pasien tumor ganas laring datang dengan berbagai keluhan
seperti disfonia, obstruksi jalan napas, disfagia, odinofagi dan hemoptisis. Diagnosis tumor ganas laring ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis menggunakan endoskopi kaku, serat optik dan biopsi. Penatalaksanaan
tumor ganas laring tergantung stadium dengan modalitas berupa operasi, kemoterapi, radiasi atau terapi kombinasi.
Dilaporkan kasus laki-laki 53 tahun dengan karsinoma glotis stadium III (T3N0M0) squamous cell ca keratinized well
differentiated. Penatalaksanaan pada pasien ini dengan melakukan laringektomi total.
Kata kunci: Tumor ganas laring, karsinoma, laringektomi, tembakau

Abstract
Larynx plays a certain role in coordinating functions of the upper aerodigestive tract, such as respiration,
speech, and swallowing. The larynx is divided into three region; supraglottic, glottic, and subglottic. Larynx is the
second most common site for squamous cell carcinoma in the head and neck and usually related to tobacco and
alcohol exposure. Primary malignant tumors of the larynx are squamous cell carcinomas can found more than 95% of
cases. Patients with laryngeal tumors usually present with complaints of hoarseness, respiratory obstruction,
dysphagia, odynophagia and hemoptysis. Diagnosis of laryngeal cancer is made by medical history, clinical
examination using a rigid or fiberoptic endoscope and biopsy. Management of laryngeal tumour depends on stadium
with various modality included surgery, chemotheraphy, radiotheraphy or combined therapy. Reported case of 53
years old male with Glottic carcinoma of the larynx stage III (T3N0M0) squamous cell ca keratinized well differentiated
is presented. The treatment undergoes with total laryngectomy.
Keywords: Laryngeal cancer, carcinoma, laryngectomy, tobacco

Affiliasi penulis : Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Tenggorok- Bedah Kepala dan Leher. Tumor ganas
Andalas / RSUP Dr. M. Djamil Padang
laring merupakan 1-2% dari seluruh kejadian tumor
Korespondensi : Dolly Irfandy, E-mail: d_irfandy@yahoo.com, Telp: :
081363489029 ganas di seluruh dunia. Pada tahun 2011 diperkirakan
12.740 kasus baru tumor ganas laring di Amerika

PENDAHULUAN Serikat dan diperkirakan 3560 orang meninggal.1,4,5

Laring memainkan peranan sentral dalam Kasus tumor ganas laring di RS. M. Djamil

mengkoordinasikan fungsi saluran pencernaan- Padang periode Januari 2011-Desember 2012 tercatat

pernafasan atas termasuk respirasi, berbicara dan 13 kasus baru dan ditatalaksana dengan laringektomi

menelan. Laring dibagi menjadi supraglotis, glotis, dan total sebanyak 6 kasus. Kejadian tumor ganas laring

subglotis. Laring adalah tempat tersering kedua untuk berhubungan dengan kebiasaan merokok dan

kasus karsinoma sel skuamosa pada daerah kepala konsumsi alkohol. Pada individu yang mengkonsumsi

dan leher.1-3 Tumor ganas laring hingga saat ini masih keduanya, faktor resikonya menjadi sinergi dan

menjadi masalah di bidang Ilmu Telinga Hidung kemungkinan terjadi kanker lebih tinggi. 1,3,6-8

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 619

Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis tumor terpasang baik, tidak ada tanda infeksi, pasase udara
ganas laring primer yang paling sering ditemukan, lancar, massa tidak ada, tidak terdapat pembesaran
yaitu lebih dari 95% kasus. Sisanya tumor yang kelenjar getah bening leher.
berasal dari kelenjar ludah minor, neuroepithelial, Pada hasil pemeriksaan telelaringoskopi 25
tumor jaringan lunak dan jarang timbul dari tulang Oktober 2012: epiglotis tenang, aritenoid tenang,
kartilaginosa laring.1,9 Karsinoma sel skuamosa laring gerakan simetris, massa di plika ventrikularis kanan-
merupakan hasil dari interaksi banyak faktor etiologi kiri, massa plika vokalis kanan-kiri, gerakan terfiksir;
seperti konsumsi tembakau dan atau alkohol yang rima glotis sempit; subglotis sukar dinilai (Gambar 1).
lama, bahan karsinogen lingkungan, status sosial Kesan; tumor glotis dan supra glottis dan pasien
ekonomi, pekerjaan yang berbahaya, faktor makanan dianjurkan untuk biopsi tumor laring.
dan kerentanan genetik.9 Terdapat beberapa
modalitas terapi untuk menatalaksana kasus tumor
ganas laring tergantung stadiumnya yaitu laringektomi
parsial/total, kemo-radiasi atau terapi kombinasi.1,9-11

LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki 53 tahun (MR: 804329)
datang ke poli THT-KL RSUP. M. Djamil tanggal 3
Desember 2012 yang sudah didiagnosis dengan
squamous cell carcinoma keratinized well
Gambar 1. Terlihat rima glotis sempit, massa diplika
differentiated glotis stadium III (T3N0M0). Pada tanggal
vokalis kanan-kiri pada hasil telelaringoskopi
29 Oktober 2012 yang lalu, sudah dilakukan
trakeostomi emergensi terhadap pasien untuk
Pemeriksaan tomografi komputer (TK) laring
mengatasi obstruksi jalan nafas atas derajat II yang
tanggal 8 November 2012 terlihat massa isodens
disebabkan tumor laring di IGD RS. M. Djamil
inhomogen berbatas tak tegas dengan tepi ireguler
dilanjutkan dengan biopsi. Sebelumnya pasien sesak
pada laring disertai penyempitan airway (Gambar 2
nafas sejak 1 bulan terakhir dan bertambah berat
dan 3), tepasang kanul trakeostomi di distal
sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Suara serak
penyempitan tersebut, tak tampak pembesaran
sejak 1 tahun terakhir dan sebulan terakhir suara
kelenjar limfe leher, kartilago intak, kesan tumor ganas
semakin serak dan mulai menghilang. Riwayat batuk
laring.
berdarah dan batuk-batuk lama tidak ada. Riwayat
minum obat lama tidak ada. Nyeri menelan dan
gangguan menelan tidak ada. Penglihatan ganda tidak
ada, hidung berdarah dan tersumbat tidak ada.
Benjolan di leher, ketiak dan lipat paha tidak ada.
Riwayat minum alkohol tidak ada. Tidak ada riwayat
terpapar sinar radiasi. Tidak ada riwayat gangguan
lambung. Riwayat merokok kretek 1 bungkus per hari
selama ± 30 tahun dan berhenti merokok sejak 1
bulan terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran komposmentis kooperatif, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 80x/menit, frekuensi nafas
18x/menit. Pada pemeriksaan fisik telinga dan hidung
Gambar 2.TK potongan Koronal Laring
dalam batas normal, pada leher kanul trakeostomi

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 620

milohyoid, m. geniohyoid, m. digastrikus, m.


hipoglossus, m. stilohyoid) lalu os hyoid dibuang
bersama laring, massa tampak memenuhi laring
(glotis, supraglotis dan subglotis), trakea dipotong
setinggi trakeotomi dan bagian posterior trakea yang
tidak memiliki tulang rawan, dipisahkan dari esofagus
dengan dilindungi klem kecil yang disisipkan diantara
trakea dan esofagus untuk menjaga agar tidak
menembus esofagus, kemudian esofagus terpapar,
hipofaring dan esofagus dijahit berbentuk “T” secara
continuous inverted suturing meng-gunakan vicryl 4.0,
pinggir stoma-trakea dijahit dengan silk 1.0, dipasang
Gambar 3.TK potongan Aksial Laring vaccum drain haemovac, luka insisi dijahit lapis demi
lapis, operasi selesai.
Hasil pemeriksaan histopatologi laring 5 Diagnosis pasca operasi adalah post
November 2012(no PY 0878-12) tampak jaringan laringektomi total atas indikasi squamous cell
dengan permukaan dilapisi epitel berlapis gepeng carcinoma keratinized well differentiated laring stadium
yang mengalami proliferasi dengan sebagian inti sel III (T3N0M0). Pasca operasi pasien dirawat di Intensive
pleomorfik, vesikuler, kromatin kasar, anak inti nyata Care Unit selama 3 hari. Tanggal 11 Desember 2012
dan diskeratosis. Pada stroma jaringan ikat (hari rawatan ke-3) cairan pada vaccum drain ± 3cc
dibawahnya tampak adanya kelompokan sel epitel kemudian vaccum drain dilepas. Pada hari rawatan
gepeng yang sama dengan pembentukan mutiara ke-7 (15 Desember 2012) jahitan kulit-stoma dilepas
tanduk. Diagnosis squamous cell carcinoma selang seling, injeksi gentamisin dihentikan,
keratinized well differentiated. Pada tanggal 8 sedangkan seftriakson dan bromheksin dilanjutkan.
Desember 2012 akan dilakukan laringektomi total atas Hari rawatan ke-10 (18 Desember 2012) tidak ada
indikasi squamous cell carcinoma keratinized well keluhan. Pemeriksaan regio coli anterior, luka operasi
differentiated glotis stadium III (T3N0M0) dengan tenang, tanda infeksi tidak ada, terpasang kanul pada
persiapan ICU (Intensive Care Unit) dan persediaan stoma, pasase udara lancar, jahitan stoma sudah
darah. dilepas.
Sebelum operasi dipasang pipa Nasogaster Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PJ 1947-12)
(NGT). Pasien tidur telentang dengan posisi leher dari sediaan tampak jaringan diliputi epitel respirasi,
hiperekstensi, dilakukan insisi berbentuk “U” mulai dibawahnya tulang rawan, jaringan ikat, tak tampak sel
setinggi os hyoid dari kanan dan kiri ke daerah tumor ganas dalam sediaan. Dari sediaan trakea
stomatrakeostomi, insisi diperdalam sampai tampak jaringan dilapisi epitel respirasi yang sebagian
menembus subkutis dan platisma, platisma diretraksi mengalami dysplasia ringan dibawahnya tampak
ke superior dan fasia dibebaskan, terlihat vena jaringan ikat dengan kelenjar dilapisi epitel kubis,
jugularis anterior dibebaskan dan diikat, otot strap tulang rawan, tak tampak sel tumor ganas. Dari
(m.omohyoid, m sternothyroid dan m.sternohyoid) sediaan massa tampak jaringan epitel respirasi dan
dipotong, kelenjar tiroid dibebaskan secara tajam dan dibawahnya tampak proliferasi sel-sel epitel berlapis
tumpul dari kartilago krikoid dan cincin atas trakea, N. gepeng yang pleomorfik, inti vesikuler, kromatin kasar,
laringeus rekuren diikat dan dipotong, pembuluh darah mitosis atipik, ditemukan banyak mutiara tanduk, sel
tiroid superior disisihkan ke lateral sehingga tampak ini tumbuh infiltratif ke jaringan ikat. Kesan squamous
otot konstriktor faring inferior. Setinggi kornu superior cell carcinoma keratinized well differentiated dengan
kartilago tiroid tampak pembuluh darah dan nervus kedua ujung sayatan bebas tumor. Hari rawatan ke-
laringeus superior diikat dan dipotong, setelah os 11 saat dilakukan tes minum, tidak terlihat rembesan
hyoid tampak, dibebaskan dari perlekatannya (m. dari luka operasi, seftriakson, bromheksin dilanjutkan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 621

dan diet masih melalui NGT. Hari rawatan ke-12 (20 2011- Januari 2012 tercatat 13 kasus baru. Kasus
Desember 2012) keluhan tersedak tidak ada, luka tumor ganas laring pada laki-laki lebih tinggi dari
operasi tenang, kemudian NGT dilepas, pasien perempuan.12-14 Angka kejadian di Negara Eropa lebih
diperbolehkan pulang dengan terapi tablet tinggi dari pada di Asia, rata-rata insiden pada laki-laki
siprofloksasin 2x500mg, bromheksin 3x10ml, kontrol 2,5-17,1/100.000 penduduk. Di Kanada 6:1, Italia 32:1
ke poli THT-KL 5 hari lagi. Tanggal 24 Desember dan Selandia Baru 6-7:1. Sedangkan di Surabaya dari
2012 (kontrol ke-1) demam tidak ada, gangguan 1996-2000 angka kejadiannya menempati urutan ke 3-
menelan tidak ada. Regio colli anterior: stoma tenang, 4 dari keganasan di bidang THT-KL dengan
kanul terpasang baik, pasase udara lancar (Gambar persentase 10,2%-13,01%.12 Pada penderita
4). Tenggorok dalam batas normal. keganasan laring, pemeriksaan awal harus teliti
karena penentuan stadium tumor primer juga
merupakan penentuan terapi dan prognosis. Evaluasi
yang harus dilakukan adalah riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, radiologi dan biopsi penting bagi
penentuan stadium.1,12 Keluhan yang biasa
ditemukan pada tumor laring biasanya suara serak,
gangguan menelan, nyeri menelan, sensasi
tersangkut di tenggorok, gangguan pernapasan
sampai obstruksi jalan nafas, batuk darah dan nyeri
Gambar 4. Luka Operasi alih pada telinga.1,3,9,14 Pada tumor glotis gejala klinis
pertama kali muncul adalah suara serak, serak lebih
Tanggal 6 Januari 2013 (kontrol ke-2) keluhan dari 3 minggu tanpa perbaikan dengan terapi
tidak ada. Pemeriksaan fisik telinga, hidung dan konservatif patut kita curigai ada kelainan di laring.
tenggorok dalam batas normal. Regio colli anterior: Pada tumor supra glotis dan sub glotis gejala awal
stoma tenang, kanul terpasang baik, pasase udara adalah batuk dan gejala suara serak baru muncul jika
lancar, luka operasi baik. Pasien direncanakan akan tumor telah menginvasi pita suara.2,3,14
dilakukan radioterapi, namun pasien masih berpikir Ketiadaan pembuluh limfe dan kurangnya
dulu dengan alasan biaya. vaskularisasi di daerah glotis menjelaskan mengapa
pasien dengan tumor glotis biasanya hadir dengan
Diskusi keluhan bersifat lokal.3,9 Pasien merupakan perokok
Telah dilaporkan satu kasus laki-laki 53 tahun aktif dengan konsumsi rokok kretek 1 bungkus per hari
dengan karsinoma laring stadium III (T3N0M0) dengan selama ± 30 tahun. Faktor predisposisi untuk
hasil Patologi Anatomi squamous cell ca keratinized terjadinya tumor ganas laring adalah merokok,
well differentiated yang ditegakkan berdasarkan penyalahgunaan alkohol dan genetik. 1,8,9,12,15-18
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan Individu yang mengkonsumsi rokok serta alkohol
penunjang berupa laringoskopi serat optik dan kemungkinan terjadinya tumor ganas laring menjadi
tomografi komputer laring serta hasil pemeriksaan lebih tinggi.1,6-8,12 Dalam sebuah penelitian di Italia,
histopatologi. Penatalaksanaan pada pasien dengan 25% kasus tumor ganas laring pada pria terkait
melakukan laringektomi total. Insiden tertinggi tumor dengan riwayat konsumsi alkohol dan sekitar 75%
ganas laring terjadi pada dekade 5-6. Angka insiden dikaitkan dengan merokok.16 Risiko untuk tumor ganas
meningkat 3 kali pada kelompok umur 65 tahun laring lebih besar untuk perokok yang telah merokok
keatas.12,13 Angka kejadian di Indonesia belum selama lebih dari 40 tahun atau untuk perokok lebih
diketahui secara pasti. Kasus tumor ganas laring di dari 20 batang per hari. Penelitian lain menunjukkan
bagian THT-KL RSCM periode 1980-1985 tercatat 144 bahwa resiko akan cepat menurun setelah
kasus baru.14 Sedangkan di bagian THT-KL RSUP M. penghentian merokok dan penurunan angka resiko
Djamil Padang kasus tumor ganas laring Januari akan semakin besar jika perokok semakin lama

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 622

seseorang berhenti merokok.15,16 Resiko tumor ganas sehingga penyebaran ke subglotis terjadi pada
laring berkurang 60% pada orang yang telah berhenti stadium lanjut, 2) tumor yang melibatkan komisura
merokok selama 10 sampai 15 tahun dan berkurang anterior biasanya menyebar ke tulang rawan tiroid
lebih jauh pada orang yang telah berhenti merokok karena pada daerah ini lebih tipis di garis tengah
selama 20 tahun atau lebih.16 Diagnosis ditegakkan sedangkan daerah lateral lebih tebal, 3) ruang
melalui pemeriksaan klinis menggunakan endoskopi paraglotis mengandung otot vokalis lebih tipis di
kaku atau fleksibel sehingga memungkinkan penilaian ruang krikotiroid lateral sehingga tumor glotis dapat
menyeluruh keadaan permukaan tumor primer dan menyebar ke leher melalui rute ini sehingga tumor
mobilitas pita suara. Ketika lesi primer laring ganas glotis dapat terdiagnosis tidak tepat karena
ditemukan, disarankan untuk mendokumentasikan mengevaluasi penyebaran ke daerah ini sulit. Ruang
tumor yang berguna melihat tingkat penyebaran paraglotis terhubung dengan ruang preepiglotis dan
tumor. Hal ini sangat penting untuk menunjukkan tumor glotis menyebar ke supraglotis melalui rute ini.
lokasi asal dari lesi primer serta adanya perluasan 4) tumor ganas epiglotis dapat menyebar langsung ke
tumor secara lokal ke struktur terdekat atau dari satu preepiglotis melalui perlekatan tulang rawan epiglotis
daerah ke daerah lain.1,12 Stadium tumor ganas laring sehingga ruang ini harus benar-benar tereseksi
ditentukan melalui klasifikasi TNM, menurut American sewaktu laringektomi supraglotis.9,12
Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010.12,19Tumor Tumor ganas laring daerah glotis biasanya pada
primer (T) pada kasus ini yaitu daerah glotis dengan lokasi 2/3 anterior sedangkan daerah supraglotis
tumor terbatas di laring dengan fiksasi pada korda tersering di epiglotis. Daerah supraglotis memiliki
vokalis, belum menembus kartilago tiroid (T3). Pada banyak aliran getah bening dan bermuara ke kelenjar
pemeriksaan KGB leher tidak ada pembesaran (N 0). getah bening leher level II sedangkan daerah glotis
Pemeriksaan darah lengkap, faal hepar, fungsi ginjal tidak memiliki dua saluran getah bening.9,12 Ligamen
dan foto polos toraks dalam batas normal (M0). Broyles merupakan struktur yang berfungsi sebagai
pertahanan, jika struktur ini terkena berarti tumor telah
menginvasi kartilago tiroid dan jika sudah menginvasi
kartilago tiroid maka stadium tumor (T) berubah
menjadi T4.12,19,20
Lebih dari 95% kasus tumor ganas laring
merupakan karsinoma sel skuamosa. Hal ini
dikarenakan laring merupakan organ yang dilapisi
epitel skuamosa yang berubah bentuk karena pajanan
trauma atau akibat rangsangan karsinogenik.
Perubahan epitel normal menjadi ganas biasanya
diawali oleh leukoplakia, hiperplasia, keratosis non
atipik, keratosis atipik, karsinoma insitu dan karsinoma
mikroinvasif.7,9,12 Selain karsinoma sel skuamosa
bentuk histopatologis lain adalah verrucous ca,
pseudosarkoma, dan adenokarsinoma.9,12
Menurut AJCC stadium pasien adalah T3N0M0.
Metastasis jauh umumnya terdapat pada pasien yang
memiliki limfadenopati regional yang besar. Angka
Gambar 5. Proses penyebaran tumor glotis9
kejadian metastasis regional pada T3 dan T4 berkisar
20-25%.12,14,19 Metastasis jauh yang paling umum
Struktur laring (gambar 5) seperti membran dan
adalah ke paru dan tulang, sedangkan ke hati lebih
tulang rawan memainkan peran penting dalam
jarang lagi. Metastasis ke kelenjar getah bening
penyebaran tumor laring: 1) conus elasticus
mediastinum dianggap metastasis paling jauh. 12,14,19
menghambat penyebaran tumor ke inferior glotis

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 623

Sebagian besar kasus (69%) ditemukan dalam menghindari mengunyah (oral feeding) selama 7-14
stadium lanjut (T3 atau T4). Tindakan operatif hari agar tidak berefek buruk pada proses
dilakukan sebagai pilihan utama pada 57% kasus (259 penyembuhan luka. Biasanya NGT dipasang sampai
pasien), radioterapi saja dilakukan pada 124 pasien 7-10 hari.2,22 Komplikasi dari laringektomi total yang
(27%) dan kemoradiasi pada 16% kasus (68 pasien).20 mengancam hasil operasi adalah fistel faringokutan,
Salah satu studi terhadap 451 pasien tumor ganas infeksi luka, flap yang nekrosis dan hematom.22,23
laring dari 1985-2002 didapatkan angka harapan hidup Untuk itu perawatan luka operasi memegang peranan
5 tahun pada stadium I 85%, stadium II 77%, stadium penting dalam proses penyembuhan luka dan
III 51% dan stadium IV 35%.20 pencegahan terjadinya fistel. Salir harus diperhatikan
Angka kelangsungan hidup rata-rata yang diamati setiap 8 jam untuk memastikan berfungsi baik agar
pada pasien tumor yang bersifat lokal adalah 115 mencegah terbentuknya hematoma, seroma dan
bulan, yang menyebar secara regional 43 bulan dan infeksi. Tanda-tanda luka insisi yang terinfeksi harus
dengan metastasis jauh 11 bulan.3 diperhatikan seperti kemerahan, udem, dan basah.
Pasien tumor ganas laring memiliki angka Oral hygine yang baik pasca operasi sangat penting
rekurensi yang lebih rendah dibandingkan tumor untuk mengontrol infeksi dan mencegah bau mulut. 2
kepala leher lain.21 Pasien dengan tumor ganas glotis Fistel faringokutan dapat muncul pada daerah insisi
juga mempunyai angka harapan hidup lebih baik dan operasi, paling sering pada minggu pertama setelah
rekurensi yang rendah dibandingkan tumor supraglotis operasi. Sesuai dengan lokasinya, fistel faringokutan
dimana penyebaran regional lebih sering terjadi.20,21 dan orokutan merupakan fistel tersering pada pasien
Lacy dan Pricillo seperti dikutip Francis 21 dkk dengan reseksi yang ekstensif, faringektomi dan
menemukan perluasan tumor saat terjadi kekambuhan prosedur operasi setelah gagal kemoradiasi.22
menjadi faktor prognostik yang signifikan dalam Masalah menelan muncul setelah laringektomi
memprediksi angka kelangsungan hidup pada pasien karena adanya aliran balik ke faring saat proses
dengan tumor ganas laring. Prognosis keseluruhan menelan. Residu yang terlihat didaerah faring saat
baik dengan angka harapan hidup yang terbaik pada pemeriksaan dengan video-fluoroskopi merupakan
pasien tumor ganas glotis dibandingkan supraglotis tanda utama penurunan tekanan otot faring.
dan subglotis. Hal ini dikarenakan secara anatomis, Penurunan fungsi faring ini dikarenakan hilangnya
glotis tidak memiliki saluran limfe serta vaskularisasi gerakan anterior dan superior faring selama proses
yang lebih sedikit dibandingkan supraglotis dan elevasi hyolaryngeal dan retraksi dasar lidah yang
subglotis.3,9,20,21 Angka harapan hidup 5 tahun jika diperlukan untuk membantu pembukaan Upper
dibandingkan dengan jenis histopatologi tumor, Esophageal Sphincter (UES). Penyebab potensial
squamous cell ca 68%, verrucous ca 95% dan yang stasis makan di faring meliputi semua hal yang dapat
terendah adalah small cell neuroendocrine ca (5%).9 merusak kontrol neuromuskular dinding faring atau
Laringektomi total adalah prosedur pembedahan dasar dari otot lidah, termasuk edema pasca operasi
radikal dimana dilakukan pengangkatan seluruh dan reseksi bedah yang akibatkan gangguan pada
struktur laring. Prosedur operasi ini digunakan pada volume dan kekuatan gerak palatum. Striktur dapat
penatalaksanaan tumor ganas laring lanjut atau terjadi di faring akibat penutupan defek operasi
prosedur lanjutan ketika operasi laringektomi parsial hipofaring yang terlalu ketat. Masalah pada proses
dan radioterapi sebelumnya gagal.1,10,12,14,22 menelan ditandai dengan keluhan mengganjal di
Jika pasien sudah pulih sadar setelah operasi, tenggorok. Waktu transit faring menjadi dua kali lebih
pemberian makanan cair per NGT sudah dapat sehingga memperpanjang waktu makan pasien.22
dimulai, karena NGT dekat dengan insisi internal Jenis makanan cair membantu
diharapkan jangan telalu banyak memanipulasi NGT membersihkan sisa makanan yang mengganjal. Selain
karena ditakutkan akan mencederai luka operasi.2 Diet itu, strategi kompensasi, seperti rotasi kepala atau
pasien pasca operasi dimulai makan dengan makanan latihan menelan dengan bantuan, efektif dalam
konsistensi cair selama 5-7 hari. Pasien harus meningkatkan tekanan faring dan membantu bolus

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 624

melewati faring. Menelan dengan cara menarik lidah Surgery, 9th. New York, McGraw-Hill, 2008, p.
kemudian menahannya selama proses menelan dapat 676-06.
dilakukan untuk memaksimalkan proses menelan 6. Iqbal N. Laryngeal Carcinoma Imaging. Updated
pasien.22 2011 May 27; Cited 2013 Jan 20. Available from:
Pasca laringektomi total, dokter dan petugas http:// emedicine.medscape.com/article/383230.
medis berperan dalam membantu komunikasi pasien- 7. Tucker HM. The Larynx, 2nded. New York:
keluarga. Penggunaan alat bantu menulis, petunjuk Thieme Medical Publishers; 1993. p. 287-324.
bergambar dan papan tulis bahkan isyarat jari sangat 8. Spiric P, Spiric S, Stankovic M. Modified
berperan dalam berkomunikasi.2,14 Akibat proses Technique of Total Laryngectomy. Acta Medica
pengangkatan laring dibutuhkan beberapa metode Medinae. 2010; 49(4): 39-42.
untuk memproduksi suara seperti wicara esofagus, 9. Sheahan P, Ganly I, Evans PHR, Patel SG.
penggunaan laring artifisial dan transesophageal Tumors of the larynx. In: Montgomery PQ, Evans
puncture (TEP).2,24 TEP yaitu membuat fistula pada PHR, Gullane PJ, editors. Principles and practice
dinding yang memisahkan trakea dengan esofagus. of head and neck surgery and oncology. Florida:
Pada fistula ini diletakkan protesa katup satu arah Informa health care;. 2009. p. 257-90.
yang memungkinkan udara dari paru melewati 10. Maharjan. Early complication of total
esofagus dan menggetarkan segmen faring-esofageal laryngectomy: A Retrospective study. SOL
sehingga menghasilkan suara.2,24 Teknik TEP ini Nepal, Vol. 1, No.2, July-Dec 2010, 17-18.
sudah pernah dilakukan di RS. M. Djamil dengan 11. Mendenhall WM, Amdur RJ, Morris CG,
menggunakan protesa Provox. Pertimbangan Hinerman RW. T1-T2N0 Squamous Cell
pemilihan protesa meliputi beberapa segi seperti Carcinoma of the Glottis Larynx Treated with
keinginan pasien akan kualitas suara yang dihasilkan, Radiation Therapy. JclinOncol. 2001;
kemudahan dalam perawatan protesa, ketahanan alat 19(20):4029-36.
dan harga alat. Penyulit pasca insersi Provox antara 12. Romdhoni AC. Aspek klinis dan diagnosis
lain kebocoran protesa, kebocoran disekitar protesa, keganasan laring. Dalam naskah lengkap update
protesa tersumbat sampai terbentuknya jaringan in management of sinonasal and laryngeal
granulasi di tempat insersi protesa.24 cancer. Surabaya. 2010. 109-19.
13. Laryngeal Cancer: Cancer in New Zealand. 2002.
DAFTAR PUSTAKA (Cited 2013 Jan 20). Available from:
1. Shah J, Patel SG, Singh B. Larynx and Trachea. http://moh.govt.nz /19laryngeal.pdf. 2002.
In: Shah J, Patel SG, Singh B, editors. Head and 14. Hermani, B. Laringektomi. Dalam naskah
Neck Surgery and Oncology. Philadelphia: lengkap Simposium bedah kepala leher. Jakarta,
Elsevier Mosby. 2012. p. 811-992. 2000. 21-7.
2. Bressler C. Post-operative care of the 15. Ramroth H, Dietz A, Becher H. Intensity and
Laryngectomy Patient. Perspectives. 2000; 2(1): Inhalation of Smoking of Laryngeal Cancer.
4-7. Int.J.Environ. Res.PublicHealth. 2011; 8: 976-84.
3. Piccirillo JF, Costas I. Cancer of the Larynx 16. Pelucchi C, Gallus S, Garavello W, Bosetti C,
SEER Survival monograph. National Cancer LaVecchia C. Cancer risk associated with alcohol
Institute 2001. p. 67-72. and tobacco use: focus on aerodigestive tract
4. Mulyarjo. Berbagai masalah dalam pengelolaan and liver. Alcohol Research and Health. 2006;
tumor ganas laring di Surabaya. Pidato pada 29(3): 193-8.
peresmian jabatan guru besar dalam Ilmu 17. Centers for Disease Control and Prevention.
Penyakit THT pada Fakultas Kedokteran Tobacco use and secondhand smoke: Impact on
Universitas Airlangga. 1998. p. 1-27. cancer. Available from: http://
5. Vasan NR. Cancer of the Larynx. In: Lee KJ, ed, www.cdc.gov/tobacco/campaign.24/7. Diakses
Essential Otolaryngology Head and Neck tanggal 9 Januari 2013.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 625

18. Cancer Research UK. Risks and causes of Impact of surveillance on survival after laryngeal
laryngeal cancer. Available from: http//www. cancer in the Medicare population.
Cancerresearchuk. org/cancer-help/type/larynx- Laryngoscope. 2009; 119: 2337-44.
cancer. Diakses tanggal 9 Januari 2013. 22. Landera MA, Lundy DS, Sullivan PA. Dysphagia
19. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, Fritz AG, After Total Laringectomy. Available from:
Greene FL, Trotti A. AJCC Cancer Staging http://journals.asha. org/perspectives/terms.dtl.
Manual, 7thed. New York, Springer;. 2010, 23. Kazi RA. Laryngectomy Guide Book. Available
Chapter 5: Larynx, p. 57-67. from: http.www.asha.org. Accessed January 9,
20. Gourin CG, Conger BT, Sheils C, Bilodeau PA, 2013.
Coleman TA, Porunsky ES. The Effect of 24. Yusuf M. Rehabilitasi penderita pasca
Treatment on Survival in Patients with Advanced laringektomi total dengan alat bicara tiruan.
Laryngeal Carcinoma. Laryngoscope. 2009; 119: Dalam naskah lengkap update in management of
1312-17. sinonasal and laryngeal cancer. Surabaya, 2010.
21. Francis DO, Yueh B, Weymuller EA, Merati AL. 137-46.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2)


Physical Education, Health and Recreation; Vol. 2, No. 2, 2018
ISSN-E: 25489208- ISSN-P: 25489194
Published by Study Program Physical Eduation, Health and Recreation _State University of Medan

ASOSIASI ANTARA INDEKS MASSA TUBUH, KEBUGARAN


TUBUH BAGIAN ATAS DAN DAYA TAHAN RESPIRASI
DI KALANGAN REMAJA
1Muhammad E. M. Simbolon
2Dzihan Khilmi Ayu Firdausi

Correspondence: STKIP Muhammadiyah Bangka Belitung,


Bangka Belitung, Indonesia
E-mail: dyansimbolonpor@gmail.com, dzihanayu@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT), kebugaran
tubuh bagian atas, dan daya tahan respirasi remaja Kepulauan Bangka Belitung dengan rata-rata
usia 18 tahun. Data dari 105 remaja dipilih secara acak dari remaja lulusan Sekolah Menengah
Atas (SMA) yang mengikuti tes fisik pada ujian masuk prodi PJKR STKIP Muhammadiyah Bangka
Belitung. Variabel yang diukur adalah tinggi badan, massa tubuh, kinerja push-up 60 detik (daya
tahan otot lengan), sit-up 60 detik (daya tahan otot perut), dan lari jarak 1000-1200 meter (daya
tahan respirasi). Berdasarkan hasil analiis data penelitian ini mengungkapkan bahwa indeks
massa tubuh dan daya tahan respirasi memiliki korelasi yang signifikan dengan kekuatan dan
daya tahan otot lengan (thitung = 3.79 > ttabel = 1.66, thitung = 2.51 > ttabel = 1.66). Namun demikian,
indeks massa tubuh dan daya tahan respirasi tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan
kekuatan dan daya tahan otot perut (thitung = 0.92 > ttabel = 1.66, thitung = 0.30 > ttabel = 1.66).

Kata Kunci: Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pendahuluan
Prevalensi kegemukan dan obesitas meningkat pada tingkat yang
mengkhawatirkan. Obesitas terkait dengan sejumlah faktor risiko fisiologis dan
prilaku (Bonora et al., 1983: 335). Hasil penelitian Hunt et al., (2011: 280)
menunjukkan bahwa anak-anak dengan kadar lemak tubuh yang tinggi memiliki
daya tahan respirasi yang rendah. Huang and Malina, (2010: 407)
mengungkapkan pada hasil penelitian mereka bahwa indeks massa tubuh memiliki
hubungan yang kuat dengan power tungkai anak-anak dan remaja, serta memiliki
efek negatif pada power tungkai anak-anak dan remaja dengan kategori
kegemukan dan obesitas. Studi terdahulu yang dilakukan oleh Sadhan, Koley, and
Sandhu, (2007: 217) mengemukakan bahwa berdasarkan analisis regresi linier
menunjukkan persentase lemak dan massa lemak memiliki korelasi kuat dengan
VO2max pada anak laki-laki. Studi lainnya mengungkapkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada daya tahan respirasi antara laki-laki dan
perempuan (Ramsbottom, Currie, and Gilder, 2010: 843).
Fungsi tubuh (skeletomuscular, cardiorespiratory, hematocirculatory,
psychoneurological and endocrine-metabolic) terlibat dalam kinerja aktivitas fisik
sehari-hari dan / atau latihan fisik (Ortega et al., 2008:1). Selain itu, latihan fisik
juga penting sehubungan dengan kesehatan otak, secara khusus peningkatan
volume latihan mengurangi demansia pada pria usia lanjut (Abbott et al., 2004:
1451) dan mempertahankan kinerja kognitif pada wanita usia lanjut (Wauve et al.,
118
PJKR_
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jpehr/index_________________________________
Physical Education, Health and Recreation; Vol. 2, No. 2, 2018
ISSN-E: 25489208- ISSN-P: 25489194
Published by Study Program Physical Eduation, Health and Recreation _State University of Medan

2004:1459). Sekolah merupakan tempat yang tepat untuk program promosi


kesehatan, bukti saat ini menunjukkan bahwa intervensi berbasis sekolah paling
efektif untuk meningkatkan aktivitas fisik remaja (Andrade et al., 2014: 2).
Perbedaan sistem pendidikan Indonesia dan studi terdahulu yang telang
diungkapkan, serta geografis Indonesia khususnya Kepulauan Bangka Belitung,
maka perlu diketahui bagaimana sekolah di Indonesia khususnya Kepulauan
Bangka Belitung memberikan dampak bagi IMT remaja, kebugaran tubuh bagian
atas dan juga daya tahan respirasinya. Penelitian ini mengungkapkan hubungan
antara Indeks Massa Tubuh, kebugaran tubuh bagian atas dan daya tahan respirasi
remaja Kepulauan Bangka Belitung dengan rata-rata usia 18 tahun.

Metode
Sampel
Sanpel penelitian merupakan remaja dengan usia 17-21 tahun. Sampel merupakan
remaja lulusan SMA sederajat yang mengikuti tes fisik pada penerimaan
mahasiswa baru Prodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi di STKIP
Muhammadiyah Bangka Belitung pada tahun 2016-2017. Total sampel 105 orang
remaja berpartisipasi dalam antropometri dan uji kinerja lari jarak menengah 1000
meter putri/ 1200 meter putra. Berdasarkan jenis kelamin sampel terdiri dari 90
orang remaja putra dan 15 orang remaja putri. Penelitian ini disetujui oleh
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat STKIP Muhammadiyah
Bangka Belitung, Prodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi STKIP
Muhammadiyah Bangka Belitung, serta diketahui oleh Institusi STKIP
Muhammadiyah Bangka Belitung, dan juga persetujuan tertulis dari sampel dan /
atau orang tua / wali mereka.

Indeks Massa Tubuh


Indeks massa tubuh dihitung sebagai massa tubuh (kg) dibagi tinggi tubuh kuadrat
(m2) dan kemudian peserta dikelompokkan kedalam kategori ‘normal’ ( < 24.9
kg/m2, termasuk underweight), ‘overweight’ (25.0-29.9 kg/m2), dan ‘obesity’ ( >
30.0 kg/m2) (Hoeger 2008: 119). Tinggi dan massa tubuh peserta diukur oleh
mahasiswa senior yang terlatih dalam antropometri terkait penerimaan mahasiswa
baru dan telah lulus mata kuliah evaluasi pembelajaran penjas. Peserta
bertelanjang kaki dan berpakaian ringan selama antropometri. Tinggi dan massa
tubuh sampel diukur menggunakan timbangan (kg) dan meteran tinggi badan (cm)
yang telah dikalibrasi.

Kebugaran Tubuh Bagian Atas


Tes push up dan sit up dengan waktu selama 60 detik digunakan untuk mengukur
daya tahan otot lengan dan otot perut (Widiastuti 2011: 45-46). Semua peserta
diinstruksikan untuk melakukan gerakan push up dan sit up yang benar sebanyak
mungkin dalam tempo waktu 60 detik. Jumlah gerakan yang benar dihitung dan
dicatat. Berdasarkan hasil studi Nelson, Yoon, and Nelson, (1991: 441)
menyatakan bahwa tes push up memiliki tingkat keefektifan dan reliabilitas yang
signifikan dan dapat digunakan sebagai uji fungsional terhadap kekuatan dan daya
tahan tubuh bagian atas untuk pria dan wanita usia sekolah sampai dewasa.
119
PJKR_
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jpehr/index_________________________________
Physical Education, Health and Recreation; Vol. 2, No. 2, 2018
ISSN-E: 25489208- ISSN-P: 25489194
Published by Study Program Physical Eduation, Health and Recreation _State University of Medan

Daya Tahan Respirasi


Tes lari/jalan digunakan untuk mengukur daya tahan respirasi peserta. Uji kinerja
tes lapangan lari/jalan jarak menengah 1200 meter untuk putra dan 1000 meter
untuk putri (Widiastuti 2011: 47). Semua peserta diinstruksikan untuk
menyelesaikan tes secepat mungkin. Jika mereka tidak mampu berlari maka
diizinkan berjalan. Waktu yang ditempuh peserta dicatat dalam menit dan detik
menggunakan stopwatch yang telah dikalibrasi.

Analisis Data
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran karakteristik sampel
dan variabel penelitian. Pearson’s correlation digunakan untuk menguji
hubungan antara indeks massa tubuh, kebugaran tubuh bagian atas dan daya tahan
respirasi peserta. selanjutnya uji signifikansi menggunakan uji t. Taraf signifikansi
yang digunakan 0.05 untuk semua analisis. Semua analisis statistik pada data
penelitian ini dibantu dengan menggunakan Microsoft Excel 2013 untuk windows
7.

Pembahasan
Karakteristik dari sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Secara
keseluruhan remaja putra memiliki berat dan tinggi tubuh yang lebih
dibandingkan remaja putri. Namun demikian, baik remaja putra maupun putri
memiliki indeks massa tubuh yang ‘normal’. Performa daya tahan respirasi remaja
putra lebih baik dibandingkan remaja putri. Performa kekuatan dan daya tahan
otot lengan remaja putra dan putri memiliki rata-rata yang relatif sama. Perbedaan
pada rata-rata performa kekuatan dan daya tahan otot perut remaja putra lebih
baik dibandingkan remaja putri.

Tabel 1. Karakteristik dari sampel penelitian


Keseluruhan Putra Putri
N 105 90 15
Usia (tahun) 18.48 + 1.57 18.64 + 1.62 17.37 + 0.74
Berat Tubuh (kg) 58.33 + 11.21 59.12 + 11.55 53.60 + 8.10
Tinggi Tubuh (m) 1.64 + 0.07 1.65 + 0.06 1.56 + 0.04
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) 21.61 + 3.60 21.53 + 3.59 22.06 + 3.78
Push-up (jumlah gerakan/ menit) 29.84 + 9.15 29.86 + 9.29 29.73 + 8.50
Sit-up (jumlah gerakan/ menit) 32.62 + 8.70 34.51 + 7.49 21.27 + 6.70
Daya Tahan Respirasi (Menit-detik) 6.51 + 1.04 6.44 + 1.05 6.91 + 0.90

Nilai merupakan mean + SD

Tabel 2 menunjukkan hubungan antar tiap-tiap variabel. Berat tubuh


memiliki korelasi yang kuat dengan indeks massa tubuh (r = 0.891). Tinggi tubuh
berkorelasi relatif kecil dengan indeks massa tubuh (r = 0.036). Kekuatan dan
daya tahan otot lengan berkorelasi sedang dengan indeks massa tubuh (r = -
0.350). Kekuatan dan daya tahan otot perut berkorelasi relatif kecil dengan indeks
120
PJKR_
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jpehr/index_________________________________
Physical Education, Health and Recreation; Vol. 2, No. 2, 2018
ISSN-E: 25489208- ISSN-P: 25489194
Published by Study Program Physical Eduation, Health and Recreation _State University of Medan

massa tubuh (r = -0.094). Daya tahan respirasi memiliki korelasi yang relatif kecil
dengan indeks massa tubuh (r = 0.027).

Tabel 2. Hubungan antara indeks massa tubuh dan daya tahan respirasi remaja
Berat Tinggi Daya Tahan
Push-up Sit-up
Tubuh Tubuh Respirasi
Indeks Massa Tubuh 0.891 0.036 -0.350 -0.094 0.027
Berat Tubuh - 0.476 -0.377 0.017 -0.018
Tinggi Tubuh - -0.121 0.248 -0.086
Push-up - 0.032 0.032
Sit-up - -0.238
Daya Tahan Respirasi -

Tinggi tubuh memiliki korelasi yang sedang dengan berat tubuh (r =


0.476). Daya tahan otot lengan berkorelasi sedang dengan berat tubuh dan
berkorelasi kecil dengan tinggi tubuh (r = -0.377, r = -0.121). Daya tahan otot
perut berkorelasi kecil dengan berat, tinggi tubuh, dan juga daya tahan otot lengan
(r = 0.017, r = 0.248, r = 0.032). Daya tahan respirasi berkorelasi relatif kecil
dengan berat tubuh, tinggi tubuh, daya tahan otot lengan, dan juga daya tahan otot
perut (r = -0.018, r = -0.086, r = 0.032, r = -0.238).

Tabel 3. Hasil uji signifikansi korelasi


Indeks Massa Tubuh Daya Tahan Respirasi
Push-up 3.79 2.51
Sit-up 0.92 0.30
Daya Tahan Respirasi 0.30 -
n =105, ttabel = 1.66

Berdasarkan hasil uji signifikansi korelasi sebagaimana yang disajikan


pada tabel 3. Indeks massa tubuh dan daya tahan respirasi memiliki korelasi yang
signifikan dengan kekuatan dan daya tahan otot lengan (thitung = 3.79 > ttabel = 1.66,
thitung = 2.51 > ttabel = 1.66). Hal yang serupa telah teridentifikasi pada penelitian
Liao et al. (2013: 1801) bahwa kekuatan dan daya ledak tubuh bagian bawah
memiliki korelasi yang tinggi dengan indeks massa tubuh remaja di Taiwan.
Sedangkan indeks massa tubuh dan daya tahan respirasi tidak memiliki korelasi
yang signifikan dengna kekuatan dan daya tahan otot perut (thitung = 0.92 > ttabel =
1.66, thitung = 0.30 > ttabel = 1.66). Indeks massa tubuh dan daya tahan respirasi
tidak memiliki korelasi yang signifikan ((thitung = 0.30 > ttabel = 1.66). Kebugaran
otot dan daya tahan respirasi secara signifikan dan negatif berkorelasi dengan
resiko kardiometabolik, terpisah satu sama lain (Buchan et al., 2015: 10).
Temuan pada penelitian Chen, Housner, and Gao, (2017: 1) menyoroti
pentingnya menjaga indeks massa tubuh normal selama tahun-tahun sekolah dasar
guna mencapai dan menjaga kebugaran fisik yang lebih baik. Remaja dengan
keterlibatan tinggi dalam aktivitas fisik menunjukkan indeks massa tubuh dan
komposisi tubuh yang proposional dan tingkat kebugaran kardiorespirasi yang
lebih baik (Ahmed et al., 2017: 10). Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan
bahwa indeks massa tubuh dan daya tahan kardiorespirasi hanya berkorelasi
dengan kekuatan dan daya tahan otot lengan. Berat badan, tinggi badan, jenis
121
PJKR_
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jpehr/index_________________________________
Physical Education, Health and Recreation; Vol. 2, No. 2, 2018
ISSN-E: 25489208- ISSN-P: 25489194
Published by Study Program Physical Eduation, Health and Recreation _State University of Medan

kelamin, dan indeks massa tubuh adalah pradiktor daya tahan respirasi yang baik
di kalangan siswa sekolah (Olawale et al. 2017: 70). Penting bagi kita untuk
menyiapkan program yang dapat memberikan intervensi positif terhadap indeks
massa tubuh, kebugaran tubuh bagian atas, dan juga daya tahan respirasi remaja.

Simpulan
Penelitian ini dapat bermanfaat untuk membuat program pola hidup sehat
pada remaja. Khususnya pendidikan jasmani di sekolah yang merupakan pusatnya
pendidikan pada kalangan remaja. Pendidikan jasmani dapat dijadikan instrument
untuk mempromosikan dan juga melatih kalangan remaja untuk dapat memiliki
pola hidup sehat.

Rujukan
Abbott, R. D., White, L. R., Ross, G. W. Masaki, K. H, Curb, J. D., & Petrovich,
H, 2004. Walking and dementia in physically capable elderlymen. Journal of
the American Medical Association, 292, 1447–1453.
Ahmed, Md Dilsad et al, 2017. “The Self-Esteem, Goal Orientation, and Health-
Related Physical Fitness of Active and Inactive Adolescent Students.” Cogent
Psychology 4(1): 1–14. http://doi.org/10.1080/23311908.2017.1331602.
Andrade, Susana et al, 2014. “A School-Based Intervention Improves Physical
Fitness in Ecuadorian Adolescents: A Cluster-Randomized Controlled
Trial.” International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity
11(1): 1–17.
Buchan, Duncan S. et al, 2015. “Relationships between Cardiorespiratory and
Muscular Fitness with Cardiometabolic Risk in Adolescents.” Research in
Sports Medicine 23(3): 227–39.
Chen, Han, Lynn Housner, and Yong Gao, 2017. “The Influence of Weight
Change on Physical Fitness from Childhood to Adolescence.” Measurement
in Physical Education and Exercise Science 21(3): 113–20.
http://dx.doi.org/10.1080/1091367X.2016.1262379.
Hoeger, Wernew W.K, 2008. Principles and Labs for Physical Fitness. 6th ed.
USA: Thomson Wadsworth.
Huang, Yi Ching, and Robert M. Malina, 2010. “Body Mass Index and Individual
Physical Fitness Tests in Taiwanese Youth Aged 918 Years.” International
Journal of Pediatric Obesity 5(5): 404–11.
Hunt, Linda P. et al, 2011. “Blood Pressure in Children in Relation to Relative
Body Fat Composition and Cardio-Respiratory Fitness.” International
Journal of Pediatric Obesity 6(3–4): 275–84.
http://informahealthcare.com/doi/abs/10.3109/17477166.2011.583655.
Liao, Yung et al, 2013. “Associations between Health-Related Physical Fitness
and Obesity in Taiwanese Youth.” Journal of Sports Sciences 31(16): 1797–
1804.
Nelson, J K, S H Yoon, and K R Nelson, 1991. “A Field Test for Upper Body
Strength and Endurance.” Research quarterly for exercise and sport 62(4):
436–41. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1780568.
122
PJKR_
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jpehr/index_________________________________
Physical Education, Health and Recreation; Vol. 2, No. 2, 2018
ISSN-E: 25489208- ISSN-P: 25489194
Published by Study Program Physical Eduation, Health and Recreation _State University of Medan

Olawale, Onagbiye S., Mulubwa Mwila, Young M.E. Marie, and Toriola A.
Lamina, 2017. “Relationship between Cardiorespiratory Fitness and
Anthropometric Variables among School-Going Adolescents in Nigeria.”
The Anthropologist 29(1): 65–72.
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/09720073.2017.1351514.
Ortega, F. B., J. R. Ruiz, M. J. Castillo, and M. Sjöström, 2008. “Physical Fitness
in Childhood and Adolescence: A Powerful Marker of Health.” International
Journal of Obesity 32(1): 1–11.
Ramsbottom, R., J. Currie, and M. Gilder, 2010. “Relationships between
Components of Physical Activity, Cardiorespiratory Fitness, Cardiac
Autonomic Health, and Brain-Derived Neurotrophic Factor.” Journal of
Sports Sciences 28(8): 843–49.
Sadhan, Berry, Shyamal Koley, and Jaspal Singh Sandhu, 2007. “Relationship
Between Cardiorespiratory Fitness , Body Composition and Blood Pressure
in Punjabi Collegiate Population.” Journal of Human Ecology 22(3): 215–
19.
Widiastuti, 2011. Tes Dan Pengukuran Olahraga. Jakarta: Bumi Timur Jaya.

123
PJKR_
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jpehr/index_________________________________

You might also like