You are on page 1of 12

Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2): 83 – 90

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK ASI EKSLUSIF SERTA


STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN

(Breastfeeding Knowledge, Attitude, Practice, and 4-12 Months Infants Nutritional Status
In Rural and Urban Areas)

Asrinisa Rachmadewi1 dan Ali Khomsan2*


1
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680
2*
Alamat korespondensi: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor, Bogor 16680. Tel: 0251-8621258; Fax: 0251 -8622276; Email: erlangga259@yahoo.com

ABSTRACT

The main aim of this study was to compare breastfeeding knowledge, attitude, and
practice and infants nutritional status between rural and urban areas. In this cross-
sectional study, Desa Jayabakti, Kabupaten Sukabumi represents rural area, while
Kelurahan Kedung Jaya, Kota Bogor represents urban area. Samples were 31 mothers-
infants in each area who were selected by simple cluster sampling method. The differences
between two areas were analyzed with the independent t-test, chi-square test, and
Fisher's exact test. The correlation between variables was analyzed with rank Spearman.
The result of this study showed that mother's knowledge and attitude of nutrition,
especially about exclusive breastfeeding, was higher in urban than in rural area. There
were differences in mothers' knowledge and attitude between rural and urban areas
(p<0.05). Exclusive breastfeeding in rural area practiced by 41.9%, which is higher than in
urban area (25.8%). Nevertheless, there was no statistical difference in exclusive
breastfeeding practice between rural and urban areas (p>0.05). The aspects of
breastfeeding practices which statistically difference in rural and urban areas were the
introduction of colostrums status and breastfeeding time (p<0.05). Early initiation of
breastfeeding was associated with exclusive breastfeeding practice in urban area (p<0.05),
but none of the variables were associated with exclusive breastfeeding practice in rural
area (p>0.05). Furthermore, exclusive breastfeeding practice was not associated with 4-12
months infants nutritional status (p>0.05). Mothers' family should be targeted as target of
audience in breastfeeding promotion.
Keywords: breastfeeding practice, exclusive breastfeeding, knowledge, attitude,
infant nutritional status, rural and urban areas.

PENDAHULUAN kan makanan atau minuman lain. Target ca-


Undang-Undang no 23 tahun 2002 ten- kupan ASI eksklusif di Indonesia pada tahun
2010 adalah 80%. Survei yang dilaksanakan pa-
tang Perlindungan Anak menyatakan bahwa da tahun 2002-2003 oleh Nutrition & Health
pemerintah wajib memenuhi hak-hak anak, Surveillance System bekerjasama dengan Balit-
yaitu kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan bangkes dan Helen Keller International di em-
perkembangan anak. Salah satu implementa- pat perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang,
sinya adalah peningkatan kerjasama dan duku- Makasar) dan delapan pedesaan (Sumatera
ngan stakeholder dalam pemberdayaan masya- Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Te-
rakat untuk memperbaiki pola asuh balita. ngah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selat-
Perbaikan pola asuh meliputi pemberian Air an), menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif
Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, penerapan ini- 4-5 bulan di perkotaan sekitar 12%, sedangkan
siasi menyusu dini, serta pemberian Makanan di pedesaan 25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6
Pendamping ASI (MP-ASI) lokal pada bayi 6 bu- bulan di perkotaan dan pedesaan berkisar 13%.
lan ke atas dan meneruskan ASI sampai umur 2 Kendala yang dihadapi dalam praktek
tahun (Depkes, 2009).
ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan
Program ASI Eksklusif merupakan prog-
ibu dan dukungan dari lingkungan, pemberian
ram promosi pemberian ASI saja pada bayi makanan dan minuman terlalu dini, serta ma-
sampai dengan umur 6 bulan tanpa memberi- raknya promosi susu formula untuk bayi (The

83
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2): 83 – 90

American Academy of Pediatrics, 2005). Di- Jaya diwakili oleh Posyandu Wijaya Kusuma
tambahkan oleh hasil penelitian Ergenekon- dan Melati.
Ozelci et al. (2006) bahwa kepercayaan tradi-
sional, tingkat pendidikan ibu dan sikap ibu Jenis dan Cara Pengumpulan Data
terhadap ASI yang rendah, serta perbedaan wi-
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari
layah tempat tinggal menjadi kendala yang
data primer dan data sekunder. Data pimer
berpengaruh terhadap keberlangsungan pem-
meliputi karakteristik ibu, karakteristik bayi,
berian ASI. Oleh karena itu, peneliti tertarik
pengetahuan, dan sikap gizi ibu, praktek ASI
untuk mempelajari praktek ASI eksklusif pada
eksklusif, serta praktek pemberian susu non-
bayi usia 4-12 bulan di daerah pedesaan dan
ASI dan MP-ASI. Data sekunder mencakup gam-
perkotaan.
baran umum daerah penelitian serta daftar
Tujuan umum penelitian ini adalah un- pasangan ibu-bayi yang memenuhi kriteria.
tuk membandingkan pengetahuan, sikap, dan
praktek pemberian ASI, serta status gizi bayi Pengolahan dan Analisis Data
usia 4-12 bulan di pedesaan dan perkotaan.
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis
Tujuan khususnya adalah (1) Mengetahui ka-
secara statistik deskriptif dan inferensia. Data
rakteristik ibu dan bayi, (2) Mempelajari pe-
yang dikumpulkan melalui wawancara dan pen-
ngetahuan dan sikap gizi ibu, (3) Mempelajari
catatan dikomputerisasi dengan menggunakan
praktek pemberian ASI, (4) Mengkaji praktek
perangkat lunak Microsoft Excell 2007.
pemberian susu non-ASI dan MP-ASI, (5) Meng-
analisis faktor yang berhubungan dengan pe- Data karakteristik ibu terdiri dari usia,
ngetahuan dan sikap gizi ibu, (6) Menganalisis tingkat pendidikan, status kerja, dan penga-
faktor yang berhubungan dengan pemberian laman menyusui sebelumnya. Usia ibu diklasi-
ASI eksklusif, serta (7) Menganalisis hubungan fikasi menjadi tiga kelompok (<19, 19 -29, dan
pemberian ASI eksklusif dengan status gizi ≥30 tahun). Tingkat pendidikan dibagi menjadi
bayi. lima golongan yaitu tidak sekolah atau tidak
tamat SD, tamat SD atau sederajat, tamat SMP
atau sederajat, tamat SMA atau sederajat, dan
METODE PENELITIAN tamat akademi atau perguruan tinggi. Status
kerja ibu dibedakan atas ibu bekerja dan ibu
Desain, Tempat dan Waktu tidak bekerja (ibu rumah tangga). Pengalaman
menyusui sebelumnya diperoleh dari ada atau
Desain penelitian ini adalah cross sec-
tidaknya anak yang disusui sebelumnya.
tional study. Penelitian dilakukan di dua tem-
pat yang mewakili daerah pedesaan dan per- Data karakteristik bayi terdiri atas berat
kotaan. Daerah perkotaan diwakili oleh Kelu- lahir, status inisiasi menyusu dini, dan status
rahan Kedung Jaya, Kecamatan Tanah Sareal, gizi. Berat lahir bayi dibagi menjadi dua kate-
Kota Bogor, sedangkan daerah pedesaan diwa- gori, yaitu BBLR (<2500 g) dan normal (>2500
kili oleh Desa Jayabakti, Kecamatan Cidahu, g). Status inisiasi menyusu dini dibedakan ber-
Kabupaten Sukabumi. Pengambilan data ber- dasarkan bayi yang melakukan inisiasi menyusu
langsung mulai April – Mei 2009. dini dan bayi yang tidak melakukannya. Status
gizi bayi dikelompokkan berdasarkan z-score
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh dari pengukuran PB dan U mengacu pada
indeks PB/U referensi WHO/NCHS yang dipero-
Contoh penelitian adalah pasangan ibu
leh dengan menggu-nakan rumus:
dengan bayi usia 4-12 bulan yang memberikan
ASI pada bayinya di kedua daerah penelitian. Z-score = PB aktual – PB median kelompok acuan
Contoh terdiri dari 31 pasang ibu-bayi masing- standar deviasi kelompok acuan
masing di daerah pedesaan dan perkotaan de-
ngan metode pengambilan contoh gugus seder- Pengetahuan dan sikap ibu tentang gizi
hana (simple cluster sampling). Desa dan kelu- diukur dengan menggunakan pertanyaan yang
rahan digugus berdasarkan Posyandu yang ada, kemudian diberi nilai. Pengetahuan gizi, khu-
kemudian secara acak dipilih Posyandu untuk susnya ASI eksklusif terdiri atas 10 pertanyaan
diteliti seluruh pasangan ibu-bayi yang meme- pilihan berganda (best answer multiple choice
nuhi kriteria hingga mencapai minimal 30 pa- test). Setiap jawaban yang benar diberi nilai
sang ibu-bayi (Singarimbun & Effendi, 1989). 2, jawaban yang salah diberi nilai 1, dan ja-
Posyandu yang terpilih adalah Posyandu Tunas waban tidak tahu diberi nilai 0 sehingga nilai
Muda II dan Tunas Muda VIII untuk mewakili maksimum dan minimum yang dapat diperoleh
Desa Jayabakti, sedangkan Kelurahan Kedung adalah 20 dan 0 dan kemudian dikonversi men-

84
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2): 83 – 90

jadi 100 dan 0. Selain itu, terdapat dua perta- merupakan bayi laki-laki. Berat lahir bayi di
nyaan terbuka yang menggambarkan persepsi pedesaan 93.5% normal, sedangkan di perkota-
ibu tentang keuntungan ASI bagi anak dan hal an seluruh bayi lahir dengan berat normal.
negatif dari susu non-ASI. Bayi di pedesaan maupun perkotaan mayoritas
(64.5% dan 51.6%) tidak mengalami proses
Sikap gizi diukur dari 10 pertanyaan de-
inisiasi menyusu dini. Status gizi bayi baik di
ngan pilihan jawaban setuju, ragu-ragu, dan ti-
pedesaan maupun perkotaan mayoritas normal
dak setuju. Jawaban yang benar diberi nilai 2,
(64.5% dan 83.9%).
jawaban yang salah diberi nilai 0, sedangkan
jawaban ragu-ragu diberi nilai 1. Selanjutnya,
Pengetahuan dan Sikap Gizi Ibu
pengetahuan dan sikap ibu masing-masing di-
kelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu ku- Pengetahuan gizi ibu di perkotaan seca-
rang (persentase jawaban benar <60%), sedang ra umum lebih tinggi dibandingkan pedesaan.
(persentase jawaban benar 60-80%), dan baik Hal ini terlihat dari persentase pengetahuan
(persentase jawaban benar >80%) (Khomsan, gizi ibu dengan kategori tinggi di perkotaan
2000). mencapai 77.4%, sedangkan di pedesaan hanya
29%. Rata-rata nilai pengetahuan gizi ibu di
Praktek pemberian ASI secara umum ter-
pedesaan adalah 73.4 ± 2.4, sedangkan di per-
diri atas praktek ASI eksklusif dan alasannya,
kotaan rata-ratanya sebesar 88.4 ± 2.2. Nilai
durasi pemberian ASI saja, pemberian kolos-
terbesar yang diperoleh di pedesaan maupun
trum, waktu pemberian ASI, frekuensi pembe-
perkotaan adalah 100, sedangkan nilai terkecil
rian ASI sehari, dan status menyusui saat ini.
di pedesaan sebesar 45 dan di perkotaan 55.
Selain itu, terdapat data praktek pemberian
Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat
susu non-ASI dan pemberian MP-ASI. Seluruh
perbedaan yang nyata antara pengetahuan gizi
data tersebut diolah secara deskriptif kemudi-
ibu di pedesaan dan perkotaan (p=0.000).
an hasilnya dibandingkan antara daerah pede-
saan dengan daerah perkotaan dan dianalisis Sikap adalah penilaian dari seseorang
untuk mengetahui hubungan antar variabel. terhadap suatu objek (Schiffman & Kanuk
1997). Sikap gizi ibu di pedesaan secara umum
Uji beda dilakukan dengan menggunakan
lebih rendah dibandingkan perkotaan. Hal ini
independent t-test, chi-square test, dan
terlihat dari persentase ibu yang memiliki si-
Fisher's exact test. Hubungan antar variabel
kap dengan kategori sedang mendominasi di
dianalisis dengan menggunakan uji korelasi
pedesaan (58.1%), sedangkan di perkotaan se-
Spearman. Seluruh uji dilakukan pada taraf bagian besar ibu memiliki sikap dengan kate-
nyata (α) 5%. gori tinggi (77.4%). Rata-rata nilai sikap ibu di
pedesaan adalah 73.1 ± 2.5, sedangkan rata-
rata nilai di perkotaan lebih tinggi, yaitu 83.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
± 2.2. Nilai terbesar yang diperoleh di pedesa-
an adalah 90 dan nilai terkecilnya adalah 40,
Karakteristik Ibu dan Bayi
sedangkan di perkotaan nilai terbesar adalah
Ibu di pedesaan mayoritas berada pada 100 dan nilai terkecilnya adalah 50. Hasil uji
usia 19-30 tahun dan ≥30 tahun dengan persen- beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
tase masing-masing sebesar 48.4%. Ibu di per- yang nyata antara sikap gizi ibu di pedesaan
kotaan mayoritas berusia 19-30 tahun (61.3%). dan perkotaan (p=0.004).
Tingkat pendidikan ibu di pedesaan mayoritas
Paparan informasi tentang ASI eksklusif
(32.3%) tamat SD/sederajat, sedangkan di per-
lebih banyak diperoleh ibu di perkotaan. Hal
kotaan mayoritas (45.2%) tamat akademi/per-
ini dapat terlihat dari persentase media yang
guruan tinggi. Ibu di pedesaan maupun perko-
digunakan untuk mengetahui informasi ASI
taan mayoritas tidak bekerja (93.5% dan
eksklusif yang lebih beragam. Ibu di perkotaan
77.4%). Sebanyak 64.5% Ibu di pedesaan telah
memperoleh informasi selain dari petugas ke-
mempunyai pengalaman menyusui sebelum-
sehatan, keluarga dan kader Posyandu juga da-
nya, sedangkan di perkotaan hanya 48.4% ibu
ri teman atau tetangga, media cetak, TV, in-
yang telah memiliki pengalaman menyusui
ternet, dan buku. Di pedesaan sumber infor-
sebelumnya.
masi terpusat pada petugas kesehatan (40.4%),
Bayi di pedesaan mayoritas (38.7%) ber- keluarga (24.3%), dan kader posyandu (16.2%).
ada pada usia 4-6 bulan, sedangkan di perko- Media lain yang digunakan oleh ibu di pedesa-
taan mayoritas (41.9%) berada pada usia 10-12 an untuk memperoleh informasi tentang ASI
bulan. Di pedesaan, mayoritas merupakan bayi eksklusif antara lain paraji (dukun bayi terla-
perempuan, sedangkan di perkotaan mayoritas tih) dan buku.

85
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2): 83 – 90
Praktek Pemberian ASI ibu sulit menyusui dan cenderung berhenti
menyusui.
ASI eksklusif didefinisikan sebagai pem-
berian ASI kepada bayi sampai dengan 6 bulan Seluruh ibu di pedesaan telah memberi-
secara langsung oleh ibunya dan tidak diberi- kan kolostrum kepada bayinya pasca melahir-
kan makanan cair atau padat lainnya kecuali kan. Hal ini berbeda nyata dengan yang dite-
obat tetes atau sirup yang berisi suplemen mukan di perkotaan (p<0.05). Terdapat 19.4%
vitamin, mineral, atau obat (Gibney et al., ibu yang tidak memberikan kolostrum pada ba-
2005). Praktek ASI eksklusif lebih banyak dite- yinya di perkotaan. Hal ini tidak sejalan de-
mukan di pedesaan dibandingkan perkotaan. ngan pengetahuan gizi ibu di perkotaan yang
Hal ini terlihat dari persentase praktek ASI lebih dari 90% menyatakan kolostrum sebagai
eksklusif (Tabel 1) di pedesaan yang lebih ting- makanan terbaik untuk bayi yang baru lahir
gi (41.9%) dibandingkan perkotaan (25.8%). serta sikap gizi ibu yang menyetujui bahwa
Meskipun demikian, hasil uji beda dengan kolostrum baik untuk kesehatan bayi (93.5%).
menggunakan chi-square test tidak menunjuk- Tidak diberikannya kolostrum di perkotaan di-
kan perbedaan yang nyata antara praktek ASI duga disebabkan oleh kurangnya dorongan dari
eksklusif di pedesaan dan perkotaan (p=0.108). penolong kelahiran dan keluarga akan penting-
Anjuran dari bidan merupakan alasan yang nya pemberian kolostrum dan ASI sedini mung-
mendominasi (30.8%) ibu untuk melakukan ASI kin pada bayi yang baru lahir. Hapsari (2006)
eksklusif di pedesaan. Di perkotaan, alasan dalam penelitiannya menyatakan penolong
yang mendominasi ibu untuk melakukan prak- persalinan, usia kehamilan, dan wilayah tem-
tek ASI esklu-sif adalah ibu mengetahui bahwa pat tinggal berpengaruh terhadap pemberian
ASI meru-pakan makanan terbaik untuk bayi kolostrum.
(45.5%). Durasi pemberian ASI saja baik di
Salah satu dari sepuluh langkah menuju
pedesaan maupun perkotaan mayoritas masih
keberhasilan pemberian ASI yang direkomenda-
≤2 bulan dan tidak terdapat perbedaan yang
sikan WHO adalah dengan mendorong pembe-rian
nyata antara kedua daerah (p>0.05).
ASI menurut permintaan bayi (WHO, 1998).
Memberikan cairan tambahan pada bayi Seluruh ibu di pedesaan memberikan ASI setiap
yang terlalu dini berbahaya bagi kesehatan ba- bayi meminta, sedangkan di perko-taan hanya
yi karena dapat meningkatkan risiko kekurang- 71% ibu yang memberikan ASI seti-ap bayi
an gizi dan serangan penyakit ( Academy for meminta. Hasil uji beda menggunakan Fisher's
Educational Development, 2002). Lebih lanjut exact test menunjukkan perbedaan nyata antara
ditambahkan oleh Siregar (2004) bahwa pem- waktu pemberian ASI di pedesaan dan perkotaan
berian cairan atau makanan tambahan pada (p<0.05).
bayi sebelum waktunya dapat menyebabkan
Tabel 1. Sebaran Praktek Pemberian ASI pada Bayi Usia 4-12 Bulan di Pedesaan dan Perkotaan
Praktek ASI Eksklusif Pedesaan Perkotaan Uji Beda
n % n %
Praktek pemberian ASI
Eksklusif 13 41.9 8 25.8 p=0.108
Non-Eksklusif 18 58.1 23 74.2
Durasi Pemberian ASI (bulan)
≤2 17 54.8 20 64.5
2-4 1 3.2 3 9.7 p=0.402
4-6 13 41.9 8 25.8
Status Pemberian Kolostrum
Ya 31 100.0 25 80.6 p=0.024*
Tidak 0 0.0 6 19.4
Waktu Pemberian ASI
Setiap bayi meminta 31 100.0 22 71.0 p=0.002*
Lainnya 0 0.0 9 29.0
Frekuensi Pemberian ASI Sehari
≥ 7 kali 30 96.8 29 93.5 p=1.000
< 7 kali 1 3.2 2 6.5
Status Menyusui Saat Ini
Ya 30 96.8 28 90.3 p=0.612
Tidak 1 3.2 3 9.7
*berbeda nyata pada α=5%

86
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2): 83 – 90

Perkins dan Vannais (2004) menyatakan kan oleh ibu untuk membeli rata-rata 1.838 g
bahwa ketika bayi berusia 3-6 bulan frekuensi susu setiap bulannya.
pemberian ASI sekitar 7-8 kali/hari. Hampir
Setelah bayi berusia 6 bulan, ASI tidak
seluruh ibu baik di pedesaan maupun per-
lagi dapat mencukupi kebutuhan gizi yang op-
kotaan memberikan ASI lebih dari 7 kali sehari.
timal untuk perkembangan bayi. Oleh karena-
Hanya terdapat 3.2% ibu di pedesaan yang
nya dibutuhkan MP-ASI yang diperkenalkan se-
memberikan ASI kurang dari 7 kali sehari,
cara perlahan agar tidak menimbulkan reaksi
sedangkan di perkotaan terdapat 6.5% ibu yang
buruk terhadap makanan tersebut (Gibney et
memberikan ASI kurang dari 7 kali sehari. Hasil
al., 2005). Ketika penelitian dilakukan, terda-
uji beda dengan menggunakan Fisher's exact
pat 22.6% bayi di perde-saan dan 9.7% bayi di
test menunjukkan tidak terdapat perbedaan
perkotaan yang belum memperoleh MP-ASI.
yang nyata antara frekuensi pemberian ASI di
Hal ini dikarenakan bayi masih berusia kurang
daerah pedesaan dengan perkotaan (p>0.05).
dari 6 bulan. Ibu di pedesaan lebih sedikit
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI yang memberikan MP- ASI secara tepat baik
saja sampai bayi berusia 4-6 bulan. Setelah jenis dan frekuensinya sesuai usia bayi
itu, bayi harus tetap mendapatkan ASI paling dibandingkan ibu di perkotaan. Mayoritas
tidak sampai berusia 2 tahun yang disertai de- frekuensi pemberi-an MP-ASI adalah 3-4
ngan makanan pendamping ASI. Mayoritas ibu kali/hari. Jenis MP-ASI yang paling banyak
yang menjadi responden pada penelitian ini dikonsumsi adalah bubur susu instan dan buah.
masih memberikan ASI. Terdapat 3.2% ibu di
pedesaan dan 9.7% ibu di perkotaan yang keti- Faktor yang Berhubungan dengan
ka penelitian sudah tidak memberikan ASI pa- Pengetahu-an dan Sikap Gizi Ibu
da bayinya. Tidak terdapat perbedaan nyata
Pengetahuan gizi ibu di pedesaan secara
antara status menyusui saat ini antara pedesa-
nyata berhubungan positif dengan usia ibu
an dan perkotaan (p>0.05).
(r=0.4902, p=0.0051), status kerja (r=0.3595,
p=0.0470), dan pengalaman menyusui sebe-
Praktek Pemberian Susu Non-ASI dan MP-ASI
lumnya (r=0.3691, p=0.0410). Sikap gizi ibu
Pemberian susu non -ASI seperti susu berhubungan nyata positif dengan status kerja
for-mula menjadi salah satu penyebab ibu (r=0.3661, p=0.0428) dan pengetahuan gizi
tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (r=0.4428, p=0.0126). Pengetahuan gizi dengan
(Gibney et al., 2005). Sebagian besar ibu di sikap gizi ibu memiliki hubungan nyata yang
pedesaan (67.7%) mengaku belum pernah me- positif baik di pedesaan maupun perkotaan.
ngenalkan susu formula kepada bayinya ketika Hal ini sejalan dengan komponen kognitif dari
penelitian dilakukan. Berbeda halnya dengan sikap menurut Schiffman dan Kanuk (1997)
di perkotaan, hanya 29% bayi yang belum per- yang menyatakan bahwa sikap adalah gambar-
nah diperkenalkan susu non-ASI. Sebagian be- an pengetahuan dan persepsi terhadap suatu
sar bayi (35.5%) di perkotaan telah dikenal-kan objek sikap.
susu non-ASI sejak lahir. Hal ini disebab-kan
Tingkat pendidikan ibu nyata berhubung-
karena bayi di perkotaan sebanyak 41.9%
an positif dengan pengetahuan (r=0.4489,
memperoleh susu formula dari petugas kese-
p=0.0113) dan sikap gizi ibu (r=0.4382, p=0.0137)
hatan. Ibu yang memberikan atau tidak mem-
di perkotaan. Hal ini sesuai dengan penelitian
berikan susu non-ASI sebagian mendapat bu-
Adwinanti (2004) yang menyatakan terdapat
jukan dari pihak lain untuk memberikan susu
hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan
non-ASI kepada bayi. Persentase keberadaan
ibu dengan pengetahuan dan sikap gizi ibu.
bujukan lebih tinggi di perkotaan daripada pe-
Tingkat pendidikan ibu di perkotaan tergolong
desaan. Baik ibu di perkotaan maupun pedesa-
tinggi dengan mayoritas ibu merupa-kan tamatan
an mendapat bujukan terbanyak dari pihak ke-
SMA dan perguruan tinggi atau akademi sehingga
luarga, petugas kesehatan dan teman atau
informasi tentang gizi dan ASI eksklusif dapat
tetangga.
diperoleh lebih banyak.
Di pedesaan, dari 32.3% ibu yang mem-
berikan susu non-ASI seluruhnya memberikan Faktor yang Berhubungan dengan Praktek
susu formula dengan rata-rata konsumsi 3 kali/ ASI Eksklusif
hari atau 1786 g dalam sebulan. Biaya yang di- Terdapat beberapa faktor yang diduga
habiskan untuk membeli susu formula rata-rata berhubungan dengan praktek ASI eksklusif. Foo
sebesar Rp. 125 000 per bulan. Alokasi biaya et al., (2005) menyatakan faktor yang ber-
yang lebih besar dikeluarkan oleh ibu di perko- hubungan dengan praktek ASI eksklusif dianta-
taan. Sekitar Rp. 215 000 per bulan dikeluar- ranya karakteristik ibu dan bayi, pengetahuan,

87
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2): 83 – 90
dan informasi dari tenaga kesehatan. Faktor jukkan kesesuaian dengan hasil penelitian ini,
yang diduga berhubungan dengan praktek ASI bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata an-
eksklusif dan dianalisis dalam penelitian ini tara praktek pemberian ASI dengan status gizi
adalah karakteristik ibu (usia, tingkat pendi- bayi (Suciarni, 2004; Rahayu, 2005).
dikan, status kerja, dan pengalaman menyusui
Boyle (2003) menyatakan, pertumbuhan
sebelumnya), karakteristik bayi (berat lahir
bayi sangat tergantung dari diet atau asupan
dan status inisiasi menyusu dini), serta penge-
makanan. Bayi yang diberi makan selain ASI
tahuan dan sikap gizi ibu. Tidak ditemukan
sebelum waktunya berisiko tinggi terkena in-
faktor yang berhubungan dengan praktek ASI
feksi. Hal ini dapat menjadi dugaan bahwa
eksklusif pada bayi usia 4-12 bulan di pedesaan
pemberian makanan selain ASI serta kejadian
(p>0.05). Hal ini diduga disebabkan adanya
infeksi atau status kesehatan bayi dapat ber-
faktor lain yang berhubungan dengan praktek
hubungan dengan status gizi bayi. Persentase
ASI eksklusif, seperti budaya dan kepercayaan
bayi dengan status gizi pendek dan tinggi yang
tradisional yang tidak diteliti pada penelitian
cukup besar diduga disebabkan oleh ku-rang
ini.
tepatnya pemberian MP-ASI. Seperti yang telah
Faktor yang diduga berhubungan dengan dijelaskan sebelumnya, masih terdapat bayi
praktek ASI eksklusif di perkotaan antara lain yang belum memperoleh MP-ASI sesuai dengan
usia ibu, tingkat pendidikan, status kerja, pe- usianya baik dalam hal frekuensi mau-pun
ngalaman menyusui sebelumnya, status inisiasi jenisnya.
menyusu dini, serta pengetahuan dan sikap gizi
ibu. Berat lahir bayi tidak dianalisis seperti di
pedesaan, karena seluruh bayi di perkotaan KESIMPULAN
lahir dengan berat normal. Faktor yang ber-
hubungan nyata positif dengan praktek ASI Ibu di pedesaan dan perkotaan mayori-
eksklusif di perkotaan adalah status inisiasi tas berusia antara 19-30 tahun. Tingkat pendi-
menyusu dini (r=0.4616, p=0.0090). Bayi yang dikan ibu di pedesaan mayoritas tamat SD/
mengalami inisiasi menyusu dini cenderung sederajat, sedangkan di perkotaan mayoritas
mendapatkan ASI eksklusif. Hal ini sesuai de- tamat akademi/perguruan tinggi. Mayoritas
ngan penelitian mahasiswa Trisakti (2003) yang ibu di pedesaan telah mempunyai pengalaman
diacu dalam sebuah artikel Asosiasi Ibu Menyu- me-nyusui sebelumnya, sedangkan di
sui Indonesia (2008) bahwa bayi yang menga- perkotaan mayoritas tidak memiliki
lami inisiasi menyusu dini berpeluang 8 kali pengalaman menyu-sui sebelumnya. Berat
lebih besar untuk berhasil ASI eksklusif. WHO lahir bayi di pedesaan 93.5% normal,
(1998) juga menyatakan bahwa inisiasi menyu- sedangkan di perkotaan seluruh bayi lahir
sui dini menjadi salah satu dari 10 kunci keber- dengan berat normal. Bayi di pede-saan
hasilan menyusui. maupun perkotaan mayoritas tidak me-ngalami
proses inisiasi menyusu dini. Status gi-zi bayi
Hubungan Praktek ASI Eksklusif dengan Sta- di pedesaan dan perkotaan mayoritas normal.
tus Gizi Bayi
Pengetahuan dan sikap gizi ibu di pede-
Status gizi bayi diklasifikasikan berdasar- saan mayoritas sedang, sedangkan di perkota-
kan z-score yang dihitung menggunakan indeks an mayoritas tinggi. Terdapat perbedaan yang
PB/U. Hasil uji korelasi Spearman menunjuk- nyata antara tingkat pengetahuan dan sikap gi-
kan tidak terdapat hubungan yang nyata anta- zi ibu di pedesaan dengan perkotaan.
ra praktek ASI eksklusif dengan status gizi bayi
Persentase praktek ASI eksklusif di pede-
(p>0.05) (Tabel 2). Hal ini tidak sesuai dengan
saan lebih besar dibandingkan perkotaan, na-
penelitian Adwinanti (2004) yang menyatakan
mun tidak berbeda nyata. Mayoritas ibu di pe-
bahwa terdapat hubungan yang nyata antara
desaan dan perkotaan memberikan ASI saja ≤2
praktek pemberian ASI dengan status gizi bayi.
Sementara itu, hasil penelitian lainnya menun-
Tabel 2. Hubungan Praktek Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Bayi
Status Gizi Bayi ASI Eksklusif ASI Non-Eksklusif Total Korelasi
n % n % n % Spearman
Pendek (z-score<-2SD) 5 23.8 8 19.5 13 21.0
Normal (-2SD<z-score<2SD) 14 66.7 32 78.1 46 74.2 r=0.0162
Tinggi (z-score>2SD) 2 9.5 1 2.4 3 4.9 p=0.9004
Jumlah 21 100.0 41 100.0 62 100.0

88
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2): 83 – 90

bulan, dan tidak terdapat perbedaan yang nya- ASI, Kekhawatiran Ibu, Dukungan Keluar-
ta di kedua daerah. Seluruh ibu di pedesaan ga dan Status Gizi Bayi Usia 0-6 Bulan.
memberikan kolostrum kepada bayinya, se- Skripsi Sarjana Departemen Gizi Masya-
dangkan di perkotaan hanya 90.3% Di pedesa- rakat, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
an, seluruh ibu memberikan ASI setiap bayi
meminta, sedangkan di perkotaan waktu pem- Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. 2008. Menyu-
berian ASI lebih bervariasi. Hampir seluruh ibu sui pada Satu Jam Pertama. http://aimi-
di pedesaan dan perkotaan memberikan ASI ≥7 asi.org/2008/04/hello-world/[9 Februari
kali/hari dan berstatus masih menyusui sampai 2009].
saat penelitian dilakukan. Tidak terdapat per-
bedaan yang nyata antara frekuensi pemberian Boyle MA. 2003. Community Nutrition in Action
ASI dan status menyusui saat ini di pedesaan 3rd ed. Wadsworth, Thomson Learning
dengan perkotaan. Inc., USA.
Mayoritas bayi di pedesaan belum per-
Ergenekon-Ozelci P, N Elmaci, M Ertem, G
nah mengonsumsi susu non-ASI ketika peneliti-
Saka. 2006. Breastfeeding beliefs and
an berlangsung. Mayoritas bayi di perkotaan
practices among migrant mothers in
telah mengonsumsi susu formula sejak lahir.
slums of Diyarbakir, Turkey, 2001. Euro-
Praktek pemberian MP-ASI di daerah pedesaan
pean Journal of Public Health 16(2),143–
dan perkotaan baik frekuensi maupun jenis
148.
yang diberikan masih kurang sesuai dengan
usia bayi. Foo LL, SJS Queck, MT Lim, M Deurenberg-Yap.
Pengetahuan gizi ibu berhubungan nyata 2005. Breastfeeding prevalence and
positif dengan sikap gizi ibu di pedesaan mau- practices among Singaporean chinese,
pun perkotaan. Faktor yang berhubungan nya- malay, and indian mothers. Health Pro-
ta dengan pengetahuan gizi ibu di pedesaan motion International 20 (3).
adalah usia ibu, status kerja, dan pengalaman
menyusui sebelumnya. Faktor yang berhubung- Gibney MJ, MM Barrie, MK John, A Leonore.
an nyata dengan sikap gizi ibu di pedesaan 2005. Public Health Nutrition. Blackwell
adalah status kerja. Di perkotaan, hanya ting- Publishing Ltd., Oxford.
kat pendidikan ibu yang berhubungan nyata
dengan tingkat pengetahuan serta sikap gizi Hapsari D. 2006. Telaah berbagai faktor yang
ibu. berhubungan dengan pemberian kolos-
trum. http://ekologi.litbang.depkes.go.
Tidak terdapat faktor yang berhubungan id/data/abstrak/DwiHapsari. [10 Juni
nyata dengan praktek ASI eksklusif di 2009].
pedesaan, sedangkan di perkotaan status ini-
siasi menyusu dini menjadi satu-satunya faktor Khomsan A. 2000. Pengukuran Tingkat Penge-
yang berhubungan nyata dengan praktek ASI tahuan Gizi. Fakultas Pertanian, IPB,
eksklusif. Tidak terdapat hubungan yang nyata Bogor.
antara praktek ASI eksklusif dengan status gizi
bayi. Perkins S, C Vannais. 2004. Breastfeeding for
Dummies. USA: Wiley Publishing, Inc.
DAFTAR PUSTAKA Pranadji DK. 1988. Pendidikan Gizi (Proses Be-
lajar Mengajar). Fakultas Pertanian, IPB,
[Depkes RI]. 2009. Rencana Kerja Program Per- Bogor.
baikan Gizi (Penanggulangan Gizi Kurang
dan Buruk) Tahun 2009. Direktorat Gizi Rahayu PR. 2005. Pengetahuan, Sikap, dan Pe-
Masyarakat, Depkes RI, Jakarta rilaku Ibu dalam Pemberian ASI dan MP-
ASI pada Anak Baduta di Pedesaan dan
Academy for Educational Development. 2002. Perkotaan. Skripsi Sarjana Departemen
Exclusive breastfeeding: the only water Gizi Masyarakat, Fakultas Pertanian, IPB,
source young infants need-frequently Bogor.
asked questions. Linkages ed. October
2002. Schiffman LG, Kanuk. 1997. Consumer Beha-
vior 6th Ed. New Jersey: Prentice Hall,
Adwinanti V. 2004. Hubungan Praktek Pembe- Inc.
rian ASI dengan Pengetahuan Ibu tentang

89
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2): 83 – 90

Singarimbun M, S Effendi. 1989. Metode Pene- Gizi Masyarakat, Fakultas Pertanian, IPB,
litian Survai. LP3ES, Jakarta. Bogor.

Siregar A. 2004. Faktor-Faktor yang Mempe- The American Academy of Pediatrics. 2005.
ngaruhi Pemberian ASI oleh Ibu Melahir- Policy statement: Breastfeeding and the
kan. USU Digital Library, Medan use of human milk. Pediatrics 115(2),
496-506.
Suciarni E. 2004. Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Ibu terhadap ASI Eksklusif Sampai WHO. 1998. Evidence to The Ten Steps for
Usia 6 Bulan. Skripsi Sarjana Departemen Successful Breastfeeding. WHO, Geneva.

90

You might also like