Professional Documents
Culture Documents
11
Analisis Drug Related Problems (DRP’S) dalam Penggunaan
Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat Inap di Klinik Sari Medika
Ambarawa
Nova Hasani Furdiyanti, Nyla Amelia Maharani, Meilinda Saputri
ABSTRAK
11
merupakan obat yang paling banyak antibiotik yang tidak tepat (Sanjaya,
digunakan pada infeksi yang 2007).
disebabkan oleh bakteri. Maka dari Drug Related Problems
itu penggunaan antibiotik yang tepat (DRP) penggunaan antibiotik
dibutuhkan untuk mengatasi masalah merupakan masalah serius akibat
resistensi antibiotik. Resistensi ketidaktepatan pemakaian antibiotik
antibiotik adalah perubahan dalam klinik yang dapat memberikan
kemampuan bakteri hingga menjadi dampak negatif mempengaruhi
kebal terhadap antibiotik (WHO, tercapainya tujuan terapi (Depkes RI,
2012). 2005). Berdasarkan permasalahan
Peresepan antibiotik di mengenai ketidakrasionalan
Indonesia yang cukup tinggi dan penggunaan antibiotik, maka peneliti
kurang bijak akan meningkatkan tertarik untuk melakukan penelitian
kejadian resistensi. Hasil penelitian yang berjudul “Analisis DRP’s
“Antimicrobial Resistance in Dalam Penggunaan Antibiotik Pada
Indonesia, Prevalence and Pasien Anak Rawat Inap Di Klinik
Prevention (AMRIN Study)” Sari Medika Ambarawa” sehingga
membuktikan adanya masalah dapat meminimalisir pemberian
resistensi antimikroba, yakni antibiotik yang tidak rasional dalam
penggunaan antibiotik yang tidak peresepan obat selanjutnya.
bijaksana, serta pengendalian infeksi
yang belum dilaksanakan secara METODE PENELITIAN
benar. Penelitian tim AMRIN di dua Metode yang digunakan
rumah sakit pendidikan di Indonesia dalam penelitian ini adalah non
mendapatkan hanya 21% peresepan eksperimental menggunakan
antibiotik yang tergolong rasional, pendekatan retrospektif dan
dan menghasilkan juga rekomendasi dianalisis secara deskriptif, yaitu
berupa metode yang telah divalidasi penelitian yang dilakukan dengan
(validated method) untuk cara mengumpulkan data sekaligus
mengendalikan resistensi bakteri pada satu waktu dan menggunakan
secara efisien dan baku (Kemenkes data yang lalu (Notoatmodjo, 2012).
RI, 2011). Populasi dalam penelitian ini
Penelitian yang dilakukan adalah pasien anak rawat inap yang
oleh Ismayati pada tahun 2010 di menggunakan antibiotik di Klinik
salah satu rumah sakit besar di Jawa Sari Medika Ambarawa periode
Tengah menunjukkan bahwa Januari-Mei 2016 yang memenuhi
penggunaan antibiotik secara tidak kriteria inklusi dan eksklusi yaitu
bijak mencapai 80%. Pada kasus sebanyak 61 anak.
yang terjadi di Kabupaten Semarang Teknik analisa data penelitian
menunjukkan bahwa angka kejadian dengan menggunakan “teknik
resisten terhadap antibiotik lini analisis kuantitatif yang mengolah
pertama (penyakit infeksi ringan) data berbentuk angka”
bisa mencapai 90% dan lini kedua (Notoatmodjo, 2012). Data hasil
(infeksi sedang) mendekati 50%. Hal penelitian yang diperoleh dicatat dan
ini dapat terjadi karena penggunaan dikelompokkan. Kemudian dianalisis
dengan metode deskriptif non
11
analitik menggunakan rumus Keterangan :
persentase sebagai berikut : P = Persentase
F = Frekuensi (jumlah)
F N = Responden (total jumlah)
P= × 100% 100% = Pengali tetap
N
11
penyakit sistemik akut akibat infeksi jumlah 24 antibiotik (38,71%).
Salmonella typhi (Eddy, 2002). Cefixime menjadi pilihan utama
Hasil penelitian menunjukkan pengobatan penyakit infeksi yang
bahwa golongan antibiotik yang banyak digunakan di Klinik Sari
paling banyak digunakan adalah Medika Ambarawa karena Cefixime
golongan Sefalosporin generasi dianggap sebagai antibiotik yang
ketiga, yaitu sebanyak 46 antibiotik poten dan efektif untuk pengobatan
(74,20%). Antibiotik golongan penyakit infeksi. Sifat yang
Sefalosporin generasi ketiga lebih menguntungkan dari obat ini adalah
banyak digunakan karena antibiotik secara selektif dapat merusak
ini memiliki spektrum yang lebih struktur bakteri dan tidak
luas pada bakteri gram negatif dan mengganggu sel tubuh manusia,
gram positif, serta dapat menembus mempunyai spektrum luas, penetrasi
sawar darah otak (Katzung, 2007). jaringan cukup baik, dan resistensi
Jenis antibiotik yang paling banyak bakteri masih terbatas (Istiantoro,
digunakan adalah Cefixime dengan 2007).
Persentase
Golongan Jenis Cara Persentase
Frekuensi Golongan
Antibiotik Antibiotik Pemberian Jenis (%)
(%)
Penisilin spektrum Oral 8
Amoxicillin 13,11 13,11
luas Injeksi -
Sefalosporin Oral 1
Cefadroxil 1,64 1,64
generasi I Injeksi -
Oral -
Ceftriaxone 9,84
Injeksi 6
Sefalosporin Oral 24
Cefixime 39,34 73,77
generasi III Injeksi -
Oral -
Cefotaxime 24,59
Injeksi 15
Oral 4
Makrolida Azithromycin 6,56 6,56
Injeksi -
Sulfamethoxazole Oral 3
Cotrimoxazole 4,92 4,92
dan Trimetoprim Injeksi -
Total 61 100 100
11
sirkulasi sistemik tanpa adanya injeksi dapat memberikan manfaat
absorpsi sehingga lebih cepat untuk yang besar bagi pasien dalam terapi
mencapai kadar terapetik. Jadi pengobatan dengan memperhatikan
dengan cara pemberian oral maupun segi keamanannya.
Tepat Indikasi
Tabel 3. Persentase Ketepatan Indikasi Berdasarkan WHO
Tahun 2011, WGO Tahun 2012 dan Pharmaceutical Care Tahun
2005
Tepat Tidak Tepat
Jenis Antibiotik Persentase (%) Persentase (%)
Indikasi Indikasi
Amoxicillin 8 13,11 - -
Cefadroxil - - 1 1,64
Ceftriaxone 6 9,84 - -
Cefixime 24 39,34 - -
Cefotaxime 11 18,03 4 6,56
Azithromycin 4 6,56 -
Cotrimoxazole 1 1,64 2 3,28
Total 54 88,52 7 11,48
Hasil penelitian menunjukkan antibiotik Cotrimoxazole adalah
bahwa pemberian antibiotik di Klinik alternatif kedua untuk penyakit
Sari Medika yang tepat indikasi Kolera. Namun pada 2 pasien
adalah sebanyak 54 pasien (88,52%), tersebut tidak ditemukan adanya
sedangkan yang tidak tepat indikasi gejala penyakit Kolera seperti
hanya sebanyak 7 pasien (11,48%). muntah, dehidrasi berat, feses
Pada penyakit Demam Tifoid berwarna putih keruh dan
terdapat 1 pasien yang diterapi mengeluarkan gumpalan-gumpalan
antibiotik tidak sesuai dengan putih. Maka dari itu pemberian
indikasinya, yaitu diberikan antibiotik Cotrimoxazole dikatakan
Cefadroxil. Menurut WHO (2011), tidak tepat indikasi jika diberikan
antibiotik Cefadroxil tidak termasuk pada pasien tanpa adanya gejala
dalam jenis antibiotik yang dapat penyakit Kolera (WGO, 2012).
digunakan dalam kasus Demam Pada 4 pasien anak yang
Tifoid, karena antibiotik jenis ini didiagnosis GEA dengan gejala diare
hanya aktif untuk menghambat berdarah diberikan antibiotik
bakteri Streptococcus Pneumoniae, Cefotaxime. Dapat dikatakan tidak
Streptococcus Aureus dan tepat indikasi karena apabila anak
Escherichia Coli, namun tidak aktif mengalami diare akut berdarah
menghambat bakteri Salmonella berarti dicurigai terinfeksi bakteri
Thypii. Shigella, maka diperlukan antibiotik
Pada penyakit GEA diperoleh yang efektif terhadap kemungkinan
6 pasien yang diberikan antibiotik terjadinya shigellosis (WHO, 2009).
tidak tepat indikasi, yaitu 2 pasien Namun Cefotaxime merupakan
diberikan antibiotik Cotrimoxazole. antibiotik Sefalosporin generasi
Menurut World Gastroenterology ketiga yang memiliki aktivitas luas
Organisation (WGO) tahun 2012, terhadap bakteri gram positif dan
11
gram negatif yang pada umumnya resistensi atau kebalnya bakteri
kurang aktif terhadap Shigella terhadap antibiotik, akibatnya
(Depkes, 2011). pengobatan pada penyakit infeksi
Pemberian antibiotik yang akan menjadi lebih lama dan sulit
tidak sesuai indikasi dikatakan tidak dilakukan.
rasional karena dapat menyebabkan
Tepat Dosis
Tabel 4. Persentase Ketepatan Dosis Berdasarkan DIH Tahun
2015
Persentase Persentase
Golongan Jenis
Keterangan Frekuensi Underdose Tepat
antibiotik Antibiotik
(%) Dosis (%)
Penisilin Underdose 0
Amoxicillin 0 13,11
spektrum luas Tepat dosis 8
Sefalosporin Underdose 0
Cefadroxil 0 1,64
generasi I Tepat dosis 1
Underdose 2
Ceftriaxone 3,28 6,56
Tepat dosis 4
Sefalosporin Underdose 5
Cefixime 8,20 31,15
generasi III Tepat dosis 19
Underdose 7
Cefotaxime 11,48 13,11
Tepat dosis 8
Makrolida Underdose 1
Azithromycin 1,64 4,92
Tepat dosis 3
Sulfamethoxazole Underdose 1
dan Trimetoprim Cotrimoxazole 1,64 3,28
Tepat dosis 2
Total 61 26,24 73,76
Hasil penelitian menunjukkan badan setiap anak dikali dengan
bahwa sebesar 73,76% pemberian dosis yang ditentukan dalam Drug
antibiotik pada pasien anak penderita Information Handbook (DIH) tahun
infeksi sudah tepat. Namun dari 61 2015. Dosis untuk Cefotaxime
data rekam medik pasien, diperoleh sebagai pengobatan Demam Tifoid
sebanyak 26,24% yang pemberian anak yaitu 150-200 mg/kg/hari
antibiotiknya tidak tepat dosis. terbagi dalam 3-4 dosis, dosis
Ketidaktepatan dosis tersebut Cefixime sebagai pengobatan
dikarenakan dosis yang terlalu Demam Tifoid anak yaitu 15-20
rendah (underdose), yakni pada mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis,
penggunaan Cefotaxime (11,48%), dosis Ceftriaxone sebagai
Cefixime (8,20%), Ceftriaxone pengobatan Demam Tifoid yaitu 75-
(3,28%), Azithromycin (1,64%), dan 80 mg/kg/hari, serta sebagai
Cotrimoxazole (1,64%). pengobatan GEA yaitu 50-100
Dosis antibiotik tersebut mg/kg/hari. Sedangkan
sesuai dosis lazim tiap obat. Azithromycin sebagai pengobatan
Perhitungan dosis berdasarkan berat ISPA pada anak yaitu 30 mg/kg
11
(Lacy, et al, 2015). Dan untuk dapat mempengaruhi efektivitas
Cotrimoxazole sebagai pengobatan terapi yang ingin dicapai.
GEA pada anak yaitu 40 mg Penggunaan antibiotik dengan dosis
SMX/kg/hari dan 8 mg TMP/kg/hari yang terlalu rendah atau tidak tepat
terbagi dalam 2 dosis. juga berpotensi mengakibatkan
Dosis obat yang terlalu timbulnya resistensi antibiotik
rendah (underdose) secara langsung (Roespandi, et al, 2009).
Tepat Frekuensi Pemberian
Interaksi Obat
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Ada Tidaknya Interaksi Obat
11
Tabel 7. Kerasionalan Penggunaan Antibiotik
Kerasionalan Frekuensi Persentase %
Rasional 39 63,93
Tidak rasional 22 36,07
Total 61 100,00
Hasil penelitian menunjukkan penyakit demam tifoid
bahwa penggunaan antibiotik pada (68,85%).
pasien anak rawat inap penderita 2. Berdasarkan golongan
infeksi di Klinik Sari Medika antibitotik, yang paling banyak
Ambarawa bulan Januari-Mei 2016 digunakan adalah golongan
yang rasional sebanyak 39 pasien Sefalosporin generasi ketiga
(63,93%). Dapat dikatakan rasional (73,77%) dengan jenis Sefiksim
karena antibiotik yang diberikan (39,34%). Sedangkan cara atau
sudah tepat berdasarkan parameter rute pemberian yang paling
penelitian, yaitu tepat indikasi, tepat banyak digunakan adalah oral
dosis, dan frekuensi. Namun dari 61 (65,57%).
data rekam medik pasien, dapat 3. Pemberian antibiotik yang tepat
dilihat bahwa sebanyak 22 pasien indikasi sebanyak 54 pasien
(36,07%) pemberian antibiotiknya (88,52%). Sedangkan yang
belum rasional. Penyebab diberikan antibiotik tepat dosis
ketidakrasionalan pemberian sebanyak 45 pasien (73,76%),
antibiotik pada penelitian ini adalah frekuensi pemberian yang tepat
karena pasien diberikan antibiotik sebanyak 61 pasien (100%), dan
tidak tepat indikasi dan tidak tepat ketepatan berdasarkan interaksi
dosis. Dianggap tidak rasional karena obat sebesar 100%.
pada 22 pasien tersebut terdapat satu 4. Berdasarkan hasil penelitian
atau lebih parameter yang tidak tepat yang telah dilakukan dapat
berdasarkan pedoman acuan. disimpulkan bahwa pada 61
Penggunaan antibiotik yang pasien anak penderita infeksi
tidak rasional dapat menyebabkan didapatkan 39 pasien (63,93%)
menyebarnya mikroorganisme yang pemberian atau
resisten. Resistensi mikroorganisme penggunaan antibiotiknya sudah
terhadap antibiotik inilah yang rasional berdasarkan parameter
menyebabkan penyakit infeksi tepat indikasi, tepat dosis, dan
menjadi sulit untuk diobati dan dapat potensi interaksi obat.
membahayakan nyawa pasien yang Sedangkan sebanyak 22 pasien
terinfeksi. (36,07%) penggunaan
antibiotiknya tidak rasional
berdasarkan parameter tepat
KESIMPULAN indikasi dan tepat dosis.
1. Kasus penyakit infeksi anak
yang terbanyak adalah jenis DAFTAR PUSTAKA
kelamin laki-laki (59,02%),
rentang umur yaitu 10-14 tahun 1. Depkes RI. 2005.
(45,90%), dengan diagnosis Pharmaceutical Care Untuk
11
Penyakit Infeksi Saluran Surabaya: Airlangga University
Pernapasan. Departemen Press. 121
Kesehatan RI. Jakarta 11. Notoatmodjo, S. 2012.
2. Depkes RI. 2011. Buku Saku Metodologi Penelitian
Lintas Diare. Departemen Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Kesehatan RI. Jakarta 12. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar
3. Eddy, S. S, 2002. Seri Penyakit Fundamental Keperawatan
Tropik Infeksi; Perkembangan Konsep, Proses, dan Praktik.
Terkini Dalam Pengelolaan Edisi 4 volume 1. EGC. Jakarta
Beberapa Penyakit TropikInfeksi. 13. Refdanita, et al., 2004. Pola
Penerbit Airlangga University Kepekaan Kuman Terhadap
Press. Antibiotika Di Ruang Rawat
4. Istiantoro,Y. H, Gan. V.G.H. Intensif Rumah Sakit Fatmawati
2007. Penisilin, sefalosporin, dan Jakarta Tahun 2001 – 2002:
antibiotik betalaktam lainnya Makara, Kesehatan. 8(02): 41-48
dalam farmakologi dan terapi. 14. Roespandi H, et al. 2009.
Edisi kelima. Editor Sulistia G. Pelayanan Kesehatan Anak di
Ganiswara. Jakarta. Rumah Sakit. Jakarta: WHO
5. Katzung, B.G. 2007. Basic & Indonesia: 68.
Clinical Pharmacology, Tenth 15. Sanjaya, N. 2007. Bahaya
Edition.United States: Lange Antibiotik.
Medical Publications. http://fk.umy.ac.id/mod/forum/di
6. Kemenkes RI. 2011. Pedoman scuss.pdf. [Maret 2016]
Umum Penggunaan Antibiotik. 16. World Gastroenterology
Kementerian Kesehatan RI. Organisation. 2012. Acute
Jakarta Diarrhea in Adults and Children:
7. Kemenkes RI. 2012. Survei a global perspective. [9 April
Demografi dan Kesehatan 2016]
Indonesia. Kementerian 17. World Health Organization.
Kesehatan RI. Jakarta 2009. Diarrhoea. Available
8. Lacy, F.,C., et al. 2015. Drug from:
Information Handbook, 24th http://www.who.int/mediacentre/
Edition. Lexi-comp. USA fs330/en/index.html. [ 15 Juni
9. Musnelina, et al. 2004. Analisis 2016 ]
Efektivitas Biaya Pengobatan 18. World Health Organization.
Demam Tifoid Anak 2011. Guidelines for the
Menggunakan Kloramfenikol dan Management of Typhoid Fever.
Seftriakson di Rumah Sakit [12 April 2016]
Fatmawati Jakarta Tahun 2001- 19. World Health Organization.
2002, Makara Kesehatan, 8 (2): 2012. Antimicrobial Resistance.
59-64. World Health Organization
10. Nasronuddin, et al., 2007. Media Centre. Available From
Penyakit infeksi di indonesia. http://www.who.int/mediacentre/
factsheets. [28 April 2016]
11