You are on page 1of 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana tubuh tidak memiliki

cadangan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi sel darah

merah atau pengurangan sel darah merah karena kurangnya zat besi (Harper

et al, 2016). Defisiensi zat besi dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan

zat besi, penurunan asupan zat besi, penurunan absorbsi zat besi, dan

perdarahan (Silbenargl, 2013).

World Health Organization (WHO) pada tahun 2011, menjelaskan

bahwa prevalensi anemia di seluruh dunia sekitar 29,4% - 42% dan 50%

kasus anemia disebabkan oleh defisiensi besi (WHO, 2011). Pelaporan Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menjelaskan bahwa angka

kejadian anemia pada umur > 1 tahun di Indonesia adalah 27,1 %.

Berdasarkan golongan umur didapatkan bahwa anemia pada balita cukup

tinggi yaitu 28,1 % dan menurun pada usia sekolah, remaja dan dewasa serta

akan meningkat kembali pada usia yang lebih tinggi. Anemia pada jenis

kelamin perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki sebesar 23,9

% dan 18,4 % (Riskesdas, 2013).

Dampak dari anemia defisiensi besi antara lain terjadinya gangguan

pertumbuhan jika terjadi pada anak-anak, berkurangnya konsentrasi sehingga

mengakibatkan prestasi sekolah menurun, menurunnya kemampuan dan

produktivitas kerja, pada wanita hamil dapat meningkatkan resiko perinatal

1
2

ibu dan neonatus, serta meningkatkan mortalitas janin (Parmar et al, 2016).

Anemia defisiensi besi dapat dicegah dengan meningkatkan konsumsi

makanan yang mengandung tinggi zat besi dan zat yang dapat meningkatkan

penyerapan zat besi dalam tubuh seperti vitamin A dan C (WHO, 2009).

Anemia defisiensi besi dapat dicegah dengan cara mengkonsumsi

suplemen penambah zat besi salah satunya adalah sulfas ferosus (SF).

Penggunaan SF dapat menimbulkan efek samping pada saluran

gastrointestinal pada sebagian orang, seperti rasa tidak nyaman di ulu hati,

mual, muntah dan diare serta pada sebagian wanita menimbulkan efek

samping konstipasi. Berdasarkan uraian tersebut, maka tanaman herbal dapat

digunakan sebagai pengobatan alternatif anemia defisiensi besi (Sirait, 2015).

Pada penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa aktifitas ekstrak

daun kelor (Moringa oleifera lam.) memiliki kandungan zat besi yang cukup

tinggi yang dapat berefek sebagai antianemia defisiensi besi, ditandai dengan

peningkatan presentase hematokrit pada tikus yang diinduksi anilin (Mun’im

et al, 2017). Penelitian lain menjelaskan bahwa ekstrak etanol daun kelor

(Moringa oleifera lam.) dapat meningkatkan kadar hemoglobin, sel darah

merah, hematokrit, dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration

(MCHC) (Osman et al, 2012).

Daun kelor atau Moringa oleifera lam. (sinonim: Moringa

pterygosperma Gaertner) mengandung zat besi sebanyak 28,2 mg/100 gram

daun kering, 25 kali lebih banyak dibanding bayam, 3 kali lebih banyak dari

kacang almond dan 1,77 kali lebih banyak yang diserap ke dalam darah.

Disamping itu, kandungan vitamin C didalam daun kelor (Moringa oleifera


3

lam.) dapat membantu penyerapan zat besi diusus. Kandungan vitamin C

dalam daun kelor (Moringa oleifera lam.) sebanyak 220 mg/100 gram daun

segar, 7 kali lebih banyak dari jeruk dan 10 kali lebih banyak dari anggur.

Daun kelor (Moringa oleifera lam.) mengandung vitamin A 10 kali lebih

banyak dibanding wortel yang dapat membantu kesehatan tulang. (Krisnadi,

2015).

Berdasarkan hasil kajian dan kandungan yang terdapat pada daun kelor,

maka peneliti ingin membuktikan pengaruh pemberian ekstrak daun kelor

(Moringa oleifera lam.) terhadap hematokrit pada tikus putih (Rattus

Novergicus Strain Wistar) yang diberi diet rendah zat besi (Fe).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera

lam.) terhadap kadar hematokrit pada tikus putih (Rattus Novergicus Strain

Wistar) yang diberi diet rendah zat besi (Fe)?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera lam.)

terhadap kadar hematokrit pada tikus putih (Rattus Novergicus Strain

Wistar) yang diberi diet rendah zat besi (Fe).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui dosis efektif ekstrak daun kelor (Moringa oleifera

lam.) pada setiap kelompok perlakuan dalam meningkatkan kadar

hematokrit.
4

2. Mengetahui besarnya hubungan antara pemberian dosis ekstrak

daun kelor (Moringa oleifera lam.) terhadap peningkatan kadar

hematokrit dari setiap perlakuan yang diberi diet rendah zat besi

(Fe).

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Akademis

Dapat digunakan sebagai referensi maupun acuan dalam

pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai ekstrak daun kelor

(Moringa oleifera lam.) untuk meningkatkan kadar hematokrit pada

anemia defisiensi besi.

1.4.2 Klinis

a. Mengetahui manfaat ekstrak daun kelor dalam meningkatkan

kadar hematokrit.

b. Sebagai bukti ilmiah yang menjelaskan mengenai pengaruh

ekstrak daun kelor dalam meningkatkan kadar hematokrit pada

anemia defisiensi besi.

1.4.3 Masyarakat

Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan ilmu

pengetahuan masyarakan tentang pengaruh pemberian ekstrak daun

kelor (Moringa oleifera lam.) terhadap peningkatan kadar hematokrit

pada anemia defisiensi besi.

You might also like