You are on page 1of 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
1. Persalinan
A. Pengertian
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal dalam kehidupan.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37- 42 minggu), lahir dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin,
2008, p.100). Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
ke jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui
jalan lahir (Sumarah, 2008).
Partus biasa (normal) disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada LBK
(letak belakang kepala) dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak
melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Purwaningsih,
2010). Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2005).
Faktor penyebab yang menimbulkan persalinan menurut (Purwaningsih, 2010) antara
lain :
a. Teori penurunan hormon 1-2 minggu sebelum partus mulai mengalami penurunan
kadar hormon ekstrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang
otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga
timbul his bila kadar progesteron turun.
b. Teori plasenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar ekstrogen dan
progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan
menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori distensi rahim; rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan
iskemia otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero plasenter.
d. Teori iritasi mekanik; di belakang serviks terletak ganglion sevikale (fleksus
frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin,
akan timbul kontraksi uterus.
Indikasi partus (induction of labour) partus dapat pula ditimbulkan dengan gejala :
1) Gangguan laminaria–beberapa laminaria dimasukkan dalam kanalis servikalis
dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser.
2) Amniotomiu : pemecahan ketuban.
3) Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan perinfuse.

B. Tanda-Tanda Inpartu
Menurut (Purwaningsih, 2010), tanda-tanda inpartu,antara lain :
a. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
b. Keluar ledir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil
pada servik.
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pemerikasaan dalam : servik mendatar dan pembukaan telah ada.

C. Tahapan persalinan
Menurut (Sumarah, 2008) tahapan persalinan dibagi menjadi :
a. Persalinan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0 (nol)
sampai pembukaan lengkap (10cm). Proses ini berlangsung kurang lebih 18-24 jam,
yang terbagi menjadi 2 fase: 1) Fase laten (8 jam) : pembukaan 0 cm sampai
pembukaan 3 cm. 2) Fase aktif (7 jam) : pembukaan serviks 3 cm sampai pembukaan
10 cm. Fase aktif di bagi menjadi 3 fase yaitu: a) Fase akselerasi : pembukaan 3 cm
menjadi 4 cm,berlangsung 2 jam. b) Fase dilatasi maksimal : pembukaan
berlangsung sangat cepat dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm, berlangsung 2 jam. c)
Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat 9 cm menjadi 10 cm, berlangsung 2
jam. Berdasarkan kurve Friedman, ditemukan perbedaan antara primigravida dan
multigravida, yaitu : 1. Primi : pembukaan 1 cm / jam dan Mekanisme membukanya
serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada primi yang pertama OUI
(ostium Uteri Internum) akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis. Baru kemudian OUE (Ostium Uteri Eksternum) membuka.
2. Multi : pembukaan 2 cm / jam, pada fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi
lebih pandek. Pada multigravida OUI sudah sedikit terbuka. OUI dan OUE serta
penipisan dan pendataran servik terjadi dalam saat yang sama.
b. Kala II (pengeluaran) Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.
Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida
(Siswosudarmo, 2008). Kala II pada primi 2 jam dan pada multi 1 jam (Saifuddin,
2008).
c. Kala III (Pelepasan Uri) Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta,
yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Pengeluaran plasenta disertai
pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
d. Kala IV (Observasi) Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post
partum. 11 Tujuannya asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadahi
selama persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu
dan sayang bayi. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah : a) Tingkat
kesadaran penderita. b) Pemeriksaan TTV : tekanan darah, nadi dan pernapasan. c)
Kontraksi uterus. d) Terjadinya perdarahan (normal jika perdarahnnya tidak
melebihi 400-500 cc).
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan
a. Passage (jalan lahir)
Jalan lahir merupakan komponen yang sangat penting dalam proses persalinan yang
terdiri dari jalan lahir tulang dan jalan lahir lunak. Proses persalinan merupakan proses
mekanisme yang melibatkan 3 faktor , yaitu jalan lahir, kekuatan yang mendorong dan
akhirnya janin yang di dorong dalam satu mekanisme terpadu. Jalan lunak pada keadaan
tertentu tidak akan membahayakan janin dan sangat menentukan proses persalinan
(Manuaba, 1998).
Berdasarkan pada ciri-ciri bentuk PAP (Yanti, 2010) ada 4 bentuk dasar panggul, yaitu
1) Ginekoid : paling ideal,bulat 45% 2) Android : panggul pria,segitiga 15% 12 3)
Anthropoid : agak lonjong seperti telur 35% (1)Ukuran panggul Ukuran panggul penting
diketahui terutama pada kehamilan pertama, sehingga ramalan terhadap jalannya persalinan
dapat ditentukan (Manuaba, 1998). Ukuran-ukuran panggul (Sumarah, 2008), yaitu
(a) Ukuran-ukuran luar panggul 1. Distansia spinarum : jarak antara kedua spina iliaka
anterior superior (24-26 cm). 2. Distansia cristarum : jarak antara kedua crista iliaka
sinistra dekstra (28-30 cm). 3. Konjugata eksterna (distansia boudeloque) : diameter
antara lumbal ke-5 dengan tepi atas simfisis pubis (18-20 cm). 4. Lingkar panggul :
jarak antara tepi atas symfisis pubis ke pertengahan antara trockhater dan spinailika
anterior superior kemudian ke lumbal ke-5 kembali ke sisi sebelahnya sampai
kembali ke tepi atas simfisis pubis (80-90 cm).
(b) Ukuran-ukuran dalam panggul 1. PAP (Pintu Atas Panggul) Adalah suatu bidang
yang dibentuk oleh promontorium, line inominata dan pinggir atas simfisis pubis.
a. Konjugata vera : dengan periksa dalam diperoleh konjugata diagonalis yaitu jarak
dari tepi bawah simfisis pubis ke promontorium (12,5 cm) dikurangi 1,5-2 cm.
b. Konjugata transversa : jarak terlebar antara kedua linea inominata (12-13 cm). c.
Konjugata oblique (miring) : jarak antara artikolasiosakro iliaka dengan tuberkulum
pubicum sisi yang bersebelah 12 cm. d. Konjugata obstetrica : jarak bagian tengah
simfisis ke promontorium.
(c) Ruang tengah panggul : a. Bidang luas panggul : bidang yang mempunyai ukuran
paling besar, sehingga tidak menimbulkan masalah dalam mekanisme turunnya
kepala (12,75 cm), diameter transversa 12,5 cm. b. Bidang sempit panggul : bidang
yang berukuran kecil, terbentang dari tepi bawah simfisis, spina ischiadika kanan
kiri dan 1-2 cm dari ujung bawah sacrum. Diameter antero posterior 11,5 cm,
diameter transversa 10 cm. PBP (Pintu Bawah Panggul) a. Terbentuk dari dua
segitiga dengan alas yang sama, yaitu diameter tuber aischiadikum. Ujung segitiga
a. belakang pada ujung os sacrum, sedangkan ujung segitiga depan arkus pubis. b.
Diameter antero-posterior : ukuran dari tepi bawah simfisis ke ujung sacrum 11,5
cm. c. Diameter transversa : jarak antara tuber ischiadikum kanan dan kiri 10,5 cm.
d. Diameter sagitalis posterior : ukuran dari ujung sacrum ke pertengahan ukuran
transversa 7,5 cm. e. Inklinatio pelvis (kemiringan panggul) adalah sudut yang
terbentuk antara bidang semu PAP (Pintu Atas Panggul) dengan garis lurus tanah
sebesar 55-600 .
Jenis panggul Pada panggul ukuran normal apapun jenis pokoknya, kelahiran pervaginam
janin dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesulitan dalam kelahiran. Karena
pengaruh gizi, lingkungan atau hal – hal lain, ukuran – ukuran panggul dapat menjadi lebih
kecil dari pada standart normal sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan pervaginam.
Panggul yang sempit membuat kala II menjadi lama karena di perlukan waktu untuk turunnya
kepala dan untuk moulage. Terutama kelainan pada panggul android dengan pintu atas panggul
yang berbentuk segitiga berhubungan dengan penyempitan di depan dengan spina iskiadika
menonjol kedalam dan dengan arkus pubis menyempit. Salah satu jenis panggul ini
menimbulkan distosia yang sukar diatasi (Wiknjosastro, 2008).
Kesempitan panggul menurut (Wirakusumah, dkk, 2005) dibagi menjadi : (a) Kesempitan
pintu atas panggul (konjugata vera ≤ 10 cm / diameter transversa < 12 cm). (b) Kesempitan
bidang tengah panggul (jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 cm,
diameter antara spina < 9cm). (c) Kesempitan pintu bawah panggul (jarak antara os ischii ≤ 8
cm, arkus pubis dengan sendirinya akan meruncing) (d) Kombinasi kesempitan pintu atas
panggul, bidang tengah panggul, dan pintu bawah panggul. Pengaruh pada persalinan adalah
persalinan menjadi lebih lama dari biasa, menyebabkan kelainan presentasi atau posisi janin,
dapat terjadi rupture uteri sedangkan pengaru pada anak adalah kematian maternal meningkat
pada pertus lama atau kala II yang lebih dari 1 jam. Persangkaan panggul sempit
(Wirakusumah, dkk, 2005) diantaranya : (a) Pada primipara kepala anak belum turun setelah
minggu ke-36. (b) Pada primipara ada perut menggantung. (c) Pada multipara persalinan yang
dulu-dulu sulit. (d) Ada kelainan letak pada hamil tua. (e) Terdapat kelainan bentuk badan ibu
(cebol, skoliosis, pincang, dan lain-lain).
CPD (Disproporsi sefalopelvik) Artinya bahwa janin tidak dapat dilahirkan secara normal
pevaginam, CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Pada proses persalinan
menyebabkan partus macet (Saifuddin, 2006). Cephalopelvic disproportion adalah adanya
partus macet yang disebabkan oleh ketidak sesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul
ibu sehingga persalinan pervaginam tidak bisa berlangsung. Saat ini sudah jarang, sebagian
besar disproporsi berasal dari malposisi kepala janin dalam panggul atau gangguan kontraksi
uterus ( Hidayat, 2009). Kelainan jalan lahir lunak Jalan lahir lunak dapat menghalangi
lancarnya persalinan. Tidak jarang distosia disebabkan adanya kelainan dari jaringan lunak
urogenital. Keadaan yang sering dijumpai adalah distosia yang disebabkan oleh tumor ovarium
yang mengisi jalan lahir. (Mochtar, 1998).
Perut gantung Perut gantung dijumpai pada multipara atau grandemultipara karena
melemahnya dinding perut. Uterus membengkok ke depan sedemikian rupa, sehingga letak
fundus uteri dapat lebih rendah dari pada simfisis. Makin tua kehamilan, uterus makin
bertambah ke depan sehingga fundus uteri lebih rendah dari simfisis. Akibatnya terjadi
kesalahan letak janin, kepala janin tidak masuk ke ruang panggul sehingga pada proses
perssalinan pada kala I maupun kala II akan terganggu (Wiknjosastro, 2007).

b. Passanger (janin)
Janin besar Dikatakan bayi besar adalah bayi memiliki berat badan melebihi 10 pound
(4,536 gram) pada saat lahir, karena ukuran yang besar sangat menyulitkan kelahiran. Implikasi
makrosomia bagi ibu melibatkan distensi uterus, yang menyebabkan peregangan yang
berlebihan pada serat-serat uterus, menyebabkan disfungsional persalinan, kemungkinan
rupture uterus, dan peningkatan insiden perdarahan post partum. Persalinan dapat menjadi lebih
lama dan tindakan operasi pada saat melahirkan menjadi lebih memungkinkan (Hamilton,
1995).
Pada janin besar, faktor keturunan memegang peranan sangat penting, dijumpai pada wanita
hamil dengan diabetes militus, pada postmaturitas dan 18 pada grandemultipara. Kesukaran
yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau kepala yang lebih keras
tadak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga
panggul (Wiknjosastro, 2007). Pada makrosomia (berat badan janin lahir ≥ 4500gr)
menyebabkan distosia bahu di mana terjadi kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul
disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga
penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan
lahir (Saifuddin, 2006) .
Berat Badan Janin Normal Berat badan janin dapat mempengaruhi proses persalinan kala
II. Berat neonatus pada umumnya < 4000 gram dan jarang mebihi 5000 gram (Wiknjosastro,
2007). Kriteria janin cukup bulan yang lama kandungannya 40 pekan mempunyai panjang 48-
50 cm dan berat badan 2750-3000 gram. (Saifuddin, 2008). Pada persalinan cukup bulan
(aterm) dengan lama kehamilan 37-42 memiliki berat anak > 2500 gram (Wirakusumah,dkk,
2005). Bayi normal yaitu bayi yang mempunyai berat badan 2500-4000 gram, bayi berat lahir
cukup dengan berat lahir > 2500 gram (Emi, 2008).
Pada janin yang mempunyai berat lebih dari 4000 gram memiliki kesukaran yang
ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Bagian
paling keras dan besar dari janin adalah kepala,sehingga besarnya kepala janin mempengaruhi
berat badan janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala digunakan Berat Badan (BB) janin
(Mochtar, 1998). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa berat badan janin normal
adalah 2500-4000 gram.

Rumus Johnson- Toshack


Berdasarkan atas ukuran Mac, Donald yaitu jarak antara simfisis pubis dan batas antara
fundus uteri melalui konveksitas abdomen: BBJ = (MD-12)× 155 gram BBJ = Berat Badan
Janin (gram) MD = Ukuran Mac Donald (cm) Kepala belum Hodge III = (MD-13) Kepala di
Hodge III = (MD-12) Kepala lewat Hodge III = (MD-1) 3) Kelainan letak, presentasi atau
posisi.
a) Presentasi dahi Keadaan dimana kedudukan kepala berada di antara fleksi maksimal dan
defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada dasarnya merupakan
kedudukan yang bersifat sementara, dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi
muka atau presentasi belakang kepala. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba sutura
frontalis, yang bila diikuti pada ujung yang satu diraba ubun-ubun besar dan pada ujung lain
teraba pangkal hidung dan lingkaran orbita. Pada presentasi dahi ini mul dan dagu tidak
dapat diraba. Pada proses persalinan membutuhkan waktu lama dan hanya 15% berlangsung
spontan (Wiknjosastro, 2007).
b) Presentasi muka
Presentasi muka adalah keadaan di mana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal,
sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah menghadap
ke bawah, dikatakan presentasi muka sekunder bila baru terjadi pada waktu persalinan. Pada
pemeriksaan dalam bila muka sudah masuk ke dalam rongga panggul, jari pemeriksa dapat
meraba dagu, mulut, hidung dan pinggir orbita. Presentasi ini dapat ditemukan pada panggul
sempit atau pada janin besar, multiparitas dan perut gantung. Kesulitan kelahiran pada
presentasi muka dengan posisi mento posterior ini disebabkan karena kepala sudah berada
dalam defleksi maksimal dan tidak mungkin menambah defleksinya lagi, sehingga kepala
dan bahu terjepit dalam panggul dan persalinan tidak akan maju. Kesulitan persalinan dapat
terjadi karena adanya kesempitan panggul dan janin yang besar yang menyebabkan
presentasi muka.
c) Posisi oksiput posterior peristens Adalah keadaan dimana ubun-ubun kecil tidak berputar
ke depan, sehingga tetap di belakang. Penyebabnya ialah usaha penyesuaian kepala terhadap
bentuk dan ukuran panggul. Contohnya otot-otot dasar panggul yang sudah lembek pada
multipara sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan
atau pada panggul android yang diameter anteroposterior panggul lebih panjang dari
diameter transversa atau segmen depan menyempit seperti pada panggul android maka
ubun-ubun kecil akan mengalami kesulitan memutar ke depan (Wiknjosastro, 2007).

c. Power
His (kontraksi uterus) His adalah kontraksi uterus (uterine contraction) selama atau pada
saat persalinan. His yang sempurna mempunyai kekuatan paling tinggi di fundus uteri pada
kala II his menjadi lebih efektif, terkoordinasi, simetris dengan fundal dominan, kuat dan lebih
lama 60-90 detik (Mochtar, 1998). Pada akhir kala I atau kala II, jumlah kontraksi adalah 3-4
kali tiap 10 menit (2-3 menit sekali) dengan intensitas 50-60 mmHg (Siswosudarmo, 2008).
Sifat-sifat his yang baik adalah : a) Teratur. b) Makin lama makin sering, intensitas makin kuat,
durasi makin lama. c) Ada dominansi fundus. d) Menghasilkan pembukaan dan atau penurunan
kepala. His yang tidak normal dalam kekuatan dan sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan
lahir saat persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan.
Menurut (Wiknjosastro, 2007) secara teoritis kelainan his dibagi menjadi : (1) Inersia uteri
primer Adalah kontraksi uterus lebih lama, singkat dan jarang dari pada biasa. Keadaan
penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya
tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung
terlalu lama, hal ini meningkatkan morbiditas dan mortalitas janin. Inersia uteri sekunder
Adalah timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu lama. Ditemukan pada wanita yang
tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan. Inersia uteri menyebabkan persalinan akan
berlngsung lama dengan akibatakibatnya pada ibu dan janin (Mochtar, 1998). (2) Incoordinate
uterine action adalah his berubah, tonus otot uterus meningkat di luar his dan kontraksinya
tidak berlangsung seperti biasa karena tidak adanya sinkronasi antara kontraksi bagian-
bagiannya.
Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his
tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Kadang-kadang persalinan lama dengan ketuban
yang sudah lama pecah, menyebabkan penyempitan kavum uteri yaitu pada lingkaran
kontraksi. Dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam pembukaan yang sudah lengkap.
Menyebabkan persalinan tidak maju karena distosia servikalis. Pada primigravida kala I.
menjadi lebih lama, menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan
persalinan tidak maju. Umur Ibu Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian
maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Kematain maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2007). Di
bawah 16 tahun atau diatas 35 tahun mempredisposisi wanita terhadap sejumlah komplikasi.
Usia dibawah 16 tahun insiden preeklampsia sedangkan usia diatas 35 tahun meningkatkan
insiden hipertensi kronis dan persalinan yang lama pada mulipara (Varney, 2008).
Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (Wiknjosastro,
2008). Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau sama dengan 500 gram
yang pernah dilahirkan, hidup maupun mati (Siswosudarmo, 2008). Paritas mempengaruhi
durasi persalinan dan insiden komplikasi. Pada multipara dominasi fundus uteri lebih besar
dengan kontraksi uterus lebih besar dengan kontraksi lebih kuat dan dasar panggul yang lebih
rileks sehingga bayi lebih mudah melalui jalan lahir dan mengurangi lama persalinan. Namun
pada grand multipara, semakin semkin banyak jumlah janin, persalinan secara progresif lebih
lama. Hal ini diduga akibat keletihan pada otot-otot uterus . Semakin tinggi paritas insiden
plasenta previa, perdarahan, mortalitas ibu dan mortalitas perinatal juga meningkat (Varney,
2008).
Menurut (Manuaba, 1998) istilah-istilah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan
adalah : a) Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan bayi aterm sebanyak
satu kali. b) Multipara(pleuripara) adalah wanita yang telah melahirkan anak hidup beberapa
kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali. Multipara adalah seorang wanita
yang pernah melahirkan bayi yang viable untuk beberapa kali (Wiknjosastro, 2008). c)
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari lima kali. d)
Nulipara Adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable.

d. Penolong persalinan
Peran petugas kesehatan adalah memantau dengan seksama dan memberikan dukungan
serta kenyamanan pada ibu, baik segi emosi atau perasaan maupun fisik (Saifuddin, 2008).
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kematian ibu adalah kemampuan dan
keterampilan penolong persalinan. Penolong persalinan dalam hal ini adalah bidan. Jenis
asuhan yang akan diberikan dapat disesuaikan dengan kondisi dan tempat persalinan sepanjang
dapat memenuhi kebutuhan spesif (Yanti, 2010). Pada kasus yang ditangani oleh dukun atau
tenaga paramedis yang tidak kompeten, sering kali penderita disuruh mengejan walaupun
pembukaan belum lengkap. Akibatnya serviks menjadi edema dan menghambat pembukaan
lebih lanjut, ibu mengalami kelelahan sehingga persalinan berlangsung lama. Pada kala II ibu
sudah tidak dapat mengejan menyebabkan kala II tidak maju atau kala II lama (Siswosudarmo,
2008).
Analgesia Epidural Meskipun hampir sepanjang waktu anestesi epidural menurunkan nyeri
dengan baik anestesi epidural juga memiliki beberapa kerugian yaitu dapat memperpanjang
kala II dan meningkatkan kebutuhan untuk dilakukan persalinan dengan bantuan alat
(Yuningsih, 2005). Perlu ditekankan bahwa analgesia epidural dapat memperlambat
persalinan, analgesia epidural dilaporkan berkaitan dengan memanjangnya persalinan kala I
dan kala II serta memperlambat kecepatan penurunan janin (Chunningham, 2006).
Anestesi dapat mengganggu pengeluaran oksitosin endogen yang dikaitkan dengan tekanan
bagian terbawah janin di vagina bagian bawah. Secara normal, tekanan pada bagian belakang
dinding vagina atau dasar panggul memberikan tanda ke kelenjar hipofisis untuk melepaskan
lebih banyak oksitosin, yang menyebabkan kontraksi menjadi semakin kuat, perasaan untuk
mengejan dan tekanan ke dasar panggul menjadi semakin besar. Anastesi menghambat umpan
balik untuk menghasilkan oksitosin, dan kemajuan persalinan sering terganggu. Persalinan kala
II lama, karena wanita tidak merasakan kontraksi, tidak mengejan dan janin turun dengan
lambat, mengakibatkan vacum ekstraksi atau seksio sesar perlu segera dilakukan dan relaksasi
muskulus levatorani atau mengganggu rotasi internal kepala janin, sehingga memperlambat
persalinan (Pillitteri, 2002). Mengejan dengan anestesi epidural memerlukan usaha yang lebih
besar dibandingkan dengan mengejan sebagai respons dari keinginan untuk mengejan, karena
pada anestesi epidural terjadi penurunan perasaan ingin mengejan.
Jika diperlukan anestesi epidural, gunakan dosis yang lebih rendah, mungkin dapat
digabung dengan pemberian narkotik dosis rendah memungkinkan wanita lebih waspada dan
lebih mengendalikan motorik (Yuningsih, 2005). Batas waktu kala II pada nulipara adalah 2
jam (3 jam pada kasus dengan anestesi regional) dan multipara adalah 1 jam (2 jam pada kasus
dengan anestesi regional) (Hidayat, 2009) .
Posisi Mengubah-ubah posisi secara tertur selama kala II dapat membantu kemajuan
persalinan (JNPK-KR, 2008), antara lain: a) Posisi duduk atau setengah duduk Posisi ini dapat
memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memeberi kemudahan bagi ibu untuk beristirahat
diantara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya grafitasi untuk membantu ibu
melahirkan bayinya. b) Jongkok atau berdiri Dapat membantu mempercepat kemajuan kala II
persalinan dan mengurangi rasa nyeri. 28 c) Posisi merangkak Posisi merangkak sering kali
membantu ibu mengurangi rasa nyeri punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring kiri
memmudahkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika mengalami kelelahan dan juga
dapat mengurangi resiko laserasi perineum. d) Posisi terlentang Jika ibu berbaring terlentang
maka berat uterus dan isinya (janin,cairan ketuban,pasenta, dan lain-lain) menekan vena cava
inferior ibu.
Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter sehingga akan
menyebabkan hipoksia pada janin. Berbaring terlentang juga akan mengganggu kemajuan
persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif. e. Psikis ibu Kecemasan,
kelelahan, kehabisan tenaga , dan kekawatiran ibu, seluruhnya menyatu sehingga dapat
memperberat nyeri fisik yang sudah ada. Kecemasan ibu meningkat semakin berat, sehingga
terjadinya siklus nyeri-stres-nyeri dan seterusnya sehingga akhirnya ibu yang bersalin tidak
mampu lagi bertahan. Kejadian seperti ini menyebabkan makin lamanya proses persalinan
sehingga janin dapat mengalami kegawatan (fetal ditress) (Yanti,2010).
Pada kala II sering disebut prolonged second stage / pembukaan lengkap ibu ingin
mengedan tapi tidak ada kemajuan penurunan (Yanti, 2010). Lama persalinan adalah
panjangnya waktu, sejak dahulu kala (Retnoningsih, 2005) Kilpatric dan Laros (1989)
melaporkan bahwa merata lama persalinan kala I dan kala II adalah sekitar 9 jam pada nulipara
tanpa analgesia regional, dan pada multipara adalah sekitar 6 jam. Mereka mendefinisikan awal
persalinan sebagai waktu saat wanita mengalami kontraksi teratur yang nyeri 3 sampai 5 menit
dan menyebabkan pembukaan serviks. Pembukaan serviks saat wanita dirawat tidak
disebutkan.
Paritas dan pembukaan serviks saat dirawat merupakan penentu yang penting terhadap lama
persalinan (Cunningham, 2008). Median durasi kala II adalah 50 menit pada nulipara dan 20
menit pada multipara, tetapi hal ini dapat sangat bervariasi. Pada seorang wanita yang
mempunyai paritas lebih tinggi dengan vagina dan perineum yang lemas, untuk menyelesaikan
kelahiran bayi cukup membutuhkan dua atau tiga daya dorong setelah pembukaan servik
lengkap (Cunningham, 2006). Kala II Persalinan (Kala Pengeluaran Janin) Tahap ini berawal
saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya
adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara.
Pada wanita dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau
tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan
janin. Sebaliknya pada seorang wanita dengan panggul sempit atau janin besar atau dengan
kelainan gaya ekspulsif akibat anesthesia regional maka kala II dapat sangat memanjang.
Gejala utama kala II (JNPK-KR, 2008) adalah : a. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan
dengan terjadinya kontraksi. b.Ibu meraskan adanya peningkatan tekanan pada rektum atau
vagina. Perineum menonjol. d.Vulva vagina dan sfingter ani membuka. e.Meningkatnya
pengeluaran lendir bercampur darah.

2. Kala II Lama
a. Pengertian Kala II Lama
Pengertian Kala II Lama Partus lama dalam kala II adalah begitu cervix mencapai
dilatasi penuh, jangka waktu sampai terjadinya kelahiran tidak boleh melampaui 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multipara (Oxorn H dan Forte, 2010). Persalinan lama ialah
persalinan yang berlangsung lebih dari 12 jam, baik pada primipara maupun multipara.
Persalinan lama dapat terjadi dengan pemanjangan kala I dan atau kala II (Prawirohardjo,
2010).
Kala II lama yaitu persalinan yang sudah dipimpin mengejan pada primigravida dibatasi
2 jam dan diperpanjang 3 jam apabila digunakan analgesi regional, sedangkan pada
multigravida dibatasi 1 jam dan diperpanjang sampai 2 jam apabila digunakan anagesi regional.
Kala II lama merupakan klasifikasi dari persalinan lama. Pengalaman menunjukan bahwa
setelah batas waktu ini, morbiditas maternal dan fetal akan naik. Sekiranya terjadi gawat janin
atau ibu tindakan segera merupakan indikasi. Tanda gejala kala II pembukaan serviks lengkap,
ibu ingin mengedan, tetapi tak ada kemajuan penurunan. (Prawirohardjo, 2010). His yang tidak
normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan pada jalan lahir yang lazim
terdapat pada setiap persalinan, jika tidak dapat diatasi dapat megakibatkan kemacetan
persalinan. Baik atau tidaknya his dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat dari his itu 20
sendiri (frekuensinya, lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta besarnya caput succedaneum.
Pimpinan persalinan yang salah dari penolong, teknik meneran yang salah, bahkan ibu
bersalin yang kelelahan dan kehabisan tenaga untuk meneran dalam proses persalinan juga bisa
menjadi salah satu penyebab terjadinya kala II lama.
E. Etiologi Kala II
Lama Menurut Purwaningsih dan Fatmawati (2010) Terjadinya kala II lama ini adalah
multikomplek dan tentu saja bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan
yang baik dan penatalaksanaannya. Faktor-faktor penyebabnya menurut antara lain :
a. Kelainan letak janin
b. Kelainan-kelainan panggul
c. Kelainan kekuatan his dan mengejan
d. Pimpinan persalinan yang salah
e. Janin besar atau ada kelainan kongenital
f. Primi tua primer dan sekunder
g. Perut gantung, grandemulti
h. Ketuban pecah dini ketika servik masih menutup, keras dan belum mendatar
i. Analgesi dan anestesi yang berlebihan dalam fase laten
j. Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan.

F. Komplikasi
Menurut (Prawirohardjo, 2010) dampak persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi
serius bagi salah satu atau keduanya sekaligus. Dampak yang terjadi pada ibu dan bayi
diantaranya:
a. Infeksi Intrapartum Infeksi merupakan bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya
pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion
menembus amnion dan desisdua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia, sepsis
dan pneumonia pada janin akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
b. Ruptur uteri adalah penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka yang
dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan dan panggul
sedemikin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi penurunan, sehingga
segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang kemudian dapat menyebabkan ruptur.
c. Cincin retraksi patologis adalah pada partus lama dapat timbul konstriksi atau cincin lokal
uterus, tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl. Cincin ini disertai
peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus, cincin ini sebagai sustu identasi
abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.
d. Pembentukan fistula terjadi apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas
panggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu lama, maka bagian jalan lahir yang terletak
diantaranya akan mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi sehingga
dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan
munculnya fistula
e. Cedera otot dasar panggul adalah cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fasia
penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginum
terutama apabila persalinannya sulit.
f. Efek pada janin berupa kaput suksedaneum, moulase kepala janin.

G. Gejala Klinik
Menurut Purwaningsih dan Fatmawati (2010), gejala klinik pada partus lama yaitu:
a) Pada Ibu
1) Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernafasan cepat dan
metorismus
2) Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban berbau,
terdapat mekonium.

b) Pada Janin
1) Denyut jantung janin cepat/tidak teratur, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-
hijauan, berbau
2) Caput succedaneum yang membesar
3) Maulage kepala yang hebat
4) Kematian janin dalam kandungan
5) Kematian janin intrapartum
H. Penatalaksanaan Kala II Lama
Menurut Saifuddin (2009), penanganan yang dapat dilakukan pada ibu bersalin dengan kala
II lama antara lain:
a. Ibu dianjurkan mengejan secara spontan
b. Bila malpresentasi dan tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan oksitosin drip
c. Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam, lahirkan dengan bantuan
vakum atau forceps bila persyaratan dipenuhi
d. Lahirkan dengan sectio caesaria bila persyaratan vakum dan forceps tidak dipenuhi.
Menurut Oxorn dan Forte (2010) penatalaksanaan pada partus dengan kala II lama dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Disproporsi atau cincin kontriksi Dilakukan section caesaria merupakan indikasi
b. Tanpa disproporsi
1). Melakukan infus oxytocin untuk memperbaiki kontraksi uterus,
2). Pemecahan ketuban diperlukan jika ketuban masih utuh,
3). Pasien dipimpin setiap mau mengejan ketika ada his,
4). Dilakukan episiotomi untuk mengatasi perineum yang kaku.
Apabila metode-metode ini gagal atau kelahiran per vaginam dengan tindakan dianggap
terlalu traumatik bagi kelahiran yang aman maka section caesaria merupakan indikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I.B.G. (2008). Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri Ginekologi Sosial


Profesi Bidan. Jakarta: EGC
Manuaba, et al. (2010). ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC
Notoatmojo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Oxorn, Harry & Forte W R. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan .
Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan.
Pogi Jabar. (2013). Angka Kematian Ibu di Jawa Barat.
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Purwaningsih, W dan Fatmawati. (2010). Asuhan Keperawatan
Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rohani, dkk. (2011). Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
Rukiyah, dkk. (2009). Asuhan Kebidanan II Persalinan. Jakarta: Trans Info Media.
RSUD Ciamis. (2016). Jumlah Ibu Bersalin dan Jumlah Persalinan Dengan Kala II Lama.
Ryanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Saifuddin, dkk. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Dan Neonatal. Jakarta: PT
Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, dkk. (2010). Buku Panduan Prakstis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Soepardan, S. (2008). Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
Sunarno, dkk. (2013). Hubungan antara tingkat kecemasan dengan lama persalinan kala I-kala
II pada ibu primigravida di rumah bersalin
Mardi Rahayu Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. Vol 1 No 4 Edisi
Desember 2013.
Sulistyawati, A dan Nugraheny, E. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta:
Salemba Medika.
Walyani, S dan Purwoastuti. (2015). Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
WHO. (2016). Maternal Mortality Rate Are Down 44% Since 1990-UN. New York: tersedia
dalam http://www.who.int [diakses pada 18 April 2016].
Wiknjosastro, H. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

You might also like