You are on page 1of 21

Perkiraan PMI (Post-Mortem Interval) Menggunakan Metode ADD

(Accumulated Degree Day) dan DDI (Degree of Decomposition Index) di

Australia : Studi Validitas

Stephanie J. Marhoff , Paul Faheya, Shari L. Forbesb and Hayley Greena

ABSTRAK

Terdapat banyak penemuan metode baru yang semakin akurat dalam perkiraan

PMI (Post-Mortem Interval), terlebih bila metode tersebut dapat digunakan secara

universal, maka akan semakin banyak digunakan metode tersebut. Namun, mengingat

setiap jaringan lunak memiliki sifat pembusukan yang berbeda-beda, metode ini perlu

dilakukan pengujian untuk menilai akurasi dan penerapannya sebelum digunakan

dalam investigasi forensik. Penelitian ini menguji dua metode dalam menentukan PMI

(Post-Mortem Interval) untuk menilai validitas dan penerapanya, penelitian ini

dilakukan di Kota Hawkesbury, Provinsi New South Wales, Australia. Metode pertama

adalah ADD (Accumulated degree day) oleh Megyesi dkk pada tahun 2005 dan

metode kedua adalah DDI (Degree of decomposition index) oleh Fitzgerald dan

Oxenham pada tahun 2009. Empat bangkai babi diletakan pada permukaan tanah dan

dibiarkan untuk membusuk (berdekomposisi) tanpa diintervensi apapun pada Juli-

September 2013. Metode ADD dan DDI digunakan dalam menentukan PMI (Post-

Mortem Interval). Hasil menunjukan bahwa kedua metode tidak sesuai perkiraan yang
diinginkan, meskipun metode ADD memiliki potensi lebih efektif dalam menentukan

derajat pembusukan. Kegagalan dalam menilai validitas dikarenakan metode tersebut

tidak dapat menentukan factor yang mempengaruhi pembusukan pada lingkungan

tertentu. Telah dibuat sebuah alternative untuk metode ini berdasarkan data

pembusukan yang diambil dari penelitian di kota Hawkesbury dan masih diperlukan

penelitian lebih lanjut.

Kata kunci : forensic anthropology, pembusukan, waktu kematian, analogi manusia,

linier mixed models

PENDAHULUAN

Pekiraan PMI (Post-Mortem Interval) merupakan hal yang utama dalam

investigasi forensic, namun perkiraan PMI (Post-Mortem Interval) merupakan salah

satu yang terumit untuk ditentukan karena banyaknya variable yang mempengaruhi

tingkat dan proses pembusukan. Banyak penelitian setuju bahwa alogaritma dalam

perkiraan PMI (Post-Mortem Interval) harus mempertimbangkan geografi daerah

setempat, dikenal dengan istilah microclimates, dikarenakan setiap daerah pasti

memiliki keunikan iklim dan lingkungan. Microclimates adalah iklim yang berbeda

pada daerah tertentu yang berbeda dengan lingkungan sekitar. Sangat penting dalam

mempelajari taphonomic dalam menentukan microclimates terlebih banyak kasus

forensik dimana kondisi lingkungan yang berbeda dari setiap lingkungan, hal tersebut

faktor yang mempengaruhi investigasi forensic seperti PMI (Post-Mortem Interval).


Alogaritma baru telah banyak dikembangkan di daerah America Serikat, namun

tidak ada yang dapat digunakan di daerah lain. Meskipun telah banyak penelitian yang

dilakukan, hanya sedikit penelitian mengenai perkiraan PMI (Post-Mortem Interval)

dengan perspektif antropologi di Australia. Menentukan standart dalam perkiraan PMI

di Australia berdasarkan pembusukan jaringan lunak akan sangat berguna, kususnya

bila bukti pendukung seperti tanah, tumbuhan dan serangga sekitar tidak tersedia.

Tahap dan proses pembusukan telah diketahui secara luas. Pembusukan dimulai

dengan hancurnya jaringan tubuh menjadi komponen dasar organik. Untuk

kepentingan pemeriksaan forensik, proses pembusukan dapat dibagi menjadi 5 tahapan

berdasarkan perubahan jaringan lunak yang tampak. Tahapan pembusukan :

fresh/segar (tidak ada perubahan eksternal), pembusukan awal (perubahan warna hijau-

abuabu-hitam pada kulit, dan pengembungan kulit), pembusukan lanjut (melenturnya

jaringan, beberapa bone exposure, mumifikasi jaringan lunak), skeletonisasi (hilangnya

jaringan lunak secara signifikan dan tampaknya tulang), pembusukan ekstrim

(hancurnya tulang melalui proses seperti pemutihan dan pengelupasan tulang).

Terlepas dari tahapan tersebut, proses pembusukan tidak selalu sama, dapat terjadi

perbedaan variasi tingkatan, waktu setiap tahapan, dan bagian tubuh tertentu.

Sebagian besar variasi pembusukan dipengaruhi oleh perbedaan suhu. Dua

metode yang digunakan dalam perkiraan PMI (Post Mortem Interval) telah dapat

menyesuaikan variable temperature sehingga dapat digunakan secara lebih luas. Pada

tahun 2005, Megyesi dkk merumuskan ADD (accumulated degree days) bersamaan
dengan metode TBS (Total Body Score) untuk representasi numeric dari pembusukan.

Pada tahun 2009, Fitzgerald dan Oxenham merumuskan metode DDI (Degree of

Decomposition Index) dan mengukur perubahann yang terjadi pada pembusukan

dengan asumsi semua variasi iklim telah diperhitungkan. Alogaritma ini termasuk baru

pada anthropology forensik namun diduga memiliki akurasi yang cukup tinggi dalam

menentukan PMI (Post Mortem Interval). Namun di Australia metode ini belum

dilakukan pengukuran secara adekuat untuk mengetahui validitas dalam penggunaaya

pada investigasi forensic.

Tujuan dari penelitian ini adalah menilai penggunaan ADD (Accumulated degree

day) dan DDI (Degree of decomposition index) dalam perkiraan PMI (Post Mortem

Interval) pada kota Hawkesbury, provinsi New South Wales, Australia.

ALAT, BAHAN, DAN METODE

Penelitian dilakukan di daerah Yarramundi, kota Hawkesbury, Provinsi New

South Wales, selama musim dingin pada tahun 2013 selama 64 dari (2July-

2September). Lokasi penelitian merupakan tanah dengan semak yang lebat disertai

pohon eucalyptus (kayu putih) dan terisolasi dari masyarakat umum. Wilayah ini

mengalami musim dingin yang tergolong ringan, dengan suhu harian 14 oC, dengan

intensitas hujan sedikit dan tidak turun salju. Seperti yang diketahui bahwa suhu yang

rendah dapat memperlambat pembusukan, namun sejauh ini belum ada penelitian di

kota Hawkesbury untuk mengetahui efek dari iklim dingin pada perkiraan PMI (Post

Mortem Interval).
Empat ekor babi dewasa dengan berat sekitar 70kg, diperoleh dari tempat

pemotongan hewan setempat. Babi dibunuh diantara pukul 02.00-02.15 tanggal 2 Juli

2014, menggunakan “captive bolt” langsung ke otak dan segera diangkut ke lokasi

penelitian menggunakan truk tertutup. Lokasi penelitian terletak 20,9km atau 22 menit

dari tempat potong hewan. Setelah tiba di lokasi penelitian, dalam waktu 1,5 jam

setelah kematian, bangkai ditempatkan di permukaan tanah dan dicatat sebagai “Hari

ke – 0”. Semua bangkai berukuran kurang lebih sama untuk menghindari variable

massa tubuh. Bangkai ditutupi oleh kandang untuk mencegah dimangsa oleh hewan

lain namun kandang masih dapat ditembus oleh cuaca sekitar dan hewan melata

(invertebrate) masih dapat menjangkau bangkai.

Babi digunakan karena memiliki kesamaan biologis dengan manusia, yaitu

ketebalan kulit, struktur organ, struktur jaringan, kelebatan rambut, dan flora normal

gastrointestinal. Selanjutnya berat babi 70kg dipilih karena ukuran ini di analogikan

sesuai berat badan manusia dewasa.

Dilakukan pengamatan pembusukan secara visual dengan cara direkam dan

difoto dua kali seminggu pada hari senin dan kamis pukul 10 pagi sepanjang masa

percobaan. Dikarenakan dekomposisi tidak seragam di seluruh tubuh, maka setiap

permukaan bangkai dibagi menjadi daerah dan tingkat pembusukan sesuai kedua

metode yang diukur.


Metode 1. AAD (Accumulated Degree Day)

Metode AAD membagi bangkai babi menjadi 3 regio, kepala-leher, badan, dan

ekstremitas (Gambar 1 (a)). Setiap regio diberi skor numeric untuk tingkat

pembusukan. Untuk setiap perubahan diamati, dan diberi nilai 1 poin. Skor masing-

masing dari ketiga regio dijumlahkan dan didapat skor TBS (Total Body Score)/ skor

minimal 3 dan maksimum 35. Sebagai contoh, bila kepala dan leher memiliki tingkat

mumifikasi disertai bone expose kurang dari satu setengah regio tersebut diberikan

skor, tubuh menunjukan tingkat pembusukan dengan kulit kendur dan caving/cekungan

dari rongga perut dan ekstremitas memiliki warna coklat dan hitam dengan penampilan

kasar. Maka alokasi skor : kepala-leher 9, badan 6, ekstremitas 5, skor TBS 20.

Gambar 1 (a). Pembagian regio bangkai untuk skoring TBS (kepala-leher, Badan,

Ekstremitas), menggunakan metode ADD menurut Megyesi dkk.

Gambar 2 (b). Pembagian regio bangkai untuk skoring menggunakan metode DDI

menurut Fitzgerald dan Oxenham


Metode 2. DDI (Degree of Decomposition Index)

Metode DDI dikembangkan oleh Fitzgerald dan Oxenham. Babi dibagi menjadi 8 regio

tubuh (Gambar 1(b)) diberikan skor antara 1-5 berdasarkan stadium pembusukan regio

(contoh : skor 1-1,9 untuk stadium fresh, skor 2-2,9 untuk stadium pembusukan awal,

skor 3-3,9 untuk stadium pembusukan lanjut, skor 4-4,9 untuk stadium skeletonisasi,

skor 5 untuk stadium pembusukan ekstrim. Dari 8 regio skor di rata-rata untuk

dimasukan dalam DDI (Degree of Decomposition Index). Skor DDI diadaptasi dari

tingkat pembusukan Galloway dkk.

Skor TBS dan DDI mewakili keseluruhan pembusukan yang terjadi pada bangkai

pada waktu pengamatan. Persamaan regresi yang dikembangkan oleh Megyesi dkk

digunakan untuk memprediksi ADD dari TBS. Sedangkan Fitzgerald dan Oxenham,

mengembangkan metode yang digunakan untuk memprediksi PMI dari DDI.

Data suhu dicatat setiap jam menggunakan dua alat “Tinytag plus 2-TGP-4017”

yang diletakan pada sisi kandang untuk bangkai 1 dan 3. Bangkai 1 dan 2 diletakan

pada posisi yang terpapar sinar matahari penuh pada siang hari, dan bangkai 3 dan 4

berada di bawah bayangan pohon pada siang hari. Hal ini memungkinkan terjadinya

perubahan microclimates walaupun secara uji t-berpasangan tidak menunjukan

perbedaan yang signigikan secara statistic antara kedua microclimates. Oleh karena itu

data diambil dari rata-rata alat pengukur suhu.


Suhu yang turun dibawah 0oC tercatat sebagai suhu 0oC seperti pada penelitian

terdahulu, hal ini dikarenakan suhu pada tingkat pembekuan dapat menghambat proses

biologis pembusukan. Selain perbedaan dengan terpaparnya sinar matahari atau pada

daerah teduh, tidak terdapat perbedaan lain seperti masuknya arthropoda, dan flora

disekitar bangkai.

Grafik garis dibuat dengan menghubungkan antara (i) TBS dan ADD (metode

ADD), dan (ii) DDI dan PMI (metode DDI). Nilai prediksi dari alogaritma Megyesi

dkk dan Fitzgerald dan Oxenham disesuaikan dengan data ADD dan PMI yang didapat.

Semakin akurat alogaritma maka akan semakin dekat antara garis X = Y, dan mewakili

prediksi linier.

Hubungan antara TBS dan ADD, DDI dan PMI dinilai dari nilai r2 , untuk

mengetahui nilai yang menunjukan sejauh mana variable independen (PMI dan ADD)

dapat memprediksi variable dependen (pembusukan, DDI dan TBS) dalam penelitian

ini.

Liner Mixed Modell digunakan untuk emnghitung refresi yang paling tepat

diprediksi PMI dari DDI, dan ADD dari TBS menggunakan data yang didapat dari

lapangan. Bangkai babi yang terpilih dianggap sebagai babi yang mewakili semua

kemungkinan babi yang ada, dan pembusukan yang diamati (DDI atau TBS) diangap

mewakili keseluruhan data


Pengujian hipotesis dari metode ini membutuhkan system skor (ADD dan DDI)

untuk dapat memperkirakan PMI lebih akura dengan rentang +- 20% dari nilai prediksi,

dimana 20% merupakan interval yang diputuskan secara subjektif. Jika hipotesis

ditolak, maka pembuatan metode alternative untuk wilayah kota Hawkesbury sangat

diperlukan. Analisa menggunakan perangkat lunak SPSS v22.

HASIL

Untuk melihat perubahan pembusukan, TBS (Gambar 2) dan DDI (Gambar 3) di

cocokan dengan ADD dan PMI, masing-masing untuk menentukan apakah ada

hubungan antara suhu dan pembusukan, dan antara waktu dan pembusukan. Pada tahap

pembusukan fresh dan pembusukan awal (hari ke 1-hari ke 15 penelitian, 13,3-273,5

ADD), pembusukan secara umum mengikuti garis linier. Setelah hari ke 15, skor dan

pembusukan mulai berbeda pada setiap babi. Pembusukan melambat secara drastic dari

hari ke 23-32 (291,3-401,3 ADD) dimana skor DDI dan TBS tidak mengalami

peningkatan, seperti yang tampak pada grafik. Secara keseluruhan, tingkat

pembusukan menunjukan garis grafik yang hamper serupa. Pembusukan kembali

melambat pada hari ke 40-64 (527,9-9004 ADD) menghasilkan perubahan grafik kedua

(Gambar 2 dan 3). Dapat disimpulkan bahwa pada hari ke 65 (904 ADD), didapatkan

skor tertinggi TBS (metode ADD) didapatkan 24 (Babi ke 3) dan skor terendah TBS

didapatkan 16 (Babi ke 4) dengan skor maksimal 35. Skor tertinggi DDI didapatkan

3,3 (Babi ke 3) dan skor DDI terendah didapatkan 2,9 (Babi ke 4) dengan skor

maksimal 5.
Gambar 2. TBS-ADD untuk seluruh bangkai (n=4) , menggambarkan hubungan suhu

dan derajat pembusukan (TBS)

Gambar 3. DDI-PMI (dalam hari) untuk seluruh babi (n=4), menggambarkan

hubungan antara pembusukan (DDI) dan waktu (PMI)


Penentuan waktu kematian menggunakan ADD

Metode ADD (berdasarkan persamaan yang dikembangkan oleh Magyesi dkk) telah

dilakukan pengamatan dalam penelitian, untuk mengetahui apakah metode ADD dapat

secara akurat diterapkan pada kondisi wilayah kota Hawkesbury.

Hasil menunjukan perubahan yang signifikan pada pola grafik (gambar 4) dengan

perbedaan antara nilai aktual dan prediksi yang sejalan dengan waktu. Oleh karena itu,

ADD aktual lebih cepat meningkat dibandingkan ADD prediksi yang di publikasikan.

Namun, pembusukan lebih cepat menjadi tahap pembusukan lanjut, menunjukan

beberapa potensi yang menghasilkan perkiraan PMI yang akurat (Gambar 4), meskipun

teori ini masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut dengan sampel yang lebih

adekuat. Data t-test berpasangan menunjukan data statistic yang signifikan antara ADD

aktual dan ADD prediksi (p<0,001), mendukung kesimpulan bahwa metode ADD yang

ada (dipublikasikan sebelumnya oleh Magyesi dkk) tidak secara akurat memprediksi

ADD yang diperlukan untuk mencapai keadaan pembusukan yang ditemukan pada

penelitian ini.

Analisis regresi mengungkapkan bahwa hingga 94% perubahan jaringan lunak

pada bangkai dipengaruhi oleh suhu. Saat dibandingkan dengan persamaan Megyesi

dkk didapatkan 80% perubahan pada pembusukan dipengaruhi oleh suhu.


Penentuan waktu kematian menggunakan DDI

Untuk perkiraan waktu kematian menggunakan metode DDI, perkiraan PMI

(berdasarkan persamaan yang dikembangkan oleh Fitzgerald dan Oxenham)

dibandingkan dengan PMI aktual untuk menentukan akurasi metode dalam pengukuran

di kota Hawkesbury (Gambar 5). Hasil menunjukan perbedaan yang sangat signifikan

(p<0,001) antara PMI aktual dan PMI prekdiksi (dipublikasikan sebelumnya oleh

Fitzgerald dan Oxenham), diduga bahwa DDI tidak efektif dalam memperkirakan PMI

pada penelitian ini.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode DDI tidak dapat secara akurat

memperkirakan PMI untuk pembusukan pada kota Hawkesbury dimungkinkan karena

perbedaan iklim yang sangat berbeda dari lokasi pengembangan metode / penelitian

sebelumnya. Untuk mencari hubungan antara PMI dan DDI, dilakukan analisa regresi.

Hasil analisa menyatakan 92% variasi yang diobservasi pada proses pembusukan

sangat dipengaruhi oleh faktor waktu (PMI). Pada penelitian sebelumnya pleh

Fitzgerald dan Oxenham menyatakan 95% pembusukan dipengaruhi oleh waktu (PMI).
Gambar 4. ADD prediksi (Megyesi dkk) – ADD aktual. Kedua garis ditentukan

dengan +- 20% akurasi data.

Gambar 5. PMI prediksi (Fitzgerald dan Oxenham) - PMI aktual. Kedua garis

ditentukan dengan +- 20% akurasi data.

Alternatif metode prediksi

Berdasarkan data temuan yang didapatkan, hipotesis awal ditolak, dalam hal ini

didapat dibuat 2 persamaan prediksi baru dari metode sebelumnya. Persamaan Megyesi

dkk dan FItzferal dan Oxenham dinilai lebih kompleks dibandingkan persamaan linier
hubungan antara TBS-ADD dan ADD-PMI. Sesuai dengan penelitian sebelumnya,

kedua metode dianggap merupakan metode terbaik yang dapat digunakan. Grafik

prediksi yang dibuat sesuai data penelitian dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

Alternatif alogaritma prediksi 1 : ADD

Grafik yang paling sesuai untuk data yang didapatkan di kota Hawkesbury

Provinsi New South Wales, Australia adalah ADD = -85,8 +39,7 (TBS). Kedua garis

ditentukan dengan +- 20% akurasi data. (Gambar 6)

Gambar 6. ADD prediksi menggunakan metode liner – ADD aktual

Alternatif alogaritma prediksi 2 : DDI

Grafik yang paling sesuai untuk data yang didapatkan di kota Hawkesbury

Provinsi New South Wales, Australia adalah PMI = -20,7 +22,1 (DDI). Kedua garis

ditentukan dengan +- 20% akurasi data. (Gambar 7)


Gambar 7. PMI prediksi menggunakan metode linier – PMI aktual

DISKUSI

Hingga saat ini, tidak terdapat metode standart yang dapat memperkirakan waktu

kematian dari tingkat pembusukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai

validitas akurasi dan penerapan dari dua metode anthropologi, untuk memperkirakan

waktu kematian pada suhu di lingkungan Australia.

Selama proses pembusukan, tampak beberapa perubahan grafik menandakan

proses pembusukan cendrung memasuki periode stasis. Hasil ini mirip dengan

penelitian sebelumnya pada musim dingin dimana Myburgh dan Suckling menemukan

adanya periode stasis sebelum masuk ke tahapan pembusukan selanjutnya. Pada

penelitian ini proses pembusukan hanya sedikit membentuk garis yang linier dengan

garis PMI dan ADD oleh penelitian sebelumnya. Semakin dingin suhu dapat semakin

memperlambat pembusukan pada semua Babi yang diteliti dan menghambat aktifitas

serangga sekitar, dimana hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya.


ADD (Accumulated Degree Days)

Metode yang dikembangkan oleh Megyesi dkk tidak secara baik memprediksi

atau tidak sesuai dengan temuan ADD aktual pada penelitian ini. Hal ini dinyatakan

dengan didapatkannya perbedaan yang sangat signifikan secara statistic (p<0,001) pada

semua babi kecuali babi ke 3, dimana didapatkan skor TBS tertinggi (TBS=24). Hal ini

diduga karena metode ADD lebih akurat bila TBS skor tinggi (>=24). Parson dkk

meneliti ADD di daerah West Central Montana dan juga mendapatkan hasil lebih

akurat sesuai dengan ADD prediksi pada stadium pembusukan lanjut. Dapat

diperhatikan bahwa tingkat akurasi dalam memperkirakan PMI menjadi tidak akurat

karena harus melewati stadium pembusukan lanjut. Meskipun metode ADD

memperlihatkan potensi, perlu dilakukan penelitian dan validasi lebih lanjut.

Saat dilakukan regresi linier, dapat disimpulkan bahwa suhu merupakan variable

yang paling mempengaruhi pembusukan hingga 94%, namun 6% menunjukan bahwa

ada faktor lain yang mempengaruhi pembusukan tidak dimasukan dalam perhitungan

dan mungkin berdampak pada efektifitas metode. Faktor yang berbeda bisa dari jenis

babi yang digunakan, iklim antara Indiana, Illinois dan Hawkesbury yang berbeda,

meskipun penulis menyatakan metode ini dapat digunakan pada berbagai wilayah

geografis.
DDI (Degree of Decomposition Index)

Metode ini dikembangkan oleh Fitzgerald dan Oxenham tidak secara baik

memprediksi atau tidak sesuai dengan temuan PMI aktual pada penelitian ini.

Meskipun menggunakan interval 20%, data PMI aktual tetap tidak sesuai dengan PMI

prediksi. Hal ini mungkin terjadi karena : (a) perbedaan metode penelitian (misal :

musim), (b) perbedaan proses pembusukan pada penelitian ini, (c) sulitnya

penggunaaan DDI pada proses pembusukan. Metode skoring ini tidak memiliki acuan

kusus dalam menentukan skor, membuat metode ini sulit untuk digunakan secara

benar.

Metode DDI dipengaruhi sebagian besar oleh waktu, namun faktor lingkungan

seperti suhu dan kelembapan juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Metode DDI

sebelumnya dilakukan di Canberra, daerah ibukota Australia pada musim panas

(November-Januari) pada tahun 2006-2007. Diperkirakan kondisi lingkungan

dilakukanya penelitian ini tidak sesuai dengan metode DDI yang sebelumnya

dilakukan pada musim panas di Canberra, dibuktikan dengan ketidak cocokan hasil

saat dicobakan pada musim dingin di Hawkesbury.

Alternatif alogaritma prediksi

Kami mencoba persamaan simple regresi linier, menggunakan data dari

penelitian ini dan menemukan kemungkinan metode yang lebih mudah untuk dan

akurat. Sementara ini alternative alogaritma prediksi yang didapat dari data penelitian
ini belum dilakukan penelitian lebih lanjut, sehingga saat ini masih dalam tingkatan

teori. Namun, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan persamaan prediksi

yang lebih mudah berdasarkan TBS dan DDI yang dapat secara spesifik digunakan

dengan lingkungan penelitian.

Sampai saat ini belum ada penelitian yang menggunakan jumlah sampel yang

besar, hanya menggunakan jumlah sampel yang sedikit. Serta penelitian yang ada

hanya diujikan pada satu musim. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Penelitian seperti ini akan mendapatkan hasil yang lebih baik bila dilakukan dalam

jumlah sampel yang besar dan dalam jangka waktu yang lama untuk mendapatkan

akurasi dan penerapan yang lebih baik pada metode ADD dan DDI.

KESIMPULAN

Persamaan sebelumnya telah dievaluasi pada penelitian ini dan terbukti tidak

efektif dalam memperkirakan PMI berdasarkan pembusukan jaringan lunak di wilayah

Haekesbury. Hasil menunjukan bahwa metode ADD tidak sesuai dengan ADD aktual

yang ditemukan kecuali babi ke 3, dan PMI juga tidak sesuai dengan PMI aktual pada

semua sampel. Namun, metode ADD menunjukan ketepatan lebih baik berdasarkan

perjalanan waktu, dibandingkan dengan DDI.

Penemuan sisa/sebagian dari korban akan membantu polisi dalam menentukan

waktu kematian yang akurat. Kami (peneliti) menduga bahwa PMI lebih dapat

diterapkan secara luas. Persamaan Magyesi dkk serta Fitzgerald dan Oxenham
merupakan upaya untuk memperkirakan waktu kematian diberbagai macam wilayan

geografis berdasarkan pembusukan yang terjadi, namun pada penelitian kami

menunjukan bahwa persamaan tersebut tidak sesuai saat dilakukan di Hawkesbury.

Dimungkinkan metode ini terlalu rumit untuk diterapkan secara luas, dan mungkin

alogaritma linier sederhana dapat lebih tepat untuk digunakan dalam berbagai iklim

dan wilayah geografis.\

Metode kuantitatif penghitungan PMi dari pembusukan akan berguna bila tidak

ditemukan serangga, tanah atau tanaman. Pengujian ADD dan DDI secara lebih luas

untuk memperkuat dalam prediksi PMi atau menghentikan penggunaanya bila terbukti

tidak efektif di daerah lain. Pengujian dari alternative alogaritma prediksi perlu

dilakukan untuk menilai tingkat akurasi dalam memperkirakan PMI ketika diterapkan

secara khusus di wilayah kota Hawkesbury provinsi New South Wales, Australia.

Penelitian selanjutnya disarankan lebih fokus pada tahap validasi alternatif alogaritma

prediksi untuk setiap musim dalam satu tahun atau berbeda tahun (2 musim dalam 2

tahun).

Izin Biosafety dan Radiation safety

Izin Biosafety dan Radiation Safety diberikan oleh komite Biosafety dan Radiation

Safety Universitas Western Sydney (nomer B10180), sebelum hingga dimulainya

penelitian ini.
Daftar terminology

Post-Mortem Interval (PMI)  waktu antara terjadinya kematian hingga seorang

individu/sisa individu ditemukan

Pembusukan  proses dimana tubuh terurai menjadi komponen organic paling dasar

setelah kematian

Anthropology Forensic  disiplin ilmu antropologi fisik/biologi yang diterapkan

dalam penegakan hokum

Accumulated Degree Days (ADD)  Metode dengan menggunakan pengukuran suhu.

Suhu yang didapatkan dari akumulasi unit energy panas yang berasal dari reaksi

biologis pada proses pembusukan

Degree of Decomposition Index  Metode untuk memperkirakan Post Mortem

Interval yang dikembangkan oleh Fitzgerald dan Oxenham. Metode ini menggunakan

grafik garis dimana peneliti harus menentukan skor aktual dan membandingkan dengan

skor prediktif atau persamaan acuan

Total Body Score (TBS)  Sistem skoring yang dikembangkan oleh Megyesi dkk

untuk digunakan bersama ADD. Sistem ini mengharuskan peneliti untuk memberikan

skor berdasarkan perubahan pembusukan mengikuti pedoman khusus.

Mummifikasi  Mumifikasi merupakan keringnya jaringan. Kulit menjadi kasar dan

seperti perkamen karena kondisi iklim yang kering


Skeletonisasi  Pembusukan lengkap dari jaringan lunak yang menampakan tulang-

tulang secara utuh.

Post-Mortem  hal yang berhubungan dengan, atau terjadi setelah kematian

Microclimates  iklim yang berbeda pada daerah kecil, dari suatu area yang berbeda

dengan lingkungan sekitar.

Perubahan morfologi  perubahan yang terjadi pada struktur dan integritas usatu

individu, dalam penelitian ini selama proses pembusukan.

You might also like