Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Irine Dwitasari Wulandari, SST.FT, M.Fis
NIDN. 0604018602
UNIVERSITAS PEKALONGAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita haturkan pada Tuhan Yang Maha Esa bahwa kini telah tersusun
Modul Praktikum Mata Kuliah Sumber Fisis I (Aktinoterapi dan Hidroterapi)
Program Studi Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Pekalongan.
Tujuan diterbitkannya modul praktikum ini adalah sebagai panduan dalam :
1. Pengelolaan kegiatan praktikum bagi mahasiswa
2. Melaksanakan proses praktik dari bidang keilmuan dalam ilmu fisioterapi
3. Melaksanakan proses pembelajaran kasus, analisis praktis dan analisis
profesional dalam praktek fisioterapi
4. Bagian dari proses belajar mengajar dan praktikum pada program pendidikan
D3 fisioterapi
Harapan kami semoga modul praktikum ini dapat bermanfaat sesuai tujuan dan
sasaran pendidikan.
A. VISI
B. MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas
2. dan profesional seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dengan unggulan di bidang muskuloskeletal.
3. Mengembangkan pendidikan yang berorientasi pada pembentukan
integritas berakhlak mulia.
4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian terapan berbasis kajian
ilmiah serta kearifan budaya lokal.
5. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka penerapan
IPTEK yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI
Praktikum laboratorium Sumber Fisis I merupakan praktik
penatalaksanaan penggunaan atau aplikasi modalitas fisioterapi (aktinoterapi dan
hidroterapi) yang akan diterapkan pada pasien dalam rangka proses fisioterapi
yang diindikasikan sesuai kondisi pasien yang membutuhkan.
Panduan ini mahasiswa akan belajar tentang : praktek modalitas
fisioterapi aktinoterapi dan hidroterapi yang terdiri dari infra merah, Laser,
cold-hot pack, cold-hot bath, water bath, kontras bath, parafin wax bath
therapy, cryotherapy, whirl pool therapy, dan pool therapy.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah mempelajari praktikum ini setiap mahasiswa/i diharapkan mampu dan
memahami:
1. Pengertian dan penggunaan modalitas fisioterapi (aktinoterapi dan
hidroterapi)
2. Perubahan dan fenomena elektrik dalam tubuh manusia
3. Efek fisioolgi dari intervensi aktinoterapi dan hidroterapi
4. Efek terapeutik dari intervensi aktinoterapi dan hidroterapi
5. Indikasi dan kontra indikasi dari intervensi aktinoterapi dan hidroterapi
6. Petunjuk dasar dalam aplikasi aktinoterapi dan hidroterapi.
C. SASARAN PEMBELAJARAN
Sasaran pembelajaran Praktikum Laboratorium Sumber Fisis 1 (aktinoterapi dan
hidroterapi) adalah mahasiswa Pendidikan Diploma III Fisioterapi Semester 2
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan.
D. SUMBER PEMBELAJARAN
Sumber pembelajaran yang digunakan sebagai rujukan adalah:
1. Buku teks
2. Narasumber
a. Dosen mata kuliah
b. Para pakar dan ahli bidang elektrofisika dan sumber fisis
E. SUMBER DAYA
1. Sumber daya manusia
a. Dosen pemberi kuliah pengantar
b. Instruktur keterampilan
2. Sarana dan Prasarana
a. Ruang laboratorium fisioterapi
b. Ruang praktikum sumber fisis LASER kerjasama dengan Poli
Fisioterapi RSUD. Bendan Kota Pekalongan untuk praktek LASER.
c. Whirl pool therapy dan swimming pool kerjasama dengan Gajah Mada
Sport Center Kabupaten Batang.
F. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup praktikum sumber fisis 1 (aktinoterapi dan hidroterapi)
mempelajari tentang praktik dan aplikasi penggunaan alat berikut :
1. Infra Merah
2. LASER
3. Parafin Wax Therapy
4. Cold-Hot Bath Therapy
5. Cold-Hot Pack Therapy
6. Water Bath Therapy
7. Kontras Bath Therapy
8. Cryotherapy
9. Whirlpool Therapy
10. Pool Therapy
J. SISTEM PENILAIAN
Penilaian akan dilakukan oleh pengajar dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut :
Nilai Point Range
A 4 >= 80
B+ 3,5 >= 75
B 3 >= 70
C+ 2,5 >= 61
C 2 >= 56
D+ 1,5 >= 51
D 1 >= 45
E 0 >= 44
K. MATERI SKILL LAB DAN PRAKTIKUM
1. Praktikum intervensi fisioterapi dengan infra merah.
I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang infra merah.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi infra merah.
PRAKTIKUM LASER
I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang LASER.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi LASER.
2. Tehnik Aplikasi
Pedoman terapi didasarkan pd jumlah energi laser (dlm Joules) yg
diberikan pd tiap cm2 permukaan jaringan (teknik kisi-kisi/grid
technique). Aplikasi LASER harus dilakukan sesuai dgn setiap cm
persegi, grid matrix yg meliputi area yg telah ditentukan.
a. Tehnik kontak langsung: Probe sedikit kontak dgn kulit tegak
lurus pd pusat tiap cm2 area yg ditentukan dlm waktu (detik)
yang dikehendaki.
b. Tehnik kontak tidak langsung
1) Probe diletakkan tegak lurus pd pusat tiap cm2 area yg
ditentukan dgn jarak 1 cm atau kurang.
2) Teknik ini utk terapi pd kulit yg rusak, permukaan jar yg
infeksi, area sensitif thd penekanan.
3) Gerakan probe dilakukan statis atau digerakan lambat .
c. Stimulasi skwensial : setiap cm2 jaringan distimulasi dgn sama pd
seluruh permukan jar yg diterapi.
d. Stimulasi non skwensial : stimulasi dilakukan scr selektif pd
permukaan jaringan yg diterapi.
3. Prosedur Aplikasi
a. Persiapan pasien
Disesuaikan dengan :
1) Jenis alat yang digunakanTehnik aplikasi
2) Kebutuhan
b. Persiapan alat
1) Pemilihan alat
2) Pengaturan dosis
Disesuaikan dengan jenis alat yang digunakan dan tehnik aplikasi
serta efek yang dikehendaki. Contoh kasus rheumatoid arthritis:
Penyakit collagen disebabkan krn mekanisme immune complex.
Efektivitas laser tergantung tingkat sakitnya. Tahap 1: Lesi mulai
pd synovial membrane, pembungkus tendon, bursa; terjadi edeme
dan hyperemia eksudasi fibrin dan leucocyte. Ketika inflamasi
berkembang timbul nyeri terutama bila sendi digerakkan. Teknik
dan dosis (pada area nyeri dengan dosis 3–5 Joules/cm2 per spot)
c. Evaluasi
1) Selama terapi berlangsung
2) Setelah terapi selesai
I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang cold pack dan hot pack.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi cold pack dan hot pack.
f. Mengurangi bengkak
Cairan yang mengisi ruang intersttial akan diserap oleh pembuluh
limfe. Pembuluh limfe bekerja berdasar gerak pembuluh, kontraksi
otot disekitarnya dan pernafasan untuk melakukan drainase. Cold
pack dapat menurunkan kontraksi otot yang dapat mengurangi
kemampuan drainase pembuluh limfe (Sudarsono, 2015).
2. Efek terapeutik hot pack
a. Mengurangi nyeri
b. Mengurangi spasme otot
D. Indikasi Cold Pack dan Hot Pack
1. Indikasi Cold Pack
a. Sprain dan strain serta pasca trauma akut.
b. Bursitis, fibrositis, kapsulitis akut.
2. Indikasi Hot Pack
a. Sprain dan strain yang kronis
b. Sebagai tindakan pendahuluan (preliminary) sebelum dilakukan
latihan untuk kondisi stiff joint (kekakuan sendi).
c. Low Back Pain yang disertai spasme otot
d. Arthritis kronis
e. Sindroma nyeri myofascial
E. Kontra Indikasi Cold Pack dan Hot Pack
1. Kontra Indikasi Cold Pack
a. Gangguan sensibilitas
b. Buerger,s diseaases
c. Gangguan peredaran darah arterial perifer
2. Kontra Indikasi Hot Pack
a. Gangguan sensibilitas kulit
b. Penyakit buerger
c. Gannguan peredaran darah arteri perifer
F. Aplikasi Cold Pack dan Hot Pack
Dalam penatalaksanaan hidroterapi kompres panas dan dingin, tahap-tahap
penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
a. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
b. Gangguan sensibilitas yang dimaksud adalah sensibilitas panas-
dingin. Untuk mengetahui keadaan sensibilitas pasien maka perlu
dilakukan tes sensibilitas panas-dingin, seperti berikut:
1) Sediakan 2 buah tabung / kantung plastik kecil. Sebuah tabung
berisi air panas (hangat) yang lain berisi air dingin (air es).
2) Kedua tabung tersebut diujikan satu per satu ke bagian tubuh
pasien yang normal sambil mengenalkan rasa / sensasi yang
dirasakan oleh pasien ( pasien diminta untuk melihat pengujian
/ pengenalan ini).
3) Setelah pengenalan sensasi dilakukan, pengujuan sensasi yang
sebenarnya dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melihat
pengujian pada daerah yang abnormal. Pasien bisa diminta
untuk memejamkan matanya ataupun dengan cara yang lain,
misalnya dengan menghalangi pandangannya
2. Pemilihan Modalitas Terapi
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
). Apakah pasien akan diterapi dengan hot pack/kompres panas atau
dengan cold pack/kompres dingin.
3. Persiapan alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk terapi harus tersedia sesuai dengan metode
terapi yaitu cold pack, hot pack, handuk kecil, handuk besar, air dingin,
air panas, alat pengukur suhu air dingin/panas, tabung reaksi, baskom
stenlis, plastik, air panas, air dingin beserta es batu/es balok, tissue,
kapas, alkohol.
a. Kompres panas/hot pack
1) Plastik lembaran + 1 m2
2) Baskom stenlis / tempat penampungan air panas
3) 2 buah handuk kecil atau hot pack
4) 1 buah handuk besar ( tipis)
5) selimut
b. Kompres dingin/cold pack
1) Plastik lembaran + 1 m2
2) Baskom stenlis / tempat penampungan air dingin dan es
3) Plastik 1 kiloan + 4 buah
4) 1 buah handuk besar ( tipis)
5) Cold pack
6) selimut
4. Persiapan penderita
Pasien diberikan pengetahuan / diberi tahu tentang perlakuan-
perlakuan apa saja yang akan diberikan oleh terapis kepada pasien.
Posisi pasien adalah sebagai berikut:
a. Pasien diposisikan telentang jika daerah tubuh yang akan diterapi
berada di anterior. Sebaliknya, pasien diposisikan tengkurap bila
bagian tubuh yang akan diterapi di posterior.
b. Pada posisi telentang, tungkai pasien diangkat kemudian diganjal
dengan guling dibawah lututnya. Pada posisi tengkurap yang
diganjal adalah pergelangan kaki bagian anterior.
c. Pada posisi telentang, pasien diselimuti dari bawah ( ujung kaki
tertutup selimut ) ke atas sampai ke dada, sisa selimut dilipat ke
bawah lalu ke atas. Pada posisi tengkurap, pasien diselimuti dari
bawah ( ujung kaki tertutup selimut ) ke atas sampai ke leher (
bagian bawah ) sisa selimut dilipat ke bawah lalu ke atas.
d. Pada posisi telentang, salah satu tangan pasien diposisikan di atas
perut. Pada posisi tengkurap, kedua lengan pasien diposisikan
abduksi 90o dengan siku fleksi 90o.
5. Teknik pelaksanaan
Pelaksanaan terapi terkait dengan pemilihan metode terapi.
Teknik pelaksanaan terapi dengan kompres panas tentunya berbeda
dengan kompres dingin. Akan tetapi yang perlu diperhatikan juga ( baik
kompres panas maupun dingin ) adalah pengaturan dosis dan juga
pengaturan posisi pasien.
a. Kompres Dingin
b. Kompres Panas
I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang controlled cold compression units.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi controlled cold compression
units.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Kerr KM, Daley L, Booth L, Start J. PRICE guidelines: guidelines for the
management of soft tissue (musculoskleletal) injury with protection, rest,
ice, compression, elevation (PRICE) during the first 72 hours (ACPSM)
ACPOM. 1998;6:10-11. http://www.csp.org.uk/publication/price-
guidelines-guidelines-management-soft-tissue-musculoskeletal-injury-
protection-re. Accesed January 2, 2011
2. Sudarsono Ari, 2015. Penanganan Terkini Cedera Olahraga Pada Fase
Akut. Dalam Proceding Temu Ilmiah Tahunan Fisioterapi Indonesia
XXX, Makasar 14-16 Agustus 2015.
3. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.
BAB V
PRAKTIKUM CRYOTHERAPY
I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang controlled cold compression units.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi controlled cold compression
units.
C. Efek Terapeutik
1. Mengurangi bengkak
2. Mengurang nyeri
3. Pemulihan muscle soreness
4. Mencegah terjadinya kerusakan jaringan otot yang lebih berat karena
rusaknya pembuluh darah sekitar otot.
5. Mengurangi spasme otot
D. Indikasi
1. Penyakit radang muskuloskeletal: RA, Ankylosing spondylitis, demam
reumatik.
2. Penyakit sendi asal metabolisme seperti asam urat.
3. Penyakit jaringan ikat campuran.
4. Peradangan kronis pada cervical.
5. Periarticular, tendon dan kapsul perdangan sendi.
6. Strain, sprain, DOMS, Muscle Sorrenes Delayed onset muscle soreness
E. Kontra Indikasi
1. Excessive local cold: timbulnya cold burn atau frostbite
2. Sensitif thd dingin
3. Raynaud’s disease → vasospasm luas.
4. Buerger’s disease & arterioscerosis → memperberat penyakit krn
menurunnya metabolisme
5. Cryoglobianemia → blocking pembuluh darah
6. Cold urticaria → menurunkan tensi & meningkatkan frekuensi denyut
jantung
7. Infection
8. Cardiac disease
9. Sensory deficiency
10. Hilang/kurangnya sensasi merup.kontraindikasi mutlak
11. Emotional & psikologikal feature
12. Luka terbuka
13. Gangguan aliran darah lokal
(Lubkowska A, 2012)
F. Aplikasi
Dalam penatalaksanaan Cryotherapy, tahap-tahap penatalaksanaannya
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
c. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
d. Gangguan sensibilitas yang dimaksud adalah sensibilitas panas-
dingin. Untuk mengetahui keadaan sensibilitas pasien maka perlu
dilakukan tes sensibilitas panas-dingin, seperti berikut:
4) Sediakan 2 buah tabung / kantung plastik kecil. Sebuah tabung
berisi air panas (hangat) yang lain berisi air dingin (air es).
5) Kedua tabung tersebut diujikan satu per satu ke bagian tubuh
pasien yang normal sambil mengenalkan rasa / sensasi yang
dirasakan oleh pasien ( pasien diminta untuk melihat pengujian
/ pengenalan ini).
6) Setelah pengenalan sensasi dilakukan, pengujuan sensasi yang
sebenarnya dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melihat
pengujian pada daerah yang abnormal. Pasien bisa diminta
untuk memejamkan matanya ataupun dengan cara yang lain,
misalnya dengan menghalangi pandangannya
2. Pemilihan Modalitas Terapi
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
3. Persiapan alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk terapi harus tersedia sesuai dengan metode
terapi yaitu ice cup, ice roller, handuk kecil, handuk besar, air dingin,
air panas, alat pengukur suhu air dingin/panas, tabung reaksi, baskom
stenlis, plastik, air panas, air dingin beserta es batu/es balok, tissue,
kapas, alkohol.
4. Persiapan penderita
Pasien diberikan pengetahuan / diberi tahu tentang perlakuan-
perlakuan apa saja yang akan diberikan oleh terapis kepada
pasien.Posisi pasien dapat dengan terlentang maupun duduk dikursi.
5. Teknik pelaksanaan
a. Cold Pack
Penggunaan kantong es dianjurkan diberi alas plastik dan
bila perlu dioleskan minyak pada kulit untuk menghindari dingin
terlalu cepat. Perlu penggantian es secara periodik agar suhu tetap
antara 0o dan 5o C. Jangan ditindih karena dapat menimbulkan
ischemic. Waktu treatment kurang lebih 20 menit.
b. Ice Massage
Penggunaan es batangan berbentuk lolipop dengan tangkai
kayu, mudah dibuat dan digunakan. Bentuk pecahan es yang
digunakan adalah silindris atau kubus, arah gerakan sirkuler atau
merupakan garis lurus. Pemberian massage dengan es dihentikan
bila sudah timbul anaesthesia relatif pada kulit. Bila kulit dikenai
es.
Mula-mula (2-3 menit) pertama akan timbul perasaan
dingin sampai nyeri, sampai seperti terbakar. Setelah 3 menit
pertama, akan timbul perasaan kaku, tebal, anasthesia relatif (rasa
nyeri tidak ada). Lima sampai dengan sepuluh menit kemudian,
akan timbul hiperemia pada daerah yang bersangkutan.
c. Evaporating Spray
Penggunaan spray seperti chloraethyl atau fluorimethane
pada olahraga sangat populer. Semprotan 5 detik, jarak 45 cm
tegak lurus pada permukaan.
d. Dry ice pack/kompres es kering
Pecahan es yang kecil-kecil dibungkus dengan handuk
kering, kemudian di letakkan pada daerah yang diterapi. Lama
waktu terapi: 5-20 menit
e. Ice towel
Digunakan handuk yang telah direndam didalam air yang
dicampur dengan potongan es dengan suhu akhir: 16ºC. Handuk
yang sudah direndam tadi kemudian diperas dan selanjutnya
dibalutkan pada daerah yang akan diterapi. Lama waktu terapi 15-
20 menit.
Metode ini digunakan untuk anggota badan dan pembalutan
sebaiknya meliputi origo dan insertio dari otot yang diterapi. Suhu
handuk harus diperhatikan, sehingga efek dingin dapat
dipertahankan, ini dapat ditempuh dengan mengganti handuk yang
telah berkurang dinginnya sampai beberapa kali.
f. Immersion/Pencelupan
Pecahan-pecahan es dimasukkan kedalam air, kemudian
anggota tubuh yang sakit direndam didalamnya, selama 10-20
menit. Terapi ini maksudnya adalah untuk mengontrol udema agar
tidak berlebihan.
g. Douches
Metode ini menggunakan pancaran air yang dikenakan
pada permukaan tubuh penderita, pancaran air tersebut dapat
terkontrol temperature. Douches dapat digunakan sebagai sarana
membersihkan badan atau untuk tujuan terapi. Bentuk pacaran ini
ada beberapa, tergantung dari bentuk penutup slang yang
digunakan. Bentuk tersebut antara lain : (1) Jet douches, (2) Fan
dauches, (3) Needle shower, (4) Under Water Douches, (5) Rain
Douches.
Temperature Hot jet douches (pancaran panas metode jet):
37,5°C-44°C dan Cold jet douches (pancaran dingin metode jet):
15°C-27°C. Tekanan Hot : 10 – 15 pon dan Cold : 15 -20 pon.
Lama terapi 6 – 10 menit, dengan durasi pancaran air (Hot 12 -40
detik dan Cold 3 – 10 detik)
I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang parafin bath therapy.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi parafin bath therapy.
C. Efek Terapeutik
1. Mengurang nyeri
2. Mengurangi spasme otot
D. Indikasi
1. Nyeri dan spasme otot
2. Oedema dan inflamasi
3. Adhesi dan
4. scars
E. Kontra Indikasi
1. Kehilangan sensasi
2. Kondisi-kondisi kulit
3. Disfungsi sirkulasi
4. Obat analgetik
5. Infeksi dan luka terbuka
6. Kanker atau tuberculosis
7. Terapi x-ray
F. Aplikasi
Dalam penatalaksanaan parafin bath therapy, tahap-tahap
penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
a. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
b. Gangguan sensibilitas yang dimaksud adalah sensibilitas panas-
dingin. Untuk mengetahui keadaan sensibilitas pasien maka perlu
dilakukan tes sensibilitas panas-dingin, seperti berikut:
7) Sediakan 2 buah tabung / kantung plastik kecil. Sebuah tabung
berisi air panas (hangat) yang lain berisi air dingin (air es).
8) Kedua tabung tersebut diujikan satu per satu ke bagian tubuh
pasien yang normal sambil mengenalkan rasa / sensasi yang
dirasakan oleh pasien ( pasien diminta untuk melihat pengujian
/ pengenalan ini).
9) Setelah pengenalan sensasi dilakukan, pengujuan sensasi yang
sebenarnya dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melihat
pengujian pada daerah yang abnormal. Pasien bisa diminta
untuk memejamkan matanya ataupun dengan cara yang lain,
misalnya dengan menghalangi pandangannya
2. Pemilihan Modalitas Terapi
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
3. Persiapan alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk terapi harus tersedia sesuai dengan
metode terapi yaitu parafin bath, lilin parafin, handuk kecil, handuk
besar, alat pengukur suhu air dingin/panas, tabung reaksi, baskom
stenlis, plastik, kuas, tissue, kapas, alkohol.
Parafin yang digunakan adalah paraffin biasa ditambah paraffin oil,
kemudian dipanaskan hingga meleleh kerang lebih pada suhu 55
0
C.perbandingn paraffin dengan paraffin oilnya adalah enam bagian
paraffin dengan satu paraffin oil (6:1).
Anggota tubuh setelah direndam dalam paraffin cair tersebut akan
menjadi kemerah-merahan (eritema), lemas, serta berkeringat. Hal ini
seperti memungkinkan untuk diberi massage, stretching dan terapi
manipulasi.
Toleransi seseorang terhadap paraffin bath berkisar antara 47,8 0C
hingga 54 0C, oleh sebab itu sebelum digunakan temperature paraffin
diturunkan hingga ± 47 0C.
4. Persiapan penderita
Pasien diberikan pengetahuan / diberi tahu tentang perlakuan-
perlakuan apa saja yang akan diberikan oleh terapis kepada
pasien.Posisi pasien dapat dengan terlentang maupun duduk dikursi.
5. Teknik pelaksanaan
a. Metode
1) Metode rendaman
2) Metode oles
3) Metode parafin pack
b. Pelaksanaan terapi terkait dengan pemilihan metode terapi. Berikut
adalah penatalaksanaan paraffin bath dengan metode rendaman:
1) Panaskan paraffin dengan suhu antara 90-100 0C
2) Setelah paraffin mencair, dinginkan terlebih dahulu karena
untuk pemakaian hanya dibutuhkan suhu antara 45-50 0C
3) Pada suhu tersebut, bagian tubuh yang akan diterapi kemudian
dicelupkan kedalam paraffin cair tersebut selama beberapa
detik.
4) Kemudian diangkat dan didiamkan selama beberapa waktu
sampai rasa hanyatnya berkurang
5) Setelah itu bagian tubuh tersebut dicelupkan lagi ke dalam
paraffin cair selama beberapa detik dan diangkat lagi serta
didinginkan. Begitu seterusnya sampai paraffin yang menempel
sudah tebal dan saat dicelupkan ke paraffin cair pasien tidak
merasakan panas lagi
6) Kemudian bagian tubuh yang sudag tertempel paraffin tersebut
dibungkus dengan plastic pelindung dan handuk
7) Diamkan selama 10 -15 menit
8) Lalu handuk, plastic dilepas dan paraffin yang suddah
mongering tadi dilepas (dikelupas) dari bagian tubuh yang
tertempel paraffin tadi. Setelah itu akan tampak eritema pada
bagian tubuh tersebut.
9) Rapikan peralatan.
c. Pelaksanaan parafin bath therapy metode kuas atau dengan cara
dioleskan:
1) Panaskan paraffin dengan suhu 90-100 0C
2) Setelah paraffin mencair, dinginkan sampai suhu antara 45-50
0
C
3) Perlahan-lahan dengan kuas ratakan paraffin cair pada area
pengobatan. Untuk wajah pasien (selain daerah mata, mulut
dan lubang hidung),
4) Oleskan parafin hanya satu lapis
5) Setiap kali paraffin sudah kering, paraffin dikelupas dan
diulang ulang.
I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang parafin bath therapy.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi parafin bath therapy.
F. Aplikasi
Dalam penatalaksanaan pool therapy, tahap-tahap penatalaksanaannya
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
c. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
2. Pemilihan Metode
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
3. Teknik pelaksanaan
a. Metode Halliwick
Adaptasi mental
1) Breath control di air pada posisi telentang dan memasukkan
kepala ke dalam air/berendam.
2) Fasilitasi gerakan kepala ke depan dan kontrol kepala dengan
support di shoulder.
3) Gerakan melompat,berjalan dan berputar dengan berganti-ganti
arah .
4) Latihan dengan group akan lebih memberi efek rilek dan
rekreatif.
Balance control
Fase gerakan
I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang whirlpool therapy.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi whirlpool therapy.
E. Kontra Indikasi
1. Bila penderita mengalami gangguan sensibilitas kulit, sehingga tidak
bisa merasakan apakah temperature air terlalu panas atau tidak ;
gangguang peredaran darah perifer.
2. Luka dengan perdarahan hebat karena dapat meningkatkan perdarahan
dan drainase.
3. Luka infeksi karena terapi air (whirlpool) dapat meningkatkan resiko
kontaminasi silang; agitasi dapat merusak jaringan yang sedang
bergarnulasi.
4. Epilepsi karena resiko terjadinya cedera dan tenggelam.
F. Aplikasi
Dalam penatalaksanaan whirlpool therapy, tahap-tahap penatalaksanaannya
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan kondisi
patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga apakah kondisi
patologis pasien indikatif atau kontra indikatif dengan terapi yang akan
diberikan.
2. Persiapan alat
Untuk mengatur suhu air, alat ini dilengkapai dengan thermostat,
sedangkan untuk mengontrol dan mengatur tahanan tingkat gerakan
mekanik air, alat ini di lengkapi dengan aerotor/agitator/turbin. Untuk
terapi seluruh tubuh, temperatur air yang dipakai : ± 37°C – 39°C.
Untuk terapi anggota atas, temperature yang dipakai : ± 40°C, lama
terapi sekitar 20-30 menit (Sujatno, 1998)
3. Pemilihan Metode
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
4. Dosis (intensitas):
a. Pasien dengan luka terbuka sebaiknya menerima terapi bersuhu
netral hingga hangat.
b. Pasien dengan gangguan sirkulasi dan masalah jantung sebaiknya
menerima terapi dengan suhu netral hingga hangat, bergantung
pada lama dan keparahan kondisi.
c. Pasien dengan penyakit kronik dapat menerima suhu yang lebih
panas daripada pasien dengan maslah yag lebih akut.
d. Pasien dengan area terapi yang lokal dan kecil dpat diterapi dengan
suhu yang lebih hangat daripada pasien dengan kondisi umum.
Suhu untuk immersi seluruh tubuh, seperti di dalam tangki hubbard
tidak boleh lebih dari 39°C dan tanda vital pasien harus
diawasi/dimonitor.
e. Pasien dengan kondisi nyeri, jika tidak ada kontraindikasi, dapat
menerima suhu panas hingga sangat panas.
f. Pasien yang hanya mendapatkan terapi whirlpool sebagai media
latihan sebaiknya diberikan suhu suam-suam kuku. Suhunya lebih
tinggi daripada rentang suam-suam kuku yangmenyebabkan
keletihan.
g. Suhu lebih dari 43°C tidaklah aman atau dibutuhkan pada terapi
whirlpool apapun.
5. Dosis durasi
a. Durasi sebaiknya antara 20-30 menit (toleransi pasien).
b. Hubbard tank therapy dibatasi hanya sampai 20 menit.
c. Jika tujuan terapi adalah membersihkan, penurunan jumlah bakteri
di kulit yang utuh tampak berkurang secara maksimal dalam 20
menit dengan suhu netral dan tidak berkurang lebih lanjut dengan
waktu terapi yang lenih lama.
d. Terapi luka bakar harus dilakukan sesingkat mungkin guna
mencegah hilangnya elektrolit pasien.
6. Dosis (frekuensi):
Terapi whirlpool dapat diberikan setiap hari atau dua kali sehari untuk
kondisi akut dan kurang dari itu untuk kondisi yang lebih kronik
7. Teknik pelaksanaan
Tahapan-tahapan aplikasi whirlpool therapy:
1) Isi tangki dengan air bersuhu sesuai keinginan.
2) Jika terdapat luka terbuka, desinfektan seperti iodin povidon atau
natrium hipooklorit, boleh ditambahkan kedalam air. Desinfektan
tersebut juga bersifat sitotoksik bagi manusia sehingga
keseimbangan antara keuntungan sifat pembasmi kuman
desinfektan dengan resiko kerusakan sel pada luka harus
dipertimbangkan denga serius.
3) Pastikan bahwa ruang terapi hangat dan nyaman dengan
kelembapan yang rendah dan ventilasi yang memadai, tanpa
menjadi terlalu terbuka.
4) Instruksikan pasien mengenai tujuan terapi dan apa yang anda ining
pasien lakukan.
5) Periksa sensasi suhu, keutuhan kulit, dan tanda-tanda vital pasien.
6) Intruksikn pasien menggunakan pakaian renang atau celana pendek
(hubbard)
7) Letakkan bangku disamping whirlpool pada terapi ekstremitas atas,
atau taruh bangku tinggi di ujung whirlpool pada terapi tungkai dan
pergelangan kaki, dan jika menginginkan terapi yang lebih
menyeluruh maka letakkan kursi didalam whirlpool.
8) Posisikan pasien sehingga area yang akan diterapi berada dalam air
dan pasien tersangga dengan nyaman. Berikan bantalan kering pada
pinggir tangki untuk mencegah gangguan sirkulasi dan agar lebih
nyaman.
9) Saat menangani luka infeksi, praktisi harus menggunakan
perlengkapan perlindungan (kacamata, jas, sarung tangan, masker)
untuk menghindari cedera akibat cipratan.
10) Jika pasien diperbana, biarkan terendam dan lepaskan perban
sebelum menyelakan agitator.
11) Ejektor turbin harus tetap terbuka setiap saat agar aliran air
memadai. Turbin menghasilkan aliran air pada kecepetan hingga
0,23 meterkubik/menit (60 gal/menit). Untuk memastikan sirkulasi
air tidak terganggu maka periksa : (a) Lubang kecil dasar tiang
diatas saluran air harus selalu berada 5cm dibawah permukaan air
selama turbin bekerja (b) Pasien tidak boleh bersandar atau
meletakkan jari tangan dan kaki pada ejektor (c) Tidak boleh ada
sampah, perban, baju rumah sakit mengapung di air karena dapat
menyumbat turbin.
12) Kekuatan, arah, dan kedalaman agitasi dapat diatur: (a) Tuas
pengatur kecepatan air di dekat bagian atas tiang mengatur
kekuatan agitasi (b) Jika ada, kenop kupu-kupu di dekat bagian atas
tiang mengatur aerasi (c) Seluruh unit bergerak dari sisi ke sisi (d)
Kenop pada rangka suspensi di bagian belakang unit melonggarkan
tiang sehingga tiang dapat dinaikkan dan diturunkan. Atur tinggi
tiang saat agitator mati.
13) Arahkan turbulensi pada area yang bermaslah kecuali jika tindakan
tersebut menyebabkan nyeri tambahan. Jika demikian gunakan
agitasi tidak langsung, terutama pada luka. Turbulensi awal
sebaiknya ringan dan ditingkatkan sesuai toleransi pasien.
14) Pasien harus selalu didampingi selma terapi.
15) Saat memilih whirlpool untuk pasien dengan luka maka
pertimbangkan untuk mengaliri luka agar mengurangi penumukan
bakteri lebih lanjut.
16) Pada akhir terapi keringkan pasien, pertahankan prosedur steril
untuk pasien denga luka dan sediakan pakaian kering. Jika posisi
pasien di dalam whirlpool mengharuskan bagian tubuh berada pada
posisi menggantung yang dapat menimbulkan edema pada segmen
distal maka minta pasien melakukan gerakan aktif sepanjang terapi
dan elevasikan bagian tubuh setelah terapi.
17) Lakukan semua evaluasi pasca intervensi yang diindikasikan,
termasuk memeriksa kondisi kulit dan keadaan fisiologis umum.
18) Catat suhu dan durasi terapi, arah dan kekuatan agitasi, serta respon
pasien.
8. Evaluasi dan dokumentasi
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Lubkowska A, 2012. Cryotherapy Pertimbangan Fisiologi dan Aplikasi
untuk Terapi Fisik.
2. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.
BAB IX
I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang kontras bath.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi kontras bath.
F. Aplikasi
Dalam penatalaksanaan kontras bath therapy, tahap-tahap
penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
a. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
b. Gangguan sensibilitas yang dimaksud adalah sensibilitas panas-
dingin. Untuk mengetahui keadaan sensibilitas pasien maka perlu
dilakukan tes sensibilitas panas-dingin, seperti berikut:
1) Sediakan 2 buah tabung / kantung plastik kecil. Sebuah tabung
berisi air panas (hangat) yang lain berisi air dingin (air es).
2) Kedua tabung tersebut diujikan satu per satu ke bagian tubuh
pasien yang normal sambil mengenalkan rasa / sensasi yang
dirasakan oleh pasien ( pasien diminta untuk melihat pengujian
/ pengenalan ini).
3) Setelah pengenalan sensasi dilakukan, pengujuan sensasi yang
sebenarnya dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melihat
pengujian pada daerah yang abnormal. Pasien bisa diminta
untuk memejamkan matanya ataupun dengan cara yang lain,
misalnya dengan menghalangi pandangannya
2. Pemilihan Modalitas Terapi
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
3. Persiapan alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk terapi harus tersedia sesuai dengan
metode terapi yaitu handuk kecil, handuk besar, alat pengukur suhu air
dingin/panas, tabung reaksi, baskom stenlis, air panas, air dingin/es
batu, tissue, kapas, alkohol.
Digunakan 2 tabung stainless steel yang memenuh syarat untuk
merendam extremitas/anggota tubuh yang diterapi/diobati. Temperature
air panas ( 36,5°-40°C) dan temperature air dingin (13°C-18°C)
4. Persiapan penderita
Pasien diberikan pengetahuan / diberi tahu tentang perlakuan-
perlakuan apa saja yang akan diberikan oleh terapis kepada pasien.
Posisi pasien dapat dengan duduk dikursi.
5. Teknik pelaksanaan
Perendaman dimulai dengan air panas, lamanya dapat bervariasi antara
3,4 atau 5 menit. Diselingi perendaman ke dalam air dingin selama 1-2
menit. Rendaman secara bergantian ini dapat dilakukan 5-8 kali.