You are on page 1of 61

Petunjuk praktikum laboratorium

Mata kuliah praktek sumber fisis i

(aktinoterapi dan hidroterapi)

Disusun Oleh:
Irine Dwitasari Wulandari, SST.FT, M.Fis
NIDN. 0604018602

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum. Wr. Wb.

Puji syukur kita haturkan pada Tuhan Yang Maha Esa bahwa kini telah tersusun
Modul Praktikum Mata Kuliah Sumber Fisis I (Aktinoterapi dan Hidroterapi)
Program Studi Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Pekalongan.
Tujuan diterbitkannya modul praktikum ini adalah sebagai panduan dalam :
1. Pengelolaan kegiatan praktikum bagi mahasiswa
2. Melaksanakan proses praktik dari bidang keilmuan dalam ilmu fisioterapi
3. Melaksanakan proses pembelajaran kasus, analisis praktis dan analisis
profesional dalam praktek fisioterapi
4. Bagian dari proses belajar mengajar dan praktikum pada program pendidikan
D3 fisioterapi

Harapan kami semoga modul praktikum ini dapat bermanfaat sesuai tujuan dan
sasaran pendidikan.

Wassalamu ‘alaikum. Wr. Wb.

Pekalongan, Januari 2017


Tim Penyusun
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

A. VISI

Menjadi Program Studi Fisioterapi Unggulan di bidang Muskuloskeletal


Menghasilkan Fisioterapis Ahli Madya yang Profesional, Mandiri dan
Berakhlak Mulia Pada Tahun 2025 di Tingkat Nasional.

B. MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas
2. dan profesional seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dengan unggulan di bidang muskuloskeletal.
3. Mengembangkan pendidikan yang berorientasi pada pembentukan
integritas berakhlak mulia.
4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian terapan berbasis kajian
ilmiah serta kearifan budaya lokal.
5. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka penerapan
IPTEK yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI
Praktikum laboratorium Sumber Fisis I merupakan praktik
penatalaksanaan penggunaan atau aplikasi modalitas fisioterapi (aktinoterapi dan
hidroterapi) yang akan diterapkan pada pasien dalam rangka proses fisioterapi
yang diindikasikan sesuai kondisi pasien yang membutuhkan.
Panduan ini mahasiswa akan belajar tentang : praktek modalitas
fisioterapi aktinoterapi dan hidroterapi yang terdiri dari infra merah, Laser,
cold-hot pack, cold-hot bath, water bath, kontras bath, parafin wax bath
therapy, cryotherapy, whirl pool therapy, dan pool therapy.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah mempelajari praktikum ini setiap mahasiswa/i diharapkan mampu dan
memahami:
1. Pengertian dan penggunaan modalitas fisioterapi (aktinoterapi dan
hidroterapi)
2. Perubahan dan fenomena elektrik dalam tubuh manusia
3. Efek fisioolgi dari intervensi aktinoterapi dan hidroterapi
4. Efek terapeutik dari intervensi aktinoterapi dan hidroterapi
5. Indikasi dan kontra indikasi dari intervensi aktinoterapi dan hidroterapi
6. Petunjuk dasar dalam aplikasi aktinoterapi dan hidroterapi.

C. SASARAN PEMBELAJARAN
Sasaran pembelajaran Praktikum Laboratorium Sumber Fisis 1 (aktinoterapi dan
hidroterapi) adalah mahasiswa Pendidikan Diploma III Fisioterapi Semester 2
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan.

D. SUMBER PEMBELAJARAN
Sumber pembelajaran yang digunakan sebagai rujukan adalah:
1. Buku teks
2. Narasumber
a. Dosen mata kuliah
b. Para pakar dan ahli bidang elektrofisika dan sumber fisis

E. SUMBER DAYA
1. Sumber daya manusia
a. Dosen pemberi kuliah pengantar
b. Instruktur keterampilan
2. Sarana dan Prasarana
a. Ruang laboratorium fisioterapi
b. Ruang praktikum sumber fisis LASER kerjasama dengan Poli
Fisioterapi RSUD. Bendan Kota Pekalongan untuk praktek LASER.
c. Whirl pool therapy dan swimming pool kerjasama dengan Gajah Mada
Sport Center Kabupaten Batang.

F. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup praktikum sumber fisis 1 (aktinoterapi dan hidroterapi)
mempelajari tentang praktik dan aplikasi penggunaan alat berikut :
1. Infra Merah
2. LASER
3. Parafin Wax Therapy
4. Cold-Hot Bath Therapy
5. Cold-Hot Pack Therapy
6. Water Bath Therapy
7. Kontras Bath Therapy
8. Cryotherapy
9. Whirlpool Therapy
10. Pool Therapy

G. ALAT DAN KELENGKAPAN


1. Bed
2. Perangkat alat aktinoterapi dan hidroterapi
H. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Mahasiswa membawa buku panduan skill lab atau praktikum.

2. Jika menggunakan alat laboratoriun maka perwakilan mahasiswa


mengajukan peminjaman peralatan diruang Laboratorium dengan
menunjukkan KTM.

3. Mahasiswa mengambil daftar hadir skill lab atau praktikum

4. Mahasiwa berdoa sebelum memulai skill lab atau praktikum.

5. Mahasiswa mempersiapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan pada


saat skill lab atau praktikum.

6. Mahasiswa mengembalikan peralatan dengan menunjukkan KTM.

I. TATA TERTIB SKILL LAB DAN PRAKTIKUM


1. Mahasiswa memakai seragam sesuai dengan kekantuan yang berlaku.
2. Mahasiswa wajib memakai atribut( Name Tag, ID Card) selama
mengikuti skill lab atau praktikum.

J. SISTEM PENILAIAN
Penilaian akan dilakukan oleh pengajar dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut :
Nilai Point Range
 A 4 >= 80
 B+ 3,5 >= 75
 B 3 >= 70
 C+ 2,5 >= 61
 C 2 >= 56
 D+ 1,5 >= 51
 D 1 >= 45
 E 0 >= 44
K. MATERI SKILL LAB DAN PRAKTIKUM
1. Praktikum intervensi fisioterapi dengan infra merah.

2. Praktikum intervensi fisioterapi dengan LASER.

3. Praktikum intervensi fisioterapi dengan parafin bath therapy.

4. Praktikum intervensi fisioterapi dengan cold-hot bath therapy.

5. Praktikum intervensi fisioterapi dengan cold-hot pack therapy.

6. Praktikum intervensi fisioterapi dengan water bath therapy.

7. Praktikum intervensi fisioterapi dengan kontras bath therapy.

8. Praktikum intervensi fisioterapi dengan cryotherapy.

9. Praktikum intervensi fisioterapi dengan whirlpool therapy.

10. Praktikum intervensi fisioterapi dengan pool therapy.


BAB I

PRAKTIKUM INFRA MERAH

I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang infra merah.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi infra merah.

II. MATERI PRAKTIKUM


A. Definisi Infra Merah
Infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang 7700 – 4 JUTA ANGSTROM (Å) (Sujatno, 1998).
B. Pembagian Infra Merah
1. Non lumonous
2. Lumonous
C. Efek Fisiologi Infra Merah
1. Vasodilatasi cutaneus
2. Stimulasi saraf sensoris
3. Phagocytosis
4. Pigmentasi dan erythema
5. Keringat
6. Sensasi
7. Peningkatan metabolisme
D. Efek Terapeutik Infra Merah
1. Relief Pain
2. Muscle ralaxation
3. Increase blood supply
4. Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme
E. Indikasi Infra Merah
1. Kondisi peradangan setelah sub-akut : kontusio, muscle strain, muscle
sprain, trauma sinovitis
2. Rhematoid arthritis dan osteoarthritis
3. Myalgia : LBP Myogenik, myofascial syndrome pain (m. trapezius, m.
rhomboideus dll)
4. Neuralgia, neuritis
5. Ganguan sirkulasi darah
6. Persiapan exercise dan massage
F. Kontra Indikasi Infra Merah
1. Daerah dengan insufiensi pada darah
2. Gangguan sensibilitas kulit
3. Adanya kecenderungan terjadinya perdarahan
4. Mata
5. Luka terbuka
G. Bahaya-bahaya
1. Terbakar
Infra merah dapat menimbulkan superficial heat burn yaitu kebakaran
karena panas yang terjadi pada daerah superficial epidermis. Warna
merah yang nyata dan bergaris-garis, kadang-kadang disertai adanya
blister sewaktu atau sesudah pengobatan.
2. Iritasi kulit
3. Electric shock
Apabila terdapat kabel penghantar yang terbuka dan tersentuh oleh
penderita.
4. Penurunan tekanan darah
5. Gangguan aliran darah arteri
Pada keadaan defective arterial blood suply, denganpemberian
penyinaran infra merah justru akan membahayakan penderita yang
bersangkutan
6. Kerusakan mata
Sinar infra merah akan merupakan predisposing terjadinya katarak pada
jika dalam penyinaran infra merah sinar mengenai mata.
7. Dehidrasi
H. Aplikasi Infra Merah
1. Komunikasi dan berinteraksi dengan penderita/pasien/klien
Sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang
kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-
pikiran atau informasi” (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt &
Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988)
2. Metode Aplikasi
a. Metode pemasangan lampu diatur sedemikian rupa sehingga sinar
yang berasal dari lampu jatuh tegak lurus terhadap jaringan yang
diobati atau diterapi, baik itu untuk lampu luminous maupun non
luminous.
b. Jarak penyinaran untuk lampu non luminous antara 45 – 60 cm,
sedangkan untuk lampu luminous antara 35 – 45 cm. Jarak ini
bukanlah merupakan jarak yang mutlak, karena masih dipengaruhi
oleh toleransi penderita atau besarnya watt lampu (Sujatno, 1998).
3. Prosedur Aplikasi
a. Persiapan alat
1) Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum adalah infra
merah standing maupun portable, handuk, bed, kursi, alat test
sensibilitas ( 2 tabung reaksi yang telah tersisi air panas dan
dingin atau hummer refleks), alkohol, kapas, tissue, meter line
dan stop watch untuk infra merah postable (philips).
2) Persiapan alat serta pemeriksaan alat antara lain kabel, jenis
lampu, besarnya watt. Untuk pengobatan lokal biasnya
menggunakan reflektor berbentuk parabola yang didalamnya
hanya ada 1 bolam. Sedangkan untuk general (misalnya
punggung) dengan menggunakan beberapa bolam/lampu yang
dipasang pada reflektor semi serkuler (Sujatno, 1998).
b. Persiapan penderita/pasien/klien
1) Posisi penderita/pasien/klien comfertable disesuaikan dengan
daerah yang akan diobati seperti posisi duduk dengan
punggung bersandar pada sandaran kursi dan lengan tersangga
serta kaki perpijak pada lantai/tidak menggantung, posisi
supine lying (terlentang) dimana dibawah fossa poplitea
(lipatan lutut) diganjal dengan bantal, posisi prone lying
(tengkurap) dimana dibawah ankle anterior diganjal
guling/bantal/lipatan handuk, posisi side lying (tidur miring
kiri/kanan) dimana diantara tungkai atas dan dibawahnya
diganjal dengan guling dan posisi knee semi fleksi.
2) Daerah yang akan diobatai terbebas dari pakaian namun daerah
yang tidak diobati harus tertutup dengan
pakaian/handuk/selimut.
3) Lakukan test sensibilitas untuk mengetahui apakah
penderita/pasien/klien terdapat gangguang sensibilitas dengan
mengunakan alat test sensibiltas ujung dan pangkal dari
hammer refleks yaitu tajam-tumpul, halus-kasar, maupun
dengan tabung reaksi yang berisi air panas maupun air dingin
untuk tes sensibilitas panas-dingin. Bila terjadi gangguan
sensibilitas panas dan dingin pada daerah tersebut, maka
pengobatan dengan infra merah perlu dihindarkan. Tetapi bila
pengobatan dengan sinar infra merah sangat diperlukan maka
perlu metode secara khusus.
4) Daerah yang diobati dibersihkan dengan air sabun atau alkohol
atau dikeringkan dengan tissue/handuk.
5) Jelaskan kepada penderita/pasien/klien mengenai rasa dari
penyinaran alat infra merah yaitu hangat. Bila pada saat
disinari infra merah penderita/pasien/kklien merasakan rasa
panas yang menyengat maka penderita diminta segera
memberitahukan pada fisioterapis. Kemudian jelaskan efek
terapeutik serta indikasi dan kontra indikasi infra merah
sebelum dilakukan penyinaran.
c. Pengaturan dosis
Penggunaan lampu non-luminous jarak lampu antara 45-60 cm,
sinar diusahakan tegak lurus dengan daerah yangdiobati serta
waktu antara 10-30 menit. Pada penggunaan lampu luminous jarak
lampu 35-45 cm. Sinar diusahakan tegak lurus, waktu antara 10-30
menit disesuaikan dengan kondisi penyakitnya. Atur jarak sesuai
dosisi antara lampu infra merah dengan area yang akan diterapi
dengan menggunakan meter line.
d. Pelaksanaan Penyinaran Infra Merah
Setelah diatur posisi pasien comfertable serta pasien dijelaskan rasa
dan indikasi-kontra indikasi infra merah kemudian alat diatur
didekatkan dengan pasien dan jarak lampu dengan area yang akan
diterapi diukur dengan menggunakan meter line sesuai dosis
selanjutnya :
1) Untuk infra merah portable (merk philips): atur waktu manual
dengan stop watch sesuai dosis kemudian hidupkan lampu
dengen memutar putaran pada bagian ujung belakang lampu
kearah kanan/searah jarum jam (posisi on). Setelah waktu
penyinaran selesai/habis lalu putar kembali putaran bagian
belakang lampu kearah kiri/kearah berlawanan jarun jam
(posisi off).
2) Untuk infra merah standing (merk chatanoga) : diawali dengan
menekan tombol on kemudian tombol tersebut akan berwarna
hijau, atur waktu terapi pada tombol + untuk
menaikkan/menambah watu dan tombol – untuk
menurunkan/mengurangi waktu, lalu pilih lampu yang akan
digunakan untuk pengobatan/terapi sesuai dengan area yang
akan diterapi jika lokal menggunakan 1 lampu namun jika luas
dapat menggunakan 2 atau 3 lampu ( tombol 1 untuk lampu
infra merah ke-1, tombol 2 untuk lampu infra merah ke-2 dan
tombol 3 untuk lampu infra merah ke-3), kemudian dilanjutkan
dengan menekan tombol mode maka lampu yang telah dipilih
akan menyala/menyinari pada area yang diterapi dan timer
mulai berjalan. Timer untuk infra merah standing (merk
chatanoga akan mati/berhenti/off secara otomatis).
e. Setelah penyinaran infra merah
Setelah lampu infra merah mati/off maka segera jauhkan lampu
infra merah dari area yang diterapi/dari pasien/klien sebelum pasien
bangun atau berdiri dari bed maupun kursi karena jika lampu
tersebut tersentuh kulit pasien maka kulit akan terbakar panas.
Rapihkan alat dan bahan praktikum. Evaluasi dan monitoring
pasien setelah penyinaran infra merah.
f. Evaluasi dan monitoring
Hal ini bisa dilakukan sebelum dilakukan penyinaran dengan sinar
infra merah dan juga saat penyinaran, apakah ada rasa panas terlalu
tinggi atau terlalu banyak keringat keluar, hal ini harus
dihindarkan. Apabila waktu pengobatan selesai perlu dievaluasi
lagi dan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.
g. Pemeliharaan Infra Merah
1) Kontrol kabel bila ada yang lecet/terbuka
2) Bila membersihkan alat dari debu jangan sampai menimbulkan
getaran pada ferecly, lampu pijar, akrena dapat menimbulkan
kerusakan.
3) Setelah tidak dipakai lagi tempatkan pada tempat yang aman,
jangan sampai menggangu dalam memberikan layanan
fisioterapi.

III. DAFTAR PUSTAKA


Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.
BAB II

PRAKTIKUM LASER

I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang LASER.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi LASER.

II. MATERI PRAKTIKUM


A. Definisi LASER
LASER sinar monokromatis, karakteristik cahaya dan energinya. Light
Amplification adalah pemompaan /penguatan cahaya, berupa cermin
Stimulated Emission pernambahan/perangsangan emisi/pancaran. Radiasi
adalah adalah suatu proses dimana energi dipancarkan melalui suatu
ruangan. LASER didisain scr kolektif sbg radiasi elektromagnetik, dan
umumnya dipakai sbg sumber atau pembangkit radiasi
(Sujatno, 1998).
B. Pembagian LASER
Klasifikasi Produk dari hukum FDA berdasarkan tingkat emisi yg
diperoleh dr radiasi laser yg aman bagi manusia:
1. Kelas I : laser yg tdk merusak/berbahaya
2. Kelas II : menimbulkan resiko tinggi/merusak pd pemakaian >1000
detik
3. Kelas III : yg dpt merusak mata pd radiasi langsung
4. Kelas IV : laser yg dpt menimbulkan kerusakan kulit dan mata, baik
pd radiasi langsung ataupun hanya karena pancarannya .

C. Efek Biofisis LASER


1. Tiap sel punya karakteristik yg berbeda dan dlm sel mengandung
unsur elektris yg terpengaruh stimulus Laser.
2. Bila stimulus Laser ringan pd suatu sel akan mempengaruhi plasma
sel, merubah tegangan membran sel.
3. Perubahan tegangan membran sel dlm suatu frekwensi oscilasi pd
membran sel mempengaruhi pembebasan ion Ca++ yg akan
merangsang prostaglandin dan zat-zat algogenic lainnya untuk
memulai proses radang shg dpt berfungsi menormalisir wound
healing.
D. Efek Biostimulasi LASER
1. Vasodilatasi level microvasculer
2. Peningkatan enzim akibat dilatasi kapiler lokal dan normalisasi
keseimbangan intra dan ekstra seluler.
3. Stimulasi mekanisme pertahanan dgn peningkatan aktivitas makrofag
4. Stimulasi fibroblas utk proses wound healing.
5. Stimulasi supressor sel T saat produksi antibody yg tdk seimbang dpt
menormalisir kompleks imun.
6. Peningkatan energi sel intrinsik utk menjaga sel dr keadaan pre
necrotic.
E. Indikasi LASER
Kerusakan kulit, Kondisi rematoid, Gangguan paska traumatik, Gangguan
sirkulasi, dan Kondisi-kondisi lain yg merupakan indikasi terapi melalui
trigger point
F. Kontra Indikasi LASER
1. Penyinaran langsung pd mata,
2. Minimal 4-6 bulan setelah pemberian radioterapi,
3. Kelenjar endokrin (lokal), Epilepsi, Demam, Tumor, Kehamilan
G. Aplikasi LASER
1. Dosis
a. Secara umum energi densitas dibagi menjadi: (1) Minimal : 0,05 -
2 J / cm2 dan (2) Submaksimal - maksimal :  2 J/cm2
b. Waktu: pedoman waktu 1 menit / cm2.
c. Frekwensi terapi: 1x/hari - 2 atau 3x/minggu sesuai patologi dan
hasil terapi yg diharap dan Keadaan patologis dr suatu kasus
d. Pd alat baru pengaturan dosis waktu & energi densitas scr
otomatis dlm mesin, tinggal atur energi output melalui persentase
energi densitas yg keluar dr probe, yg tertera pd mesin dan sesuai
dosis yg diinginkan.
e. Untuk sub maksimal 20 - 50 atau 75% dan dosis maksimal 100 %
f. Secara umum energi densitas yg lebih rendah utk kondisi
akut/aktualitas tinggi.

2. Tehnik Aplikasi
Pedoman terapi didasarkan pd jumlah energi laser (dlm Joules) yg
diberikan pd tiap cm2 permukaan jaringan (teknik kisi-kisi/grid
technique). Aplikasi LASER harus dilakukan sesuai dgn setiap cm
persegi, grid matrix yg meliputi area yg telah ditentukan.
a. Tehnik kontak langsung: Probe sedikit kontak dgn kulit tegak
lurus pd pusat tiap cm2 area yg ditentukan dlm waktu (detik)
yang dikehendaki.
b. Tehnik kontak tidak langsung
1) Probe diletakkan tegak lurus pd pusat tiap cm2 area yg
ditentukan dgn jarak 1 cm atau kurang.
2) Teknik ini utk terapi pd kulit yg rusak, permukaan jar yg
infeksi, area sensitif thd penekanan.
3) Gerakan probe dilakukan statis atau digerakan lambat .
c. Stimulasi skwensial : setiap cm2 jaringan distimulasi dgn sama pd
seluruh permukan jar yg diterapi.
d. Stimulasi non skwensial : stimulasi dilakukan scr selektif pd
permukaan jaringan yg diterapi.
3. Prosedur Aplikasi
a. Persiapan pasien
Disesuaikan dengan :
1) Jenis alat yang digunakanTehnik aplikasi
2) Kebutuhan
b. Persiapan alat
1) Pemilihan alat
2) Pengaturan dosis
Disesuaikan dengan jenis alat yang digunakan dan tehnik aplikasi
serta efek yang dikehendaki. Contoh kasus rheumatoid arthritis:
Penyakit collagen disebabkan krn mekanisme immune complex.
Efektivitas laser tergantung tingkat sakitnya. Tahap 1: Lesi mulai
pd synovial membrane, pembungkus tendon, bursa; terjadi edeme
dan hyperemia eksudasi fibrin dan leucocyte. Ketika inflamasi
berkembang timbul nyeri terutama bila sendi digerakkan. Teknik
dan dosis (pada area nyeri dengan dosis 3–5 Joules/cm2 per spot)
c. Evaluasi
1) Selama terapi berlangsung
2) Setelah terapi selesai

III. DAFTAR PUSTAKA


1. Pauline M. Scott, Clayton’s. Electrotherapy and Actinotherapy, sixth
edition, Bailliere Tindal and Cassel. London, 1973.
2. Scott, P.M, Clayton’s. Electrotherapy and Actinotherapy, 7E Druk
Bailliere Tindall London, 1979.
3. Sandy Ranny, Electrotherapy, thrird edition, Edmonton 1989.
4. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademik Fisioterapi Surakarta
Depkes RI. Surakarta.
5. Shri’Ber, B.J. A Manual of Electrotherapy, Philadelpia, 4E druk, 1977.
6. Zutphen, HCF, Netherland, Leer Boek der Fysische Therapie I.E.Z. Deel
II Wetenschapel i jke Nitgeveri j Bunge, Utrecht, 1991.
BAB III

PRAKTIKUM COLD PACK DAN HOT PACK

I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang cold pack dan hot pack.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi cold pack dan hot pack.

II. MATERI PRAKTIKUM


A. Definisi Cold Pack dan Hot Pack
Cold pack adalah salah satu modalitas fisioterapi kompres dingin
dengan menggunakan pack dingin (bahan yang baiasa terbuat dari
nilon/kanvas yang berisi cairan/pasir) atau dapat juga dengan kain/handuk
yang direndam air dingin setelah itu diperas baru dipakai.
Hot pack adalah salah satu modalitas fisioterapi kompres panas
dengan menggunakan hidrokolator pack yang dipanaskan dalam unit
pemanas atau menggunakan pack panas (bahan yang baiasa terbuat dari
nilon/kanvas yang berisi cairan/pasir), dapat juga dengan kain/handuk
yang direndaman air panas setelah itu diperas baru dipakai.
B. Efek Fisiologi Cold Pack dan Hot Pack
1. Efek fisiologi cold pack
a. Efek dingin pada kulit
Efek yang terjadi pertama kali adalah vasokontriksi
pembuluh darah superfisial diikuti dengan warna kemerah-merahan
(eritema) pada kulit karena adanya vasodilatasi (hipereritema). Bila
dingin diberikan pada waktu yang lama kulit akna berwarna
kebiru-biruan (sianosis) karena vasokontriksi. Ujung saraf (nerve
ending) akan mengalami paralysis dan sentifitas (perasaan kulit)
serabut saraf sensoris akan berkurang.
b. Efek dingin pada jaringan otot
Bila diberikan hanya sebentar, maka akan memberikan
perbaikan pada sirkulasi darah, sehingga kegiatan otot dan tonus
otot bertambah. Bila waktu terlalu lama, maka tanu otot akan
berkurang, terlihat kekakuan pada anggota tubuh dan mengigil
sebagai akibat untuk menghasilkan panas. Bila dingin berlebihan
juga dapat mempalpasi pada tonus otot.
c. Efek dingin pada sirkulasi darah
Terjadinya vasokontriksi pembuluh darah kulit, sehingga
memompa/mendorong darah ke jaringan lebih dalam. Disusul
adanya vasodilatasi pembuluh darah supervisial sehingga
peredaran darah akan lebih lancar.
d. Efek dingin pada jaringan saraf
Dingin menyebabkan paralysis akhiran saraf pada kulit
untuk sementara. Bila diberikan pada waktu yang cukup lama akan
menyebabkan penurunan fungsi saraf.
e. Efek dingin pada jantung dan pembuluh darah
Terjadinya vasokontriksi pembuluh darah kulit, segera
diikuti vasokontriksi pembuluh darah perifer lainnya,
menyebabkan penyempitan pembuluh darah secara menyeluruh,
kemudian akan diikuti oleh peningkatan tekanan darah dan denyut
nadi menjadi cepat. Setelah reaksi menghilang, pembuluh darah
perifer segera akan dilatasi kembali, tekanan darah menurun dan
denyut nadi menjadi lambat.
f. Efek dingin pada respirasi
Pernafasan menjadi lebih cepat dan dangkal kemudian
segera mungkin diikuti nafas yang lambat sehingga meningkatakan
petukaran gas O2 di alveolus paru.
2. Efek fisiologi hot pack
a. Efek panas terhadap kulit
Rangsangan panas dengan media yang mempunyai
temperatur yang lebih besar dari 40o C (Very Hot) kepada kulit,
dalam waktu yang tidak terlalu lama akan mengakibatkan kulit
menjadi pucat, karena timbul vasokontriksi pembuluh darah dari
kulit secara tiba-tiba. Bila penggunaan panas dengan temperatur
tidak terlalu panas, warna pucat pada kulit muncul karena
vasokontriksi, sehingga akan segera diikuti vasodilatasi sehingga
timbul warna kemerah-merahan (eritema). Kelenjar keringat dan
kelenjar lemak akan terangsang, sehingga kulit akan menjadi lemas
da lentur.
b. Efek panas terhadap jaringan otot
Dengan metode Hot bath (rendaman panas), otot menjadi
rileks dan lentur kelelahan akan hilang, iritabilitas (sifat mudah
terangsang) menjadi berkurang dan rasa nyeri juga akan berkurang.
Apabila waktu diperpanjang seakan menimbulkan efek kelemahan
terhadap otot.
c. Efek panas terhadap jaringan syaraf
Penggunaan media dengan temperatur, mula-mula akan
terangsang sistem saraf. Kalau waktu pemberiaan tersebut
diperpanjang, maka pada ujung-ujung saraf sensoris akan mati
rasa. Jika temperatur hangat warm akan memberikan efek sedatif
pada jaringan saraf.
d. Efek panas terhadap sirkulasi darah setempat
Jika terjadi dilatasi pembuluh darah kulit maka hal ini akan
diteruskan ke pembuluh darah di jaringan yang lebih dalam,
sehingga sirkulasi darah setempat menjadi lebih baik
e. Efek panas terhadap sirkulasi darah sistemik dan tekanan darah
sistemik
Pada permulaan pemebrian panas pada jaringan tubuh akan
berakibata beban kerja jatung akan lebih berat, hal ini karena
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah pada bagian perifer (tepi)
di jaringan superfisial tubuh, yang kemudian akan diikuti oleh
adanya kenaikan tekanan darah sistemik. Bila segera diikuti
dengan adanya vasodilatasi, maka tekanan darah sistemik akan
turun, dengan demikian beban kerja jatung juga akan turun.
f. Efek panas terhadap respirasi
Pengobatan dengan mdeidia temperatur sangat tinggi akan
mempengaruhi pernafasan pada awalnya, kemudian berhenti
sebentar, terjadi pernafasan cepat dan dangkal. Pengobatan dengan
tempertur sedang akan menyebabkan pernafasan menjadi mudah,
rileks dan pernafasan lebih dalam.
g. Efek panas terhadap metobolisme
Dengan panas yang cukup, maka akan meningkatkan
metabolisme jaringan yang diberikan rangsangan.
C. Efek Terapeutik Cold Pack dan Hot Pack
1. Efek terapeutik cold pack

a. Peradangan sendi : mengurangi reaksi radang


b. Kontraktur : mengurangi ekstensibilitas jaraingan ikat,mempunyai
efek menekan nyeri, tahan terhadap peregangan sendi (stretching)
c. Membatasi kerusakan yang disebabkan oleh cedera dengan
mengurangi temperature jaringan yang cidera dan akibanya
mengurangi metabolic demand, menyebabkan vasokontriksi, dan
membatasi perdarahan (Kerr KM, Daley L, Booth L, Start J. 1998).
d. Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang batas pada free
nerve endings dan pada synapses dan dengan meningkatkan nerve
conduction latency untuk terjadinya analgesik (Kerr KM, Daley L,
Booth L, Start J. 1998).
e. Mengurangi nyeri dan spasme otot :
1) Lebih efektif pada fase akut 36 jam atau ( 2 x 24 jam)
2) Mengurangi proses metabolisme
3) Mengurangi nilai ambang rangsang nyeri (nociceptor
eksitabilas)
4) Mengurangi kecepatan hantaran rangsang saraf.
Mengurangi kontraktilitas pada otot

f. Mengurangi bengkak
Cairan yang mengisi ruang intersttial akan diserap oleh pembuluh
limfe. Pembuluh limfe bekerja berdasar gerak pembuluh, kontraksi
otot disekitarnya dan pernafasan untuk melakukan drainase. Cold
pack dapat menurunkan kontraksi otot yang dapat mengurangi
kemampuan drainase pembuluh limfe (Sudarsono, 2015).
2. Efek terapeutik hot pack
a. Mengurangi nyeri
b. Mengurangi spasme otot
D. Indikasi Cold Pack dan Hot Pack
1. Indikasi Cold Pack
a. Sprain dan strain serta pasca trauma akut.
b. Bursitis, fibrositis, kapsulitis akut.
2. Indikasi Hot Pack
a. Sprain dan strain yang kronis
b. Sebagai tindakan pendahuluan (preliminary) sebelum dilakukan
latihan untuk kondisi stiff joint (kekakuan sendi).
c. Low Back Pain yang disertai spasme otot
d. Arthritis kronis
e. Sindroma nyeri myofascial
E. Kontra Indikasi Cold Pack dan Hot Pack
1. Kontra Indikasi Cold Pack
a. Gangguan sensibilitas
b. Buerger,s diseaases
c. Gangguan peredaran darah arterial perifer
2. Kontra Indikasi Hot Pack
a. Gangguan sensibilitas kulit
b. Penyakit buerger
c. Gannguan peredaran darah arteri perifer
F. Aplikasi Cold Pack dan Hot Pack
Dalam penatalaksanaan hidroterapi kompres panas dan dingin, tahap-tahap
penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
a. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
b. Gangguan sensibilitas yang dimaksud adalah sensibilitas panas-
dingin. Untuk mengetahui keadaan sensibilitas pasien maka perlu
dilakukan tes sensibilitas panas-dingin, seperti berikut:
1) Sediakan 2 buah tabung / kantung plastik kecil. Sebuah tabung
berisi air panas (hangat) yang lain berisi air dingin (air es).
2) Kedua tabung tersebut diujikan satu per satu ke bagian tubuh
pasien yang normal sambil mengenalkan rasa / sensasi yang
dirasakan oleh pasien ( pasien diminta untuk melihat pengujian
/ pengenalan ini).
3) Setelah pengenalan sensasi dilakukan, pengujuan sensasi yang
sebenarnya dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melihat
pengujian pada daerah yang abnormal. Pasien bisa diminta
untuk memejamkan matanya ataupun dengan cara yang lain,
misalnya dengan menghalangi pandangannya
2. Pemilihan Modalitas Terapi
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
). Apakah pasien akan diterapi dengan hot pack/kompres panas atau
dengan cold pack/kompres dingin.
3. Persiapan alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk terapi harus tersedia sesuai dengan metode
terapi yaitu cold pack, hot pack, handuk kecil, handuk besar, air dingin,
air panas, alat pengukur suhu air dingin/panas, tabung reaksi, baskom
stenlis, plastik, air panas, air dingin beserta es batu/es balok, tissue,
kapas, alkohol.
a. Kompres panas/hot pack
1) Plastik lembaran + 1 m2
2) Baskom stenlis / tempat penampungan air panas
3) 2 buah handuk kecil atau hot pack
4) 1 buah handuk besar ( tipis)
5) selimut
b. Kompres dingin/cold pack
1) Plastik lembaran + 1 m2
2) Baskom stenlis / tempat penampungan air dingin dan es
3) Plastik 1 kiloan + 4 buah
4) 1 buah handuk besar ( tipis)
5) Cold pack
6) selimut
4. Persiapan penderita
Pasien diberikan pengetahuan / diberi tahu tentang perlakuan-
perlakuan apa saja yang akan diberikan oleh terapis kepada pasien.
Posisi pasien adalah sebagai berikut:
a. Pasien diposisikan telentang jika daerah tubuh yang akan diterapi
berada di anterior. Sebaliknya, pasien diposisikan tengkurap bila
bagian tubuh yang akan diterapi di posterior.
b. Pada posisi telentang, tungkai pasien diangkat kemudian diganjal
dengan guling dibawah lututnya. Pada posisi tengkurap yang
diganjal adalah pergelangan kaki bagian anterior.
c. Pada posisi telentang, pasien diselimuti dari bawah ( ujung kaki
tertutup selimut ) ke atas sampai ke dada, sisa selimut dilipat ke
bawah lalu ke atas. Pada posisi tengkurap, pasien diselimuti dari
bawah ( ujung kaki tertutup selimut ) ke atas sampai ke leher (
bagian bawah ) sisa selimut dilipat ke bawah lalu ke atas.
d. Pada posisi telentang, salah satu tangan pasien diposisikan di atas
perut. Pada posisi tengkurap, kedua lengan pasien diposisikan
abduksi 90o dengan siku fleksi 90o.
5. Teknik pelaksanaan
Pelaksanaan terapi terkait dengan pemilihan metode terapi.
Teknik pelaksanaan terapi dengan kompres panas tentunya berbeda
dengan kompres dingin. Akan tetapi yang perlu diperhatikan juga ( baik
kompres panas maupun dingin ) adalah pengaturan dosis dan juga
pengaturan posisi pasien.

a. Kompres Dingin

Misalkan daerah yang akan diterapi pada bagian anterior pasien,


misalnya dorsum pedis.

1) Pasien diposisikan telentang seperti yang telah dijabarkan di


atas, area yang tidak diterapi ditutupi dengan
kain/selimut/handuk.
2) Letakkan plastik diarea yang akan diterapi (dorsum pedis)
3) Plastik lembaran dilipat kemudian diselimutkan ke bagian
tubuh pasien yang akan diterapi ( daerah dorsum pedis ).
Sisa plastik tersebut dilipatkan ke arah bawah.
4) Siapkan baskom berisi air dan es lalu didiamkan sejenak
dan ukur suhu air.
5) Handuk kecil dilipat 2 lipatan sehingga berbentuk segi
empat, lalu direndam ke dalam air dingin. Handuk yang
sudah basah diangkat dan diperas dengan perkiraan masih
ada sedikit air yang tertinggal dalam handuk tersebut. Atau
dapat menggunakan cold pack yang direndam air dingin
temperature antara 13°C - 18°C.
6) Handuk kecil yang sudah diperas tadi kemudian diletakkan
di atas pada bagian area yang diterapi. Kemudian
balut/bungkus kompresan tersebut dengan plastik dan
handuk pada area yang terapi tersebut.
7) Apabila telah terasa tidak dingin lagi, perlu didinginkan
kembali. Waktu total pengobatan 10 menit.
8) Perhatikan kenyamanan pasien..
9) Plastik dibuka, lipatan handuk juga dibuka
10) Cold pack diambil, plastik diambil dan handuk diambil.
11) Rapikan peralatan.

b. Kompres Panas

Misalkan daerah yang akan diterapi pada bagian posterior pasien,


misalnya punggung bawah.

1) Plastik lembaran dilipat kemudian diselimutkan ke bagian


tubuh pasien yang belum diselimuti ( daerah pelvic ke atas
sampai dada ). Sisa plastik tersebut dilipatkan ke arah
bawah.
2) Letakkan handuk tipis pada daerah yang akan dikompres di
atas plastik yang menyelimuti pasien.
3) Handuk kecil dilipat 2 lipatan sehingga berbentuk segi
empat, lalu direndam ke dalam air panas/hangat temperature
±55°C. Handuk yang sudah basah diangkat dan diperas
dengan perkiraan masih ada sedikit air yang tertinggal
dalam handuk tersebut. Atau dapat menggunakan hot pack
yang direndam diair hangat/panas.
4) Handuk kecil yang sudah diperas/hot pack tadi kemudian
diletakkan di atas handuk tipis yang sudah diletakkan pada
bagian tubuh pasien.
5) Handuk kecil tersebut kemudian dibungkus ( masih pada
tubuh pasien ) dengan handuk besar dibawahnya.
6) Bungkusan kompres/hot pack tadi kemudian ditutup dengan
plastik lembaran yang menyelimuti pasien.
7) Pasien diselimuti dengan selimut lagi hingga ke dada.
8) Jika kompresan terasa panas sehingga pasien tidak nyaman,
maka suhu disesuaikan. Bila suhu kompresan sudah turun
sehingga pasien sudah tidak merasakan panas dari kompres
tersebut, segera ganti dengan kompres yang baru tetapi
sebelum kompres yang baru siap untuk diletakkan, kompres
yang lama jangan diangkat terlebih dahulu. Atau setelah
terasa dingin, perlu dipanaskan lagi atau dihanti setiap 5
menit
9) Lakukan pengompresan selama 15 hingga 30 menit.
10) Perhatikan kenyamanan pasien.
11) Setelah selesai, selimut dibuka selebar pelvic.
12) Plastik dibuka, bungkusan handuk juga dibuka
13) Handuk yang digunakan untuk mengompres diambil.
14) Rapikan peralatan
6. Evaluasi dan dokumentasi

Evaluasi dan dokumentasi bertujuan untuk:

a. Melihat / mengetahui efek hasil terapi


b. Membandingkan kondisi patologis sebelum dan sesudah diberikan
terapi.
c. Menentukan tindakan / terapi selanjutnya.

IV. DAFTAR PUSTAKA


1. Kerr KM, Daley L, Booth L, Start J. PRICE guidelines: guidelines for the
management of soft tissue (musculoskleletal) injury with protection, rest,
ice, compression, elevation (PRICE) during the first 72 hours (ACPSM)
ACPOM. 1998;6:10-11. http://www.csp.org.uk/publication/price-
guidelines-guidelines-management-soft-tissue-musculoskeletal-injury-
protection-re. Accesed January 2, 2011
2. Sudarsono Ari, 2015. Penanganan Terkini Cedera Olahraga Pada Fase
Akut. Dalam Proceding Temu Ilmiah Tahunan Fisioterapi Indonesia
XXX, Makasar 14-16 Agustus 2015.
3. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.
BAB IV

PRAKTIKUM CONTROLLED COLD COMPRESSION UNITS

I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang controlled cold compression units.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi controlled cold compression
units.

II. MATERI PRAKTIKUM


A. Definisi Controlled Cold Compression Units
Controlled Cold Compression Units yang disebut dengan unit kompresi
dingin terkontrol merupakan aplikasi dingin dan kompresi secara
bersamaan pada posisi elevasi.
B. Efek Fisiologi Controlled Cold Compression Units
1. Tujuan
a. Digunakan setelah cedera akut
b. Digunkan setelah pembedahan
c. Efektif untuk menurunkan suhu jaringan superficial dan dalam;
suhu kulit yang dapat dicapai adalah 7°C hingga 15°C (44,6°F
hingga 59°F) (Dervin, 1998 & Morsi, 2002)
2. Efek fisiologi
Pain reduction : Dengan stimulasi reseptor dingin, dorongan akan
dikirim kembali yang akan masuk ke akar posterior sumsum tulang
belakang. Impuls ini, yang melalui syaraf berdiameter besar, secara
efektif menghalangi impuls lain (rasa sakit) yang mencoba mengakses
sumsum tulang belakang (pain gate theory).

C. Efek Terapeutik Controlled Cold Compression Units


1. Reduces pain.
2. Reduces spasticity.
3. Reduces muscle spasm.
4. Reduces swelling/udema
D. Indikasi Controlled Cold Compression Units
1. Acute pain
2. Chronic pain
3. Acute swelling (controlling hemorrhage and edema)
4. Myofascial trigger points
5. Muscle spasm
6. Acute muscle strain
7. Acute ligament sprain
8. Acute contusion
9. Bursitis
10. Tenosynovitis
11. Tendinitis
12. Delayed onset muscle soreness
E. Kontra Indikasi Controlled Cold Compression Units
1. Impaired circulation (i.e., Raynaud’s phenomenon)
2. Peripheral vascular disease
3. Hypersensitivity to cold
4. Skin anesthesia
5. Open wounds or skin conditions (cold whirlpools and contrast baths)
6. Infection
F. Aplikasi Controlled Cold Compression Units
Dalam penatalaksanaan Controlled Cold Compression Units, tahap-tahap
penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
a. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
b. Gangguan sensibilitas yang dimaksud adalah sensibilitas panas-
dingin. Untuk mengetahui keadaan sensibilitas pasien maka perlu
dilakukan tes sensibilitas panas-dingin, seperti berikut:
1) Sediakan 2 buah tabung / kantung plastik kecil. Sebuah tabung
berisi air panas (hangat) yang lain berisi air dingin (air es).
2) Kedua tabung tersebut diujikan satu per satu ke bagian tubuh
pasien yang normal sambil mengenalkan rasa / sensasi yang
dirasakan oleh pasien ( pasien diminta untuk melihat pengujian
/ pengenalan ini).
3) Setelah pengenalan sensasi dilakukan, pengujuan sensasi yang
sebenarnya dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melihat
pengujian pada daerah yang abnormal. Pasien bisa diminta
untuk memejamkan matanya ataupun dengan cara yang lain,
misalnya dengan menghalangi pandangannya
2. Pemilihan Modalitas Terapi
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
3. Persiapan alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk terapi harus tersedia sesuai dengan metode
terapi yaitu Controlled Cold Compression Units, handuk kecil, handuk
besar, air dingin, air panas, alat pengukur suhu air dingin/panas, tabung
reaksi, baskom stenlis, plastik, air panas, air dingin beserta es batu/es
balok, tissue, kapas, alkohol.
4. Persiapan penderita
Pasien diberikan pengetahuan / diberi tahu tentang perlakuan-
perlakuan apa saja yang akan diberikan oleh terapis kepada
pasien.Posisi pasien dapat dengan terlentang maupun duduk dikursi.
5. Teknik pelaksanaan
a. Pastikan unit dalam keadaan mati sebelum mempersiapakn unit
untuk beroperasi.
b. Isi pendingin dengan air keran dan es hingga garis batas. Masukkan
pompa ke dalam air dan pastikan bahwa pompa bena-benar
terendam.
c. Sambungkan pompa ke pendingin, dan rapatkan tutunya.
d. Pakaian sehelai stocking pada kulit demi keamanan dan kebersihan.
Jika terdapat luka, pastikan luka dibalut.
e. Pakaiakan lengan pembungkus yang sesuai pada aera intervensi
dan eratkan menggunakan pengaman yang tersedia. Pastikan tidak
ada lipatan yang dapat menghambat pengisian lengan pembungkus.
f. Sambungkan slang dengan lengan pembungkus, pastikan benar-
benar tersambung dan tidak ada lekukkan pada selang.
g. Letakkan pendingin lebih rendah daripada lengan pembungkus agar
dapat mempertahankan tekanan yang tepat di dalam lengan
pembungkus selama terapi, tetapi jaraknya tidak boleh lebih dari
60cm. Sambungkan kabel daya ke pompa dan sumber listrik.

6. Evaluasi dan dokumentasi

Evaluasi dan dokumentasi bertujuan untuk:

d. Melihat / mengetahui efek hasil terapi


e. Membandingkan kondisi patologis sebelum dan sesudah diberikan
terapi.
f. Menentukan tindakan / terapi selanjutnya.

V. DAFTAR PUSTAKA
1. Kerr KM, Daley L, Booth L, Start J. PRICE guidelines: guidelines for the
management of soft tissue (musculoskleletal) injury with protection, rest,
ice, compression, elevation (PRICE) during the first 72 hours (ACPSM)
ACPOM. 1998;6:10-11. http://www.csp.org.uk/publication/price-
guidelines-guidelines-management-soft-tissue-musculoskeletal-injury-
protection-re. Accesed January 2, 2011
2. Sudarsono Ari, 2015. Penanganan Terkini Cedera Olahraga Pada Fase
Akut. Dalam Proceding Temu Ilmiah Tahunan Fisioterapi Indonesia
XXX, Makasar 14-16 Agustus 2015.
3. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.
BAB V

PRAKTIKUM CRYOTHERAPY

I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang controlled cold compression units.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi controlled cold compression
units.

II. MATERI PRAKTIKUM


A. Definisi Cryotherapy
Cryotherapy adalah terapi yang mengacu pada berbagai pengobatan yang
ditujukan untuk menurunkan suhu permukaan tubuh tanpa kerusakan
jaringan (Zagrobelny 2003;Skrzek, 2009)
Cryotherapy adalah salah satu bagian dari metode terapi sumber fisis zat
cair yang menggunakan media es, sehingga cryotherapy ini prinsipnya
terapi dingin (Sujatno, 1998)
B. Efek Fisiologi Cryotherapy
1. Efek Lokal
a. Pd Pembululuh darah cutaneus
b. Vasokontriksi segera saat aplikasi kulit pucat→ mengurangi
hilangnya energi
c. Kecepatan reaksi vasokontriksi cepatnya autonomic reflex sistem
thd iritasi reseptor suhu kulit
d. Reaksi langsung dingin thd otot polos arteriole
e. Penurunan aliran darah kulit utk menghambat konduksi panas ke
jar. kulit
f. Peningkatan viscositas pd cooling jg menurunkan aliran darah
g. Sesudah beberapa wkt (10-15 mnt) → diikuti vasodilatasi (Lewis
Hunting Reaction)
2. Efek General
Stimulus dingin thd cold reseptor kulit lebih banyak dari pd jika
memakai panas. Bila aplikasi sangat dingin mempengaruhi reseptor
nyeri & menimbulkan rasa nyeri. Stimuli akan dibawa melalui tract
spinothalamic contralateral → thalamus → ke cortex sensory→
kesadaran nyeri.
Hypothalamus bekerja sbg thermostat utk mengatur suhu tubuh
utama, posterior hypothalamus → menurunkan suhu tubuh. Reaksi
berlawanan o/ pusat vasomotor → vasokontriksi kulit & peningkatan
aliran darah sesudahnya lbh bermakna.

C. Efek Terapeutik
1. Mengurangi bengkak
2. Mengurang nyeri
3. Pemulihan muscle soreness
4. Mencegah terjadinya kerusakan jaringan otot yang lebih berat karena
rusaknya pembuluh darah sekitar otot.
5. Mengurangi spasme otot
D. Indikasi
1. Penyakit radang muskuloskeletal: RA, Ankylosing spondylitis, demam
reumatik.
2. Penyakit sendi asal metabolisme seperti asam urat.
3. Penyakit jaringan ikat campuran.
4. Peradangan kronis pada cervical.
5. Periarticular, tendon dan kapsul perdangan sendi.
6. Strain, sprain, DOMS, Muscle Sorrenes Delayed onset muscle soreness
E. Kontra Indikasi
1. Excessive local cold: timbulnya cold burn atau frostbite
2. Sensitif thd dingin
3. Raynaud’s disease → vasospasm luas.
4. Buerger’s disease & arterioscerosis → memperberat penyakit krn
menurunnya metabolisme
5. Cryoglobianemia → blocking pembuluh darah
6. Cold urticaria → menurunkan tensi & meningkatkan frekuensi denyut
jantung
7. Infection
8. Cardiac disease
9. Sensory deficiency
10. Hilang/kurangnya sensasi merup.kontraindikasi mutlak
11. Emotional & psikologikal feature
12. Luka terbuka
13. Gangguan aliran darah lokal
(Lubkowska A, 2012)
F. Aplikasi
Dalam penatalaksanaan Cryotherapy, tahap-tahap penatalaksanaannya
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
c. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
d. Gangguan sensibilitas yang dimaksud adalah sensibilitas panas-
dingin. Untuk mengetahui keadaan sensibilitas pasien maka perlu
dilakukan tes sensibilitas panas-dingin, seperti berikut:
4) Sediakan 2 buah tabung / kantung plastik kecil. Sebuah tabung
berisi air panas (hangat) yang lain berisi air dingin (air es).
5) Kedua tabung tersebut diujikan satu per satu ke bagian tubuh
pasien yang normal sambil mengenalkan rasa / sensasi yang
dirasakan oleh pasien ( pasien diminta untuk melihat pengujian
/ pengenalan ini).
6) Setelah pengenalan sensasi dilakukan, pengujuan sensasi yang
sebenarnya dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melihat
pengujian pada daerah yang abnormal. Pasien bisa diminta
untuk memejamkan matanya ataupun dengan cara yang lain,
misalnya dengan menghalangi pandangannya
2. Pemilihan Modalitas Terapi
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
3. Persiapan alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk terapi harus tersedia sesuai dengan metode
terapi yaitu ice cup, ice roller, handuk kecil, handuk besar, air dingin,
air panas, alat pengukur suhu air dingin/panas, tabung reaksi, baskom
stenlis, plastik, air panas, air dingin beserta es batu/es balok, tissue,
kapas, alkohol.
4. Persiapan penderita
Pasien diberikan pengetahuan / diberi tahu tentang perlakuan-
perlakuan apa saja yang akan diberikan oleh terapis kepada
pasien.Posisi pasien dapat dengan terlentang maupun duduk dikursi.
5. Teknik pelaksanaan
a. Cold Pack
Penggunaan kantong es dianjurkan diberi alas plastik dan
bila perlu dioleskan minyak pada kulit untuk menghindari dingin
terlalu cepat. Perlu penggantian es secara periodik agar suhu tetap
antara 0o dan 5o C. Jangan ditindih karena dapat menimbulkan
ischemic. Waktu treatment kurang lebih 20 menit.
b. Ice Massage
Penggunaan es batangan berbentuk lolipop dengan tangkai
kayu, mudah dibuat dan digunakan. Bentuk pecahan es yang
digunakan adalah silindris atau kubus, arah gerakan sirkuler atau
merupakan garis lurus. Pemberian massage dengan es dihentikan
bila sudah timbul anaesthesia relatif pada kulit. Bila kulit dikenai
es.
Mula-mula (2-3 menit) pertama akan timbul perasaan
dingin sampai nyeri, sampai seperti terbakar. Setelah 3 menit
pertama, akan timbul perasaan kaku, tebal, anasthesia relatif (rasa
nyeri tidak ada). Lima sampai dengan sepuluh menit kemudian,
akan timbul hiperemia pada daerah yang bersangkutan.
c. Evaporating Spray
Penggunaan spray seperti chloraethyl atau fluorimethane
pada olahraga sangat populer. Semprotan 5 detik, jarak 45 cm
tegak lurus pada permukaan.
d. Dry ice pack/kompres es kering
Pecahan es yang kecil-kecil dibungkus dengan handuk
kering, kemudian di letakkan pada daerah yang diterapi. Lama
waktu terapi: 5-20 menit
e. Ice towel
Digunakan handuk yang telah direndam didalam air yang
dicampur dengan potongan es dengan suhu akhir: 16ºC. Handuk
yang sudah direndam tadi kemudian diperas dan selanjutnya
dibalutkan pada daerah yang akan diterapi. Lama waktu terapi 15-
20 menit.
Metode ini digunakan untuk anggota badan dan pembalutan
sebaiknya meliputi origo dan insertio dari otot yang diterapi. Suhu
handuk harus diperhatikan, sehingga efek dingin dapat
dipertahankan, ini dapat ditempuh dengan mengganti handuk yang
telah berkurang dinginnya sampai beberapa kali.
f. Immersion/Pencelupan
Pecahan-pecahan es dimasukkan kedalam air, kemudian
anggota tubuh yang sakit direndam didalamnya, selama 10-20
menit. Terapi ini maksudnya adalah untuk mengontrol udema agar
tidak berlebihan.
g. Douches
Metode ini menggunakan pancaran air yang dikenakan
pada permukaan tubuh penderita, pancaran air tersebut dapat
terkontrol temperature. Douches dapat digunakan sebagai sarana
membersihkan badan atau untuk tujuan terapi. Bentuk pacaran ini
ada beberapa, tergantung dari bentuk penutup slang yang
digunakan. Bentuk tersebut antara lain : (1) Jet douches, (2) Fan
dauches, (3) Needle shower, (4) Under Water Douches, (5) Rain
Douches.
Temperature Hot jet douches (pancaran panas metode jet):
37,5°C-44°C dan Cold jet douches (pancaran dingin metode jet):
15°C-27°C. Tekanan Hot : 10 – 15 pon dan Cold : 15 -20 pon.
Lama terapi 6 – 10 menit, dengan durasi pancaran air (Hot 12 -40
detik dan Cold 3 – 10 detik)

Pada contras douches, pancaran air dibentuk dari jet


douches dan terdiri dari pancaran air panas yang dikenakan pada
tubuh penderita, segera digantu dengan pancaran air dingin secara
bergantian. Lama waktu pancaran air dingin kira-kira seperempat
lama waktu pancaran air panas.

6. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi dan dokumentasi bertujuan untuk:

g. Melihat / mengetahui efek hasil terapi


h. Membandingkan kondisi patologis sebelum dan sesudah diberikan
terapi.
i. Menentukan tindakan / terapi selanjutnya.

VI. DAFTAR PUSTAKA


1. Kerr KM, Daley L, Booth L, Start J. PRICE guidelines: guidelines for the
management of soft tissue (musculoskleletal) injury with protection, rest,
ice, compression, elevation (PRICE) during the first 72 hours (ACPSM)
ACPOM. 1998;6:10-11. http://www.csp.org.uk/publication/price-
guidelines-guidelines-management-soft-tissue-musculoskeletal-injury-
protection-re. Accesed January 2, 2011
2. Sudarsono Ari, 2015. Penanganan Terkini Cedera Olahraga Pada Fase
Akut. Dalam Proceding Temu Ilmiah Tahunan Fisioterapi Indonesia
XXX, Makasar 14-16 Agustus 2015.
3. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.
4. Cheung K, Hume P, Maxwell, “Delayed Onset Muscle
Soreness:Treatment Srategies And Performance Factors. School of
Community Health an Sprot Studies, Auckland University of
Technology, Auckland”, Sprot Med., 145-64, New Zealand.
5. Lubkowska A, 2012. Cryotherapy Pertimbangan Fisiologi dan Aplikasi
untuk Terapi Fisik.
6. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.
BAB VI

PRAKTIKUM PARAFIN BATH THERAPY

I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang parafin bath therapy.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi parafin bath therapy.

II. MATERI PRAKTIKUM


A. Definisi Parafin Bath Therapy
Paraffin bath therapy merupakan salah satu terapi yang sering
digunakan karena penggunaannya yang efisien untuk mengaplikasikan
konduksi panas pada ekstremitas. Temperatur yang sering digunakan
adalah 55ºC. Untuk menjaga agar cairan wax tetap pada temperatur yang
lebih rendah serta mencegah burn sering ditambahkan cairan minyak
parafin dan dipertahankan pada temperatur 40 sampai 44ºC.
B. Efek Fisiologi
1. Produksi panas
Peningkatan temperatur kulit pada menit-menit awal (12 - 13C).
Selanjutnya akan turun sampai sekitar 8C pada 30 menit akhir. Pada
akhir treatment fascia subcutaneous terdapat peningkatan 5C sedang
pada otot superficial hanya sekitar 2 sampai 3C
2. Efek sirkulasi
Stimulasi pada kapiler dan arteri superficial menyebabkan
hyperemia local serta refleks vasodilatasi. Temperatur kulit dan
jaringan subcutaneous menurun dengan cepat setelah 15-20 menit terapi
diikuti berkurangnya vasodilatasi.
3. Efek analgetik
Efek yang sangat penting adalah efek sedatif pada jaringan (pasien
merasa nyaman )
4. Efek relaksasi
Lapisan lilin menyebabkan kulit lebih lembab, lembut dan lentur

C. Efek Terapeutik
1. Mengurang nyeri
2. Mengurangi spasme otot
D. Indikasi
1. Nyeri dan spasme otot
2. Oedema dan inflamasi
3. Adhesi dan
4. scars
E. Kontra Indikasi
1. Kehilangan sensasi
2. Kondisi-kondisi kulit
3. Disfungsi sirkulasi
4. Obat analgetik
5. Infeksi dan luka terbuka
6. Kanker atau tuberculosis
7. Terapi x-ray

F. Aplikasi
Dalam penatalaksanaan parafin bath therapy, tahap-tahap
penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
a. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
b. Gangguan sensibilitas yang dimaksud adalah sensibilitas panas-
dingin. Untuk mengetahui keadaan sensibilitas pasien maka perlu
dilakukan tes sensibilitas panas-dingin, seperti berikut:
7) Sediakan 2 buah tabung / kantung plastik kecil. Sebuah tabung
berisi air panas (hangat) yang lain berisi air dingin (air es).
8) Kedua tabung tersebut diujikan satu per satu ke bagian tubuh
pasien yang normal sambil mengenalkan rasa / sensasi yang
dirasakan oleh pasien ( pasien diminta untuk melihat pengujian
/ pengenalan ini).
9) Setelah pengenalan sensasi dilakukan, pengujuan sensasi yang
sebenarnya dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melihat
pengujian pada daerah yang abnormal. Pasien bisa diminta
untuk memejamkan matanya ataupun dengan cara yang lain,
misalnya dengan menghalangi pandangannya
2. Pemilihan Modalitas Terapi
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
3. Persiapan alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk terapi harus tersedia sesuai dengan
metode terapi yaitu parafin bath, lilin parafin, handuk kecil, handuk
besar, alat pengukur suhu air dingin/panas, tabung reaksi, baskom
stenlis, plastik, kuas, tissue, kapas, alkohol.
Parafin yang digunakan adalah paraffin biasa ditambah paraffin oil,
kemudian dipanaskan hingga meleleh kerang lebih pada suhu 55
0
C.perbandingn paraffin dengan paraffin oilnya adalah enam bagian
paraffin dengan satu paraffin oil (6:1).
Anggota tubuh setelah direndam dalam paraffin cair tersebut akan
menjadi kemerah-merahan (eritema), lemas, serta berkeringat. Hal ini
seperti memungkinkan untuk diberi massage, stretching dan terapi
manipulasi.
Toleransi seseorang terhadap paraffin bath berkisar antara 47,8 0C
hingga 54 0C, oleh sebab itu sebelum digunakan temperature paraffin
diturunkan hingga ± 47 0C.
4. Persiapan penderita
Pasien diberikan pengetahuan / diberi tahu tentang perlakuan-
perlakuan apa saja yang akan diberikan oleh terapis kepada
pasien.Posisi pasien dapat dengan terlentang maupun duduk dikursi.
5. Teknik pelaksanaan
a. Metode
1) Metode rendaman
2) Metode oles
3) Metode parafin pack
b. Pelaksanaan terapi terkait dengan pemilihan metode terapi. Berikut
adalah penatalaksanaan paraffin bath dengan metode rendaman:
1) Panaskan paraffin dengan suhu antara 90-100 0C
2) Setelah paraffin mencair, dinginkan terlebih dahulu karena
untuk pemakaian hanya dibutuhkan suhu antara 45-50 0C
3) Pada suhu tersebut, bagian tubuh yang akan diterapi kemudian
dicelupkan kedalam paraffin cair tersebut selama beberapa
detik.
4) Kemudian diangkat dan didiamkan selama beberapa waktu
sampai rasa hanyatnya berkurang
5) Setelah itu bagian tubuh tersebut dicelupkan lagi ke dalam
paraffin cair selama beberapa detik dan diangkat lagi serta
didinginkan. Begitu seterusnya sampai paraffin yang menempel
sudah tebal dan saat dicelupkan ke paraffin cair pasien tidak
merasakan panas lagi
6) Kemudian bagian tubuh yang sudag tertempel paraffin tersebut
dibungkus dengan plastic pelindung dan handuk
7) Diamkan selama 10 -15 menit
8) Lalu handuk, plastic dilepas dan paraffin yang suddah
mongering tadi dilepas (dikelupas) dari bagian tubuh yang
tertempel paraffin tadi. Setelah itu akan tampak eritema pada
bagian tubuh tersebut.
9) Rapikan peralatan.
c. Pelaksanaan parafin bath therapy metode kuas atau dengan cara
dioleskan:
1) Panaskan paraffin dengan suhu 90-100 0C
2) Setelah paraffin mencair, dinginkan sampai suhu antara 45-50
0
C
3) Perlahan-lahan dengan kuas ratakan paraffin cair pada area
pengobatan. Untuk wajah pasien (selain daerah mata, mulut
dan lubang hidung),
4) Oleskan parafin hanya satu lapis
5) Setiap kali paraffin sudah kering, paraffin dikelupas dan
diulang ulang.

6. Evaluasi dan dokumentasi

Evaluasi dan dokumentasi bertujuan untuk:

a. Melihat / mengetahui efek hasil terapi


b. Membandingkan kondisi patologis sebelum dan sesudah diberikan
terapi.
c. Menentukan tindakan / terapi selanjutnya.

VII. DAFTAR PUSTAKA


1. Lubkowska A, 2012. Cryotherapy Pertimbangan Fisiologi dan
Aplikasi untuk Terapi Fisik.
2. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.
BAB VII

PRAKTIKUM POOL THERAPY

I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang parafin bath therapy.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi parafin bath therapy.

II. MATERI PRAKTIKUM


A. Definisi
Pool therapy atau metode terapi latihan gerak dan fungsi dengan
memanfaatkan efek hidrodinamik dan hidromekanik dari air ( archimides
dan Pascal ) serta khasiat alami air lainnya. Terapi dapat dilakukan secara
individu maupun grup.
B. Efek Fisiologi
1. Suhu air yang hangat memberi efek sedatif
2. Daya apung dan berat jenis relatif akan meringankan berat
tubuh,memudahkan gerakan, menemukan posisi nyaman dan efek
meringankan jantung pada latihan horisontal .
3. Tekanan air akan memberi efek fasilitasi atau rintangan gerakan pada
efek turbulensi .
4. Efek tekanan hidrostatis akan meringankan beban jantung dengan
penurunan tekanan darah
C. Efek Terapeutik
1. Mengurang nyeri dan spasme
2. Menjaga dan memperbaiki LGS
3. Memperbaiki posture dan balance
4. Meningkatkan koordinasi gerak
D. Indikasi
1. Penguatan serta re-edukasi otot yang lemah dan peningkatan toleransi
kapasitas latihan
2. Meningkatkan dan perbaikan sirkulasi oksigen jaringan
3. Peningkatan kemampuan aktifitas
E. Kontra Indikasi
1. Kehilangan sensasi
2. Kondisi-kondisi kulit
3. Disfungsi sirkulasi
4. Infeksi dan luka terbuka

F. Aplikasi
Dalam penatalaksanaan pool therapy, tahap-tahap penatalaksanaannya
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
c. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
2. Pemilihan Metode
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
3. Teknik pelaksanaan
a. Metode Halliwick
Adaptasi mental
1) Breath control di air pada posisi telentang dan memasukkan
kepala ke dalam air/berendam.
2) Fasilitasi gerakan kepala ke depan dan kontrol kepala dengan
support di shoulder.
3) Gerakan melompat,berjalan dan berputar dengan berganti-ganti
arah .
4) Latihan dengan group akan lebih memberi efek rilek dan
rekreatif.

Balance control

1) Balance dalam posisi diam dgn diberi turbulent


2) Turbulent gliding (meluncur dengan rileks)
3) Sagital rotation (gerak lateral rotasi saat berdiri)
4) Transverse rotation (berdiri ke telentang ke berdiri)
5) Longitudinal rotation (berguling dari telentang ke tengkurap ke
telentang kembali).

Fase gerakan

1) Gerakan renang sederhana.


2) Gerakan mendayung dengan telentang

b. Contoh kasus neurologi:


Tujuan klinis treatment utk neurologic dysfunction: menurunkan /
meningkatkan tonus otot: menurunkan trophic changes, fasilitasi
kontraksi otot, mobilisasi sendi. Pd kasus hipotonia dan kasus
spastisitas.
a) Penguatan otot
Dpt diterapkan pd kasus GBS, peripheral neuropathy,
parkinson’s disease, myelopathy, transverse myelitis, dll.
Hindari associated reaction dan hipertonia.
b) Peregangan lengan kasus hemiplegia.
a) Tidak boleh force, tunggu pelemasan otot.
b) Posisi psien terlentang/duduk/berdiri utk abd-add-rotasi,
miring utk fleksi-ekstensi.
c) Untuk siku dan lengan bawah dpt dgn duduk/berdiri.
d) Utk hamstrings pd posisi miring. Dpt dgn posisi berdiri.

c) Kasus paralisis general/GBS: Peregangan hip adductors kasus


GBS.
a) Pd GBS peregangan dgn assisted mov memanfaatkan glb
air & ayunan tubuh.
b) Posisi awal terlentang diberi pelampung pd leher & pelvis
atau pd tungkai bila perlu.
c) FTs msk dlm air kedalaman sp T6-7, menyangga tungkai
beri perintah grk hip abd kmd pd akhir ROM ditambahkan
stretching.
d) REEDUCATION OF MOTOR PATTERN

a) Berdiri ke duduk dan duduk ke berdiri


b) Memutar dlm vertikal
c) Berguling pss horizontal
d) Re-edukasi balance & reaksi equilibrium
e) Gait re-training
f) Breathing exercise
g) Movement retraining

e) Hidrotherapy pd spinal cord injury

a) Penguatan thd grup otot spesifik


b) Menurunkan spastisitas
c) Memelihara & meningkatkan ROM
d) Latihan mobilisasi umum
e) Meningkatkan general fitness
f) Penguatan otot-otot spine
g) Menurunkan spasm, nyeri dan kekakuan otot.

f) Program latihan inflamatory arthritis:


a) Individual treatment
b) Relaxation
c) Mobilization & strengthening exc
d) General mobility program: Leg, Posture, Back mobility,
Arm & shoulder, Hands, Neck, Functional activities,
Relaxation, dan Swimming.

4. Evaluasi dan dokumentasi

Evaluasi dan dokumentasi bertujuan untuk:

a. Melihat / mengetahui efek hasil terapi


b. Membandingkan kondisi patologis sebelum dan sesudah diberikan
terapi.
c. Menentukan tindakan / terapi selanjutnya.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


1. Lubkowska A, 2012. Cryotherapy Pertimbangan Fisiologi dan Aplikasi
untuk Terapi Fisik.
2. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.
BAB VIII

PRAKTIKUM WHIRLPOOL THERAPY

I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang whirlpool therapy.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi whirlpool therapy.

II. MATERI PRAKTIKUM


A. Definisi
Whirl pool bath adalah metode merendam anggota tubuh lokal/general ke
dlm tabung yg berisi air hangat dan air tersebut dapat berputar. Sehingga
pada whirl pool bath, efek terapeutik dihasilkan oleh pengaruh temperature
air dan efek mekanis dari gerakan air (Sujatno, 1998)
B. Efek Fisiologi
5. Suhu air yang hangat memberi efek sedatif
6. Daya apung dan berat jenis relatif akan meringankan berat
tubuh,memudahkan gerakan, menemukan posisi nyaman dan efek
meringankan jantung pada latihan horisontal .
7. Tekanan air akan memberi efek fasilitasi atau rintangan gerakan pada
efek turbulensi .
8. Efek tekanan hidrostatis akan meringankan beban jantung dengan
penurunan tekanan darah
C. Efek Terapeutik
5. Mengurang nyeri dan spasme
6. Menjaga dan memperbaiki LGS
7. Memperbaiki posture dan balance
8. Meningkatkan koordinasi gerak
D. Indikasi
1. Kondisi peradangan/inflamantorik ; kondisi traumatik kronis ; kekauan
sendi tingkat awal ; nyeri pasca amputasi (stump pain) ; nyeri pada
jaringan parut (pain full scars) ; perlengketan jaringan ; neuritis, artritis,
tenosinovitis, sprain, strain ; sebagai tindakan preliminary sebelum
pemberian massage, exercise atau electrical stimulasi ; penderita
dengan cidera pada kaki atau tungkai yang masih kontra indikasi untuk
penumpuan berat badan (weight bearing).
2. Ulkus tekan derajat II dan IV.
3. Luka infeksi dan luka dengan jaringan parut yang tebal atau jaringan
nekrotik yang tidak terlalu melekat.
4. Luka bakar.
5. Trauma subakut atau kronik atau peradangan.
6. Kondisi yang mengakibatkan kelemahan otot

E. Kontra Indikasi
1. Bila penderita mengalami gangguan sensibilitas kulit, sehingga tidak
bisa merasakan apakah temperature air terlalu panas atau tidak ;
gangguang peredaran darah perifer.
2. Luka dengan perdarahan hebat karena dapat meningkatkan perdarahan
dan drainase.
3. Luka infeksi karena terapi air (whirlpool) dapat meningkatkan resiko
kontaminasi silang; agitasi dapat merusak jaringan yang sedang
bergarnulasi.
4. Epilepsi karena resiko terjadinya cedera dan tenggelam.

F. Aplikasi
Dalam penatalaksanaan whirlpool therapy, tahap-tahap penatalaksanaannya
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan kondisi
patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga apakah kondisi
patologis pasien indikatif atau kontra indikatif dengan terapi yang akan
diberikan.
2. Persiapan alat
Untuk mengatur suhu air, alat ini dilengkapai dengan thermostat,
sedangkan untuk mengontrol dan mengatur tahanan tingkat gerakan
mekanik air, alat ini di lengkapi dengan aerotor/agitator/turbin. Untuk
terapi seluruh tubuh, temperatur air yang dipakai : ± 37°C – 39°C.
Untuk terapi anggota atas, temperature yang dipakai : ± 40°C, lama
terapi sekitar 20-30 menit (Sujatno, 1998)
3. Pemilihan Metode
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
4. Dosis (intensitas):
a. Pasien dengan luka terbuka sebaiknya menerima terapi bersuhu
netral hingga hangat.
b. Pasien dengan gangguan sirkulasi dan masalah jantung sebaiknya
menerima terapi dengan suhu netral hingga hangat, bergantung
pada lama dan keparahan kondisi.
c. Pasien dengan penyakit kronik dapat menerima suhu yang lebih
panas daripada pasien dengan maslah yag lebih akut.
d. Pasien dengan area terapi yang lokal dan kecil dpat diterapi dengan
suhu yang lebih hangat daripada pasien dengan kondisi umum.
Suhu untuk immersi seluruh tubuh, seperti di dalam tangki hubbard
tidak boleh lebih dari 39°C dan tanda vital pasien harus
diawasi/dimonitor.
e. Pasien dengan kondisi nyeri, jika tidak ada kontraindikasi, dapat
menerima suhu panas hingga sangat panas.
f. Pasien yang hanya mendapatkan terapi whirlpool sebagai media
latihan sebaiknya diberikan suhu suam-suam kuku. Suhunya lebih
tinggi daripada rentang suam-suam kuku yangmenyebabkan
keletihan.
g. Suhu lebih dari 43°C tidaklah aman atau dibutuhkan pada terapi
whirlpool apapun.
5. Dosis durasi
a. Durasi sebaiknya antara 20-30 menit (toleransi pasien).
b. Hubbard tank therapy dibatasi hanya sampai 20 menit.
c. Jika tujuan terapi adalah membersihkan, penurunan jumlah bakteri
di kulit yang utuh tampak berkurang secara maksimal dalam 20
menit dengan suhu netral dan tidak berkurang lebih lanjut dengan
waktu terapi yang lenih lama.
d. Terapi luka bakar harus dilakukan sesingkat mungkin guna
mencegah hilangnya elektrolit pasien.
6. Dosis (frekuensi):
Terapi whirlpool dapat diberikan setiap hari atau dua kali sehari untuk
kondisi akut dan kurang dari itu untuk kondisi yang lebih kronik
7. Teknik pelaksanaan
Tahapan-tahapan aplikasi whirlpool therapy:
1) Isi tangki dengan air bersuhu sesuai keinginan.
2) Jika terdapat luka terbuka, desinfektan seperti iodin povidon atau
natrium hipooklorit, boleh ditambahkan kedalam air. Desinfektan
tersebut juga bersifat sitotoksik bagi manusia sehingga
keseimbangan antara keuntungan sifat pembasmi kuman
desinfektan dengan resiko kerusakan sel pada luka harus
dipertimbangkan denga serius.
3) Pastikan bahwa ruang terapi hangat dan nyaman dengan
kelembapan yang rendah dan ventilasi yang memadai, tanpa
menjadi terlalu terbuka.
4) Instruksikan pasien mengenai tujuan terapi dan apa yang anda ining
pasien lakukan.
5) Periksa sensasi suhu, keutuhan kulit, dan tanda-tanda vital pasien.
6) Intruksikn pasien menggunakan pakaian renang atau celana pendek
(hubbard)
7) Letakkan bangku disamping whirlpool pada terapi ekstremitas atas,
atau taruh bangku tinggi di ujung whirlpool pada terapi tungkai dan
pergelangan kaki, dan jika menginginkan terapi yang lebih
menyeluruh maka letakkan kursi didalam whirlpool.
8) Posisikan pasien sehingga area yang akan diterapi berada dalam air
dan pasien tersangga dengan nyaman. Berikan bantalan kering pada
pinggir tangki untuk mencegah gangguan sirkulasi dan agar lebih
nyaman.
9) Saat menangani luka infeksi, praktisi harus menggunakan
perlengkapan perlindungan (kacamata, jas, sarung tangan, masker)
untuk menghindari cedera akibat cipratan.
10) Jika pasien diperbana, biarkan terendam dan lepaskan perban
sebelum menyelakan agitator.
11) Ejektor turbin harus tetap terbuka setiap saat agar aliran air
memadai. Turbin menghasilkan aliran air pada kecepetan hingga
0,23 meterkubik/menit (60 gal/menit). Untuk memastikan sirkulasi
air tidak terganggu maka periksa : (a) Lubang kecil dasar tiang
diatas saluran air harus selalu berada 5cm dibawah permukaan air
selama turbin bekerja (b) Pasien tidak boleh bersandar atau
meletakkan jari tangan dan kaki pada ejektor (c) Tidak boleh ada
sampah, perban, baju rumah sakit mengapung di air karena dapat
menyumbat turbin.
12) Kekuatan, arah, dan kedalaman agitasi dapat diatur: (a) Tuas
pengatur kecepatan air di dekat bagian atas tiang mengatur
kekuatan agitasi (b) Jika ada, kenop kupu-kupu di dekat bagian atas
tiang mengatur aerasi (c) Seluruh unit bergerak dari sisi ke sisi (d)
Kenop pada rangka suspensi di bagian belakang unit melonggarkan
tiang sehingga tiang dapat dinaikkan dan diturunkan. Atur tinggi
tiang saat agitator mati.
13) Arahkan turbulensi pada area yang bermaslah kecuali jika tindakan
tersebut menyebabkan nyeri tambahan. Jika demikian gunakan
agitasi tidak langsung, terutama pada luka. Turbulensi awal
sebaiknya ringan dan ditingkatkan sesuai toleransi pasien.
14) Pasien harus selalu didampingi selma terapi.
15) Saat memilih whirlpool untuk pasien dengan luka maka
pertimbangkan untuk mengaliri luka agar mengurangi penumukan
bakteri lebih lanjut.
16) Pada akhir terapi keringkan pasien, pertahankan prosedur steril
untuk pasien denga luka dan sediakan pakaian kering. Jika posisi
pasien di dalam whirlpool mengharuskan bagian tubuh berada pada
posisi menggantung yang dapat menimbulkan edema pada segmen
distal maka minta pasien melakukan gerakan aktif sepanjang terapi
dan elevasikan bagian tubuh setelah terapi.
17) Lakukan semua evaluasi pasca intervensi yang diindikasikan,
termasuk memeriksa kondisi kulit dan keadaan fisiologis umum.
18) Catat suhu dan durasi terapi, arah dan kekuatan agitasi, serta respon
pasien.
8. Evaluasi dan dokumentasi

Evaluasi dan dokumentasi bertujuan untuk:

d. Melihat / mengetahui efek hasil terapi


e. Membandingkan kondisi patologis sebelum dan sesudah diberikan
terapi.
f. Menentukan tindakan / terapi selanjutnya.

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Lubkowska A, 2012. Cryotherapy Pertimbangan Fisiologi dan Aplikasi
untuk Terapi Fisik.
2. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.
BAB IX

PRAKTIKUM KONTRAS BATH

I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. Mahasiswa mampu memahami tentang kontras bath.
B. Mahasiswa mampu mempraktekkan aplikasi kontras bath.

II. MATERI PRAKTIKUM


A. Definisi Kontras Bath Therapy
Kontras bath adalah rendaman anggota tubuh ke dalam air panas dan air
dingin secara bergantian dlm waktu yg teratur dan dilakukan dgn cepat, di
awali dan diakhiri dgn perendaman air panas. Hal ini berguna untuk
merangsang sirkulasi darah perifer anggota tubuh yang bersangkutan.
B. Efek Fisiologi
1. Produksi panas
Peningkatan temperatur kulit pada menit-menit awal (12 - 13C).
Selanjutnya akan turun sampai sekitar 8C pada 30 menit akhir. Pada
akhir treatment fascia subcutaneous terdapat peningkatan 5C sedang
pada otot superficial hanya sekitar 2 sampai 3C
2. Efek sirkulasi
Stimulasi pada kapiler dan arteri superficial menyebabkan
hyperemia local serta refleks vasodilatasi. Temperatur kulit dan
jaringan subcutaneous menurun dengan cepat setelah 15-20 menit terapi
diikuti berkurangnya vasodilatasi.
3. Efek analgetik
Efek yang sangat penting adalah efek sedatif pada jaringan (pasien
merasa nyaman )
4. Efek relaksasi
Lapisan lilin menyebabkan kulit lebih lembab, lembut dan lentur
C. Efek Terapeutik
3. Mengurang nyeri
4. Mengurangi spasme otot
D. Indikasi
1. Kodisi pasca fraktur pada daerah tangan / kaki yg menimbulkan
keluhan.
2. Artritis kronis
3. Penyakit vasculer perifer ringan
4. Preliminary sebelum dilakukan massage/TL kondisi
5. Sprain,
6. Contusio.
E. Kontra Indikasi
1. Penyakit buerger
2. Gangguan sirkulasi darah yang berat, contohnya : gangren, luka bakar.

F. Aplikasi
Dalam penatalaksanaan kontras bath therapy, tahap-tahap
penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan tanya jawab antara terapis dengan
pasien. Hal-hal yang perlu diketahui dari pasien antara lain:
a. Kondisi patologis pasien berkaitan dengan tingkat keparahan
kondisi patologis pasien (akut atau kronis). Di samping itu juga
apakah kondisi patologis pasien indikatif atau kontra indikatif
dengan terapi yang akan diberikan.
b. Gangguan sensibilitas yang dimaksud adalah sensibilitas panas-
dingin. Untuk mengetahui keadaan sensibilitas pasien maka perlu
dilakukan tes sensibilitas panas-dingin, seperti berikut:
1) Sediakan 2 buah tabung / kantung plastik kecil. Sebuah tabung
berisi air panas (hangat) yang lain berisi air dingin (air es).
2) Kedua tabung tersebut diujikan satu per satu ke bagian tubuh
pasien yang normal sambil mengenalkan rasa / sensasi yang
dirasakan oleh pasien ( pasien diminta untuk melihat pengujian
/ pengenalan ini).
3) Setelah pengenalan sensasi dilakukan, pengujuan sensasi yang
sebenarnya dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melihat
pengujian pada daerah yang abnormal. Pasien bisa diminta
untuk memejamkan matanya ataupun dengan cara yang lain,
misalnya dengan menghalangi pandangannya
2. Pemilihan Modalitas Terapi
Metode terapi ditentukan sesuai hasil pemeriksaan pada pasien ( tahap 1
).
3. Persiapan alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk terapi harus tersedia sesuai dengan
metode terapi yaitu handuk kecil, handuk besar, alat pengukur suhu air
dingin/panas, tabung reaksi, baskom stenlis, air panas, air dingin/es
batu, tissue, kapas, alkohol.
Digunakan 2 tabung stainless steel yang memenuh syarat untuk
merendam extremitas/anggota tubuh yang diterapi/diobati. Temperature
air panas ( 36,5°-40°C) dan temperature air dingin (13°C-18°C)
4. Persiapan penderita
Pasien diberikan pengetahuan / diberi tahu tentang perlakuan-
perlakuan apa saja yang akan diberikan oleh terapis kepada pasien.
Posisi pasien dapat dengan duduk dikursi.
5. Teknik pelaksanaan
Perendaman dimulai dengan air panas, lamanya dapat bervariasi antara
3,4 atau 5 menit. Diselingi perendaman ke dalam air dingin selama 1-2
menit. Rendaman secara bergantian ini dapat dilakukan 5-8 kali.

6. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi dan dokumentasi bertujuan untuk:

d. Melihat / mengetahui efek hasil terapi


e. Membandingkan kondisi patologis sebelum dan sesudah diberikan
terapi.
f. Menentukan tindakan / terapi selanjutnya.

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Lubkowska A, 2012. Cryotherapy Pertimbangan Fisiologi dan
Aplikasi untuk Terapi Fisik.
2. Sujatno, 1998. Sumber Fisis. Penerbit: Akademi Fisioterapi Surakarta
DepKes RI. Surakarta.

You might also like