You are on page 1of 40

LAPORAN KASUS BERSAMA

OS GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA, OD KATARAK SENILIS


IMATUR, ODS PRESBIOPIA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


RST Tk II dr. Soedjono Magelang

Pembimbing :
dr. YB. Hari Trilunggono, Sp. M
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M

Disusun Oleh :
Amri Muzzammil 1710221039
Sendy Widyadiandini 1710221011
Syifa Silviyah 1710221036
Annisa Aprianti 1710221045

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RST DR. SOEDJONO TK. II MAGELANG
PERIODE 21 MEI – 30 JUNI 2018
LEMBAR PENGESAHAN

OS GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA, OD KATARAK SENILIS


IMATUR, ODS PRESBIOPIA

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tentara Tk. II dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh :
Amri Muzzammil 1710221039
Sendy Widyadiandini 1710221011
Syifa Silviyah 1710221036
Annisa Aprianti 1710221045

Magelang, Juni 2018


Telah dibimbing dan disahkan oleh :

Pembimbing

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp. M


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “OS Glaukoma Primer Sudut Terbuka, OD Katarak Senilis Imatur, ODS
Presbiop”. Laporan Kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata.
Penyusunan tugas ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Y.B Hari
Trilunggono, Sp.M dan dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M selaku pembimbing dan seluruh
teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata atas kerjasamanya selama
penyusunan tugas ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Magelang, Juni 2018

Penulis
BAB I
REFLEKSI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 75 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Magelang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Periksa : 5 Juni 2018

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kedua mata kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RST Magelang dengan keluhan penglihatan
mata kanan dan kiri terasa kabur. Pandangan kabur awalnya dirasakan pada
mata kiri sejak 14 tahun yang lalu, kemudian sejak 1 tahun yang lalu pandangan
kabur dirasakan juga pada mata kanan pasien.
Pasien mengatakan pada awalnya sekitar 15 tahun yang lalu dirinya jika
berjalan sering tersandung, menabrak meja atau kursi, namun untuk melihat
jauh masih jelas. Pasien merasa pandangan pada mata kiri terasa lebih sempit
seperti berjalan dalam terowongan. 1 tahun kemudian, pasien merasa
pandangan mata kiri sedikit kabur namun tidak mengganggu aktivitas.
Pandangan mata kiri kabur dirasakan perlahan-lahan semakin memberat hingga
2 tahun yang lalu mata kiri hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak
dekat. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami nyeri hebat pada mata kiri,
cekot-cekot, mual dan muntah, serta mata merah. Pasien juga menyangkal
melihat pelangi di sekitar cahaya.
Sekitar 1 tahun yang lalu pasien merasa mata kanan terasa buram juga.
Pandangan terasa buram seperti melihat kabut. Pasien merasa ketika malam
pandangan sedikit lebih jelas dibandingkan siang hari. Kondisi bisa membaca
tanpa kacamata baca disangkal. Pasien menyangkal pandangan mata kanan
menyempit seperti mata kiri. Pasien juga menyangkal adanya keluhan mata
kanan kemeng, cekot-cekot, mata merah, melihat pelangi di sekitar cahaya,
nyeri kepala, serta mual muntah.
Sejak usia 40 tahun, pasien merasa kesulitan untuk membaca dari jarak
dekat dan harus dijauhkan, sehingga pasien memutuskan untuk periksa dan
diberikan resep untuk membuat kacamata. Pasien sudah berganti kacamata baca
lima kali, dan rata-rata berganti setiap lima tahun sekali, dan terakhir berganti
kacamata baca sekitar 15 tahun yang lalu saat usia 60 tahun.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Trauma : disangkal
Riwayat DM : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Pengobatan :
 Pengobatan untuk mata kiri: Pasien mengaku sudah berobat ke dokter
untuk mata kirinya, dan sejak 14 tahun sampai sekarang rutin memakai
obat tetes timolol untuk mata kiri.
 Pengobatan untuk mata kanan: pasien sudah berobat ke dokter untuk
mata kanan sejak 1 tahun yang lalu, dan diberikan obat tetes untuk
katarak pada mata kanannya.
 Pengobatan rabun dekat: pasien sudah memakai kacamata baca sejak
usia 40 tahun untuk mengobati keluhan rabun dekatnya.
 Pasien menyangkal pernah memakai obat-obatan seperti, obat untuk
asam urat dan sangat jarang mengkonsusmsi obat penghilang nyeri,
obat pegal linu.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung oleh
BPJS, kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Umum
 Kesadaran : Compos mentis
 Aktifitas : Normoaktif
 Kooperatif : Kooperatif
 Status gizi : Baik
Tanda Vital
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 72 x/menit
 RR : 18 x/menit
 Suhu : Tidak dilakukan

Status Ophthalmicus
Skema Ilustrasi

Terdapat kekeruhan lensa sebagian


Pemeriksaan OD OS

Visus
6/15 NC 1/300
Tidak bisa dikoreksi
Add + 3,00 J4 presbiopinya
Bulbus Oculi
 Gerak bola mata Baik ke Segala arah Baik ke Segala arah
 Strabismus - -
 Eksoftalmus - -
 Enoftalmus - -
Suprasilia Normal Normal
Palpebra Superior
 Edema - -
 Hematom - -
 Hiperemi - -
 Entropion - -
 Ektropion - -
 Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
 Ptosis - -
Palpebra Inferior
 Edema - -
 Hematom - -
 Hiperemi - -
 Entropion - -
 Ektropion - -
 Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Konjungtiva
 Injeksi konjungtiva - -
 Injeksi siliar Tidak ditemukan -
 Sekret - -
 Perdarahan - -
subkonjungtiva

Kornea
 Kejernihan Jernih Jernih
 Edema Tidak ditemukan -
 Lakrimasi - -
 Infiltrat - -
 Ulkus - -
 Sikatrik - -
COA
 Kedalaman Tidak dangkal Dalam
 Hipopion - -
 Hifema - -
 Tyndall effect - -
Iris
 Kripta + +
 Edema - -
 Sinekia - -
Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Diameter 3 mm 3 mm
 Reflek pupil + Melambat
Lensa
 Kejernihan Keruh sebagian Jernih
 Iris shadow + -
Corpus Vitreum
 Floaters Tak dapat dinilai -
 Hemoftalmia Tak dapat dinilai -
Fundus Refleks Suram Cemerlang
Funduskopi
Fokus 0
 Papil N II Tidak dapat dinilai Batas tegas, warna
kuning pucat, atrofi
papil (+)
a. CDR Tidak dapat dinilai 0,9
b. Ekskavatio Tidak dapat dinilai +
glaukomatosa
c. Nasalisasi Tidak dapat dinilai Tidak ditemukan
 Vasa
a. AV Rasio Tidak dapat dinilai 2:3
b. Mikroaneurisma Tidak dapat dinilai -
c. Neovaskularisasi Tidak dapat dinilai -
 Macula
a. Fovea refleks Tidak dapat dinilai +
b. Eksudat Tidak dapat dinilai -
c. edema Tidak dapat dinilai -
 Retina
a. Ablasio Retina Tidak dapat dinilai -
b. Edema Tidak dapat dinilai -
c. Bleeding Tidak dapat dinilai -

TIO (Digital) Tidak Meningkat Meningkat (N++)


Lapang pandang Tidak menyempit Tidak dapat dinilai

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan Glaukoma: Tonometri non-kontak, Gonioskopi
 Pemeriksaan Lab: GDS, GDP, GDPP

V. DIAGNOSIS BANDING
a. OS Glaukoma Primer Sudut Terbuka
1. OS Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Dipertahankan karena pada anamnesis pasien didapatkan gejala
lapang pandang yang menyempit yaitu pasien sering jalan tersandung,
kemudian tunnel vision yaitu pasien merasa berjalan dalam terowongan.
Pada pasien juga penurunan visus terjadi secara perlahan. Kemudian,
pada pemeriksaan oftalmologi pasien didapatkan konjungtiva jernih,
CoA dalam, pupil positif melambat, serta pada funduskopi didapatkan
dua dari trias galukoma yaitu CDR meningkat dan terdapat ekskavatio
glaukomatosa.
2. OS Glaukoma Sekunder Sudut terbuka ex causa Katarak
Hipermatur
Disingkirkan, karena pada glaukoma sekunder sudut terbuka ex
causa katarak hipermatur terdapat kelainan pada mata kiri sebelumnya
yaitu adanya kekeruhan total pada lensa mata kiri, sedangkan pada pasien
ini lensa mata jernih
3. OS Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka ex causa Hipopion
Disingkirkan, karena pada glaukoma sekunder sudut terbuka ex
causa hipopion terdapat kelainan pada mata kiri sebelumnya yaitu adanya
hipopion pada coa mata kiri dan tyndall effect test positif. Sedangkan
pada pasien ini tidak ditemukan hipopion pada mata kiri dan tyndall
effect negatif.
4. OS Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka ex causa Hifema
Disingkirkan, karena pada glaukoma sekunder sudut terbuka ex
causa hifema terdapat kelainan pada mata kiri sebelumnya yaitu adanya
riwayat trauma dan pada pemeriksaan terdapat hifema. Sedangkan, pada
pasien ini tidak didapatkan riwayat trauma dan tidak terdapat hifema
pada pemeriksaan coa.
5. OS Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka ex causa Kortikosteroid
Disingkirkan, karena pada glaukoma sekunder sudut terbuka ex
causa kortikosteroid, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan
kortikosteroid jangka panjang. Sedangkan pada pasien ini menyangkal
menggunakan obat-obatan kortikosteroid jangka panjang.
6. OS Glaukoma Primer Sudut Tertutup
Disingkirkan karena pada glaukoma primer sudut tertutup ada
gejala yang muncul beberapa jam sebelum serangan yaitu nyeri kepala
hebat, muntah, mata merah. Kemudian, pada glaukoma primer sudut
tertutup penglihatan turun mendadak, dan pada pemeriksaan oftalmologi
ada injeksi siliar, edema kornea, CoA dangkal, pupil midriasis, lensa
berwarna biru kehijauan serta funduskopi awal belum didapatkan trias
glaukoma. Sedangkan pada pasien tidak terdapat gejala nyeri kepala
hebat, muntah, dan mata merah. Pada pasien juga penurunan visus terjadi
secara perlahan. Kemudian, pada pemeriksaan oftalmologi pasien tidak
didapatkan injeksi siliar dan edema kornea, didapatkan CoA dalam, pupil
positif melambat, serta pada funduskopi didapatkan dua dari trias
galukoma yaitu CDR meningkat dan terdapat ekskavatio glaukomatosa.
b. OD Katarak Senilis Imatur
1. OD Katarak Senilis Imatur
Dipertahankan karena pada katarak senilis imatur terdapat
penurunan visus perlahan, pandangan seperti melihat awan dan terdapat
gejala kontroversi katarak yaitu melihat lebih nyaman di malam hari, dan
pada pasien presbiop yang biasa memakai kacamata baca, dapat
membaca tanpa kacamata baca. Pada pemeriksaan katarak imatur, CoA
dangkal, bayangan iris positif, lensa keruh sebagian, serta fundus refleks
suram. Hal tersebut sesuai, pada pasien ini terdapat penurunan visus
perlahan, pandangan seperti melihat awan, serta terdapat kontroversi
katarak yaitu pasien merasa melihat lebih jelas di malam hari
dibandingkan siang hari. Pada pemeriksaan pasien ini juga didapatkan
bayangan iris positif, lensa keruh sebagian, dan fundus refleks suram.
2. OD Katarak Imatur Traumatika
Disingkirkan karena pada katarak imatur traumatika terdapat lensa
keruh sebagian dan riwayat trauma terkena benda tumpul sedangkan
pada pasien ini lensa keruh sebagian bukan karena ada riwayat trauma.
3. OD Katarak Senilis Matur
Disingkirkan karena pada katarak senilis matur visus sudah 1/300,
dan pada pemeriksaan oftalmologi CoA dalam, bayangan iris negatif,
lensa keruh semua, serta fundus refleks dapat positif melambat ataupun
negatif. Sedangkan, pada pasin ini visus 6/15, pada pemeriksaan
oftalmologi didapatkan CoA dangkal, bayangan iris positif, lensa keruh
sebagian, serta fundus refleks suram.
4. ODS Katarak Komplikata Diabetes Melitus
Disingkirkan karena pada katarak komplikata diabetes melitus
terdapat riwayat DM sedangkan pada pasien ini tidak tedapat riwayat
DM.
c. ODS Presbiopi
1. ODS Presbiopi dipertahankan karena pasien berusia >40 tahun dan
mengalami kesulitan saat melihat jarak dekat seperti membaca dan lebih
baik bila dijauhkan.
2. ODS Hipermetropia disingkirkan karena pada hipermetropia gejala
kabur bila melihat jauh dan lebih kabur lagi saat melihat dekat.
Sedangkan, pada pasien sulit jika melihat dekat namun lebih baik jika
dijauhkan.

VI. DIAGNOSIS KERJA


- OS Glaukoma Primer Sudut Terbuka
- OD Katarak Imatur
- ODS Presbiopia

VII. PENATALAKSANAAN
A. OS Glaukoma Primer sudut terbuka
Medikamentosa
 Oral :
• Acetazolamide 250 mg, 3 kali/hari
• Kalium Klorida (KSR) 600mg, 2 kali/hari
 Topikal :
 Timolol 0,5% 2x1 tetes OS
 Timolol 0,5% 1x1 tetes OD
 Parenteral : Manitol 15-20 mg/kgBB
 Operatif :
 Trabekulopasti Laser
 Bedah drainase glaukoma (Trabekulektomi)
Non Medikamentosa : -

B. OD Katarak Imatur
Medikamentosa :
 Oral :-
 Topikal : fenil merkuri nitrat 0,3 mg (Catarlent) 3 dd gtt ODS
 Parenteral : -
 Operatif : Ekstraksi Katarak :
 EKEK ( Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler) : dengan hanya
mengeluarkan isi lensa tanpa ekstraksi lensa keseluruhan
 Fakoemulsifikasi : dengan menggunakan gelombang
ultrasonik.
 SICS ( Small Incision Cataract Surgery)

Non Medikamentosa : -

C. Presbiopi
Medikamentosa :
 Oral / sistemik : -
 Topikal : -
 Parenteral : -
 Operatif : -
Non Medikamentosa : dengan kacamata Sferis +3 Dioptri sesuai
dengan umur pasien >= 60 tahun

VIII. Komplikasi
a. OS Glaukoma primer sudut terbuka : Glaukoma Absolut
b. OD Katarak Imatur :
 Glaukoma Sudut Terbuka (Karena sudut menyempit)
 Glaukoma Sudut Tertutup (Jika terjadi katarak hipermatur)
c. ODS Presbiopi : Tidak Ada

IX. Prognosis
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Dubia Ad Bonam Dubia Ad Malam

Quo ad sanam Dubia Ad Bonam Dubia ad Malam

Quo ad functionam Dubia Ad Bonam Dubia Ad Bonam

Quo ad kosmetikan Dubia Ad Bonam Dubia Ad Bonam


Quo ad vitam Ad Bonam Ad Bonam

X. Rujukan
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kesehatan
lainnya. Namun, dapat dilakukan rujukan ke rumah sakit lain dengan
fasilitas penunjang yang lebih lengkap.

XI. Edukasi
OS Glaukoma Primer Sudut Terbuka
a. Menjelaskan pada pasien bahwa keluhannya seperti berjalan dalam
terowongan dan kebiasaanya menabrak barang barang di rumah saat
berjalan diakibatkan dari peningkatan dari tekanan bola mata yang
bersifat menahun atau kronis.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya tidak bisa sembuh.
Pengobatan glaukoma yang diberikan bertujuan untuk menjaga tekanan
bola mata agar tetap normal dan tidak berkembang menjadi kebutaan.
c. Menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan yang dijalankan harus
dilakukan seumur hidup.
d. Dapat dilakukan operasi pada mata kirinnya untuk membuka jalan agar
cairan yang ada dimata pasien tidak menumpuk sehingga tekanan bola
mata tidak meningkat lagi.
e. Menjelaskan kepada pasien bahwa setelah operasi, penglihatan mata
kiri tidak bisa kembali normal dikarenakan fungsi sarafnya yang sudah
rusak.
f. Minum tidak boleh sekaligus banyak, karena dapat meningkatkan
tekanan bola mata
g. Menjelaskan bahwa pasien harus tetap kontrol rutin setiap 1 bulan agar
mencegah perburukan gejala

OD Katarak Senilis Imatur


a. Menjelaskan kepada pasien bahwa penglihatan kabur pada mata kanan
disebabkan oleh lensa yang keruh yang disebut katarak. Hal ini
dikarenakan pertambahan umur yang dialami oleh pasien.
b. Menjelaskan bahwa obat-obatan yang diberikan hanya untuk
memperlama proses penebalan pada lensa.
c. Menjelaskan kepada pasien bahwa untuk menghilangkan katarak adalah
dengan operasi. Katarak imatur dapat dilakukan operasi, namun bila
pasien menolak, dapat disarankan untuk menunggu hingga katarak
‘matang’.
d. Menjelaskan bahwa jika katarak sudah matang, maka harus dilakukan
operasi supaya penglihatan pasien membaik, apabila katarak tidak
dioperasi akan berkembang menjadi katarak yang terlalu matang dapat
menjadi penyakit lain yaitu glaukoma sudut terbuka.
e. Menjelasakan bahwa salah satu komplikasi katarak imatur adalah
glaukoma sudut tertutup. Sehingga pasien harus waspada pada mata
kananya dan segera berobat bila melihat pelangi saat memandang lampu
atau cahaya, mata kanan cekot-cekot disertai mual muntah.
f. Kontrol rutin setiap 1 bulan agar mencegah perburukan gejala

OS Glaukoma Primer Sudut Terbuka dan OD Katarak Imatur


a. Pasien diharapkan untuk menjaga mata kanannya karena mata kirinya
sudah tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga hanya mata kanannya
yang dapat diandalkan.
b. Menjelaskan pada pasien bahwa mata kanannya bisa saja mengalami hal
serupa seperti mata kiri, oleh karena itu harus rutin diteteskan obat mata
yang diberikan untuk mata kanan dan kiri dan segera berobat bila mata
kanan memiliki keluhan yang sama seperti mata kiri, terutama bila
melihat pelangi saat melihat cahaya.
c. Menjelaskan juga pada pasien bahwa mata kiri pun dapat mengalami
katarak seperti pada mata kanan. Dan jika dalam satu mata mengalami
glaukoma dan katarak maka dilakukan terapi operasi kombinasi untuk
mengobati katarak dan glaukomanya, namun operasi akan lebih
kompleks dan lebih mahal.

ODS Presbiopia
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa berkurangnya pandangan untuk
membaca dekat yang dialami pasien diakibatkan karena melemahnya
otot mata karena faktor usia
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa kacamata yang digunakan bukan
untuk mengurangi kabur akibat proses katarak melainkan sebagai alat
bantu untuk memperjelas pasien dalam membaca/ melihat jarak dekat.
c. Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan kacamata terutama
saat membaca saja atau melakukan pekerjaan yang membutuhkan focus
seperti menjahit.
d. Berkurangnya pandangan untuk membaca dekat pada pasien tidak bisa
disembuhkan dengan obat namun tidak akan semakin bertambah
ukurannya karena usia pasien sudah melebihi 60 tahun, sehingga pasien
tidak perlu kacamata baru lagi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GLAUKOMA
2.1.1. PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan
bola mata, atrofi papil saraf optik, dan berkurangnya lapangan pandang.1
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini
disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan
berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan
terjadinya cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi
serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.1

2.1.2. ANATOMI KORPUS SILIARIS


Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan
melintang, menjembatani segmen anterior dan posterior. Membentang ke
depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus
siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak (pars plikata)
dan zona posterior yang datar (pars plana). Korpus siliaris memiliki dua
fungsi penting; membentuk humor akuos dan akomodasi lensa. Processus
siliaris berasal dari pars plikata. Processus siliaris ini terutama terbentuk dari
kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vorteks. Ada dua
lapisan epitel siliaris yaitu satu lapisan epitel tanpa pigmen disebelah dalam,
yang merupakan perluasan dari neuroretina ke anterior dan lapisan
berpigmen disebelah luar, yang merupakan perluasan dari lapisan epitel
pigmen retina. Muskulus siliaris memiliki tiga lapisan fiber; longitudinal,
radial, sirkular. 3, 4
Gambar 1. Anatomi korpus siliaris, sudut iridokorneal dan trabekula Meshwork5

Gambar 2. Anatomi bilik mata depan, kanalis Schlemm dan trabekula Meshwork5

2.1.3. FISIOLOGI HUMOUR AKUOS


Humor akuos merupakan cairan transparan yang mengisi bilik anterior
dan bilik posterior yang dibentuk dari plasma darah dan disekresikan oleh
epitelium siliaris nonpigmentasi. Humor akuos merupakan sumber nutrisi
untuk lensa dan kornea, serta merupakan media untuk membuang produk
sisa. Dibentuk dalam mata rata-rata 2-3 mikroliter tiap menit oleh epitelium
siliaris. Komposisi humor akuos serupa dengan plasma kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih
tinggi dan protein, urea dan glukosa yang lebih rendah. Pada dasarnya,
seluruh cairan ini dibentuk oleh processus siliaris, yeng merupakan sebuah
lipatan linear yang menghubungkan badan siliar ke ruang belakang iris di
mana ligamen-ligamen lensa dan otot-otot siliaris juga melekat pada bola
mata. Karena struktur lipatan mereka, daerah permukaan prosessus siliaris
kurang lebih 6 cm2 pada setiap mata. Permukaan dari prosessus ini ditututpi
oleh sel epitel yang bersifat sangat sekretoris.3, 4, 6
Humor akuos hampir seluruhnya terbentuk sebagai sekresi aktif dari
lapisan epitel prosessus siliaris. Sekresi dimulai dengan transport aktif dari
ion natrium ke dalam ruangan di antara sel-sel epitel. Ion natrium kemudian
mendorong ion klorida dan bikarbonat, dan bersama-sama mempertahankan
sifat netralitas listrik. Kemudian semua ion ini bersama-sama menyebabkan
osmosis air dari jaringan dibawahnya ke dalam ruang intersel epitel yang
sama.4,7
Setelah dibentuk di prosessus siliaris, humor akuos ini kemudian
mengalir diantara ligamen-ligamen lensa, kemudian melalui pupil ke ruang
anterior mata. Disini, cairan mengalir ke dalam sudut diantara kornea dan
iris dan kemudian melalui trabekula-trabekula dan akhirnya masuk ke
kanalis Schlemm. Kanalis Schlemm sebaliknya adalah sebuah vena yang
berdinding tipis yang meluas secara sirkumferensial ke segela arah pada
mata. Membran endotelnya yang berpori-pori sehingga bahkan molekul
protein yang besar pun sampai seukuran sel darah merah, dapat lewati ruang
anterior ke dalam kanalis Schlemm. Dan pada akhirnya berakhir pada vena
akuos dan vena episklera.7
Gambar 3. Sirkulasi Humor Akuos. B dan C merupakan tempat terjadinya
resistensi dari sirkulasi humor akuos. (dikutip dari kepustakaan 8).

2.1.4. ETIOPATOGENESIS
Etiopatogenesis dari glaukoma sudut terbuka primer belum
diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang telah diketahui dapat
menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor resiko dan predisposisi :
a. Herediter. Terjadi peningkatan resiko sekitar 10% mengidap
glaukoma sudut terbuka primer pada orang yang bersaudara.
b. Usia. Resiko mengidap penyakit ini meningkat seiring
bertambahnya usia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada decade
ke-5 dan ke-7.
c. Ras. Lebih sering dan lebih berat pada ras kulit hitam dibandingkan
dengan ras kulit putih.
d. Miopia. Lebih sering terjadi pada orang miopia daripada orang
normal.
e. Lebih sering terjadi pada orang dengan DM, Hipertensi, penyakit
kardiovaskuler, merokok, oklusi vena retina, dan penderita
tirotoksikosis.
2. Patogenesis peningkatan TIO. Telah diketahui bahwa terjadi TIO karena
penurunan drainase humor akuos akibat peningkatan resistensi pada
trabekula meshwork. Dan adanya peningkatan produksi dari humor
akuos itu sendiri.2, 7
2.1.5. KLASIFIKASI

Sudut
terbuka
Primer
Sudut
tertutup
Glaukoma
Sudut
terbuka
Sekunder
Sudut
tertutup

2.1.6. PEMERIKSAAN GLAUKOMA


a. Tes lapang pandang
b. Tonometri
• Palpasi
• Schiotz
• Aplanasi
• Non-kontak

Gambar 6. Tonometer di tempatkan pada mata yang sebelumnya


ditetesi pantokain. Gambarkan disebelah kanan memperlihatkan
kontak langsung antara tonometer dengan kornea (dikutip dari
kepustakaan 8).
c. Funduskopi
Pemeriksaan untuk melihat papil nervus optikus, untuk melihat
adanya cupping dan atropi papil glaukomatosa.

Gambar 10. A. Batas diskus optikus menjadi tegas dan lebih pucat
disertai pelebaran dari cup nervus optikus (tanda dari suatu atrofi
papil) B. Pembuluh darah menjorok kedalam cup (bayonet shaped
kink) (dikutip dari kepustakaan 8).
d. Tes Kampimeter & Perimeter
Untuk melihat adanya defek lapangan pandang

Gambar 11. Early glaukoma. Mata panah menunjukkan adanya defek


lapangan pandang. (dikutip dari kepustakaan 8).

e. Gonioskopi
Sudut pada kamera anterior terbuka seperti pada orang yang tidak
menderita glaukoma.
Gambar 7. Gambaran hasil pemeriksaan gonioskopi. Pada glaukoma
sudut terbuka hasil gonioskopi seperti pada orang normal (dikutip dari
kepustakaan 8).

Gambar 8. Sistem Shaffer untuk grading dari glaucoma (dikutip dari


kepustakaan 6).

Gambar 9. A. Tampilan hasil Gonioskopi B. konfigurasi sudut pada


bilik mata depan (dikutip dari kepustakaan 6).

f. Tes Provokasi

2.1.7. GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA


 Simpleks (sederhana), kronis, non-inflamasi, mata tidak merah
 Gejala:
- Jika berjalan sering menabrak/tersandung
- Tunnel Vision (seperti di dalam terowongan)
 Trias:
 TIO meningkat
 Perubahan patologik disc optic
 Gangguan lapang pandang
 Ciri-ciri
- Visus normal
- Konjungtiva putih, kornea bening
- CoA dalam
- Ukuran pupil normal
- Refleks pupil melambat

2.1.8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Glaukoma Primer Sudut Terbuka
A. Medikamentosa
 Oral :
Untuk mengurangi masuknya humor aquos ke dalam mata
Carbonic Anhidrase Inhibitor: Acetazolamide 250 mg ,1/2-4
tablet/hari
 Topikal :
1. Beta Blocker
 Timolol larutan 0,25 %-0,5%, 2x1 tetes/hari
 Levobunolol larutan 0,25% 2x1 tetes/hari
2. Miotikum
Diberikan untuk sudut tertutup
Pilokarpin 0,5% 4 x 1 tetes/hari
 Parenteral : Manitol ( untuk menurunkan TIO saat akan dilakukan
tindakan bedah operatif)
 Operasi 8
1. Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan
bakaran melalui lensa – gonio ke anyaman trabekular akan
memudahkan aliran keluar aqueous humor; ini terjadi karena efek
yang dihasilkan pada anyaman trabekular dan kanal Schelmm, atau
adanya suatu proses selular yang meningkatkan fungsi anyaman
trabekular. Teknik ini dapat diterapkan pada beragam bentuk
glaukoma sudut terbuka dan hasilnya bervariasi tergantung pada
penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya
memungkinkan penguranagn terapi medis dan penundaan tindakan
bedah glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Trabekuloplasti Laser
dapat digunakan dapalam terapi awal glaokoma sudut terbuka
primer. Pada sebagian besar kasus, tekanan intraokular perlahan-
lahan akan kembali ke tingkat pra terapi dalam 2-5 tahun. Hasil
tindakan bedah drainase glaukoma berikutnya dapat dipengaruhi
tanpa disengaja..
2. Bedah Drainase Glaukoma
Meningkatnya efektifitas terapi medis dan laser telah
menurunkan kebutuhan akan bedah drainase glaukoma, tetapi
tindakan bedah mampu mengahsilkan penurunan tekanan
intraokular yang lebih berarti.
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk memintas saluran-saluran drainase normal
sehingga membentuk akses langsung aqueous humor dari bilik
mata depan ke jaraingan subkonjungtiva dan orbita. Komplikasi
yang utama adalah fibrosis jaringan episklera, yang menyebabkan
penutupan jalur drainase baru tersebut. Hal ini lebih mudah terjadi
pada pasien berusia muda, berkulit hitam, pasien glaukoma akibat
uveitis dan pasien yang pernah menjalani bedah drainase glaukoma
atau tindakan bedah lain yang melibatkan jaringan episklera.
Terapi adjuvant – pra- dan pasca operasi dengan anti metabolik,
seperti 5-fluorouracil dan mitomycin memperkecil resiko
kegagalan bleb dan dikaitkan dengan kontrol tekanan intraokular
yang baik. Akan tetapi terapi ini dapat menimbulkan komplikasi
yang berkaitan dengan bleb misalnya rasa tidak nyaman terus
menerus pada mata, infeksi bleb atau makulopati akibat hipotonik
okular persisten. Trabekulektomi mempercepat pembentukan
katarak secara nyata.
Goniotomi dan trabekulotomi adalah teknik-teknik yang
bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang
tampaknya terdapat sumbatan drainase aqueous humor di bagian
dalam anyaman trabekular.
Pembedahan drainase (trabekulektomi) dilakukan dengan
membuat fistula diantara bilik anterior dan ruang subkonjungtiva.
Operasi ini biasanya efektif dalam menurunkan tekanan intra
okuler secara bermakna. Telah banyak dilakukan secara dini
sebagai terapi glaukoma.
2.1.9. KOMPLIKASI
Tanpa pengobatan glaukoma sudut terbuka dapat bekembang secara
perlahan sehingga akhirnya menimbulkan glaukoma absolut (kebutaan
total).
2.1.10. PROGNOSIS
Apabila obat tetes anti-glaukoma dapat mengontrol TIO pada mata
yang belum mengalami kerusakan glaukomatousa luas, prognosis akan baik
(walupun penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut walupun TIO
telah normal). Apabila proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar
pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis.

2.2. KATARAK
2.2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm.
Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan
korpus siliaris. Di anterior lensa terdapat humor aquaeus; disebelah
posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah membran yang semipermeable
(sedikit lebih permiabel dari pada kapiler) yang menyebabkan air dan
elektrolit masuk. Didepan lensa terdapat selapis tipis epitel supkapsuler.
Nucleus lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia
laminar epitel supkapsuler terus diproduksi sehingga lensa semakin besar
dan kehilangan elastisitas (Khalilullah, 2010).
Gambar 1. Lensa

Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias, biasanya


sekitar 1,4 pada sentral dan 1,36 pada perifer, hal ini berbeda dari dengan
aqueous dan vitreus yang mengelilinginya. Pada tahap tidak berakomodasi,
lensa memberikan kontribusi sekitar 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D
kekuatan konvergen bias mata manusia rata-rata. Lensa terdiri dari 65% air
dan 35% protein (tertinggi kandungan nya di antara seluruh tubuh) dan
sedikit sekali mineral. Kandungan kalium lebih tinggi pada lensa dibanding
area tubuh lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serabut nyeri, pembuluh darah atau
saraf pada lensa. Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke
retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh otot siliaris
berelaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter
anteroposterior lensa sampai ukuran terkecil, dalam posisi ini daya refraksi
lensa diperkecil sehingga berkas cahaya akan terfokus pada retina.
Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat otot siliaris berkontrasi
sehingga tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang elastis menjadi
lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis
antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh
pada retina dikenal dengan akomodasi. Hal ini berkurang seiring dengan
bertambahnya usia.
Gangguan pada lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi dan
anomaly geometri. Keluhan yang di alami penderita berupa pandangan
kabur tanpa disertai nyeri. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada
penyakit lensa adalah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan
melihat lensa melalui slitlamp, oftalmoskop, senter tangan atau kaca
pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi (Khalilullah, 2010).

2.2.2. Definisi
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaan merupakan
faktor penyebab katarak yang terbanyak (Riordan-Eva & Whitcher, 2009).
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut
atau bahan lensa di dalam kapsul lensa yang menyebabkan tajam
penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai pada orang
tua dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia (Budiono,
2013).
Katarak berasal dari yunani katarrhakies, inggris cataract dan latin
cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun. Katarak adalah kekeruhan
lensa yang mengarah kepada penurunan ketajaman visual dan atau cacat
fungsional yang dirasakan oleh pasien (Khalilullah, 2010).

Gambar 2. Presentasi Penyakit Mata di Dunia

2.2.3. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat
dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi,
alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam bola mata dan polusi asap
motor/pabrik yang mengandung timbal (Budiono, 2013).
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai
katarak kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya
peradangan/infeksi ketika hamil atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat
terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti
diabetes mellitus (Budiono, 2013).

2.2.4. Patofisiologi
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun
demikian, pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat
protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi
transparansinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa
vesikel diantara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-
sel epitel yang menyimpang. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan
dalam terbentuknya katarak, antara lain kerusakan oksidatif (dari proses
radikal bebas), sinar ultraviolet dan malnutrisi (Riordan-Eva & Whitcher,
2009).
Katarak adalah suatu keadaan patologis lensa dimana lensa menjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan
ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul
pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan
serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam
perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi (Budiono, 2013).

2.2.5. Klasifikasi
Katarak dapat terjadi sebagai akibat dari penuaan atau sekunder oleh
faktor herediter, trauma, inflamasi, metabolisme atau kelainan nutrisi atau
radiasi. Tiga jenis umum katarak adalah nukleus, kortikal dan posterior
subkapsular. Klasifikasi katarak dapat dilihat pada tabel.
Tabel 1. Klasifikasi Katarak
Menurut Budiono tahun 2013, katarak dapat diklasifikasikan
berdasarkan usia, yaitu katarak developmental, katarak presenilis dan
katarak senilis. Katarak developmental terbagi lagi menjadi katarak
kongenital dan juvenile. Katarak senilis sendiri menurut lokasi
kekeruhannya dapat dibedakan menjadi subkapsular, kortikal dan nuklear.
Sedangkan berdasarkan penyebabnya katarak dapat dikelompokkan
menjadi katarak kongenital, katarak senilis, katarak traumatika, katarak
komplikata (akibat penyakit intraokular) ataupun akibat penyakit sistemik.

2.2.6. Stadium Katarak


Stadium katarak berdasarkan maturitasnya terbagi menjadi 4
(Khalilullah, 2010):

1. Katarak Insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji


menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak
subkapsular psoterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipien Pada katarak
intumesen, kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratif menyerap air. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya bertambah,
yang akan memberikan miopisasi.
2. Katarak Imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan
katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa
bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif
lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, sehingga dapat terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak Matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan
ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak
imatur tidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa
kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama
kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur.
Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada shadow test atau disebut negatif.
4. Katarak Hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami
proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair.
Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa
menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat
bilik mata depan dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula
zinn menjadi kendur.(Kanski, 2007)
Gambar 3. Stadium Katarak

Katarak juga dibagi dalam beberapa klasifikasi (Riordan-Eva &


Whitcher, 2007):

1. Katarak Nuklear, proses kondensasi normal dalam nukleus lensa


menyebabkan terjadinya sklerosis nuklear setelah usia pertengahan.
Gejala yang paling dini mungkin berupa membaiknya penglihatan
dekat tanpa kacamata. Ini merupakan akibat meningkatnya kekuatan
fokus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi bergeser ke myopia.
Gejala-gejala lain dapat berupa diskriminasi warna yang buruk atau
diplopia monocular. Sebagian besar katarak nuklear adalah bilateral,
tapi bisa asimetrik.
2. Katarak kortikal, adalah kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan
hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola
radial di sekliling daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral,
tetapi sering asimetrik. Derajat gangguan fungsi penglihatan
bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu
penglihatan.
3. Katarak subkapsular posterior, terdapat pada korteks di dekat kapsul
posterior bagian sentral. Di awal perkembangannya, katarak ini
cenderung menimbulkan gangguan penglihatan karena adanya
keterlibatan sumbu penglihatan. Gejala-gejala umum antara lain glare
dan penurunan penglihatan pada kondisi pencahayan yang terang.
Kekeruhan lensa di sini dapat timbul akibat trauma, penggunaan
kortikosteroid (topikal atau sistemik), peradangan atau pajanan
pengion. (AAO, 2011)
Gambar 4. Katarak Nuklear Gambar 5. Katarak Kortikal Imatur

Gambar 6. Katarak Kortikal Matur Gambar 7. Katarak Kortikal Hipermatur

Gambar 8. Katarak Morgagni Gambar 9. Katarak Subkapsular Posterior

2.2.7. Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika
gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.
Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-
obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. (Khalilullah, 2010).
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Lebih dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang
dari metode yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir
bersamaan dengan evolusi IOL yang digunakan yang bervariasi dengan
lokasi, material dan bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul
lensa posterior ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract extraction
(ICCE) dan extra capsuler cataract extraction (ECCE). (Khalilullah, 2010).
1. ICCE, tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan
cryophake dan depindahkan dari mata melalui insisi korneal superior
yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan
lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen
hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
2. ECCE, tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui
robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra
ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah
mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini
yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
3. Phacoemulsifikasi, maksudnya membongkar dan memindahkan kristal
lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-
3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot
massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra
Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena
incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan
sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini
kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan incisi limbus
yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler,
meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.
4. SICS, teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang
merupakan teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih
menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah.
2.2.8. Komplikasi
Komplikasi Pre Operatif
 Glaukoma sekunder sudut tertutup, terjadi pada katarak intumesen
akibat pencembungan lensa.
Komplikasi Post Operatif
 iris tremulans pada operasi katarak dengan afakia.
2.2.9. Prognosis
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi
sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada
bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa
komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi
menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis
pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart (Ocampo, 2012).
2.3. PRESBIOPIA
2.3.1. Definisi
Presbiopia merupakan kelainan refraksi pada mata yang menyebabkan
punctum proksimum mata menjadi jauh. Hal ini disebabkan karena telah
terjadi gangguan akomodasi yang terjadi pada usia lanjut. Presbiopia
merupakan suatu keadaan yang fisiologis, bukan suatu penyakit dan terjadi
pada setiap mata.
2.3.2. Etiologi
Gangguan daya akomodasi akibat kelelahan otot akomodasi yaitu
menurunnya daya kontraksi dari otot siliaris sehingga zonulla zinii tidak
dapat mengendur secara sempurna. Gangguan akomodasi juga terjadi
karena lensa mata elastisitasnya berkurang pada usia lanjut akibat proses
sklerosis yang terjadi pada lensa mata.
2.3.3. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas
matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan
meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis)dan
kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian
kemampuan melihat dekat makin berkurang.
2.3.4. Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien – tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa
didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak
tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak
preskripsi kaca mata baca

b. Presbiopi Fungsional – Amplitud akomodasi yang semakin menurun


dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa

c. Presbiopi Absolut – Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi


fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali
d. Presbiopi Prematur – Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun
dan biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-
obatan

e. Presbiopi Nokturnal – Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada


kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil

2.3.5. Gejala Klinik


Gejala yang timbul akibat gangguan akomodasi pada pasien berusia di
atas 40 tahun ini adalah keluhan saat membaca atau melihat dekat menjadi
kabur dan membaca harus dibantu dengan penerangan yang lebih kuat
(pupil mengecil), serta mata menjadi cepat lelah.
Keadaan ini bila tidak dikoreksi akan menimbulkan gejala astenopia
yaitu mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk. Pemeriksaan
presbiopia mempergunakan tes Jaeger.
2.3.6. Diagnosis Banding
Presbiopi oleh karena degenerasi lensa sehingga akomodasi
menjadi lambat dan perubahan pungtum proksimum

Hipermetropia oleh karena sinar sejajar jauh jatuh di belakang


retina dan sinar sejajar dekat jatuh lebih jauh di belakang retina.

2.3.7. Pemeriksaan Presbiopia


1. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen
2. Pasien diukur visus jauhnya dengan kartu snellen bila dengan mata
satu per satu, mulai dengan mata kanan dan menutup mata yang tidak
diperiksa.
3. Pasien diukur visus dekatnya menggunakan kartu jaeger dengan
menggunakan dioptri yang sesuai dengan umur pasien (1.0 D untuk
usia 40 tahun, +1.5 D untuk usia 45 tahun, +2.0 D untuk usia 50
tahun, +2.5 D untuk usia 55 tahun,+3.0 D untuk usia 60 tahun) dan
target yang bisa terbaca yaitu pada J6, pemeriksaaan dilakukan satu
per satu mulai dengan mata kanan dan menutup mata yang tidak
diperiksa.
2.3.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita presbiopia adalah dengan
menggunakan kacamata sferis positif (S+), yang kekuatannya sesuai dengan
umur pasien. Pada kacamata baca diperlukan koreksi atau penambahan
sesuai dengan bertambahnya usia pasien biasanya adalah :
 +1.0 D untuk usia 40 tahun
 +1.5 D untuk usia 45 tahun
 +2.0 D untuk usia 50 tahun
 +2.5 D untuk usia 55 tahun
 +3.0 D untuk usia 60 tahun
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of


Ophthalmology: Section 11. San Francisco. 2011.
2. Budiono S, Djiwatmo, Hermawan D, Wahyuni I. Lensa dan Katarak dalam
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University Press. 2013
3. Crick RP, Khaw PT. Practical Anatomy and Physiology of The Eye and Orbit.
In: A Textbook of Clinical Ophtalmology. 3thEd. Singapore : FuIsland Offset
Printing (S) Pte Ltd; 2003. p 5-7.
4. Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilyas S, Editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3.
Jakarta : Balai penerbit FKUI; 2008. Hal. 212-17.
5. The Eye M.D. Association. Glaucoma. In: Basic and Clinical Science Course
American Academy of Ophthalmology. Section 10. Singapore : LEO; 2008.
6. Vaughan D, Eva PR. Glaukoma. Dalam : Suyono YJ, Editor. Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika; 2000. Hal. 220-39.
7. The Eye M.D. Association. Fundamentals and Principles of ophthalmology. In:
Basic and Clinical Science Course American Academy of Ophthalmology.
Section 2. Singapore : LEO; 2008.
8. Guyton AC, Hall JE. Fluid System of the Eye. In: Textbook of Medical
Physiology. 11th Ed. Pennyslvania: Elsevier Inc; 2006. p 623-25.
9. Ming ALS, Constable IJ. Lens and Glaukoma. In : Color Atlas of
Ophtalmology. 3th Ed. New York : World Science; 2006. p 51-60.
10. Lang GK. Glaukoma. In : Ophtalmology : A Pocket Textbook Atlasy. Germany
: Georg Thieme Verlag; 2007. p 239-71.
11. Kanski JJ. Clinical Ophtamology: A systematic approach. Sixth Edition. China:
Elsevier. 2007.
12. Khalilullah SA. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senilis. Jakarta.
2010.
13. Ocampo, V.V.D. Cataract Senile: Workup. 2012. Diunduh dari http ://
emedicine. medscape. Com / article 1210914-workup#showall, diakses 19
April 2016.
14. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. Jakarta:
EGC. 2009.

You might also like