You are on page 1of 6

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi

Vol. 1, No.1, Oktober 2012 23

RESILIENSI PADA ANAK DENGAN KANKER

Nur Fitriah

Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta

Jakarta

Email : fiitriikuu@gmail.com

Abstract

The aim of this research was to provide about resilience in children with cancer. Resilience
obtained through identification of three resilience factors. That is I Am for the individual
strength in personal, I Have for external support and the sources, and I Can for interpersonal
skills, and output from interaction of the three factors consist of trust, autonomy, initiative,
industry, and identity. Research that has been used was qualitative approach. Overview of
resilience of the subject obtained from the interview with children with cancer, relatives
(mother and uncle), instructor, and doctor who deal with children with cancer. The results of
this research were both subjects can develop resilience characteristic well. However, there are
some differences from the two subjects. 1st subject achieve resilience attitude more depth on
interaction I Have and I Can factors clearly. Yet, still supported by I Am factor. Whereas 2 nd
subject achieve resilience attitude more on I Am and I Can factors. Yet, I Have factor still
fulfilled. Moreover, 1st subject was able to established initiative and industry better than 2 nd
subject.

Key Words : Resilience, Children, Cancer, Development, Psychology

1. Pendahuluan penderita kanker di bidang kejiwaan antara lain


Dewasa ini, terdapat berbagai macam penyakit kecemasan, ketakutan dan depresi (Hawari, 2004).
mematikan yang meyerang kehidupan manusia. Kanker menjadi salah satu penyebab kematian
Salah satunya adalah penyakit kanker. Kanker terbesar bagi orang dewasa maupun anak anak.
adalah suatu penyakit yang disebabkan pembelahan Sekitar 25% kematian di dunia, disebabkan oleh
sel yang melebihi batas normal dan tidak terkendali kanker. Dalam setahun, sekitar 0,5% dari populasi
sehingga dapat menyebar dan menyerang jaringan terdiagnosa kanker. Kanker pada anak diperkirakan
tubuh lainnya. Kanker merupakan penyakit yang mencapai 1% dari jumlah penyakit kanker secara
mengerikan bagi kebanyakan orang. Cara, sikap menyeluruh. Data statistik resmi dari IARC
ataupun reaksi orang dalam menghadapi kanker (International Agency for Research on Cancer)
pada dirinya, berbeda satu sama lain dan individual menyatakan bahwa 1 dari 600 anak akan menderita
sifatnya. Hal ini tergantung kepada seberapa jauh kanker sebelum umur 16 tahun. Sekitar 10%
kemampuan individu yang bersangkutan kematian pada masa anak anak disebabkan oleh
menyesuaikan diri terhadap situasi yang kanker, namun kanker pada anak dapat
mengancam kehidupannya. Berbagai reaksi disembuhkan bila dideteksi secara dini dan
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 24

pengobatan serta perawatannya dilaksanakan mengembangkan kemampuan intelektualnya,


dengan sarana/prasarana yang memadai sehingga memiliki harapan untuk masa depan, serta memiliki
kemungkinan untuk sembuh menjadi lebih besar kemandirian dalam hidupnya meskipun mereka
apabila anak tersebut dapat bertahan setidaknya 5 sedang menjalani tahap pengobatan yang sedikit
tahun sesudah pengobatan (Fromer, 1995). banyak dapat mengganggu kehidupan mereka.
Kanker pada anak merupakan masalah yang Mengingat kondisi anak yang masih sangat
cukup kompleks mengingat perawatan dan atau memerlukan dampingan dan bantuan dari orang
pengobatannya melibatkan selain orang tua, tenaga terdekat mereka yaitu keluarga atau orang tua.
profesional, dan tak kalah penting keluarga, Maka resiliensi yang terbentuk dalam diri anak,
sekolah, serta lingkungan sangat berperan untuk turut dipengaruhi oleh resiliensi yang tercipta dalam
membantu proses penyembuhan anak penderita keluarganya. Keluarga memberikan peranan yang
kanker. Selama masa tersebut anak harus menjalani sangat penting bagi anak-anak yang menderita
proses pengobatan untuk mencegah sel-sel kanker kanker dengan memberikan pendampingan dan
berkembang kembali. Pengobatan kanker pada anak perhatian selama anak-anak menjalani pengobatan.
dapat dilakukan dengan kemoterapi, transplantasi Resiliensi sebagai kemampuan untuk secara terus
sumsum tulang, radioterapi, dan operasi, tergantung menerus mendefinisikan diri dan pengalaman,
pada jenis kanker yang dialaminya (Dixon-Woods, menjadi dasar untuk proses kehidupan yang
Young, & Heney, 2005). menghubungkan antara sumber daya individu dan
Anak anak penderita kanker juga tidak hanya spiritual (Southwick, 2001).
harus menghadapi tugas-tugas perkembangan dan Usia anak anak adalah suatu masa
pertumbuhan sebagaimana anak yang tidak dimana seorang individu dibentuk kepribadiannya
mengalami kanker, tetapi juga harus mengatasii sehingga hal tersebut menentukan tumbuh
dampak-dampak dari kanker yang dialaminya kembangnya di masa depan. Salah satu hal penting
(Wear, Covey, & Brush, 1982). yang dapat mendukung kebahagian dalam awal
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan masa kanak kanak adalah kesehatan yang baik
Browns et.al pada tahun 1992 dan Ishibasi pada yang memungkinkan anak mampu menikmati apa
tahun 2003 menyatakan bahwa ada beberapa anak pun yang ia lakukan dan berhasil melakukannya
yang menderita kanker mampu bertahan dengan (Hurlock, 2008).
baik sehingga dapat menjalani kehidupannya sesuai Namun, bagi anak penderita kanker, hal tersebut
tugas perkembangannya. Ketahanan yang dimiliki jadi terbatasi. Dengan kondisi fisik mereka yang
oleh anak-anak yang mengalami hambatan dalam kurang memungkinkan untuk bisa melakukan
kehidupannya, khususnya anak-anak yang berbagai macam aktifitas, tentu saja hal tersebut
menderita kanker disebut resiliensi. merupakan tekanan yang sangat mempengaruhi
Individu dengan resiliensi yang baik adalah keadaan psikologis seorang anak. Anak penderita
individu yang optimis, yang percaya bahwa segala kanker tidak selalu dapat melakukan berbagai jenis
sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik. Individu kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan fisik dan
mempunyai harapan terhadap masa depan dan hal itu menghambat tumbuhnya kebahagiaan dalam
percaya bahwa individu dapat mengontrol arah diri mereka. Waktu yang sebagian besar dihabiskan
kehidupannya. Optimis membuat fisik menjadi di rumah sakit untuk menjalankan pengobatan, juga
lebih sehat dan mengurangi kemungkinan menjadi dasar timbulnya rasa rendah diri pada anak
menderita depresi. Resiliensi adalah kapasitas untuk penderita kanker. Selain itu, usia mereka yang
merespon secara sehat dan produktif ketika masih termasuk dalam kategori usia pembentukan
berhadapan dengan kesengsaraan atau trauma, yang karakter dan perkembangan membuat mereka
diperlukan untuk mengelola tekanan hidup sehari- kurang dapat menentukan sikap yang tepat untuk
hari (Reivich dan Shatte, 2002). menghadapi keadaan yang sulit yang sedang
Faktor yang mendukung resiliensi, diantaranya mereka alami. Namun, dengan dukungan sosial
adalah dukungan sosial, berhubungan dengan yang baik, yang berasal dari keluarga, teman, dan
tingkat stress yang rendah. Individu dengan lingkungan sekitarnya, membuat anak dapat
resiliensi yang tinggi memiliki dukungan sosial bertahan dalam menghadapi tekanan yang berat
yang lebih baik dan memiliki tingkat stress yang dalam hidupnya. Resiliensi pada beberapa anak
rendah (Aitken dan Morgan, 1999). Resiliensi mampu berfungsi secara baik walaupun mereka
sebagai kemampuan untuk secara terus menerus hidup dalam lingkungan buruk dan penuh tekanan
mendefinisikan diri dan pengalaman, menjadi dasar (Garmezy dan Rutter, 1983, dalam Rutter et.al,
untuk proses kehidupan yang menghubungkan 1994).
antara sumber daya individu dan spiritual Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk
(Southwick, 2001). meneliti bagaimana gambaran resiliensi pada anak
Resiliensi pada anak yang menderita kanker yang menderita kanker dan bagaimana dukungan
menunjukkan bahwa anak tersebut tetap dapat sosial yang mereka peroleh sehingga mereka dapat
memiliki kompetensi sosial dengan baik, menjadi orang yang resilien dalam menjalani proses
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 25

pengobatan kanker. Individu dengan resiliensi yang Ibunya adalah satu satunya orang yang paling
tinggi memiliki dukungan sosial yang lebih baik setia menemaninya selama menjalani pengobatan di
dan memiliki tingkat stress yang rendah (Aitken Jakarta, sedangkan I lebih dekat dengan pamannya
dan Morgan, 1999). Dengan demikian, penelitian yang merupakan adik dari Ayahnya. Dikarenakan
ini juga akan mengeksplorasi konsep resiliensi kedua orangtuanya sudah tidak mau mengurusnya
seperti apa yang ditanamkan orang tua atau lagi, maka Pamannya-lah yang menemani dan
lingkungan sosial mereka pada anak yang mengurusi pengobatan I di Jakarta.
mengalami kanker. Dalam keluarganya, Z hidup dalam suatu
2. Metode Penelitian keluarga kecil sederhana dimana semua peraturan
Penelitian ini menggunakan penelitian dan peran orangtua merupakan hal yang paling Z
pendekatan kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) contoh. Subjek memiliki teman bermain yang
penelitian kualitatif adalah penelitian yang cukup banyak di sekolahnya. Sedangkan I hidup
menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya dalam keluarga Ayahnya dimana ia dirawat oleh
deskriptif, seperti transkripsi wawancara , catatan bibinya dan kedua kake neneknya dan juga selalu
lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain- bermain dengan sepupunya. Oleh karena itu, Z akan
lain. Dalam penelitan kualitatif perlu menekankan lebih cepat berbaur dan bersosialisasi dengan anak
pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan anak sebayanya, sedangkan I akan sangat cepat
situasi penelitian, agar peneliti memperoleh berkomunikasi dengan orang yang lebih dewasa
pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi dari usianya.
kehidupan nyata.( Patton dalam Poerwandari, Kedua subjek adalah anak yang mandiri dan
1998). pemberani. Baik Z maupun I dapat menunjukan
Pada penelitian Reseliensi pada Anak Penderita sikap tersebut. Seperti saat harus ditinggal oleh
Kanker, peneliti menggunakan tipe studi kasus Paman atau Ibunya saat harus di rumah sakit, maka
intrinsik. Studi kasus intrinsik adalah penelitian I dan Z tidak akan menangis ataupun rewel. Merek
yang dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian akan dengan tenang menunggu dan merasa nyaman
pada suatu kasus khusus. Penelitian dilakukan untuk bersosialisasi dengan para dokter dan
untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa perawat. Selain itu, Z adalah seorang anak yang
harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep sudah dapat melakukan kegiatan dasar untuk
konsep / teori ataupun tanpa ada upaya pemenuhan kebutuhan pribadinya sendiri, seperti
menggeneralisasi. makan dan mandi. Sedangkan I, dikarenakan
Dalam penelitian ini, karakteristik subjek adalah usianya yang masih sangat muda, Ia tetap
anak anak yang berada pada usia sekolah dengan membutuhkan pamannya untuk membantunya
jenis kelamin laki laki dan perempuan yang makan atau mandi walaupun ia terkadang
mengidap penyakit kanker minimal 3 bulan terakhir menentukan sendiri apa yang ingin ia makan atau
terhitung dari penelitian ini dimulai serta terlihat baju apa yang ingin dipakainya.
memiliki beberapa karakteristik resiliensi dari Selama menjalani pengobatan, kedua subjek
wawancara terdahulu yang dilakukan pada orang dapat menunjukan sikap yang jauh lebih dewasa
orang di sekitar subyek. dari usianya. Hal ini ditunjukan dengan
Peneliti menggunakan metode pengambilan kemampuan kedua subjek yang mampu mengontrol
sampel purposif terstratifikasi. Dalam metode emosi dan perasaan yang mereka miliki. Z adalah
pengambilan sampel ini, peneliti mengambil subjek seorang anak yang tenang dan dapat mengontrol
yang sesuai dengan klasifikasi subjek yang emosi dalam dirinya. Sedangkan I, walaupun
diperlukan dan menjelaskan tentang kasus yang terkadang Ia masih menunjukan sikap egosentris,
diangkat. Dengan strategi ini peneliti tidak namun Ia dapat mengekspresikan perasaan
memfokus pada upaya mengidentifikasi masalah perasaan yang ia miliki dengan cara yang tepat.
masalah mendasar, melainkan pada upaya Kedua subjek dapat membengun rasa saling
menangkap variasi variasi besar dari responden percaya karena memiliki hubungan yang erat
atau subyek penelitian. dengan keluarga terdekatnya. Z memiliki hubungan
Menurut Poerwandari (1998) penelitian yang sangat erat dengan Ibunya sehingga mendapat
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan dorongan kepercayaan diri yang bagus namun tidak
mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti berlebihan . Sedangkan I, memiliki hubungan yang
transkripsi wawancara , catatan lapangan, gambar, sangat erat dengan Pamannya, sehingga walaupun
foto rekaman video dan lain-lain. anak perempuan, terlihat sangat aktif dan percaya
diri Kedua subjek dapat mengerti akan penyakitnya
dan bisa menerima hal tersebut. Z dapat
3. Hasil & Diskusi menjelaskan bagaimana penyakit tersebut datang
Dalam penelitian ini, kedua subjek memiliki menghadapi dirinya. Sedangkan I hanya dapat
faktor faktor yang menunjukan sikap resiliensi mengungkapkan apa yang Ia rasakan tentang
dalam diri mereka. Z adalah seorang anak laki penyakit yang ada dalam tubuhnya. Z, mampu
laki yang sangat dekat dengan Ibunya karena
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 26

bertindak inisiatif dan dapat mempengaruhi oleh menjadi resilien. Demikian juga seorang anak yang
orang lain atas ide yang ia keluarkan. Sedangkan I mungkin mempunyai harga diri ( I am), tetapi jika
mampu berinisiatif untuk melakukan kegiatan yang ia tidak mengetahui bagaimana berkomunikasi
menjadi kesenangan dirinya sendiri. Z lebih banyak dengan orang lain atau memecahkan masalah (I
menunjukan keterampilan di bidang pendidikan, can) dan tidak ada orang yang membantunya (I
sedangkan I lebih banyak menunjukan keterampilan have), maka ia tidak akan menjadi resilien. Oleh
di bidang permainan.Walaupun memiliki sebab itu, untuk menumbuhkan resiliensi anak,
kelemahan fisik yang nyata, namun Z selalu optimis ketiga faktor tersebut harus saling berinteraksi satu
dan penuh harapan akan mendapatkan kesembuhan sama lain. Interaksi ketiga faktor tersebut sangat
dari kanker yang dideritanya. Begitu juga dengan I, dipengaruhi oleh kualitas lingkungan sosial di mana
walaupun ada sedikit rasa malu dengan kepala yang si anak hidup
Kepercayaan/Trust akan menjadi sumber
menunjukan semangat yang tinggi dalam menjalani pertama bagi pembentukan resiliensi pada diri
pengobatan. seorang anak. Oleh karena itu, bila anak diasuh dan
Menurut Grotberg, resiliensi adalah suatu dididik dengan perasaan penuh kasih sayang dan
kapasitas yang bersifat universal dan dengan kemudian mampu mengembangkan relasi yang
kapasitas tersebut, individu, kelompok ataupun berlandaskan kepercayaan (I have), maka akan
komunitas mampu mencegah, meminimalisir tumbuh pemahaman darinya bahwa ia dicintai dan
ataupun melawan pengaruh yang bisa merusak saat dipercaya ( I am). Kondisi demikin pada gilirannya
mereka mengalami musibah atau kemalangan. akan menjadi dasar bagi anak ketika ia
Grotberg mengemukakan faktor-faktor resiliensi berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya
yang diidentifikasikan berdasarkan sumber-sumber secara bebas (I can). Dalam hal ini, subjek diasuh
yang berbeda. Untuk kekuatan individu, dalam diri dengan penuh perhatian dan kasih sayang oleh
, untuk dukungan keluarganya yang mampu memberikan kasih
eksternal dan sumber-sumbernya, digunakan istilah sayang secra penuh dan menganggap subjek seperti
, sedangkan untuk kemampuan anak sendiri sehingga menumbuhkan pemahaman
interpersonal digunakan istilah . Berikut ini yang kuat dalam diri subjek bahwa ia disayang dan
adalah penjabaran dari hasil analisa terhadap mendapat kepercayaan serta dorongan yang besar
wawancara yang telah dilakukan. untuk sembuh dari om-nya sehingga membuatnya
Dalam hal ini, kedua subjek adalah pribadi yang dapat tampil secara percaya diri di hadapan orang
cukup mandiri di kalangan anak seusianya. lain dan dapat berinteraksi dengan sangat baik.
Menurut Grotberg, individu dapat melakukan Kemudian faktor Autonomy, dimana anak dapat
berbagai macam hal menurut keinginan mereka dan menyadari seberapa jauh mereka terpisah dari
menerima berbagai konsekuensi dan perilakunya. lingkungannya. Pemahaman bahwa dirinya juga
Individu merasakan bahwa ia bisa mandiri dan merupakan sosok mandiri yang terpisah dan
bertanggung jawab atas hal tersebut. Walaupun berbeda dari lingkungan sekitar, akan membentuk
subjek saat ini sedang mengidap penyakit yang kekuatan kekuatan tertentu pada diri seorang
cukup banyak mengambil kemampuannya serta anak. Dalam hal ini subjek mampu menerima
membatasi dirinya untuk melakukan berbagai keadaan dirinya dan mengerti apa yang sedang ia
macam hal, namun subjek tetap bisa melakukan alami.
sendiri beberapa hal yang menjadi kebutuhan Kemudian, dengan kepercayaan dan rasa
dasarnya. otonomi yang ia miliki, mampu mengembangkan
Faktor I Have yang dimiliki oleh anak dengan sikap inisiatif dalam diri subjek. Menurut Grotberg,
kanker ditunjukan dari seberapa besar dorongan dengan inisiatif, anak menghadapi kenyataan bahwa
dari luar diri subjek dalam membentuk resiliensi dunia adalah lingkungn dari berbagai macam
yang dimiliki oleh subjek. Dalam hal ini, selama aktivitas, dimana ia dapat mengambil bagian untuk
menjalani proses pengobatan, subjek mendapatkan berperan aktif dari setiap aktivitas yang ada. Ketika
pelayanan yang sangat menunjang kebutuhan anak berada pada lingkungan yang memberikan
subjek namun tetap membuat subjek dapat menjadi kesempatan mengikuti aktivitas (I have), maka anak
anak yang mandiri. akan memiliki sikap optimis serta bertanggung
Resiliensi merupakan hasil kombinasi antara jawab (I am). Kondisi ini pada gilirannya juga akan
faktor faktor I am, I have, dan I can. Untuk menumbuhkan perasaan mampu anak untuk
menjadi seorang yang resilien, tidak cukup hanya mengungkapkan apa yang mereka mampu lakukan
memiliki satu faktor saja, melainkan harus ditopang (I can). Seperti yang telah dilakukan subjek selama
oleh faktor faktor lain. Misalnya seorang anak menjlani pengobatan, subjek memiliki kesemapatan
mungkin dicintai (I have), tetapi jika ia tidak untuk melakukan kegiatan kegiatan yang
mempunyai kekuatan dalam dirinya (I am) atau diselenggarakan oleh YKAKI seperti bersekolah
tidak memiliki keterampilan keterampilan atau bermain dengan anak anak seusianya.
interpersonal dan sosial ( I can), maka ia tidak dapat Dengan begitu, subjek memiliki keyakinan dalam
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 27

dirinya, walaupun Ia sedang dihinggapi oleh suatu sedangkan I lebih dekat dengan pamannya yang
penyaakit, tidak menghalangi dirinya untuk merupakan adik dari Ayahnya. Dalam
melakukan kegiatan kegiatan yang menjadi keluarganya, Z hidup dalam suatu keluarga kecil
minatnya. Dengan begitu, subjek dengan percaya sederhana dimana semua peraturan dan peran
diri mampu mengekspresikan dengan bangga hal orangtua merupakan hal yang paling Z contoh.
hal apa saja yang mampu Ia lakukan. Sedangkan I hidup dalam keluarga Ayahnya
Industri merupkan faktor resiliensi yang dimana ia dirawat oleh bibinya dan kedua kakek
berhubungan dengan pengembangan keterampilan neneknya.
keterampilan yang berkaitan dengan aktivitas
rumah, sekolah, dan sosialisasi. Bila anak berada di 2. Z dan I adalah anak yang berani, mandiri, dan
lingkungan yang memberikan kesempatan untuk percaya diri. Kedua subjek menunjukan sikap
mengembangkan keterampilan keterampilan, baik membutuhkan keberadaan orang dewasa, namun
di rumah, sekolah, maupun di lingkungan sosial (I tetap percaya diri menunjukan keinginan yang
have), maka anak akan mengembangkan perasaan mereka miliki.
bangga terhadap prestasi prestasi yang telah dan
akan dicapainya (I am). Kondisi demikian pada 3. Selama menjalani pengobatan, kedua subjek
gilirannya akan menumbuhkan perasaan mampu dapat menunjukan sikap yang jauh lebih dewasa
serta berupaya untuk memecahkan setiap persoalan, dari usianya. Hal ini ditunjukan dengan
atau mencapai prestasi sesuai dengan kebutuhannya kemampuan kedua subjek yang mampu
(I can). mengontrol emosi dan perasaan yang mereka
Rasa bangga dan bahagia yang ditunjukan oleh miliki. Z adalah seorang anak yang tenang dan
subjek saat ia mampu menunjukan kemampuan dapat mengontrol emosi dalam dirinya.
yang ia miliki menumbuhkan rasa optimis dan Sedangkan I, walaupun terkadang Ia masih
percaya diri dalam dirinya. Dengan begitu, menunjukan sikap egosentris, namun Ia dapat
keyakinannya untuk dapat mengatasi berbagai mengekspresikan perasaan perasaan yang ia
permasalahan yang datang membut ia tumbuh miliki dengan cara yang tepat.
menjadi seorang anaka dengan resiliensi yang kuat.
Setelah semua faktor terpenuhi, Identitas Selain itu, interaksi antara ketiga faktor
menjadi faktor kunci dalam pembentukan resiliensi resiliensi yang telah ditunjukan oleh keddua subjek,
seorang anak. Faktor ini berkaitan dengan memperkuat kemampuan resiliensi yang dimiliki
pengembangan pemahaman anak akan dirinya oleh keduanya. Kedua subjek dapat membangun
sendiri, baik kondisi fisik mupun psikologisnya. rasa saling percaya karena memiliki hubungan yang
Identitas membantu anak mendefinisikan dirinya erat dengan keluarga terdekatnya. Z memiliki
dan mempengaruhi self image-nya. Keadaan mata hubungan yang sangat erat dengan Ibunya sehingga
subjek yang berbeda dengan anak pada umumnya. mendapat dorongan kepercayaan diri yang bagus
Pad awalnya membat subjek merasa kesulitan untuk namun tidak berlebihan . Sedangkan I, memiliki
beradaptasi dengan lingkungnnya. Namun, hubungan yang sangat erat dengan Pamannya,
dorongan dari orang sekitarnya dan kemampuan sehingga walaupun anak perempuan, terlihat sangat
penerimaan diri yang Ia miliki membuatnya aktif dan percaya diri.
menjadi seorang anak yang mengendalikan dan Walaupun terkadang kedua subjek ingin
mengatur dirinya sendiri. kemampuan ini menjadi melakukan aktivitas yang lebih banyak seperti anak
penting karena kemampuan subjek dalam anak lain yang sehat, namun kedua subjek dapat
memahami keadaan dirinya membuatnya menjadi mengerti akan penyakitnya dan bisa menerima hal
anak yang mampu menghadapi masalah besar yang tersebut. Z dapat menjelaskan bagaimana penyakit
sedang terjadi di dalam kehidupannya saat ini. tersebut datang menghadapi dirinya. Sedangkan I
hanya dapat mengungkapkan apa yang Ia rasakan
4. Kesimpulan tentang penyakit yang ada dalam tubuhnya.
Setelah peneliti melakukan penelitian mengenai Selain itu, Z mampu bertindak inisiatif dan
resiliensi pada anak dengan kanker peneliti dapat mempengaruhi oleh orang lain atas ide yang
memperoleh pemahaman secara nyata dan ia keluarkan. Sedangkan I mampu berinisiatif untuk
menemukan faktor faktor resiliensi pada anak melakukan kegiatan yang menjadi kesenangan
dengan kanker. dirinya sendiri. Z lebih banyak menunjukan
Berikut ini adalah penjabaran hasil kesimpulan keterampilan di bidang pendidikan, sedangkan I
kemampuan resiliensi dari kedua subjek. lebih banyak menunjukan keterampilan di bidang
permainan.Walaupun memiliki kelemahan fisik
1. Z adalah seorang anak laki laki yang sangat yang nyata, namun Z selalu optimis dan penuh
dekat dengan Ibunya karena Ibunya adalah satu harapan akan mendapatkan kesembuhan dari
satunya orang yang paling setia menemaninya kanker yang dideritanya. Cita citanya yang tinggi
selama menjalani pengobatan di Jakarta, membangkitkan semangat yang tinggi pula dari
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 28

dalam dirinya. Begitu juga dengan I, walaupun ada M. Bellin, Kovaks P. (2006). Fostering Resilience
sedikit rasa malu dengan kepala yang botak dan in Sibling o Youthswith a Cronic Health
Condition: A Review of The Literature. London:
kepolosannya sebagai seorang anak anak National Association of Social Workers.
menunjukan sikap yakin dan percaya bahwa Ia
mampu untuk menghadapi dan melewti semua Maria Hewitt, Susan L. Weiner, Joseph V. Simone.
masalah yang datang menimpa di kehidupannya. (2003). Childhood Cancer Survivorship.
Washington D.C.: The National Academies
Press.
5. Daftar Pustaka
Poerwandari, E. K. (2009). Pendekatan Kualitatif
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta
untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok:
Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
LPSP3.
Dixon-Woods, M. (2005). Rethinking Experiences
Rebecca Siegel; Deepa Naishadham; Ahmedin
of Childhood Cancer: A Multidisciplinary
Jemal. (2012). Cancer Statistics, 2012. A
Approach to Chronic Childhood Illness.
Cancer Journal For Clinicians , 10-29.
London: Open University Press.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif,
Dong H Kim, Il Y Yoo. (2012). Factor Associated
with Resilience of School Age Children with Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabe
Cancer. Journal of Pediatrics and Child Health
, 431-436.

Eiser, C. (2003). Children With Cancer, The


Quality of Life. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates.

Fromer. (1995). School Reintegration for Children


and Adolescents with Cancer: The Role of
School Psychologist. Psychology in the Schools
, 579-592.

Glover, J. (2009). Bouncing Back : How can


resilience be promoted in vulnerable children
and young people? London: Barnado s.

Grotberg, E. (2001). Resilience Programs for


Children in Disaster. Ambulatory Child Health 7
, 75-83.

Grotberg, E. (1999). Tapping Your Inner Strength.


Oakland: New Harbinger Publication Inc.

Hawari, D. (2004). Manajemen Stress, Cemas, dan


Depresi. Jakarta: FKUI.

Helen Herman,MD; Donna E Stewart,MD; Natalia


Diaz-Granados; Elena L Berger; Beth Jackson;
Tracy Yuen. (2011). What Is Resilience? La
Revue Canadienne de Psychiatrie , 258-266.

K. Reivick & A. Shatte. (2002). The Resilience


Factor: 7 Essential Skills for Overcoming Life's
Inevitable Obstacles. New York: Broadway
Books.

Kazak, A. E. (2004). Evidence-Based Interventions


for Survivors of Childhood Cancer and Their
Families. Journal of Pediatric Psychology , 29-
39.

You might also like