You are on page 1of 10

ANALISIS ASPEK PEMBENTUK BUDAYA K3

DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN APD


PADA PEKERJA PRODUKSI RESIN DI SIDOARJO

Gregorius Timotius Brito


Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
E-mail: Gregtimo@ymail.com

ABSTRACT
The Ministry of Republic Indonesia launched in 2015 as the national safety culture that every industrial sector was required
to implement the safety culture as well. One of the effort to create safety culture in the companies with cultivating the
behavior for using personal protection equipment at work. Cooper an expert of safety management explained there were
three elements forming safety culture, psychological, behavior, and organization and situation aspect. The main purpose
was to analyze the relationship between psychological aspect of workers and organization and a situation aspect with the
behavior for using PPE. This is an observational analytic study with cross sectional approach. Data were analyzed with
univariate and bivariate. Sample of this research were 25 workers from 32 population that gets by simple random sampling
method. Data were collected by questionnaire and observation then analyze in descriptive and use cross tabulating and
correlation spearmen test to obtain relationship between variables. The result showed that most of the workers (56%) have
low behavior on PPE usage. There almost all workers have a good motivation and clarified that availability and training
about PPE was fair. There were significant correlation between motivation and training with complience of using PPE.
Higly recommendation for company to increase the motivation for workers by apply a reward system.

Keywords: safety culture, behaviour, Personal Protection Equipment

ABSTRAK
Pemerintah Republik Indonesia mencanangkan tahun 2015 sebagai tahun berbudaya K3 di mana setiap sektor industri
diwajibkan untuk menerapkan budaya K3 yang baik. Upaya untuk menciptakan safety culture di lingkungan perusahaan
yaitu dengan membudayakan perilaku penggunaan APD di tempat kerja. Cooper seorang ahli manajemen K3 menyatakan
terdapat 3 elemen pembentuk safety culture yaitu aspek psiklogis pekerja, aspek perilaku, dan aspek organisasi dan situasi.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan antara aspek psikologis pekerja dan aspek organisasi dan situasi dengan
perilaku penggunaan APD. Studi dalam penelitian ini menggunakan teknik observasional analitik dengan menggunakan
pendekatan cross sectional. Sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling dan terpilih sebanyak 25
responden dari 32 pekerja. Data dihimpun melalui kuesioner dan observasi perilaku yang kemudian dianalisa secara
univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan 56% pekerja memiliki perilaku tidak baik dalam pemakaian
APD. Mayoritas pekerja memiliki motivasi yang baik dan menyatakan ketersediaan APD telah memadai serta pelatihan
penggunaan APD baik. Motivasi dan pelatihan APD memiliki hubungan dengan kepatuhan penggunaan APD. Rekomendasi
yang dapat diberikan bagi perusahaan adalah meningkatkan motivasi pekerja dengan memberikan insentif kepada pekerja
yang selalu menggunakan APD.

Kata kunci: budaya K3, perilaku, Alat Pelindung Diri

PENDAHULUAN Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan


Perkembangan bidang industrial semakin industri manufaktur dapat dipastikan semakin
berkembang pesat, terutama pada bidang industri banyak juga masalah yang berpotensi muncul.
manufaktur. Industri manufaktur sendiri dalam Beberapa masalah yang berpotensi timbul tersebut
perkembangannya juga sudah mengalami kemajuan dari kegiatan industri manufaktur pembuatan cat
yang signifikan hal ini ditandai dengan meningkatnya adalah masalah kesehatan dan keselamatan
permintaan pasar domestik, terutama untuk plastik, Salah satu bahan dasar pembuatan cat adalah
logam, makanan, manufaktur cat, dan suku cadang resin. Setiap pekerja di industri pembuatan resin
otomotif telah tumbuh sebesar 6,4% di tahun 2013 memiliki risiko yang sama dengan industri kimia
(World Bank, 2013). yang lain. Pada proses produksi resin sendiri

134
Gregorius, Analisis Aspek Pembentuk Budaya K3… 135

memiliki risiko bahaya yang tinggi seperti yang telah ada payung hukumnya dan mendapat perhatian
terdapat pada proses. Faktor fisik yang berpotensi dari pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-
terjadinya hazard adalah kebisingan yang Undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970.
ditimbulkan oleh mesin produksi yang melebihi Undang-Undang tersebut mengatur setiap kegiatan
NAB serta paparan suhu ekstrem akibat tidak adanya produksi di perusahaan secara aman agar terhindar
ventilasi yang cukup. dari bahaya yang berpotensi timbul di lingkungan
Proses produksi pada pembuatan resin kerja.
juga memiliki potensi bahaya kesehatan yang Data untuk kecelakaan kerja pada bidang
berpotensi timbul antara lain berasal dari proses industri manufaktur pembuatan cat untuk tingkat
pencampuran dan pemasakan bahan baku yang Provinsi Jawa Timur sendiri tidak mudah ditemukan,
terdiri dari NH3, H2CO (Formaldehid), C3H5NO hal ini disebabkan data kecelakaan kerja termasuk
(Akrilamid), C2H5OH (Etanol), C7H8 (Toluene) yang data rahasia internal perusahaan yang tidak dapat
di mana seluruh bahan tersebut merupakan bahan dipublikasikan diakses secara bebas oleh pihak lain.
berbahaya yang apabila masuk dalam tubuh dapat Namun apabila melihat tren kecelakaan kerja secara
mengakibatkan kerusakan organ dan sistem saraf nasional dalam 3 tahun terakhir dan disimpulkan
dan apabila terpercik kulit juga dapat menyebabkan bahwa angka kejadian kecelakaan kerja mengalami
iritasi pada kulit (Susyanto, 2012). kenaikan.
Resin atau binder merupakan komponen utama Data dihimpun dari laporan di kemenakertrans
dalam pembuatan cat. Resin berfungsi merekatkan yang dikutip oleh Rosidi (2011), di mana
berbagai komponen yang ada dan melekatkan menunjukkan bahwa angka kecelakaan kerja pada
keseluruhan bahan pada permukaan suatu bahan. tahun 2009 terdapat 96.314 kasus kecelakaan kerja.
Resin sendiri adalah polymer di mana pada Angka tersebut meningkat pada tahun 2010 yaitu
temperature ruang bentuknya cair, bersifat lengket sebanyak 98.711 kasus dan 99.491 kasus kecelakaan
dan kental (Susyanto, 2012). Proses produksi pada di tahun 2011.
pembuatan resin umumnya mengandung risiko Upaya untuk meminimalisir kejadian kecelakaan
bahaya yang sama pada industri manufaktur pada kerja di industri apabila tidak berjalan dengan baik
umumnya yang dapat mengakibatkan kecelakaan maka dipastikan lingkungan kerja di industri dapat
kerja dan berujung pada penyakit akibat kerja dan menjadi ancaman bagi keselamatan pekerja. Terlebih
kematian. di tahun 2015 dicanangkan oleh pemerintah sebagai
Potensi bahaya keselamatan kerja dalam ‘Tahun Budaya K3’ dimana setiap sektor industri
industri resin dapat berupa bahaya keselamatan khususnya industri manufaktur harus sudah siap
dan kesehatan. Rata-rata kecelakaan yang terjadi dalam menerapkan sistem K3 yang baik dan benar.
di pembuatan resin diakibatkan oleh kecerobohan Mengingat pula di tahun 2015 akan menghadapi
dan kesalahpahaman antar karyawan. Salah satu pasar bebas ASEAN yang menuntut setiap industri
contohnya adalah tumpahan dari bahan kimia untuk lebih memiliki daya saing dan kompetensi
yang dapat mengenai anggota tubuh pekerja. dalam menerapkan sistem K3. Hal utama yang
Terdapat pula faktor fisik yang merupakan bahaya dapat dilakukan yaitu dengan membina setiap
kesehatan di area pembuatan resinya itu kebisingan pekerja untuk dapat membudayakan keselamatan
yang dihasilkan mesin generator, getaran ketika dan kesehatan kerja sebagai kebutuhan yang harus
pengoperasian forklift, dan temperatur ekstrem pada dipenuhi di lingkungan kerja. Budaya keselamatan
tabung reaktor dan boiler. Faktor kimia yang bersifat mempersyaratkan agar semua kewajiban para
toxic juga dapat berperan dalam menimbulkan pekerja yang berkaitan dengan keselamatan harus
bahaya di industri resin. dilaksanakan secara benar, seksama, dan penuh rasa
Kecelakaan sendiri dapat diartikan sebagai tanggung jawab (Yusri, 2011).
suatu kejadian yang tidak diinginkan dan datang Menurut INSAG (IAEA, 1991) budaya
secara tidak terduga yang dapat merugikan manusia, keselamatan merupakan gabungan dari karakteristik
perusahaan, serta lingkungan. Kecelakaan kerja dan sikap dalam organisasi dan individu serta
sendiri yang dimaksud adalah kecelakaan yang merupakan integrasi dari perilaku, sikap, persepsi
berhubungan dengan pekerjaan di perusahaan yang outputnya berupa performansi yang nantinya
(Suma’mur, 1996). dapat menggerakkan organisasi.
Pentingnya dilakukan usaha-usaha untuk Budaya keselamatan yang masih rendah ditandai
melindungi pekerja dalam menjalankan pekerjaannya dengan masih rendahnya kepatuhan penggunaan
136 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 4, No. 2 Jul-Des 2015: 134–143

APD dalam setiap melakukan pekerjaan yang penelitian ini termasuk penelitian cross sectional
berisiko tinggi. Pengoperasian mesin produksi, atau potong lintang. Menurut Notoatmodjo
pembuatan bahan baku, dan pengangkutan material (2012),dalam penelitian cross sectional, variabel
produksi yang di mana pada setiap kegiatannya independen yang terjadi pada objek penelitian diukur
memiliki risiko yang berbeda yang dapat memicu atau dikumpulkan secara simultan (satu waktu).
timbulnya bahaya keselamatan dan kesehatan. Analisis yang digunakan dalam penelitian
Pengendalian bahaya menurut Ladow Joseph bersifat analitikal yaitu untuk mencari hubungan
(2000) yang dikutip dalam Linggarsari (2008), antara variabel independen dengan dependen
terdiri dari empat aspek yaitu substitusi, rekayasa yang dianalisa secara bivariat untuk mengetahui
engineering, pengendalian perilaku manusia yang analisis statistik secara deskriptif melalui frekuensi
dibagi lagi menjadi pengendalian administratif serta pada tiap variabel dan univariat untuk mengetahui
pengendalian praktek kerja. Pengendalian praktek hubungan statistik antar variabel dependen dengan
kerja lebih menekankan pada pola-pola perilaku independen.
individu. Sedangkan pengendalian administratif Responden dalam penelitian ini adalah seluruh
menekankan pada manajemen untuk mengendalikan pekerja di produksi resin baik pekerja kontrak
pola perilaku di lingkungan dan organisasi. maupun pekerja tetap yang berjumlah 32 pekerja
Membentuk perilaku aman khususnya dalam yang ditentukan menggunakan rumus simple random
perilaku penggunaan APD dalam diri pekerja sangat sampling seperti yang dikemukakan oleh Walpole
relevan dengan konsep yang dikemukakan oleh (1995). Sampel terpilih sebanyak 25 pekerja yang
Cooper (2000), yang menyatakan bahwa terdapat dipilih secara acak dengan menggunakan data nama
3 elemen pembentuk budaya K3 yaitu aspek seluruh pekerja di produksi resin Sidoarjo yang
psikologis pada diri pekerja yang terdiri dari tingkat kemudian diolah menggunakan rumus.
pengetahuan, harapan, dan motivasi. Elemen yang Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan
kedua adalah aspek perilaku pekerja dan aspek dilaksanakan pada bulan februari hingga juli 2015.
organisasi dan situasi. Komponen dalam penelitian ini meliputi perilaku
Terdapat faktor-faktor lainnya yang dapat penggunaan APD, aspek psikologis yaitu motivasi
mempengaruhi perilaku penggunaan APD oleh pekerja dalam penggunaan APD, aspek organisasi
pekerja berdasarkan teori perilaku Lawrence Green dan situasi yang terdiri dari ketersediaan APD
(1980) yang dimuat dalam Notoatmodjo (2003), dan pelatihan terkait APD. Komponen penelitian
yaitu faktor predisposisi yang meliputi tingkat dihimpun melalui kuesioner, kegiatan observasi dan
pengetahuan, persepsi individu, tingkat motivasi, wawancara dengan pihak HSE atau Health Safety
sikap, dan harapan. Environment, serta menggunakan data sekunder
Faktor kedua yaitu enabling adalah faktor yakni berupa literatur dan dokumen internal.
pemungkin seperti sarana dan prasarana yang
tersedia, dan faktor terakhir adalah reinforcing yang Tabel 1. Interpretasi Kuat Hubungan
terdiri dari kebijakan atau regulasi yang berlaku,
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
pengawasan, dan dukungan dari stakeholder yang
0,80–1,00 Sangat kuat
terkait.
0,60–0,79 Kuat
Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis 0,40–0,59 Cukup kuat
hubungan antara aspek psikologis serta aspek 0,20–0,39 Lemah
organisasi dan situasi pembentuk budaya K3 dengan 0,00–0,19 Sangat lemah
perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri pada
Sumber: Riduwan 2013
tenaga kerja di produksi resin di Sidoarjo.
Data yang berhasil dihimpun selanjutnya diolah
METODE secara univariat dan bivariat. Analisis univariat
digunakan untuk mendiskripsikan masing-masing
Penelitian ini bersifat analitik yang bertujuan
variabel yang diteliti. Hasil analisa data univariat
untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara dua
disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi disertai
variabel yaitu dependen dan variabel bebas secara
narasi. Analisis bivariat digunakan untuk melihat
observasional tanpa memberikan perlakuan atau
hubungan antara variabel independen dengan
interaksi terhadap responden penelitian. Ditinjau
variabel dependen. Hasil data bivariat disajikan
dari waktu pengambilan data dan rancangannya,
dalam bentuk tabulasi silang.
Gregorius, Analisis Aspek Pembentuk Budaya K3… 137

Uji analisis data bivariat yang digunakan adalah Tabel 3. Tabulasi Silang Antara Motivasi dengan
spearman’s rho dengan α= 0,05. Sedangkan untuk Penggunaan APD pada Pekerja di Produksi
mengetahui kuat hubungan dilakukan uji kuat Resin di Sidoarjo.
hubungan melalui uji spearman’s rho correlation,
Perilaku penggunaan APD
sehingga diperoleh nilai koefisien korelasi. Kategori
Motivasi Baik Tidak baik Total
tingkat hubungan dapat dilihat pada Tabel 1 di atas. Σ % Σ % Σ %
Baik 11 57,99   8   42,11 19 100
HASIL Tidak baik   0   0   6 100  6 100
Total 11 44 14   56 25 100
Perilaku Penggunaan APD Sig. 0,011
Perilaku kepatuhan penggunaan APD Koefisien korelasi 0,498
di produksi resin Sidoarjo mayoritas dapat
dikategorikan tidak baik yaitu dengan tidak Hasil tabulasi silang antara tingkat motivasi
menggunakan APD secara konsisten dan lengkap. dengan perilaku penggunaan APD, diketahui bahwa
Data tersebut diperoleh melalui kegiatan observasi pekerja yang memiliki motivasi baik sebagian
perilaku penggunaan APD di produksi resin Sidoarjo besar (57,99%) memiliki perilaku yang baik dalam
yang dilakukan secara berkala. penggunaan APD dan pekerja yang memiliki
Observasi dilakukan menggunakan lembar motivasi tidak baik seluruhnya (100%) memiliki
observasi dan dalam pelaksanaannya observasi perilaku tidak baik dalam penggunaan APD.
dibantu juga oleh pihak supervisor. Penggunaan Pada Tabel 3 diketahui terdapat hubungan
APD di produksi resin merupakan suatu kewajiban yang signifikan antara tingkat motivasi dengan
yang telah diatur dalam regulasi perusahaan dan penggunaan APD sedangkan untuk melihat kuat
bagi pekerja yang tidak menggunakan akan dikenai hubungan antar variabel, diperoleh nilai dari
sanksi. APD yang wajib digunakan meliputi 4 jenis koefisien korelasi sebesar 0,498 yang artinya
yaitu helm keselamatan, masker, sepatu keselamatan, hubungan cukup kuat antara tingkat motivasi pekerja
sarung tangan. dengan perilaku pemakaian APD pada pekerja di
unit produksi resin Sidoarjo.
Tabel 2. Distribusi Perilaku Penggunaan APD di Hubungan yang terjadi bersifat positif atau
Produksi Resin di Sidoarjo searah yang berarti semakin baik motivasi pekerja
semakin baik pula perilaku dalam penggunaan
Perilaku Frekuensi Persentase (%) APD ketika bekerja atau semakin tidak baik tingkat
Baik 11   44 motivasi pekerja semakin tidak baik pula perilaku
Tidak baik 14   56 dalam penggunaan APD.
Jumlah 25 100
Ketersediaan APD
Pada Tabel 2 diketahui dari 25 pekerja yang
menjadi responden penelitian di produksi resin Penyediaan APD untuk pekerja di unit
terdapat 14 orang pekerja (56%) memiliki perilaku produksi resin di Sidoarjo dikategorikan menjadi
tidak baik dalam pemakaian APD ketika bekerja, 2 yaitu memadai dan kurang memadai. APD yang
sedangkan sebanyak 11 pekerja (44%) memiliki disediakan oleh pihak perusahaan untuk unit
perilaku baik dalam penggunaan APD selama produksi resin sesuai dengan risiko bahayanya
melakukan pekerjaan. berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan
pihak HSE meliputi helm keselamatan, masker,
Motivasi sepatu keselamatan, sarung tangan.
Penyediaan APD pada produksi resin telah
Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner
disesuaikan dengan risiko bahaya yang ada. Bahaya
untuk mengukur tingkat motivasi pekerja terhadap
di lingkungan kerja diketahui melalui kegiatan
pemakaian APD, mayoritas pekerja memiliki tingkat
risk assessment atau penilaian risiko bahaya yang
motivasi yang baik dalam penggunaan APD di
rutin dilakukan oleh pihak HSE perusahaan pada
lingkungan kerja yaitu sebanyak 19 pekerja (76%),
setiap bulannya. Penilaian risiko yang dilakukan
sementara pekerja yang memiliki motivasi tidak baik
menggunakan teknik Job Safety Analyze yaitu
dalam penggunaan APD hanya sebanyak 6 pekerja
dengan menganalisis potensi bahaya setiap kegiatan
(24%) dari total 25 pekerja di produksi resin.
produksi yang dilakukan.
138 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 4, No. 2 Jul-Des 2015: 134–143

Tabel 4. Tabulasi Silang Antara Ketersediaan APD bahwa pelatihan yang didapatkan kurang memadai
dengan Penggunaan APD pada Pekerja di dan sebanyak 20 pekerja (80%) di produksi resin
Produksi Resin di Sidoarjo. Sidoarjo menyatakan pelatihan yang diberikan sudah
memadai.
Perilaku penggunaan APD
Ketersediaan Pelatihan terkait penggunaan APD yang
Baik Tidak baik Total
APD dimaksudkan adalah pelatihan mengenai cara
Σ % Σ % Σ %
Memadai 11 50 11   50 22 100 pemakaian APD yang baik serta memelihara APD
Kurang memadai   0  0   3 100   3 100 yang benar. Pelatihan diperuntukkan bagi seluruh
Total 14 56 11   44 25 100 pekerja di salah satu produksi resin di Sidoarjo
Sig. 0,110 baik pekerja kontrak maupun tetap dan bersifat
Koefisien korelasi 0,327 wajib diikuti. Pelatihan sendiri dilakukan rutin setiap
pagi sebelum memulai pekerjaan oleh pihak HSE
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas perusahaan.
pekerja menyatakan bahwa APD yang tersedia
di produksi resin sudah memadai baik dari segi Tabel 5. Tabulasi Silang antara Pelatihan terkait
kualitas, kuantitas, dan akses APD yaitu sebanyak APD dengan Penggunaan APD pada
22 pekerja (88%), sedangkan sebanyak 3 orang Pekerja di Produksi Resin di Sidoarjo.
pekerja (12%) menyatakan bahwa APD di produksi
Perilaku penggunaan APD
resin di Sidoarjo kurang memadai. Menurut hasil
Pelatihan APD Baik Tidak baik Total
wawancara dengan pihak HSE perusahaan jumlah
Σ % Σ % Σ %
APD di unit produksi resin sendiri telah disesuaikan Memadai 11 55   9   45 20 100
dengan jumlah pekerja yaitu sebanyak 32 pekerja. Kurang memadai   0   0   5 100   5 100
Hasil penelitian membuktikan bahwa pekerja Total 11 44 14   56 25 100
yang berperilaku baik dan menyatakan bahwa Sig. 0,026
APD yang tersedia telah memadai ketersediaannya Koefisien korelasi 0,443
sebanyak 11 orang pekerja (50%), sama dengan
pekerja yang berperilaku baik dan menyatakan Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel
bahwa ketersediaan APD kurang memadai 5 antara pelatihan terkait APD dengan perilaku
yaitu sebanyak 11 pekerja (50%). Pekerja yang kepatuhan pemakaian APD pekerja di unit produksi
menyatakan ketersediaan APD kurang memadai resin di Sidoarjo diketahui pekerja yang menyatakan
seluruhnya (100%) memiliki perilaku tidak baik bahwa pelatihan sudah memadai sebagian besar
dalam penggunaan APD. (55%) memiliki perilaku yang baik dalam
Pada Tabel 4 tingkat signifikansi diketahui penggunaan APD. Pekerja yang menyatakan bahwa
bernilai 0,110 dan dikatakan tidak terdapat hubungan pelatihan yang tersedia kurang memadai seluruhnya
yang signifikan antara ketersediaan APD dengan (100%) memiliki perilaku yang tidak baik dalam
perilaku pemakaian APD karena nilai p (0,110) penggunaan APD.
lebih besar dari nilai α (0,05) . Kuat hubungan antar Berdasarkan uji statistik yang diperoleh
variabel dapat dilihat pada nilai koefisien korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan
yaitu sebesar 0,327 yang berarti hubungan lemah antara pelatihan APD dengan penggunaan APD pada
antara ketersediaan dengan perilaku kepatuhan pekerja. Hubungan yang terjadi cukup kuat antara
pemakaian APD pada pekerja di produksi resin. variabel pelatihan terkait APD dengan perilaku
penggunaan APD.Hal ini dapat dilihat dari nilai
Pelatihan APD koefisien korelasi yaitu 0,443 yang berarti hubungan
Berdasarkan data yang diperoleh melalui antara variabel dapat dikatakan cukup kuat.
wawancara dengan pihak HSE perusahaan, Hubungan yang terjadi bersifat positif
diketahui dilakukan pelatihan dan safetybriefing atau searah yang menunjukkan semakin pekerja
tentang pekerjaan yang akan dilakukan, keselamatan menyatakan pelatihan telah memadai maka perilaku
dalam bekerja, dan tentang cara penggunaan dan penggunaan APD juga semakin baik atau semakin
pemeliharaan APD yang dilakukan rutin setiap pagi pekerja menyatakan pelatihan kurang memadai
sebelum memulai pekerjaan. maka perilaku penggunaan APD pada pekerja juga
Menurut data hasil dari kuesioner, dapat menunjukkan semakin tidak baik pula.
diketahui terdapat 5 pekerja (20%) yang menyatakan
Gregorius, Analisis Aspek Pembentuk Budaya K3… 139

PEMBAHASAN Hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan


Perilaku penggunaan APD bahwa APD yang tersedia telah sesuai dengan
jumlah pekerja di unit produksi resin dan seluruh
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian APD dalam keadaan baik. Kepatuhan (compliance)
besar pekerja pada produksi di Sidoarjo, yaitu sendiri merupakan bentuk perilaku yang tidak hanya
sebanyak 56% responden memiliki perilaku dipengaruhi oleh faktor eksternal melainkan juga
yang dikategorikan tidak baik dalam kepatuhan oleh faktor internal (Geller dalam Ruhyandi & Evi
menggunakan APD yaitu dengan tidak menggunakan Candra, 2008).
APD secara lengkap sesuai dengan yang diwajibkan Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara
di unit produksi resin. Hal ini diperoleh dari hasil singkat dengan pekerja, diketahui masih adanya
pengambilan data yang dilakukan melalui metode pekerja yang tidak patuh dalam penggunaan APD
observasi menggunakan lembar observasi yang dikarenakan pekerja masih merasa terlindungi
dilakukan selama 4 kali. meskipun tidak menggunakan APD. Terdapat juga
Observasi dilakukan secara berkala yaitu beberapa pekerja yang baru memakai APD ketika
sebanyak 4 kali di mana terdiri dari 2 kali dilakukan safety patrol oleh pihak supervisor dan
pengamatan sebelum istirahat kerja dan 2 kali setelah HSE perusahaan.
istirahat kerja. Teknik pengulangan pengamatan Hal ini menunjukkan kepedulian pekerja akan
bertujuan untuk mengurangi adanya bias serta keselamatan dan kesehatan pada saat bekerja masih
mampu memahami keadaan secara nyata dan holistik rendah. Banyak bahaya di lingkungan kerja yang
(Hadi, 1987). berpotensi muncul dan membahayakan keselamatan
Upaya yang telah dilakukan oleh pihak dan kesehatan pekerja apabila pekerja sendiri masih
HSE perusahaan dalam hal penanggulangan belum sadar dengan kondisi tersebut dengan masih
bahaya di lingkungan kerja antara lain dengan berperilaku tidak baik dalam penggunaan APD.
melakukan kegiatan penilaian risiko bahaya dan Pihak HSE perusahaan sendiri telah menerapkan
pengendaliannya. Kegiatan tersebut dilakukan secara sistem punishment bagi pekerja yang tidak
berkala pada seluruh unit produksi di perusahaan menggunakan APD ketika melakukan pekerjaan.
termasuk pada unit produksi resin. Setiap pekerja di produksi resin telah memiliki kartu
Kegiatan lain dalam penanggulangan bahaya pelanggaran K3 dan lingkungan dan kartu tersebut
adalah dengan mengadakan safety patrol terhadap wajib dibawa setiap hari. Kartu tersebut terdiri dari
perilaku penggunaan APD pada seluruh pekerja. beberapa jenis pelanggaran salah satunya tidak
Kegiatan safety patrol dimaksudkan juga untuk menggunakan APD ketika bekerja.
mengawasi dan melakukan kontrol pada setiap Apabila ditemukan pekerja yang tidak
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja termasuk menggunakan APD akan mendapatkan sanksi yaitu
perilaku bekerja yang baik dan aman. berupa peringatan. Apabila pekerja yang sama
Penggunaan APD pada pekerja di unit produksi melakukan pelanggaran lagi seperti tidak memakai
resin di Sidoarjo hanya sebatas untuk mengurangi APD, untuk karyawan kontrak akan dikembalikan ke
risiko bahaya yang sewaktu-waktu dapat terjadi perusahaan outsourching sedangkan untuk karyawan
pada pekerja. Menurut Tarwaka (2008), agar pekerja tetap akan dikenakan pemotongan gaji.
dapat terhindar dari risiko bahaya maka perlu upaya Perilaku tidak patuh dalam penggunaan APD
dalam hirarki pengendalian bahaya yang meliputi merupakan salah satu behavioral hazard yang
eliminasi, subtitusi, rekayasa teknik, pengendalian dipandang sederhana tapi justru berperan besar
administrasi, dan yang terakhir adalah penggunaan dalam mayoritas kecelakaan kerja yang diakibatkan
APD. dari tindakan tidak aman. Heinrich dalam Suchaida
Penggunaan APD merupakan kewajiban pekerja (2013), mengatakan setiap 330 tindakan tidak
ketika memulai pekerjaannya.APD yang disediakan aman, berpotensi terjadi 29 kecelakaan kecil dan
di produksi resin telah dikondisikan sesuai dengan 1 kecelakaan serius serta dapat menyebabkan
potensi dan risiko bahaya yang dapat terjadi pada hilangnya hari kerja. Untuk mengurangi terjadinya
pekerja melalui kegiatan risk assessment and tindakan tidak aman, maka perlu dibudayakan safe
determining control oleh pihak HSE perusahaan. behavior yang baik dan benar khsusunya dalam
APD yang diwajibkan antara lain helm keselamatan, perilaku penggunaan APD (Cooper, 2009).
masker, sepatu keselamatan, sarung tangan. Clarke (2000) dalam Kurniasih dan Renanda
Nia Rachmadita (2013), menyatakan bahwa perilaku
140 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 4, No. 2 Jul-Des 2015: 134–143

merupakan salah satu komponen budaya organisasi Hal ini serupa dengan penelitian Sukardjo
yang outputnya merupakan performansi yang dapat (2012) dalam Sumarna (2013), bahwa tingkat
membentuk dan menggerakkan roda organisasi motivasi pekerja dalam menggunakan APD
secara berkesinambungan. Budaya organisasi sendiri berhubungan signifikan dengan perilaku penggunaan
dapat dikembangkan dan menjadi bagian dari budaya APD. Hal ini dikarenakan motivasi akan penggunaan
K3. APD khususnya dalam pemberian penghargaan
Mengingat pada Tahun 2015 dicanangkan untuk pekerja yang selalu menggunakan APD ketika
pemerintah sebagai tahun berbudaya K3 maka pihak bekerja masih belum berjalan.
produksi resin di Sidoarjo juga melakukan upaya Pekerja yang memiliki motivasi tinggi dalam
untuk lebih membudayakan penggunaan APD pada menggunakan APD saat melakukan pekerjaan
pekerja melalui kegiatan promotif dan pengawasan turut serta melindungi diri dari penyakit maupun
secara berkala demi terciptanya suatu nilai di dalam kecelakaan kerja yang berpotensi terjadi.
diri pekerja untuk dapat lebih membudayakan Keselamatan merupakan salah satu kebutuhan
penggunaan APD ketika melakukan pekerjaan. pekerja yang wajib dipenuhi ketika berada di
lingkungan kerja. Apabila kebutuhan yang menjadi
Motivasi tanggung jawab perusahaan tersebut tidak terpenuhi
Menurut Mangkunegara (2005), motivasi maka pekerja berhak melakukan protes kepada
pekerja dapat terbentuk dari sikap pekerja dalam pimpinannya.
menghadapi situasi kerja di perusahaan. Motivasi Maslow (1984), telah membagi beberapa
juga merupakan energi yang dapat menggerakkan kebutuhan manusia dalam suatu hierarki kebutuhan
diri pekerja yang terarah dan tertuju untuk mencapai dan kebutuhan pekerja akan keselamatan sendiri
tujuan suatu organisasi. berada di atas kebutuhan yang paling dasar yaitu
Dalam hal ini motivasi yang dapat kebutuhan fisiologis. Kebutuhan akan rasa aman
mempengaruhi perilaku pekerja terkait kepatuhan mencakup kebutuhan akan perlindungan diri
pekerja dalam menggunakan APD saat bekerja. dari ancaman, bahaya, serta pertentang baik di
Motivasi yang terdapat dalam diri pekerja sendiri lingkungan sosial maupun di lingkungan kerja.
merupakan salah satu aspek psikologis yang dapat Saran yang dapat diberikan yaitu perusahaan
mempengaruhi perilaku yang berkaitan dengan K3 dapat menerapkan sistem reward yaitu dengan
khususnya dalam safe behavior yang juga merupakan memberikan penghargaan berupa insentif kepada
salah satu aspek dalam pembentuk budaya K3. pekerja yang selalu menggunakan APD ketika
Berdasarkan hasil penelitian diketahui pekerja bekerja guna memunculkan motivasi pekerja untuk
yang memiliki motivasi baik sebagian besar lebih peduli dengan keselamatan dan kesehatannya
(57,99%) memiliki perilaku yang baik dalam salah satunya dengan selalu menggunakan APD
penggunaan APD dan pekerja yang memiliki pada saat bekerja.
motivasi tidak baik seluruhnya (100%) memiliki
Ketersediaan APD
perilaku tidak baik dalam penggunaan APD.
Diperoleh hasil uji statistik menggunakan Berdasarkan hasil penelitian diketahui
korelasi spearmen yang menunjukkan terdapat 50% pekerja berperilaku baik dan tidak baik
hubungan yang signifikan antara tingkat motivasi yang berjumlah sama serta menyatakan bahwa
dengan perilaku kepatuhan penggunaan APD. ketersediaan APD di unit produksi resin telah
Hubungan yang terjadi bersifat positif di mana memadai. Pekerja yang menyatakan ketersediaan
semakin baik tingkat motivasi pekerja maka perilaku APD kurang memadai seluruhnya (100%) memiliki
pekerja dalam penggunaan APD semakin baik juga, perilaku tidak baik dalam penggunaan APD. Hasil
sebaliknya semakin tidak baik motivasi pekerja uji statistik spearmen menunjukkan tidak terdapat
maka pekerja juga berperilaku tidak baik dalam hubungan yang signifikan antara ketersediaan APD
penggunaan APD ketika bekerja. dengan perilaku penggunaan APD.
Didapatkan juga nilai koefisien korelasi sebesar Nilai koefisien korelasi menunjukkan angka
0,498 yang artinya terdapat hubungan cukup kuat 0,327 yang berarti hubungan lemah. Tidak
kedua variabel tersebut. Hubungan yang terjadi terdapatnya hubungan antara ketersediaan APD
bersifat positif, artinya semakin baik motivasi menurut pekerja dengan perilaku penggunaan APD
pekerja maka semakin baik pula perilaku pekerja telah sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
dalam penggunaan APD. Ruhyandi dan Evi Candra (2008). Dari penelitian
Gregorius, Analisis Aspek Pembentuk Budaya K3… 141

ini terdapat 3 pekerja yang menyatakan ketersediaan APD di tempat kerja harus menjadi perhatian penuh
APD belum mencukupi dan berperilaku tidak baik dari pihak perusahaan dan manajemen.
yang memiliki arti bahwa tidak semua responden
menggunakan seluruh APD yang tersedia dan Pelatihan APD
diwajibkan digunakan di unit produksi resin. Pelatihan merupakan kegiatan yang didesain
Berdasarkan hasil observasi terdapat beberapa untuk membantu meningkatkan akses pekerja
responden yang hanya menggunakan sepatu dan untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan
helm keselamatan. meningkatkan sikap serta perilaku yang dibutuhkan
Faktor penentu atau determinan perilaku untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik demi
penggunaan APD tidak hanya dipengaruhi oleh tercapainya tujuan organisasi (Atmowidiwiro, 2002
ketersediaan APD di tempat kerja semata, terdapat dalam Iqbal, 2014).
beberapa faktor penentu lain baik yang ada dalam Pelatihan yang dimaksud dalam penelitian ini
diri pekerja maupun tidak. Hal ini dikarenakan meliputi frekuensi, materi pelatihan, dan pemberi
mengingat perilaku sendiri merupakan resultan materi. Berdasarkan data yang dihimpun diketahui
atau perpaduan dari beberapa faktor, baik internal sebanyak pekerja yang menyatakan bahwa pelatihan
maupun eksternal salah satunya yang berhubungan sudah memadai sebagian besar (55%) memiliki
dengan lingkungan kerja (Shobib, Catur Yuantari perilaku yang baik dalam penggunaan APD. Pekerja
dan Massudi, 2013). yang menyatakan bahwa pelatihan yang tersedia
Faktor eksternal yang dimaksudkan yaitu kurang memadai seluruhnya (100%) memiliki
segala faktor yang berasal dari lingkungan kerja perilaku yang tidak baik dalam penggunaan APD.
yang dapat mempengaruhi perilaku pekerja antara Hasil uji statistik korelasi spearmen diperoleh
lain ketersediaan, kenyamanan dan akses terhadap nilai signifikansi p = 0,026 < α = 0,05 yang berarti
letak APD. Perusahaan telah menyediakan APD terdapat hubungan yang signifikan antara pelatihan
sesuai dengan risiko bahaya yang berpotensi terjadi dengan perilaku kepatuhan.
di produksi resin di Sidoarjo. APD yang dimaksud Koefisien korelasi menunjukkan angka 0,443
antara lain helm keselamatan, masker, sepatu sehingga dapat dikatakan hubungan yang terjadi
keselamatan, sarung tangan. cukup kuat. Hubungan yang terjadi bersifat positif di
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak mana semakin banyak pekerja menyatakan pelatihan
HSE jumlah APD yang disediakan oleh perusahaan telah memadai dan perilaku dalam penggunaan APD
telah disesuaikan dengan jumlah pekerja di unit juga semakin baik, sedangkan semakin banyak
produksi resin. Apabila terdapat pertambahan pekerja yang menyatakan pelatihan kurang memadai
pekerja di unit produksi resin khususnya pekerja semakin tidak baik pekerja dalam berperilaku
kontrak pihak HSE akan melakukan pendataan ulang terhadap pemakaian APD.
guna menyesuaikan jumlah APD dengan jumlah Hal sesuai dengan penelitian terdahulu yang
pekerja yang ada di unit produksi resin. dilakukan Ruhyandi dan Evi Candra (2008), yang
Hal tersebut telah sesuai dengan regulasi yang menyatakan terdapat hubungan antara pelatihan
mengatur tentang keselamatan dan kesehatan di dengan perilaku penggunaan APD. Hal ini
tempat kerja khususnya yang tertuang di Undang- dikarenakan masih terdapat beberapa pekerja yang
undang No. 1 Tahun 1970 pasal 14 butir c yang menyatakan bahwa pelatihan yang dilakukan kurang
menyatakan pengurus (pengusaha) diwajibkan memadai di mana pekerja tersebut mungkin tidak
untuk mengadakan secara cuma-cuma semua Alat hadir dan tidak mengikuti dengan baik dan benar
Pelindung Diri yang diwajibkan pada tenaga kerja ketika dilakukan pelatihan terkait APD oleh pihak
di bawah pimpinannya. Hal ini juga serupa dengan HSE perusahaan. Akibat dari hal tersebut berdampak
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada perilaku pekerja dalam menggunakan APD
No.8/MEN/VII/2010 pasal 2 ayat 1 yang seperti tidak lengkap dalam pemakaiannya dan tidak
mewajibkan setiap pengusaha untuk menyediakan selalu menggunakan APD ketika bekerja.
APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja. Menurut Maulana (2013),tujuan dari proses
Penggunaan APD sendiri hanya untuk pelatihan adalah untuk memperoleh sesuatu yang
mengurangi risiko bahaya di lingkungan kerja baru, yang dulu belum ada sekarang menjadi ada,
dan digunakan apabila upaya pengendalian secara yang belum diketahui menjadi diketahui, dan yang
teknis dan administrasi tidak dapat melindungi atau belum mengerti menjadi mengerti. Pelatihan yang
memberikan pengendalian yang cukup. Ketersediaan dilakukan pada pekerja di produksi resin lebih ke
142 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 4, No. 2 Jul-Des 2015: 134–143

arah safety briefing di mana telah terdapat juga SIMPULAN


beberapa materi pelatihan dalam safety briefing dan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
dilakukan oleh pihak HSE perusahaan pada pagi hari hubungan yang signifikan antara aspek psikologis
sebelum seluruh kegiatan produksi dimulai. yaitu tingkat motivasi pekerja dengan perilaku
Materi meliputi petunjuk keselamatan bekerja, penggunaan APD ketika bekerja pada pekerja di
cara bekerja yang aman, dan terkait cara penggunaan produksi resin di Sidoarjo. Terdapat hubungan
APD yang baik dan benar. Pihak HSE perusahaan yang signifikan antara aspek organisasi dan situasi
juga akan melakukan pelatihan ulang terkait yaitu pelatihan terkait APD dengan perilaku
penggunaan APD apabila terdapat jenis APD baru. penggunaan APD. Tidak terdapat hubungan yang
Terdapat juga beberapa media seperti leaflet dan signifikan antara ketersediaan APD dengan perilaku
poster yang digunakan sebagai media promosi untuk penggunaan APD pada pekerja di produksi resin di
mengingatkan dan membantu pekerja untuk lebih Sidoarjo. Pekerja di produksi resin memiliki perilaku
peduli dengan keselamatan dan kesehatannya. yang tidak sebanyak 56% pekerja dalam penggunaan
Akan tetapi, keberadaan media K3 seperti poster APD. Perilaku pekerja tersebut ditunjukkan dengan
dan banner yang bersifat motivatif di lingkungan tidak menggunakan APD secara lengkap dan teratur
produksi hanya tersedia 1 buah. Poster dan banner ketika melakukan pekerjaan.
yang bersifat motivatif sendiri merupakan salah satu
media pendidikan kesehatan yang dapat berfungsi
sebagai saluran untuk menyampaikan pesan DAFTAR PUSTAKA
khususnya dalam hal penggunaan APD bagi pekerja. Cooper, D. 2000. Towards a Model of Safety Culture.
Dengan adanya media K3 diharapkan pekerja dapat Applied Behavioural Science. 36, 111–136.
memperoleh pengetahuan terkait K3 khususnya APD Cooper, D. 2009. Behavioral Safety A Framework
yang lebih baik lagi. for Success. Indiana: BSMS.
Pengetahuan tersebut nantinya dapat Geller, E.S. 1942.The Psychology of Safety Handbook.
berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan adanya USA: Lewish Publisher.
media K3 yang terdapat di lingkungan kerja IAEA. 1991. Safety culture. Safety Report volume
tersebut, dapat membawa akibat terhadap perubahan 75. INSAG-4.
perilaku pekerja (Notoatmodjo, 2007). Kegiatan Hadi, Sutrisno. 1987. Metodologi Research Jilid
safety briefing wajib diikuti oleh pekerja setiap pagi 2.Yogyakarta: Andi Offset.
sebelum bekerja. Beberapa pekerja sendiri juga telah Iqbal, Mochammad. 2014. Gambaran Faktor-faktor
rutin mengikuti kegiatan tersebut meskipun juga ada Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja
beberapa pekerja yang tidak mengikuti. di Departemen Metalforming PT. Dirgantara
Mayoritas pekerja pernah dan selalu mengikuti Indonesia Tahun 2014. Skripsi. Jakarta: Universitas
safety briefing, namun masih terdapat pekerja yang Islam Negeri Starif Hidayatullah.
berperilaku tidak baik dalam penggunaan APD Kurnia, I. Martianti. 2011. Penyusunan Rancangan
selama bekerja. Hal ini membuktikan bahwa safety Program Safety Training yang Berbasis Perilaku
brieving belum mampu untuk merubah perilaku Consistency Safety pada Jabatan Operator
pekerja dalam hal kepatuhan penggunaan APD. Gondola Di PT. GHP. Jurnal. Jakarta: Universitas
Oleh karena itu, hendaknya perusahaan melakukan Indonesia.
tindakan lanjutan dengan melakukan evaluasi terkait Kurniasih dan Renanda Nia Rachmadita. 2013.
materi dan frekuensi pelatihan yang dilakukan. Pengukuran Budaya K3 pada Tingkat Non
Upaya lain yang dapat dilakukan perusahaan Manajerial dengan Menggunakan Cooper’s
seperti yang dikemukakan oleh Geller (1942), Reciprocal Safety Culture Model di PT. X. Jurnal
yaitu melakukan safety training yang berbasis pada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Vol . VIII
teori behavior based safety. Safety training dapat (No. 2). pp. 83–88.
dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang Linggasari. 2008. Faktor yang Memengaruhi
berbasis psikologis dan personal di mana prinsip Perilaku terhadap Penggunaan Alat Pelindung
kekeluargaan antar pekerja yang telah terjalin di Diri di Departemen Engineering PT Indah Kiat
lingkungan kerja dapat dijadikan salah satu program Pulp & Paper TBK Tangerang. Skripsi. Depok:
dalam upaya keselamatan dan kesehatan kerja Universitas Indonesia.
(Geller, 1942 dalam Kurnia, 2011). Mangkunegara, A. 2005. Evaluasi Kinerja SDM.
Bandung: Refika Aditama.
Gregorius, Analisis Aspek Pembentuk Budaya K3… 143

Maslow, Abraham. 1984. Motivasi dan Kepribadian. Suchaidah, A. 2013. Penerapan Budaya K3 Pada
Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Unit Paper Machine II PT. Kertas Leces (Persero)
Massora, Gregorius. 2015. Hubungan Faktor Internal Probolinggo. Tugas Akhir. Surabaya: Universitas
(Aspek Psikologis) dan Faktor Eksternal (Aspek Airlangga.
Organisasi dan Situasi) dengan Kepatuhan Suma’mur. 1996. Higene Perusaaan dan Kesehatan
Penggunaan APD. Skripsi. Surabaya: Universitas Kerja. Jakarta: Gunung Agung.
Airlangga. Sumarna, Furqan Naiem, dan Syamsiar Russem.
Maulana, D.J. Heri. 2013. Promosi Kesehatan. 2013. Determinan Penggunaan Alat Pelindung
Jakarta: EGC. Diri pada Karyawan Percetakan di Kota Makassar.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Jurnal. Makassar: Universitas Hassanudin.
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Susyanto, H. 2012. Resin.http://www.geocities.com/
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: herisusyanto/Resin.htm (tanggal sitasi: 30 maret
Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. 2015, 19.00).
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Shobib, Catur Yuantari dan Massudi. 2013. Hubungan
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Antara Pengetahuan dan Sikap Dengan Praktik
Peraturan. 2010. Permenakertrans No. 8 Tahun 2010 Pemakaian
tentang Alat Pelindung Diri. Jakarta: Peraturan APD pada Petani Pengguna Pestisida di Desa Curut
Menteri Tenaga Kerja. Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan.
Perundangan. 1970. Undang-Undang No. 1 Tahun Jurnal Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
1970 tentang Keselamatan Kerja. Jakarta: http://eprints.dinus.ac.id/7796/(tanggal sitasi: 27
Perundangan. februari 2015, 19.00)
Riduwan. 2013. Metode & Teknik Menyusun Tesis. Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Bandung: ALFABETA. Surakarta: Harapan Press.
Rosidi.2011. “Menakertrans Klaim Kecelakaan Kerja Walpole. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta:
Tahun 2010 Turun”.http://economy.okezone. Gramedia Pustaka Utama.
com/read/2011/01/12/320/413040/menakertrans- World bank. 2013. Pertumbuhan Industri Mendekati
klaim-kecelakaan-kerja-2010-turun. (tanggal 7 Persen.http://www.kemenperin.go.id/ (tanggal
sitasi: 2 februari 2015,19.00). sitasi: 30 Desember 2014, 14.30).
Ruhyandi dan Evi Candra. 2008. Faktor-faktor Yusri, H. 2011. Improving Our Safety Culture.Jakarta:
yang Berhubungan dengan Perilaku Kepatuhan PT. Gramedia Pustaka Utama.
Penggunaan APD pada Karyawan Bagian Press
Shop PT. ALMASINDO Tahun 2008. Jurnal K3.
Vol. 38. pp 29 – 44.

You might also like