You are on page 1of 6

Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 6 Nomor 1 Januari – Juni 2018

PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI PUSKESMAS “X” BERDASARKAN


PERMENKES NOMOR 74 TAHUN 2016
Drug Planning and Procurement in Public Health Center “X” Based on
Regulation of Health Minister Number 74 Year 2016

Fathiyah Rahma
Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Kota Surabaya, Indonesia
E-mail: imarahma27@gmail.com

ABSTRACT

Drugs and medical consumable planning and procurement which contained both flaw and inaccuracy are likely
affecting their sustainability in Public Health Center (Puskesmas). This paper aims to study mechanism of drugs
planning and procurement implemented by in Puskesmas “X”. This was a descriptive research using qualitative
approach emphasizing on observational method. This study found there were two sources of drug financing and
medical consumable in Puskesmas “X”, using the Revenue and Expense Budgeting of the local administration or
else, using capitation funds from National Health Coverage program. Drugs planning that financed using the local
government revenues and expenses budgeting scheme. Performed under the basis of drug usage that annually
reported. Such planning were conducted in the end of the year to project next year drugs’ consumption. Drugs
procurement process were performed by preparing drugs consumption report and ordering sheet paper which
then submitted to drug logistics unit at Puskesmas “X”. Afterwards, procurement processes were performed by
accessing e-catalogue as the legal online system provided by the national government. This research concluded
that the implementation of the planning and procurement of drugs in Puskesmas has fulfilled and followed in
accordance with Health Ministry Regulation Number 74 Year 2016.

Keywords: drugs planning, drugs procurement, regulation public health center

ABSTRAK

Kualitas perencanaan obat dan bahan medis habis pakai dalam kegiatan pengadaan obat yang lemah
(tidak sesuai) memengaruhi ketersediaan obat dan bahan medis habis pakai di Puskesmas “X”. Tujuan
penulisan ini yaitu untuk mendeskripsikan mekanisme pelaksanaan perencanaan dan pengadaan obat yang
dilakukan Puskesmas. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bersifat
observasional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pengadaan obat di Puskesmas “X”, terdapat
dua macam sumber pembiayaan obat dan bahan medis habis pakai, yaitu melalui APBD dan JKN. Perencanaan
Obat yang bersumber dari dana APBD dilakukan melalui penyusunan Laporan Kebutuhan Obat (LKO) yang
dibuat setiap tahun. Perencanaan dilakukan pada akhir tahun untuk memenuhi kebutuhan obat Puskesmas
selama satu tahun ke depan. Sementara itu, Proses pengadaan Obat dilakukan dengan menyusun Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang diajukan kepada Gudang Farmasi. Perencanaan
obat yang berasal dari pembiayaan JKN dilakukan menggunakan dokumen RKA yang dibuat pada awal tahun
berdasarkan jumlah kebutuhan. Mekanisme pengadaan obat dilakukan melalui pemesanan dalam e-catalogue
sesuai dengan kebutuhan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan perencanaan dan pengadaan obat
di Puskesmas “X” sudah sesuai dengan Permenkes Nomor 74 Tahun 2016.

Kata Kunci: perencanaan obat, pengadaan obat, peraturan, puskesmas

Received: 10 July 2017 Accepted: 2 August 2017 Published: 01 June 2018

PENDAHULUAN kesehatan masyarakat yang optimal, baik secara


sosial maupun ekonomi (Kementerian Kesehatan,
Puskesmas merupakan salah satu Fasilitas 2014).
Pelayanan Kesehatan yang bertanggungjawab Perlu berbagai penyelenggaraan upaya
menyelenggarakan upaya kesehatan, baik promotif, kesehatan yang komprehensif, terpadu dan
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif di suatu berkesinambungan untuk mencapai tujuan.
wilayah kerja. Puskesmas sebagai penyelenggara Puskesmas adalah penanggungjawab
pembangunan kesehatan merupakan bagian penyelenggaraan upaya kesehatan untuk jenjang
integral dari pembangunan nasional. Tujuan tingkat pertama (Primary Healthcare) yaitu upaya
diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan perorangan, dengan mengutamakan upaya promotif
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

Perencanaan dan Pengadaan... 15 Rahma


Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 6 Nomor 1 Januari – Juni 2018

dan preventif tanpa mengesampingkan upaya apoteker dan asisten apoteker Puskesmas “X” dengan
kesehatan kuratif dan rehabilitatif. menggunakan pedoman wawancara, dan observasi
Puskesmas sebagai suatu unit fungsional dengan menggunakan lembar Self Assessment
berperan penting dalam mengembangkan dan pelaksanaan pengelolaan obat berdasarkan
membina partisipasi masyarakat dalam meningkatkan Permenkes Nomor 74 Tahun 2016. Pengambilan
derajat kesehatannya, dengan menyelenggarakan data dilakukan kurang lebih selama satu bulan, di
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan Puskesmas “X”. Data sekunder yang digunakan yaitu
terpadu. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraannya dokumen Standar Operasional Prosedur tentang
dibutuhkan skill tenaga kesehatan dan pegawai pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
puskesmas lainnya yang profesional, terdidik Variabel dalam penelitian ini yaitu perencanaan dan
dan terlatih. Tentunya dalam aplikasinya sangat pengadaan obat, yang diukur berdasarkan elemen
dibutuhkan proses belajar dan pengalaman. persyaratan di dalam Permenkes Nomor 74 Tahun
Ketersediaan alat, obat, bahan habis pakai, dan 2016. Elemen persyaratan perencanaan meliputi
fasilitas kesehatan lainnya di Puskesmas, menjadi pembuatan Laporan Keadaan Obat (LKO), dan proses
salah satu faktor yang menentukan pemenuhan seleksi atau pemilihan jenis obat. Sedangkan, elemen
aspek sarana dan prasarana yang memadai. Dalam persyaratan pengadaan obat meliputi penyusunan
hal ini, seluruh sumber daya yang tersedia akan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung Obat (LPLPO) secara rutin. Data dianalisis secara
pelayanan dan program kerja Puskesmas. Oleh deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan suatu
karena itu, diperlukan kegiatan pengelolaan obat fenomena secara cermat berdasarkan permasalahan
dan bahan medis habis pakai yang dilakukan secara dalam penelitian. Penelitian ini menggambarkan
terstruktur dan terus menerus. mekanisme perencanaan dan pengadaan obat yang
Pengelolaan obat dan bahan medis dilakukan oleh Puskesmas “X”. Hasil penelitian
habis pakai merupakan suatu kegiatan dalam akan digambarkan dengan menggunakan tabel
pelayanan kefarmasian yang meliputi perencanaan yang meliputi variabel observasi dan pelaksanaan
kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, elemen yang dipersyaratkan di Puskesmas “X”. Hasil
hingga pemantauan dan evaluasi (Rosmania & penelitian ini akan menggambarkan kesesuaian
Supriyanto, 2015). Hal ini dilakukan untuk menjamin antara pelaksanaan perencanaan dan pengadaan
ketersediaan obat dan bahan medis habis pakai obat di Puskesmas dengan Permenkes Nomor 74
dalam memenuhi kebutuhan pemberian pelayanan Tahun 2016.
kesehatan di Puskesmas. Oleh karena itu, setiap
kegiatan pengelolaan harus dilakukan sesuai
dengan ketentuan dan aturan yang berlaku. Salah HASIL DAN PEMBAHASAN
satu kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis
habis pakai yang sangat penting yaitu perencanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74
kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai. Hal Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian
ini penting karena merupakan titik awal dimulainya di Puskesmas menyebutkan bahwa pelayanan
kegiatan pengelolaan obat di puskesmas. kefarmasian di Puskesmas merupakan bagian
Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
habis pakai yang tidak tepat dapat memengaruhi berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
ketersediaan obat dan bahan medis habis pakai. kesehatan. Pelayanan kefarmasian dilakukan secara
Dampak yang mungkin terjadi adalah timbulnya terpadu yang meliputi kegiatan pengelolaan sediaan
kejadian stagnant dan stockout obat di Puskesmas. farmasi dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Kejadian stagnant dan stockout obat tentu Dukungan sarana dan prasarana yang memadai
akan memberikan dampak yang merugikan bagi sangat diperlukan dalam meningkatkan efektivitas
Puskesmas, diantaranya yaitu peningkatan biaya pelayanan.
akibat pemakaian obat yang tidak rasional. Hal ini Pengelolaan sediaan farmasi salah satu
tentu akan merugikan Puskesmas. bagian dari penyelenggaraan kegiatan pelayanan
Mengingat pentingnya kegiatan pengelolaan kefarmasian di Puskesmas. Pengelolaan obat dan
obat dan bahan medis habis dalam kegiatan bahan medis habis pakai di Puskesmas meliputi
pelayanan kefarmasian di Puskesmas, maka perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan,
pelaksanaan pengelolaan obat diatur dalam penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
Permenkes Nomor 74 Tahun 2016 tentang standar Administrasi (pencatatan, pelaporan, dan
pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Tujuan pengarsipan), serta pemantauan dan evaluasi
penelitian ini untuk mendeskripsikan mekanisme pengelolaan. Kegiatan pengelolaan ini bertujuan
pelaksanaan perencanaan dan pengadaan obat yang untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan
dilakukan Puskesmas. sediaan farmasi dan bahan habis pakai yang efektif,
efisien, dan rasional. Selain itu, juga meningkatkan
kompetensi dan kemampuan tenaga kefarmasian,
METODE mewujudkan sistem informasi manajemen, dan
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (Kemenkes RI, 2016). Selain itu, penyelenggaraan
dengan pendekatan kualitatif yang bersifat pengelolaan obat ini juga merupakan bagian dari
observasional. Teknik pengumpulan data primer proses manajemen logistik yang dilakukan oleh
dilakukan dengan melakukan wawancara kepada Puskesmas.

Perencanaan dan Pengadaan... 16 Rahma


Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 6 Nomor 1 Januari – Juni 2018

Manajemen logistik merupakan suatu proses Perencanaan dan Pengadaan Obat Pembiayaan
pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan APBD
dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang Perencanaan dan kebutuhan obat yaitu proses
jadi dari para supplier, di antara fasilitas perusahaan kegiatan seleksi sediaan farmasi dan bahan medis
dan kepada para pelanggan (Bowersox, 2006). Selain habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah
itu, manajemen logistik juga merupakan sekumpulan sediaan farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan
fungsi yang dinamis, dan fleksibel sesuai dengan puskesmas (Kemenkes RI, 2016). Perencanaan
kondisi lingkungan serta kendala yang dihadapi bertujuan untuk memperkirakan jenis dan jumlah
(Rushton, et al., 2010). Tujuan manajemen logistik sediaan farmasi yang dibutuhkan, dan meningkatkan
adalah untuk menjamin ketersediaan barang atau efisiensi penggunaan obat. Dalam proses ini juga
bahan dalam jumlah yang tepat dengan kualitas dan mencakup penentuan kebutuhan secara rinci
mutu yang terjamin, mengoptimalkan penggunaan (detailering) dengan memperhitungkan semua faktor
sumber daya dan biaya dalam rangka menjamin yang memengaruhi penentuan kebutuhan (Aditama,
pelaksanaan seluruh kegiatan manajemen logistik 2003).
(Subagya, 1994). Pelaksanaan pengelolaan obat di Puskesmas
Ketersediaan obat di Puskesmas menjadi salah mencakup 4 fungsi dasar yaitu perumusan kebutuhan,
satu hal yang paling penting dalam kualitas pelayanan pengadaan, distribusi, dan penggunaan obat. Selain
kesehatan Puskesmas. Perencanaan kebutuhan dan itu, untuk bisa berjalan dengan maksimal, maka harus
pengadaan obat berperan penting dalam menjamin didukung oleh pembiayaan yang berkesinambungan,
ketersediaan obat di Puskesmas. Perencanaan pengelolaan sistem informasi yang memadai, serta
kebutuhan merupakan suatu kegiatan pemilihan manajemen dan pengembangan sumber daya
dan penetapan jumlah obat yang dibutuhkan untuk manusia (Hartono, 2007). Implementasi tersebut
memenuhi pelayanan kesehatan. Sedangkan, dilakukan sesuai dengan peraturan dan ketentuan
pengadaan merupakan suatu proses pemenuhan yang berlaku.
kebutuhan operasional sediaan farmasi yang telah Berdasarkan tabel 1 pengelolaan obat di
ditetapkan dalam perencanaan obat (Rosmania Puskesmas “X” diawali dengan kegiatan pengadaan
& Supriyanto, 2015). Kegiatan pengelolaan ini, obat yang didalamnya mencakup perencanaan
dilaksanakan oleh Unit Obat Puskesmas “X” Surabaya kebutuhan obat untuk memenuhi kebutuhan
berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas “X”.
yang telah disusun dengan mengacu pada peraturan Perencanaan kebutuhan ini dilakukan dengan
perundang-undangan yang berlaku, sebagai acuan membuat Laporan Kebutuhan Obat (LKO) yang
dalam implementasi. dibuat setiap tahun, dilakukan pada akhir tahun
Implementasi kegiatan pengadaan obat dan untuk perencanaan kebutuhan obat Puskesmas
bahan medis habis pakai di Puskesmas, terdiri dari selama satu tahun ke depan. Metode yang digunakan
dua sumber pembiayaan obat dan bahan medis habis dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat adalah
pakai, diantaranya yaitu melalui dana APBD dan dana dengan mempertimbangkan pola konsumsi atau
Kapitasi Puskesmas atau JKN. Kedua pembiayaan pemakaian obat tahun sebelumnya. Perhitungan pola
ini dalam implementasinya tentu memiliki perbedaan, konsumsi perlu memperhatikan: 1) Pengumpulan
terutama berkaitan dengan pengadaan obat. Hasil dan pengolahan data, 2) Proses analisis data, 3)
observasi pengadaan obat akan disajikan dalam Perhitungan kebutuhan obat, 4) Penyesuaian jumlah
tabel 1. kebutuhan dengan alokasi dana (Hartono, 2007).

Tabel 1. Perencanaan Obat Berdasarkan Permenkes 74 Tahun 2016 di Puskesmas “X” Surabaya Tahun 2017

Pelaksanaan di Lapangan
No. Elemen Persyaratan Tidak Hasil Observasi
Dilakukan
Dilakukan
Perencanaan Kebutuhan
1. Perencanaan Kebutuhan obat Perencanaan kebutuhan dilakukan dengan
dilaksanakan oleh Ruang Farmasi √ membuat Laporan Kebutuhan Obat (LKO),
Puskesmas secara rutin. yang dibuat setiap tahun.
2. Proses Seleksi dilakukan dengan Dalam kegiatan perencanaan kebutuhan
mempertimbangkan diantaranya yaitu dilakukan secara periodik berdasarkan
Pola Konsumsi periode sebelumnya, √ pemakaian obat periode sebelumnya yang
Pola Penyakit, data mutasi sediaan telah direkap dan dihitung.
farmasi, dan rencana pengembangan.
3. Proses seleksi sediaan farmasi dan Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi
bahan medis habis pakai mengacu dan bahan medis habis pakai, mengacu
pada Daftar Obat Esensial Nasional pada Daftar Obat Esensial Nasional

(DOEN), dan Formularium Nasional. (DOEN), dan Formularium Nasional. Oleh
karena itu, dapat dikatakan sudah sesuai
dengan Permenkes No. 74 Tahun 2016.

Perencanaan dan Pengadaan... 17 Rahma


Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 6 Nomor 1 Januari – Juni 2018

Pola yang seharusnya digunakan yaitu melalui berbeda. Selain itu, terdapat perbedaan ketentuan
pendekatan epidemiologis berdasarkan pola penyakit, tahapan pelaksanaan perencanaan dan pemesanan
akan tetapi masih belum bisa dilakukan. Selain obat di Puskesmas.
itu, petugas unit obat juga membagikan lembar Ketidaksesuaian penamaan dalam Standar
permintaan obat yang dibutuhkan untuk satu tahun Prosedur Operasional seharusnya diubah agar tidak
ke depan kepada setiap poli yang ada di Puskesmas menimbulkan persepsi yang salah pada petugas
(Kemenkes RI, 2016). kefarmasian. Selain itu, ketidaksesuaian penamaan
Petugas unit obat juga membagikan lembar juga dapat menimbulkan adanya kesalahan dalam
permintaan obat yang dibutuhkan untuk satu tahun ke pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang dilakukan
depan kepada setiap poli yang ada di Puskesmas “X”. Puskesmas yang dapat memengaruhi mutu
Selanjutnya, dokter atau tenaga medis dari setiap poli pelayanan.
akan mengisi jenis obat yang dibutuhkan selama satu Perhitungan kebutuhan dilakukan untuk
tahun ke depan. Permintaan dari setiap poli tersebut, mengetahui jumlah obat yang dibutuhkan untuk satu
selanjutnya oleh penanggung jawab unit obat akan periode. Hasil perhitungan yang didapatkan, dijadikan
dianalisis dan dimasukkan ke dalam Rencana Kerja sebagai bahan analisis bersama dengan rekapitulasi
Anggaran (RKA) untuk diusulkan kepada Dinas permintaan dari setiap poli sehingga menghasilkan
Kesehatan Kota Surabaya. usulan jumlah kebutuhan obat. Usulan tersebut
Hasil wawancara didapatkan bahwa kemudian dimasukkan ke dalam Laporan Keadaan
perencanaan kebutuhan, juga dilakukan proses Obat dan usulan obat untuk diajukan kepada Dinas
seleksi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai Kesehatan Kota Surabaya (Kemenkes RI, 2016).
yang dibutuhkan oleh puskesmas. Proses seleksi Sementara itu, apabila terjadi suatu hal yang
tersebut dilakukan dengan mengacu pada Daftar Obat tidak terduga seperti Kejadian Luar Biasa, Bencana
Esensial Nasional (DOEN) dan formularium nasional, Alam, dan sebagainya Puskesmas dapat mengajukan
sebagaimana ketentuan dalam peraturan perundang- permintaan khusus. Perencanaan kebutuhan sediaan
undangan yang berlaku. Selain itu, untuk mengetahui farmasi dalam hal ini yaitu obat dilakukan untuk
jumlah obat yang dibutuhkan untuk satu tahun, maka menentukan jumlah dan jenis obat dan bahan medis
dilakukan perhitungan kebutuhan berdasarkan habis pakai dalam rangka pemenuhan kebutuhan
jumlah pemakaian obat pada tahun sebelumnya puskesmas. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk
di Puskesmas (Rosmania & Supriyanto, 2015). meningkatkan penggunaan obat yang rasional dan
Perhitungan jumlah kebutuhan sebagaimana yang efisiensi penggunaan obat (Subagya, 1994).
telah diatur dalam Standar Prosedur Operasional Perencanaan kebutuhan obat di puskesmas
Pemesanan dan Pengelolaan obat Puskesmas “X”, harus dilakukan secara tepat untuk menghindari
dilakukan dengan mengacu pada rumus yaitu: terjadinya kejadian stagnant dan stockout obat di
puskesmas. Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan
akan mengakibatkan adanya ketidakefisienan dalam
Kebutuhan = rekapitulasi pemakaian 1 th x 18 jumlah persediaan obat yang ada di puskesmas.
bulan Selain itu, hal ini juga akan memengaruhi mutu
Keterangan : 18 bulan = 12 bulan + 6 bulan pelayanan di puskesmas, dan bahkan dapat
menimbulkan kerugian bagi puskesmas (Hadidah,
Gambar 1. Rumus Perhitungan Perencanaan
2016)
Kebutuhan Puskesmas
Kegiatan pengadaan obat di Puskesmas
mencakup penyusunan dan pengajuan permintaan
Pengaturan Standar Prosedur Operasional obat kepada Gudang Farmasi sesuai dengan
Puskesmas “X” mengenai pemesanan dan kebutuhan. Pengadaan dilakukan sebagai bentuk
pengelolaan tidak sesuai dengan ketentuan yang realisasi dari perencanaan kebutuhan yang telah
ada di dalam Permenkes Nomor 74 Tahun 2016. dilakukan oleh Puskesmas. Efektivitas kegiatan
Ketidaksesuaian terletak pada penamaan dokumen pengadaan ditunjukkan melalui ketersediaan
Standar Prosedur Operasional yaitu Pemesanan obat, kesesuaian jumlah obat dengan kebutuhan,
dan Pengelolaan Obat. Secara umum, konsep kesesuaian harga obat (Hadidah, 2016).
perencanaan dengan pemesanan sudah jelas

Tabel 2. Pelaksanaan Pengadaan Obat Berdasarkan Permenkes 74 Tahun 2016 di Puskesmas “X” Surabaya
Tahun 2017

Pelaksanaan di Lapangan
No. Elemen Persyaratan Tidak Hasil Observasi
Dilakukan
Dilakukan
Permintaan
1. Permintaan Sediaan Farmasi Permintaan sediaan farmasi dan bahan medis
dan Bahan Medis Habis habis pakai dilakukan melalui LPLPO yang telah
Pakai diajukan kepada Dinas dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Puskesmas.

Kesehatan Kota Surabaya. Pengajuan tersebut dilakukan secara rutin kepada
Dinas Kesehatan Kota Surabaya, dapat dikatakan
sudah sesuai dengan Permenkes 74 Tahun 2016.

Perencanaan dan Pengadaan... 18 Rahma


Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 6 Nomor 1 Januari – Juni 2018

Berdasarkan tabel 2, Puskesmas melakukan Surabaya melalui website, oleh Dinas Kesehatan
permintaan obat dan bahan medis habis pakai akan ditarik data dan di breakdown. Kemudian, data
dengan membuat Laporan Pemakaian dan Lembar tersebut dimasukkan ke dalam AKP dari setiap bulan,
Permintaan Obat (LPLPO). Laporan ini dibuat setiap berdasarkan koordinasi dengan dinas kesehatan.
bulan oleh petugas farmasi berdasarkan pemakaian Selanjutnya, pemesanan obat dilakukan melalui
pada bulan sebelumnya yang telah disetujui oleh e-catalogue sesuai dengan kebutuhan dan alokasi
Kepala Puskesmas dan diajukan kepada gudang anggaran. Selanjutnya, distributor akan menyetujui
farmasi Kota Surabaya (Kemenkes RI, 2016). pemesanan, dan barang akan dikirim ke Gudang
Tujuan permintaan yaitu untuk memenuhi kebutuhan Farmasi Kota Surabaya.
operasional terhadap sediaan farmasi dan bahan Pengadaan obat merupakan suatu proses
medis habis pakai di puskesmas dalam satu pemenuhan kebutuhan operasional obat dan bahan
periode. medis habis pakai yang dibutuhkan oleh puskesmas,
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa sebagai bentuk realisasi dari perencanaan kebutuhan
petugas melakukan rekapitulasi pemakaian obat obat yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini
selama satu bulan terakhir, baik dari poli pelayanan, dilakukan untuk menjamin ketersediaan obat dengan
Puskesmas Pembantu, dan sebagainya serta jumlah yang tepat di waktu yang tepat pula (Hadidah,
melakukan perhitungan stock opname bulan kemarin, 2016). Dalam hal ini, ketidaktepatan perencanaan
untuk permintaan bulan berikutnya. obat yang dilakukan sebelumnya akan memengaruhi
Gudang farmasi Kota Surabaya, selanjutnya proses pengadaan obat yang dilakukan puskesmas.
akan memverifikasi permintaan tersebut berdasarkan Kedua proses tersebut saling berhubungan dan
stok optimum dan sisa stok yang ada. Kemudian, menentukan ketersediaan obat dan bahan medis
puskesmas akan mendapatkan pemberitahuan habis pakai di puskesmas dalam pemberian
jadwal pengambilan obat dari Gudang Farmasi Kota pelayanan kesehatan kepada pasien.
Surabaya. Dalam hal ini, penambahan permintaan
jumlah obat kepada gudang farmasi Kota Surabaya Permasalahan dalam Pengadaan
bisa langsung dikomunikasikan kepada gudang Hasil wawancara dan observasi menunjukkan
farmasi dengan catatan jumlah yang diminta tidak bahwa secara umum, pelaksanaan pengadaan
melebihi batas jumlah kebutuhan selama satu tahun obat di Puskesmas telah sesuai dengan Permenkes
yang telah disetujui oleh dinas kesehatan. Dalam Nomor 74 Tahun 2016. Akan tetapi, masih
hal ini, secara umum pelaksanaan pengadaan terdapat beberapa kendala yang ditemukan dalam
obat dan bahan medis habis pakai yang dilakukan pelaksanaan pengadaan obat. Beberapa kendala
oleh Puskesmas dapat dikatakan sesuai dengan yang ditemui diantaranya yaitu: Pertama, Kegiatan
Permenkes Nomor 74 Tahun 2016. Pengadaan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Proses pengadaan obat dan bahan medis habis pakai
Perencanaan dan Pengadaan Obat Pembiayaan yang dilakukan oleh Puskesmas membutuhkan waktu
JKN yang relatif lama. Hal ini disebabkan karena adanya
Selain perencanaan kebutuhan obat yang prosedur administratif yang harus dipersiapkan dalam
bersumber dari APBD, terdapat perencanaan melakukan pengadaan obat dan bahan medis habis
kebutuhan obat yang sumber pembiayaan pakai. Sementara, kebutuhan puskesmas terhadap
berasal dari dana kapitasi puskesmas atau JKN. obat dan bahan medis habis pakai sangat dibutuhkan
Perencanaan kebutuhan obat JKN, dilakukan dengan untuk mendukung pemberian pelayanan kesehatan.
menggunakan dokumen RKA yang dibuat pada awal Selain itu, kurangnya komitmen distributor dalam
tahun berdasarkan jumlah kebutuhan (Kemenkes RI, melakukan pengiriman barang, sehingga fraktur
2016). Hasil wawancara menunjukkan bahwa petugas sudah ada tetapi, barang belum datang. Kedua,
farmasi melakukan rekapitulasi permintaan obat Puskesmas tidak bisa melakukan pengadaan di
dari setiap poli pelayanan yang ada di Puskesmas. luar periode pengadaan obat dan bahan medis
Permintaan dari setiap poli tersebut, selanjutnya habis pakai. Kegiatan pengadaan obat dan bahan
oleh penanggung jawab unit obat akan dianalisis medis habis pakai di Puskesmas dilakukan dalam
dan disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki. satu periode waktu, dan Puskesmas tidak boleh
Selanjutnya, jumlah obat yang sudah sesuai dengan melakukan pengadaan obat dan bahan medis habis
anggaran tersebut dimasukkan ke dalam Rencana pakai di luar periode waktu pengadaan kecuali dalam
Kerja Anggaran (RKA). keadaan yang darurat seperti KLB, Bencana Alam,
Kegiatan perencanaan kebutuhan obat ini dan sebagainya.
menjadi dasar dari implementasi pengelolaan obat Kebutuhan obat untuk mendukung pelayanan
di puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat yang kesehatan dapat dikatakan sangat tinggi. Oleh
tepat akan menghasilkan jumlah dan jenis obat yang karena itu, pengadaan obat dan bahan medis habis
tepat sesuai dengan kebutuhan, mencegah terjadinya pakai harus dilakukan secara cermat dan rasional
kekosongan stok obat, meningkatkan penggunaan sehingga mampu memenuhi kebutuhan puskesmas.
obat secara rasional, dan meningkatkan efisiensi Ketiga, kurangnya pemantauan oleh Dinas Kesehatan
penggunaan obat (Aditama, 2003). terhadap Distributor Obat. Disamping, kurangnya
Data obat yang akan dipesan, kemudian di komitmen dari pihak distributor obat dan bahan
breakdown satu per satu, untuk mengidentifikasi medis habis pakai, pengawasan yang dilakukan oleh
waktu pemesanan dan juga rencana kedatangan serta Dinas Kesehatan Kota juga masih kurang, terhadap
penerimaan dari obat yang dipesan. Selanjutnya, distributor yang menyuplai obat dan bahan medis
dokumen RKA diajukan kepada Dinas Kesehatan habis pakai kepada Puskesmas. Hal ini ditunjukkan

Perencanaan dan Pengadaan... 19 Rahma


Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 6 Nomor 1 Januari – Juni 2018

oleh kurangnya ketegasan Dinas Kesehatan Kota DAFTAR PUSTAKA


kepada distributor yang tidak mengirimkan barang
tepat waktu. Sementara, petugas puskesmas tidak Aditama, T. 2003. Manajemen Administrasi Rumah
bisa memberikan tindak lanjut secara langsung Sakit. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
karena yang melakukan kerja sama dengan distributor Bowersox, D. 2006. Manajemen Logistik. I ed. Jakarta:
adalah Dinas Kesehatan Kota. Bumi Aksara.
Perlu adanya regulasi yang secara jelas dapat Hadidah, I.S. 2016. Analisis Kerugian Akibat Kejadian
menjembatani pengadaan obat di Puskesmas, Obat Stagnant dan Stockout di Instalasi Farmasi:
mengingat terdapat dua sumber pembiayaan Studi di UPT Rumah Sakit Mata Masyarakat
obat yang memerlukan administrasi dan dokumen Jawa Timur. in: Skripsi. Surabaya: Universitas
pengadaan yang berbeda. Kedua sumber pembiayaan Airlangga.
tersebut, yaitu APBD dan JKN yang menciptakan Hartono, J.P. 2007. Analisis Proses Perencanaan
dua sistem pengadaan obat dan bahan medis Kebutuhan Obat Publik untuk Pelayanan
habis pakai di Puskesmas. Peraturan yang berlaku, Kesehatan Dasar (PKD) di Puskesmas se Wilayah
sebaiknya harus bisa mengakomodasi pelaksanaan Kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. In:
dua sistem tersebut agar tidak saling tumpang tindih Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
dan menghambat pelaksanaan kegiatan pengelolaan Kemenkes RI. 2016. Permenkes Nomor 74 Tahun
obat dan bahan medis habis pakai. Dalam hal ini, 2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Kementerian Kesehatan harus bisa mengatur Indonesia.
pelaksanaan pengadaan obat dan bahan medis habis Kementerian Kesehatan. 2014. Peraturan Menteri
pakai agar bisa berjalan sesuai dengan ketentuan Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang
dalam rangka memenuhi kebutuhan obat dan bahan Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
medis habis pakai di Puskesmas. Kementerian Kesehatan. 2016. Permenkes 74 Tahun
2016 Tenteng Sandar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
SIMPULAN Menteri Kesehatan Nasional. 2004. Sistem Kesehatan
Nasional, Jakarta: s.n.
Kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis Rosmania, F.A. & Supriyanto, S. 2015. Analisis
habis pakai di Puskesmas, terdiri dari dua sumber Pengelolaan Obat Sebagai Dasar Pengendalian
pembiayaan, diantaranya yaitu APBD dan JKN. Safety Stock pada Stagnant dan Stockout Obat.
Secara umum, pelaksanaan pengadaan obat Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 3
sesuai dengan Permenkes Nomor 74 Tahun 2016. (1), pp. 1–10.[Online]. Tersedia di <www.e-
Implementasi pengadaan obat dan bahan medis journal.unair.ac.id/index.php/JAKI/article/
habis pakai di puskesmas masih terdapat beberapa download/1483/1144>.
kendala diantaranya yaitu kegiatan pengadaan Rushton, A., Croucher, P. & Baker, P. 2010. The
yang membutuhkan waktu yang lama, Puskesmas Handbook of Logistics & Distribution Management.
tidak bisa melakukan pengadaan di luar periode 4th Edition ed. London: Kokan Page.
pengadaan obat dan bahan medis habis pakai, Subagya. 1994. Manajemen Logistik. Jakarta: CV.
dan kurangnya pemantauan Dinas Kesehatan Hanmas.
Kota terhadap distributor obat. Perlu adanya
pengembangan suatu regulasi yang secara jelas
mengatur dan menjembatani pelaksanaan pengadaan
obat yang berasal dari kedua sumber pembiayaan
baik APBD maupun JKN.

Perencanaan dan Pengadaan... 20 Rahma

You might also like